Anda di halaman 1dari 9

Laporan Kasus

TUMOR NERVUS OPTIKUS

Oleh:
Reza Ariandes Sahputra
0508110984

Pembimbing
dr. Nofri Sp.M

Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan Mata


RSUD Arifin Achmad/ Fakultas Kedokteran
Universitas Riau
2010
TINJAUAN PUSTAKA

Tumor nervus optikus merupakan suatu tumor yang mengenai nervus optikus yang
dapat berupa tumor pada selubung nervus atau pada nervus itu sendiri. Tumor nervus optikus
memang jarang yang bersifat ganas, namun angka morbiditas yang disebabkan oleh tumor
tersebut sangat tinggi karena mengenai indra penglihatan manusia yang sangat diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari. Morbiditas utama yang disebabkan oleh tumor ini antara lain
adalah hilangnya kemampuan penglihatan bilateral atau bilateral dan juga terjadinya
penonjolan bola mata keluar (proptosis) yang sangat mengganggu.
Tumor nervus yang akan dibahas adalah glioma dan meningioma. Secara klinis
gejala klinis dari kedua jenis tumor nervus optikus ini mempunyai gejala yang sama. Namun
secara epidemiologi, patofisiologi dan prognosa mempunya beberapa perbedaan.
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah pengetahuan
penulis tentang tumor nervus optikus.

2. Glioma nervus optikus


Glioma nervus optikus merupakan tumor tersering pada selubung nervus optikus.
Selain menyebabkan penurunan kemampuan penglihatan, tumor ini juga memberikan efek
lain seiring dengan membesarnya tumor. Glioma nervus optikus jinak biasanya terjadi pada
pasien anak-anak, sedangkan yang ganas terjadi pada orang dewasa yang bersifat fatal
walaupun di obati.
Pada anak-anak glioma merupakan 5% dari semua tumor otak anak, mempunyai onset
tertinggi pada usia 6 bulan sampai 10 tahun. Pada dewasa sangat jarang dan merupakan jenis
tumor astrocytoma, mempunyai onset pada usia 22 tahun hingga 79 tahun.
Tumor ini kebanyakan mempunyai sifat jinak. Tumor ini dapat menyebar ke
hipotalamus dan lobus temporal namun tidak pernah dilaporkan adanya metastasis. Prognosis
pada penyakit ini masih jelek berhubung dengan pengobatan yang belum adekuat pada saat
ini.

2.1 Gejala dan tanda pada anak

Tanda yang paling sering dikeluhkan pada anak adalah hilangnya kemampuan melihat
pada anak secara progresif. Gejala lain yang ditemukan adalah proptosis, gerakan involuntar
mata, gangguan selera makan dan tidur, gangguan neurologis seperti mual, muntah, nyeri
kepala dan dapat pula menyebabkan hidrocepalus akibat penyumbatan. Walaupun jarang,
glioma pada anak-anak dapat menyebabkan kematian.

2.2 Pemeriksaan pencitraan pada glioma nervus optikus

2.2.1 CT Scan
Pengunaan CT scan dalam mendiagnosa glioma sangat membantu, dimana CT scan
dapat mengambarkan pelebaran dari nervus optikus dengan karakteristik yang berkelok-
kelok. Pelebaran nervus optikus dapat berbentuk tubular, fusiform atau penebalan. Namun
jarang di temukan kalsifikasi.
Derajat kepercayaan pemeriksaan CT scan cukup tinggi namun jika terdapat
gambaran pelebaran yang sedikit berbeda dapat disalah-artikan sebagai meningioma atau
neuritis optikus, untuk hal ini diperlukan pemeriksaan MRI.

