Anda di halaman 1dari 895

DR. WIDYA | DR. YOLINA | DR. RETNO | DR.

ORYZA
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA

OFFICE ADDRESS:

Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan Medan :


(belakang pasaraya manggarai) Jl. Setiabudi no. 65 G, medan P
phone number : 021 8317064 Hone number : 061 8229229
pin BB 5a999b9f/293868a2 Pin BB : 24BF7CD2
WA 081380385694/081314412212 Www.Optimaprep.Com
1. PPOK dengan Hipertensi
• Pasien, 58 tahun, sesak napas, batuk, riwayat
merokok lama, paru hipersonor, CXR
hiperlusen  PPOK (emfisema)
• Tekanan darah 160/100 mmHg: Ht grade 2
• Obat yang kontraindikasi adalah propranolol
(beta blocker)  bronkokonstriktor
Harrison’s principles of internal
Hipertensi medicine. 19th ed. 2015.
2. Tuberkulosis
OAT kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3 
– Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
– Pasien TB paru terdiagnosis klinis
– Pasien TB ekstra paru

Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3) 


– Pasien kambuh
– Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT
kategori 1 sebelumnya
– Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat
(lost to follow-up)

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


2. Kombinasi Dosis Tetap untuk
Pengobatan TB

http://www.hukor.depkes.go.id/: KMK No 364 tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkolosis (TB)


Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


3. Fungsi
Aldosteron
3. Aldosteron
4. GERD
GERD
• Management:
– Lifestyle modifications:
1. Avoidance of foods that reduce LES pressure, making them
“refluxogenic” (these commonly include fatty foods,
alcohol, spearmint, peppermint, tomato-based foods, and
possibly coffee and tea);
2. Avoidance of acidic foods that are inherently irritating;
3. Adoption of behaviors to minimize reflux and/or
heartburn.
– Drug:
• PPI are more efficacious than histamine receptor antagonists 2

Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed. 2015.


4. GERD
• Saran pola makan pada GERD:
– Porsi makan dikurangi, frekuensi ditingkatkan
– Jangan berbaring setelah makan, tunggu 2-3 jam
– Coklat, mint, & alkohol merelaksasikan sfingter
esofagus bawah  memperburuk dispepsia
– Makanan pedas, asa, & kopi memperburuk
dispepsia pada sebgian orang. Hindari jika gejala
menimbulkan gejala.
5. Pradiabetes
5. Diabetes Mellitus
• Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria
normal atau DM digolongkan ke dalam
prediabetes (TGT & GDPT):
– Glukosa darah puasa terganggu (GDPT):
• GDP 100-125 mg/dL, dan
• TTGO-2 jam <140 mg/dL
– Toleransi glukosa terganggu (TGT):
• Glukosa darah TTGO-2 jam 140-199 mg/dL, dan
• Glukosa puasa <100 mg/dL
– Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
– Diagnosis prediabetes berdasarkan HbA1C: 5,7-6,4%

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


5. Pradiabetes

American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes—2016. Diabetes Care. 2016;39(suppl 1):S1-S106.
6. AV Block
Algoritme
Bradikardi
7. Sindrom Koroner Akut
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
7. ACS
7. ACS
8. HIV/AIDS
8. HIV/AIDS
Terapi HIV
• NRTI/Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor:
– Zidovudine, stavudine, lamivudine, emtricitabine, entecavir.
– Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor: tenofovir, adefovir

• NNRTI/Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor:


– efavirenz, nevirapin, delavirdin

• Panduan WHO 2013, merekomendasikan tenofovir +


lamivudin/emtricitabin + efavirenz sebagai pilihan
memulai terapi.
Guidelines HIV WHO (2013)

• Pedoman terbaru 2013 merekomendasikan terapi ARV


jika CD4 <500 sel/mm3
Guidelines
WHO 2015
• Semua CD4
diberikan
terapi pada
pedoman
terbaru
• Indonesia
masih belum
feasible
untuk
menerapkan
pedoman ini
Perbandingan Pedoman Terapi HIV
Konsensus HIV WHO 2013 WHO 2015
2011
Stadium klinis 1 Jika CD 4 <350 Jika CD4 < 500, Semua CD4,
dan 2 prioritas < 350 prioritas < 350
Stadium klinis 3 Semua CD4 Semua CD4 Semua CD4 dan
dan 4 prioritas
TB Semua CD4 Semua CD4 Semua CD4
Hepatitis B Semua CD4 Jika CD4<500 Semua CD4 pada
kecuali terdapat penyakit hati berat
penyakit hati
kronik berat
8. HIV/AIDS

• TDF: tenofovir, AZT: zidovudin, 3TC: lamivudin, EFV: efavirenz,


NVP: nevirapine, ABC: abacavir, LPV/r: lopinavir/ritonavir
9. Gout

(Am J Gastroenterol 2008;103:2908–2918)


10. Asites
• Akumulasi cairan
pada rongga
abdomen
• Normal pada wanita
sekitar 20cc, pada
pria normal hanya
sedikit atau tidak ada
• 75% asites
disebabkan karena
hipertensi porta pada
sirosis
10. Asites
10. Asites
• Tatalaksana asites:
– Batasi asupan natrium (1-2 g/hari)
– Diuretik
• spironolakton + furosemid (5:2, misal 100 mg & 40 mg)
– Jika refrakter
• lakukan parasentesis terapeutik
– Suplementasi albumin 5 gram setiap liter cairan
peritoneum yang diambil
• untuk mencegah komplikasi akibat paracentesis seperti
imbalans elektrolit dan peningkatan serum kreatinin sekunder
karena perubahan volum intravaskular
– Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS)
• teknik intervensi radiologis untuk mengurangi tekanan porta
dan efektif pada pasien dengan asites resisten diuretik
11. JNC VIII
Angiotensin

Ritter JM. Br J Clin Pharmacol. 2011; 71(3): 313-5


Combination ACE-i and ARB
• ONTARGET trial  no benefit of primary study
endpoint (cardiovascular death, myocardial
infarction, stroke, and hospitalization of heart
failure), more symptoms attributable to
hypotension, increase decline in renal function,
increase need for dialysis.
• Pfeffer et al  increase in adverse events and
no survival benefit in patient with combination
therapy
Concomitant use of ACE-inhibitor and anigiotensin receptor blocker
should be avoided  could cause further renal damage
Ritter JM. Br J Clin Pharmacol. 2011; 71(3): 313-5
Hipertensi

Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed. 2015.


Hipertensi
STEMI ACC/AHA 2007 guideline 2007, target tekanan darah untuk
pencegahan sekunder: <140/90 mmHg atau < 130/80 mmHg bila DM/CKD
Hipertensi

The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
12. Gagal Jantung Kongestif
12. Gagal Jantung Kongestif
• Adanya 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor
• Kriteria minor dapat diterima bila tidak
disebabkan oleh kondisi medis lain seperti
hipertensi pulmonal, penyakit paru kronik,
asites, atau sindrom nefrotik
• Kriteria Framingham Heart Study 100% sensitif
dan 78% spesifik untuk mendiagnosis
Sources: Heart Failure. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition.
Archives of Family Medicine 1999.
12. Gagal Jantung

• Contoh aktivitas fisik biasa: berjalan cepat, naik tangga 2 lantai


• Contoh aktivitas fisik ringan: berjalan 20-100 m, naik tangga 1 lantai
Pathobiology of Human Disease: A Dynamic Encyclopedia of Disease Mechanisms
12. Tata Laksana CHF

Sources: Heart Failure. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition.


13. Digoksin

• Efek digoxin:
– Menghambat Na+/K+ ATPase  Na intrasel meningkat  Ekstrusi Ca
menurun  Ca intrasel tinggi  Kontraktilitas meningkat
– Meningkatkan tonus vagal

Lippincott Illustrated Reviews: Pharmacology Sixth Edition


14. Penyakit Jantung Reumatik
• Terdapat periode laten sekitar 3 minggu (1-
5 minggu) antara infeksi strptokokus beta
hemolitikus grup A dengan timbulnya
gejala demam reumatik akut.

• Chorea & indolent karditis (awitan lambat,


gejala minimal) dapat baru timbul setelah
6 bulan.

• Gejala tersering: poliartritis (60–75%) &


karditis (50–60%).

• Prevalens chorea bervariasi antar populasi


(<2 sampai 30%).

• Eritema marginatum & nodul subkutan


sangat jarang, <5% of cases.

Lilly. Pathophysiology of heart disease.


Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed.
14. Penyakit Jantung Reumatik
• Hingga 60% pasien demam reumatik akut berlanjut
menjadi penyakit jantung reumatik.
• Endokardium, perikardium, atau myokardium dapat
terkena.

• Tanda utama karditis reumatik adalah kerusakan


katup jantung. Katup mitral hampir selalu terkena,
kadang bersama karup aorta.

• Atrial fibrilasi ditemukan pada 29% pasien dengan


stenosis mitral saja & 16% pasien dengan regurgitasi
mitral saja, hanya 1% pada gangguan katup aorta.
Lilly. Pathophysiology of heart disease.
Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed.
14. Hipersensitivitas
15. Penyakit Ginjal
16. Tuberkulosis
16. Tuberkulosis
• Tindak lanjut drug induced hepatitis pada terapi TB:
1. Pemberian semua OAT yang bersifat hepatotoksik harus
dihentikan.
• Pengobatan yang diberikan Streptomisin dan Etambutol sambil
menunggu fungsi hati membaik
• Bila fungsi hati normal atau mendekati normal, berikan Rifampisin
dengan dosis bertahap, selanjutnya INH secara bertahap.
2. Menghentikan pengobatan dengan OAT sampai hasil
pemeriksaan fungsi hati kembali normal dan keluhan (mual,
sakit perut dsb.) telah hilang sebelum memulai pengobatan
kembali.
3. Apabila tidak bisa melakukan pemeriksaan fungsi hati,
dianjurkan untuk menunggu sampai 2 minggu setelah ikterus
atau mual dan lemas serta pemeriksaan palpasi hati sudah tidak
teraba sebelum memulai kembali pengobatan.
16. Tuberkulosis
Setelah gangguan fungsi hati teratasi, OAT dapat dimulai kembali satu
persatu.

• Jika gangguan hati kembali muncul, OAT yang ditambahkan


terakhir harus dihentikan.

• Beberapa anjuran untuk memulai pengobatan dengan


rifampisin.

• Setelah 3-7 hari, Isoniazid dapat ditambahkan.

• Pada pasien yang pernah mengalami ikterus akan tetapi dapat


menerima kembali pengobatan dengan H dan R, sangat
dianjurkan untuk menghindari penggunaan Pirazinamid.
17. HEPATOMA/ HEPATOCELLULAR CARCINOMA

• Keganasan hati, terutama berhubungan dengan


hepatitis B dan hepatitis C.
• Seringkali tidak bergejala. Gejala baru timbul di
tahap lanjut, seperti:
– Perut makin membesar
– Nyeri abdomen kanan atas
– Ikterik
– Mudah kenyang
– Penurunan berat badan
– Teraba massa di abdomen kanan atas
17. Hepatoma
• Faktor Risiko: infeksi hepatitis kronis,
aflatoksin, sirosis

• Gejala
– ↑ɑ-fetoprotein pada > 50% kasus
– Hati teraba keras, bisa terdapat nodul
– Adanya bruit atau friction rub pada perabaan hati

Current diagnosis & treatment in gastroenterology.


Penegakan Diagnosis Hepatoma
CT Scan/ MRI abdomen Alpha-feto protein (AFP)
• Pemeriksaan penunjang inisial • Merupakan tumor marker
untuk mengetahui adanya untuk hepatoma.
massa/ nodul di hepar. • Dapat false positive pada
kehamilan dan tumor lain yang
Biopsi berasal dari gonad.
• Merupakan gold standar • Digunakan sebagai skrining.
penegakan diagnosis.
• Dilakukan terutama bila USG
didapatkan nodul >2 cm • Dapat digunakan untuk
skrining mengetahui apakah
ada nodul di hepar
• Kombinasi USG dan AFP
memberikan spesifitas yang
tinggi untuk diagnosis
hepatoma.
17. Hepatoma
18. Pielonefritis Akut
• Trias gejala pielonefritis: demam, nyeri ketok CVA, mual/
muntah.

• Pemeriksaan penunjang:
– Urinalisis: didapatkan pyuria (>5-10 leukosit/LPB, aatau
didapatkan esterase leukosit yang positif.
– Pemeriksaan radiologi umumnya tidak dibutuhkan untuk
menegakka diagnosis, kecuali pada gejala yang tidak khas, atau
pada pasien yang tidak respons terhadap terapi.

• Tatalaksana adalah antibiotik. DOC: fluoroquinolones,


cephalosporins, penicillins, extended-spectrum penicillins,
carbapenems, atau aminoglycosides.
18. Pielonefritis akut
Pielonefritis
• Indikasi rawat inap:
– Tidak bisa menjaga
hidrasi oral & minum
obat,
– Keadaan sosial atau
komplians yang tidak
pasti atau komplians,
– Diagnosis belum pasti,
– Demam tinggi, nyeri
yang berat, & debilitatif.

Comprehensive clinical nephrology. 5th ed. 2015


Pielonefritis

• Untuk pasien dengan respons yang cepat (demam & gejala hilang di awal terapi),
terapi dapat dibatasi selama 7 hari.
• Pada beberapa penelitian pemberian golongan β-lactam kurang dari 14 hari
berkaitan dengan angka kegagalan yang tinggi.
• Satu penelitian menunjukkan keunggulan siprofloksasin selama 7 hari
dibandingkan TMP-SMX selama 14 hari.

Comprehensive clinical nephrology. 5th ed. 2015


Parenteral untuk pasien indikasi rawat inap

Pielonefritis
• Jika Gram negatif 
Ceftriaxone

• Jika kemungkinan enterococci


 ampicillin plus gentamicin,
ampicillin-sulbactam, and
piperacillin-tazobactam

• Jika prevalensi kuman resisten


TMP-SMX tinggi, maka jangan
digunakan sebagai terapi
empirik.

• Terapi parenteral dapat


diswitch menjadi terapi oral
setelah 24-48 jam bebas
demam (Sanford guide).

Comprehensive clinical nephrology. 5th ed. 2015


19. Hepatitis Virus
Keterangan:
• Qselama
20. Diabetes Mellitus
• Kriteria diagnosis DM:
1. Glukosa darah puasa ≥126 mg/dL. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam, atau

2. Glukosa darah-2 jam ≥200 mg/dL pada Tes Toleransi


Glukosa Oral dengan beban glukosa 75 gram, atau

3. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL dengan


keluhan klasik (poliuria, polidipsia, polifagia, unexplained
weight loss), atau

4. Pemeriksaan HbA1C ≥6,5% dengan metode HPLC yang


terstandarisasi NGSP

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


Diabetes Melitus
• Modifikasi Gaya hidup • Mulai
HbA1c <7% monoterapi oral

HbA1c • Modifikasi Gaya hidup • Kombinasi 2 obat


• Monoterapi oral obat Evaluasi 3 dengan mekanisme
7-9% golongan (a)/(b) bulan, kerja yang berbeda
bila HbA1c
• Diberikan Kombinasi >7%
2 obat lini pertama HbA1c> • Kombinasi 3 obat

HbA1c ≥9%
dan obat lain 7%
dengan mekanisme
kerja yang berbeda

Insulin basal Tidak


plus/bolus mencapai
HbA1c ≥10% atau premix target
atau • Metformin + insulin
GDS>300 dgn basal ± prandial atau
Gejala • Metformin + insulin
metabolik basal + GLP-1 RA
Kombinasi 3 obat
a. Obat efek samping minimal/ a. Metformin + SU + TZD atau
keuntungan lebih banyak a. DPP-4i
• Metformin b. SGLT-2i
• Alfa glukosidase inhibitor c. GLP-1 RA
• Dipeptidil peptidase 4- d. Insulin basal
inhibitor b. Metformin + TZD + SU atau
• Agonis glucagone like a. DPP-4i
peptide-1 b. SGLT-2i
c. GLP-1 RA
d. Insulin basal
c. Metformin + DPP 4i + SU atau
b. Obat yang harus digunakan a. TZD
dengan hati-hati b. SGLT-2i
• Sulfonil urea c. Insulin basal
• Glinid d. Metformin + SGLT 2i +SU
• Tiazolidinedion a. TZD
• SGLT 2-i b. DPP-4i
c. Insulin basal
e. Metformin + GLP 1-RA + SU
a. TZD
b. Insulin basal
f. Metformin + insulin basal +TZD atau
a. DPP-4i
b. SGLT-2i
c. GLP-1 RA
HbA1C Pengobatan Keterangan
<7% Gaya hidup sehat (GHS) Evaluasi HbA1C 3 bulan
7-<9% GHS + monoterapi oral Evaluasi 3 bulan, jika HbA1C tidak
mencapai <7%, tingkatkan
menjadi 2 obat
>9% GHS + kombinasi 2 obat Jika HbA1C tidak mencapai <7%,
tingkatkan menjadi 3 obat; Jika
tidak tercapai dengan 3 obat
berikutnya adalah insulin basal
plus/bolus atau premix
>10% atau GDS Metformin + Insulin basal + Target HbA1C <7% atau individual
>300 dengan insulin prandial atau
gejala Metformin + insulin basal +
metabolik GLP-1 RA
21. Asidosis

• Diare yang terus


menerus
menyebabkan
pengeluaran HCO3
yang berlebihan 
penurunan
konsentrasi HCO3
 asidosis
73
H-H EQUATION

[HCO3-] [Base] [metabolik]


pH ∞ ∞ ∞
d CO2 Acid [respiratorik]
21. Asidosis metabolik
• Penurunan kadar ion HCO3 diikuti dengan
penurunan tekanan parsiil CO2 di arteri
• Penurunan kadar ion HCO3 sebesar 1 meq/L akan
diikuti oleh penurunan pCO2 1,2 mmHg
• Penyebab asidosis metabolik
– Pembentukan asam yang berlebihan
– Berkurangnya kadar ion HCO3
– Adanya retensi ion H
• Kompensasi paru  hiperventilasi  penurunan
tekanan CO2
21. Asidosis metabolik
Tampilan klinis asidosis metabolik
• pH >7,1  fatigue, sesak nafas (Kussmaul), nyeri
perut, nyeri tulang, mual/muntah
• pH<7,1  gejala diatas, efek inotropik negatif,
aritmia, konstriksi vena perifer, dilatasi arteri perifer,
penurunan tekanan darah, aliran darah ke hati
menurun, konstriksi pembuluh darah paru
• Asidosis letal jika pH<7 atau kadar ion H >100nmol/L
• Koreksi asidosis metabolik  pemberian bikarbonat
21. Asidosis metabolik
Koreksi asidosis metabolik • Ru-bikar: (0,4 + (2,6:HCO3)) x
BB
• Pada penurunan fungsi ginjal,
koreksi dapat dilakukan secara • Tentukan Ru-bikar saat ini
penuh hingga kadar HCO3 20- dan Ru-bikar target.
22 meq/L • Contoh: kadar biknat 10,
• Pada KAD,koreksi jika HCO3 < 5 target 20
meq/L atau bila terjadi • Ru-bikar 10 = (0,4 + (2,6:10))
hiperkalemia berat, koreksi x BB = 66%BB
hingga target HCO3 10 meq/L
• Ru-bikar 20 = (0,4 + (2,6:20))
• Penghitungan koreksi x BB = 53%BB
bikarbonat adalah dengan
menentukan ruang bikarbonat • Rerata rubikar = 59,5%BB
(Ru-bikar) • Jika BB 60 kg, kebutuhan
• Rumus koreksi biknat: bikarbonat:
Rerata Ru-bikar x BB x ΔHCO3 0,59 x BB (60) x delta biknat
(20-10) = 357 mEq
22-23. Hipoglikemia
• Hipoglikemia 
menurunnya kadar glukosa
darah < 70 mg/dL dengan
atau tanpa gejala otonom
• Whipple triad
– Gejala hipoglikemia
– Kadar glukosa darah rendah
– Gejala berkurang dengan
pengobatan
• Penurunan kesadaran pada
DM harus dipikirkan
hipoglikemia terutama yang
sedang dalam pengobatan
Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015
22-23. Hipoglikemia
Tanda Gejala
Autonomik Rasa lapar, berkeringat, gelisah, Pucat, takikardia, widened
paresthesia, palpitasi, Tremulousness pulse pressure
Neuroglikopenik Lemah, lesu, dizziness, pusing, Cortical-blindness,
confusion, perubahan sikap, gangguan hipotermia, kejang, koma
kognitif, pandangan kabur, diplopia

• Probable hipoglikemia  gejala hipoglikemia tanpa pemeriksaan


GDS
• Hipoglikemia relatif  GDS>70 mg/dL dengan gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia asimtomatik  GDS<70mg/dL tanpa gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia simtomatik  GDS<70mg/dL dengan gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia berat  pasien membutuhkan bantuan orang lain
untuk administrasi karbohidrat, glukagon, atau resusitasi lainnya
Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015
22-23. Hipoglikemia
Hipoglikemia ringan Hipoglikemia berat
• Konsumsi makanan tinggi
karbohidrat • Terdapat gejala
• Gula murni
neuroglikopenik
• Glukosa 15-20 g (2-3 sdm) • dextrose 20% sebanyak 50 cc
dilarutkan dalam air • bisa diberikan dextrose 40%
• Pemeriksaan glukosa darah 25 cc
dengan glukometer setelah • diikuti infus D5% atau D10%
15 menit upaya terapi • Periksa GD 15 menit, jika
• Kadar gula darah normal, belum mencapai target
pasien diminta untuk makan dapat diulang
atau konsumsi snack untuk
mencegah berulangnya • Monitoring GD tiap 1-2 jam
hipoglikemia.

Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015


24. Sindrom Uremikum
• Sindrom uremikum: sindrom klinis yang
berhubungan dengan gangguan keseimbangan
cairan, elektrolit, hormon, dan metabolik yang
terjadi seiring dengan penurunan fungsi ginjal.
• Ditandai dengan:
– Retensi cairan
– Peningkatan Ureum dalam darah
– Asidosis metabolik
– Gangguan elektrolit, terutama kalium
24. Sindrom Uremikum
• Dapat terjadi jika klirens kreatinin 10-20
ml/menit
• Gejala yang dapat timbul:
– Mual, muntah, lemas, anorexia, penurunan BB,
kram otot, pruritus, perubahan status mental,
disturbansi visual, rasa haus berlebih, retensi urin
– Kardiovaskular  hipertensi, insufisiensi katup,
gagal jantung, angina
– Gastrointestinal  occult GI bleeding, mual
muntah, uremic fetor (bau ammonia pada nafas)
• Sindrom hepatorenal merupakan keadaan
gagal ginjal yang terjadi pada pasien dengan
penyakit hati kronik (terutama yang disertai
hipertensi portal).

