Anda di halaman 1dari 8

A.

Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement Therapy)


Terapi pengganti ginjal pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal
dialysis atau transplantasi ginjal.

1. Hemodialisis (HD)
a. Indikasi untuk inisiasi terapi dialisis
Inisiasi terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksikazotemia,
dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis terlalu cepat pada pasien GGKyang belum tahap
akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Menurut hematpenulis keputusan untuk
inisiasi terapi dialisis berdasarkan pertimbangan klinisdan parameter biokimia.
Tidak jarang presentasi klinik retensi atau akumulasitoksin azotemia tidak sejalan
dengan gangguan biokimia.
Keputusan untuk inisiasi terapi dialisis berdasarkan parameter laboratorium bila
LFG antara 5 dan 8 ml/menit/l .73 m2.
Pemeriksaan LFG (radionuklida) paling tepat untuk mencermin faal ginjal
yangsebenarnya, sesuai dengan klirens inulin. Pemeriksaan ini terbatas di RS
Rujukan. Untuk kepentingan klinis, estimasi klirens kreatinin dapat digunakan
formula Cockcroft dan Gault.

Tabel 2.12 Indikasi inisiasi terapi dialisis


1. Indikasi absolut
Periecarditis
Ensefalopati / neuropati azotemik
Bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif
dengan diuretik
Hipertensi refrakter
Muntah persisten
BUN > 120 mg % dan kreatinin > 10 mg %
2. Indikasi elektip
LFG (formula Cockcroft dan Gault) antara 5 dan 8 ml/m/1,73
m2 Mual, anoreksia,muntah, dan astenia berat
b. Persiapan untuk program dialisis regular
Setiap pasien yang akan menjalani program dialisis regular harus mendapatinformasi
yang harus dipahami sendiri dan keluarganya.
Beberapa persiapan (preparasi) dialisis regular
a) Sesi dialisis 3-4 kali per minggu (12-15 jam) per minggu
b) Psikoligis yang stabil
c) Finalsial cukup untuk program terapi dialisis regular selama waktu tidak
terbatas sebelum transplantasi ginjal
d) Pemeriksaan laboratorium dan perasat lainnya sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan. Pemeriksaan ini sangat penting untuk menjamin kualitas hidup
optimal
e) Disiplin pribadi untuk menjalankan program terapi ajuvan :
- Diet, perbatasan asupan cairan dan buah-buahan
- Obat-obatan yang diperlukan yang tidak terjangkau dialisis
f) Operasi A-V fstula dianjurkan pada saat kreatinin serum 7 mg/% terutama
pasien wanita, pasien usia lanjut dan diabetes mellitus.

2. Dialisis peritoneal ( DP )
Sejak diperkenalkan kateter peritoneal yang permanen oleh PALMER (1964), mesin
dialisis peritoneal oleh BOEN (1962), maka DP mulai dikembangkan untukpasien-
pasien gagal ginjal kronik. Mesin DP yang dirancang oleh TENCKHOFF (1969) mulai
digunakan untuk dialisis di rumah (home peritoneal dialysis).Pada saat ini mesin DP
yang otomatis sudah populer di pusat-pusat ginjal (renal center) di luar negeri seperti
Lasker peritoneal automatic cycler (LASKER, 1971) dan reverse osmosis (RO)
peritoneal dialysis (PD) machine (TENCKHOFF, 1972).
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di
pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Frekuensi dialisisperitoneal intermiten makin
meningkat, di Amerika 2-3% dan Kanada 10% dari semua pasien yang memerlukan
dialisis peritoneal intermiten. TENCKHOF (1974) telah meramalkan bahwa dari semua
pasien yang memerlukan dialisis kronik di Kanada (40-50%), diantaranya kira-kira 20-
25% akan memerlukan dialisis peritoneal kronik.
Indikasi medik CAPD:
- pasien anak-anak dan orang tua, umur lebih dari 65 tahun
- pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskuler, misal infark
miokard atau iskemi koroner
- pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis.
- kesulitan pembuatan AV shunting
- pasien dengan stroke
- pasien GGT dengan residual urin masih cukup
- pasien neropati diabetik disertai co-morbiditi dan co-mortaliti
Indikasi non-medik :
- Keinginan pasien sendiri
- Tingkat intelektual tinggi untuk melaksanakan sendiri (mandiri)
- Di daerah yang jauh dari pusat ginjal

