Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Spheno-orbital meningioma (SOM) merupakan tumor orbita sekunder yang
berasal dari duramater pada tulang sfenoid wing. Tumor nampak sebagai tumor
yang tumbuh secara interosseus. Tanda dan gejala yang paling sering pada SOM
adalah penurunan visus, proptosis, dan gangguan kosmetik. 1,2
Insidensi tumor ini sekitar 16 s.d. 20 % dari seluruh kejadian meningioma.
Kejadiannya lebihi sering pada wanita (73 s.d 84%), namun distribusinya masih
kontroversial. Sebagian besar literatur menyebutkan terutama terjadi pada wanita
paruh baya.3,4
Terapi pilihan utama pada kasus SOM adalah pembedahan. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa terjadi perbaikan gejala-gejala pasien dengan
SOM. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah hipestesi trigeminal, palsi
okulomotor, serta kejang.5

1.2 Masalah Penelitian


Bagaimanakah tingkat kepuasan kosmetik pada pasien yang menjalani
operasi kraniotomi SOM di RSDK pada tahun 2015?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui seberapa besar tngkat kepuasan kosmetik pada pasien
yang menjalani tindakan operasi kraniotomi SOM di RSDK pada tahun 2015
1.3.2 Tujuam Khusus
a. untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan
kosmetik pada pasien yang menjalani tindakan operasi kraniotomi SOM
di RSDK pada tahun 2015
b. untuk mengetahui profil klinis lainnya (proptosis, visus, keluhan nyeri,
dan skor Karnoffsky) pada pasien SOM sebelum dan setelah menjalani
operasi Kraniotomi SOM di RSDK

1.4 Manfaat Penelitian


a. dapat digunakan sebagai data evaluasi manajemen pasien dengan SOM
b. dapat digunakan sebagai data penelitian berikutnya
2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sphenoorbita Meningioma (SOM)


2.1.1 Pengertian
SOM, di mana pada beberapa literatur disebut juga sebagai sphenoid wing
meningioma en plaque, pterional meningioma enplaque, hyperostosing
meningioma of sphenoid ridge, ataupun invading meningioma of sphenoid ridge
merupakan meningioma orbita sekunder, yang hampir selalu berasal di tulang
sphenoid yang kemudian berlanjut ke orbita. Sedangkan pada meningioma orbita
primer, tumor tumbuh berawal pada paraorbita.3,13
Meningioma (meninges + oma) adalah tumor meningen jinak, yang tumbuh
lambat, biasanya dekat duramater, yang berasal dari sel yang berhubungan dengan
vili arakhnoid.6

2.1.2 Epidemiologi
Meningioma mencakup kurang lebih 18 s.d. 20 % pada seluruh tumor
intrakranial, dan merupakan tumor jinak intra kranial yang paling sering. Insidensi
meningioma diperkirakan 2,1/ 100.000 orang.3
Meningioma orbita terjadi pada 3 s.d 9 % dari seluruh kasus tumor orbita.
Meningioma orbita primer terjadi pada 0,4 s.d. 2%; sedangkan meningioma orbita
sekunder pada 16 s.d 20%. Wanita lebih sering mengalami SOM, yaitu sekitar 73
s.d. 84% kasus. Meningioma jarang terjadi pada anak, di mana neurofibromatosis
merupakan faktor risiko meningioma orbita pada anak.3

2.1.3 Karakteristik patologi


Meningioma orbita memiliki karakteristik patologi yang sama dengan
meningioma intrakranial lainnya. World Health Organization (WHO)
menggolongkannya menjadi 15 subtipe, yang ditunjukkan pada tabel 1.
3

Tabel 1. Klasifikasi meningioma berdasarkan WHO.7

Hiperostosis pada kasus meningioma merupakan hal yang sering terjadi.


