Oleh :
Desta Fransisca, S.Ked
FAB 118 023
Pembimbing :
dr. Sutopo Marsudi Widodo, Sp.KFR
dr. Tagor Sibarani
dr. Fajar Patompo
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
eritropoietin. Anemia merupakan kendala yang cukup besar bagi upaya
mempertahankan kualitas hidup pasien GGK.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
PRIMARY SURVEY (Ny. S)
Vital Sign :
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Nadi : 90 kali/menit, regular, kuat angkat
Suhu : 36,10C
Pernapasan : 28 kali/menit
SpO2 : 98%
Airway : bebas, tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing : spontan, 28 kali/menit, torako-abdominal, pergerakan thoraks
simetris kanan/kiri
Circulation: Tekanan darah 170/100 mmHg, Nadi 90 kali/menit reguler, kuat
angkat, CRT <2”
Disability : GCS 15 (Eye 4,Verbal 5, Motorik 6)
Evaluasi masalah : kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam priority
sign yaitu sesak nafas.
Pemberian label : Kuning.
Tatalaksana awal : tata laksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan di
ruangan non bedah, posisi semifowlar dan diberikan oksigenasi 2-4 lpm.
I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Usia : 50 tahun
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Desa Tumbang Dukei
Tanggal MRS : 16 Juli 2019
4
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu yang lalu dan
sesak bertambah berat, sesak bertambah bila beraktivitas dan berkurang bila
pasien beristirahat. Sesak tidak dipengaruhi cuaca dan lebih nyaman bila
posisi duduk. Nyeri dada disangkal. Mual (+) tetapi tidak sampai muntah.
Pasien juga mengaku batuk sejak 1 hari yang lalu batuk tidak berdahak.
Setiap hari pasien minum sebanyak ± 1 botol aqua (600cc). BAK (+)
berwarna kuning lancar seperti biasanya dan tidak berkurang sehari-hari
pasien BAK sebanyak 4-5 kali, BAB (+) normal seperti biasanya. Pasien
mengaku kaki membengkak sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga merasa
lemas.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien merupakan pasien CKD on HD, jadwal HD setiap senin dan kamis
(2 kali seminggu) sejak Januari 2017.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti pasien.
5
- Pembesaran KGB di leher (-)
Thoraks
- Paru-paru
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,
penggunaan otot bantu pernapasan (-)
- Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2) normal, mumur (-),
gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : supel, turgor cepat kembali, nyeri tekan (+) epigastrium,
hepar, lien tidak teraba membesar.
Perkusi : timpani,
Ekstremitas
- Akral hangat
- CRT < 2 detik
- Edema pada kedua ekstremitas bawah (+/+)
Status Urologi
- BAK (+) lancar tidak berkurang
- VU kosong
- Nyeri ketok CVA (-)
6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Leukosit : 11.470/uL
Hb : 9.0 g/dL
Ht : 26 %
Trombosit : 203.000/uL
GDS : 109 mg/dL
Ureum : 80 mg/dL
Creatinin : 11,19 mg/dL
V. DIAGNOSIS BANDING
- Gagal Ginjal Kronik
- Oedem Paru
VI. DIAGNOSIS
Gagal Ginjal Kronik
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
7
BAB III
PEMBAHASAN
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini
terjadi apabila laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 50 ml/menit. Gagal ginjal
kronik sesuai dengan tahapannya, dapat ringan, sedang atau berat. Gagal ginjal
tahap akhir (end stage) adalah tingkat gagal ginjal yang dapat menghasilkan
kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti. Insufisiensi ginjal kronik adalah
penurunan faal ginjal yang menahun tetapi lebih ringan dari GGK.1,2,3
8
Berat < 10 Derajat sedang + retensi air dan
garam, mual, muntah, nafsu
makan hilang, penurunan fungsi
mental
Terminal <5 Derajat berat dengan edema paru,
(Gagal Ginjal) koma, kejang, asidosis metabolik,
hiperkalemia, kematian
Keterangan : LFG : Laju Filtrasi Glomerulus
Perbedaan ini tidak selalu sama di seluruh dunia, tetapi ada baiknya
dibedakan satu sama lain untuk mencegah kesimpang siuran. Istilah azotemia
menunjukkan peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah, akan tetapi belum ada
gejala gagal ginjal yang nyata, sedangkan uremia adalah fase simtomatik gagal
ginjal di mana gejala gagal ginjal dapat dideteksi dengan jelas.1
Prevalensi GGK sukar diketahui dengan pasti, oleh karena banyak pasien
tidak bergejala atau dirujuk. Angka yang lebih tepat adalah banyaknya pasien GGK
yang masuk fase terminal oleh karena memerlukan atau sedang menjalani dialisis.1
Di AS ditemukan 1 dari 9 orang atau sekitar 20 juta orang menderita penyakit ginjal,
dan sebagian besar tidak menyadari hal itu. Hanya sekitar 20 –30 % pasien dengan
gagal ginjal terminal yang mampu menjalani terapi pengganti ginjal.4
Data dari studi epidemiologis tentang GGK di Indonesia dapat dikatakan
tidak ada. Yang ada adalah studi atau data epidemiologi klinis. Pada saat ini tak
dapat dikemukakan pola prevalensi di Indonesia, demikian pula pola morbiditas
dan mortalitas. Data klinis yang ada berasal dari RS Rujukan Nasional, RS Rujukan
Propinsi dan RS Swasta spesialistik. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa data
tersebut hanya berasal dari kelompok khusus.1,2
Pola etiologi gagal ginjal kronik:1
1. Glomerulonefritis
2. Diabetes mellitus
3. Penyakit ginjal herediter
4. Hipertensi
5. Uropati obsruktif
9
6. Infeksi saluran kemih dan ginjal
7. Nefritis interstitial
8. Sindroma nefrotik5,6
9. Sindroma metabolik4
10
Studi oleh Frishberg menunjukkan, mutasi pada gen NPHS2 yang
mengkode protein podosin, merupakan bentuk resesif dari Steroid-Resistant
Nephrotic Syndrome (SRNS). Fenotip yang sering muncul adalah proteinuria
massive pada usia muda yang akan berkembang menjadi gagal ginjal terminal pada
tahap selajutnya.4
Bila gagal ginjal kronik bergejala, umumnya diagnosis tidak sukar ditegakkan.
