Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS

ABORTUS INKOMPLIT

Oleh : Karina Puspa Adwaita Kartika Juwita Kerlip Melati 0606028653 0606104113 0606028666

Narasumber : Dr. dr. Sri

Departemen Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Januari 2011

BAB I ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS

Data No. Rekam Medis Nama Usia Pekerjaan Penghasilan Alamat Agama Suku Pendidikan terakhir 127.34.19 Ny. F 25 tahun

Istri

Suami

Tn. A 31 tahun Pegawai negri

Ibu rumah tangga

Jl. Raya Penggilingan, Kampung Jembatan, Rt 06/014 Islam Betawi SMP Islam Jawa SMA

Pembiayaan kesehatan Masuk RS

: Umum : 15 Januari 2011 di IGD Kebidanan RS Persahabatan

ANAMNESIS (autoanamnesis, tanggal 15 Januari 2010, jam 09.00 WIB)

Keluhan utama Keluar darah dari kemaluan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) (dirujuk bidan dengan keterangan G2P1A0H1, hamil 7-8 minggu, dengan perdarahan pervaginam)

Riwayat penyakit sekarang Pasien mengaku hamil 2 bulan. Sudah tes urin pada tanggal 15 Desember 2010 dan hasilnya positif. Hari pertama haid terakhir 10 November 2010 (sesuai umur kehamilan 9 minggu). Sejak 1 hari yang lalu, keluar darah dari kemaluan, sedikit-sedikit. Pasien periksa ke bidan, kemudian dirujuk ke RS Persahabatan. Saat datang ke IGD, mengeluh darah masih keluar,

berwarna merah segar, bergumpal, sudah 3 kali ganti pembalut pagi ini. Menurut pasien tidak ada daging yang keluar. Mulas-mulas (+), nyeri perut hebat disangkal. Selama hamil ini, sudah 2 kali kontrol ke bidan dan dikatakan sehat. Belum pernah dilakukan pemeriksaan USG. Riwayat jatuh/terbentur, diurut, senggama dalam minggu-minggu terakhir disangkal. Keputihan selama hamil (+) sedikit, tidak gatal dan tidak berbau. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Selama hamil pasien hanya minum vitamin yang diberi oleh bidan.

Riwayat penyakit dahulu Hipertensi, diabetes melitus, jantung, asma/alergi disangkal

Riwayat penyakit keluarga Hipertensi, diabetes melitus, jantung, asma/alergi disangkal

Riwayat Menstruasi Menars pasien lupa (+ kelas 2 SMP), haid teratur setiap 30 hari, lamanya 5 hari, ganti pembalut 2-3 kali/hari, nyeri haid disangkal.

Riwayat Obstetri Pasien sudah memiliki 1 orang anak (G2P1A0H1). Saat ini anak pasien berusia 6 tahun. Anak I II Tahun Lahir 2004 Ini Jenis Kelamin Cara Lahir Berat Lahir Laki-laki Spontan 2800 gram Penolong Bidan

Riwayat pernikahan Pasien menikah 1 kali ketika berusia 19 tahun dengan suami pasien yang saat itu berusia 25 tahun.

Riwayat kontrasepsi KB suntik selama 4 tahun (pada tahun 2004-2008).

Riwayat sosial dan ekonomi

Pasien saat ini tinggal dengan suami dan anaknya. Pasien seorang ibu rumah tangga, dan suami pasien bekerja sebagai pegawai negeri. Biaya hidup sehari-hari diperoleh dari gaji yang didapat suami pasien. Pasien mengaku tidak pernah mengonsumsi alkohol maupun merokok.

PEMERIKSAAN FISIS (15 Januari 2011, 09.00 WIB)

Keadaan umum Keadaan umum Kesadaran Keadaan gizi Tinggi badan Berat badan Tekanan darah Nadi Pernapasan Tampak sakit ringan Kompos mentis Kesan baik 148 cm 52 kg 110/60 mmHg 100 kali/menit, isi cukup, teratur 24 kali/menit, kedalaman cukup, teratur, tidak tampak sesak Suhu 36,7o Celcius

Status generalis Kepala Mata THT Leher Dada Normosefal Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik Tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis KGB tidak teraba Simetris statis dan dimanis, tidak ditemukan retraksi

Jantung Paru Abdomen Ekstremitas

Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdapat murmur atau gallop Suara napas vesikuler (+)/(+), ronkhi (-)/(-), wheezing (-)/(-) Datar, lemas, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal, tidak teraba massa Akral hangat, tidak terdapat edema, CRT < 2 detik