Kejadiannya sekitar 25 s.d. 49%. Beberapa teori telah dikemukanan sebagai
penyebab kejadian ini, yaitu adanya gangguan vaskuler pada tulang sekitar tumor,
adanya trauma sebelulmnya, reaksi osseus padan tulang yang ditempel tumor
produksi tulang oleh tumor itu sendiri, stimulasi osteoblas yang diinduksi tumor,
dan adanya invasi tumor ke tulang.3
`
2.1.4 Patofisiologi
Ertiologi yang paling sering adalah paparan radiasi, pada rentang 132 s.d.
315 rontgen, yang setara dengan dosis radiasi 1-3 Gy. Pasien yang mengalami
paparan dosis rendah pada memiliki periode laten 36 s.d. 38 tahun. Sedangkan
pasien yang mengalami paparan dosis tinggi dapat menunjukkan gejala setelah 5
tahun dari paparan. Faktor risiko ini lebih sering terjadi pada meningioma
konveksitas, sekitar 80% kasus, yang memiliki angka rekurensi tinggi dan
menunjukkan perilaku ganas.8
Faktor risiko lain adalah trauma kepala. Namun, studi yang lebih besar tidak
membuktikan teori ini.8
4

Faktor lain adalah adanya predisposisi herediter. Hilangnya DNA pada


kromosom 22 tampak pada 40% kasus meningioma.8
Faktor hromonal, yaitu estrogen dan progesteron, telah diyakini sebagai
faktor risiko terjadinya meningioma, di mana kasus ini di dominasi oleh
perempuan. Bukti lain yang mendukung teori ini adalah adanya peningkatan
pertumbuhan meningioma selama kehamilan dan perubahan ukuran selama
menstruasi. Reseptor progesteron merupakan etiologi yang paling disepakati
sebagai etiologi meningioma. Reseptor ini diekspresikan pada 81% wanitra dan
40% pria yang mengalami meningioma.8
Efek Epidermal Growth Factor (EGF) terhadap Platelet Derivate Growth
Factor (PDGF), atau peran PDGF secara tunggal berhubungan dengan
onkogenesis dan angiogenesis pada meningioma.8

2.1.5 Gambaran Klinis


Penurunan visus unilateral serta adanya eksophtalmus yang tidak nyeri dan
progresif merupakan gambaran tersering. Gangguan pengelihatan sering terjadi
lebih awal yang diikuti dengan eksoftalmus. Turunnya visus pada umumnya
terjadi secara gradual. Gambaran klinis lain yang bisa terjadi adalah perubahan
diskus optikus, diplopia, nyeri kepala, serta mual dan muntah. Perubahan nervus
optikus dapat terjadi akibat hipertensi intrakranial, yang mengakibatkan
papiledema, atau penekanan secara langsung nervus optikus, yang dapat menjadi
papil atrofi. Sindroma Foster-Kennedy dapat terjadi pada kasus ini, yaitu apabila
terjadi papil atrofi pada ipsilateral dan papiledema pada kontra lateral. Diplopia
dapat terjadi akibat adanya neuropati cranial atau akibat keterlibatan langsung
musculus rektus oculi. Nyeri kepala, yang bisa diikuti mual dan muntah
berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan intrakranial.3
5

2.2 Penatalaksanaan Pembedahan pada SOM


Pembedahan merupakan pilihan utama. Terapi bedah pada meningioma
seharusnya melingkupi juga pengambilan tumor secara radikal, yang harus
diterapkan pada operasi pertama. Pada kasus meningioma orbita, pengambilan
secara radikal pada tulang yang terlibat merupakan salah satu kunci keberhasilan
terapi.9 Namun, sangat sulit tercapai reseksi komplet pada kasus SOM, di mana
tumor ini melibatkan tulang sphenoid, orbit, dan sinus cavernosus. 10 Berdasarkan
Modha dan Gutin, reseksi meningioma yang mancapai Grade I masih memiliki
angka kekambuhan 10 tahun sebesar 9%.11
Tabel 2. Tingkat rekurensi setelah reseksi meningioma berdasarkan kriteria
Simpson