- Gangguan pada sistem gastrointestinal : anoreksia, nausea dan vomitus
berkaitan dengan metabolisme protein dalam usus, terbentuknya amonia
dan metilguanidine serta mukosa usus yang sembab.5 Fetor uremik karena
ureum berlebihan dalam air liur diubah menjadi amonia oleh bakteri. Hiccup
(cegukan), gastritis erosiva, ulkus peptik dan colitis uremik.3
- Kulit : berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom. Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik
dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit. Ekimosis karena gangguan
hematologis, urea frost karena kristalisasi urea pada keringat (jarang).
Bekas garukan karena gatal.1
- Sistem hematologi : anemia, karena: berkurangnya produksi eritropoetin,
hemolisis akibat toksik uremia menyebabkan umur eritrosit memendek.
Defisiensi besi, asam folat akibat nafsu makan berkurang. Perdarahan,
paling sering pada saluran cerna dan kulit. Fibrosis sumsum tulang akibat
hipoparatiroidisme sekunder. Gangguan fungsi trombosit dan
trombositopenia, gangguan fungsi leukosit.8
- Sistem saraf dan otot : Restless leg syndrome, pasien merasa pegal pada
kakinya sehingga selalu digerakkan. Burning feet syndrome, rasa semutan
dan seperti terbakar terutama di telapak kaki. Ensefalopati metabolik,
lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, mioklonus, kejang,
miopati, kelemahan dan hipotropi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas
proksimal.3
- Sistem kardiovaskular : Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam
atau peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron. Nyeri dada
dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung
11
koroner dan gagal jantung akibat hipertensi dan penimbunan cairan.
Gangguan irama jantung. Edema akibat penimbunan cairan.1,2,3,8
- Sistem Endokrin : gangguan seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun
pada laki-laki akibat produksi testosteron dan spermatogenesis menurun.
Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai
amenorea. Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Gangguan metabolisme lemak dan vitamin D.2
- Sistem lain : tulang, osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa,
osteosklerosis. Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik hasil
metabolisme elektrolit, hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipocalsemia.1
Karena pada gagal ginjal kronik telah terjadi gangguan keseimbangan homeostatik
pada seluruh tubuh, gangguan pada suatu sistem akan berpengaruh pada sistem
yang lain. Sehingga suatu gangguan metabolik dapat menimbulkan kelainan pada
berbagai sistem/organ tubuh.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal ginjal
kronik, menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat gagal ginjal
kronik, dan membantu menetapkan etiologi. Etiologi gagal ginjal kronik, melalui
analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis.
Dalam menetapkan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu
diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju filtrasi
glomerulus, melalui pemeriksaan kreatinin, ureum, kliren kreatinin. Pemeriksaan
untuk perjalanan penyakit : progresifitas penurunan faal ginjal (ureum, kreatinin,
kreatinin klirens), hemopoesis (Hb, trombosit, fibrinogen, faktor pembekuan),
elektrolit (Na+, K+, HCO3=, Ca++, PO4+, Mg++), endokrin (PTH, T3, T4).7
Di samping diagnosis gagal ginjal kronik secara faal dengan tingkatannya,
dalam rangka diagnosis juga ditinjau faktor penyebab dan faktor pemburuknya.
Kedua hal ini disamping perlu untuk kelengkapan diagnosis, juga berguna untuk
pengobatan.2
12
Pada Pasien Teori
Perhimpunan Nefrologi Indonesia
Anamnesis Sesak napas Nyeri dada dan sesak nafas akibat
perikarditis, efusi perikardial,
penyakit jantung koroner dan
gagal jantung akibat hipertensi
Mual anoreksia, nausea dan vomitus
berkaitan dengan metabolisme
protein dalam usus, terbentuknya
amonia dan metilguanidine serta
mukosa usus yang sembab
Batuk tidak berdahak Mual dan muntah yang menetap,
tidak mau minum
BAK 4-5 kali lancar oliguria, retensio urin, poliuria,
hematuria
Kaki bengkak Edema akibat penimbunan cairan
Lemas Ensefalopati metabolik, lemah,
tidak bisa tidur, gangguan
konsentrasi, tremor, mioklonus,
kejang, miopati, kelemahan dan
hipotropi otot-otot terutama otot-
otot ekstremitas proksimal
Pemeriksaan Fisik Tekanan Darah 170/100 Hipertensi akibat penimbunan
mmHg cairan dan garam atau
peningkatan aktivitas sistem
renin-angiotensin-aldosteron.
