BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Spheno-orbital meningioma (SOM) merupakan tumor orbita sekunder yang
berasal dari duramater pada tulang sfenoid wing. Tumor nampak sebagai tumor
yang tumbuh secara interosseus. Tanda dan gejala yang paling sering pada SOM
adalah penurunan visus, proptosis, dan gangguan kosmetik. 1,2
Insidensi tumor ini sekitar 16 s.d. 20 % dari seluruh kejadian meningioma.
Kejadiannya lebihi sering pada wanita (73 s.d 84%), namun distribusinya masih
kontroversial. Sebagian besar literatur menyebutkan terutama terjadi pada wanita
paruh baya.3,4
Terapi pilihan utama pada kasus SOM adalah pembedahan. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa terjadi perbaikan gejala-gejala pasien dengan
SOM. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah hipestesi trigeminal, palsi
okulomotor, serta kejang.5
1.2
Masalah Penelitian
Bagaimanakah tingkat kepuasan kosmetik pada pasien yang menjalani
Manfaat Penelitian
a. dapat digunakan sebagai data evaluasi manajemen pasien dengan SOM
b. dapat digunakan sebagai data penelitian berikutnya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sphenoorbita Meningioma (SOM)
2.1.1 Pengertian
SOM, di mana pada beberapa literatur disebut juga sebagai sphenoid wing
meningioma
en
plaque,
pterional
meningioma
enplaque,
hyperostosing
intrakranial
lainnya.
World
Health
Organization
(WHO)
2.2
dilakukan
dengan
nengambil
flap
tulang
frontal
maupun
frontotemporal.9,13 Namun, pada kasus tumor yang lebih besar, terutama setelah
berkembangnya operasi dasar tengkorak, pendekatan supraorbita dan cranioorbita
zigoma lebih tepat untuk memperoleh reseksi yang lebih radikal. 9 Pendekatan
akses pembedahan bervariasi pada setiap individu, tergantung pada seberapa luas
keterlibatan tumor terhadap orbita dan jaringan sekitar. Beberapa pendekatan
pembedahan
di
antaranya
pterional,
frontotemporal,
ranszygomatik,
Pendekatan frontotemporal juga baik unruk emngekspose fossa cranii anterior dan
media.3
Pendekatan
pterional
digunakan
utnuk
mencapai
sphenoid
wing
meningioma yang menginvasi ke orbita. Pada pendekatan ini dapat reseksi radikal
pada ala major dan minor tulang sphenoid, juga ekspose orbita lateral, canalis
opticus, serta fisura suraorbital, foramen rotundum serta formaen ovale.3
Berbagai modifikasi pendekatan pembedahan telah dikembangkan. Masingmasing memiliki kelebihan tersendiri.
2.3
pasien SOM yang telah menjalani reseksi dengan pendekatan transkranial. Martin
et al, mengemukakan bahwa perlu dilakukan rekonstruksi orbita pada pasienpasien yang menjalani reseksi SOM.12
Outcome pada proptosis dilaporkan terjadi perbaikan pada 77 s.d. 100 %
kasus. Penilaiannya dengan menggunakan kuesioner, pemeriksaan klinis, MRI,
dan Hertel. Perbaikan proptosis merupakan salah satu hal yang menjadi kepuasan
kosmetik pada pasien.12,13
Tingkat kepuasan kosmetik dapat diperiksa dengan menggunakan Gaillard
Skor. Skor ini merupakan penilaian oleh pasien sendiri secara subjektif terhadap
hasil kosmetik. Cara menilainya dengan menggunakan penilaian menggunakan
skala angka 0 s.d. 10. Skor kurang dari 5 dianggap kepuasan kurang (poor). Skor
5-7 dianggap sebagai kepuasan cukup (good). Sedangkan lebih dari 7
menunjukkan pasien puas (excelent).12
BAB 3
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP
3.1
Kerangka Teori
Lama operasi
Pembedahan
Transkranial SOM
Perdarahan operasi
Derajat reseksiOutcome
- Visus
- Proptosis
Teknik Operator
- Nyeri
Derajat
Alat Operasi
- Kosmetik
Onset
penyakit
histopatologi
Infeksi Luka
Operasi
Penyembuhan Luka
Perawatan Luka
Komorbid
LOS
3.2
Kerangka Konsep
Pembedahan
Transkranial SOM
Outcome
- Visus
- Proptosis
- Nyeri
- Kosmetik
3.3
.