Status ginekologi Inspeksi Inspekulo Vulva / uretra tenang Portio licin, livide, ostium terbuka, tampak jaringan di ostium, fluksus (+) Vaginal touche Bentuk dan ukuran korpus uteri lebih besar dari normal, sebesar telur bebek, parametrium lemas, massa adneksa (-).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ultrasonografi (USG) Uterus retrofleksi, membesar dengan diameter 10,2 cm x 6,5 cm, berisi massa hiper/hipoekoik berupa kantung gestasi (gestational sack) yang ireguler. Tidak tampak fetal echo. Cairan bebas di kavum douglas (-)

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Darah (15-1-2011) Hb Leukosit Eritrosit Trombosit Hematokrit MCV Hasil Nilai normal Satuan

9.8 14.730 4.70 369.000 29 62.3

12 14 5.000 10.000 4.0 5.0 150.000 400.000 37 43 82 92

g/dL /uL 10^6/mL /uL % fL

MCH MCHC GDS

20.9 33.4 79

27 31 32 36 <140

pg g/dL mg/dL

DIAGNOSIS KERJA Abortus inkomplit pada G2, 9 minggu

RENCANA DIAGNOSIS Observasi tanda vital Observasi perdarahan

TATA LAKSANA Evakuasi sisa konsepsi kuretase tajam

LAPORAN KURETASE (IGD kebidanan, 10.00 WIB) Pasien berbaring posisi litotomi dengan premedikasi SA + diazepam Asepsis dan antisepsis Kandung kemih dikosongkan Pasang spekulum atas dan bawah Pasang tenakulum arah pukul 11.00, spekulum atas dilepas Sondase + 9 cm, arah retrofleksi Dilakukan kuretase, perdarahan + 15 cc Perdarahan (-) Tindakan selesai Observasi 2 jam post kuret Obat: - co-amoxiclave 3 x 625 mg

- asam mefenamat 3 x 625 mg - methergin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Abortus

Pendahuluan Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan adalah perdarahan. Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan muda sering dikaitkan dengan kejadian abortus. Perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua, terutama setelah melewati trimester III disebut perdarahan antepartum.

Definisi Abortus didefinisikan sebagai ancaman/pengeluaran hasil konsepsi atau terminasi kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu1,2 (beberapa sumber lain memberi batasan 22 minggu3,4 atau 24minggu5) atau berat janin kurang dari 500 gram.

Etiologi Pada masa awal kehamilan, ekspulsi spontan dari ovum yang sudah dibuahi umumnya terjadi akibat terhentinya proses biologis pada embrio atau janin. Penyebab terhentinya proses biologis tersebut merupakan penyebab abortus pada kehamilan muda. Hal yang sebaliknya terjadi pada kehamilan lanjut, di mana pengeluaran bayi lebih banyak diakibatkan oleh faktor lingkungan atau eksternal sehingga saat dikeluarkan bayi-bayi tersebut masih dalam keadaan hidup. Penyebab abortus dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu penyebab fetal, penyebab maternal dan penyebab paternal. Faktor patologis dari pihak semua (paternal) ini walaupun berhubungan tetapi pengaruhnya sangat kecil terhadap kejadian abortus spontan.

1. Faktor fetal Delapan puluh persen kasus abortus spontan terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu, setengah di antaranya disebabkan oleh kelainan kromosom. Sembilan puluh lima persen kelainan kromosom pada abortus spontan disebabkan oleh kegagalan gametogenesis maternal

dan sisanya adalah kegagalan gametogenesis paternal. Abnormalitas dapaat dimulai dari pembelahan meiosis dari gamet, pesan ganda pada saat fertilisasi atau saat pembelahan dini mitosis. Keadaan abortus dengan kelainan kromosom ini disebut abortus aneuploid, misalnya trisomi autosom atau monosomi. Abortus spontan biasanya menunjukkan kelainan perkembangan zigot, embryo, fetus tahap awal, atau pada plasenta. Dari 1000 abortus spontan yang diteliti, ditemukan setengahnya menunjukkan tidak adanya embrio atau disebut blighted ovum. Kelainan morfologi pertumbuhan terjadi pada 40% abortus spontan sebelum usia gestasi 20 minggu. Setelah trimester pertama, tingkat abortus dan kelainan kromosom berkurang.