Tabel 2.13 Efek Hemodialisis Pada Syndrome Azotemia


Gambaran klinik Efek hemodialisis
Mual dan muntah Cepat menghilang
Anoreksia dan penurunan berat badanUmumnya akan kembali normal
Pruritus Kadang-kadang hilang / menetap
Pigmentasi Cepat menghilang
Anemianormokrom normositer Pada permulaan HD terdapat penurunan
Hb, kemudian naik kembali
Kecenderungan perdarahan Biasanya dapat dikendalikan
Peka terhadap infeksi Sebagian hilang
Amenorrhoe Periode latent cepat kembali, tetapi
ovulasi jarang kembali normal lagi
Penurunan libido atau impoten Mungkin terdapat perbaikan
Kejang-kejang Umumnya dapat dihindarkan
Kelainan psikis Perbaikan/sembuh/memburuk
Kelainan EEG Kembali normal
Insomnia Seringkali menetap
Muscle twiching, restless syndrome Perbaikan / penyembuhan
Neropati perifir Perbaikan lambat
Kejang otot Menetap
Kalsifikasi metastatik Deposit-deposit kalsium pada jaringan
hilang tetapi kalsifikasi metastatik
mengenai pembuluh darah menjadi lebih
buruk
Osteodistrofi renal Perbaikan / menetap / memburuk
Miopati Diikuti oleh kenaikan tulang
Perikarditis Tidak selalu dapat dihindarkan
Hipertensi Mungkin dapat dikontrol
Keuntungan program CAPD :
(a) Eleminasi toksin azotemia kontinu setiap hari, tidak fluktuasi seperti hemodialisis
(b) Jarang mendapat tranfusi darah sehingga terhindar infeksi hepatitis B atau non-A
non-B
(c) Menghadapi kedaruratan medik dapat mengatasi sendiri berdasarkan panduan yang
telah ditetapkan:
- Overhydration dengan bendungan paru akut
- Hiperkalemia
- Gejala dini peritonitis
(d) Pembatasan konsumsi air dan makanan tidak ketat
(e) Terhindar dari komplikasi toksin middle molekules dan angiotensin-H
(f) Pasien lebih bebas dalam tugas sehari-hari, tidak terikat jadwal hemodialisis di
Rumah Sakit

Kendala program CAPD di Indonesia :


- Biaya CAPD per bulan masih lebih mahal dari HD.
- Sanitasi lingkungan dan tingkat pendidikan untuk sebagian besar pasien merupakan
faktor yang tidak menunjang program CAPD.

Prognosis pasien dialisis


Prognosis GGT dengan program HD kronik tergantung dari banyak faktor terutama
seleksi pasien dan saat rujukan.
1. Umur
Umur < 40 tahun mulai program HD kronik mempunyai masa hidup lebih panjang,
mencapai 20 tahun. Sebaliknya umur lanjut > 55 tahun kemungkinan terdapat
komplikasi sistem kardiovaskuler lebih besar.
2. Saat rujukan
Rujukan terlambat memberi kesempatan timbul gambaran klinik berat seperti koma,
perikarditis, yang sulit dikendalikan dengan tindakan HD.
3. Etiologi GGT
Beberapa penyakit dasar seperti lupus, amiloid, diabetes mellitus; dapat
mempengaruhi masa hidup.
Hal ini berhubungan dengan penyakit dasarnya sudah berat maupun kemungkinan
timbul komplikasi akut atau kronik selama HD.
4. Hipertensi
Hipertensi berat dan sulit dikendalikan sering merupakan faktos risiko vaskuler
(kardiovaskuler dan serebral)
5. Penyakit sistem kardiovaskuler
Penyakit sistem kardiovaskuler (infark, iskemia, aritmia) merupakan faktor risiko
tindakan HD.
Program CAPD merupakan faktor pilihan / alternatif yang paling aman.
6. Kepribadian dan personalitas
Faktor ini penting untuk menunjang kelangsungan hidup pasien GGT dengan program
HD kronik.
7. Kepatuhan (complience)
Banyak faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan program HD kronik misal
kepribadian, finansial dan lain-lain.

3. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal :
(a) Ginjal cangkok (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal,sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70 - 80% faal ginjal alamiah.
(b) Kualitas hidup normal kembali
(c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
(d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
(e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.

