Anda di halaman 1dari 21

TUGAS BEDAH UROLOGI (Prof. Dr. dr.

Rifki Muslim, SpB, SpU)


SYAMSUL ANAM (Tahap III)

PENGELOLAAN RUPTUR BULI


Buli buli merupakan organ berongga yang berfungsi sebagai tempat penampungan urin
sebelum diekskresikan oleh tubuh. Buli buli terletak dan terlindungi di dalam cavum pelvis,
dan jarang mengalami ruptur apabila buli buli dalam keadaan kosong(1). Kecuali bila memang
ada trauma yang sangat berat yang mengakibatkan patah tulang pelvis, tusukan benda tajam,
atau tembakan peluru(2). Kondisi yang berbeda bila buli buli dalam keadaan terisi penuh,
maka kecenderungan buli buli untuk mengalami ruptur akan lebih besar(1).
Ruptur buli buli bisa tampak sebagai satu satunya cedera yang berdiri sendiri pada
pasien. Seringnya ruptur buli buli disertai dengan cedera beberapa organ lainnya. Brosman
melaporkan bahwa dari 72% pasien yang mengalami ruptur buli buli berhubungan dengan
terjadinya fraktur tulang pelvis(3). Berdasarkan penelitian oleh Cass didapatkan bahwa 94%
kejadian ruptur buli buli juga disertai dengan cedera organ lain, dengan angka mortalitas
mencapai 20%(4)
Cedera organ lain yang berkaitan dengan ruptur buli buli(1)
Kontusio

Ruptur

Ruptur

Ruptur intra

intra

ekstra

dan ekstra

120

peritoneal
26

peritoneal
34

peritoneal
2

182

Traktus Genitourinari

Fraktur costae

22

36

Ruptur diafragma

Laserasi lien

17

Laserasi hati

12

Perforasi usus

18

Patah tulang tengkorak

18

23

Patah tulang belakang

12

Patah tulang ekstremitas

67

13

19

100

Lain lain (vaskuler, kepala)

20

10

34

Ruptur buli disertai dengan

Total

cidera lain

Meninggal

18

14

39

Angka kematian
14
24
39
20
Diagnosis yang tepat dan manajemen yang terpadu terhadap ruptur buli buli akan
memberikan hasil yang baik dengan angka morbiditas dan mortalitas minimal (5). Komplikasi
yang serius biasanya disebabkan oleh diagnosis yang terlambat serta kesalahan penanganan
sebagai akibat misdiagnosis, keterlambatan interpretasi klinis atau cedera yang kompleks
sebagai akibat dari trauma pelvis yang berat. Ruptur buli buli yang tidak terdeteksi dalam
jangka waktu tertentu dapat bermanifestasi dalam bentuk asidosis, azotemia, demam dan
sepsis, output urin kecil, peritonitis, ileus, ascites urin, kesulitan pernafasan.(6)
Anatomi
Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman(7). Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah merupakan otot sirkuler,
dan paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel transisional
yang sama seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter, dan uretra posterior. Pada
dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga
yang disebut trigonum buli-buli(8).
Kalau kita mengiris buli-buli membujur dari facies superior ke cervix, maka berturut turut
dari luar kedalam akan terlihat(9)

Tunica serosa (peritoneum parietale)


Tela subserosa (fascia endopelvina)
Tunica muscularis (m. Detrussor vesicae)
Tela submucosa
Tunica mucosa

Gambar 1. Lapisan histologis Buli buli


Dikutip dari Hazem Orabi(10)

Secara anatomik bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan(11), yaitu (1) permukaan superior
yang berbatasan dengan rongga peritoneum, (2) dua permukaan inferiolateral, dan (3)
permukaan posterior. Permukaan superior merupakan lokus minoris (daerah terlemah)
dinding buli-buli.
Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui
uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung urine, buli-buli mempunyai
kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300 450 ml;
sedangkan kapasitas buli-buli pada anak menurut formula dari Koff adalah(7):
Kapasitas buli-buli = {Umur (tahun) + 2} x 30 ml
Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat penuh berada di
atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi(1). Buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan aktivasi pusat miksi di medula spinalis
segmen sakral S2-4.. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher
buli-buli, dan relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah proses miksi(12).
Anatomi dan Fisiologi
Lokasi dan deskripsi
Buli Buli terletak tepat di belakang pubis, di dalam cavitas pelvis. Buli Buli
mempunyai dinding otot yang kuat. Bentuk dan batas batasnya sangat bervariasi sesuai
dengan jumlah urin di dalamnya(11). Buli Buli yang kosong pada orang dewasa seluruhnya
terletak di dalam pelvis, bila Buli Buli terisi, dinding atasnya terangkat sampai masuk regio
hypogastricum. Pada anak kecil, Buli Buli yang kosong menonjol di atas apertura pelvis
superior; kemudian bila cavitas pelvis membesar, Buli Buli terbenam di dalam pelvis untuk
menempati posisi seperti pada orang dewasa(11).