2.2.2 MRI

Pada pencitraan mengunakan MRI, glioma nervus optikus terlihat isointens dengan
korteks cerebri dan hipointense dengan white matter. Lesi terkadang bersifat hipointense
dengan lemak disekeliling orbita. Seperti gambar berikut:
Lesi pada pasien dewasa mungkin glioma dapat membesar ke orbita, intracanalicular, di
anterior kiasma optikum bahkan hingga ke belakang posterior kiasma optikum. Seperti
gambar berikut:
2.3 Pengobatan glioma nervus optikus
Tujuan dari pengobatan glioma nervus optikus untuk menghambat progresif dari
gangguan penglihatan atau pertumbuhan tumor. Pengobatan dapat dilakukan melalui
pembedahan, kemoterapi dan radioterapi. Terapi di mulai setelah terdapat hasil yang
mengarah ke proses tumor dari gejala klinis, pemeriksaan dan pencitraan penunjang seperti
CT scan atau MRI. Pada umumnya terapi tidak dapat memperbaiki kemampuan penglihatan
tetapi sangat membantu dalam pengurangan ukuran tumor atau menghentikan pertumbuhan
tumor tersebut.
Radioterapi merupakan terapi pilihan untuk anak-anak 6-15 tahun. Pengobatan
dengan radioterapi mempunyai efek samping diantaranya mental retardasi, endocrinopati dan
gangguan cerebrovaskular. Kemoterapi merupakan pilihan pertama pada usia dibawah 6
tahun atau diatas 15 tahun, namun apabila kemoterapi gagal maka digunakan radioterapi.

3. Meningioma
Meningioma pada nervus opticus adalah tumor jinak yang tumbuh pada jaringan
pembungkus nervus optikus, Tumor ini terdapat 10-30% dari semua meningioma orbita,
dimana umumnya merupakan perluasan langsung dari meningioma intracranial.
3.1. Epidemiologi
Meningioma diperkirakan 13-19% dari semua tumor intracranial. Meningioma
nervus optikus tercatat merupakan tumor terbanyak ketiga pada nervus optikus, berbeda
dengan glioma nervus optikus, meningioma nervus optikus biasanya terjadi pada usia dewasa
(rata-rata usia 40 tahun). Pada 25% meningioma yang terdapat pada anak merupakan suatu
bentuk tumor yang lebih agresif. Seperti pada meningioma pada umumnya, angka kejadian
pada wanita lebih banyak.
Pada pasien meningioma nervus optikus surival rate pasien 5 tahun berkisar 87%
dan survival rate 10 tahunnya berkisar 58% .

3.2. Manifestasi Klinik


Terdapat beberapa manifestasi klinik pada meningioma, diantaranya:
1. Kehilangan penglihatan
Kehilangan penglihatan terjadi kurang lebih 95% dari seluruh kasus, tidak diawali oleh
nyeri dan bersifat progresif, kambuh selama kehamilan.
2. Proptosis
Terdapat pada 60-90 kasus, gejala bertambah sesuai dengan bertambahnya ukuran tumor,
dan dapat disertai hiperostosis.
Hampir semua tumor terdapat pada unilateral, terkecuali pada NF2 pasien yang
dapat terjadi bilateral. Pada tumor ini terjadi pertumbuhan sesuai jaras nervus optikus ke
posterior melintasi chiasma optikum dan berlanjut ke nervus kontralateralnya.
Pada beberapa manifestasi klinik dapat juga terjadi perbedaan, pada lesi
intracanalicular dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan walaupun tumor masih kecil
sehingga dapat di sangka sebuah neuritis optikus. Begitu pula pada pasien wanita paruh baya,
diagnosis mungkin lebih mengarah pada multiple sclesosis.

3.3. Patologi
Meningioma nervus optikus berasal dari sel lapisan araknoid pembungkus nervus
optikus didalam lapisan duramater. Pertumbuhan tumor tumbuh sesuai dengan kontur
durameter. Nervus optikus yang dilapisi lapisan ini mengalami atropi karena tertekan oleh
masa tumor. Secara histologi meningioma yang tersering merupakan meningothelial yang
bervariasi.
3.4. Pemeriksaan Radiologi
Meningioma nervus optikus secara radiologis mempunyai karakteristik sama dengan
meningioma pada umumnya. Vasiasi morpologi dari tumor tersebut Tubular 65%, exophytic
25% dan fusiform 10%.