Hipotesis
Sebahian besar pasien yang menjalani kraniotomi SOM di RSUP dr Kariadi
memiliki skor kepuasan kosmetik yang cukup atau sangat memuaskan
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Ruang Lingkup Penelitian
4.1.1 Ruang lingkup keilmuan
Ruang lingkup keilmuan penelitian ini adalah Ilmu Bedah Saraf.
4.1.2 Ruang Lingkup Waktu
Penelitian dilakukan pada tangal 5 s.d 28 Mei 2016
4.1.3 Ruang Lingkup Tempat
Penelitian dilakukan di bagian Rekam Medis RSUP dr Kariadi Semarang.
4.2
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional, dengan
4.3
Variabel Penelitian
4.4
Definisi operasional
4.7
Jenis data
Jenis data penelitian ini adalah data sekunder dari rekam medis rawat inap
dan rawat jalan; serta data primer yang diperoleh melaluui wawancara per telepon/
10
4.8
Alur Penelitian
Pencatatan dan
pemeriksaan
rekam medis
Wawancara via
telepon
Analisis data
11
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1
Analisis Sampel
Sampel penelitian diperoleh dari rekam medis di RSDK yang telah
Keterangan
7,10 + 1,63
4
9
12
8
7
6
5
4
GS
3
2
1
0
1
Gambar 1.
10
Jumlah
3
6
10
%
15,79
31,58
52,63
Keterangan (tahun)
45,74 + 3,98
39
54
13
Jumlah
1
12
4
2
%
5,26
52,6
21,04
10,52
Jumlah
8
11
%
42,10
57,90
Keterangan
(bulan)
11,37 + 3,22
5
15
14
%
78,95%
2
2
10,525
10,525
WHO
grade I
Enplaque Meningioma
Transtisinal
meningioma
Jumlah
15
WHO
grade I
5.2.7 Distribusi Frekuensi berdasarkan lamanya operasi
Rerata lamanya operasi adalah 290,53 + 66,81 menit. Di mana operasi
tercepat adalah 150 menit. Sedangkan operasi terlama adalah 420 menit.
Tanel 10. Distribusi Frekuensi berdasarkan lamanya operasi
Lama Operasi
Mean + SD
Minimal
Maksimal
Keterangan
(menit)
290,53 + 66,81
150
420
15
Keterangan
(cc)
1005,26 + 702,55
250
3000
Mean + SD
Minimal
Maksimal
Jumlah
1
18
5,26
94, 74
Keterangan
(hari)
Mean + SD
Minimal
Maksimal
14,68 + 3,67
7
21
Jumlah
14
3
2
%
73,68
15,79
10,53
16
Tabel 15. Distribusi frekuensi berdasarkan onset penyakit dari saat pertama
datang ke RSDK
Onset
Keterangan
(bulan)
Mean + SD
Minimal
Maksimal
5.3
29,68 +22,82
8
96
kosmetik (GS<5) mengeluhkan benjolan yang tampak makin menonjol lagi. Dua
di antaranya mengeluh tajam pengelihatan tidak ada perbaikan. Satu di antaranya
mengeluh rasa tebal pada wajah sesisi, dan dua yang lainnya mengeluh nyeri yang
cukup mengganggu. Sedangkan ke tiga respondenn tersebut masih dapat
melakukan aktivitas sehari-hari, 1 responden bahkan masih bisa berjualan di
rumah.
Tabel 16. Karakteristik Pasien yang tidak puas pasca kraniotomi SOM
Kategori
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
Histopatologi
Lokasi
Jarak follow up
Lama operasi
Perdarahan
ILO
Keluhan Utama
Onset
Komorbid
Keluhan post op
Pasien A
46 tahun
Lulus SD
Karyawan industri
Meningotelial
Pasien B
40 tahun
Lulus SD
Ibu rumah tangga
Meningotelial
Pasien C
47 tahun
Lulus SD
Ibu rumah tangga
Meningotelial
meningioma
meningioma
meningioma
WHO I
Sinistra
7 bulan
315 menit
1500 cc
(-)
Visus turun
12 bulan
(-)
Mati rasa wajah,
WHO I
Dextra
14 bulan
150 menit
300 cc
(-)
Mata menonjol
8 bulan
(-)
Nyeri, menonjol
WHO I
Sinistra
13 bulan
300 menit
1000 cc
(-)
Mata menonjol
24 bulan
(-)
menonjol., nyeri,
masih menonjol
lagi
kelopak
takbisa
17
dibuka
5.4 Analisis Deskriptif Pasien Meninggal pasca kraniotomi SOM
Dari data yang diperoleh, dua pasien yang meninggal dunia setelah
kraniotomi SOM sama-sama memiliki komorbid diabetes melitus tipe II. Ke
duanya meninggal setelah hari ke tiga. Ke duanya menjalani operasi yang relatif
lama, yaitu 300 menit dan 435 menit. Pada pasien A sempat rawat jalan selama
satu minggu sebelum akhirnya rawat inap lagi dan meninggal dunia.