Buli Buli yang kosong berbentuk piramid mempunyai apex, basis dan sebuah facies
superior serta dua buah facies inferolateralis; juga mempunyai collum(7).
Apex vesicae mengarah ke depan dan terletak di belakang pinggir atas symphysis
pubica. Apex vesica dihubungkan dengan umbilicus oleh ligamentum umbilicale medianum
(sisa urachus).
Basis, atau facies posterior vesica, menghadap ke posterior dan berbentuk segitiga.
Sudut superolateralis merupakan tempat muara ureter, dan sudut inferior merupakan tempat
asal urethra. Kedua ductus deferens terletak berdampingan di facies posterior vesica dan
memisahkan vesicula seminalis satu dengan yang lain. Bagian atas facies posterior vesica
diliputi oleh peritoneum yang membentuk dinding anterior excavatio rectovesicalis. Bagian
bawah facies posterior dipisahkan dari rectum oleh ductus deferens, vesicula seminalis, dan
fascia rectovesivalis
Facies superior vesica diliputi oleh peritoneum dan berbatasan dengan lengkung ileum
atau colon sigmoideum. Sepanjang pinggir lateral permukaan ini, peritoneum melipat ke
dinding lateral pelvis.
Bila Buli Buli terisi, bentuknya menjadi lonjong, facies superiornya membesar dan
menonjol ke atas, ke dalam cavitas abdominalis. Peritoneum yang meliputinya terangkat pada
bagian bawah dinding anterior abdomen sehingga Buli Buli berhubungan langsung dengan
dinding anterior abdomen.(7)

Facies inferolateralis di bagian depan berbatasan dengan bantalan lemak retropubica


dan pubis. Lebih ke posterior, facies tersebut berbatasan di atas dengan musculus obturatorius
internus dan di bawah dengan musculus levator ani(11).
Collum vesica berada di inferior dan terletak pada facies superior prostatae. Di sini,
serabut otot polos dinding Buli Buli dilanjutkan sebagai serabut otot polos prostata. Collum
vesicae dipertahankan pada tempatnya oleh ligamentum puboprostaticum pada laki laki dan
ligamentum pubovesicale pada perempuan. Kedua ligamentum ini merupakan penebalan
fascia pelvis.
Bila Buli Buli terisi, posisi facies posterior dan collum vesica relatif tetap, tetapi
facies superior vesicae naik ke atas, masuk ke dalam cavitas abdominalis seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya.
Tunica mucosa sebagian besar berlipat lipat pada Buli Buli yang kosong dan lipatan
lipatan tersebut akan menghilang bila Buli Buli terisi penuh. Area tunica mucosa yang
meliputi permukaan dalam basis Buli Buli dinamakan trigonum vesica liutaudi. Di sini,
tunica mucosa selalu licin, walaupun dalam keadaan kosong(11). karena membrana mucosa
pada trigonum ini melekat dengan erat pada lapisan otot yang ada di bawahnya.
Sudut superior trigonum ini merupakan tempat muara uretere dan sudut inferiornya
merupakan ostium urethrae internum. Ureter menembus dinding Buli - Bulisecara miring dan

keadaan ini yang membuat fungsinya seperti katup yang mencegah aliran balik urine ke
ginjal pada waktu Buli - Buliterisi.
Trigonum vesicae dibatasi sebelah atas oleh rigi muscular yang berjalan dari muara
ureter yang satu ke muara ureter yang lain dan disebut sebagai plica interureterica. Uvula
vesicae merupakan tonjolan kecil yang terletak tepat di belakang ostiium urethrae yang
disebabkan oleh lobus medius prostatae yang ada di bawahnya(11).
Tunica muscularis Buli Buli terdiri atas otot polos yang tersusun dalam tiga lapisan
yang saling berhubungan yang disebut sebagai musculus detrusor vesicae. Pada collum
vesicae, komponen sirkular dari lapisan otot ini menebal membentuk musculus sphincter
vesica.
Pendarahan
Arteria
Arteria vesicalis superior dan inferior, cabang arteria iliaca interna
Venae
Venae membentuk plexus venosus vesicalis, di bawah berhubungan dengan plexus
venosus prostaticus dan bermuara ke vena iliaca interna.
Aliran limf
Pembuluh limf bermuara ke nodi iliaci interni dan externi
Persarafan
Persarafan Buli Buli berasal dari plexus hypogastricus inferior. Serabut
pascaganglionik simpatis berasal dari ganglion lumbalis pertama dan kedua lalu berjalan
turun ke Buli - Bulimelalui plexus hypogastricus.; serabut preganglionik parasimpatikus yang
muncul sebagai nervi splanchnici pelvici berasal dari nervus sacrales kedua, ketiga, dan
keempat, berjalan melalui plexus hypogastricus menuju ke dinding vesica urinaria, di tempat
ini serabut tersebut bersinaps dengan neuron postganglionik, sebagian besar serabut aferen
sensorik yang berasal dari Buli - Bulimenuju sistem saraf pusat melalui nervi splanchnici
pelvici. Sebagian serabut aferen berjalan bersama saraf simpatis melalui plexus hypogastricus
dan masuk ke medulla spinalis segmen lumbalis pertama dan kedua(11).
Saraf simpatis menghambat kontraksi musculus detrusor vesicae dean merangsang
penutupan musculus sphincter vesicae. Saraf parasimpatis merangsang kontraksi musculus
detrusor vesicae dan menghambat kerja musculus sphincter vesicae
Refleks berkemih
mikturisi atau berkemih yaitu proses pengosongan kandung kemih diatur oleh dua
mekanisme: refleks berkemih dan kontrol volunter