• Sindrom metabolik adalah kumpulan penyakit


berisiko kardiovaskuler yang dialami 1 orang,
terdiri dari dislipidemia, hiperglikemia,
hipertensi, hiperurisemia, dan obesitas.
25. Asma
• Definisi:
– Gangguan inflamasi kronik
saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya.
– Inflamasi kronik mengakibatkan
hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik
berulang:
• mengi, sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk-batuk terutama
malam dan atau dini hari.
– Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi jalan napas yang
luas, bervariasi & seringkali
bersifat reversibel.
PDPI, Asma pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
GINA 2005
Asma
Asma
25. Asma
Asma
26. Hipoparatiroid
• Pada proses tiroidektomi
maka kelenjar paratiroid
dapat ikut terambil.
• Terdapat 4 kelenjar paratiorid
yang terletak pada bagian
psoterior kelenjar tiroid
• Kelenjar parathyorid
bertanggungjawab pada
menjada keseimbangan
kalsium:
– Tulang: menstimulasi
pelepasan kalsium, resorpsi
kalsium oleh osteoklas
– Ginjal: menstimulasi absorpsi
kalsium, meningkatkan
absorbsi kalsium di usus
Gejala Hipokalsemia
• Sistemik • Kardiak
– Confusion – Prolonged QT interval
– kelemahan – Perubahan gelombang T
• Neuromuskular • Okular
– Paresthesia – katarak
– Psikosis • Dental
– Kejang – Hipoplasia enamel gigi
– Chovstek sign • Pernafasan
– Depresi
– Laryngospasm
– Bronkospasm
– stridor
Tatalaksana
• Pada pasien dengan hipokalsemia ringan
tanpa gejala
• suplementasi kalsium oral dengan anjuran
sebanyak 1-3 g/hari.
• Pada hipokalsemia berat dengan gejala
simptomatik
• terapi kalsium IV sebanyak 0,5-2 mg/kg per jam.
Terapi parenteral biasanya hanya diberikans elama
beberapa hari dan selanjutnya diberikan terapi
oral.
27. Kelainan Jantung Pada Hipertiroid
• Sekitar 50% pasien tirotoksikosis
memiliki frek. nadi > 100 x/menit.

• Atrial tachyarrhythmias adalah


kelainan tersering karena atrium
sangat sesitif terhadap hormon
tiroid.

• Atrial fibrillation adalah aritmia


tersering kedua. Terutama
dijumpai pada lansia, laki-laki,
kadar hormon tiroid sangat tinggi,
hipertrofi atrium kiri, atau kelainan
intrinsik jantung lainnya.

ABC of clinical electrocardiography. Conditions not primarily affecting the heart. Corey Slovis, Richard Jenkins. BMJ volume 324. June 2004.
28. Anafilaktik
29. Acute Mountain Sickness
• Patogenesis:
– Atmosfer yang lebih tinggi tekanan barometrik ↓ Tiap
1x nafas: O2 menjadi lebih sedikit di setiap ketinggian 
Nafas lebih cepat & dalam  menyebabkan ↓ CO2
darah rangsangan untuk bernafas <<

• Proses aklimatisasi:
– Proses di mana tubuh seseorang menyesuaikan dengan
ketersediaan oksigen yang menurun di daerah dataran
tinggi. Seseorang yang akan pergi ke dataran tinggi
dianjurkan untuk pelan-pelan menapaki ketinggiannya,
bukan langsung mendarat di ketinggian tertentu sehingga
membuat badan kaget gejala AMS.
http://www.alma.nrao.edu/memos/html-memos/alma162/memo162.html#4
http://www.webmd.com/a-to-z-guides/altitude-sickness-topic-overview?page=2
http://www.traveldoctor.co.uk/altitude.htm
Acute Mountain Sickness

J Korean Med Assoc. 2007 Nov;50(11):1005-1015. Korean.


• AMS:
• insomnia, fatigue, dizziness, anorexia, and nausea.
• High altitude cerebral edema (HACE):
• impaired mental capacity, drowsiness, stupor, & ataxia
J Korean Med Assoc. 2007 Nov;50(11):1005-1015. Korean.
29. Acute Mountain Sickness
• High altitude: 1500 – 3500 meter di atas
permukaan air laut.
• Very high altitude: 3500 – 5500 meter di atas
permukaan air laut.
• Extremely high altitude: >5500 meter di atas
permukaan air laut.
Acute Mountain Sickness

http://pharmaceuticalintelligence.com/tag/acute-high-altitude-sickness/
Acute Mountain Sickness
High altitude pulmonary edema
• In the setting of a recent gain in altitude, the presence of
the following:
– Symptoms: at least two of:
- dyspnea at rest
- cough
- weakness or decreased exercise performance
- chest tightness or congestion

– Signs: at least two of:


- crackles or wheezing in at least one lung field
- central cyanosis
- tachypnea
- tachycardia
30. Sulfonylureas Potential
Interaction

Totally metabolised in liver through CYP450

Inducer of metabolism Inhibitor of metabolism


(reduce concentration of (increase drug
hypoglicemic drug) concentration)
• Phenytoin • Allopurinol
• Phenobarbital • Chloramphenicol
• Rifabutin • Cimetidine
• Rifampisin • Erythromycin
• Azol antifungals
31. Papilloma Intraduktal
• Papilloma intraduktal
– pertumbuhan menyerupai kutil dengan disertai
tangkai yang tumbuh dari dalam payudara yang
berasal dari jaringan glandular dan jaringan
fibrovaskular.
• Epidemiologi:
– terjadi pada wanita pada masa reproduktif akhir,
atau post-menopause
– Usia rerata 48 tahun.
Gejala dan Tanda
• Hampir 90%
• tipe soliter dengan diameternya kurang dari 1cm
dan sering timbul pada duktus laktiferus
• hampir 70% dari pasien datang dengan nipple discharge
yang serous dan bercampur darah.
• Ada juga pasien yang datang dengan keluhan massa
pada area subareola
• Massa yang teraba sebenarnya adalah duktus yang
berdilatasi.
• Papilloma Intraduktus multiple
• tidak bergejala nipple discharge
• biasanya terjadi pada duktus yang kecil
• hampir 25% dari Papilloma Intraduktus multiple adalah
bilateral.
http://radiopaedia.org/
Etiologi dan Patogenesis
• Etiologi dan patogenesis dari penyakit ini masih
belum jelas.
• Dari kepustakaan dikatakan bahwa, Papilloma
Intraduktus ini terkait dengan proliferasi dari
epitel fibrokistik yang hiperplasia.
• Ukurannya adalah 2-3 mm dan terlihat seperti
broad-based atau pedunculated polypoid
epithelial lesion yang bisa mengobstruksi dan
melebarkan duktus terkait.
• Kista juga bisa terbentuk hasil dari duktus yang
mengalami obstruksi.
http://radiopaedia.org/
Pemeriksaan Radiologis
• Mammografi
– Biasanya gambaran normal
– Gambaran yang dapat ditemukan dilatasi duktus soliter maupun
multipel, massa jinak sirkumskripta (sering di subareola), atau
kalsifikasi.
• Galactography
– Gambaran abnormalitas ductus: filling defect, ectasia, obstruksi,
atau irregularitas. Tidak spesifik
– Dapat evaluasi jumlah, lokasi, penyebaran, dan jarak dari areola.
• USG
– Gambaran terlihat jelas sebagai nodul padat atau massa
intraduktal dapat pula berupa kista dalam duktus.
– Colour doppleruntuk melihat vaskularisasi.

http://radiopaedia.org/
• Galactogram
USG
• Atas: nodul solid dalam
duktus
• Bawah: nodul
bertangkai dengan
dilatasi duktus
Tatalaksana dan Prognosis
• Papilloma intraduktal solitereksisi
• Menurut komuniti dari College of American
Pathologist, wanita dengan lesi ini mempunyai
risiko 1,5 – 2 kali untuk terjadinya karsinoma
mammae.
32. Shock: Classification
• Hypovolemic shock
– Terjadi karena turunnya volume darah yang bersirkulasi dibandingkan
kapasitas total pembuluh darah, dicirikan dengan penurunakan diastolic
filling pressures
• Cardiogenic shock
– Kegagalan pompa jantung akibat berkurangnya kontraktilitas myoardium
atau fungsi myokardium atau kelainan anatomi jantung, dicirikan dengan
peningkatan diastolic filling pressures and volumes
• Extra-cardiac obstructive shock
– Terjadi karena adanya obstruksi aliran darah balik ke jantung, dicirikan
dengan impairment of diastolic filling or excessive afterload
• Distributive shock
– Disebabkan oleh hilangnya kontrol vasomotor yang menyebabkan dilatasi
arteriol dan venula, dicirikan dengan peningkatan cardiac output dan
menurunnya SVR (Systemic vascular resistance)
Hemorrhaegic Shock
33. BLADDER CANCER
Symptoms
• The second most • Hematuria
common – 80% of patients present with
gross, painless hematuria
genitourinary – 20% of patients present solely
with microscopic hematuria.
neoplasm • Dysuria and irritative
• The peak incidence: – up to 30% of patients—
especially those with
50 to 70 years old carcinoma in situ
• Upper urinary tract
• Male-to-female obstruction
predominance of – rare on initial presentation
– a sign of advanced disease in
almost 3:1. 50% of cases.
Diagnosis
• Hematuria
• Intravenous urography (IVU)
– Radiolucent filling defect
• Urinary cytology
voided urinary cytology is not particularly
sensitive, but selective cytology and brush biopsy
specimens are usually positive for carcinoma.
• CT or MRI
– Staging and evaluating regional lymph nodes.
• Cystoscopy
all patients suspected of having bladder cancer
should have careful cystoscopy and bimanual
examination. Abnormal areas should be biopsied.
Clinical Stage

optimized by optima
34. Lymph node drainage
35. Ileus Obstruksi

• Obstruction
– Adanya sumbatan mekanik yang disebabkan

karena adanya kelainan struktural sehingga


menghalangi gerak peristaltik usus.
– Partial or complete

– Simple or strangulated

• Ileus
– Kelainan fungsional atau terjadinya paralisis dari

gerakan peristaltik usus


Pemeriksaan Radiologis
Posisi Supine, tegak dan LLD
Pola udara dalam usus:
• Gastric,
• Colonic and 1-2 small bowel
Fluid Levels:
• Gastric
• 1-2 small bowel
Periksa udara pada 4 area:
1. Caecal
2. Hepatobiliary
3. Udara bebas dibawah diaphragma
4. Rectum
Periksa adanya kalsifikasi
Periksa adanya massa, psoas shadow
Periksa adanya feses
The Difference between small and large
bowel obstruction
Large bowel Small Bowel
• Peripheral ( diameter 8 cm max) • Central ( diameter 5 cm max)
• Presence of haustration • Vulvulae coniventae
• Ileum: may appear tubeless
Radiologi: Supine dan tegak(LLD)
A. Sensitivitas: 60% (sampai 90%)
B. Yang dapat ditemukan:
1. Distensi usus pada proksimal dari obstruksi
2. Usus kolaps pada distal dari obstruksi
3. Posisi tegak atau LLD: Air-fluid levels
4. Posisi Supine
a. Sharply angulated distended bowel loops
b. Step-ladder arrangement or parallel bowel
loops
Pneumoperitoneum
• Definisi pneumoperitoneum
– Adanya udara pada rongga
peritoneum
• Penyebab tersering adalah
adanya perforasi organ
berongga:
– Perforasi ulkus
– Perforasi usus
35. Pneumoperitoneum
• Udara bebas intraperitoneum atau ekstraluminer
• Causa :
- Robeknya dinding saluran cerna (trauma, iatrogenik,
kelainan di saluran cerna),
- Tidakan melalui permukaan peritoneal (transperitoneal
manipulasi, endoscopic biopsy, abdominal needle biopsy)
- Intraperitoneal ( gas forming peritonitis, ruptur abses )
Gambaran Radiologi : Biasanya menggunakan 2
• Cupula sign proyeksi foto :
• Foot ball sign - FPA supine
• Double wall sign /Rigler - X Torak erect atau left
sign lateral decubitus
• Ligamentum falciforum
sign
• Umbilical sign
• Urachus sign
Cupula sign
Cupula sign
Air on both sides of bowel wall –
Rigler’s Sign

Free Intraperitoneal Air


Umbilical sign Urachus sign
Falciform Ligament
Sign

Football sign
36. Urolithiasis
• Urinary tract stone disease
• Signs:
– Flank pain
– Irritative voiding symptom
– Nausea
– microscopic hematuria
• Urinary crystals of calcium
oxalate, uric acid, or cystine
may occasionally be found
upon urinalysis
• Diagnosis: IVP
– Indication
• Passing stone
• hematuria
optimized by optima
• Calcium oxalate stones
– Batu ureter yang tersering
– Cenderung terbentuk pada urin yang bersifat asampH
rendah
– Sebagian oksalat yang terdapat di urin, diproduksi oleh tubuh
– Kandungan Kalsium dan oksalat yang terdapat di makanan
memiliki pengaruh terhadap terbentuknya batu, tetapi bukan
merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi
– Dietary oxalate an organic molecule found in many
vegetables, fruits, and nuts
– Calcium from bone may also play a role in kidney stone
formation.
• Calcium phosphate stones
– Lebih jarang
– Cenderung terbentuk pada urin yang alkalinpH tinggi
• Struvite stones
– Lebih sering ditemukan pada wanita
– Hampir selalu akibat dari ISK
– Disebut juga batu triple phosphat
• Uric acid stones
– These are a byproduct of protein metabolism
– commonly seen with gout,and may result from certain genetic
factors and disorders of your blood-producing tissues
– fructose also elevates uric acid, and there is evidence that
fructose consumption is helping to drive up rates of kidney
disease
• Cystine stones
– Representing only a very small percentage
– these are the result of a hereditary disorder that causes kidneys
to excrete massive amounts of certain amino acids (cystinuria)
Kristal urine
Amorphous Urates and Uric Acid
Phosphates Bilirubin Crystals

Calcium Oxalate Triple Phosphate Cholesterol


Kristal kalsium phosphatsering berbentuk rosette
Prinsip Pencegahan Pembentukan Batu
• Cegah supersaturasi
– Minum air yang cukup untuk menghasilkan 2L
urin/hari
– prevent solute overload by low oxalate and
moderate Ca intake and treatment of
hypercalcuria
– replace “solubilizers” i.e... citrate
– manipulate pH in case of uric acid and cystine
• Flush water intake after any dehydration
Alkaline citrate
• Commonly used alkaline citrates are: sodium
potassium citrate, potassium citrate, sodium citrate,
potassium magnesium citrate
• Alkaline citrates are used for:
– Correction of hypocitraturia;
– Alkalinisasi urin;
– Inhibition of growth and aggregation of calcium oxalate;
– Inhibition of agglomeration of calcium phosphate
• There is evidence from RCTs that alkaline citrates are
effective in preventing calcium stone recurrence

European Association of Urology 2012


37. Epididymo-Orchitis
• Epididimo orkitis adalah inflamasi akut yang
terjadi pada testis dan epididimis yang
memiliki ciri yaitu nyeri hebat dan terdapatnya
pembengkakan di daerah belakang testis yang
juga disertai skrotum yang bengkak dan
merah.
• Cara membedakan orchitis dengan torsio
testis yaitu melalui Prehn Sign yaitu membaik
jika scrotum yang sakit dinaikkan.
Etiologi
• Orkitis bisa disebabkan oleh sejumlah bakteri dan virus. Virus yang paling sering
menyebabkan orkitis adalah virus gondong (mumps). Sekitar 15-25% pria yang
mengalami gondongan (parotitis), akan mengalami orkitis ketika masa setelah
pubernya. Orkitis juga ditemukan pada 2-3% pria yang menderita bruselosis.
• Orkitis sering dikaitkan dengan infeksi prostat atau epidedemis, serta merupakan
manifestasi dari penyakit menular seksual (gonore atau klamidia).
• Faktor resiko untuk orkitis yang tidak berhubungan dengan penyakit menular
seksual adalah:
a. Imunisasi gondongan yang tidak adekuat
b. Usia lanjut (lebih dari 45 tahun)
c. Infeksi saluran kemih berulang
d. Kelainan saluran kemih
• Sedang untuk faktor resiko orkitis yang berhubungan dengan penyakit menular
seksual antara lain :
a. Berganti-ganti pasangan
b. Riwayat penyakit menular seksual pada pasangan
c. Riwayat gonore atau penyakit menular seksual lainnya
Gejala dan Tanda Diagnosis
a. Pembengkakan skrotum • Diagnosis ditegakkan berdasarkan
b. Testis yang terkena terasa berat, gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
membengkak dan teraba lunak
c. Pembengkakan selangkangan pada • Terjadi pembengkakan kelenjar
testis yang terkena getah bening di selangkangan dan
d. Demam di testis yang terkena.
e. Keluar nanah dari penis • Pemeriksaan lain yang bias
f. Nyeri ketika berkemih / disuria dilakukan adalah :
g. Nyeri saat berhubungan seksual / saat – Analisa air kemih
ejakulasi – Pembiakan air kemih
h. Nyeri selangkangan – Tes penyaringan untuk klamidia dan
i. Nyeri testis, bias saat mengejan atau gonore
ketika BAB – Pemeriksaan darah lengkap
j. Semen mengandung darah – Pemeriksaan kimia darah
Tatalaksana
• Jika penyebabnya bakteri maka diberikan antibiotik.
Selain itu diberikan obat pereda nyeri dan anti
peradangan.
• Tapi jika penyebabnya virus, hanya diberikan obat
anti nyeri.
• Penderita sebaiknya menjalani tirah baring.
Skrotumnya diangkat dan dikompres dengan es.
38. Avascular Necrosis
• Definition • Femoral head – most
– Hilangnya aliran darah common by far
ke tulang, menyebabkan • Shoulder – humeral
kematian dari komponen
head
sel tulang
• Odontoid (Neck)
• Scaphoid (Wrist)
• Lunate (Wrist)
• Talus (Ankle)
Etiologies
• Trauma Risk Factor
• Alcohol • Alcoholism
• Steroids • Pancreatitis
• Diving (Caisson’s • Diabetes
Disease) • Gout
• Sickle Cell • Elderly
• Idiopathic (up to 30% of
cases)
Normal Femoral head osteonecrosis
39. Caustic Ingestion
• Merupakan tertelannya zat korosif.
• Beberapa zat korosif yang dapat membakar
mulut, kerongkongan, esofagus, lambung
antara lain: asam sulfat, kaustik soda, atau
beberapa zat desinfektans yang mengandung
bahan fenol.
• Beberapa zat korosif yang dapat membakar
saluran cerna bila terminum, terutama bagian
atas dari esofagusesofagitis korosif
Gejala Esofagitis Erosif
FREQUENT SIGNS AND SYMPTOMS
• Tiba-tiba tidak dapat menelan atau secara
perlahan-lahan menjadi sulit menelan.
• Disfagia secara gradual, awalnya terhadap
makanan padat, kemudian cairan.
• Nyeri pada mulut dan dada saat makan.
• Hipersalivasi.
• Takipnea.
• Muntah, kadang disertai lendir atau darah
Derajat Luka
• Tingkat I: terjadinya edem pada mukosa dan
penderita akan dapat menelan kembali dalam
waktu singkat secara normal.
• Tingkat II adalah terjadinya erosi pada
mukosa, dan
• Tingkat III terjadi nikrose pada mukosa
submukosa s/d otot.
Am. J. Respir. Crit. Care Med.
April 15, 2002 vol. 165 no. 8
1037-1040
Bulletin of the World Health Organization 2009;87:950-954.
doi: 10.2471/BLT.08.058065
Komplikasi
• Komplikasi yang sering terjadi adalah striktur
esofagus. Hal ini bergantung pada beratnya
jejas yang dapat dilihat melalui endoskopi.4
• Grade I = tidak ada risiko striktur esofagus
• Grade IIB = 75% akan terjadi striktur
• Grade III = 100% akan terjadi striktur
Esophageal Stricture
Causes: Sign and Symptoms:
1) intrinsic diseases that narrow • Progressive dysphagia for
the esophageal lumen solids, may progress to liquids
through inflammation, • Heartburn
fibrosis, or neoplasia (eg • Food impaction
peptic stricture)
2) extrinsic diseases that • Weight loss
compromise the esophageal • Chest pain.
lumen by direct invasion or
lymph node enlargement
(e.g. caustic material
ingestion)
3) diseases that disrupt
esophageal peristalsis and/or
lower esophageal sphincter
Esophageal stricture
diagnostic
• Contrast esophagography (barium
swallowing)

• Fibroesophagoscopy

• Biopsy
Esophageal stricture treatment
• Dilation • Esophageal bypass
– The esophagus is grafting
stretched by passing a (Esophagoplasty)
dilator or air-filled – Total
balloon is passed colonoesophagoplasty
through a endoscope.
– Total
• Repeated dilation may gastroesophagoplasty
be necessary to prevent – Total
the stricture from jejunoesophagoplasty
returning.
Diagnosis Banding
Term Definition
erosive esophagitis when the esophagus is repeatedly exposed to refluxed
material for prolonged periods. It is erosions of squamous
epithelium
barrets esophagus replacement of the normal squamous epithelial lining of the
esophagus by specialized columnar type epithelium
Eophageal stricture narrowing or stenosis of the esophagus that requires
corrective surgery
erosive gastritis result from the exposure to a variety of agents or factors:
NSAIDs, alcohol, cocaine, stress, radiation, bile reflux, and
ischemia
Esofagitis Korosif Peradangan dan kerusakan pada esofagus setelah menelan
cairan kimia kaustik. komplikasistriktur esofagus sementara
atau permanen

J Clin Gastroenterol 2003;37(2):119–124.


