Anda di halaman 1dari 15

Referat

MENINGIOMA ORBITA

Oleh:

Diki Safira Ilmiah, S.Ked


Dwifa Nursuci Dhanti, S.Ked
Erika Yusticia Handayani, S.Ked
Muhammad Ikhwan Fuadi, S.Ked
Muhammad Rofi, S.Ked
Nurul Insani Surury, S.Ked
Ria Dwi Utami, S.Ked
Said Rafly Oktaranda, S.Ked

Pembimbing:
dr. Bagus Sidharto, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
PROVINSI RIAU
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningioma orbita ditemukan 1-2% dari semua meningioma atau sepertiga

dari tumor saraf optik dengan insiden sekitar 2% atau 3-10% dari semua tumor intra

orbita.1 Dengan adanya teknik pencitraan yang modern, insiden dari meningioma

orbita primer dapat bertambah.1 Lesi primer berasal dari orbita itu sendiri,

sedangkan lesi sekunder berasal dari struktur sekitarnya, serta dari lesi metastasis.2

Wanita cenderung lebih banyak pada semua tipe meningioma.2 Sebagian besar

meningioma orbita berasal dari ekstensi intracranial atau sebanyak 90%, dan 10%

berasal dari orbita.2 Ekstensi tumor dapat terjadi ke sphenoid wing, sinus

cavernosus, clinoid dan tuberculum sella. Tumor dapat juga berasal dari optic

sheath atau sebagai ectopic rest dari sel-sel arachnoid dalam ruang retrobulbar.

Manajemen meningioma orbita merupakan suatu tantangan, karena tipe lokasi

bagian posterior pertumbuhannya lambat dan progresif untuk terjadinya kehilangan

penglihatan pada pasien.3

Mayoritas meningioma orbita memperlihatkan neuropathy optic dengan

pertumbuhan yang lambat dan progresif khas dengan hilangnya visual acuity yang

bervariasi.4 Pemeriksaan ophthalmoscopic memperlihatkan edema saraf optik,

pucat atau terdapat lipatan choriodal.5 Tiga serangkai dari pathognomonic

meningioma orbita yaitu hilangnya penglihatan yang progresif dan lambat, atropi

optik, dan optociliary shunt pembuluh darah, tetapi cenderung terjadi relatif lambat

pada perjalanan penyakitnya.6 Pada pemeriksaan luar, seperti proptosis, chemosis,

2
lid edema, dan terbatasnya upgaze relatif jarang.6 Computed tomography (CT) atau

magnetic resonance imaging (MRI) memperlihatkan gambaran meningioma orbita

dengan sangat baik.5,6 Manajemen meningioma orbita masih menjadi kontroversi.

Meningioma orbita diterapi dengan eksisi atau tanpa intervensi operasi. Metode

terapi operasi merupakan pilihan terapi dalam manajemen meningioma orbita, akan

tetapi sangat sering diikuti dengan komplikasi, seperti hilangnya visual acuity dan

kebutaan. Rendah atau tidak ada mortalitas pada meningioma orbita dan

dilakukannya observasi merupakan pilihan yang baik, kecuali terdapat kemunduran

visual acuity.7

1.2 Tujuan

Referat ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi dokter muda

mengenai meningioma orbita.

1.3 Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan dapat menjadi literatur bagi mahasiswa

kedokteran mengenai meningioma orbita.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Meningioma Orbita

Meningioma orbita dapat dibagi menjadi meningioma selubung saraf optik,

meningioma sayap sphenoid dengan keterlibatan orbital, atau meningioma orbital

primer.8 Meningioma orbita (Optic Nerve Sheath Meningioma - ONSM) merupakan

tumor pada rongga orbita yang berasal dari jaringan pembungkus saraf optik yang

prevalensinya cukup tinggi setelah glioma orbita. Dari keseluruhan prevalensi

meningioma, meningioma orbita mengambil bagian 1-2% dari keseluruhan


9,10
prevalensi meningioma.