Oedema Palpebra (+/+) Uji bendung positif
13
Oedem kedua Syok, ditandai nadi cepat dan
ekstremitas bawah (+/+) lemah serta penurunan tekanan
nadi (≤20 mmHg), hipotensi, kaki
dan tangan dingin, kulit lembab,
dan pasien tampak gelisah
Laboratorium Hb 9.0 g/dL (11-16 g/dL) Anemia
14
1. Penatalaksanaan untuk mengatasi komplikasi:
a. Hipertensi diberikan anti-hipertensi, yaitu Metildopa (Aldomet), Propanolol
(Inderal), Minoksidil (Loniten), Klonidin (Catapses), Beta Blocker,
Prazosin (Minipress), Metrapolol Tartrate (Lopressor).
Nama Obat Sediaan Obat Efek Samping Dosis
Metildopa Tablet Mengantuk Dewasa dan
(Aldomet) remaja:
Oral : Awal,
250 mg 2-3 kali
per hari
Propanolol Tablet Bradikardia, Dosis awal 2 x
(Inderal) insomnia, mual, 40 mg/hr,
muntah, diteruskan dosis
bronkospasme, pemeliharaan.
agranulositosis,
depresi.
Minoksidil Tablet. Kerontokan Dewasa: 5-40
(Loniten) rambut. mg/hari.
Klonidin Tablet, injeksi. Mulut kering, 150–300 mg/hr.
(Catapses) pusing mual,
muntah,
konstipasi.
Beta Blocker Tablet, kapsul. Mual, kaki 2x200 mg/hr
(Asebutol) tangan dingin, (maksimal 800
insomnia, mimpi mg/hr).
buruk, lesu.
Prazosin Tablet, kapsul. Sakit kepala, Dosis awal: 0.5
(Minipress) mengantuk, mg melalui
kelelahan, mulut (per
kelemahan,
15
penglihatan oral), 2-3 kali
kabur, mual, sehari
muntah, diare, Dosis
konstipasi. maksimum: 20
mg/hari
Metrapolol Tablet. Lesu, kaki dan 50 – 100 mg/kg
Tartrate tangan dingin,
(Lopressor). insomnia, mimpi
buruk, diare
16
Chlorothiazide Botol. Kelemahan, 500 mg to 1000
(Diuril). hipotensi, mg (10 mL to
pusing, sakit 20 mL) 1-2 kali
kepala. sehari.
17
a. Peranan diet:
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah
atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori:
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk gagal ginjal kronik harus
adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan:
Bila ureum serum > 150 mg%, kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral:
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual, tergantung dari
LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
2. Terapi simtomatik:
a. Asidosis metabolik:
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan
suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena
bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
b. Anemia:
Transfusi darah, misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus
hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal:
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief
18
complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa
mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi
dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit:
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular:
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi:
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Kelainan sistem kardiovaskular:
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.
19
b. Dialisis peritoneal (DP):
Indikasi medik Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), yaitu
pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah
menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual
urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-
mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual
tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
c. Transplantasi ginjal:
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-
80% faal ginjal alamiah.
2) Kualitas hidup normal kembali.
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama.
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.
20
BAB IV
KESIMPULAN
Telah dilaporkan pasien Ny. S, 50 tahun datang dengan keluhan
sesak napas Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang maka pasien di diagnosis Gagal Ginjal Kronik (GGK). Gagal ginjal
kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal
menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju
filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 50 ml/menit.
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan
dialisis tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya LFG sekitar 5-10 mL/menit.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson S, et al. Renal and systemic manifestations of glomerular
disease, in Brenner & Rector's The Kidney, 8th ed. Saunders: Philadelphia,
2008, p. 820–38.
2. Levey A S, et al. CKD: Common, harmful and treatable—World Kidney
Day 2007. Am J Kidney Dis 2007; 2:401.
3. Gilbertson D T, Liu J, Xue J L, et al. Projecting the number of patients with
end-stage renal disease in the United States to the year 2015. J Am Soc
Nephrol 2005; 16: 3736 - 41.
4. Bhangle S D, et al. Back pain made simple: An approach based on principles
and evidence. Cleve Clin J Med 2009; 76: 393.
5. Bates. Bates guide to physical examination and history taking, Ed 8th. Mc
Graw-Hill: New York, 2010.
6. Wein A J, Kavoussi L R, Novick A C, Partin A W, et al. Renal failure and
transplantaion, in Wein: campbell-walsh urology, Ed 9th. Saunders:
philadelphia, 2007.
22