Refleks berkemih dicetuskan apabila reseptor regang di dalam vesica terangsang. Rata
rata Buli Buli dewasa dapat menampung hingga 250 400 ml. Semakin besar peregangan
melebihi ambang ini, semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Serat serat aferen dari
reseptor regang membawa impuls melalui nervi splanchnici pelvici dan masuk medulla
spinalis segmen sacralis 2, 3, 4 (gambar 4) sebagian impuls aferen berjalan bersama dengan
saraf simpatis yang membentuk plexus hypogastricus dan masuk segmen lumalis 1 dan 2
medulla spinalis.(12)
Impuls eferen parasimpatis meninggalkan medula spinalis dari segmen sacralis 2, 3, 4,
lalu berjalan melalui serabut preganglionik parasimpatis dengan perantaraan nervi
splanchnici pelvici dan plexus hypogastricus infereior ke dinding vesica urinaria, tempat saraf
saraf tersebut bersinaps dengan neuron postganglionik, melalui lintasan saraf ini, otot polos
dinding Buli - Buli(musculus detrusor vesicae) berkontraksi dan musculus sphincer vesicae
dibuat relaksasi. Impuls eferen juga berjalan ke musculus sphinctger urethrae melalui nervus
pudendus (S2, 3, 4) dan menyebabkan relaksasi. Bila urin masuk ke urethra, impuls aferen
tambahan berjalan ke medulla spinalis dari urethra dan memperkuat refleks. Miksi dapat
dibantu oleh kontraksi otot abdomen dan meningkatkan tekanan intraabdominal dan tekanan
pelvicus sehingga timbul tekanan dari luar pada dinding vesica urinaria.
Kontrol volunter

Kontrol refleks

+
Kandung kemih terisi

Korteks serebelum

Reseptor tegang

Saraf parasimpatis

Neuron motorik

Kandung kemih
Sfingter uretra eksterna membuka sewaktu neuron motorik mengalami inhibisi
Kandung kemih berkontraksi

a interna secara mekanis terbuka sewaktu kandung kemih berkontraksi

Sfingter uretra eksterna tetap tertutup sewaktu neuron motorik terang

Kontrol refleks dan volunter atas berkemih(12)


Ruptur Buli
Etiologi
Ruptur buli bisa disebabkan baik oleh trauma tajam maupun trauma tumpul. Kurang
lebih 90% trauma tumpul buli-buli adalah akibat fraktur pelvis. Fiksasi buli-buli pada tulang
pelvis oleh fasia endopelvik dan diafragma pelvis sangat kuat sehingga cedera deselerasi
terutama jika titik fiksasi fasia bergerak pada arah berlawanan (seperti pada fraktur pelvis),
dapat merobek buli-buli(13). Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bisa pula terjadi akibat
fragmen tulang pelvis merobek dindingnya.
Kecenderungan buli untuk mengalami ruptur tergantung dari seberapa besar buli
mengalami distensi(14). Dalam keadaan penuh terisi urine, buli-buli mudah sekali robek jika
mendapatkan tekanan dari luar berupa benturan pada perut sebelah bawah. Buli-buli akan
robek pada daerah fundus dan menyebabkan ekstravasasi urine ke rongga intraperitoneum .
Anak anak lebih cenderung untuk mengalami ruptur buli sebagai akibat lokasi buli yang
berada di luar cavum pelvis menjelang anak mencapai usia pubertas
Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenik antara lain pada
reseksi buli-buli transuretral (TUR Buli-buli) atau pada litotripsi(8). Demikian pula partus
kasep atau tindakan operasi di daerah pelvis dapat menyebabkan trauma iatrogenik pada bulibuli.
Ruptura buli-buli dapat pula terjadi secara spontan; hal ini biasanya terjadi jika
sebelumnya terdapat kelainan pada dinding buli-buli. Tuberkulosis, tumor buli-buli, atau
obstruksi infravesikal kronis menyebabkan perubahan struktur otot buli-buli yang
menyebabkan kelemahan dinding buli-buli. Pada keadaan itu bisa terjadi ruptura buli-buli
spontanea

Gambar 2. Ruptura buli-buli. A. Intraperitoneal robeknya buli-buli pada derah


fundus, menyebabkan ekstravasasi urine ke rongga intraperitoneum, B. Ekstraperitoneal
akibat fraktura tulang pelvis. Dikutip dari Basuki B Purnomo(7)

Secara garis besar, hal hal yang sering mengakibatkan ruptur buli antara lain adalah :