2. Faktor Maternal Selain cacat kromosom dari pihak ibu, abortus juga dapat terjadi akibat adanya gangguan kesehatan atau penyakit sistemik pada ibu.

a. Infeksi Berbagai macam infeksi dapat menyebabkan abortus pada manusia, tetapi hal ini tidak umum terjadi. Dari hasil penelitian, infeksi yang diduga memiliki kaitan dengan abortus spontan adalah Mycoplasma hominis, ureaplasma urealyticum, dan bakterial vaginosis. b. Gangguan nutrisi yang berat Defisiensi salah satu komponen nutrisi atau defisiensi sedang dari semua komponen nutrisi bukan merupakan penyebab penting pada abortus. c. Pacandu berat alkohol atau rokok Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko abortus. Risiko abortus meningkat 1,2-1,4 kali lebih besar untuk setiap 10 batang rokok yang dikonsumsi setiap hari. Abortus spontan berkaitan juga dengan konsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Tingkat aborsi spontan dua kali lebih tinggi pada wanita yang minum alkohol 2x/minggu dan tiga kali lebih tinggi pada wanita yang mengkonsumsi alkohol setiap hari. Dalam suatu penelitian didapatkan bahwa risiko abortus meningkat 1,3 kali untuk setiap gelas alkohol yang dikonsumsi setiap hari. Sementara itu, kafein dosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan abortus. Akan tetapi pada wanita yang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopi setiap hari menunjukkan tingkat abortus yang sedikit lebih tinggi. Pada yang mengkonsumsi lebih dari 5 cangkir setiap hari, risiko berhubungan dengan jumlah kopi yang dikonsumsi setiap hari.

Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang cukup. Akan tetapi, jumlah dosis yang dapat menyebabkan abortus pada manusia tidak diketahui secara pasti. Ketika alat kontrasepsi dalam rahim gagal mencegah kehamilan, risiko abortus, khususnya abortus septik meningkat. Sementara itu, kontrasepsi oral atau zat spermisidal tidak berkaitan dengan peningkatan risiko abortus. d. Penyakit kronis atau menahun Diabetes mellitus. Tingkat aborsi spontan dan malformasi kongenital major meningkat pada wanita dengan diabetes bergantung insulin. Risiko berkaitan dengan derajat kontrol metabolik pada trimester pertama Selain itu pada seliac prue juga dapat menyebabkan infertilitas pada suami atau istri dan abortus rekuren. e. Gangguan hormonal Terdapat hubungan antara defisiensi progesteron dan terjadinya abortus. Hormon progesteron sangat berperan pada pembentukan desidua. Gangguan pembentukan desiuda akan menganggu proses nutrisi embrio yang menyebabkan terhentinya proses biologiss sehingga terjadi abortus. Selain trofoblas, kelenjar tiroid berperan dalam memelihara kehamilan. Gangguan pada tiroid dapat mengakibatkan gangguan kehamilan normal. f. Gangguan imunologis Antibodi terhadap sperma pada segolongan wanita dapat mengakibatkan terjadinya gangguan kehamilan. Apabila kehamilan dapat terjadi maka risiko abortus sangat tinggi. Ketidaksesuaian golongan darah dapat menjadi penyebab abortus spontan. g. Trauma fisis Trauma mayor abdomen dapat menyebabkan abortus. h. Anomali uterus dan serviks Pada mioma yang besar dan multipel biasanya tidak menyebabkan abortus. Jika dihubungkan dengan abortus, yang menentukan bukanlah ukurannya tetapi lokasinya. Mioma submukosa lebih sering menyebabkan abortus daripada mioma intramural maupun mioma subserosa. Kelainan serviks yang berperan pada terjadinya abortus adalah inkompetensi serviks.

Patogenesis Sebelum terjadi ekspulsi embrio yang mati terlebih dahulu terjadi perdarahan ke desidua basalis dan nekrosis pada jaringan di lapisan atas perdarahan. Perlahan-lahan embrio akan

dilepaskan dari tempat implantasinya sehingga material ini dianggap sebagai benda asing dalam uterus. Uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkan embrio yang mati tersebut dari dalam kavum uteri.

Klasifikasi Abortus Spontan Tipe abortus antara lain: 1. Abortus spontan (keguguran atau spontaneus abortion/misscarriage) Abortus yang terjadi secara alamiah tanpa adanya upaya-upaya dari luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Derajat abortus spontan meliputi:

a. Abortus iminens (threatened abortion)

Sumber: Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 6 th Edition. London: Churchill-Livingstone, 2003. [e-book].

b. Abortus insipiens (inevitable abortion)

Sumber: Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 6 th Edition. London: Churchill-Livingstone, 2003. [e-book].

c. Abortus inkomplit (incomplete abortion)

Sumber: Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 6 th Edition. London: Churchill-Livingstone, 2003. [e-book].

d. Abortus komplit (complete abortion)

Sumber: DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, et al. Spontaneous Abortion. In: Current Diagnosis and Treatment in Obstetric and Gynecology. New York: McGraw-Hill, 2003. [e-book].