Meningioma orbita merupakan tumor jinak tetapi angka progresifitas dan

residif yang tinggi yang dapat menginvasi hingga intrakranial. Akibat dari sifatnya
9,11,12
ini menyebabkan prognosis pasien yang terkena penyakit ini menjadi buruk.

Lokasi tersering dari penyakit ini adalah pada primer selaput saraf orbital, yang

98% berasal dari selaput saraf intraorbital, dan 2% sisanya berasal dari daerah

intrakanalikular selaput saraf optik dan jaringan sekitar dibagian luar dari orbita.13,14

2.2 Epidemiologi Meningioma Orbita

Meningioma orbita ditemukan 1-2% dari semua meningioma atau sepertiga

dari tumor saraf optik dengan insiden sekitar 2% atau 3% hingga 10% dari semua
1
tumor intra orbita. Dengan adanya teknik pencitraan yang modern, insiden

meningioma orbita primer dapat bertambah.1 Lesi primer berasal dari orbita itu

sendiri, sedangkan lesi sekunder berasal dari struktur sekitarnya, dan dari lesi

4
metastasis.2 Wanita cenderung lebih banyak pada semua tipe meningioma.

Kebanyakan meningioma orbita berasal dari ekstensi intracranial atau 90%, dan

10% berasal dari orbita.2

2.3 Etiologi Meningioma Orbita

Penyebab pasti dari meningioma belum diketahui, namun dari beberapa

penelitian didapatkan bahwa kelainan kromosom menyebabkan timbulnya

meningioma. Delesi dan inaktivasi lokus gen neurofibromatosis-2 (NF2) pada

kromosom 22q12 menjadi faktor predominan pada meningioma sporadik. NF2

bertugas mengkode gen supresor tumor yang dikenal sebagai merlin (atau

schwannomin), ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Lokus

meningioma berbeda namun dekat dari gen yang bertanggung jawab untuk NF2.

Mutasi genetik paling umum berikutnya yang terlihat pada meningioma setelah

delesi 22q adalah delesi 1p, 3p, 6q, 9p, 10q, 14q, dan 18q. Delesi kromosom 10

berhubungan dengan peningkatan derajat tumor, mempersingkat waktu untuk

rekurensi dan mempersingkat kelangsungan hidup. Progresi ke bentuk anaplastik

dikaitkan dengan keterlibatan situs kromosom 17q. Peristiwa-peristiwa berikut ini

ditemukan terkait dengan derajat meningioma yang lebih tinggi, yaitu delesi

Supresor Tumor pada gen Kanker Paru-1 (TSLC-1), delesi reseptor progesteron,

peningkatan ekspresi siklo-oksigenase 2 dan ornithin dekarboksilase. Kelainan

kromosom yang paling konsisten diisolasi adalah pada lengan panjang kromosom

22.15,16,17

5
2.4 Faktor Risiko Meningioma Orbita

Faktor risiko dari meningioma orbita berupa status endokrin, faktor genetik,

efek dari radiasi pada tata laksana tumor otak, serta efek radiasi penggunaan telepon

seluler. Status endokrin berkaitan dengan beberapa laporan adanya peningkatan

kejadian pada wanita dibandingkan dengan laki-laki, yakni berupa peran hormon

estrogen, reseptor progesteron dan androgen di beberapa meningioma, kaitan antara