Persiapan program transplantasi ginjal


(a) Pemeriksaan imunologi
- Golongan darah ABO
- Tipe jaringan HLA ( human leucocyte antigen )
(b) Seleksi pasien (resipien) dan donor hidup keluarga
Pemeriksaan imunologi merupakan kunci keberhasilan program transplantasi ginjal.
(a) Golongan darah ABO
- Ketidak serasian golongan darah ABO antara resipien dan donor menyebabkan
reaksi penolakan hiperakut (hyperacute immediate rejection)
- Antigen Rhesus tidak berperan untuk reaksi penolakan.
(b) Tissue typing HLA (human leucocyte antigen).
Klasifikasi HLA berdasarkan (major histocompatibility gene complex) :
- Kelas (I) antigen : * HLA A
* HLA B
* HLA-C
- Kelas (II) antigen : * HLA - D (DR)
Data hubungan antara antigen MCH dan graft survival
1. Transplantasi antara saudara kembar (identical twin) atau isograft memberikan hasil
sempurna
2. Graft survival antara saudara kandung dengan HLA identik; misal 2 haplotype
matches akan menyerupai isograft
3. Graft survival mencapai 75% (tahun ke 3) dari ginjal cangkok saudara kandung
dengan 1 haplotype
4. Graft survival mencapai 60% (tahun ke 3) dari ginjal cangkok saudara kandung
dengan tanpa haplotype.
5. Analisis data graft survival dari cadaver sulit karena tanpa pemeriksaan HLA - D
(DR).
Penelitian memperlihatkan bahwa HLA-C tidak berperan untuk graft survival, sebaliknya
identifikasi HLA - D (DR) sangat menentukan hasil graft survival.

Seleksi resipien
Kriteria untuk dipertimbangkan program transplantasi :
(a) Umur ideal resipien antara 12-55 tahun dan tersedia donor hidup keluarga (living
related donor):
Saudara kembar (idential twin)
Saudara kandung (sibling) dengan HLA identik
Morbiditas dan mortalitas meningkat bila umur resipien > 55 tahun
(b) Tidak dianjurkan program transplantasi ginjal bila menderita ateroma berat, sepsis
kronik, keganasan.
(c) Diabetes mellitus dan penyakit amiloid tidak merupakan indikasi kontra mutlak
program transplantasi ginjal asal kondisi jantung normal
(d) Program transplantasi ginjal ditangguhkan bila resipien menderita infeksi saluran
kemih akut, tuberkulosis paru, dan herpes simpleks.
(e) Mempunyai kemampuan finansial cukup untuk mendapat terapi imunosupresif jangka
lama

Kontra indikasi mutlak


(a) Golongan darah ABO tidak serasi
(b) Reaksi silang (crossmatch) positif kecuali untuk B-cell atau D-locus
(c) Sitotoksik antibodi pada resipien terhadap HLA antigen donor
(d) Infeksi aktif
Disseminated histoplasmosis / coccidioidomycosis
Tuberkulosis paru
ISK akut/kronik
Hepatitis B
(e) Ulkus peptikum masih aktif

Kontra indikasi relatif


(a) Untuk transplantasi ulang masih mengandung HLA donor sebagai penyebabreaksi
penolakan.
(b) Antiglomerular basement membrane antibody
(c) Keganasan pada resipien dalam 2 tahun terakhir
(d) Keadaan umum resipien buruk :
- Malnutrisi
- Debilitas
(e) Antibodi sitotoksik > 50%
(f) Kelainan yang sulit dikoreksi dari kandung kencing dan atau uretra
(g) Divertikulosis
(h) Penyakit ulkus peptikum (rekuren)
(i) Donor mengandung antibodi CMV (cytomegalovirus)
Sumber ginjal (donor)
Sumber ginjal sangat penting karena menentukan graft survival dan biaya obat
imunosupresif (prednison, azathioprin, siklosforin atau OKT3 dan lain-lain).
Sumber ginjal:
(a) Cadaver (mayat)
Berlaku di semua negara, kecuali negara islam atau mayoritas penduduknya islam
seperti Indonesia.
(b) Donor hidup
Saudara kandung / sibling
Berlaku di semua negara termasuk Indonesia
Orang tua ( ayah & ibu )
Berlaku di semua negara termasuk Indonesia
Bukan keluarga (living non related donor)
Tidak berlaku di semua negara.

Anda mungkin juga menyukai