40. Schwannoma (Neurilemmoma)

• Benign neural neoplasm • Younger and middle-aged


of Schwann cell origin adults
• Relatively uncommon, • Intraosseous appears as
however 25-48% of all unilocular or multilocular
cases occur in the Head radiolucency in posterior
and Neck area mandible
• Usually painless; slow- • Pain and paresthesia seen
growing that arises in in intrabony tumors
association with a nerve
trunk;
• Asymptomatic and
pushes the nerve aside
Schwannoma (Neurilemoma)

Histology: Encapsulated tumor with varying amounts of


Antoni A and Antoni B cells
Antoni A: Streaming fascicles of spindle-shaped Schwann cells;
These cells are often palisaded around acellular eosinophilic
areas called Verocay bodies (which are reduplicated basement
membrane and cytoplasmic processes)
Antoni B: is less cellular and organized
Degenerative changes are seen in older lesions
Treatment: Surgical excision
Neurofibroma
• MOST COMMON type of • Oral cavity lesions are seem
peripheral nerve tumors mostly in tongue and buccal
arising from a mixture of mucosa
Schwann cells and • Intraosseous lesions also
perineural fibroblasts seen as poorly defined
• Can be solitary or unilocular or multilocular
associated with radiolucencies
Neurofibromatosis
• Solitary are more common
and present as slow-
growing, soft, painless
nodule, most common in
the skin
Neurofibroma

Histology: Not well-demarcated and consists of interlacing


bundles of spindle-shaped cells that exhibit wavy nuclei
Numerous mast cells are present
Treatment: local surgical excision; If multiple lesions are
present, patients should be evaluated for Neurofibromatosis
Traumatic Neuroma
• Reactive proliferation of neural tissue after damage to
nerve bundle
• Smooth nodules most common in mental foramen,
tongue and lower lip with a history of trauma;
intraosseous lesions appear as radiolucencies
• Any age but mostly middle-age, with F>M
• Hallmark is PAIN which could be intermittent or
constant and mild or severe; Mental nerve neuromas
are painful especially with denture flange impingement
Traumatic Neuroma

Histology: Haphazard proliferation of mature, myelinated


nerve bundles within a fibrous connective tissue

• Mild chronic inflammation is also seen sometimes

Treatment: Surgical excision along with a small portion of the


involved nerve; low recurrence rate
Palisaded Encapsulated Neuroma
• Benign neural tumor • Histology: Well-
common in the head and circumscribed and
neck area encapsulated with
• Trauma is considered as a interlacing fascicles of
major etiological factor spindle cells (Schwann
• Face: 90% of cases with cells); wavy nuclei with
majority occurring on the no mitotic activity or
nose and cheek pleomorphism; parallel
oriented cells
• Smooth, PAINLESS
nodules; More common
in adults; F=M
Neuroma Schwannoma Neurofibroma
Etiology >90% trauma Benign neoplasm of the Benign Neoplasm of the
neural sheet (Schwann neural sheet and
Severed neural cells) perineural fibroblasts
fibers regenerate
forming a mass
Clinical PAIN is the main 25-48% of all cases occur Can be solitary mass or
symptom in the Head and Neck part of neurofibromatosis
Painless slow growth Painless slow growth
Difficult to differ with
Schwannoma
If NF café au lait

Histopath Well- Streaming fascicles of Not well-demarcated


ology circumscribed spindle-shaped interlacing bundles of
and encapsulated Schwann cells; spindle-shaped cells
with interlacing These cells are often that exhibit wavy nuclei
fascicles of spindle palisaded Sometimes mast cells
cells

Acoustic Neuroma: inaccurate term should be vestibular Schwannoma


42. Medial Epicondylitis (golfer’s elbow)
• Penggunaan berlebihan otot
dan tendon yang berada di
lengan dan siku
– melakukan gerakan berulang-ulang
seperti berkebun, mencangkul,
memalu
• Nyeri saat menekuk
pergelangan tangan dan
menggenggam
Tennis Elbow
43. Graft

Skin Graft
• Transplantasi kulit (epidermis dan
dermis) bisa sebagian/ seluruh,
dilepas dari daerah donor dan
disatukan ke tempat luka.
• Berdasarkan ketebalan dermis,
terbagi menjadi:
– Split Thickness Skin Graft (STSG)
yang diambil adalah epidermis dan
sebagian dermis.
– Full Thickness Skin Graft (FTSG)
Yang diambil adalah epidermis dan
seluruh dermis
• Skin Graft tidak dpt tumbuh pada
tulang, tendo
Flap
• Seperti skin graft tapi tidak
dilepas dari jaringan semula cuma
digeser ke jaringan luka/ tempat
lain yang mau ditutup.
• Pembagian Flap
– Flap cutaneus = flap kulit dg
lapisan lemak
– Flap Musculocutaneus = flap kulit
yg diambil dg otot
– Osteomusculocutaneus flap = flap
yg dengan tulang
– Tranposisi flap
• Keuntungan flap:
– Flap bisa mengisi jaringan
– Bisa dipakai pada tempat yang
vaskularisasinya jelek
– Flap bisa berfungsi sebagai padding
pada tulang yang menonjol
Anatomi Kulit
Epidermis and Dermis
–Epidermis is avascular (no blood
vessels)
–Dermis is highly vascular (has blood
vessels)
–Epidermis receives nourishment from
dermis
–Cells far away from nourishment die
Epidermis
Dermis
• Thick layer under the
epidermis
• Contains blood
vessels
• Oil glands
• Sweat glands
• Hair follicles
• Fat tissue
• Nerves
• Connective tissue
44. Osteosarkoma
45. Lateral Malleolus anatomy
46. Triage
47. Clavus
• Klavus Conditions associated
– Penebalan dari kulit with clavus formation
karena tekanan yang • Advanced patient age
intermiten dan gesekan
yang berulang • Amputation (ie, stump
– Kedua hal ini akan callosities)]
menyebabkan terjadinya • Doxorubicin toxicity[20]
hiperkeratosis
• Keratoderma palmaris
et plantaris
• Obesity
• Minor trauma
Tatalaksana
• Relief of symptoms may
be achieved by thinning
and cushioning of the
involved lesion
• Surgical Care
• Surgical options should be
used when conservative
measures fail.
• Chronic foot pain despite
conservative therapy is
the number one
indication for surgery.
Diagnosis Histologic

Lipoma Soft mass, pseudofluctuant with a slippery edge

Atherom cyst Occur when a pilosebaceous unit or a sebaceous gland becomes


blocked. Skin Color is usually normal, and there is a punctum
(comedo, blackhead) on the dome

Dermoid Cyst Lined by orthokeratinized, stratified squamous epithelium surrounded


by a connective tissue wall. The lumen is usually filled with keratin.
Hair follicles, sebaceous glands, and sweat glands may be seen in the
cyst wall
Epidermal Cyst A raised nodule on the skin of the face or neck. HistologicLined by
keratinizing epithelium the resembles the epithelium of the skin
48. Atheroma cyst (Sebacous cyst)
• Massa non kanker yang
tumbuh dengan lambat
• Berisi material dari folikel
ramabutkulit atau
komponen minyak yang
disebut dengan sebum
• Kista sebaceous dapat
muncul saat pilosebaseus
atau kelenjar sebaseus
tersumbat
• Biasanya sewarna dengan
kulit, dan memiliki punctum
(comedo, blackhead) pada
bag.puncak kubah
Diagnosis Histologic

Lipoma Soft mass, pseudofluctuant with a slippery


edge

Epidermal cyst Raised nodule on the skin of the face or


neck. HistologicLined by keratinizing
epithelium the resembles the epithelium of
the skin. The lumen is usually filled with
keratin scales
Dermoid Cyst and Benign Cystic Teratoma Developmental cyst often present at birth or
noted in young children. It is usually found on
the floor of the mouth. May have a doughy
consistency.
Histologic Lined by orthokeratinized,
stratified squamous epithelium surrounded
by a connective tissue wall. Hair follicles,
sebaceous glands, and sweat glands may be
seen in the cyst wall
49. Male Breast Cancer
• Massa payudara pada laki-laki jarang terjadicuriga ganas sampai
dibuktikan tidak
– Mayoritas Ca mamae pada pria (50% to 97%) memiliki gejala klinis adanya
massa pada payudara  biasanya timbul di dekat puting sebagai massa yang
keras dan tidak nyeri, lebih sering melibatkan KGB
– Karakteristik massa dapat seperti pada kanker payudara pada wanita
• Biasanya timbul setelah usia 65 thn
• Faktor risiko:
– Ginekomastia
– Kanker prostat
– Terekspos radiasi
– Memiliki penyakit yang berkaitan dengan kadar estrogen yang tinggi seperti
sirosis atau sindrome klinefelter
– Memiliki riwayat penyakit keluarga kanker payudara, terutama bila memiliki
gen BRCA2
• Bila terdapat keragu-raguanbiopsi jarum atau operasi
• Sindrom Klinefelter meningkatkan kecenderungan untuk ganas
• Pemeriksaan penunjang dan tatalaksanasama sepert pada wanita
Gynicomastia
• Hipertrofi jaringan payudara normal pada priaJaringan
payudara dan duktus-duktusnya
– pubertal hypertrophy (ages 13–17), senescent
hypertrophy (age >50)
– Dikaitkan dengan obat terapetik atau
rekreasional:digoxin, thiazides, estrogens,
phenothiazines, theophylline marijuana
– Dapat berkaitan dengan penyakit genetiksindrome
klinefelter
• Gejala dan tanda:
– Pembesaran payudara unilateral atau bilateral
– Palpasi: jaringan payudara yang homogen
http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/malebr
east/Patient/page1/AllPages
50. Klasifikasi Syok
Penyebab syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
• Syok kardiogenik (kegagalan kerja jantungnya sendiri): (a) Penyakit
jantung iskemik, seperti infark; (b) Obat-obat yang mendepresi jantung;
dan (c) Gangguan irama jantung.
• Syok hipovolemik (berkurangnya volume sirkulasi darah): (a) Kehilangan
darah, misalnya perdarahan; (b) Kehilangan plasma, misalnya luka bakar;
dan (c) Dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan
keluar yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi
usus dengan penumpukan cairan di lumen usus).
• Syok obstruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di luar jantung): (a)
Tamponade jantung; (b) Pneumotorak; dan (c) Emboli paru.
• Syok distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer): (a) Syok
neurogenik; (b) Cedera medula spinalis atau batang otak; (c) Syok
anafilaksis; (d) Obat-obatan; (e) Syok septik; serta (f) Kombinasi, misalnya
pada sepsis bisa gagal jantung, hipovolemia, dan rendahnya tahanan
pembuluh darah perifer.
Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah
Resusitasi Cairan
51. HYDROPNEUMOTHORAKS
• Akumulasi dari cairan dan
udara bebas pada rongga
pleura
• Menyebabkan tekanan
positif pada rongga
pekuraparu-paru
kolaps
• Karena trauma
Biasanya darah
hematopneumothorax
• X-RaysAir fluid
52. Sertoli-Cell Only Syndrome
• Seroli-Cell Only Syndrome (SCO), disebut juga
germ cell aplasia, adalah suatu kondisi dimana
hanya terdapat sel-sel sertoli di tubulus
seminiferus.
• Dialami pria usia 20-40 tahun yang infertilitas
dan ditemukan kondisi azoospermia.
• Diagnosis pasti berdasarkan hasil biopsi
jaringan testikular.
Interaksi Hipotalamus-Testis

• Belum diketahui mekanisme


yang mendasari SCO
• Salah satu kondisi sistemik
yang dapat menyebabkan
SCO antara lain klinefelter
syndrome, SCO disertai
Leydig cell hyperplasia
Biopsi
53. Luka Bakar Pada Genitalia
• Sebagian luka bakar • Perawatan luka
genitalia pada dewasa – Luka didinginkan dengan
disebabkan karena api air
atau bahan kimia – Perawatan dengan
physiological dressings dan
• Pada anak-anakair antibiotik topikal.
panas atau cairan panas • Silver sulfadiazin
• Burn ointment
• Pada luka bakar derajat II
dalam dan derajat
IIImungkin diperlukan
debridemen dan grafting
jaringan(tissue grafting)

International Journal of Urology (2010)17, 755–758


Indikasi rawat pasien luka bakar (LB)
• LB derajat II > 10 % ( < 10 • LB Listrik / Petir dengan
tahun / > 50 tahun ). kerusakan jaringan
• LB derajat II > 20 % ( 10 – dibawah kulit
50 tahun ) • LB Kimia / Radiasi /
• LB derajat II > 30 % ( 10 – Inhalasi dengan penyulit.
50 tahun )ICU • LB dengan penyakit
• LB yang mengenai : Penyerta.
wajah, leher, mata, • LB dengan Trauma
telinga, tangan, kaki, Inhalasi
sendi, genitalia.
• LB derajat III > 5 %, semua
umur.

http://emedicine.medscape.com/article/1277360-overview#showall
Indikasi resusitasi cairan
• American Burn • Unit Luka Bakar RSCM
Association – LB derajat II > 10 % ( < 10
– LB derajat II > 10 % ( < 10 tahun / > 50 tahun ).
tahun / > 50 tahun ). – LB derajat II > 15% ( 10 –
– LB derajat II > 20 % ( 10 – 50 tahun )
50 tahun )
• Cairan RL 4cc x BB (Kg)x
% luas luka bakar
(Baxter) dibagi 8 jam
pertama dan 16 jam
berikutnya
http://emedicine.medscape.com/article/1277360
SOP Unit Pelayanan Khusus Luka Bakar RSUPNCM 2011
54. Fraktur Terbuka
• Dimana terjadi hubungan dengan lingkungan
luar melalui kulit.
• Terjadi kontaminasi bakteri  komplikasi
infeksi
• Luka pada kulit :
– Tusukan tulang tajam keluar menembus kulit
(from within)
– Dari luar misal oleh peluru atau trauma langsung
(from without)
Tahap –Tahap Pengobatan Fraktur Terbuka
1. Pembersihan luka  irigasi dengan NaCl fisiologis secara mekanis
 mengeluarkan benda asing yg melekat.
2. Eksisi jaringan mati dan tersangka mati (debrideman) pada kulit,
jaringan subkutaneus, lemak, fasia otot dan fragmen tulang yg
lepas.
3. Pengobatan fraktur itu sendirifiksasi interna atau eksterna
4. Penutupan kulit
– Jika diobati dalam periode emas (6 – 7 jam) sebaiknya kulit ditutup
– kulit tegang  tidak dilakukan
5. Pemberian antibakteri
– Antibiotik diberikan sebelum, pada saat dan sesudah operasi
6. Tetanus
Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D.
Handbook of Fractures, 3rd Edition
Choice of fixation
• several options to • No consensus of what
stabilize an open method to use
fracture • Surgeons must make
– splinting, judgment of which
– casting, method is appropriate
– and traction
– external fixation,
– plating, and
– intramedullary nailing
Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D.
Handbook of Fractures, 3rd Edition
Komplikasi fraktur
• Dapat terjadi spontan, 1. Komplikasi pada kulit
– lesi akibat penekanan
iatrogenik atau tindakan – ulserasi akibat dekubitus
– ulserasi akibat pemasangan gips
pengobatan 2. Komplikasi pemb darah
• Tiga faktor utama: – lesi akibat traksi dan penekanan
– Iskemik volkman
– penekanan lokal – Gangren
– traksi yg berlebihan 3. Komplikasi pada saraf
– Lesi akibat traksi dan penekanan
– infeksi
4. Komplikasi pada sendi
– Infeksi (artritis septik) akibat
operasi terbuka
5. Komplikasi pada tulang
– Infeksi akibat operasi terbuka
– Komplikasi pada lempeng epifisis
55. Ensefalokel
• Encephalocele adalah herniasi isi kranium berupa
suatu bagian otak dan meninges (selaput otak)
melalui suatu defek pada tengkorak yang muncul
secara kongenital atau didapat.
• Isi kantung ensefalokel dapat berupa meninges
(meningokel), meninges dan otak
(meningoensefalokel), maupun meninges, otak, dan
ventrikel (meningoensefalosistokel).
• Secara garis besar berdasar letak defek, ensefalokel
dapat terbagi atas:
– ensefalokel frontal/sinsipital (75%)
– ensefalokel basal (15%)
– ensefalokel oksipital (10%)
Manifestasi Klinis
• Benjolan atau kantung pada garis tengah yang ada sejak lahir
– cenderung membesar
– terbungkus kulit normal, membranous ataupun kulit yang mengalami maserasi.
– Konsistensi kistous dan kenyal atau lebih solid bila terdapat herniasi otak
– Kantung dapat mengempis dan menegang, tergantung tekanan intrakranial
karena berhubungan dengan ruang intrakranial.
• Hidrosefalus
• Mikrosefalus
• Pada ensefalokel basal adanya kantung seringkali tidak tampak
menonjol di 
luar melainkan di dalam rongga hidung atau
massa epifaringeal sehingga seringkali tampak seperti polip
nasal.
• Kelumpuhan anggota gerak, gangguan perkembangan,
gangguan penglihatan
Diagnosis
• Terdapat benjolan yang muncul sejak lahir di daerah kepala, bisanya di
garis tengah (khas).

Penegakan diagnosis dapat dilakukan sebelum kelahiran yakni dengan


pemeriksaan USG antenatal. Pada pemeriksaan USG, kriteria yang dipakai
untuk menegakkan diagnosis ensefalokel adalah sebagai berikut:
• Tampak massa melekat pada kepala janin atau bergerak sesuai gerakan
kepala janin.
• Tampak defek tulang tengkorak.
• Tampak ketidaknormalan anatomis, contohnya hidrosefalus.
• Scan tulang belakang untuk mengetahui ada tidaknya spina bifida.
• Pemeriksaan ginjal janin, karena tingginya keterkaitan dengan penyakit

ginjal kistik.
Terdapat beberapa kelainan pada sistem saraf pusat yang dapat
membantu diagnosa ensefalokel, yakni sebagai berikut:

• Defek tengkorak (didapatkan pada 96% kasus).


• Ventrikulomegali (didapatkan pada 23% kasus).
• Mikrosefali (didapatkan pada 50% kasus).
• Basio-occiput mendatar (didapatkan 38% kasus)

Diagnosis banding
• Higroma kistik
• Teratoma
• Polip Nasal (dengan Ensefalokel Nasoethmoidal)
• Ensefalokel Oksipital Berukuran Ensefalokel Nasofrontal
Besar
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• USG
• CT-SCAN
• MRI
• Foto Polos Kepala

Contoh: Gambaran CT-Scan Esenfalokel


Oksipital

Contoh: Foto Polos Lateral dengan


serviko-oksipital
PENATALAKSANAAN
Dengan pembedahan sedini mungkin (usia <4bulan)
(kecuali terjadi rupture pada kantung dan kebocoran CSF)
• Pembedahan ensefalokel terdiri dari membuka dan mengeksplorasi isi
kantung, eksisi jaringan otak yang mengalami displasia
• Menutup kembali defek, jaringan otak displastik di dalam kantung telah
menjadi non-fungsional akibat strangulasi, iskemi, dan edema sehingga
dapat diangkat dengan aman daripada mendorongnya ke dalam rongga
cranium.
• Pada ensefalokel dengan ukuran dan herniasi sangat minimal, jaringan
yang mengalami herniasi dimasukkan kembali ke dalam rongga
intracranial.
• Pembedahan ini dihadapkan pada tantangan untuk menutup defek
anatomis pada tulang tengkorak, hasil operasi sedekat mungkin dengan
fungsi normal, dan menghindari defek pada psikomotor .
Komplikasi
• Ensefalokel besar dapat berkomplikasi pada kebocoran CFS
dan terjadi infeksi
• Pada kasus yang jarang, baik ensefalokel maupun
pembedahannya dapat mengakibatkan kebutaan.
• Pembedahan yang dilakukan sebagai tatalaksana utama
ensefalokel dapat menimbulkan perdarahan intraserebral,
infeksi kehilangan kemampuan penghidu, epilepsy,
disfungsi lobus frontal, edema serebri, dan defisit
kemampuan konsentrasi.
• Istilah meningokel tidak
lazim digunakan untuk lesi
di kepala
• Umumnya lesi di kepala
disebut ensefalokel, karena
didapatkan massa otak yang
keluar
• Spina Bifidakegagalan
pentupan vertebra
56. Male Genital Disorder
EpispadiaOUE berada di dorsum penis
• Penis lebar, pendek dan melengkung
keatas (dorsal chordee)
• Penis menempel pada tulang pelvis
• Tulang pelvis terpisah lebar
• Classification:
• the glans (glanular)
• along the shaft of the penis (penile)
• near the pubic bone (penopubic)

http://www.genitalsurgerybelgrade.com/urogenital_surgery
_detail.php?Epispadias-4
http://emedicine.medscape.com/article/1015227

Hypospadia
• OUE berada pada ventral penis
• Three anatomical
characteristics
• An ectopic urethral
meatus
• An incomplete prepuce
• Chordee ventral
shortening and curvature
57. Anisometropia
• Def: a difference in refractive error between
their two eyes
• Children who have anisometropia are known
to be at risk of amblyopia.
• However there is considerable variability
among professional groups and clinician
investigators as to which aspects of refractive
error should be used to define anisometropia
Associations between Anisometropia, Amblyopia, and Reduced Stereoacuity in a School-Aged Population with a High Prevalence of Astigmatism
Dobson et al. Investigative Ophthalmology & Visual Science, October 2008, Vol. 49, No. 10. 4427-4436
Interocular acuity difference criteria in anisometropia
Interocular
NCT (non contact tonometry), GAT
(Goldmann applanation tonometry), OBF
(ocular blood flow tonometry), SPH
Acuity
(spherical component), SEq (spherical
equivalent), EMM (emmetropia), HYP
Difference
(hyperopia)
Criteria in
Anisometropia

Ocular characteristics of anisometropia


Stephen J Vincent. Institute of Health and
Biomedical Innovation School of Optometry
Queensland University of Technology
Istilah Definisi
anoftalmia absence of one or both eyes
anisokonia A difference of the image size on the retina of
each eye. It is due to anisometropia.

anisokoria an unequal size of the pupils


58. Leukokoria
• Definition : Alteration in the
pupillary light reflexes (the
pupil appears white)
• Etiology :
– Corneal opacity,
– Blood (hyphema) or other
material in the anterior
chamber,
– cataract,
– vitreous opacity or
retinaldisease. T
• The most urgent diagnosis is
retinoblastoma a malignancy
most likely arising from retinal
germ cells
Retinoblastoma
Retinoblastoma (Rb)
• Tumor ganas intraokular masa Clinical features
kanak yg paling sering • Leukocoria (60%): The pupil of the
• Puncak insidens antara usia 1-2 eye appears white instead of red
tahun when light shines into it (known as
• Berasal dari retinoblas yang "cat's eye reflex" or "white eye").
kehilangan fungsi gen supresor • strabismus (20%)
tumor Rb. • White, round retinal mass with
• Lebih dari 90% kasus merupakan endophytic (towards vitreous),
sporadik. exophytic (toward RPE/choroid),
• Gambaran histologis: pola mixed, or diffuse infiltrating growth
abnormal retinoblasts : Flexner– pattern.
Wintersteiner rosettes, Homer- • Pain or redness in the eye.
Wright rosettes, dan fleurettes. • An enlarged or dilated pupil
• Blurred vision or poor vision
• Different colored irises
Treatment
• Tujuan utamanya adalah untuk • Kemoterapi (carboplatin,
menyelamatkan nyawa anak, etopside, and vincristine)
kemudian untuk menyelamatkan – Consider for bilateral disease, large
penglihatan, dan kemudian untuk tumors (chemoreduction combined
meminimalisasi komplikasi/ efek with local treatment), extraocular
samping pengobatan. involvement, metastasis, or
recurrence.
• Photocoagulation or
• Enucleation
transpupillary thermotherapy:
– Untuk stadium lanjut
– for small posterior tumors without
optic nerve involvement or
vitreous seeding.
• Cryotherapy
– for small tumors
• Radiotherapy (radioactive
plaques, laser therapy, external
beam radiotherapy)
Retinoblastoma (Rb)
KOMPLIKASI PROGNOSIS
• Glaukoma, buftalmos, edem • Most untreated tumors proceed
kornea, metastasis, ptisis bulbi 
 to local invasion and metastasis
PEMERIKSAAN to cause death within 2 years
• Ultrasound: intralesional • Most small to medium-sized
calcification with high internal tumors without vitreous seeding
reflectivity and acoustic shadow. can be successfully treated.
• CT/MRI: CT is better for imaging Overall, there is a 95% survival
the retinoblastoma itself rate (in the developed world).
(calcification high density), but • Poor prognostic factors include
MRI is preferred for assessing any size of tumor, optic nerve
intracranial involvement involvement, extraocular spread,
(extension or associated tumors). and older age of child.
Katarak Perubahan pada kebeningan struktur lensa mata yang muncul pada saat
kongenital kelahiran bayi atau segera setelah bayi lahir, dapat terjadi di kedua mata
bayi (bilateral) maupun sebelah mata bayi (unilateral). Keruh/buram di
lensa terlihat sebagai bintik putih jika dibandingkan dengan pupil hitam
yang normal dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Etiologi: keturunan
(genetik), infeksi, masalah metabolism, diabetes, trauma (benturan),
inflamasi atau reaksi obat, anti biotik tetracycline, ibu bayi menderita
infeksi seperti campak atau rubella (penyebab paling lazim), rubeola,
chicken pox, cytomegalovirus, herpes simplex, herpes zoster, poliomyelitis,
influensza, virus Epstein-Barr, sifilis, dan toxoplasmosis.