Ruptur buli sebagai akibat dari kecelakaan lalu lintas, terutama kecelakaan
kendaraan bermotor. Sebagai akibat dari benturan langsung pada saat
kecelakaan atau secara tidak langsung akibat terkena setir mobil atau sabuk

pengaman.
Cedera deselerasi dari buli yang biasanya terjadi akibat jatuh dari ketinggian.
Cedera tumpul akibat perkelahian, perut bagian bawah menerima pukulan
dan tendangan yang mengakibatkan ruptur buli. Biasanya juga disertai
dengan fraktur pelvis. Kurang lebih 10 % dari pasien yang mengalami fraktur
pelvis disertai dengan ruptur buli. Kecenderungan buli untuk mengalami
ruptur berbanding lurus dengan derajat distensi buli pada saat mengalami

trauma
Cedera luka tusuk akibat tembakan pistol atau tusukkan pisau di area
suprapubik. Sering dijumpai dengan adanya cedera organ abdomen atau
organ pelvis lainnya. Insiden trauma buli yang disertai dengan cedera ileum
mencapai 83 %. Insiden trauma buli yang disertai dengan cedera kolon
mencapai 33% dan yang disertai dengan cedera vaskular mencapai 82%

(dengan angka mortalitas mencapai 63%)


Trauma obstetri, sering terjadi pada partus macet atau kelahiran dengan
ekstraksi forceps. Tekanan terus menerus dari kepala janin pada daerah pubis
ibu akan mengarah pada kejadian nekrosis buli. Laserasi langsung pada buli
ibu dilaporkan terjadi pada 0,3% persalinan dengan metode cesar. Riwayat

persalinan cesar sebelumnya juga menjadi salah satu faktor resiko.


Trauma ginekologi, pasca vaginal atau abdominal histerektomi. Kesulitan
membedakan bagian buli dan fascia pada pelvis akan menyebabkan trauma

buli
Ruptur buli pada saat melakukan biopsi buli, cystolitholapaxy, transurethral
resection of the prostate (TURP), atau transurethral resection of a bladder
tumor (TURBT). Insiden terjadinya ruptur buli pada saat biopsi berdasarkan

penelitian terdahulu kurang lebih mencapai 36 %


Trauma buli idiopatik, terjadi pada pasien alkoholik yang meminum alkohol
dalam jumlah besar. Pembedahan buli sebelumnya merupakan salah satu

faktor resiko. Pada beberapa penelitian, ruptur buli dilaporkan terjadi pada
intraperitoneal. Terjadinya trauma jenis ini bisa sebagai akibat overdistensi
yang kemudian mengalami trauma eksternal yang sederhana

Gambar 3 mekanisme ruptur buli buli. Benturan langsung pada buli buli yang penuh
mengakibatkan peningkatan tekanan intravesicae. Dikutip dari smith(6)
Klasifikasi
Secara klinis cedera buli buli dibedakan menjadi kontusio buli buli, cedera buli
buli ekstra peritoneal dan cedera intra peritoneal.

Pada kontusio buli buli hanya terdapat memar pada dindingnya, mungkin
didapatkan hematoma perivesikal, tetapi tidak didapatkan ekstravasasi urine
ke luar buli buli. Pada pasien yang mengalami kontusio buli buli
didapatkan kondisi klinis sebagai berikut
Pasien mengalami gross hematuri setelah terpapar trauma dengan hasil
pemeriksaan imaging yang normal.
Pasien mengalami gross hematuri setelah aktivitas fisik yang berlebihan
(lari jarak jauh, fitness berlebihan)
Buli buli dapat terlihat normal atau teardrop shape pada sistografi.
Kontusio buli buli cenderung tidak berbahaya dan merupakan manifestasi

paling umum yang terjadi sebagai efek dari trauma tumpul. Pada umumnya
kontusio buli buli self limitting, dan tidak membutuhkan terapi yang
spesifik, cukup dengan beristirahat yang cukup untuk beberapa waktu
sampai hematuri membaik dengan sendirinya. Hematuri yang persisten atau
nyeri perut bagian bawah yang terus menerus perlu dilakukan pemeriksaan
yang lebih lanjut.

Cedera buli buli intra peritoneal (insidensi 50 % - 71 %) biasanya terjadi


pada saat buli buli dalam kedaan terisi penuh kemudian mendapatkan
trauma dari luar. Tekanan dari trauma itu diteruskan ke bagian terlemah buli
buli yaitu fundus yang dilingkupi oleh peritoneum. Trauma ini
menyebabkan robeknya fundus buli buli sehingga urine mengalir ke rongga
peritoneal. Saat buli buli terisi penuh oleh urin, serat serat otot buli buli
akan meregang di seluruh bagian buli buli yang mengakibatkan dinding
buli buli akan relatif lebih tipis. Sehingga mengakibatkan kemampuan
dinding buli buli untuk menahan tekanan akan menurun dan mengakibatkan
buli buli menjadi lebih rentan untuk mengalami ruptur akibat tekanan(15).
Sebagai akibat dari proses tersebut, urin akan sangat mungkin untuk tumpah
ke dalam cavum abdomen. Ruptur buli intra peritoneal bisa tidak terdiagnosa
dalam hitungan hari bahkan minggu. Abnormalitas elektrolit (hiperkalemi,
hipernatremi, uremia, asidosis dan lain lain) akan muncul sebagai akibat dari
reabsorbsi urin yang terdapat dalam cavum peritoneal. Pasien bisa datang
dengan manifestasi klinis anuria, dan baru akan terdiagnosa ketika

didapatkan urinary ascites saat dilakukan paracentesis.