kanker payudara dengan meningioma, serta adanya indikasi meningioma

mengubah lama fase luteal pada siklus menstruasi dan kehamilan. Pada kasus

pasien dengan terapi radiasi seperti CT-Scan, dilaporkan muncul kasus meningioma

maligna sebesar 10% dan tumor rekuren sebesar 20%. Radiasi pada terapi tumor

intrakranial ini mampu menginduksi kerusakan DNA yang menyebabkan

pembentukan meningioma. Paparan radiasi elektromagnetik secara partikular pada

ponsel dilaporkan juga memiliki peran pada pembentukan meningioma.18

Pada trauma kepala juga dilaporkan adanya peningkatan kejadian kasus

meningioma setelah kejadian trauma kepala. Hal ini terjadi karena trauma kepala

akan menyebabkan selaput meningen mengalami iritasi dan peradangan yang

nantinya mampu mengakibatkan meningioma ektopik.18

Peranan hormon dalam peningkatan risiko meningioma dibuktikan dengan

meningkatnya penderita tumor ini pada wanita dibandingkan pria dengan rasio 2-

3:1. Peningkatan laju pertumbuhan ukuran meningioma pada fase luteal siklus

menstruasi dan siklus kehamilan pada sistem reproduksi menunjukkan peran

penting hormon seks wanita dalam etiologi meningioma. Adanya proliferasi in vitro

pada sel meningioma yang dikultur setelah terpapar dengan progesteron, dan regresi

meningioma pada pasien dengan penghentian terapi agonis estrogen juga

6
merupakan bukti bahwa meningioma dipengaruhi oleh hormon seks. Penelitian

pada paparan hormon endogen memperlihatkan bahwa risiko meningioma

berhubungan dengan status menopause, paritas, siklus menstruasi dan usia pertama

saat menstruasi18

Hubungan antara status reseptor progesteron dan regulasi kromosom 22q

memperlihatkan adanya peran homon dalam tumorigenesis meningioma. Fakta

bahwa meningioma mengekspresikan reseptor hormon seks dibuktikan dengan

ditemukannya reseptor progesteron pada 90% sitosol granulasi sel arachnoid,

sedangkan reseptor estrogen dan androgen ditemukan pada sekitar 40% sitosol

granulasi sel arachnoid. Reseptor progesteron pada sitosol sel arachnoid yang

berinteraksi dengan hormon progesteron eksogen, membentuk mediator untuk

mengaktivasi regulasi transkripsi gen. Peningkatan regulasi transkripsi gen

mengakibatkan terjadinya peningkatan variasi ekspresi gen-gen yang terletak pada

atau berdekatan dengan lengan panjang kromosom 22q. Hal ini menyebabkan

mutasi gen NF-2, sehingga terjadi inaktivasi pengkodean protein penekan tumor

merlin. Akibatnya, terjadi delesi produk gen NF2 (merlin) yang merupakan

peristiwa awal dalam tumorigenesis meningioma sporadis. Inaktivasi gen penekan

tumor memerlukan inaktivasi NF2 bi-allelic yaitu mutasi intrinsik NF2 dan

kejadian eksogen seperti paparan kronis progesteron eksogen.18,19,20

Semakin lama paparan injeksi progesteron eksogen, maka akan semakin

rendah ekspresi mRNA PR dan NF2 dalam serum, sehingga terjadi peningkatan

risiko untuk menderita meningioma orbitokranial pada wanita. Ekspresi PR dalam

serum yang rendah meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, seperti IL-1β.

Peningkatan kadar IL-1β selanjutnya dapat memicu inaktivasi NF2 diikuti oleh

7
aktivitas merlin yang rendah, sehingga menghasilkan percepatan dalam

pertumbuhan sel dan perkembangan meningioma.18,19,20

2.5 Patologi Meningioma Orbita

Meningioma orbita merupakan tipikal tumor jinak yang diperkirakan

berasal dari arachnoid cap cell. Daerah tersering untuk tumor ini bertepatan dengan

adanya arachnoid villi dan batasnya selalu berdekatan dengan area dari jaringan

arachnoid granulation. Terdapat berbagai subtype histologis meningioma yakni

sebagai berikut:19

a. Meningothelial meningioma

Suatu massa solid lobuler dengan membran sel yang tidak tegas yang berfungsi

memberi gambaran syncytium secara keseluruhan serta memiliki aktifitas mitotic

yang rendah.

b. Meningioma orbita primer

Berasal dari optic sheath dan terdiri atas subtype transtitional dan beberapa

tumor dengan perubahan psamomatous.

c. Meningioma orbita sekunder

Melibatkan bagian spheno-orbital, menunjukkan perbedaan subtype histologis

khas serta menyebabkan invasi tulang dan hiperostosis (invasi tulang oleh tumor).