Macula kornea an autosomal recessive condition, which is the least common but the most
distrofi severe of the 3 major stromal corneal dystrophies. It is characterized by
multiple, gray-white opacities that are present in the corneal stroma and
that extend out into the peripheral cornea. Visible in the cornea during the
first decade of life. Over time, vision decreases, and patients develop
photosensitivity, eye pain from recurrent corneal erosions.
Korpus Benda asing pada mata. Riwayat trauma.
alienum
Strabismus/ a condition in which the eyes are not properly aligned with each other
squint
59. Allergic Conjunctivitis
60. Episcleritis
Simple episcleritis
• This common condition
• Clinical features
is a benign, recurrent
– Sudden onset of mild discomfort, tearing ±
inflammation of the
photophobia; may be recurrent.
episclera
– Sectoral (occasionally diffuse) redness that
• it is most common in blanches with topical vasoconstrictor (e.g.,
young women. phenylephrine 10%); globe nontender;
spontaneous resolution 1–2 weeks.
• Episcleritis is usually
self-limiting and may • Treatment
require little or no – Supportive: reassurance ± cold compresses.
treatment. – Artificial tears
– Topical: consider lubricants ± NSAID (e.g., ketorolac
• It is not usually 0.3% 3x/day; uncertain benefit).
associated with any – Although disease improves with topical steroids,
systemic disease, there may be rebound inflammation on
although around 10% withdrawal.
may have a connective – Systemic: if severe or recurrent disease, consider
tissue disease. oral NSAID (e.g., flurbiprofen 100 mg 3x/day for
acute disease).
Nodular episcleritis
Clinical features Treatment
– Sudden onset of FB sensation, – Treat as for simple
discomfort, tearing ± episcleritis, but there is a
photophobia. It may be greater role for ocular
recurrent. lubricants.
– Red nodule arising from the – Patients with severe or
episclera prolonged episodes may
– can be moved separately require artificial tears and/or
from the sclera (cf. nodular topical corticosteroids.
scleritis) and conjunctiva – Nodular episcleritis is more
– blanches with topical indolent and may require
vasoconstrictor (e.g., local corticosteroid drops or
phenylephrine 10%) anti-inflammatory agents.
– does not stain with – Topical ophthalmic 0.5%
fluorescein; prednisolone, 0.1%
– globe nontender dexamethasone, or 0.1%
betamethasone daily may be
– Spontaneous resolution used.
occurs in 5–6 weeks.
Applied anatomy of vascular coats
Normal Episcleritis Scleritis

• Radial superficial episcleral • Maximal congestion • Maximal congestion of


vessels of episcleral vessels deep vascular plexus
• Deep vascular plexus • Slight congestion of
adjacent to sclera episcleral vessels
61. Keratitis Exposure
• Berkurangnya lubrikasi permukaan mata karena
penutupan kelopak mata yang inadekuat 
keratitis exposure
• Gejala dan tanda:
– Nyeri, rasa mengganjal seperti benda asing, fotofobia,
epifora, visus turun
– Kedipan mata berkurang, lagoftalmos, ↓ meniskus air
mata, pembentukan filamen kornea, erosi epitelial
pungtata,
– Kasus yang berat  edema kornea, penipisan ataupun
ulkus pada kornea
• Diagnosis : • Penatalaksanaan :
– Diagnosis ditegakkan – Lubrikasi :
berdasarkan riwayat dan • Salep antibiotik
pemeriksaan fisik (eritromisin) ; gel artificial
• Palpebra : entropion, tears
ektropion, Bell`s palsy, – Steroid
traksi congenital • Weak topical steroid
coloboma, trauma
palpebra – Amniotic membrane
• Proptosis : – Tarssoraphy
• Herpetic keratopathy atau
kelainan nervus V
62. OKLUSI ARTERI RETINA
• Kelainan retina akibat sumbatan akut arteri retina
sentral yang ditandai dengan hilangnya penglihatan
mendadak.
• Predisposisi
– Emboli paling sering (hipertensi, aterosclerosis, penyakit
katup jantung, trombus pasca MCI, tindakan angiografi,
– Penyakit spasme pembuluh darah karena endotoksin
(keracunan alkohol, tembakau, timah hitam
– Trauma(frakturorbita)
– Koagulopati (kehamilan, oral kontrasepsi)
– Neuritis optik, arteritis, SLE

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Gejala Klinis :
• Visus hilang mendadak tanda nyeri
• Amaurosis Fugax (transient visual loss)
• Lebih sering laki-laki diatas 60thn
• Fase awal setelah obstruksi gambaran fundus
normal.
• Setelah 30 menit retina polusposterior pucat
kecuali di daerah foveola dimana RPE dan koroid
dapat terlihat  Cherry Red Spot
• Setelah 4-6 minggu : fundus normal kembali
kecuali arteri halus, dan berakhir papil atropi

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Cherry red Spot

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Penatalaksanaan :
• Tx berkaitan dengan • Gradient perfusion pressure
penyakit sistemik :
• Untuk memperbaiki visus – Parasentesis sumbatan di
harus waspada sebab 90 bawah 1 jam 0,1 – 0,4cc
menit setelah sumbatan – Masase bola mata (dilatasi
arteri retina)
kerusakan retina ireversible.
– ß blocker
• Prinsip “gradient perfusion – acetazolamide
pressure” (menurunkan TIO – Streptokinase (fibrinolisis)
secara mendadak sehingga – Mixtur O2 95% dengan CO2
terjadi referfusi dengan 5% (vasodilatasi)
menggeser sumbatan)

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Defini dan gejala

Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry(cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
sentral penglihatan hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil

Ablatio suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
retina photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup

Perdarahan Perdarahan pada selaput vitreous sampai ke dalam vitreous. Gejala: penglihatan buram
vitreous tiba-tiba, peningkatan floaters,dan kilatan cahaya

Amaurosis Kehilangan penglihatan tiba-tiba secara transient/sementara tanpa adanya nyeri,


Fugax biasanya monokular, dan terkait penyakit kardiovaskular
63. KELAINAN REFRAKSI: HIPERMETROPIA
ANAMNESIS

MATA MERAH MATA MERAH MATA TENANG


MATA TENANG VISUS
VISUS NORMAL VISUS TURUN VISUS TURUN
TURUN MENDADAK
• struktur yang PERLAHAN
mengenai media
bervaskuler 
refraksi (kornea, • uveitis posterior • Katarak
sklera konjungtiva •
uvea, atau perdarahan vitreous • Glaukoma
• tidak • Ablasio retina • retinopati
seluruh mata)
menghalangi • oklusi arteri atau vena penyakit sistemik
media refraksi retinal • retinitis
• neuritis optik pigmentosa
• Keratitis
• Konjungtivitis murni • neuropati optik akut • kelainan refraksi
• Keratokonjungtivitis
karena obat (misalnya
• Trakoma • Ulkus Kornea
• mata kering, etambutol), migrain,
• Uveitis
tumor otak
xeroftalmia • glaukoma akut
• Pterigium • Endoftalmitis
• Pinguekula • panoftalmitis
• Episkleritis
• skleritis
HIPERMETROPIA
• Gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar
sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina (di belakang
makula lutea)
• Etiologi :
– sumbu mata pendek (hipermetropia aksial),
– kelengkungan kornea atau lensa kurang (hipermetropia
kurvatur),
– indeks bias kurang pada sistem optik mata (hipermetropia
refraktif)
• Gejala : penglihatan jauh dan dekat kabur, sakit kepala,
silau, rasa juling atau diplopia

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas ; dasar – teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata, sidarta Ilyas
HIPERMETROPIA
• Pengobatan : Pemberian lensa sferis
positif akan meningkatkan kekuatan
refraksi mata sehingga bayangan
akan jatuh di retina
• koreksi dimana tanpa siklopegia
didapatkan ukuran lensa positif
maksimal yang memberikan tajam
penglihatan normal (6/6), hal ini
untuk memberikan istirahat pada
mata.
• Jika diberikan dioptri yg lebih kecil,
berkas cahaya berkonvergen namun
tidak cukup kuat sehingga bayangan
msh jatuh dibelakang retina,
akibatnya lensa mata harus
berakomodasi agar bayangan jatuh
tepat di retina.
• Contoh bila pasien dengan +3.0 atau
dengan +3.25 memberikan tajam
penglihatan 6/6, maka diberikan
kacamata +3.25
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
BENTUK HIPERMETROPIA
• Hipermetropia total = laten + manifest
– Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia
• Hipermetropia manifes = absolut + fakultatif
– Yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal dengan hasil visus 6/6
– Terdiri atas hipermetropia absolut + hipermetropia fakultatif
– Hipermetropia ini didapatkan tanpa siklopegik
• Hipermetropia absolut :
– “Sisa”/ residual dari kelainan hipermetropia yang tidak dapat diimbangi
dengan akomodasi
– Hipermetropia absolut dapat diukur, sama dengan lensa konveks terlemah
yang memberikan visus 6/6

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas


BENTUK HIPERMETROPIA

• Hipermetropia fakultatif :
– Dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi sepenuhnya dengan
akomodasi
– Bisa juga dikoreksi oleh lensa
– Dapat dihitung dengan mengurangi nilai hipermetrop manifes – hipermetrop
absolut
• Hipermetropia laten:
– Hipermetropia yang hanya dapat diukur bila diberikan siklopegia
– bisa sepenuhnya dikoreksi oleh tonus otot siliaris
– Umumnya lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan dewasa.
– Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten, makin tua akan
terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi fakultatif
dan kemudia menjadi absolut

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas & Manual of ocular diagnosis and therapy
• Contoh pasien hipermetropia, 25 tahun, tajam penglihatan
OD 6/20
– Dikoreksi dengan sferis +2.00  tajam penglihatan OD 6/6
– Dikoreksi dengan sferis +2.50  tajam penglihatan OD 6/6
– Diberi siklopegik, dikoreksi dengan sferis +5.00  tajam penglihatan
OD 6/6
ARTINYA pasien memiliki:
– Hipermetropia absolut sferis +2.00 (masih berakomodasi)
– Hipermetropia manifes Sferis +2.500 (tidak berakomodasi)
– Hipermetropia fakultatif sferis +2.500 – (+2.00)= +0.50
– Hipermetropia laten sferis +5.00 – (+2.50) = +2.50
64. Congenital Nasolacrimal Duct
Obstruction (CNDO)
• Embriology
– This condition affects nearly 20 % of all newborns
– The development of the lacrimal drainage system begins at
approximately 6 weeks of gestation
– Communication between the lacrimal drainage system and
the nose occurs at the end of the sixth month.
– Tears are normally produced a few weeks after birth;
hence nasolacrimal duct (NLD) obstruction may not be
recognised until several weeks after birth.

• Etiology :
– Most commonly, this is due to the presence of a
membrane at the level of the valve of Hasner, which is
present at the nasal opening of the nasolacrimal duct
Murthy R. Congenital Nasolacrimal Duct Obstruction (CNLDO). Kerala Journal of Ophthalmology. 2007.9:2
Congenital nasolacrimal duct obstruction

Epiphora and matting Infrequently acute dacryocystitis


Treatment
• one third: bilateral
• Role out congenital glaucoma 
fotophobia
• Conservative management by
massage can be done safely upto 1
year of age;
• the reason being most of the cases
(96 %) will resolve within the first
year of life
• Massage of nasolacrimal duct: 10
strokes 4 times a day
• antibiotic drops 4 times daily for
mucopurulent discharge
• If no improvement - probe at 12
months
• Results - 90% cure by first probing ,
6% by repeated probing
65. Eyelid trauma
• Eyelid is specialized tissue • Eyelid margin has slightly
characterized by skin on rounded anterior edge and
anterior surface and mucous sharp posterior edge.
membrane – tarsal conjunctiva – Mucocutaneous junction
on its posterior. – Meibomian gland orifices
• Eyelid skin is thinnest in the – Gray line
body. – Eyelash follicles
• It has loose attachment and
absence of fat in corium.
• Lid contains muscle, glands,
blood vessels and nerves.
• The firmness to the lid is
provided with tarsus which is
dense fibrous tissue and not a
cartilage

Vichare N. Management of Eyelid Lacerations. DOS Times - Vol. 20, No. 8 February, 2015
Repair of eyelid trauma

• Repairing of eyelid injuries • Preoperative evaluation


requires knowledge and – Detailed history is obtained to determine
meticulous approach. time, course and circumstances of injury.
– Management of ocular injury starts after
• Gentle tissue handling and proper traumatized patient is stabilized and life
alignment should be done. threatening injuries are addressed
– Detailed ocular examination includes visual
• Aim should be to achieve best acuity, ocular movements, intra ocular
possible functional and cosmetic pressure, pupillary reactions and posterior
outcome segment examination.
– Eyelid trauma can be associated with
• Timing of repair hyphema, angle recession or retinal
– Every effort must be made to detachment.
reconstruct the injured – Globe injuries should be attended before lid
injuries.
tissues as soon as possible. – Systemic antibiotics should be started. 
– Primary repair can be done Intravenous antibiotics are preferable for
even after 24 -48 hrs after the severely contaminated wounds.
– Wounds are irrigated thoroughly to remove
patient is stabilized. all debris.
– Tetanus toxoid must be given to non-
immunized patients.
66. Astenopia
• Asthenopia/eyestrain (fatigue of eyes) is caused mainly due to
prolonged near work,leading to fatigue of eyes.

• The strain thrown on eyes is similar to that imposed on leg muscles


in a long forced march.

• And if our physical condition or environmental factors are not


conducive to rapid recovery, symptoms of distress are produced

• Asthenopia can be divided into two types:


– Accomodative
– Muscular

Smitha V. Asthenopia. Kerala journal of ophtalmology. Vol. XXIV, No.1, Mar. 2012
• 1. Accomodative asthenopia,
– which is due to strain on ciliary muscles.
– This is the most common form.
• 2. Muscular asthenopia:
– This is caused due to weakness of extra ocular muscles.
– It is commonly seen in squints and nerve palsies.

• Clinically it is easy to differentiate between these two types in most


of the cases.
• In case of a doubt ,a simple patch test will help.
– Patch test : Patch one eye for several hours, if symptoms persists,it is
due to accommodative stress.
– On resting one eye if the symptoms are relieved, it is due to muscular
incompetence
• Etiology :

1. Uncorrected refractive errors:


• Mainly seen with hypermetropia & astigmatism.
• In hyperopes accomodation is already compromised & strain is put on ciliary
muscles during prolonged near work. If the refractive error goes uncorrected
we can have:
– a) Temporary failure of ciliary muscle leading toblurring of vision.
– b) Excessive spasm of accomodation, leading to artificial myopia.
• In astigmatism, continuous strain is thrown on the accomodation in the
attempt to see clearly.
2. Uncorrected presbyopia
3. Prolonged near work in people without refractive error
4. Inadequate illumination
5. Muscular imbanlance
6. Retinal problems
7. Using Cathod ray monitors, both for television & computer screens
with a refresh rate <70 Hz,cause strain due flickering images. That is
where LCD monitors have an advantage
Symptoms
• Symptoms range from mild discomfort to severe headaches. They can be
divided as:
• External
– Caused by manually holding open the eyelids. Blinks interfere with acquiring visual
information while reading & are thus reduced during use of computers. This leads to,
• Tired, dry eyes
– Watering
– Burning sensation
– Redness, itching
• Internal
– - Induced by accomodation & convergence
– Frequent styes
– Pain in & around the eyes
– Headache
– Neck pain
– Twitching around the eye(Myokymia)
Astenopia (Computer Vision
Syndrome)
• Astenopia, Eye Strain, Visual Terjadi akibat:
1. Cahaya masuk ke mata dari benda
Discomfort dan Ocular fatigue yang dilihat tidak cukup.
atau disebut juga mata lelah 2. Pemusatan cahaya pada retina mata
tidak sempurna.
• Kondisi oftalmologis yang
3. Mekanisme penggabungan bayangan
bermanifestasi lewat gejala (fusi) oleh sistem penglihatan yang
nonspesifik seperti lelah dan lebih sentral (otak) dan upaya untuk
mempertahankannya tidak memadai.
nyeri sekitar atau pada mata, • Gejala:
penglihatan buram, sakit kepala  Pandangan kabur
dan kadang diplopia. Biasanya  Distorsi bentuk dan ukuran objek
timbul setelah membaca, lama  Inflamasi mata
melihat komputer atau aktivitas  lakrimasi
 Mata lelah, terasa panas
mata yang terus-menerus.
 Rasa tidak nyaman di mata
 Nyeri kepala
Klasifikasi
• Refraktif Astenopia
– Astenopia yang terjadi akibat kelainan refraksi dan
berkurang dengan penggunaan kacamata
• Muscular Astenopia
– Terkait dengan kelainan akomodasi dan
ketidakcukupan konvergensi, gejala akan
berkurang dengan latihan konvergensi dan
akomodasi
Penyakit Khas

Astenopia akomodasi Kelelahan mata akibat aktivitas mata fokus pada benda
yang dekat dalam jangka waktu lama
Astenopia anisometropi Kondisi kedua mata memiliki perbedaan kekuatan refraksi
biasanya lebih dari 2 dioptri. Hal ini menyebabkan diplopia
dan astenopia
Astenopia anesikonia Perbedaan besar gambar pada retina masing-masing
mata. Ketika hal ini menjadi bermakna maka dapat terjadi
diplopia, disorientasi, astenopia, sakit kepala, pusing dan
kelainan keseimbangan.
Astenopia miopia Cahaya yg masuk ke mata difokuskan di depan retina 
kesulitan melihat jauh  membutuhkan kacamata
minus/konkaf
Astenopia hipermetropia Cahaya yg masuk ke mata difokuskan di belakang retina 
kesulitan melihat dekat  membutuhkan kacamata
plus/konveks
67. Herpes Zooster Ophtalmicus
• Herpes zoster ophthalmicus occurs when the
varicella-zoster virus is reactivated in the
ophthalmic division of the trigeminal nerve
• The virus damages the eye and surrounding
structures by secondary perineural and
intraneural inflammation of sensory nerves
• Although herpes zoster ophthalmicus most often
produces a classic dermatomal rash, a minority of
patients may have only ophthalmic findings,
limited mainly to the cornea
Shaikh S, Cristopher N. Evaluation and Management of Herpes zooster ophtalmicus. (Am Fam Physician 2002;66:1723-30,1732.
Figure 1A
68. Konjungtivitis Bakterialis
Pathology Etiology Feature Treatment
Bacterial staphylococci Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics
streptococci, burning sensation, usually Artificial tears
gonocci bilateral eyelids difficult to open
Corynebacte on waking, diffuse conjungtival
rium strains injection, mucopurulent
discharge, Papillae (+)
Viral Adenovirus Unilateral watery eye, redness, Days 3-5 of → worst, clear
herpes discomfort, photophobia, eyelid up in 7–14 days without
simplex virus edema & pre-auricular treatment
or varicella- lymphadenopathy, follicular Artificial tears →relieve
zoster virus conjungtivitis, pseudomembrane dryness and inflammation
(+/-) (swelling)
Antiviral →herpes simplex
virus or varicella-zoster virus

http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html
Pathology Etiology Feature Treatment
Fungal Candida spp. can Not common, mostly occur in Topical antifungal
cause immunocompromised patient,
conjunctivitis after topical corticosteroid and
Blastomyces antibacterial therapy to an
dermatitidis inflamed eye
Sporothrix
schenckii
Vernal Allergy Chronic conjungtival bilateral Removal allergen
inflammation, associated atopic Topical antihistamine
family history, itching, Vasoconstrictors
photophobia, foreign body
sensation, blepharospasm,
cobblestone pappilae, Horner-
trantas dots
Inclusion Chlamydia several weeks/months of red, Doxycycline 100 mg PO
trachomatis irritable eye with mucopurulent bid for 21 days OR
sticky discharge, acute or Erythromycin 250 mg
subacute onset, ocular irritation, PO qid for 21 days
foreign body sensation, watering, Topical antibiotics
unilateral ,swollen lids,chemosis
,Follicles
69. Visual acuity chart
• Visual acuity chart for • Visual acuity chart for
infants pre-school children
– Optokinetic nystagmus – Landot ‘c’
drum – Tumbling ‘E’
– Lea paddle. – Sheridan Gardiner.
• Visual acuity chart for – Stycar visual acuity test .
school going childrens – Lea symbol .
/adults – Kay picture test.
– Snellen chart – Cardiff chart .
– LogMar chart – Allen card test .
Optokinetic Nystagmus Drum
Lea paddle
Lea paddle
• It is based on preferential • At a time two cards are held
looking and snellen principle. infront of the patient .The
• The chart is placed at a blank infront and the one with
distance of 1m from the lines ie, held behind it .
patient. • Then immediately the second
• It is usually used for the age card is flipped out and we
group of 3 to 9 mths. keep on changing the
• There are cards available of positions.
various thickness of lines. • The patient should appreciate
the card with lines .
• The test is done at same eye
level and the eye movement
of patient is seen .
Landolt ‘c’ chart
For preschool children
LANDOLT ‘C’ CHART • The patient has to
• It is usually used for age identify the part from
group of 3 to 6 yrs who where the ring is broken
cannot recognize letters . by pointing the direction
• The chart is shown to the up ,down ,left,right by
patient at a distance of finge .
6meter. • Landolt ‘c’-chart based on
• Acuity Charts using the log MAR principle are also
Landolt C have available.
traditionally been • They consist of 5 broken
considered among the rings per line and the size
most reliable pediatric goes on decreasing as we
symbols. move a head.
Tumbling ‘E’ chart
Tumbling ‘E’ chart
• It is similar to landolt ‘c’ except that it consist of
letter ‘E’
• The test is again done at a distance of 6 meter.
• The child is given wooden or plastic letter E and is
asked to point the direction of E as instructed by
the examiner .
• Or the patient is directly told to point the finger
in the direction up down ,left, right as shown in
the main chart .
FOR SCHOOL GOING CHILDREN/ADULTS
SNELLEN CHART
• It was introduced in 1862 by snellen .
• The chart consist of seven row namely
6/60,6/36,6/24,6/18,6/12,6/9,6/6. and sometimes 6/5 ,6/4
also will be there.
• These is the most common chart used to measure the
vision.
• The patient is told to occlude one eye and is asked to read
the chart from top until the last line or letter that he can
read.
• It consist of letters of varying size .
• It is done at 6 meter
LOGMAR CHART
LOGMAR CHART
• It was given by Bailey and lovie in 1916 and so
it also called as Bailey lovie chart.
• The production was done by light house .
• The measurements are based on logarithm
principle .
• Bailey Lovie also gave another logMAR chart
which had decreasing contrast as we move a
head to measure the contrast level.
70. Entropion
• Merupakan pelipatan palpebra ke arah dalam
• Penyebab: infeksi (ditandai dengan adanya jaringan parut),
faktor usia, kongenital
• Klasifikasi
– Enteropion involusional
• yang paling sering dan terjadi akibat proses penuaan
• Mengenai palpebra inferior, karena kelemahan otot palpebra
– Enteropion sikatrikal
• Mengenai palpebral inferior/ superior
• Akibat jaringan parut tarsal
• Biasanya akibat peradangan kronik seperti trakoma
– Enteropion congenital
• Terjadi disgenesis retraktor kelopak mata bawa  palpebra tertarik ke
dalam
– Enteropion spastik akut
• Terjadi penutupan kelopak mata secara spastik  terjadi penarikan oleh
m.orbikularis okuli  entropion
71. Status Epileptikus
kejang yang berlangsung lebih dari 5 menit atau kejang berulang dimana di antara
serangan yang pertama dan berikutnya kesadaran pasien tidak kembali normal
Sirven J, Waterhouse E. Management of Status Epilepticus. Am Fam Physician 2003;68:469-76
72. Tumor Intrakranial
Tumor otak primer adalah penyakit yang jarang ditemui, insidensnya hanya sekitar 2% dari
populasi di USA
Tumor lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita, dengan umur yang paling sering
terkena adalah 69 – 75 tahun