Cedera ekstra peritoneal (insidensi 25% - 43%)(16) terjadi akibat tertusuk oleh
fragmen tulang pelvis yang mengalami fraktur. Fragmen ini akan mencederai
dinding buli buli sebelah inferiolateral dan terjadi ekstravasasi urine ke
rongga ekstraperitoneal. 89% - 100% ruptur buli ekstra peritoneal disertai
dengan fraktur pelvis. Ruptur ini sering terkait dengan fraktur arkus pubis
anterior. Cedera yang hebat pada pelvis akan mengakibatkan kerusakan pada
ligamen puboprostatika yang akan mengakibatkan trauma pada permukaan
buli buli. Derajat trauma buli buli berhubungan dengan tingkat keberatan
fraktur.
Dari pemeriksaan sistografi ditemukan ekstravasasi kontras di sekitar basis
buli buli yang mengelilingi sampai spatium perivesikal. Buli buli akan

terlihat dalam pola flame-shape, starburst, atau featherlike patterns juga


sering ditemui.
Dengan cedera yang lebih kompleks, material kontras akan lebih menyebar
ke bagian penis, perineum bahkan hingga pada dinding abdomen anterior.
Ekstravasasi akan mencapai scrotum apabila fascia superior dari diafragma

urogenital atau diafragma urogenital itu sendiri mengalami disrupsi.


cedera buli-buli intraperitoneal bersamaan cedera ekstraperitoneal (2-12%).
Jika tidak mendapatkan perawatan dengan segera 10-20% cedera buli-buli
akan berakibat kematian karena peritonitis atau sepsis.

Diagnosis
Manifestasi klinis dari ruptur buli-buli relatif tidak spesifik. Secara garis besar ada trias
simptoms yang sering muncul :

Gross hematuri
Nyeri suprapubik
Kesulitan atau ketidak mampuan miksi

Gambaran manifestasi klinis yang lain bergantung pada etiologi trauma, bagian bulibuli yang mengalami cidera (intra/ekstraperitoneal), adanya organ lain yang mngalami
cedera, serta penyulit yang terjadi akibat trauma. Dalam hal ini mungkin didapatkan tanda
fraktur pelvis, syok, hematoma perivesika, atau tampak tanda sepsis dari suatu peritonitis atau
abses perivesika
Kebanyakan pasien dengan ruptur buli mengeluhkan terjadinya nyeri suprapubik atau
nyeri abdomen, meskipun masih banyak yang bisa buang air kecil. Bagaimanapun juga
kemampuan untuk bisa miksi tidak lantas menyingkirkan diagnosa ruptur buli.
Hematuria sering mengikuti terjadinya ruptur buli. Lebih dari 98 % ruptur buli diikuti
dengan gross hematuri dan 10% ruptur buli terjadi dengan hematuri mikroskopis, 10% pasien
dengan ruptur buli mengalami urinalisis yang normal.
Pemeriksaan fisik abdomen bisa ditemukan distensi abdomen, rebound tenderness.
Tidak adanya bising usus dan tanda tanda iritasi peritoneal mengindikasikan kemungkinan
terjadinya ruptur buli buli intraperitoneal. Pemeriksaan rektal toucher perlu dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan terjadinya cedera rektum, dan pada pria perlu dilakukan untuk
mengevaluasi posisi prostat. Apabila prostat mengalami high riding atau sedikit elevasi,
kecurigaan mengarah pada cedera urethra proksimal yang disertai disrupsi buli buli.

Pemeriksaan pencitraan berupa sistografi yaitu dengan memasukkan kontras ke dalam


buli-buli sebanyak 300-400 ml secara gravitasi (tanpa tekanan) melalui kateter per-uretram.
Kemudian dibuat beberapa foto, yaitu
(1) foto pada saat buli-buli terisi kontras dalam posisi anterior-posterior (AP),
(2) pada posisi oblik, dan
(3) wash out film yaitu foto setelah kontras dikeluarkan dari buli-buli.
Jika didapatkan robekan pada buli-buli, terlihat ekstravasasi kontras di dalam rongga
perivesikal yang merupakan tanda adanya robekan ekstraperitoneal. Jika terdapat kontras
yang berada di sela-sela usus berarti ada robekan buli-buli intraperitoneal. Pada perforasi
yang kecil seringkali tidak tampak adanya ekstravasasi (negatif palsu) terutama jika kontras
yang dimasukkan kurang dari 250 ml.