2.2.1 Pendekatan pada Pembedahan


Pendekatan pada kasus SOM adalah secara transkranial. Pendekatan
terdahulu dilakukan dengan nengambil flap tulang frontal maupun
frontotemporal.9,13 Namun, pada kasus tumor yang lebih besar, terutama setelah
berkembangnya operasi dasar tengkorak, pendekatan supraorbita dan cranioorbita
zigoma lebih tepat untuk memperoleh reseksi yang lebih radikal. 9 Pendekatan
akses pembedahan bervariasi pada setiap individu, tergantung pada seberapa luas
keterlibatan tumor terhadap orbita dan jaringan sekitar. Beberapa pendekatan
pembedahan di antaranya pterional, frontotemporal, ranszygomatik,
frontotemporal orbitozygomatik, maupaun frontotemporal orbita.13
Akses frontotemporal dapat digunakan untuk tumor orbita primer yang
meluas ke intra kranial. Di mana, pendekatan ini baik dalam mengekspose
intraorbita, termasuk canalis opticus, dengan cara melakukan eksisi atap orbita
dan dinding lateral orbita. Nervus optikus dapat diidentifikasi secara intradura.
6

Pendekatan frontotemporal juga baik unruk emngekspose fossa cranii anterior dan
media.3
Pendekatan pterional digunakan utnuk mencapai sphenoid wing
meningioma yang menginvasi ke orbita. Pada pendekatan ini dapat reseksi radikal
pada ala major dan minor tulang sphenoid, juga ekspose orbita lateral, canalis
opticus, serta fisura suraorbital, foramen rotundum serta formaen ovale.3
Berbagai modifikasi pendekatan pembedahan telah dikembangkan. Masing-
masing memiliki kelebihan tersendiri.

2.3 Outcome Kosmetik pada Pembedahan SOM


Belum banyak data yang menunjukkan tingkat kepuasan kosmetik pada
pasien SOM yang telah menjalani reseksi dengan pendekatan transkranial. Martin
et al, mengemukakan bahwa perlu dilakukan rekonstruksi orbita pada pasien-
pasien yang menjalani reseksi SOM.12
Outcome pada proptosis dilaporkan terjadi perbaikan pada 77 s.d. 100 %
kasus. Penilaiannya dengan menggunakan kuesioner, pemeriksaan klinis, MRI,
dan Hertel. Perbaikan proptosis merupakan salah satu hal yang menjadi kepuasan
kosmetik pada pasien.12,13
Tingkat kepuasan kosmetik dapat diperiksa dengan menggunakan Gaillard
Skor. Skor ini merupakan penilaian oleh pasien sendiri secara subjektif terhadap
hasil kosmetik. Cara menilainya dengan menggunakan penilaian menggunakan
skala angka 0 s.d. 10. Skor kurang dari 5 dianggap kepuasan kurang (poor). Skor
5-7 dianggap sebagai kepuasan cukup (good). Sedangkan lebih dari 7
menunjukkan pasien puas (excelent).12

BAB 3
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Teori

Pembedahan
Transkranial SOM
Lama operasi
Infeksi Luka
Operasi
Perdarahan operasi

Derajat reseksiOutcome Penyembuhan Luka


- Visus
Teknik Operator - Proptosis
- Nyeri
Derajat Perawatan Luka
Alat Operasi - Kosmetik
Onset penyakit
histopatologi Komorbid LOS
7

3.2 Kerangka Konsep


Outcome
- Visus
Pembedahan - Proptosis
Transkranial SOM - Nyeri

- Kosmetik

3.3 Hipotesis
. Sebahian besar pasien yang menjalani kraniotomi SOM di RSUP dr Kariadi
memiliki skor kepuasan kosmetik yang cukup atau sangat memuaskan
8

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Ruang Lingkup Penelitian


4.1.1 Ruang lingkup keilmuan
Ruang lingkup keilmuan penelitian ini adalah Ilmu Bedah Saraf.

4.1.2 Ruang Lingkup Waktu


Penelitian dilakukan pada tangal 5 s.d 28 Mei 2016

4.1.3 Ruang Lingkup Tempat


Penelitian dilakukan di bagian Rekam Medis RSUP dr Kariadi Semarang.

4.2 Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional, dengan
pendekatan cross sectional.