Gambaran hiperostosis memperlihatkan gangguan pembuluh darah pada tulang,

merangsang fungsi osteoblastic pada tulang normal oleh tumor secreting factor,

tumor produksi tulang, trauma sebelumnya, dan reaksi tulang tanpa invasi tumor.

d. Subtype fibrous, papillary, dan anaplastic meningioma

Subtype meningioma yang jarang ditemui.19

8
2.6 Diagnosis Meningioma Orbita

A. Anamnesis

Pada anamnesis, pasien meningioma orbita mengeluhkan:18

• Kebutaan ipsilateral;

• Proptosis;

• Nyeri pada mata;

• Bengkak kelopak mata bagian bawah;

• Gangguan fungsi penglihatan yang tampak antara lain kehilangan

penglihatan secara bertahap atau cepat;

• Diplopia kemungkinan disebabkan oleh neuropathies cranial atau

kerusakan langsung dari otot-otot rectus;

• Mual dan muntah berhubungan dengan tekanan intracranial yang

meninggi.18

Pada meningioma sekunder, gejala klinis yang sering muncul yaitu lebih

dari 95% pasien tuberculum sellae meningioma (TSM) dan lebih dari 50% pasien

olfactory groovemeningioma (OGM) mengalami kebutaan (visual loss). Pasien

dengan meningioma pada medial dan sphenoid wing meningioma (SOMs) secara

tipikal mengalami kebutaan ipsilateral dan beberapa visual kolateral. Beberapa

gejala umum yang sering muncul pada meningioma sekunder ini antara lain edema

saraf optik, sakit kepala, anosmia, serta perubahan mental dan personal.18

9
Gambar 2.1. Proptosis pada meningioma orbita20

B. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :18,21

• Gangguan persepsi warna;

• Defek lapang pandang;

• Edema diskus optikus karena efek massa dan tekanan tinggi intrakranial;

• Gangguan pergerakan otot bola mata dan abnormalitas pada pupil dapat

diakibatkan dari invasi atau kompresi bagian intraorbita akibat tumor

solid.18,21

C. Pemeriksaan penunjang

• Patologi Anatomi

Karakteristik patologi dari meningioma orbita mirip dengan meningioma

intrakranial yang lain dan terdapat berbagai subtype histologis. Meningothelial

meningioma suatu massa solid lobulated atau lembaran sel-sel meningothelial,

dengan membran sel yang tidak tegas, dan ini memberi suatu gambaran

syncytium secara keseluruhan, serta aktivitas mitotic yang rendah. Meningioma

orbita primer berasal dari optic sheath dan terdiri atas subtype transitional, dan

10
beberapa tumor dengan perubahan psammomatous. Meningioma sekunder

melibatkan bagian spheno orbital menunjukan perbedaan subtype histologis dan

khas menyebabkan invasi tulang dan hiperostosis. Hiperostosis tersebut

menunjukan invasi tulang oleh tumor.21

• X-ray

Optic nerve sheath meningioma dapat normal pada X-ray pada tingkat awal

perkembangan tumor. Pada perkembangan selanjutnya tampak optic canal

membesar atau hiperostosis dari optic canal.21

• CT scan (Computerised Tomography)