Retensi embrio mati (missed abortion) Istilah ini digunakan pada kegagalan uterus untuk mengeluarkan embrio lebih dari 8 minggu dihitung sejak kematian embrio tersebut. Karena sulit mengetahui saat pasti tentang matinya embrio, maka umumnya diambil patokan dari ketidaksesuaian ukuran uterus dengan usia kehamilan (dengan adanya selisih 8 minggu). Pada beberapa kasus, missed abortion dapat diekspulsi secara spontan. Bila usia kehamilan telah memasuki trimester kedua dan terjadi retensi janin mati, maka sering terjadi gangguan pembekuan darah, seperti perdarah dari gusi, hidung atau tempat terjadinya trauma. Gangguan pembekuan darah tersebut disebabkan oleh koagulopati konsumtif akibat retensi embrio mati dalam jangka waktu cukup lama.1-3,5

Abortus habitualis (recurrent abortus) Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Penyebab abortus harus dapat dikenali segera agar dapat dilakukan pengobatan yang sesuai. Bila

akibat cacat kromosom, lakukan upaya-upaya investigasi genetika dan upayakan perbaikan dengan metode yang tersedia. Bila disebabkan defisiensi hormonal, maka cari penyebab defisiensi dan pilih hormon substitusi yang sesuai. Bila hal ini disebabkan inkompetensi servikal, maka lakukan prosedur ligasi serviks dengan cara Shirodkar atau Mc Donald sebelum kehamilan berusia 12-14 minggu.1-3 2. Abortus buatan/diinduksi (induced abortion)1,2,3 Abortus yang terjadi akibat upaya-upaya tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan. Abortus buatan dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Abortus buatan terapeutik (abortus provokatus medisinalis) Aborsi yang dilakukan pada wanita hamil atas indikasi terapeutik atau medis. Umumnya indikasi tersebut berkaitan dengan ancaman keselamatan jiwa atau adanya gangguan kesehatan yang berat pada ibu (dekompensatio kordis, tuberkulosis paru berat, status asmatikus, diabetes mellitus tidak terkontrol, penyakit hati menahun, dan sebagainya). Pada beberapa negara, indikasi untuk melakukan abortus provokatus berkaitan dengan adanya kecatatan pada janin (misalnya talassemia, kelainan kromosom, sindrom Down, penyakit retardasi mental) atau dari cara terjadinya suatu kehamilan (akibat perkosaan, hubungan sedarah/incest).

Pada beberapa badan peradilan di luar negeri atau negara modern dikenal pula istilah terminasi kehamilan atas permintaan pasien (voluntary termination), yaitu abortus yang dilakukan atas permintaan pasien, baik akibat adanya risiko terhadap kesehatan ibu atau tekanan mental berat yang dialami ibu tersebut (misalnya kehamilan yang baru saja diketahui setelah terjadinya perceraian, sulit menentukan ayah dari janin yang dikandungnya, hamil bukan dengan pasangan yang sebenarnya atau pasangan tersebut tidak terikat dalam ikatan pernikahan yang sah). .

b. Abortus kriminalis (abortus provokatus kriminalis) Aborsi yang dilakukan secara sengaja (melalui kesepakatan antara pasien dan pelaku aborsi) dan bukan atas indikasi untuk menyelamatkan jiwa ibu, adanya kecacatan pada janin atau gangguan mental yang berat. 3. Abortus dengan risiko/abortus tidak aman (unsafe abortion)1,2,3

Terminasi kehamilan yang tidak diinginkan oleh wanita atau pasangannya melalui cara yang mempunyai risiko tinggi terhadap keselamatan jiwa wanita tersebut karena dilakukan oleh individu yang tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan cukup serta menggunakan peralatan yang tidak memenuhi persyaratan minimal bagi suatu tindakan medis.

Peralatan yang digunakan umumnya menggunakan banyak cemaran bahan berbahaya, baik mikroorganisme maupun bahan kaustik atau iritatif. Bila pasien selamat dari kematian, maka dapat terjadi cacat yang menetap atau gangguan organ serius. Bahanbahan tradisional yang digunakan di antaranya batang kayu, akar pohon, tangkai pohon yang memiliki getah iritatif, batang plastik yang dimasukkan ke dalam kavum uteri. Beberapa upaya lainnya yaitu dengan melakukan pemijatan langsung ke korpus uteri hingga terjadi memar pada dinding perut, kandung kemih, adneksa atau usus.

Hal ini merupakan tragedi fatal yang tersembunyi. Dalam periode 1 tahun, hampir 70.000 ibu meninggal akibat abortus yang tidak aman atau berisiko. Risiko ini amat dipengaruhi oleh ada tidaknya fasilitas kesehatan yang mampu memberikan pelayanan kesehatan maternal secara memadai. Beberapa kondisi (kemiskinan, keterbelakangan, dan sikap kurang peduli) menambah angka kejadian abortus yang tidak aman. WHO memperkirakan angka kematian yang berkaitan dengan abortus yang tidak aman cukup tinggi, paling tidak 20 juta per tahun. Hampir 90% abortus dengan risiko dilakukan di negara berkembang. Kematian akibat abortus dengan risiko di negara berkembang 15 kali lebih banyak daripada negara industri. Jika dibandingkan dengan negara yang sangat maju, angka tersebut meningkat menjadi 50 kali lebih banyak.