Gambar 4 sistogram polos yang menunjukkan ruptur buli buli ekstraperitoneal dengan
extravasasi ke scrotum (dense flame shaped) dikutip dari campbell-wash(5)
Sebelum melakukan pemasangan kateter uretra, harus diyakinkan dahulu bahwa tidak
ada perdarahan yang keluar dari muara uretra. Keluarnya darah dari muara uretra merupakan
tanda dari cedera uretra. Jika diduga terdapat cedera pada saluran kemih bagian atas di
samping cedera pada buli-buli, sistografi dapat diperoleh melalui foto PIV.
Di daerah yang jauh dari pusat rujukan dan tidak ada sarana untuk melakukan sistografi
dapat dicoba uji pembilasan buli-buli, yaitu dengan memasukkan cairan garam fisiologis
steril ke dalam buli-buli sebanyak 300 ml kemudian cairan dikeluarkan lagi. Jika cairan
tidak keluar atau keluar tetapi kurang dari volume yang dimasukkan, kemungkinan besar ada
robekan pada buli-buli. Cara ini sekarang tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan infeksi
atau menyebabkan robekan yang lebih luas

Terapi dan penatalaksanaan


Secara umum, pengelolaan kasus ruptur buli buli mengikuti prinsip pengelolaan trauma
traktus urinarius.
Prinsip prinsip pengelolaan trauma traktus urinarius(8) :
1. Semua benang harus yang dapat diserap. Benang berupa chromic catgut, vicryl atau
polyglycolic acid
Chromic catgut yaitu untuk ureter dan yang lainnya dapat digunakan untuk buli buli
atau uretra
2. Garis jahitan harus tidak boleh teregang
3. Garis jahitan dibuat sehingga terjadi interposisi dengan omentum untuk menghindari
terjadinya fistula. Ini terutama dilakukan pada trauma buli buli pada waktu
histerektomi
4. Trauma pada ureter atau implantasi harus disangga dengan kateter yang sesuai seperti
infant feeding tube 6F melalui orifisium ureter dan terus ke kranial sepanjang ureter
5. Pada trauma buli buli harus dilakukan kateterisasi menetap 5 10 hari
Lebih baik jika dilakukan kateter suprapubik dengan kateter nomor 14 F atau 16 F dan
dilakukan bladder training sebelum dilakukan pengangkatan
6. Trauma pada ureter juga harus dilakukan kateterisasi
Daerah tempat trauma harus dilakukan pemasangan dren pasca bedah dengan ukuran
18 F
7. Biasanya dianjurkan pemakaian antibiotika
Untuk trauma kecil, suntikan gentamisin 80 mg saat operasi biasanya sudah cukup
untuk menghindari infeksi
Pada kontusio buli-buli, cukup dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan untuk
memberikan istirahat pada buli-buli. Dengan cara ini diharapkan buli-buli sembuh setelah 710 hari.
Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparotomi untuk mencari
robekan pada buli-buli serta kemungkinan cedera pada organ lain. Jika tidak dioperasi
ekstravasasi urine ke rongga intraperitoneum dapat menyebabkan peritonitis. Rongga
intraperitoneum dicuci, robekan pada buli-buli dijahit 2 lapis, kemudian dipasang kateter
sistostomi yang dilewatkan di luar sayatan laparotomi.
Pada cedera ekstraperitoneal,robekan yang sederhana (ekstravasasi minimal) dianjurkan
untuk memasang kateter selama 7 10 hari, tetapi sebagian ahli lain menganjurkan untuk
melakukan penjahitan buli-buli dengan pemasangan kateter sistostomi. Namun tanpa

tindakan pembedahan kejadian kegagalan penyembuhan luka 15%, dan kemungkinan untuk
terjadinya infeksi pada rongga perivesika sebesar 12%. Oleh karena itu jika bersamaan
dengan ruptur buli-buli terdapat cedera organ lain yang membutuhkan operasi, sebaiknya
dilakukan penjahitan buli-buli dan pemasangan kateter sistostomi (17). Apalagi jika ahli
ortopedi memasang plat untuk memperbaiki fraktur pelvis, mutlak harus dialkukan penjahitan
buli-buli guna menghindari tejadinya pengaliran urine ke fragmen tulang yang telah
dioperasi.
Untuk memastikan bahwa buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra atau
kateter sistostomi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sistografi guna melihat
kemungkinan masih adanya ekstravasasi urine. Sistografi dibuat pada hari ke-10-14 pasca
trauma. Jika masih ada ekstravasasi kateter sistostomi dipertahankan sampai 3 minggu.
Poin kunci : indikasi untuk melakukan operasi bedah segera pada ruptur buli-buli

Cedera intraperitoneal dari trauma eksterna


Cedera tusuk atau cedera iatrogenik
Drainase buli buli yang tidak adekuat atau terdapat bekuan darah pada urin
Cedera leher buli buli
Cedera rektum atau vaginal
Patah tulang pelvis terbuka
Patah tulang pelvis yang membutuhkan fiksasi internal
Pasien stabil yang menjalani laparotomi untuk alasan lain
Fragmen tulang yang mengarah ke buli buli

Teknik Operasi

Posisi terlentang

Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.

Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.

Dengan pembiusan umum.

Insisi kulit midline 10 cm, lapis demi lapis dan rawat perdarahan

M. rektum abdominis dipisahkan pada linea alba (tengah-tengah)

Lemak prevesikal disisihkan kearah kranial sehingga buli-buli terlihat


keseluruhannya dengan jelas.

Periksa dengan teliti seluruh dinding buli-buli, tentukan letak, jumlah, ukuran dan
bentuk robekannya :
-

Bila bentuk robekan tidak teratur, perlu dilakukan debridement pada tepitepinya.