Pada pemeriksaan akan menampakkan pembesaran tubulus saraf optik

dengan gambaran peningkatan kontras. Pada beberapa kasus CT dapat

menunjukkan kalsifikasi di dalam meningioma yang disebut tram-tracking

dengan dua strip lucency tampak sekitar sentral saraf optik membesar, tanda

bahwa saraf optik dikelilingi oleh tumor yakni adanya kalsifikasi penting

sebagai tanda suatu meningioma, serta hiperostosis pada optic canal yang jelas

tampak pada CT scan.18,21

Gambar 2.2 Gambaran hyperostosis potongan Axial, Sagital dan Coronal21

11
• MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI dapat mendeteksi lesi yang kecil. MRI menggambarkan suatu pola

peningkatan striasi yang berasal dari lesi secara longitudinal. MRI juga

menggambarkan infiltrasi melalui kanal optik.18,21

Gambar 2.3 Gambaran MRI pada pasien meningioma orbita19

2.7 Tatalaksana Meningioma Orbita

Metode terapi pada meningioma orbita yakni berupa reseksi tumor yang

merupakan langkah untuk mengurangi penekanan, baik ke arah orbital maupun ke

arah intrakranial yang bertujuan mempertahankan fungsi jaringannya. Mengangkat

seluruh massa tumor secara utuh masih menjadi hal yang sangat sulit karena

mengingat invasinya berada di daerah rongga yang sempit.22 Setelah dilakukan

reseksi tumor, selanjutnya adalah dilakukan radioterapi dan ada juga dilakukan

kemoterapi untuk mengurangi risiko pertumbuhan lebih lanjut dan penyebaran sisa

dari tumor tersebut. Pemeriksaan histopatologi sangat dibutuhkan setelah

pengangkatan massa tumor yang bertujuan untuk menentukan prognosis

selanjutnya.23

12
2.8 Prognosis Meningioma Orbita

Meningioma diketahui merupakan suatu tumor dengan pertumbuhan yang

lambat tetapi progresif. Mayoritas rekuren diperkirakan karena sisa tumor pada

operasi yang terjadi karena ketakutan terjadi defisit fungsional yang berat dengan

mencoba melakukan reseksi total. Semua meningioma dengan berbagai lokasi

mempunyai angka rekuren antara 10% hingga 23%.24

Meningioma orbita dapat menginvasi sinus cavernosus, dura dari sella

turcica, bagian lateral dari sphenopid body, anulus dari Zein, fossa pterygomxillary,

dan ruang lateropharyngeal. Bonnal et al melakukan perdebatan yakni melawan

hal mengenai dilakukannya eksplorasi invasi tumor daerah sphenoid ridge yang

dilakukan reseksi total guna mempertahankan fungsi neurologis setelah operasi,

yang mana diketahui sebagian besar masih terdapat sisa tumor.25 Angka rekuren

pada meningioma sphenoid ridge lebih besar dari lokasi tumor ditempat lain yakni

sekitar 25 % hingga 50%.26

Meningioma ekstensi sphenoorbital juga cenderung menginvasi struktur

vital neurologis. Yang dianjurkan untuk reseksi luas adalah termasuk seluruh

sphenoid wing sampai fissure orbitalis superior, processus clinoidalis anterior, dan