Chandhana S, Singh T. Primary Brain Tumors in Adult. (Am Fam Physician. 2008;77(10):1423-1430.
Tanda dan gejala tumor otak primer

Tanda dan Gejala Persentase %


1. Nyeri kepala 56
2. Hilangnya memori 35
3. Perubahan kognitif 34
4. Defisit motorik 33
5. Defisit bahasa 32
6. Kejang 32
7. Perubahan kepribadian 23
8. Gangguan penglihatan 22
9. Perubahan kesadaran 16
10. Mual dan muntah 13
11. Defisit sensoris 13
12. Papiledema 5

Chandhana S, Singh T. Primary Brain Tumors in Adult. (Am Fam Physician. 2008;77(10):1423-1430.
73. Traumatic Brain Injury
KETERANGAN
Concussion Merupakan cedera kepala yang paling ringan dan sering terjadi.
Terjadi kehilangan kesadaran sementara setelah cedera (gegar
otak)
Contussion Pembengkakan jaringan otak disertai dengan bocornya darah
dari pembuluh darah yang robek. Dapat disebabkan oleh
cederea countercoup.
Countercoup  terjadinya goncangan pada kepala, sehingga
otak terbentur ke kranium contoh: mobil dengan kecepatan
tinggi berhenti mendadak atau shaken baby syndrome

Hematom Cedera kepala yang menyebabkan robeknya pembuluh darah


otak dapat menyebabkan hematoma (hematom epidural,
subdural, subarakhnoid)
Diffuse Axonal Kerusakan pada sel saraf (neuron) sehingga sinaps antar neuron
Injury rusak atau terputus. Biasanya disebabkan oleh cedera
countercoup
Lesi yg dapat timbul pada trauma kepala :
1. Kulit kepala robek atau mengalami perdarahan
subkutan.
2. Otot-otot dan tendo pd kepala mengalami
kontusio.
3. Perdarahan terjadi dibawah galea aponeurotika.
4. Tulang tengkorak patah
5. Gegar otak.
6. Edema serebri traumatik.
7. Kontusio serebri.
8. Perdarahan subarahnoid.
9. Perdarahan epidural
10. Perdarahan subdural.
PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006
KLASIFIKASI
BERDASARKAN PATOFISIOLOGI
1. Komosio serebri : tidak ada jaringan otak yang rusak tp hanya
kehilangan fungsi otak sesaat (pingsan < 10 mnt) atau amnesia pasca
cedera kepala.
2. Kontusio serebri : kerusakan jar. Otak + pingsan > 10 mnt atau terdapat
lesi neurologik yg jelas.
3. Laserasi serebri : kerusakan otak yg luas + robekan duramater + fraktur
tl. Tengkorak terbuka.

BERDASARKAN GCS:
1. GCS 13-15 : Cedera kepala ringan  CT scan dilakukan bl ada lucid
interval/ riw. kesdran menurun.  evaluasi kesadaran, pupil, gejala fokal
serebral + tanda-tanda vital.
2. GCS 9-12 : Cedera kepala sedang  prks dan atasi gangg. Nafas,
pernafasan dan sirkulasi, pem. Ksdran, pupil, td. Fokal serebral, leher,
cedera orga lain, CT scan kepala, obsevasi.
3. GCS 3-8 : Cedera kepala berat : Cedera multipel. + perdarahan
intrakranial dg GCS ringan /sedang.

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


Diffuse Axonal Injury
74. Tension Headache
Nyeri Kepala Tension

•Nyeri kepala ini sering ditemui dalam praktek sehari – hari


•Prevalensi antara 30 – 78%
• dapat dibagi lagi menjadi 4 kelas yaitu :
1. Infrequent episodic tension type headache
2. Frequent episodic tension type headache
3. Chronic tension type headache
4. Probable tension type headache

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Kriteria Diagnosis infrequent tension type
headache
Setidaknya 10 kali serangan nyeri kepala yang muncul <1 hari
per bulan dan memenuhi kriteria A - E
A. Berlangsung selama 30 menit C. Memenuhi kedua kriteria
hingga 7 hari
berikut:
B. Setidaknya terdapat dua dari
empat karakteristik a. Tidak terdapat mual
- Lokasi bilateral atau muntah
- Terasa tertekan atau terikat b. Tidak terdapat
- Intensitas ringan – sedang fotofobia atau
- Tidak dipengaruhi oleh fonofobia
aktivitas fisik rutin seperti
berjalan atau menaiki
tangga

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Kriteria Diagnosis frequent tension type headache
Setidaknya 10 kali serangan nyeri kepala yang muncul dalam 1 -
14 hari per bulan selama > 3bulan dan memenuhi kriteria A - E
A. Berlangsung selama 30 menit C. Memenuhi kedua kriteria
hingga 7 hari
berikut:
B. Setidaknya terdapat dua dari
empat karakteristik a. Tidak terdapat mual
- Lokasi bilateral atau muntah
- Terasa tertekan atau terikat b. Tidak terdapat
- Intensitas ringan – sedang fotofobia atau
- Tidak dipengaruhi oleh fonofobia
aktivitas fisik rutin seperti
berjalan atau menaiki
tangga

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Tatalaksana
• TTH umumnya mempunyai respon yang baik
dengan pemberian analgesik seperti ibuprofen,
parasetamol / asetaminofen, dan aspirin.
• Kombinasi Analgesik/sedative digunakan secara
luas (contoh , kombinasi analgesik/antihistamine
seperti Syndol, Mersyndol and Percogesic).
• Pengobatan lain pada TTH
termasuk amitriptyline / mirtazapine /
dan sodium valproate (sebagai profilaksi).
The International Classification of Headache Disorders: 2nd
edition. Cephalalgia 2004, 24 Suppl 1:9-160.
75. Tekanan Intrakranial
• Intrakranial tersusun atas :
– Otak (80%) Hukum Monroe Kellie

– Cairan serebrospinal (10%) Komposisi tiap komponen


intrakranial dapat berubah ubah,
namun volume intrakranial total akan
– Volume darah otak (10%) selalu tetap

V (intracranial vault)= V (CSF) + V (brain) + V (blood) + V (lainnya, massa)

– tubuh memiliki mekanisme kompensasi untuk


mempertahankan tekanan intrakranial yang normal
seperti mengubah tekanan darah
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital, reflex cahaya pupil, kesadaran,
defisit fokal, fontanel (pada bayi)
Doktrin Monro-Kellie
• Tanda dan Gejala peningkatan tekanan
intrakranial
– Nyeri kepala
– Mual dan muntah
– Perubahan kesadaran
– Ubun ubun membonjol pada bayi
– Defisit neurologis
– Kejang
– Kaku kuduk (terutama akibat meningitis)
– Perubahan pola nafas : stridor, hiperventilasi,
Cheyne – Stokes
ypes of brain herniation [3] 1) Uncal 2) Central
3) Cingulate 4) Transcalvarial 5) Upward 6)
Tonsillar
Pengelolaan peningkatan TIK
• Tindakan umum – Pertahankan normothermia
– Elevasi kepala 30° • Suhu dipertahankan 36-37°C
• Terapi hipothermia (ruangan berAC)
• Meningkatkan venous return  CBV
menurun  TIK turun • Setiap kenaikan suhu tubuh 1°C
meningkatkan kebutuhan cairan ±
– Hiperventilasi ringan 10%
• Menyebabkan PCO2   – Pencegahan kejang
vasokonstriksi  CBV  TIK 
• Diphenil hidantoin loading dose 13-
– Pertahankan tekanan perfusi otak 18mg/kgBB diikuti dosis
• (CPP) > 70 mmHg pemeliharaan 6-8mg/kgBB/hari
• (CPP=MAP-ICP) – Diuretika
• Menurunkan produksi CSS
– Pertahankan normovolemia
• Tidak efektif dalam jangka lama
• Tidak perlu dilakukan dehidrasi, karena
menyebabkan CPP   hipoperfusi – Kortikosteroid
iskemia • Tidak dianjurkan untuk cedera otak
• Bermanfaat untuk anti edema pada
peningkatan TIK non trauma, misal
tumor/abses otak

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


– Manitol
• Osmotik diuresis, bekerja intravaskuler pada BBB
yang utuh
• Efek
– Dehidrasi (osmotik diuresis)
– Rheologis
– Antioksidan (free radical scavenger)
• Dosis 0,25-1g/kgBB/pemberian, diberikan 4-6x/hari
• Diberikan atas indikasi:
– Ada tanda klinis terjadinya herniasi
– Klinis & radiologis TIK meningkat

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


• Terapi primer peningkatan TIK
– Evakuasi/eksisi massa (hematoma)
• Kraniotomi
– Memperbaiki BBB
– Mengurangi penekanan CBF   iskemia
– Drainase CSS
• Dengan ventrikulostomi
• 100-200 cc/hari
76. Toksoplasma ensefalitis
• Toxoplasmosis merupakan infeksi oportunistik
pada SSP dan biasanya menyerang orang
dengan sistem imun yang lemah
(immunocompromised)
• terjadi pada pasien AIDS dengan CD4 kurang
dari 100 cell/L
• hanya mengenai otak, tidak melibatkan
meninges,
Tanda dan gejala TE
•Encephalopathy
•Meningoencephalitis
•Massa intraserebral
•Perubahan kesadaran (75%)
•Demam (10-72%)
•Kejang (33%)
•Nyeri kepala (56%)
•Defisit neurologis fokal (60%)  defisit motorik,
paresis nervus kranialis, gangguan gerakan,
dismetria, lapang pandang menghilang, afasia
• Lesi TE dapat muncul di
bagian manapun dari
SSP, namun area
tersering yang terkena
adalah ganglia basalis,
kelenjar pituitary dan
corticomedullary
junction
• Jika mengenai batang
otak  palsy nervus
kranialis, dismetria dan
ataxia
• Infeksi ganglia basalis
 hidrosefalus, gerakan
korea, dan
khoreoatetosis
CNS Manifestations in HIV
• Space Occupying Lesions • Diffuse Disease
– Toxoplasmosis (most – Cryptococcal Meningitis
– Acute Infection
common)
– HIV Dementia
– Lymphoma – Tuberculous Meningitis
– CNS Syphilis
– PML – Toxoplasma encephalitis
– Cytomegalovirus encephalitis
– Tuberculoma
– Cryptococcoma
– Pyogenic abscess
– Nocardia
– CNS Syphilis (gumma)
77. Pemeriksaan Tanda Rangsang
Meningeal
A. Brudzinski I
• Memposisikan pasien tidur terlentang dengan
kedua tangan dan kaki diliruskan serta berikan
bantal bila ada
• Memutar kepala pasien ke samping kanan kiri serta
menoleh ke kanan kiri apakah ada tahanan untuk
mengecek adanya gejala ekstrapiramidal atau
spasme otot selain tanda meningeal
• Memegang kepala penderita dengan tangan kiri dan
kanan, kemudian memfleksikan kepala dagu
penderita ke arah sternum/ dada penderita apakah
ada tahanan atau nyeri di leher. Pada kondisi
normal dagu dapat menyentuh dada
• Kaku kuduk (+) : jika dagu tidak dapat menyentuh
dada
• Brudzinski (+) : jika bersamaan dengan pemeriksaan
kaku kuduk terlihat fleksi sejenak pada tungkai
bawah
Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
B. Brudzinski II
• Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki diliruskan
serta berikan bantal bila ada
• Memfleksikan salah satu kaki lurus pada sendi panggul maksimal
• Brudzinski tungkai II(+) : jika terlihat adanya fleksi kaki kontralateral (yang tidak
mengalami parese)

C. Brudzinski III
• Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki diliruskan
serta berikan bantal bila ada
• Menekan kadua pipi atau infra orbita pasien dengan kedua tangan pemeriksa
• Brudzinski III(+) : jika bersamaan dengan pemeriksaan terdapat fleksi pada
kedua lengan

D. Brudzinski IV
• Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki diliruskan
serta berikan bantal bila ada
• Menekan tulang pubis penderita dengan tangan pemeriksa
• Brudzinski IV(+) : jika bersamaan dengan pemeriksaan terlihat fleksi pada
kedua tungkai bawah

Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
E. Kernig
• Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki diliruskan
serta berikan bantal bila ada
• Memfleksikan paha pada sendi panggul dan lutut 90 derajat
• Ekstensikan tungkai bawah pada sendi lutut, normalnya dapat mencapai
135 derajat
• Kernig (+) : jika ada tahanan atau nyeri dan sudut tidak mancapai 135 derajat

Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
F. Tanda laseque
• Pasien berbaring lurus,
• Lakukan ekstensi pada kedua tungkai.
• Kemudian salah satu tungkai diangkat lurus, di fleksikan pada sendi panggul.
• Tungkai yang satu lagi harus berada dalam keadaan ekstensi / lurus.
• Normal : Jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit
atau tahanan.
• Laseq (+) = bila timbul rasa sakit atau tahanan sebelum kita mencapai 70

G. Kaku kuduk:
• Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring
Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
• Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan.
• Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak mencapai dada.
• Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat, kepala
tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang.
• Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu
menekukkan kepala.

Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
Refleks Patologis Keterangan
Babinski Stimulus : penggoresan telapak kaki bagianl ateral dari posterior
ke anterior.
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari
– jari kaki.
Chaddock Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar
malleolus lateralis dari posterior keanterior.
Respons : seperti babinski
Oppenheim Stimulus : pengurutan crista anterior tibia dari proksimal ke
distal
Respons : seperti babinski
Hoffman Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien.
Respons : ibu jari, telunjuk dan jari –jari lainnya berefleks
Tromner Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respons : seperti Hoffman

Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
78. Koma
• Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling
rendah atau keadaan ‘unarousable unresponsiveness’,
yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan,
penderita tidak dapat dibangunkan.
• Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat
daruratan medik yang paling sering
ditemukan/dijumpai.
• Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu
keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai
faktor serta membutuhkan tindakan penanganan yang
cepat dan tepat, dimana saja dan kapan saja.
Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management
Penyebab dapat disingkat “SEMENITE”
• S ; Sirkulasi – gangguan pembuluh darah otak
(perdarahan maupun infark)
• E ; Ensefalitis – akibat infeksi baik oleh bakteri, virus,
jamur, dll
• M ; Metabolik – akibat gangguan metabolic yang
menekan/mengganggu kinerja otak. (gangguan hepar,
uremia, hipoglikemia, koma diabetikum, dsb).
• E ; Elektrolit – gangguan keseimbangan elektrolit
(seperti kalium, natrium).
• N ; Neoplasma – tumor baik primer ataupun sekunder
yang menyebabkan penekanan intracranial. Biasanya
dengan gejala TIK meningkat (papiledema, bradikardi,
muntah). I ; Intoksikasi – keracunan.
• T ; Trauma – kecelakaan.
• E ; Epilepsi.
Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management
Gambaran Klinis Berdasarkan Letak Lesi

Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management


• OCULAR BOBBING: Brisk downward and slow upward movements of the eyes
associated with loss of horizontal eye movements and is diagnostic of lesions in
midbrain and pons.
• OCULAR DIPPING: Slow downward followed by faster upward movement in
patients with normal horizontal gaze and it indicates diffuse cortical anoxic
damage and drug intoxication.
339
Head Trauma
• Biot’s breathing (aka cluster • Cheyne-stokes
respiration)
• A respiratory pattern – Tidal volume waxes and
characterized by periods or wanes cyclically with
“clusters” of rapid respirations
of near equal depth or VT recurrent periods of
followed by regular periods of apnea.
apnea.
– Causes include CNS
• Causes:
– Biot’s breathing can be caused by
dysfunction, cardiac
damage to the medulla oblongata by failure with low cardiac
stroke (CVA) or trauma,
– pressure on the medulla due to uncal output, sleep, hypoxia,
or tentorial herniation profound hypocapnia
– can also be caused by prolonged
opioid abuse.
• Apneustic • Cluster Breathing
– End-inspiration pause before – Groups of irregular breathing
expiration. with periods of apnea that
– Reflection of Pontine damage occurs at irregular intervals
• Central Neurogenic – reflection of lesions in the low
– Exhibits very deep and rapid pons or upper medulla
respirations • Kussmaul
– Deep, rapid respiration with no end-
– Usually seen with lesions of expiratory pause.
the midbrain and upper pons – Causes profound hypocapnia
– Respirations are generally – Seen in profound metabolic acidosis,
regular and the PaCO2 i.e. diabetic ketoacidosis
decrease due to the
hyperventilation

http://www.georgiahealth.edu/itss/edtoolbo
x/7370/pulmonary/abnormbreathing.swf
Pola Pernapasan
• Biot’s breathing (aka cluster
respiration)
• A respiratory pattern
characterized by periods or
“clusters” of rapid respirations
of near equal depth or VT
followed by regular periods of
apnea.
• Causes:
– Biot’s breathing can be caused by
damage to the medulla oblongata by
stroke (CVA) or trauma,
– pressure on the medulla due to uncal
or tentorial herniation
– can also be caused by prolonged
opioid abuse.
79. Brain Death Neurological
Examination
• Mati otak/Mati batang otak • 3 Kondisi harus ada:
(MBO) : – Koma
– Hilangnya fungsi otak/batang – Tidak adanya refleks batang
otak secara Irreversibel
otak
• Kondisi klinis yang – Apnea
sebelumbya harus ada:
 Diketahui adanya penyebab
yang Irreversibel
 Eksklusi kondisi Reversible
yang potensial
• Intoksikasi atau keracunan
obat
• Gangguan keseimbangan asam
basa, elektrolit
• Gangguan endokrin
 Suhu tubuh inti> 32° C
Absence of Brain
Stem Reflexes
Apnea Testing

• Refelsk pupil • Kondisi yang harus ada


• Gerakan bola mata sebelumnya:
• Respon sensorik dan – Suhu tubuh inti > 32° C
motorik fasial – Tekanan darah sistolik
≥ 90 mm Hg
• Pharyngeal (Gag) Reflex
– Normal Electrolytes
• Tracheal (Cough) Reflex
– Normal PCO2
Apnea Testing
1. Pre-Oxygenation
• 100% Oxygen via Tracheal Cannula
• PO2 = 200 mm Hg
2. Monitor PCO2 and PO2 dengan pulse oksimetri
3. Ventilator dilepas
4. Perhatikan gerakan napas sampai PCO2 = 60 mm Hg
5. Hentikan pemeriksaan bila tekanan darah sistolik < 90,
saturasi PO2 menurun atau terlihat adanya disaritmia

Joel S. Cohen, M.D. Associate Professor of Clinical Neurology


Albert Einstein College of Medicine.
https://hods.org/English/ppt/new/DrCohen.ppt
Brainstem Reflexes
Reflex Injury
Facial palsy unilateral Kerusakan N.VII- Basilar skull #
Corneal reflex ( V1+V2) Rostral Pontine function
Dolls eye maneuver Vestibuloocular function
Ice water caloric test ( never in awake child) COWS normal responseCold Opposite,
Warm SameFAST direction of nystagmus
Coma – same side deviation
Stuporous/obtunded – nystagmus to
contralateral rapid component
Gag and cough reflex N. IX,X, Pusat menelan batang otak
Periodic( Cheyne-stokes) Caused by hemispheric/diencephalic injury
to as caudal as upper pons
Apneustic ( prolonged ispiratory plateau) Mid- caudal pons injury
Ataxic breathing( irregular stuttering resp) Medullary respiratory generator center.
Diagnosis MATI OTAK/MATI BATANG OTAK harus ditunda bila Ada
satu atau lebih refleks batang otak (walaupun hanya satu sisi)
Brainstem Reflexes
Pupillary Reflex
Pupils dilated with no
Eye Movements
constriction to bright light

Occulo-Cephalic Response
“Doll’s Eyes Maneuver”

Facial Sensation and Motor Response:


• Corneal Reflex
• Jaw Reflex
• Grimace to Supraorbital or
• Temporo-Mandibular Pressure
Batang otakkerusakan dimulai dari midbrain,
pons, terakhir medulla oblongata

MidbrainCranial Nerve III


 pupillary function
 eye movement

MedullaCranial Nerves IX, X


Pons Cranial Nerves IV, V, VI
 conjugate eye movement  Pharyngeal (Gag) Reflex
 corneal reflex  Tracheal (Cough) Reflex
Respiration
80. Parkinson
• Parkinson:
– Penyakit neuro degeneratif karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman
dopamine dari substansia nigra ke globus palidus.
– Gangguan kronik progresif:
• Tremor  resting tremor, mulai pd tangan, dapat meluas hingga
bibir & slrh kepala
• Rigidity  cogwheel phenomenon, hipertonus
• Akinesia/bradikinesia  gerakan halus lambat dan sulit, muka
topeng, bicara lambat, hipofonia
• Postural Instability  berjalan dengan langkah kecil, kepala dan
badan doyong ke depan dan sukar berhenti atas kemauan sendiri
• Hemibalismus/sindrom balistik
– Gerakan involunter ditandai secara khas oleh
gerakan melempar dan menjangkau keluar yang
kasar, terutama oleh otot-otot bahu dan pelvis.
– Terjadi kontralateral terhadaplesi
• Chorea Huntington
– Gangguan herediter autosomal dominan, onset
pada usia pertengahan dan berjalan progresif
sehingga menyebabkan kematian dalam waktu 10
± 12 tahun
Parkinson Disease
Gejala dan Tanda Parkinson
Gejala awal tidak spesifik Gejala Spesifik

• Nyeri • Tremor
• Gangguan tidur • Sulit untuk berbalik badan
•Ansietas dan depresi di kasur
•Berpakaian menjadi lambat •Berjalan menyeret
•Berjalan lambat •Berbicara lebih lambat

Tanda Utama Parkinson :

1. Rigiditas : peningkatan tonus otot


2. Bradykinesia : berkurangnya gerakan spontan (kurangnya kedipan mata, ekspresi
wajah berkurang, ayunan tangan saat berjalan berkurang ), gerakan
tubuh menjadi lambat terutama untuk gerakan repetitif
3. Tremor : tremor saat istirahat biasanya ditemukan pada tungkai, rahang dan
saat mata agak menutup
4. Gangguan berjalan dan postur tubuh yang membungkuk
Penatalaksanaan Parkinson
• Prinsip pengobatan parkinson adalah
meningkatkan aktivitas dopaminergik di
jalur nigrostriatal dengan memberikan :
– Levodopa  diubah menjadi dopamine
di substansia nigra
– Antagonis dopamine
– Menghambat metabolisme dopamine
oleh monoamine oxydase dan cathecol-
O-methyltransferase
– Obat- obatan yang memodifikasi
neurotransmiter di striatum seperti
amantadine dan antikolinergik

Wilkinson I, Lennox G. Essential Neurology 4th edition. 2005


81. Diagnosis Meningitis
82. Carpal Tunnel Syndrome
83. HNP
• HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu : keluarnya
nucleus pulposus dari discus melalui robekan annulus
fibrosus keluar ke belakang/dorsal menekan medulla
spinalis atau mengarah ke dorsolateral menakan saraf
spinalis sehingga menimbulkan gangguan.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Gejala Klinis
• Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke
bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai
bawah bagian atas). Dikarenakan mengikuti jalannya N.
Ischiadicus yang mempersarafi kaki bagian belakang.
1. Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut,
kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler).
2. Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk,
mengangkat barang berat.
3. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1
(garis antara dua krista iliaka).
4. Nyeri Spontan, sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi
berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat. Sedangkan bila
berbaring nyeri berkurang atauhilang.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Pemeriksaan
• Motoris
– Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi
panggul dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
– Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
• Sensoris
– Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
– Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.