Bila letak robekan di intraperitoneal, maka dilakukan repair trans peritoneal

Pasang DC 16F per urethra sebelum dilakukan penjahitan buli-buli, dan pastikan DC
masuk di dalam buli (balon kateter jangan dikembangkan dulu, agar tidak tertusuk
sewaktu menjahit buli) pada kasus kasus ruptura yang berat atau pertimbangan lain
perlu di pasang kateter sistostomi nomor 22 atau 24.

Jahit robekan buli 2 lapis, yaitu :


- Jahit mukosa-muskulari buli dengan plain cutgut 3-0 secara jelujur biasa
- Jahit mukosa-muskularis dengan dexon 4-0, satu-satu

Kembangkan balon kateter dengan larutan garam fisiologis 10cc

Lakukan test buli-buli, untuk mengecek jahitan buli (bocor atau tidak)

Cuci lapangan operasi dengan larutan garam fisiologis sampai bersih

Pasang drain redon perivesikal (di cavum Retzii) dan fiksasi dengan silk 1-0 di kulit

Tutup lapangan operasi lapis demi lapis

Dekatkan M. rektus abdominis dengan chromic 2-0 satu-satu

Jahit lemak subkutan dengan plain cat-gut 3-0 satu-satu

Jahit kulit dengan silk 3-0 satu-satu

Komplikasi operasi

Trauma tumpul saluran kencing bawah

Komplikasi pasca bedah ialah perdarahan dan infeksi luka operasi.


Perawatan
Trauma multiple dan/atau fraktur pelvis Bloody discharge
Tidak ada Pascabedah
bloody discharge
(darah pada meatus)

Lepas kateter pada hari ke 7

Lepas drain redon setelah lepas kateter dan produksinya <


turut.

Echimosis perineal/skrotal
Hematom skrotum
20Retensio
cc dalamurin
2 hari berturutHigh riding prostat

Pelepasan benang jahitan keseluruhan 10 hari pasca operasi.


Kateterasi
Bisa

Tidak bisa

Uretrogram retrogade

Algoritma trauma tumpul saluran kencing bagian bawah

Sistografi dengan CT/foto polos dan pengisian kandung kemih


ekstravasasi
retrogade dengan PZ 300 cc
Tidak ada hematuria
Gross Hematuri/
Fraktur pelvis yang bermakna
+
Observasi

Hematuria mikroskopis
Dan TD <90
CT scan abdomen/ IVP

ekstravasasi
+

Observasi

Eksplorasi buli dan


Sistostomi
Selective primary realignment

Extraperitoneal Intraperitoneal
Laparotomi
Kateterisasi
bila ada cedera organ intra abdomen
Repair
yang
Buli
lain

Semua luka tusuk atau cedera intra peritoneal yang berdampak sebagai akibat trauma
eksterna harus dilakukan tatalaksana operasi pembedahan segera. Cedera yang demikian
seringkali lebih besar dari yang diperkirakan melalui sistografi dan jarang untuk bisa
membaik dengan sendirinya. Dan aliran urin yang terus menerus ke cavum peritoneum
mengakibatkan peritonitis.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa drainase menggunakan kateter suprapubik tidak
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan penggunaan kateter uretra saja.
Disamping itu, penatalaksanaan trauma buli buli juga tergantung pada besar atau
kecilnya trauma dan lokasi trauma :
1. Trauma minor/kebocoran yang kecil
Bila terjadi trauma tusukan jarum atau jahitan pada buli buli, misal pada
colposuspension. Maka jahitan harus dilepas, kemudian dilakukan kateterasi
suprapubik untuk beberapa hari dan dipasang dren di daerah suprapubik.
Pengelolaan trauma buli buli dengan kateter sederhana harus diketahui terlebih dahulu
bahwa ekstravasasinya minimal, tidak ada infeksi, dan kebocorannya kecil saja. Jika
terdapat ekstravasasi dan adanya risiko infeksi atau lobang trauma lebih dari 2 3 cm,
maka buli buli harus diperiksa dengan teliti, jaringan perivesikel dikeringkan dan jika
perlu buli buli dijahit.
Jika trauma buli buli meliputi lapisan serosa dan sero muskular superfisial diperbaiki
dengan jahitan satu lapis interuptus atau jelujur dengan benang chromic catgut 3-0

Trauma kecil yang menembus mukosa buli buli ditutup dengan jahitan dua lapis

Gambar 5 penjahitan dengan jahitan interuptus benang chromic cat gut 3 0


melalui lapisan muscular dan serosa dikutip dari wheelock dan krebs (18)

2. Trauma buli buli yang besar


Bila terjadi lobang besar meliputi dinding buli buli, setelah identifikasi batas batas
trauma, maka selanjutnya dijahit dengan dua lapis benang chromic catgut 2-0 atau 30. Setelah memperbaiki trauma, buli buli didekompresi dengan drainase yang
kontinus menggunakan kateter folley nomor 16 atau 18 atau kateter malecot
suprapubik
Trauma pada leher buli buli sering terjadi pada prosedur uretropeksi. Bila hal ini terjadi
maka perbaikan harus segera dilakukan untuk menghindari perluasan ke uretrovesical
junction. Penutupan atau penjahitan menggunakan dua lapisan 3-0 absorbsi lambat, untuk
mencegah suatu bentuk cerobong pada leher buli buli tersebut.(19)
Trauma buli buli yang diketahui pasca bedah mungkin memerlukan pemeriksaan lanjut
untuk membedakan luka pada ureter
Manifestasi akutnya adalah demam dan sakit yang progresif, peritonitis reaksional.