atap orbita. Dekompresi foramen rotundum, foramen ovale, dan optic canal tidak

direkomendasi dilakukan eksplorasi sinus cavernosus.27

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Shields JA, Shields CL, Scartozzi R. Survey of 1264 patients with orbital
tumors and simulating lesions. Ophthalmol. 2004; 15-16
2. Ducie Y. Orbitozygomatic resection of meningiomas of the orbit.
Laryngoscope. 2004; 40-51
3. Dutton JJ. Optic nerve sheath meningiomas. Surv Ophthalmol; 2012. p.53
4. Saeed P et al. Optic nerve sheath meni- ngiomas. Ophthalmol. 2003; 15-20
5. Carasco JR, Penne RB. Optic nerve sheath meni- ngiomas and advanced
treatment options. Curr Opin Ophthalmology. 2004; 45-50
6. Cristante I. Surgical treatment of meningiomas of the orbit and optic canal: a
retrospective study with particular attention to the visual outcome. Acta
Neurochir (Wien). 2010; 50
7. Narayan S, Cornblath WT, Sabdler HM, Elkner V, Hayman JA. Preliminary
visual outcomes after three-dimention conformal radiation therapy for optic
nerve sheath meningiomas. Int J Radiat Oncol Biol Phys. 2003; 23-35
8. Patel, Bhupendra & Couldwell, William. Orbital Meningioma;2019. p. 220
9. Lamszus K. Meningioma pathology, genetics, and biology. J Neuropathol
Exp Neurol 2004;63(4):275– 86.
10. Eddleman CS, Liu JK. Optic nerve sheath meningioma: current diagnosis and
treatment. Neurosurg Focus 2007;23(5):E4.
11. Terzi A, Saglam EA, Barak A, Soylemezoglu F. The significance of
immunohistochemical expression of Ki -67, p53, p21, and p16 in
meningiomas tissue arrays. Pathol Res Pract 2008;204(5):305–14.
12. Reszec J, Sulkowska M, Kanczuga-Koda L, Janica J, Skawronska M,
Pepinski W, et al. Evaluation of apoptosis markers in conjunctival and eyelid
benign and malignant tumors. Ann NY Acad Sci 2003 ;1010:748–51.
13. Boulos PT, Dumont a S, Mandell JW, Jane J a. Meningiomas of the orbit:
contemporary considerations. Neurosurg Focus 2001;10(5):E5.
14. Dutton JJ. Optic nerve sheath meningiomas. Surv Ophthalmol
1992;37(3):167–83.
15. Wiemels J, Wrensch M, Claus E. Epidemiology and etiology of meningioma.
J Neurooncol. 2010; 99(3):301-314.

14
16. Al-Hadidy AM, Maani WS, Mahafza WS, Al-Najar MS, Al-Nadii MM.
Intracranial meningioma. J Med J 2007; Vol. 41 (1): 37-51.
17. Petrilli AM, Fernandez-Valle C (2016) Role of Merlin/NF2 inactivation in
tumor biology. Oncogene 35: 537-554.
18. Soebagjo, HD. Onkologi mata. Surabaya: Airlangga university press. 2019:
98-101.
19. Garcia GA, Choy AE, Hasso AN, Minckler DS. Malignant Orbital
Meningioma Originating from the Frontal Lobe. Ocular Oncology and
Pathology. 2017;4(3):186-190.
20. Noor NA, Anggraini N, Mutmainah, Aman RA. Transcranial supraorbital
approach for tumor removal of spheno-orbital meningioma with favorable
clinical outcomes. Ophthalmol Ina. 2016; 42(2): 113-118.
21. Japardi I. Buku teks komprehensif Meningioma. Medan: Bhuana ilmu
popular. 2015: 587.
22. Dallan I, Franceschini SS, Zanoni MT, Notaris MD, Fiacchini G, Fiorini FR,
Battaglia P, Locatelli D, Castelnuovo L. Endoscopic transorbital superior
eyelid approach for the management of selected spheno-orbital meningiomas:
preliminary experience. Operative Neurosurgery. 2018;14(3):243-251.
23. Marwahaa G, Macklis R, Singh A. Radiation therapy: orbital tumors.
Developments in Ophthalmology. 2013; 54(5): 94-101.
24. Adegbite AB, Khan MI, Paine KW, et al. The recurrence of intracranial
meningiomas after surgical treatment. J Neurosurg 1983;58:51-56.
25. Bonnal J, Thibaut A, Brotchi J, et al. Invading meningiomas of the sphenoid
ridge. J Neurosurg 1980;53:587-599.
26. Mirimanoff RO, Dosoretz DE, Linggood RM, et al. Analysis of recurrence
and progression following neurosurgical resection. J-Neurosurg
1985;62:1824.
27. Maroon JC, Kennerdell JS, Vidovich DVAbla A, Sternau L. Recurrent
spheno-orbital meningioma. J Neurosurg 1994;80:202-208.

15

Anda mungkin juga menyukai