4. Abortus septik Abortus dengan komplikasi infeksi. Sepsis dapat terjadi akibat infeksi mikroorganisme dari saluran genital bawah setelah abortus spontan atau aborsi yang tidak aman. Sepsis biasanya terjadi bila hasil konsepsi masih tertinggal dan evakuasi ditunda. Sepsis merupakan komplikasi tersering dari abortus tidak aman yang berhubungan dengan instrumentasi.

Sumber: Mathai M, Sanghvi H, Guidotti RJ. Vaginal Bleeding in Early Pregnancy. In; Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A Guide for Midwives and Doctors. Geneva: WHO, 2007.

DIAGNOSIS Beberapa diagnosis banding obstetrik yang sering dipikirkan pada kasus perdarahan pada kehamilan muda ialah abortus, kehamilan ektopik terganggu (KET), dan kehamilan mola (mola hidatidosa).1,4,5

Sumber: Mathai M, Sanghvi H, Guidotti RJ. Vaginal Bleeding in Early Pregnancy. In; Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A Guide for Midwives and Doctors. Geneva: WHO, 2007.

Manifestasi Klinis pada Beberapa Derajat Abortus3 Diagnosis Abortus iminens Abortus insipiens Abortus inkomplit Abortus Perdarahan Sedikit hingga sedang Sedang hingga banyak Sedikit hingga banyak Sedikit atau Terbuka (lunak) Terbuka Serviks Tertutup Besar Uterus Sesuai dengan usia kehamilan Sesuai atau lebih kecil Lebih kecil dari usia kehamilan Kram, keluar jaringan, uterus lunak Sedikit/tidak ada kram, Gejala Lain Tes kehamilan (+), kram, uterus lunak Kram, uterus lunak

Lunak (terbuka Lebih kecil dari

komplit

tidak ada

atau tertutup)

usia kehamilan

keluar massa kehamilan, uterus kenyal

TATA LAKSANA Langkah pertama dari serangkaian penatalaksanaan abortus adalah penilaian kondisi klinis pasien. Penilaian ini masih berkaitan dengan upaya diagnosis dan memulai pertolongan awal kegawatdaruratan. Dengan langkah ini, dapat dikenali berbagai komplikasi yang dapat mengancam keselamatan pasien seperti syok, infeksi/sepsis, perdarahan hebat (masif) atau taruma intraabdomen. Melalui pengenalan ini, dapat diambil langkah untuk mengatasi komplikasi. Walaupun tanpa komplikasi, pada kasus abortus inkomplit dapat berubah menjadi ancaman apabila terapi definitif (evakuasi sisa konsepsi) tidak segera dilaksanakan. Oleh karena itu, penting seklai untuk membuat penilaian awal secara akurat (yang kemudian segera diikuti dengan tindakan pengobatan) atau (apabila ada indikasi) melakukan stabilisasi pasien.3,4

Tata laksana definitif abortus bergantung pada derajat abortus dan meliputi prosedur medikal dan surgikal.2,5 1. Abortus iminens Pada umumnya tidak memerlukan terapi medikamentosa.4 Beberapa sumber masih ada yang mengharuskan tirah baring selama 24-48 jam, sumber lain menyebutkan tidak perlu sampai tirah baring1,3 (ibu hanya dianjurkan untuk menghindari aktivitas fisik yang berat4,5). Pasien sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual untuk sementara. Bila perdarahan berhenti, pemantauan dilanjutkan saat perawatan antenatal guna menilai kembali jika terjadi perdarahan lagi. Bila perdarahan tidak berhenti, nilai kembali viabilitas fetal (tes kehamilan atau USG). Perdarahan persisten dengan ukuran uterus lebih besar dari perkiraan usia kehamilan mengindikasikan kehamilan kembar atau mola hidatidosa. Tidak dianjurkan untuk memberikan terapi hormon (seperti estrogen atau progestin) atau agen tokolitik (salbutamol atau indometasin) karena tidak dapat mencegah terjadinya keguguran.4

2. Abortus insipiens Bila usia kehamilan < 16 minggu, rencanakan untuk melakukan evakuasi isi uterus. Bila evakuasi tidak memungkinkan untuk segera dilakukan:

a. Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 g oral (dapat diulang sekali setelah 4 jam bila perlu). b. Rencanakan evakuasi hasil konsepsi dari uterus sesegera mungkin. Bila usia kehamilan > 16 minggu: a. Tunggu ekspulsi spontan dari hasil konsepsi, kemudian evakuasi isi uterus untuk membersihkan sisa-sisa konsepsi yang masih tertinggal. b. Jika memungkinkan, infus oksitosin 40 IU dalam 1 L cairan intravena (salin normal atau Ringers Lactate) dengan kecepatan 40 tetes per menit guna membantu terjadinya ekspulsi spontan hasil konsepsi. Setelah itu, melakukan pemantauan ketat terhadap kondisi ibu pasca tindakan.4