Tingkat kepuasan kosmetik Pasien post kraniotomi SOM

4.3 Variabel Penelitian

4.3.1 Variabel bebas

Operasi kraniotomi SOM

4.3.2 Variabel terikat

Tingkat kepuasan kosmetik pasien

4.4 Definisi operasional

Operasi kraniotomi SOM adalah pasien yang menjalani kraniotom SOM


dengan bukti laporan operasi dan hasil PA

Tingkat kepuasan kosmetik adalah tingkat kepuasan kosmetok yang dinlai


oleh pasuen sendiri dg skor Gaillard. Skor kurang dari 5 dianggap kepuasan
kurang (poor). Skor 5-7 dianggap sebagai kepuasan cukup (good). Sedangkan
lebih dari 7 menunjukkan pasien sangat puas (excelent)

4.5 Populasi dan Sampel Penelitian


4.5.1 Populasi Target
Pasien yang menjalani operasi kraniotomi SOM
9

4.5.2 Populasi Terjangkau


Pasien yang menjalani operasi kraniotomi SOM di RSDK di antara 1
Januari s.d 31 Desember 2015

4.5.3 Sampel Penelitian


Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian.

4.5.3.1 Kriteria Inklusi


a. Bersedia menjadi responden penelitian.
b. Berusia 18 s.d. 60 tahun

4.5.3.2 Kriteria Eksklusi


a. Pasien meninggal dunia

4.6 Alat dan Bahan Penelitian


a. Rekam medis
b. Telepon

4.7 Jenis data


Jenis data penelitian ini adalah data sekunder dari rekam medis rawat inap
dan rawat jalan; serta data primer yang diperoleh melaluui wawancara per telepon/
10

4.8 Alur Penelitian

Pencatatan dan
pemeriksaan
rekam medis

Wawancara via
telepon

Analisis data
11

BAB 5
HASIL PENELITIAN

5.1 Analisis Sampel


Sampel penelitian diperoleh dari rekam medis di RSDK yang telah
menjalani kraniotomo SOM pada tahun 2015. Ditemukan sebanyak 30 kasus
pasien yang telah menjalani kraniotomi SOM. Semua responden berjenis kelamin
perempuan. Namun, hanya 19 pasien yangdapat dihubungi. Sedangkan 2 pasien di
antaranya meninggal dunia,

5.2 Analisis Deskriptif


5.2.1 Distribusi frekuensi berdsasarkan tingkat kepuasan kosmetik
Rerata tingkat kepuasan kosmetik dengan menggunakan GS pada sampel
adalah 7,10 + 1,63, di mana nilai minimal adalah 4 maksimal adalah 9. Nilai GS
terbanyak adalah skor 8, yaitu sebanyak 7 kasus (36,84%) (tabel 3 dan gambar 1).
Berdasarkan ketegori tingkaat kepuasan kosmetik, maka dapat dilihat pada
gambar 2 bahwa lebih dari separuh sampel menyatakan puas. Sedangkan
sebanyak 15,79% kurang puas.

Tabel 3. Distrtibusi frekuensi berdasarkan GS


GS Keterangan
Mean + SD 7,10 + 1,63
Minimal 4
Maksimal 9
12

4
GS
3

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 1. Distrribusi frekuensi Gaillard Score (GS)

Tabel 4. Kategori tingkat kepuasan kosmetik


Kategori Jumlah %
Kurang (< 5) 3 15,79
Cukup (5-7) 6 31,58
Puas (> 7) 10 52,63

5.2.2 Distribusi frekuensi berdasarkan usia


Rerata usia responden pada penelitian ini adalah 45,74 + 3,98 tahun.
Rentang usia 39 s.d. 54 tahun.
Tabel 5. Distribusi frekuensi berdasarkan usia
Usia Keterangan (tahun)
Mean + SD 45,74 + 3,98
Mnimal 39
Maksimal 54
13

5.2.3 Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan


Sebagian besar responden memiliki pendidikan hanya lulus SD (52,6).
Hanya seorang responden yang tidak lulus SD (5,26%).
Tabel 6. Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah %
Tidak lulus SD 1 5,26
Lulus SD 12 52,6
Lulus SMP 4 21,04
Lulus SMA 2 10,52