• Tes-tes Khusus
1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
– Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°.
2. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial
dari ibu jari kaki (L5).
3. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki
(L5), atau plantarfleksi (S1).
4. Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit
5. Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki
6. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan
indikasi untuk segera operasi.
7. Kadang-kadang terdapat anestesia di perincum, juga merupakan indikasi untuk
operasi.
8. Tes kernique
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Pemeriksaan Penunjang
• Radiologi
– Foto X-ray tulang belakang. Pada penyakit diskus, foto ini normal
atau memperlihatkan perubahan degeneratif dengan
penyempitan sela invertebrata dan pembentukan osteofit.
– Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan
lokasi dari hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka
myelogram dilakukan untuk menentukan tingkat protrusi diskus.
– CT scan untuk melihat lokasi HNP
– Diagnosis ditegakan dengan MRI setinggi radiks yang dicurigai.
• EMG
– Untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Tatalaksana
• Medikamentosa: anti nyeri NSAID/ opioid, muscle relaxant, transquilizer.
• Fisioterapi
– Tirah baring (bed rest) 3 – 6 minggu dan maksud bila anulus fibrosis masih
utuh (intact), sel bisa kembali ke tempat semula.
– Simptomatis dengan menggunakan analgetika, muscle relaxan trankuilizer.
– Kompres panas pada daerah nyeri atau sakit untuk meringankan nyeri.
– Bila setelah tirah baring masih nyeri, atau bila didapatkan kelainan neurologis,
indikasi operasi.
– Bila tidak ada kelainan neurologis, kerjakan fisioterapi, jangan mengangkat
benda berat, tidur dengan alas keras atau landasan papan.
– Fleksi lumbal
– Pemakaian korset lumbal untuk mencegah gerakan lumbal yang berlebihan.
– Jika gejala sembuh, aktifitas perlahan-lahan bertambah setelah beberapa hari
atau lebih dan pasien diobati sebagai kasus ringan.
• Operasi

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
84. Apraxia
KETERANGAN
Alexia Kehilangan kemampuan membaca yang sebelumnya dimiliki

Agnosia Kegagalan dalam mengenal suatu objek walaupun indranya berfungsi secara baik.
Agnosia dapat melibatkan seluruh jenis sensasi

Aphasia Merupakan gangguan dalam memproduksi dan atau memahami bahasa. Terjadi
defek pada pemrosesan bahasa ditingkat integratif yang lebih tinggi

Apraxia merupakan suatu gangguan yang didapat pada gerakan motorik yang dipelajari dan
berurutan, yang bukan disebabkan oleh gangguan elementer pada tenaga
koordinasi, sensorik atau kurangnya pemahaman atau atensi. Apraxia terdiri atas
apraxia ideomotor dan apraxia ideasional. Pada apraxia ideomotor, pasien tidak
mampu melakukan gerakan yang pernah dipelajari olehnya sebelumnya secara
akurat.

Agraphia Gangguan pada bahasa yang dinyatakan dalam penulisan. Bukan pada bentuk huruf
dan tulisan yang buruk
85. DEPRESI
• Gejala utama: • Gejala lainnya:
1. afek depresif, 1. konsentrasi menurun,
2. harga diri & kepercayaan diri
2. hilang minat & berkurang,
kegembiraan, 3. rasa bersalah & tidak berguna
3. mudah lelah & yang tidak beralasan,
menurunnya 4. merasa masa depan suram &
aktivitas. pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
Terjadi selama minimal 2 minggu.
PPDGJ
Depresi
• Episode depresif ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain > 2
minggu

• Episode depresif sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain, >2


minggu.

• Episode depresif berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain > 2


minggu. Jika gejala amat berat & awitannya cepat,
diagnosis boleh ditegakkan meski kurang dari 2 minggu.

• Episode depresif berat dengan gejala psikotik: episode


depresif berat + waham, halusinasi, atau stupor depresif.

PPDGJ
DSM-IV Criteria
Terapi Depresi
• Sasarannya adalah perubahan biologis/efek
berupa mood pasien.
• Karena mood pasien dipengaruhi kadar
serotonin dan nor-epinefrin di otak, maka
tujuan pengobatan depresi adalah modulasi
serotonin dan norepinefrin otak dengan agen-
agen yang sesuai.
• Dapat berupa terapi farmakologis dan non
farmakologis.
Terapi Non Farmakologis
• PSIKOTERAPI
– interpersonal therapy: berfokus pada konteks sosial
depresi dan hub pasien dengan orang lain
– cognitive - behavioral therapy „: berfokus pada mengoreksi
pikiran negatif, perasaan bersalah yang tidak rasional dan
rasa pesimis pasien

• ELECTROCONVULSIVE THERAPY (ECT): aman dan


efektif, namun masih kontroversial „
– diindikasikan pada : ™
depresi yang berat ™diperlukan respons
yang cepat, ™™respon terhadap obat jelek
Terapi Farmakologis
Dosis Obat Antidepresan
86. DEMENSIA
Pedoman diagnostik demensia (PPDGJ III):
• Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan
daya pikir, yang sampai mengganggu kegiatan
harian seseorang (personal activities of daily
living) seperti : mandi, berpakaian, makan,
kebersihan diri, buang air besar dan kecil.
• Tidak ada gangguan kesadaran (clear
consciousness)
• Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling
sedikit 6 bulan
Klasifikasi Demensia Berdasarkan
Etiologinya
• Demensia pada penyakit Alzheimer
• Demensia vaskular
• Demensia pada penyakit Pick
• Demensia pada penyakit Creutfeld-Jacob
• Demensia pada penyakit Huntington
• Demensia pada Penyakit Parkinson
• Demensia pada Penyakit HIV/AIDS
Demensia tipe Alzheimer prevalensinya paling besar (50-
60%), disusul demensia vaskular (20-30%).
Demensia Alzheimer vs Demensia Vaskuler

• Pasien demensia Skor demensia oleh Loeb dan Gondolfo


vaskuler relatif memiliki Mulanya mendadak 2
memori verbal jangka Mulanya riwayat stroke 1
panjang yang lebih baik
Gejala fokal neurologi 2
tetapi fungsi eksekutif
Keluhan fokal 2
lobus frontal lebih
CT scan: daerah hipodens tunggal 2
buruk dibandingkan
CT scan: daerah hipodens multipel 3
pasien dengan
demensia Alzheimer. Interpretasi:
Skor 0-2  demensia Alzheimer
Skor 5-10  demensia vaskuler
Demensia vs Pseudodemensia
• Pseudodemensia merupakan penurunan fungsi kognitif yang
terjadi sementara akibat adanya gangguan psikiatri yang
mendasari (biasanya depresi)

http://www.encephalos.gr/48-3-07e.htm
87. ANTIDEPRESAN

SSRI sebagai drug of choice dari antidepresan.


Jenis dan Dosis Antidepresan
88. PRINSIP TERAPI ANTIPSIKOTIK
• Key points for using antipsychotic therapy:
1. An oral atypical antipsychotic drug should be considered as
first-line treatment.
2. Choice of medication should be made on the basis of prior
individual drug response, patient acceptance, individual side-
effect profile and cost-effectiveness, other medications being
prescribed and patient co-morbidities.
3. The lowest-effective dose should always be prescribed
initially, with subsequent titration.
4. The dosage of a typical or an atypical antipsychotic medication
should be within the manufacturer’s recommended range.

Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006
Psikofarmaka
• Key points for using antipsychotic therapy:
5. Treatment trial should be at least 4-8 weeks before changing
antipsychotic medication.
6. Antipsychotic medications, atypical or conventional, should
not be prescribed concurrently, except for short periods to
cover changeover.
7. Treatment should be continued for at least 12 months, then if
the disease has remitted fully, may be ceased gradually over
at least 1-2 months.
8. Prophylactic use of anticholinergic agents should be
determined on an individual basis and re-assessment made at
3-monthly intervals.
9. A trial of clozapine should be offered to patients with
schizophrenia who are unresponsive to at least two adequate
trials of antipsychotic medications.

Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006
Obat Antipsikotik Tipikal dan Atipikal
89. DEPRESI BERULANG

DSM-IV-TR
89. DEPRESI
• Gejala utama: • Gejala lainnya:
1. afek depresif, 1. konsentrasi menurun,
2. harga diri & kepercayaan diri
2. hilang minat & berkurang,
kegembiraan, 3. rasa bersalah & tidak berguna
3. mudah lelah & yang tidak beralasan,
menurunnya 4. merasa masa depan suram &
aktivitas. pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
Terjadi selama minimal 2 minggu.
PPDGJ
Depresi
• Episode depresif ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain > 2
minggu

• Episode depresif sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain, >2


minggu.

• Episode depresif berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain > 2


minggu. Jika gejala amat berat & awitannya cepat,
diagnosis boleh ditegakkan meski kurang dari 2 minggu.

• Episode depresif berat dengan gejala psikotik: episode


depresif berat + waham, halusinasi, atau stupor depresif.

PPDGJ
DSM-IV Criteria
Terapi Depresi
• Sasarannya adalah perubahan biologis/efek
berupa mood pasien.
• Karena mood pasien dipengaruhi kadar
serotonin dan nor-epinefrin di otak, maka
tujuan pengobatan depresi adalah modulasi
serotonin dan norepinefrin otak dengan agen-
agen yang sesuai.
• Dapat berupa terapi farmakologis dan non
farmakologis.
Terapi Non Farmakologis
• PSIKOTERAPI
– interpersonal therapy: berfokus pada konteks sosial
depresi dan hub pasien dengan orang lain
– cognitive - behavioral therapy „: berfokus pada mengoreksi
pikiran negatif, perasaan bersalah yang tidak rasional dan
rasa pesimis pasien

• ELECTROCONVULSIVE THERAPY (ECT): aman dan


efektif, namun masih kontroversial „
– diindikasikan pada : ™
depresi yang berat ™diperlukan respons
yang cepat, ™™respon terhadap obat jelek
Terapi Farmakologis
Dosis Obat Antidepresan
90. GANGGUAN KEPRIBADIAN
Pedoman Diagnosis
Gangguan Kepribadian Skizoid (DSM-IV)
Pedoman Diagnosis Gangguan
Kepribadian Skizotipal (DSM-IV)
Skizoid/
Paranoid/
Skizotipal
91. DEFENSE MECHANISM
• Mekanisme pertahanan diri yang dilakukan oleh
seseorang bertujuan untuk : mengurangi risiko
kegagalan; mengurangi kecemasan (anxiety);
mengurangi perasaan yang menyakitkan;
mempertahankan perasaan layak (aman) dan
harga diri.

• Terdapat berbagai mekanisme pertahanan yang


sering dijumpai dalam praktik sehari-hari: represi,
supresi, regresi, proyeksi, introyeksi, simbolisasi,
displacement, dll.
PHOBIAS
SPECIFIC PHOBIAS, of animals, events (flying),
bodily (blood), situations (enclosed places).
SOCIAL PHOBIAS, of social situations, public
speaking, parties, meeting new people.
AGORAPHOBIA, of public crowded places (not
open spaces), of leaving safety of home
All phobias are more common in women than men, in
particular Agoraphobia.
Social Phobia is most prevalent in adolescence and
Agoraphobia in middle age.
Psychodynamic explanations of PHOBIAS
Freud explained phobias using his idea of
Ego Defence mechanisms.
• Anxiety provoking thoughts or desires
coming from the ID are REPRESSED into
the unconscious where the anxiety is
DISPLACED onto another neutral object
which becomes the subject of the
phobia.
The Psychodynamic Approach to
Anxiety
• Anxiety is a signal that the ego is having a
hard time mediating between reality, id
and superego.
• Different anxiety disorders are the result
of different defense mechanisms used to
cope.
– Repression  phobia
– Reaction Formation  OCD
• Freud believed that this occurs in the Anal stage
• Rasionalisasi: upaya untuk membuktikan bahwa perilaku
yang salah itu masuk akal (rasional). Contoh: melakukan
korupsi dengan alasan diberi gaji sangat rendah.

• Simbolisasi : mekanisme di mana suatu ide atau obyek


digunakan untuk mewakili ide atau obyek lain, sehingga
sering dinyatakan bahwa simbolisme merupakan bahasa
dari alam tak sadar. Contoh: menulis dengan tinta merah
karena sedang marah.

• Sublimasi : kehendak atau cita-cita yang yang tidak dapat


diterima oleh norma-norma di masyarakat disalurkan
menjadi bentuk lain yang lebih dapat diterima bahkan ada
yang mengagumi. Misalnya: seseorang yang mempunyai
dorongan kuat untuk berkelahi disalurkan dalam olahraga
keras misalnya bertinju, gulat, dll.
• Almost always
pathological
• Appears insane and
irrational
• These are the psychotic
defense
• Found in dreams and
throughout childhood
Acting Out
Projection
92. OBAT PSIKOAKTIF
Depressant
• Zat yang mensupresi, menghambat dan menurunkan aktivitas CNS.
• Yang termasuk dalam golongan ini adalah sedatives/hypnotics, opioids,
and neuroleptics.
• Medical uses sedation, sleep induction, hypnosis, and general
anaesthesia.
• Contoh:
– Alcohol dalam dosis rendah, anaesthetics, sleeping pills, and opioid drugs such
as heroin, morphine, and methadone.
– Hipnotik (obat tidur), sedatif (penenang) benzodiazepin
• Effects:
– Relief of tension, mental stress and anxiety
– Warmth, contentment, relaxed detachment from emotional as well as physical
distress
– Positive feelings of calmness, relaxation and well being in anxious individual
– Relief from pain
Stimulants
• Zat yang mengaktivkan dan meningkatkan aktivitas CNS
psychostimulants
• Memiliki berbagai efek fisiologis
– Perubahan denyut jantung, dilatasi pupil, peningkatan TD, banyak berkeringat,
mual dan muntah.
– Menginduksi kewaspadaan, agitasi, dan mempengaruhi penilaian
• Penyalahgunaan kronik akan menyebabkan perubahan kepribadian dan
perilaku seperti lebih impulsif, agresif, iritabilitas, dan mudah curiga
• Contoh:
– Amphetamines, cocaine, caffeine, nicotine, and synthetic appetite
suppressants.
• Effects:
– feelings of physical and mental well being, exhilaration, euphoria, elevation of
mood
– increased alertness, energy and motor activity
– postponement of hunger and fatigue
Hallucinogens (psyche delics)
• Zat yang merubah dan mempengaruhi persepsi, pikiran, perasaan, dan
orientasi waktu dan tempat.
• Menginduksi delusi, halusinasi, dan paranoia.
• Adverse effects sering terjadi
– Halusinasi yang menakutkan dan tidak menyenangkan (“bad trips”)
– Post-hallucinogen perception disorder or flashbacks
– Delusional disorder persepsi bahwa halusinasi yang dialami nyata, setelah
gejala mereda
– mood disorder (anxiety, depression, or mania).
• Effects:
– Perubahan mood, perasaan, dan pikiran“mind expansion”
– Meningkatkan kepekaan sensorismore vivid sense of sight, smell, taste and
hearing
– dissociation of body and mind
• Contoh:
– Mescaline (the hallucinogenic substance of the peyote cactus)
– Ketamine
– LSD
– psilocybin (the hallucinogenic substance of the psilocybe mushroom)
– phencyclidine (PCP)
– marijuana and hashish
Kokain vs Amfetamin
Cocaine Amphetamine
Stimulate the CNS, thereby causing a feeling of Stimulate the CNS, thereby causing a feeling of
elation or euphoria. elation or euphoria.

Illegal drug. For medical reasons, it is used for the


therapeutic management of ADHD, narcolepsy
and severe cases of prolonged fatigue.

Cocaine has greater efficacy than Lower efficacy


amphetamine

Half life of only an hour Half life lasts from 12 to 13 hours.

Route of administration: topically, PO, Routes of administration: PO (oral), IV


insufflation and intravenously. (intravenous), vaporization, rectal, sub-lingual
(below the tongue) and also insufflation.
Intoksikasi Zat Stimulan
(Simpatomimetik)
• Kelompok sindrom • Opiate
simpatomimetik – koma, depresi nefas,
– takikardi, hipertensi, miosis, hipotensi,
hiperpireksia, keringat bradikardi, hipotermia,
edema paru, bising usus
banyak, midriasis, menurun, hiporefleks
hiperefleksi, kejang
• Contoh:
• Contoh – narkotika
– amfetamin – barbiturate
– MDMA dan derivatnya – benzodiazepine
– Kokain – meprebamat
– Dekongestan – etanol
INTOKSIKASI KOKAIN
Tanda dan gejala : • agitasi atau
• takikardia atau bradikardia, retardasi psikomotor,
• dilatasi pupil, • kelemahan otot,
• peningkatan atau penurunan • depresi, nyeri dada
tekanan darah, atau arimia jantung,
• berkeringat atau rasa dingin, • bingung(confusion),
• mual atau muntah,
• Kejang,
dyskinesia, dystonia,hingga
dapat menimbulkan koma
93. GANGGUAN SOMATOFORM
Diagnosis Karakteristik
Gangguan somatisasi Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1
seksual, 1 pseudoneurologis).
Hipokondriasis Keyakinan ada penyakit fisik.

Disfungsi otonomik Bangkitan otonomik: palpitasi, berkeringat,


somatoform tremor, flushing.

Nyeri somatoform Nyeri menetap yang tidak terjelaskan.

Gangguan Dismorfik Preokupasi adanya cacat pada tubuhnya


Tubuh Jika memang ada kelainan fisik yang kecil,
perhatian pasien pada kelainan tersebut akan
dilebih-lebihkan

PPDGJ
Gangguan Hipokondriasis
Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini harus ada:
• Keyakinan yang menetap adanya sekurang-
kurangnya 1 penyakit fisik yang serius,
meskipun pemeriksaan yang berulang tidak
menunjang
• Tidak mau menerima nasehat atau dukungan
penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ditemukan penyakit/abnormalitas fisik

PPDGJ-III
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

94. Sexual Disorder (Parafilia)


Diagnosis Karakteristik
Fetishism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
use of nonliving objects (e.g., female undergarments).
Frotteurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving
touching and rubbing against a nonconsenting person.
Masochism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
act (real, not simulated) of being humiliated, beaten, bound, or
otherwise made to suffer.
Sadism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving acts
(real, not simulated) in which the psychological or physical suffering
(including humiliation) of the victim is sexually exciting to the person.
Voyeurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
act of observing an unsuspecting person who is naked, in the process
of disrobing, or engaging in sexual activity.
Necrophilia Necrophilia is an obsession with obtaining sexual gratification from
cadavers.
Diagnosis Karakteristik
Pedophilia Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving
sexual attraction to prepubescent children (generally 13 years or
younger) and the pedophilia must at least 16 years or older and at
least 5 years older than the child
Eksibisionis Seseorang yang selalu ingin memperlihatkan kemaluannya/genital
kepada orang lain (biasanya orang asing) untuk mendapatkan
kepuasan seksual
Fetishism and Transvestic Fetishism
• Fetishism
– Mendapatkan kepuasaan seksual dari benda-benda mati
(i.e., inanimate and/or tactile)
– Numerous targets of fetishistic arousal, fantasy, urges, and
desires
• Transvestic Fetishism
– Mendapatkan rangsangan seksual dengan memakai
pakaian dari lawan jenis
– Laki-laki yang mengalami gangguan ini biasa menunjukkan
perilaku yang lebih maskulin sebagai kompensasi
– Sebagian besar tidak didapatkan perilaku kompensasi
– Many are married and the behavior is known to spouse
Transvestic Fetishism
• Juga dikenal sebagai transvestism atau cross-dressing
• Karakteristik:
– Fantasi, kebutuhan (urges), atau perilaku yang melibatkan
memakai baju dari lawan jenis untuk mendapatkan rangsangan
atau kepuasaan seksual
• Tipikal pasien dengan transvestism laki-laki heteroseksual
yang mulai memakai baju lawan jenis saat anak-anak atau
remaja
• Sering salah diagnosis dengan gangguan identitas gender
(transsexualism)keduanya memiliki pola yang berbeda
• The development of the disorder seems to follow the
behavioral principles of operant conditioning

424 Comer, Abnormal Psychology, 7e


95. GANGGUAN MAKAN (F50)
F50.0 Anoreksia Nervosa
 u/ diagnosis dibutuhkan :
 BB dipertahankan 15 % dibawah yang seharusnya
 Berkurangnya BB dilakukan sendiri dengan cara
menghindari makanan

• Distorsi ‘body image’ takut gemuk terus menerus.

