1. Hemodialisis (HD)
a. Indikasi untuk inisiasi terapi dialisis
Inisiasi terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksikazotemia,
dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis terlalu cepat pada pasien GGKyang belum tahap
akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Menurut hematpenulis keputusan untuk
inisiasi terapi dialisis berdasarkan pertimbangan klinisdan parameter biokimia.
Tidak jarang presentasi klinik retensi atau akumulasitoksin azotemia tidak sejalan
dengan gangguan biokimia.
Keputusan untuk inisiasi terapi dialisis berdasarkan parameter laboratorium bila
LFG antara 5 dan 8 ml/menit/l .73 m2.
Pemeriksaan LFG (radionuklida) paling tepat untuk mencermin faal ginjal
yangsebenarnya, sesuai dengan klirens inulin. Pemeriksaan ini terbatas di RS
Rujukan. Untuk kepentingan klinis, estimasi klirens kreatinin dapat digunakan
formula Cockcroft dan Gault.
2. Dialisis peritoneal ( DP )
Sejak diperkenalkan kateter peritoneal yang permanen oleh PALMER (1964), mesin
dialisis peritoneal oleh BOEN (1962), maka DP mulai dikembangkan untukpasien-
pasien gagal ginjal kronik. Mesin DP yang dirancang oleh TENCKHOFF (1969) mulai
digunakan untuk dialisis di rumah (home peritoneal dialysis).Pada saat ini mesin DP
yang otomatis sudah populer di pusat-pusat ginjal (renal center) di luar negeri seperti
Lasker peritoneal automatic cycler (LASKER, 1971) dan reverse osmosis (RO)
peritoneal dialysis (PD) machine (TENCKHOFF, 1972).
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di
pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Frekuensi dialisisperitoneal intermiten makin
meningkat, di Amerika 2-3% dan Kanada 10% dari semua pasien yang memerlukan
dialisis peritoneal intermiten. TENCKHOF (1974) telah meramalkan bahwa dari semua
pasien yang memerlukan dialisis kronik di Kanada (40-50%), diantaranya kira-kira 20-
25% akan memerlukan dialisis peritoneal kronik.
Indikasi medik CAPD:
- pasien anak-anak dan orang tua, umur lebih dari 65 tahun
- pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskuler, misal infark
miokard atau iskemi koroner
- pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis.
- kesulitan pembuatan AV shunting
- pasien dengan stroke
- pasien GGT dengan residual urin masih cukup
- pasien neropati diabetik disertai co-morbiditi dan co-mortaliti
Indikasi non-medik :
- Keinginan pasien sendiri
- Tingkat intelektual tinggi untuk melaksanakan sendiri (mandiri)
- Di daerah yang jauh dari pusat ginjal
3. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal :
(a) Ginjal cangkok (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal,sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70 - 80% faal ginjal alamiah.
(b) Kualitas hidup normal kembali
(c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
(d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
(e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.
Seleksi resipien
Kriteria untuk dipertimbangkan program transplantasi :
(a) Umur ideal resipien antara 12-55 tahun dan tersedia donor hidup keluarga (living
related donor):
Saudara kembar (idential twin)
Saudara kandung (sibling) dengan HLA identik
Morbiditas dan mortalitas meningkat bila umur resipien > 55 tahun
(b) Tidak dianjurkan program transplantasi ginjal bila menderita ateroma berat, sepsis
kronik, keganasan.
(c) Diabetes mellitus dan penyakit amiloid tidak merupakan indikasi kontra mutlak
program transplantasi ginjal asal kondisi jantung normal
(d) Program transplantasi ginjal ditangguhkan bila resipien menderita infeksi saluran
kemih akut, tuberkulosis paru, dan herpes simpleks.
(e) Mempunyai kemampuan finansial cukup untuk mendapat terapi imunosupresif jangka
lama