5.2.4 Distribusi frekuensi berdasarkan lokasi SOM


Sebagian besar lokasi SOM berada pada sisi sinistra (57,9%). Namun
selisihnya tidak terpaut jauh.
Tabel 7. Distribusi frekuensi berdasarkan lokasi
Lokasi Jumlah %
SOM D 8 42,10
SOM S 11 57,90

5.2.5 Distribusi frekuensi berdasarkan jarak waktu penilaian terhadap


waktu saat dilakukan operasi
Rerata jarak waktu penilaian dari saat dilakukan operasi adalah 11,37 bulan.
Jarak. Di mana rentang jarak waktu pada penelitian ini adalah 5 s.d. 15 bulan.
(tabel 8)
Tabel 8. Distribusi frekuensi jarak waktu penilaian terhadap waktu saat operasi
Jarak Waktu Keterangan
Followup (bulan)
Mean + SD 11,37 + 3,22
MInimal 5
Maksimal 15
14

5.2.6 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis histopatologi


Sebagaian besar kasus memiliki gambaran histopatologi meningiotelial
meningioma WHO grade I (78,95%). Sisanya adalah enplaque meningioma dan
transtisional meningioma WHO grade I (masing-masing 10,525%). (tabel 9)

Tabel 9. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis histopatologi


Kategori Jumlah %
Meningotelial 15 78,95%
meningioma WHO
grade I
Enplaque Meningioma 2 10,525
Transtisinal 2 10,525
meningioma WHO
grade I

5.2.7 Distribusi Frekuensi berdasarkan lamanya operasi


Rerata lamanya operasi adalah 290,53 + 66,81 menit. Di mana operasi
tercepat adalah 150 menit. Sedangkan operasi terlama adalah 420 menit.
Tanel 10. Distribusi Frekuensi berdasarkan lamanya operasi
Lama Operasi Keterangan
(menit)
Mean + SD 290,53 + 66,81
Minimal 150
Maksimal 420

5.2.8 Distribusi frekuensi berdasarkan jumlah perdarahan operasi


Rerata perdarahan selama oeprasi pada penelitian ini adalah 1005,26 +
702,55 cc. Di mana jumlah perdarahan paling sedikit adalah 250 cc, dan
perdarahan terbanyal adalah 3000 cc.
15

Tabel 11. Distribusi frekuensi berdasarkan jumlah perdarahan operasi


Perdarahan Operasi Keterangan
(cc)
Mean + SD 1005,26 + 702,55
Minimal 250
Maksimal 3000

5.2.9 Distribusi frekuensi berdasarkan kejadian ILO


Kejadian ILO pada penelitian ini adalah hanya 1 kasus (5,26%).
Tabel 12. Distribusi frekuensi berdasarkan kejadian ILO
Kejadian ILO Jumlah %
Ya 1 5,26
Tidak 18 94, 74

5.2.10 Distribusi frekuensi berdasarkan Length of Stay (LOS)


Rerata LOS pada penelitian ini adalah 14,68 + 3,67 hari. Di mana LOS
terpendek adalah 7 hari. LOS terpanjang adalah 21 hari. (tabel 13)

Tabel 13. Distribusi frekuensi berdasarkan Length of Stay (LOS)


LOS Keterangan
(hari)
Mean + SD 14,68 + 3,67
Minimal 7
Maksimal 21

5.2.11 Distribusi frekuensi berdasarkan keluhan utama


Keluhan utama paling banyak adalah proptosis (73,68%). Sedangkan
sisanya adalah penurunan visus (15,79%) dan nyeri (10,53%). (tabel 14)

Tabel 14. Distribusi frekuensi berdasarkan keluhan utama


Keluhan Utama Jumlah %
Proptosis 14 73,68
Penurunan visus 3 15,79
Nyeri 2 10,53

5.2.12 Distribusi frekuensi berdasarkan onset penyakit dari saat pertama


datang ke RSDK
Rerata onset SOM saat pasien pertama datang ke RSDK adalah 29,68
+22,82. Dengan rentang onset 8 s.d. 96 bulan. (tabel 15)
16