• Adanya gangguan endokrin yang meluas

• Jk terjadi pada masa pra-pubertas maka perkembangan


pubertas tertunda
 F50.2 Bulimia Nervosa
 u/ diagnosis pasti dibutuhkan:
 Terdapat pre-okupasi yang menetap u/
makan dan ketagihan.
 Pasien berusaha melawan efek kegemukan
dengan :
▪ Merangsang muntah o/ diri sendiri
▪ Menggunakan pencahar berlebihan
▪ Menggunakan obat penekan nafsu makan
 Merasa ketakutan yang luar biasa u/ gemuk
96. TAHAPAN BERDUKA (KUBLER ROSS)
Tahapan Berduka
TAHAPAN PENJELASAN
BERDUKA
Penyangkalan Penyangkalan terhadap kecemasan karena penyakit yang dialami
(Denial ) pasien. Contoh: pasien merasa dokter telah salah mendiagnosis.
Kemarahan Karena penyangkalan tidak mengubah apa-apa, emosi yang muncul
(Anger) adalah gusar, iri, marah kepada orang lain. Contoh: pasien marah dan
bertanya-tanya kenapa ia harus menghadapi sakit, sementara orang
lain tidak.
Tawar Biasanya tidak disadari karena berlangsung singkat. Di tahap ini,
menawar pasien bertanya-tanya apakah ia dapat membuat kesepakatan
(Bargaining) dengan Tuhan atau takdirnya, sehingga ia dapat menunda kematian.
Depresi Pasien merasa lelah, menarik diri, putus asa, dan memancarkan
(Depression) kesedihan mendalam.
Penerimaan Pemikiran mulai rasional. Pikiran pasien terbuka bahwa ia tidak bisa
(Acceptance) menghindar dari kematian, tetapi ada hal yang dapat ia lakukan untuk
mengoptimalkan kualitas hidup.
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

97. Sexual Disorder (Parafilia)


Diagnosis Karakteristik
Fetishism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
use of nonliving objects (e.g., female undergarments).
Frotteurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving
touching and rubbing against a nonconsenting person.
Masochism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
act (real, not simulated) of being humiliated, beaten, bound, or
otherwise made to suffer.
Sadism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving acts
(real, not simulated) in which the psychological or physical suffering
(including humiliation) of the victim is sexually exciting to the person.
Voyeurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
act of observing an unsuspecting person who is naked, in the process
of disrobing, or engaging in sexual activity.
Necrophilia Necrophilia is an obsession with obtaining sexual gratification from
cadavers.
Diagnosis Karakteristik
Pedophilia Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving
sexual attraction to prepubescent children (generally 13 years or
younger) and the pedophilia must at least 16 years or older and at
least 5 years older than the child
Eksibisionis Seseorang yang selalu ingin memperlihatkan kemaluannya/genital
kepada orang lain (biasanya orang asing) untuk mendapatkan
kepuasan seksual
98. FOBIA SPESIFIK

DSM-IV-TR
TATALAKSANA FOBIA SPESIFIK
• Medikamentosa
– Tidak terlalu berperan
– Obat yang digunakan: short actiing benzodiazepine pada
kondisi yang sudah dapat diduga akan terjadi fobia.
Contoh: pada pasien fobia ketinggian, dapat diberikan
diazepam sesaat sebelum akan naik pesawat.

• Cognitive Behavior Therapy


– Terapi kognitif: pasien fobia dibantu mengendalikan
pikiran negatifnya mengenai hal yang menjadi fobianya
dan dibantu melihat situasi sesuai dengan realita.
– Terapi perilaku: dengan terapi desensitisasi

 Terapi desensitisasi merupakan terapi paling spesifik dan


efektif untuk fobia spesifik.
Terapi Desensitisasi
• Desentisasi yaitu suatu cara untuk mengurangi
rasa takut atau cemas pasien dengan jalan
memberikan rangsangan yang membuatnya takut
atau cemas sedikit demi sedikit rangsangan
tersebut diberikan terus, sampai pasien tidak
takut atau cemas lagi.

• Menggunakan prinsip counterconditioning, yaitu


respons yang tidak diinginkan digantikan dengan
tingkah laku yang diinginkan sebagai hasil latihan
yang berulang-ulang.
99. Lupus Eritematosus
• Etiologi
– Penyakit jaringan konektif autoimun yang
mempengaruhi kulit dan organ lainnya

• Predisposisi dan Faktor Risiko


– Wanita, genetik, warna kulit, paparan
matahari, merokok, hormon, infeksi
virus, obat-obatan tertentu

• Gejala dan Tanda Spesifik


– Butterfly Rash, ruam papular
eritematosa, fotosensitivity, ulkus mulut,
bula dan erosi
http://www.dermnetnz.org/immune/cutaneous-lupus.html
99. Lupus Eritematosus
• Pemeriksaan
– Histopatologi: Nekrosis fibroid pada dermoepidermal
junction dengan degenerasi likuifaktif (hidrofik, vakuoler),
atrofi epidermis, dan infiltrasi ringan sel inflamasi
– Laboratorium: antibodi ANA, rheumatoid factor, anti ds
DNA, ENA

• Terapi
– Topikal: Steroid topikal poten atau ultrapoten, inhibitor
calcineurin, retinoid topikal
– Sistemik: Kortikosteroid sistemik, modulator imun

http://www.pathologyoutlines.com/topic/skinnontumorlupussle.html
http://www.dermnetnz.org/immune/cutaneous-lupus.html
Eritema Multiforme vs Lupus Eritematosus Subakut

Eritema Multiforme Lupus Eritematosus Subakut


• Dicetuskan oleh obat-obatan • Diperberat oleh paparan sinar
atau virus matahari
• Lesi berbentuk plak eritematosa • Lesi serupa ruam psoriasis di
dengan sentral yang akan punggung atas, dada, lengan atas
menjadi gelap dan berubah • Tanpa skar atau resolusi
menjadi bula/krusta  lesi
terget • Histopatologi
– Serupa EM, namun terdapat atrofi
• Lokasi: tungkai atas&bawah epidermis
• Histopatologi – Lokasi sebukan sel radang khas,
– Bula epidermal, infiltrat sel terutama disekitar pembuluh
radang, degenerasi likuifaktif, darah dan folikel rambut 
spongiosis epidermal alopesia
100. Insect Bite
• Etiologi
– Nyamuk, kutu, skabies, lebah dan serangga lain

• Faktor Risiko
– Pakaian terbuka, paparan terhadap serangga (kebun dll), hunian
padat, higienitas rendah, binatang peliharaan

• Gejala dan Tanda


– Nyeri (sengatan), gatal, urtikaria, bagian tengah terdapat
vesikel/bula dengan isi jernih/hemoragik  nekrosis

• Tatalaksana
– Dinginkan lesi, losion kalamin atau anestesi lokal,
steroid topikal potensi sedang bila terdapat
urtikaria
– Reaksi anafilaksis  injeksi adrenalin
http://www.dermnetnz.org/arthropods/bites.html
101. Miasis Kutaneus
• Miasis adalah kontaminasi tubuh
oleh larva lalat ordo Diptera

• Biasanya pada luka terbuka yang


tidak bersih dan menyebabkan
larva bisa sampai ke luka
tersebut

• Secara klinis dikelompokkan


menjadi
– Furunkular
– Creeping
– Traumatik/Wound
– Anal/Vaginal
Miasis Kutaneus: Miasis Furunkular
• Penetrasi dari larva lalat kedalam kulit yang sehat  nodul
eritematosa serupa furunkel dengan satu/lebih belatung
didalamnya

• Dapat berbentuk vesikular, bula, pustular, erosif, ekimosis, dan


lesi ulseratif

• Tatalaksana
– Aplikasi substansi toksik ke larva dan telur
– Hipoksia terlokalisir untuk memaksa larva
keluar (petrolatum, polimiksin B, ivermektin
1% topikal dll)
– Pengeluaran mekanis atau operatif dari
belatung
– Kontrol infeksi sekunder

cmr.asm.org
Miasis Kutaneus: Miasis Migratori
• Saat belatung bermigrasi melalui terowongan bawah
kulit  tidak mampu menyelesaikan siklus hidup dalam
kulit manusia

• Diagnosis
– Pemberian 1-2 tetes mineral oil pada lesi  dilihat dengan
kaca pembesar

• Tatalaksana
– Insisi, operasi eksisi
– Obat oral: albendazol atau ivermektin
untuk imobilisasi parasit
Miasis Kutaneus: Wound Miasis
• Saat larva lalat terinfestasi pada luka terbuka

• Diagnosis
– Inspeksi klinis
– Nyeri, sensasi bergerak, adanya luka yang bernanah dan berbau

• Tatalaksana
– Debridement
– Ambil semua larva yang terlihat
– Irigasi
– Kloroform 15% dalam minyak zaitun  imobilisasi larva
– Ivermektin 1% topikal dalam larutan propilen glikol diaplikasikan pada suka
selama 2 jam dan dibersihkan dengan larutan
garam
102. Pedikulosis

• Infeksi kulit/rambut pada manusia yang


disebabkan Pediculus

• 3 macam infeksi pada manusia


– Pedikulosis kapitis: disebabkan Pediculus humanus
var. capitis
– Pedikulosis korporis: disebabkan pediculus
humanus var. corporis
– Pedukulosis pubis: disebabkan Phthirus pubis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis pubis
• Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya
• Menyerang dewasa (tergolong PMS), dapat
menyerang jenggot/kumis
• Dapat menyerang anak-anak, seperti di
alis/bulu mata dan pada tepi batas rambut
kepala
• Gejala
• Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas
ke abdomen/dada, makula serulae (sky blue spot),
black dot pada celana dalam
Pedikulosis Pubis: Tatalaksana
• Pengobatan
• Permetrin 1% lotion
• Membunuh kutu namun tidak dengan telur  pengobatan
kedua 9 hari setelah pengobatan pertama
• Untuk bayi > 2 bulan

• Malathion 0,5% lotion


• Juga membunuh kutu
• Untuk anak > 6 tahun

• Gameksan 1%,

http://emedicine.medscape.com/article/225013-treatment#d11
Sky Blue Spot/ Macula cerulae
103. Alopesia
Alopecia Androgenetika (Male Pattern Baldness)

• Paling sering, pola kerontokan dimulai dari bagian


dahi kebelakang, herediter, mulai pada usia akhir
30an

• Mengenai folikel yang sensitif terhadap DHT

• Dimulai dari bitemporal  meluas ke verteks dan


frontal dengan pola M

• Terapi (Lihat Tabel)


• Minoksidil Topikal 2 dan 5% serta
finasteride oral
Alopesia Androgenetika: Tatalaksana
Kerontokan Fokal: Alopesia Areata
• Occurs in males and females of all ages and races
– Can begin in childhood
• Scalp shows no sign of inflammation
• No obvious signs of skin disorder or disease
• Pola berbentuk koin, pada remaja dan dewasa muda, rambut akan
tumbuh dalam beberapa bulan
• Dapat berkembang menjadi alopesia totalis (tanpa rambut kepala) dan
alopesia universalis (tanpa rambut kepala & tubuh)
• Berhubungan dengan kondisi autoimun (vitiligo, DM, tiroid, RA, dan lupus)
serta atopi
• Khas: plak alopesia dikelilingi exclamation point hairs
• Terapi
– DOC: kortikosteroid intralesi
Manifestasi Klinis Alopesia Areata
• Rapid and complete loss of hair in one or several patches.
• Site – Scalp, bearded area, eyebrows, eye lashes and less
commonly other areas of body.
• Size – Patches of 1-5 cm in diameter.
• “Exclamation point” hair- at the periphery of hair loss, there
are broken hairs, whose distal ends are broader than the
proximal end.
• Pull test (+); whereas in androgenic alopecia pull test (-)
• Immune system attacks hair follicles
• Begins with one or more small, bald patches
– Can progress to the total scalp hair loss (alopecia totalis) or complete
body hair loss (alopecia universalis)
Alopesia Areata: Tatalaksana
104. Skabies
• Etiologi
– Infestasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabiei var.
hominis
– Transmisi: kontak langsung skin to skin, tidak langsung

• Gejala: 4 tanda kardinal


– Pruritus nokturna
– Menyerang manusia secara berkelompok
– Terowongan (kunikulus) putih/keabuan, lurus/berkelok,
panjang 1 cm, ujung terdapat papul/vesikel, predileksi pada
sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku luar,
lipat ketiak depan, areola mamae, umbilikus, bokong,
genitalia eksterna, perut bawah

Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI: 2007
Skabies: Pemeriksaan & Tatalaksana
• Pemeriksaan
– Apusan kulit: kulit dibersihkan dengan eter dengan
gerakan cepat selotip dilekatkan & ditekan pada lesi 
setelah beberapa detik selotip diangkat  diletakkan di
atas gelas objek (6 buah dari lesi yang sama pada satu
gelas objek)  diperiksa di bawah mikroskop

– Burrow Ink Test: dengan mengoleskan tinta pada daerah


terowongan  tinta terabsorpsi  terlihat terowongan
• Tatalaksana
– Memutus rantai penularan: pengobatan kelompok yang
terkena bersamaan, merebus pakaian dengan
air panas, menjemur kasur
– Obat: sulfur presipitat 4-20%, benzil
benzoat 20-25%, gameksan 1%, krotamiton
10%, permetrin 5%
105. Hidradenitis suppurativa
• Infeksi kelenjar apokrin

• Etiologi : Staphylococcus aureus


• Didahului oleh trauma, ex: keringat
berlebih, pemakaian deodorant, dll

• Gejala konstitusi : demam, malaise

• Ruam berupa nodus dan tanda inflamasi (+)


lalu melunak menjadi abses, pecah
membentuk fistel dan sinus yang multiple

• Lokasi: ketiak, perineum


• Lab: leukositosis
• Terapi: antibiotik sistemik

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 61-62
106. Askariasis (Cacing Gelang)
• Gejala
– Rasa tidak enak pada
perut (gangguan
lambung); kejang perut,
diselingi diare;
kehilangan berat badan;
dan demam.
107. Trikuriasis (Cacing Cambuk)

• Gejala:
– nyeri ulu hati, kehilangan
nafsu makan, diare,
anemia, prolaps rektum
DOC Antihelmintik
JENIS CACING DOC ANTIHELMINTIK Keterangan

Ascaris lumbricoides • Mebendazol (95%)* Pada infeksi gabungan


• Albendazol (88%)* askaris dan cacing tambang
 DOC: Albendazol
Cacing Tambang • Albendazol

Trichuris Trichiura • Mebendazol

Scistosoma japonicum • Prazikuantel

Enterobius vermicularis Mebendazol, albendazol,


pyrantel pamoat
Cacing pita Prazikuantel

http://emedicine.medscape.com/article/996482-medication#2
Nama cacing Cacing dewasa Telur Obat

Dinding tebal 2-3 lapis,


Ascaris bergerigi, berisi unsegmented Mebendazole,
lumbricoides ovum pirantel pamoat

kulit radial dan mempunyai 6 Albendazole,


Taenia solium kait didalamnya, berisi onkosfer prazikuantel,
dan embriofor bedah

Pirantel pamoat,
Enterobius ovale biconcave dengan dinding
mebendazole,
vermicularis asimetris berisi larva cacing
albendazole
Ancylostoma
ovale dengan sitoplasma jernih Mebendazole,
duodenale
berisi segmented ovum/ lobus 4- pirantel pamoat,
Necator
8 mengandung larva albendazole
americanus

coklat kekuningan, duri terminal,


Schistosoma
transparan, ukuran 112-170 x Prazikuantel
haematobium
40-70 µm

Tempayan dengan 2 operkulum


Trichuris Mebendazole,
atas-bawah
trichiura Brooks GF. Jawetz, Melnick & Adelberg’s medical microbiology, 23rd ed. McGraw-Hill; 2004. albendazole
108. Malaria
Malaria the disease

• 9-14 day incubation


period
• Fever, chills, headache,
back and joint pain
• Gastrointestinal
symptoms (nausea,
vomiting, etc.)
Malaria the disease
• Malaria tertiana: 48h
between fevers (P. vivax
and ovale)

• Malaria quartana: 72h


between fevers (P.
malariae)

• Malaria tropica: irregular


high fever (P. falciparum)
Tatalaksana Malaria Vivaks dan Ovale
• Lini pertama
– Menggunakan ACT: artesunat + amodiakuin atau
dihydroartemisinin piperakuin (DHP)
– Dosis: sama seperti malaria falciparum, namun
primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0.25
mg/kgBB

• Lini kedua (bila resisten terhadap lini pertama)


– Kina + primakuin
– Dosis:
• Kina: 10 mg/kgBB/kali, 3x/hari, PO, selama 7 hari
• Primakuin: 0.25 mg/kgBB/hari selama 14 hari (0.5 mg bila
relaps)
Tatalaksana Malaria Malariae dan
Malaria Mix (Falciparum + Vivaks)

• Malaria malariae
– ACT 1x/hari selama 3 hari

• Malaria Mix
– ACT
– Dosis primakuin hari pertama 0.75 mg/kgBB
– Hari 2-14 primakuin dosis 0.25 mg/kgBB
MALARIA
BERAT
Cerebral Malaria
• Possible cause:
• Binding of
parasitized red cells
in cerebral capillaries
→ sekuestrasi →
severe malaria
•  permeability of the
blood brain barrier
• Excessive induction
ofcytokines

http://www.microbiol.unimelb.edu.au
Pilihan utama Malaria Berat di RS:
Artesunat
• Artesunate parenteral • Artesunat (AS) diberikan
dengan dosis 2,4 mg/kgBB
tersedia dalam vial yang per-iv, sebanyak 3 kali jam ke
berisi 60 mg serbuk kering 0, 12, 24. Selanjutnya
dan pelarut dalam ampul diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv
setiap 24 jam sampai
yang berisi 0,6 ml natrium penderita mampu minum
bikarbonat 5%. obat.
• Larutan artesunat bisa
• Untuk membuat larutan diberikan secara intramuskular
artesunat dengan dengan dosis yang sama.
mencampur 60 mg serbuk • Apabila sudah dapat minum
kering dengan larutan 0,6 obat, pengobatan dilanjutkan
dengan dihydroartemisinin-
ml biknat 5%. Kemudian piperakuin atau ACT lainnya
ditambah larutan Dextrose selama 3 hari + primakuin
5% sebanyak 3-5 cc.
Pilihan lainnya: Artemeter
• Artemeter intramuskular • Apabila sudah dapat minum
tersedia dalam ampul yang obat, pengobatan
berisi 80 mg artemeter dilanjutkan dengan
dalam larutan minyak. dihydroartemisinin-
• Artemeter diberikan dengan piperakuin atau ACT lainnya
dosis 3,2 mg/kgBB selama 3 hari + primakuin
intramuskular. Selanjutnya
artemeter diberikan 1,6
mg/kgBB intramuskular satu
kali sehari sampai penderita
mampu minum obat.
Pilihan lainnya: Kina
• Kina per-infus masih merupakan • Dosis anak-anak : Kina HCl 25 %
obat alternatif untuk malaria (per-infus) dosis 10 mg/kgBB (jika
berat pada daerah yang tidak umur <2 bulan : 6-8 mg/kgBB)
tersedia derivat artemisinin diencerkan dengan dekstrosa 5%
parenteral dan pada ibu hamil atau NaCl 0,9% sebanyak 5-10
trimester pertama. cc/kgBB diberikan selama 4 jam,
• Dalam bentuk ampul kina diulang setiap 8 jam sampai
hidroklorida 25%. penderita sadar dan dapat
• Satu ampul berisi 500 mg/2 ml. minum obat.
• Kina tidak boleh diberikan secara
bolus intra vena, karena toksik
bagi jantung dan dapat
menimbulkan kematian.

Pengobatan malaria berat di tingkat Puskesmas dilakukan dengan memberikan artemeter ataupun kina hidroklorida
intramuscular sebagai dosis awal sebelum merujuk ke RS rujukan.
109. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)

• Kemerahan dan nyeri pada wajah,


dada, dan lipatan kulit
• Bula yang cepat pecah
• Terbentuk krusta sekitar mulut
• Menyerang usia muda (bayi), lebih
superfisial, tanpa lesi oral, waktu
singkat
• Etiologi: berhubungan dengan
toksin staphilococcus
• Lesi steril bila dibandingkan
dengan impetigo bulosa
• Dapat disertai konjungtivitis,
rinorea, otitis media, faringitis
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS): Patogenesis

• Staphylococcus Aureus 3a, 3b, 55 dan 57 phage II  menghasilkan


eksfoliatin toksin A (ETA) & eksfoliatin toksin B (ETB) bersifat
epidermolitik

• SSSS vs impetigo bulosa: impetigo bulosa hanya terdapat pada area


lokal sedangkan pada SSSS kerusakan epidermal menyebar luas
keseluruh tubuh (penyebaran secara hematogen)

• SSSS vs TEN: SSSS hanya sebatas intraepidermal sedangkan infeksi


TEN pada seluruh lapisan epidermis (sampai membran basal)

Mekanisme SSSS secara umum

ETA dan ETB disekresikan Staphylococcus Aureus phage II



Toksin menyebar lewat sirkulasi

Epidermolisis
(Pemecahan stratum granulosum dan stratum spinosum pada protein desmoglein)
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS): Terapi
• Dicloxacillin
– Dosis dewasa 125-500 mg PO setiap 6 jam (maksimal 2 g per hari)
– Dosis neonatal 4-8 mg/ kg berat badan per oral setiap 6 jam (<40 kg
12,5-50 mg/ kg/ hari per oral dan > 40 kg 125-500 mg per oral setiap 6
jam)
• Cloxacillin
– Dewasa: 250-500 mg PO/6 jam
– Pediatrik
• Pasien < 20 kg sebanyak 50-100 mg/ kg/ hari PO dibagi setiap 6 jam (tidak
boleh melebihi 4 g per hari)
• Pada anak > 20 kg diberikan dosis sesuai dengan dosis dewasa
• Salep Mupirocin
– Dioles tipis pada lesi 2-5x/hari selama 5-14 hari dan pada anak-anak
cara penggunaan sama seperti pada pasien dewasa
• Imunoglobulin (IVIG)
– Terapi pada neonatal premature dengan pemberian dosis tunggal
sebanyak 1 g/ kg dapat membantu mempercepat penyembuhan
SSSS: Komplikasi

• Sepsis
• Superinfeksi
• Dehidrasi akibat gangguan keseimbangan
elektrolit
• Selulitis
• Pneumonia
110. Urtikaria

• Reaksi vaskular di kulit akibat


bermacam-macam sebab,
biasanya ditandai dengan edema
setempat yang cepat timbul dan
menghilang perlahan-lahan
berwarna pucat dan kemerahan,
meninggi di permukaan kulit,
sekitarnya dapat dikelilingi halo
• Etiologi: obat, makanan, gigitan
serangga, bahan fotosensitizer,
inhalan, kontaktan, trauma fisik,
infeksi, psikis, genetik, atau
penyakit sistemik
Klasifikasi urtikaria
• Berdasarkan waktu • Berdasarkan penyebab
– Akut: Kurang dari 6 minggu – Karena reaksi imunologik
– Kronik: lebih dari 6 minggu • Bergantung pada IgE (atopi,
karena antigen spesifik)
• Berdasarkan morfologi • Ikut sertanya komplemen
– Papular: berbentuk papul (reaksi sitotoksik, reaksi
– Gutata: sebesar tetesan air kompleks imun, defisiensi
C1 esterase inhibitor)
– Girata: ukurannya besar- • Reaksi alergi tipe IV
besar – Reaksi nonimunologik
• Berdasarkan luas: • Langsung memicu sel mast
– Lokal • Bahan yang menyebabkan
– Generalisata perubahan metabolisme
asam arakidonat
– Angioedema: terkena
lapisan yang lebih dalam • Trauma fisik
daripada dermis atau – Idiopatik
submukosa
JENIS KETERANGAN
Urtikaria Urtikaria yang berhubungan dengan kenaikan konsentrasi
adrenergik noradrenalin dan adrenalin plasma. Dapat dipicu dengan
pemberian adrenalin atau noradrenalin

Urtikaria Urtikaria yang dipicu karena kenaikan suhu tubuh sendiri


kolinergik (bagian dan keringat
dari urtikaria fisik)

Urtikaria dingin Urtikaria yang dipicu karena rangsangan dingin


Urtikaria fisik Kelompok urtikaria yang dipicu oleh rangsangan fisik dari
luar. Gejala khas: dermografisme

Urtikaria idiopatik Urtikaria yang tidak jelas penyebabnya


• Gejala:
– Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk
– Eritema atau edema berbatas tegas, kadang
bagian tengah tampak lebih pucat
– Besarnya dapat lentikular, numular, plakat
• Pengobatan:
– Menghindari penyebab
– Antihistamin
– Betaadrenergik (untuk urtikaria kronik)
Pemeriksaan Penunjang
• Cryoglobulin, Hemolysin • Histopatologi
• THT, gigi, mencari fokus • Urtikaria fisik akibat
infeksi bila ada sinar → foto tempel
• IgE, eosinofil, • Mecholyl intradermal
komplemen • Ice cube test utk
• Prick test untuk alergen urtikaria dingin
inhalan • Tes dengan air hangat
• Eliminasi makanan
Angioedema pada kelopak mata

Urtikaria
110. Cold Urticaria

• Etiologi
– Paparan dingin (udara, benda, air)  aktivasi sel mast
 pelepasan histamin dan mediator inflamasi

• Gejala dan Tanda


– 2-5 menit setelah paparan, bertahan hingga 1-2 jam
– Urtikaria dan angoedema terlokalisir atau generalisata
– Gejala sistemik (jarang): sesak, mengi, nyeri perut,
takikardia
http://www.dermnetnz.org /reactions/cold-urticaria.html
Cold Urticaria: Diagnosis & Tatalaksana
• Diagnosis
– Ice cube Test: tempelkan es batu pada kulit lengan
selama 1-5 menit  positif: ruam merah dan bengkak
pada area tes

• Tatalaksana
– Hindari paparan udara dingin tiba-tiba
– Antihistamin non sedatif
– Adrenalin injeksi bila pasien memiliki kecenderungan
syok
Antihistamin
• Secara umum pengobatan urtikaria dan angioedema
dipercayakan pada efek anatgonis terhadap histamin
pada reseptor H1 (antihistamin reseptor H1)
• Antihistamin 1 dibagi menjadi dua golongan, golongan
klasik (generasi 1) dan nonklasik (generasi 2)
• Golongan klasik mempunyai efek samping sedasi
(difenhidramin, siklizin) karena bersifat lipofilik dan
dapat menembuh sawar darah-otak.
• Golongan nonklasik tidak mempunyai efek sedasi
karena tidak dapat menembus sawar darah otak
(loratadin, terfenadin, mequitazin)
111. Reaksi Kusta

• Suatu episode akut di dalam perjalanan klinik penyakit kusta yang


ditandai dengan terjadinya reaksi radang akut (neuritis) yang
kadang- kadang disertai dengan gejala sistemik

• Dapat menyebabkan kerusakan syaraf tepi terutama gangguan


fungsi sensorik (anestesi) sehingga dapat menimbulkan kecacatan
pada pasien kusta.