3. Abortus inkomplit Bila perdarahan ringan dan kehamilan < 16 minggu, dapat dilakukan pengeluaran hasil konsepsi yang terjepit pada serviks dengan jari atau ring (sponge) forcep. Bila perdarahan sedang-berat dan usia kehamilan < 16 minggu, dilakukan evakuasi hasil konsepsi dari uterus dengan: a. Aspirasi vakum manual merupakan metode yang lebih dianjurkan. Indikasi aspirasi vakum manual pada kasus abortus: abortus insipien atau inkomplit < 16 minggu4 (sumber lain menyebutkan batasan usia kehamilan < 12-14 minggu3) Menurut beberapa hasil penelitian, aspirasi vakum menunjukkan risiko komplikasi (perdarahan hebat, infeksi, trauma serviks, perforasi) yang lebih rendah dibandingkan kuret tajam. Di samping itu, prosedur ini tidak memerlukan anestesi umum dan memiliki efektivitas yang cukup baik (persentase evakuasi komplit rata-rata >98%).3 Metode kuretase tajam (dilatasi dan kuretase) hanya dilakukan bila aspirasi vakum manual tidak tersedia.4 b. Bila evakuasi tidak memungkinkan untuk segera dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit bila diperlukan) atau misoprostol 400 g oral (dapat diulang setelah 4 jam bila diperlukan). Bila kehamilan > 16 minggu: a. Infus oksitosin 40 IU dalam 1 L cairan intravena (saline normal atau Ringers Lactate) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai ekspulsi hasil konsepsi terjadi.

b. Bila perlu, dapat diberikan misoprostol 200 g per vaginam tiap 4 jam hingga terjadi ekspulsi, dosis total tidak lebih dari 800 g. c. Mengevakuasi sisa hasil konsepsi yang tersisa dari uterus. Setelah itu, melakukan pemantauan ketat terhadap kondisi ibu pasca tindakan.4

4. Abortus komplit Evakuasi hasil konsepsi dari uterus umumnya tidak diperlukan. Lakukan pemantauan pada perdarahan yang berat.4

Prosedur Surgikal Terapi Definitif Abortus Inkomplit 1. Kuretase Digital

Sumber: Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 6 th Edition. London: Churchill-Livingstone, 2003. [e-book].

2. Kuretase Tajam (Dilatasi dan Kuretase)

Sumber: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL (Editors). Abortion. In: Williams Obstetrics, 23 rd Edition. New York: McGraw-Hill, 2010. [e-book].

Sumber: Mathai M, Sanghvi H, Guidotti RJ. Vaginal Bleeding in Early Pregnancy. In; Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A Guide for Midwives and Doctors. Geneva: WHO, 2007.

3. Aspirasi Vakum Manual (Manual Vacum Aspiration atau AVM)

Sumber: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL (Editors). Abortion. In: Williams Obstetrics, 23 rd Edition. New York: McGraw-Hill, 2010. [e-book].

Sumber: Mathai M, Sanghvi H, Guidotti RJ. Vaginal Bleeding in Early Pregnancy. In; Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A Guide for Midwives and Doctors. Geneva: WHO, 2007.

Langkah Evakuasi dan Penatalaksanaan Pasien dengan Abortus Inkomplit3


Penampilan Wanita usia reproduksi: Terlambat haid Perdarahan Kram dan nyeri perut bawah Keluar massa kehamilan Demam, menggigil Langkah Awal Nilai tanda syok Nadi cepat lemah Hipotensi Pucat, berkeringat Gelisah, apatis, tidak sadar Temperatur > 38 oC Bila ditemukan tanda syok, seera dilakukan stabilisasi (penatalaksanaan syok) Setelah syok teratasi, lanjutkan evaluasi klinis