Tabel 15. Distribusi frekuensi berdasarkan onset penyakit dari saat pertama
datang ke RSDK
Onset Keterangan
(bulan)
Mean + SD 29,68 +22,82
Minimal 8
Maksimal 96

5.3 Analisis Deskriptif Pasien Tidak Puas


Berdasarkan wawancara via telepon, ke tiga pasien yang tidak puas secara
kosmetik (GS<5) mengeluhkan benjolan yang tampak makin menonjol lagi. Dua
di antaranya mengeluh tajam pengelihatan tidak ada perbaikan. Satu di antaranya
mengeluh rasa tebal pada wajah sesisi, dan dua yang lainnya mengeluh nyeri yang
cukup mengganggu. Sedangkan ke tiga respondenn tersebut masih dapat
melakukan aktivitas sehari-hari, 1 responden bahkan masih bisa berjualan di
rumah.

Tabel 16. Karakteristik Pasien yang tidak puas pasca kraniotomi SOM

Kategori Pasien A Pasien B Pasien C


Usia 46 tahun 40 tahun 47 tahun
Pendidikan Lulus SD Lulus SD Lulus SD
Pekerjaan Karyawan industri Ibu rumah tangga Ibu rumah tangga
Histopatologi Meningotelial Meningotelial Meningotelial
meningioma meningioma meningioma
WHO I WHO I WHO I
Lokasi Sinistra Dextra Sinistra
Jarak follow up 7 bulan 14 bulan 13 bulan
Lama operasi 315 menit 150 menit 300 menit
Perdarahan 1500 cc 300 cc 1000 cc
ILO (-) (-) (-)
Keluhan Utama Visus turun Mata menonjol Mata menonjol
Onset 12 bulan 8 bulan 24 bulan
Komorbid (-) (-) (-)
Keluhan post op Mati rasa wajah, Nyeri, menonjol menonjol., nyeri,
masih menonjol lagi kelopak takbisa
17

dibuka

5.4 Analisis Deskriptif Pasien Meninggal pasca kraniotomi SOM


Dari data yang diperoleh, dua pasien yang meninggal dunia setelah
kraniotomi SOM sama-sama memiliki komorbid diabetes melitus tipe II. Ke
duanya meninggal setelah hari ke tiga. Ke duanya menjalani operasi yang relatif
lama, yaitu 300 menit dan 435 menit. Pada pasien A sempat rawat jalan selama
satu minggu sebelum akhirnya rawat inap lagi dan meninggal dunia.
18

Tabel 17. Karakteristik Pasien Meninggal dunia setelah kraniotomi SOM


Kategori Pasien A Pasien B
Usia 49 tahun 46 tahun
Pendidikan Lulus SD Lulus SMP
Pekerjaan Ibu rumah tangga Ibu rumah tangga
Histopatologi Meningotelial Meningotelial
meningioma WHO I meningioma WHO I
Lokasi Sinistra Sinistra
Lama operasi 300 menit 435 menit
Perdarahan 1500 cc 2000 cc
ILO (-) (-)
Waktu meninggal Hari ke 21 Hari Ke 5
Keluhan Utama Mata menonjol Mata menonjol
Onset 60 bulan 36 bulan
Komorbid DM tipe II DM tipe II
19