18
Pasien A
49 tahun
Lulus SD
Ibu rumah tangga
Meningotelial
Pasien B
46 tahun
Lulus SMP
Ibu rumah tangga
Meningotelial
Lokasi
Lama operasi
Perdarahan
ILO
Waktu meninggal
Keluhan Utama
Onset
Komorbid
meningioma WHO I
Sinistra
300 menit
1500 cc
(-)
Hari ke 21
Mata menonjol
60 bulan
DM tipe II
meningioma WHO I
Sinistra
435 menit
2000 cc
(-)
Hari Ke 5
Mata menonjol
36 bulan
DM tipe II
19
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1
puas, sedangkan 31,58% pasien menyatakan cukup puas, dan hanya 15,79%
pasien menyatakan tidak puas. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan kraniotomi
SOM di RSDK merupakan tindakan yang aman dan memberikan hasil yang baik
bagi pasien, meskipun hamir seluruh kasus kraniotomi SOM di RSDK pada 2015
tidak diikuti dengan tindakan rekonstruksi
Tingkat kepuasan pasien dipengaruhi oleh keluhan utama, di mana sebagian
besar keluhan utama adalah proptosis. Setelah menjalani kraniootomi SOM,
keluhan utama tersebut dirasakan membaik. Faktor-faktor lain yang mungkin
mempengaruhi adalah tingkat pendidikan dan fator pekerjaan. Di mana, sebagian
besar tingkat pendidikan adalah kurang, serta sebagian besar tidak bekerja,
Pada pasien yang kurang puas sebanyak 3 kasus (15,79%). Keluhan pasca
operasi berupa mata menonjol ditemukan pada ketiganya. Mata yang menonjol
dapat terjadi akibat rekurensi. Sedangkan waktu pada salah satu pasien yang tidak
puas, yaitu 150 menit merupakan waktu tercepat pada pasien yang menjalani
kraniotomi SOM. Serta perdarahan durante operasi adalah 300 cc. Sedangkan dua
responden lainnya memiliki waktu operasi 315 dan 300 menit, dengan perdarahan
1500 dan 100 cc. Ke tiga kasus tersebut tidak mengalami ILO. Keluhan lain yang
menjadi alasa tidak puas adalah rasa baal pada kulit wajah dan tidak bisa
membuka mata.
20
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN
7.1
a.
Simpulan
Sebanyak 52,63% pasien yang telah menjalani kraniotomi SOM di RSDK
tahun 2015 menyatakan puas, sedangkan
b.
cukup puas, dan hanya 15,79% tang kurang puas secara kosmetik.
Mata menonjol (proptosis) dikeluhkan pada ketiga pasien yang kurang
puas. Ditemukan juga keluluhan nyeri, mati rasa pada wajah, dan tidak
dapat membuka kelopak mata.
7.2
a.
Saran
Adanya instrumen penilaian follow up penderita yang telah menjalani
b.
21
TINNJAUAN PUSTAKA
1.
2.
management. J
Neurosurg. 2005;103:491497.
doi:
3.
10.3171/jns.2005.103.3.0491.
Boulus, Paul, et al. Meningioma of orbit: Contemporary consideration.
4.
5.
6.
7.
49.
Newman, Droland. Kamus Kedokteran Dorland. Ed 29. 2003. EGC; Jakarta.
Louis DN et al. Meningioma, in: Kleihues P, Cavenee WK (eds): Pathology
and genetics of tumour of nervous system. Lyon: IARC Press, 2000,
8.
176-84.
Sally B, et al. Sphenoid Wing Meningioma. Updated, Oct 13,2014.
9.
10.
Medscape article.
Carlos et al. Orbital Meningioma. J Bras Neurocirg 21 (1): 31-38, 2010.
Shrivastava RK, Sen C, Costantino PD, Della Rocca R. Sphenoorbital
meningiomas: surgical limitations and lessons learned in their long-
11.
12.
13.