3.4.1 CT Scan
Pada pencitraan tumor ini tidak digunakan kontras. Pada potongan axial atau obliq
sagital terdapat tumor yang hiperdence mengelilingi nervus optikus yang hipodence yang
disebut tram track sign. Pada tumor yang membesar pada rongga orbita akan mengakibatkan
pelebaran rongga atau pada keadaan lain disebut hyperostosis. CT scan dengan kontras
merupakan pencitraan terbaik untuk evaluasi meningioma nervus optikus. CT scan
yang digunakan sebaiknya mengunakan potongan tipis (1,5-3 mm) dan harus di
ambil dekat dengan pertumbuhan tumor. Tumor lebih bersifat fusiform dengan penipisan
nervus optikus. Pada CT scan sering ditemukan adanya hipeostosis dengan permukaan yang
irregular, dengan mengunakan kontras maka lapisan meningen yang tertupi oleh hiperostosis
akan lebih terlihat.
3.5 Pengobatan
Pengobatan meningioma nervus optikus ini dapat dilakukan beberapa terapi
diantaranya:
1. Radioterapi
Pengobatan dengan radioterapi mempunyai hasil yang baik terutama
terhadap perbaikan visual. Terapi radiasi konvensional ini bermanfaat bagi
meningioma yang agresif, ataupun juga bermanfaat dalam proses perencanaan
sebelum dilakukan pembedahan dengan harapan masa tumor akan mengecil sehingga
mempermudah pembedahan. Radioterapi juga bermanfaat dalam pengobatan post
pembedahan yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya rekurensi.
2. Kemoterapi
Pemberian kemoterapi meningioma diperuntukan bagi meningioma yang
telah di operasi, berulang atau sebelumna telah di operasi. Kemoterapi yang
digunakan adalah 5-flurooracil, folat dan levamisol atau kombinasi dari cisplatin intra
arteri dengan doxorubicin intravena. Kombinasi lain yang dianjurkan adalah
adriamisin dan dacarbazine atau ifosfamid dan mesna. Alpha interferon adalah
imunoterapi yang paling sering dianjurkan dan mempunyai toleransi yang baik, telah
terbukti memiliki efek penghambatan pertumbuhan in vitro.
3. Pembedahan
Sebelum melakukan tindakan pembedahan harus dilakukan uji berikut
 Tidak ada perkembangan penglihatan, yang di pantau adalah fungsi
penglihatan, test pupil, test buta warna, perimetri setiap 6-12 bulan dan MRI
tiap 1-2 tahun.
 Apabila keadaan memburuk mungkin perlu dilakukan radioterapi pada mata
pasien.
 Apabila mata telah buta dan tumor telah mengelilingi mata
 Apabila telah buta dan terdapat gejala yang mengganggu intracrainal, eksisi
tumor dan nervus. Komplikasi yang terjadi mungkin perdarahan pos operasi
dan kebocoran cairan cerebrospinal.
 Pemeriksaan neuro ofthalmologi perlu dilakukan dengan baik. Pemeriksaan
endocrine juga diperlukan karena telah dilaporkan 22% pasien dengan
meningioma pada basis cranii mengaai insufisiensi pitutiari.

Proses pembedahan meliputi proses penentuan daerah terluar tumor, proses


debulking tumor dan reconstruktif.

4. Diagnosis Banding
Dalam beberapa kasus Tumor nervus optikus sering di diagnosa sebagai neuritis
optikus, pseudotumor, lymphoma, hemangioma dan rabdomyosarcoma. Dimana penyakit
penyakit tersebut mempunyai beberapa gejala klinis yang menyerupai dengan tumor nervus
optikus. Untuk itu diperlukan suatu pencitraan menggunakan CT scan maupun MRI.

Anda mungkin juga menyukai