BAB 6
PEMBAHASAN

6.1 Tingkat kepuasan kosmetik pasca kraniotomi SOM


Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar pasien (52,63%) menyatakan
puas, sedangkan 31,58% pasien menyatakan cukup puas, dan hanya 15,79%
pasien menyatakan tidak puas. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan kraniotomi
SOM di RSDK merupakan tindakan yang aman dan memberikan hasil yang baik
bagi pasien, meskipun hamir seluruh kasus kraniotomi SOM di RSDK pada 2015
tidak diikuti dengan tindakan rekonstruksi
Tingkat kepuasan pasien dipengaruhi oleh keluhan utama, di mana sebagian
besar keluhan utama adalah proptosis. Setelah menjalani kraniootomi SOM,
keluhan utama tersebut dirasakan membaik. Faktor-faktor lain yang mungkin
mempengaruhi adalah tingkat pendidikan dan fator pekerjaan. Di mana, sebagian
besar tingkat pendidikan adalah kurang, serta sebagian besar tidak bekerja,
Pada pasien yang kurang puas sebanyak 3 kasus (15,79%). Keluhan pasca
operasi berupa mata menonjol ditemukan pada ketiganya. Mata yang menonjol
dapat terjadi akibat rekurensi. Sedangkan waktu pada salah satu pasien yang tidak
puas, yaitu 150 menit merupakan waktu tercepat pada pasien yang menjalani
kraniotomi SOM. Serta perdarahan durante operasi adalah 300 cc. Sedangkan dua
responden lainnya memiliki waktu operasi 315 dan 300 menit, dengan perdarahan
1500 dan 100 cc. Ke tiga kasus tersebut tidak mengalami ILO. Keluhan lain yang
menjadi alasa tidak puas adalah rasa baal pada kulit wajah dan tidak bisa
membuka mata.
20

BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan
a. Sebanyak 52,63% pasien yang telah menjalani kraniotomi SOM di RSDK
tahun 2015 menyatakan puas, sedangkan 31,58% pasien menyatakan
cukup puas, dan hanya 15,79% tang kurang puas secara kosmetik.
b. Mata menonjol (proptosis) dikeluhkan pada ketiga pasien yang kurang
puas. Ditemukan juga keluluhan nyeri, mati rasa pada wajah, dan tidak
dapat membuka kelopak mata.

7.2 Saran
a. Adanya instrumen penilaian follow up penderita yang telah menjalani
operasi kraniotomi SOM di RSDK
b. Saran ke pada pelayanan kesehatan primer untuk lebih melakukan deteksi
dini adanya kasus SOM.
21

TINNJAUAN PUSTAKA

1. Ringel F, Cedzich C, Schramm J . Microsurgical technique and results of a


series of 63 spheno-orbital meningiomas. Neurosurgery. 2007 Apr; 60(4
Suppl 2):214-21; discussion 221-2
2. Shrivastava RK, Sen C, Costantino PD, Della RR. Sphenoorbital
meningiomas: surgical limitations and lessons learned in their long-
term management. J Neurosurg. 2005;103:491–497. doi:
10.3171/jns.2005.103.3.0491.
3. Boulus, Paul, et al. Meningioma of orbit: Contemporary consideration.
2001. Neurosurg focus Vol 10, Virginia, US
4. Boijic, Lovro, et al. Orbital meningioma: clinical observation. 2007. Acta
clinic: 46, Croatia.
5. Oya S, et al. Sphenoorbita meningioma: surgical technique and outcome.
Clinical article. Journal of neurosurgery. 2011. Vol 114. No 5 p 1241-
49.
6. Newman, Droland. Kamus Kedokteran Dorland. Ed 29. 2003. EGC; Jakarta.
7. Louis DN et al. Meningioma, in: Kleihues P, Cavenee WK (eds): Pathology
and genetics of tumour of nervous system. Lyon: IARC Press, 2000,
176-84.
8. Sally B, et al. Sphenoid Wing Meningioma. Updated, Oct 13,2014.
Medscape article.
9. Carlos et al. Orbital Meningioma. J Bras Neurocirg 21 (1): 31-38, 2010.
10. Shrivastava RK, Sen C, Costantino PD, Della Rocca R. Sphenoorbital
meningiomas: surgical limitations and lessons learned in their long-
term management. J Neurosurg. 2005 Sep;103(3):491-7.
11. . Modha A, Gutin P. Diagnosis and treatment of atypical and anaplastic
meningiomas: A review. Neurosurgery. 2005;57:538-550.
12. Martin et al. Surgery for SOM: should orbital walls have to be
reconstructed?. Georg The Verla. 2014.
13. Hatiboglu MA, DeMonte F. Sphenoorbita Meningiomas. In: DeMonte,
McDermott, Al-Mefty. Al Mefty’s Meningiomas. 2nd Ed. 2011.
Thieme.

Anda mungkin juga menyukai