Evaluasi Klinis

Riwayat Medik: Lamanya tidak datang haid (HPHT dan dugaan usia kehamilan), perdarahan per vaginam (lama dan jumlahnya), spasme atau kram (lama dan intensitasnya) lama dan intensitas kram, kontrasepsi yang digunakan (AKDR, implant, pil, suntik), nyeri perut/punggung (dugaan trauma intraabdomen), jaringan yang keluar (massa kehamilan), alergi obat, gangguan pembekuan darah/perdarahan, minum jamu atau bahan berbahaya lainnya, kondisi kesehatan lain Pemeriksaan Fisik: Tanda vital (nadi, pernapasan, tekanan darah suhu), keadaan umum (kedaan gizi, anemia, kelemahan), pemeriksaan jantung, paru, abdomen (cembung, tegang, nyeri tekan/peritonitis lokal, lokasi dan intensitas nyeri, nyeri lepas, timor, bising usus), ekstremitas, tanda-tanda gangguan sistemik (sepsis, perdarahan intraabdomen) Pemeriksaan panggul: Bersihkan bekuan darah dan massa kehamilan dari lumen vagina dan ostium serviks, perhatikan adanya sekret yang berbau, sifat dan jumlah perdarahan, pembukaan serviks (derajat abortus), trauma vagina/serviks, pus, nyeri goyang serviks, besar (disesuaikan dengan HPHT)/arah/konsistensi uterus, nyeri tekan parametrium, nyeri pada organ genitalia dalam lainnya (lokasi, intensitas), tumor pelvik,dinding perut tegang Lain-lain: Bersihkan massa kehamilan, konfirmasi Rh negatif, pemberian tetanus toksoid

Penatalaksanaan

Perdarahan ringan hingga sedang - Kain pembalut tidak basah setelah 5 menit - Darah segar tanpa bekuan - Darah campur lendir Lakukan AVM/kuretase tajam

Perdarahan hebat - Jumlah banyak - Darah segar dengan atau tanpa bekuan - Handuk atau pakaian segera basah oleh darah - Pucat Bila komplikasi teratasi dan pasien stabil, lakukan AVM/kuretase tajam Bila tidak, rujuk

Trauma Intraabdomen - Perut kembung - Bising usus melemah - Dinding perut tegang - Nyeri lepas - Mual, muntah - Nyeri punggung - Demam - Nyeri perut, kram Pertimbangkan untuk tindakan atau dirujuk

Infeksi/Sepsis - Demam, menggigil - Sekret berbau - Riwayat abortus provokatus - Nyeri perut - Perdarahan lama - Gejala seperti infuenza Pertimbangkan untuk tindakan atau dirujuk

BAB III PEMBAHASAN KASUS

Pasien datang dengan keluhan utama adanya perdarahan. Sebelum mencari tahu penyebab perdarahan yang terjadi pada pasien, penting diketahui, apakah pasien sedang dalam kondisi hamil atau tidak. Pasien mengaku hamil 2 bulan. Sudah tes urin pada tanggal 15 Desember 2010 dan hasilnya positif. Dari data tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa pasien saat ini sedang dalam kondisi hamil. Hari pertama haid terakhir pasien adalah 10 November 2010, sehingga berdasarkan perhitungan, pasien saat ini sedang hamil 9 minggu. Setelah memastikan bahwa pasien benar hamil, baru dilakukan anamnesis yang lebih terperinci mengenai perdarahan yang dikeluhkan pasien. Perdarahan dari kemaluan seperti yang dikeluhkan oleh pasien secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 berdasarkan sumber perdarahannya, yaitu berasal dari genitalia eksterna (vulva, OUE), atau dari genitalia interna (vagina, serviks, uterus, dsb), yang umumnya dapat diketahui dari pemeriksaan fisik. Pada kasus ini, pemeriksa lebih cenderung mengarahkan kepada perdarahan yang bersumber dari genitalia interna, karena merupakan penyebab perdarahan yang lebih berat dan seringkali dapat mengancam nyawa. Perdarahan genitalia interna pada kehamilan muda (kurang dari 28 minggu) setidaknya memiliki 3 penyebab yang cukup sering ditemukan, yaitu abortus, kehamilan ektopik, dan penyakit trofoblas jinak (mola hidatidosa). Sejak 1 hari yang lalu, keluar darah dari kemaluan, sedikit-sedikit. Saat datang ke IGD, mengeluh darah masih keluar, berwarna merah segar, bergumpal, sudah 3 kali ganti pembalut pagi ini. Menandakan perdarahan masih terus berlangsung, dan dicurigai cukup masif karena pasien sampai harus berganti-ganti pembalut. Riwayat jatuh/terbentur, diurut, senggama dalam minggu-minggu terakhir disangkal. Keputihan selama hamil (+) sedikit, tidak gatal dan tidak berbau. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Ditanyakan adanya riwayat jatuh/terbentur, diurut, dan senggama untuk menyingkirkan adanya trauma sebagai penyebab perdarahan. Tidak ditemukannya tiwayat keputihan yang gatal dan bebau, serta kelainan BAK dapat digunakan untuk menyingkirkan adanya infeksi saluran kemih (ISK). Selama hamil pasien hanya minum vitamin yang diberi oleh bidan, menunjukkan bahwa perdarahan saat ini kemungkinan tidak berhubungan dengan obat yang dikonsumsi pasien. Menurut pasien tidak ada daging yang keluar. Mulas-mulas (+), nyeri perut hebat disangkal. Adanya

mulas-mulas

dan

tidak

ditemukannya

daging

yang

keluar,

menunjukkan

masih

memungkinkannya diagnosis abortus insipiens. Sedangkan tidak adanya nyeri perut hebat, dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Jadi dari anamnesis, dapat disimpulkan kemungkinan diagnosis pada pasien adalah abortus (insipiens), kehamilan ektopik, atau mola hidatidosa.