Gambar 6. A dense flame-shaped pattern menunjukkan ekstravasasi ke pelvis


akibat ruptur buli buli. B sistogram ulangan pada pasien yang sama setelah 2 minggu
drainase menggunakan kateter. Menunjukkan buli buli yang sehat. Dikutip dari campbell
wash(5)

Penyulit
Pada cedera buli-buli ekstraperitoneal, ekstravasasi urine ke rongga pelvis yang
dibiarkan dalam waktu lama dapat menyebabkan infeksi dan abses pelvis. Yang lebih berat
lagi adalah robekan buli-buli intraperitoneal, jika tidak segera dilakukan operasi, dapat
menimbulkan peritonitis akibat dari ekstravasasi urine pada rongga intra-peritoneum. Kedua
keadaan itu dapat menyebabkan sepsis yang dapat mengancam jiwa.
Kadang-kadang dapat pula terjadi penyulit berupa keluhan miksi, yaitu frekuensi dan
urgensi yang biasanya akan sembuh sebelum 2 bulan
Prognosis dan komplikasi
Diagnosis yang tepat dan manajemen yang terpadu terhadap ruptur buli buli akan
memberikan hasil yang baik dengan angka morbiditas dan mortalitas minimal. Komplikasi
yang serius biasanya disebabkan oleh diagnosis yang terlambat serta kesalahan penanganan
sebagai akibat misdiagnosis, keterlambatan interpretasi klinis atau cedera yang kompleks
sebagai akibat dari trauma pelvis yang berat. Ruptur buli buli yang tidak terdeteksi dalam
jangka waktu tertentu dapat bermanifestasi dalam bentuk asidosis, azotemia, demam dan
sepsis, output urin kecil, peritonitis, ileus, ascites urin, kesulitan pernafasan(20).
Kesalahan dalam mengenali bagian bagian buli buli, vagina, rektum akan berakibat
pada ruptur yang berujung fistula, striktura, dan rekonstruksi yang lebih sulit. Patah tulang
pelvis yang berat dapat mengakibatkan kerusakan neurologik baik reversibel maupun
irreversibel yang akan berpengaruh pada proses fisiologis miksi pasien

REFERENSI
1.
2.
3.
4.
5.

Guerriero G. Urologic Injuries. Devine CJ, editor. Connecticut: ACC; 1989.


Morita J. Impalement Injury of the Urinary Bladder. KJurology. 2011:3.
Brosman. Trauma of the Bladder: Surg Gynecol Obstet; 1976. 605 p.
Cass. Bladder trauma in the multiple injured Patient: J Urol; 1976. 667 p.
Campbell. Campbell-Walsh Urology. 9 ed. Wein AJ, editor. Philadelphia: Elsevier;

6.

2007.
Tanagho EA. Smith's General Urology. 17 ed. McAninch J, editor. San Francisco:

7.
8.

McGrawHill; 2008.
Purnomo BB. Dasar Dasar Urologi. 2 ed. Malang: Sagung Seto; 2003.
Mendrofa C. Trauma Traktus Urinarius pada Bedah Ginekologi. Semarang:

9.
10.

Universitas Diponegoro; 2000.


Undip BAF. Systema Urogenitale. Semarang: Penerbit FK Undip; 1989.
Orabi H. Tissue Engineering of Urinary Bladder and Urethre: Advances from Bench

11.
12.

to Patiens. Scientific World. 2013;2013:13.


Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 6 ed. Jakarta: EGC; 2000.
Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. 1 ed. Santoso B, editor. Jakarta:

13.

EGC; 2001. 831 p.


d'souza C. Isolated Bladder Perforation Following a Blunt Injury in the Abdomen.

14.

Jodr. 2012.
Friedman AA. Complete Endoscopic Management of a Retained Bullet in the Bladder.
Pubmed. 2013:143 - 7.

15.

Marchand TD. Laparoscopic Repair of a Traumatik Bladder Rupture. JSLS. 2012:155

16.

- 9.
Kotkin L. Morbidity Associated with Nonoperative Management of Extraperitoneal

17.
18.
19.

Bladder Injuries. J Traum. 1995;Jun:895.


Srinivasa R. Genitourinary trauma: a pictorial essay. Emerg Radiol. 2009;16:21-33.
Holleh RL. Urologic Complication. Philadelphia: JB Lippincot; 1994. 131 - 63 p.
Corriere J. Bladder rupture From Exernal Trauma: Diagnosis and Management. World

20.

J Urol. 1999;17:84.
Husmann D. Traumatic and Reconstructive Urology. McAninch. 1996;7:261.

Anda mungkin juga menyukai