Pasien datang dengan keadaan umum kompos mentis tampak sakit sedang, dan hemodinamik stabil. Dari pemeriksaan fisik generalis dapat disimpulkan seluruh sistem berada dalam keadaan normal. Dari pemeriksaan fisik status ginekologi inspeksi, ditemukan vulva/uretra dalam keadaan tenang, artinya kemungkinan perdarahan yang berasal dari genitalian eksterna sudah dapat disingkirkan. Sedangkan dari pemeriksaan inspekulum didapatkan portio livide yang merupakan salah satu tandap pasti kehamilan, yaitu tanda Chadwick. Selain itu tampak adanya jaringan di ostium, sehingga kemungkinan diagnosis abortus insipiens dapat diubah menjadi abortus inkomplit. Dari pemeriksaan vaginal touch didapatkan ukuran korpus uteri sebesar telur bebek, yang menunjukkan bahwa besar uterus saat ini kurang lebih sesuai dengan usia kehamilan pasien. Dengan demikian kemungkinan diagnosis mola hidatidosa dapat disingkirkan, di mana pada mola hidatidosa umumnya ukuran korpus uteri lebih besar dibanding usia kehamilan. Selain itu dari VT didapatkan parametrium yang lemas, dan tidak ditemukannya massa adneksa maupun nyeri goyang portio, sehingga kemungkinan diagnosis kehamilan ektopik juga dapat disingkirkan.

Untuk memastikan diagnosis abortus pada pasien, dilakukan pemeriksaan USG transvagina. Didapatkan ukuran uterus yang lebih besar dari normal, berisi massa hiper/hipoekoik berupa kantung gestasi (gestational sack) yang irregular, namun tidak didapatkan adanya bayangan janin (fetal echo). Hal ini dapat ditemukan pada kematian mudigah (abortus) maupun blighted ovum. Pada abortus, adanya GS menunjukkan bahwa masih ada jaringan yang tertinggal di dalam kavum kuterus, sehingga jenis abortus yang paling memungkinkan adalah abortus inkomplit. Dari USG tidak ditemukan adanya cairan bebas di kavum douglas, sehingga diagnosis kehamilan ektopik dapat disingkirkan. Selain itu dari USG juga tidak didapatkan adanya gambaran menyerupai gelembung yang merupakah gambaran yang khas ditemukan pada mola hidatidosa, sehingga diagnosis mola hidatidosa dapat disingkirkan.

Setelah didiagnosis abortus inkomplit pada kehamilan kedua dengan usia kehamilan 9 minggu, penting untuk segera dilakukan evakuasi sisa konsepsi untuk menghentikan

perdarahan yang berlangsung. Metode evakuasi yang dapat dipilih ada 2 macam, yaitu aspirasi vakum manual (AVM), atau dengan kuretase tajam. Karena tidak adanya fasilitas AVM, kuretase tajam dapat dijadikan pilihan untuk melakukan evakuasi sisa konsepsi.

Setelah pasien selesai menjalani kuretase, diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah kemungkinan timbulnya infeksi, asam mefenamat sebagai antiinflamasi dan penghilang nyeri (analgesik), dan methergin untuk mengembalikan kontraksi uterus, selain untuk mengembalikan uterus ke ukuran semula, juga untuk menghentikan perdarahan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Affandi B, Adriaanz G, Widohariadi, dkk. Paket Pelatihan Klinik: Asuhan Pasca Keguguran, Edisi Kedua. Jakarta: JNPK-KR/POGI, 2002. Hal. 2-1 s.d. 2-9; 4-1 s.d. 4-13. 2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL (Editors). Abortion. In: Williams Obstetrics, 23 rd Edition. New York: McGraw-Hill, 2010. [e-book]. 3. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, et al. Spontaneous Abortion. In: Current Diagnosis and Treatment in Obstetric and Gynecology. New York: McGraw-Hill, 2003. [e-book]. 4. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH (Editor). Dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2010. Hal. 460-74. 5. Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 6th Edition. London: Churchill-Livingstone, 2003. [e-book]. 6. Mathai M, Sanghvi H, Guidotti RJ. Vaginal Bleeding in Early Pregnancy. In; Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A Guide for Midwives and Doctors. Geneva: WHO, 2007. p. S-7 s.d S-17.

Anda mungkin juga menyukai