• Reaksi kusta dapat terjadi sebelum mendapat pengobatan, pada


saat pengobatan, maupun sesudah pengobatan  paling sering
terjadi pada 6 bulan sampai satu tahun sesudah dimulainya
pengobatan.
Reaksi Kusta: Jenis
REAKSI DESKRIPSI
Pure neuritis leprosy Jenis lepra yang gejalanya berupa neuritis saja

Lepra Tuberkuloid Bentuk stabil dari lepra, lesi minimal, gejala lebih
ringan. Tipe yg termasuk TT (Tuberkuloid polar), Ti (
Tuberkuloid indenfinite), BT (Borderline Tuberkuloid)

Reaksi Reversal Lesi bertambah aktif (timbul lesi baru, lesi lama
menjadi kemerahan), +/- gejala neuritis. Umum
pada tipe PB
Eritema Nodusum Nodul Eritema, nyeri, tempat predileksi lengan dan
Leprosum tungkai, Umum pada MB
Fenomena Lucio Reaksi berat, eritematous, purpura, bula, nekrosis
serta ulserasi yg nyeri
Reaksi Kusta: Tipe 1
(Reaksi Reversal)

• Rekasi hipersensitivitas tipe IV


(Delayed Type Hypersensitivity Reaction)

• Terutama terjadi pada kusta tipe borderline (BT, BB, BL)

• Biasanya terjadi dalam 6 bulan pertama ataupun sedang mendapat


pengobatan

• Patofisiologi
– Terjadi peningkatan respon kekebalan seluler secara cepat terhadap kuman
kusta dikulit dan syaraf  berkaitan dengan terurainya M.leprae yang mati
akibat pengobatan yang diberikan
Reaksi Kusta: Tipe 2

• Reaksi tipe 2 (Reaksi Eritema Nodosum Leprosum=ENL)

• Termasuk reaksi hipersensitivitas tipe III

• Terutama terjadi pada kusta tipe lepromatous (BL, LL)

• Diperkirakan 50% pasien kusta tipe LL Dan 25% pasien kusta tipe BL mengalami
episode ENL

• Umumnya terjadi pada 1-2 tahun setelah pengobatan tetapi dapat juga timbul
pada pasien kusta yang belum mendapat pengobatan Multi Drug Therapy
(MDT)

• Patofisiologi: Manifestasi pengendapan kompleks antigen antibodi pada


pembuluh darah.
Faktor Pencetus
112. Kandidosis
• Kandidosis: penyakit jamur bisa bersifat akut/subakut disebabkan
oleh genus Candida
• Klasifikasi
– Kandidosis mukosa: kandidosis oral, perleche, vulvovaginitis, balanitis,
mukokutan kronik, bronkopulmonar
– Kandidosis kutis: lokalisata, generalisata, paronikia & onikomikosis,
granulomatosa
– Kandidosis sistemik: endokarditis, meningitis, pyelonefritis, septikemia
– Reaksi id (kandidid)
• Faktor
– Endogen: perubahan fisiologik (kehamilan, obesitas, iatrogenik, DM,
penyakit kronik), usia (orang tua & bayi), imunologik
– Eksogen: iklim panas, kelembaban tinggi, kebiasaan berendam kaki,
kontak dengan penderita

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Kandidosis kutis
• Bentuk klinis:
– Kandidosis intertriginosa: Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat
paha, intergluteal, lipat payudara, sela jari, glans penis, dan
umbilikus berupa bercak berbatas tegas, bersisik, basah,
eritematosa. Dikelilingi ileh satelit berupa vesikel-vesikel dan
pustul-pustul kecil atau bula
– Kandidosis perianal: Lesi berupa maserasi seperti dermatofit
tipe basah
– Kandidosis kutis generalisata: Lesi terdapat pada glabrous skin.
Sering disertai glossitis, stomatitis, paronikia
• Pemeriksaan: KOH (selragi, blastospora, hifa semu), kultur
di agar Sabouraud
• Pengobatan: hindari faktor predisposisi, antifungal (gentian
violet 0,5-1%, nistatin, amfoterisin B, grup azole)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
• Morfologi koloni C.
albicans pada medium
padat agar Sabouraud
Dekstrosa
• Bulat dengan
permukaan sedikit
cembung, halus, licin
• Warna koloni putih
kekuningan dan berbau
asam seperti aroma
tape.
Efloresensi Kulit
Kelainan kulit primer

• Makula : Perubahan warna kulit


• Papula : Benjolan keci < 1/2mm
• Nodul : Masa padat dibawah dermis
• Tumor : Benjolan >1 cm
• Plak : Penonjolan kulit flat >1cm
• Urtika : Edema pada dermis
• Vesikel : Gelembung berisi cairan <1/2cm
• Bula : Vesikel yg besar
• Pustula : Vesikula berisi nanah
• Abses : Kumpulan nanah didalam jaringan kutis/sub kutis.
• Kista : Rongga berisi cairan, sel, sisa sel
EFLORESENSI Kelainan kulit SEKUNDER

Skuama : Sisik/Lapisan str korneum yg lepas


Krusta : Kerak / Cairan badan yg mengering
Erosi : Kehilangan jaringan tidak melampaui
str basalis
Ekskoriasi : Kehilangan jaringan dibawah epidermis
Ulkus : Kehilangan jaringan lebih dalam dari
ekskoriasi punya tepi, dinding, dasar
dan isi
Sikatrik : Jaringan yg tak utuh, relief kulit tak
normal, permukaan licin tak
adaadneksa kulit
Ukuran & Susunan Kelainan
UKURAN SUSUNAN KELAINAN
• MILIAR : sebesar jarum • LINIER : spt.Garis lurus
pentul • SIRSINAR: spt lingkaran
• LENTIKULER : sebesar biji • ARSINAR: spt bulan sabit
jagung • POLISIKLIS: bentuk
• NUMULER : sebesar uang pinggiransambung
logam menyambung
• PLAKAT : lebih besar • KORIMBIFORMIS: lesi induk
numuler dikelilingi lesi yg lebih kecil
PENYEBARAN DAN LOKALISASI

• SIRKUMSKRIP : berbatas • HERPETIFORMIS:


tegas bergerombol
• DIFUS: tidak berbatas tegas • KONFLUENS: menyatu /
• GENERALISATA: hampir bergabung
seluruh tubuh • DISKRET: terpisah satu dg
• REGIONAL: mengenai yang lain
baerah badan tertentu • SIMETRIK: mengenai
• UNIVERSALIS: seluruh tubuh belahan badan yg sama
• SOLITER: hanya satu lesi • BILATERAL: mengenai kedua
kulit. belah
• • UNILATERAL: mengenai
sebelah badan.
113. Neurodermatitis
• Penebalan kulit akibat gesekan atau garukan berulang
• Gatal (dengan atau tanpa penyebab patologis kulit) 
garukan berulang  trauma mekanis  likenifikasi
• Daerah
– Kulit kepala, belakang leher, tungkai atas atau bawah, vulva
dan skrotum
• Etiologi
– Tercetus oleh alergi atau stress
• Terapi
– Steroid topikal
– Atasi penyebab

http://emedicine.medscape.com/article/1123423-treatment
114. Infeksi Cestoda: Taenia Sp.
• Berasal dari hospes perantara sapi dan babi
• Sebaran: Eropa, Timur Tengah, Afrika, Asia,
Amerika Utara, Amerika Latin, Rusia, Indonesia
• Morfologi
– T. saginata: Panjang sekitar 3-5 m, terdiri dari 2000
proglotida. Scolexnya mempunyai 4 batil isap
– T. Solium: 1,8-3 m, memiliki duri yang menancap,
dapat menimbulkan sistiserkosis bila telur tertelan
• Terapi: prazikuantel, Niklosamide
PERBEDAAN KARAKTERISTIK
T. s a g i n a t a T. s o l i u m
Penyakit Taeniasis Taeniasis dan sistiserkosis
Panjang cacing dws 4-12 m 2-4 m & 8 m
∑ proglotid 1000-2000 800-1000
Skolek Tanpa rostelum/kait-kait Punya rostelum + kait-kait

Proglotid Keluar sendiri scr aktif Keluar bersama tinja 2-3 progl.
satu-satu
Matang Ovarium 2 lobus Ovarium trilobus
Gravid 15-30 cabang lateral 7-12 cabang lateral
∑ telur/proglotid 100.000 30.000-50.000
Larva Cystisercus bovis Cystisercus cellulose
Hospes perantara Sapi Babi dan manusia
Cara infeksi Makan daging sapi yg Makan daging babi yg mengandung
mengandung cystisercus cystisercus cellulose (mjd taeniasis)
bovis dan tertelan telur (mjd sistiserkosis)
115. GENETIC DISORDER
Patau Mental retardation, heart defects, CNS abnormalities, microphthalmia, polydachtyly, a
Syndrome cleft lip with or without a cleft palate, coloboma iris, and hypotonia, Clenched hands
Trisomi 13 (with outer fingers on top of the inner fingers), Close-set eyes, Low-set ears, Single
noninherited palmar crease, microcephaly, Small lower jaw (micrognathia), cryptorchidism, Hernia

Many infants with trisomy 13 die within their first days or weeks of life.

Sindrom cryptorchidism, hypospadias, or micropenis, small testes, delayed or incomplete


Klinefelter puberty, gynecomastia, reduced facial and body hair, and an inability to have biological
47,XXY children (infertility).
noninherited Older children and adults tend to be taller. Increased risk of developing breast cancer
and SLE.
May have learning disabilities and delayed speech; tend to be quiet, sensitive, and
unassertive.

Sindrom Clenched hands, Crossed legs, abnormally shaped head; micrognathia, Feet with a
Edward rounded bottom (rocker-bottom feet), Low birth weight & IUGR, Low-set ears, Mental
Trisomi 18 delay, microcephaly, Undescended testicle, coloboma iris, Umbilical hernia or inguinal
Noninherited hernia, congenital heart disease (ASD, PDA, VSD), kidney problems (i.e: Horseshoe
kidney, Hydronephrosis, Polycystic kidney), severe intellectual disability

It is three times more common in girls than boys. Many individuals with trisomy 18 die
before birth or within their first month.
mikrosefal; hypotonus, Excess skin at the nape of the neck,
Flattened nose, Separated sutures, Single palm crease, Small ears,
small mouth, Upward slanting eyes, Wide, short hands with short
Sindrom fingers, White spots on the colored part of the eye (Brushfield
Down spots), heart defects (ASD, VSD)
Trisomi 21
noninherited Physical development is often slower than normal (Most never
reach their average adult height), delayed mental and social
development (Impulsive behavior, Poor judgment, Short attention
span, Slow learning)

The most common feature is short stature, which becomes evident


by about age 5. Ovarian hypofunction. Many affected girls do not
undergo puberty and infertile.
Sindrom About 30 % have webbed neck, a low hairline at the back of the
turner neck, limfedema ekstrimitas, skeletal abnormalities, or kidney
45 + XO problem, 1/3 have heart defect, such as coarctation of the aorta.
noninherited
Most of them have normal intelligence. Developmental delays,
nonverbal learning disabilities, and behavioral problems are
possible
No unusual physical features, increased risk of learning
disabilities and delayed development of speech and
Jacob Syndrome language skills. Delayed development of motor skills,
47, XYY weak muscle tone (hypotonia), hand tremors or other
involuntary movements (motor tics), and behavioral and
emotional difficulties

Marfan syndrome Mutasi pada fibrillin (protein pada jaringan ikat tubuh).
3 dari 4 kasus A tall, thin build, Long arms, legs, fingers, and toes and
bersifat diturunkan flexible joints, skoliosis, pektus karinatum/ ekskavatum,
Teeth that are too crowded, Flat feet.

Fragile X syndrome Fragile X syndrome is a genetic condition that causes a


Diturunkan secara range of developmental problems including learning
X-linked dominan disabilities and cognitive impairment.

Usually, males are more severely affected by this disorder


than females.
116. Hypotermia in Neonates
• Why neonates prone to
hypothermia
– Larger surface area per
unit body weight
– Decreased thermal
insulation due to lack of
subcutaneous fat (LBW
infant)
– Reduced amount of
brown fat (LBW infant)
Gejala hipotermia
• Vasokonstriksi perifer • Peningkatan
– Akrosianosis metabolisme
– Ekstremitas dingin – Hipoglikemia
– Perfusi perifer ↓ – Hipoksia
• Depresi SSP – Asidosis metabolik
– Letargi • Peningkatan tekanan
– Bradikardia arteri pulmonal
– Apnea – Respiratory distress
– Poor feeding – Takipnea
• Tanda kronik
– Penurunan BB
– BB tidak bertambah
Diagnosis and Prevention
• Axillary temperature • Warm delivery room
recording for 3 minutes is (>250 C)
recommended for routine • Warm resuscitation
monitoring • Immediate drying
• Measurement of rectal • Skin-to-skin contact
temperature is
unnecessary in most • Breastfeeding
situations • Bathing postponed
• Appropriate clothing
• Mother & baby together
• Professional alert
• Warm transportation
Gambar 8. metabolisme bilirubin dalam tubuh.
Perhatikan fungsi hepatosit yang melakukan
konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk.
Adanya ikterik merupakan manifestasi gangguan di
prehepatik, intrahepatik atau ekstrahepatik.
(Chandrasoma P, Taylor CR. Concise Pathology.
3 rd edition. McGrawHill.
http://www.accessmedicine.com diunduh tanggal 25
Juli 2013)

117.
Metabolisme
Bilirubin
Ikterus Neonatorum
• Ikterus neonatorum: fisiologis vs non fisiologis.
• Ikterus fisiologis:
– Awitan terjadi setelah 24 jam
– Memuncak dalam 3-5 hari, menurun dalam 7 hari (pada NCB)
– Ikterus fisiologis berlebihan → ketika bilirubin serum puncak adalah 7-15
mg/dl pada NCB
• Ikterus non fisiologis:
– Awitan terjadi sebelum usia 24 jam
– Tingkat kenaikan > 0,5 mg/dl/jam
– Tingkat cutoff > 15 mg/dl pada NCB
– Ikterus bertahan > 8 hari pada NCB, > 14 hari pada NKB
– Tanda penyakit lain
• Gangguan obstruktif menyebabkan hiperbilirubinemia direk. Ditandai
bilirubin direk > 1 mg/dl jika bil tot <5 mg/dl atau bil direk >20% dr total
bilirubin. Penyebab: kolestasis, atresia bilier, kista duktus koledokus.

Indrasanto E. Hiperbilirubinemia pada neonatus.


Ikterus Neonatorum
• Ikterus yang berkembang cepat pada hari ke-1
– Kemungkinan besar: inkompatibilitas ABO, Rh,
penyakit hemolitik, atau sferositosis. Penyebab
lebih jarang: infeksi kongenital, defisiensi G6PD
• Ikterus yang berkembang cepat setelah usia
48 jam
– Kemungkinan besar: infeksi, defisiensi G6PD.
Penyebab lebih jarang: inkompatibilitas ABO, Rh,
sferositosis.
118.
HYPOTHALAMIC-
PITUITARY-THYROID
AXIS
Hipertiroid pada anak
Etiologi Hipertiroid PENYAKIT GRAVE’S:
caused by thyroid-stimulating
• GRAVES DISEASE : clasic triad of immunoglobulins (TSIs) of the immunoglobulin
G1 (IgG1) subclass antibodies ((a.k.a thyroid
of hyperthyroidism, receptor antibodies (TRAbs))
ophthalmopathy, and
dermopathy
• Toxic adenoma, toxic nodular goiter bind to the extracellular domain of the thyroid-
• McCune-Albright syndrome stimulating hormone (TSH) receptor and
• Subacute (viral) thyroiditis activate it
• Chronic lymphocytic thyroiditis (ie,
hashitoxicosis in its early stage)
• Bacterial thyroiditis
• Pituitary adenoma causing follicular growth and activation and
• Exogenous thyroid hormone release of thyroid hormones
• Iodine-induced hyperthyroidism (ie, Jod-
Basedow phenomenon)
• Human chorionic gonadotropin (hCG)–
secreting tumors
Hyperthyroidism  Clinical symptoms &
Presentation
Grave’s Disease
COMMON SYMPTOMS OTHER SYMPTOMS
• Hyperactivity, nervousness, • Weight loss (50%)
and emotional lability • (increased appetite in 60%)
• Alterations in mental status • Sweating (49%)
• Deterioration of behavior • Hyperactivity (44%)
and school performance • Heat intolerance (33%)
(previously the child did
well) • Palpitations (30%)
• Ophthalmopathy (50-80%) • Fatigue (16%)
• Diarrhea (13%)
• Insomnia
• Deterioration in
handwriting
• Menstrual irregularities
• Muscle weakness
Clinical Presentstion
• diffuse, nontender, symmetric • sweaty skin
enlargement of the thyroid gland. • Tremor or muscle
• A thyroid bruit fasciculations (61%)
• tachycardia (82%) and wide pulse • Exaggerated deep-tendon
pressure (50%) or hypertension.
reflexes
Signs of congestive heart failure
(CHF) are rare • Proximal muscle weakness
• Exophthalmos (proptosis) (66%); • Accelerated growth and early
Lid lag, lid retraction, Conjunctival epiphyseal closure (over time)
injection, Chemosis, Periorbital • Graves dermopathy, or
edema, Ophthalmoplegia, Optic
localized myxedema, which is
atrophy
exceedingly rare in children
LABORATORY
• Patients with Graves disease have elevated
levels of T4, fT4, T3 and low or undetectable
levels of TSH.
Treatment
• Thionamide:
– PTU 5-7 mg/kg/d, divided 3 times daily
– (risk for severe liver injury and acute liver failure)
– PTU should not be used in pediatric patients unless the
patient is allergic to or intolerant of methimazole
• Methimazole 0.4-0.7 mg/kg/d, with a lower
maintenance dose (one third to one half the starting
dose)
• Carbimazole
• In patients with marked cardiac manifestations of
hyperthyroidism, a beta-blocker (propranolol 1x 80
mg/m2) is added
119. Profilaksis TB pada anak
(Panduan TB Nasional 2014 & Juknis TB Anak 2013)

• 50-60% anak yang tinggal dengan pasien TB


dewasa dengan BTA (+) akan terinfeksi TB juga
• 10 % dari anak yang terinfeksi ini beresiko
menjadi TB berat (misalnya TB meningitis atau
TB milier)  diperlukan kemoprofilaksis untuk
mencegah TB
Profilaksis TB pada anak (IDAI 2011)

Primary Prophylaxis  to prevent TB infection in TB Class 1 person; in other words:


exposure (+), infection (-)  tuberculin negative

Secondary prophylaxis  to prevent TB disease in TB Class 2 person; in other words:


(exposure (+), infection (+), disease (-); and person with tuberculin conversion
120. Defisiensi Vitamin B
Beriberi - a disease whose symptoms include weight loss,
Vitamin B1 (Thiamine) body weakness and pain, brain damage, irregular heart rate,
heart failure, and death if left untreated
Causes distinctive bright pink tongues, although other
Vitamin B2 (Riboflavin) symptoms are cracked lips, throat swelling, bloodshot eyes,
and low red blood cell count
Pellagra - symptoms included diarrhea, dermatitis, dementia,
Vitamin B3 (Niacin)
and finally death (4D)
Vitamin B5
Acne and Chronic paresthesia
(Pantothenic Acid)
Microcytic anemia, depression, dermatitis, high blood
Vitamin B6
pressure (hypertension), water retention, and elevated levels
(Pyridoxine)
of homocysteine
Causes rashes, hair loss, anaemia, and mental conditions
Vitamin B7 (Biotin)
including hallucinations, drowsiness, and depression
Causes gradual deterioration of the spinal cord and very
Vitamin B12
gradual brain deterioration, resulting in sensory or motor
(Cobalamin)
deficiencies
Vitamin B12: Cobalamin absorption

• Initially bound to protein in diet,


liberated by acid and pepsin, then
binds to R factors in saliva and
gastric acids
• Freed from R factors by
pancreatic proteases them binds
to Intrinsic Factor secreted by
gastric parietal cells
• Absorbed together (Cbl + IF) in
ileum
• Released from IF in ileal cell then
exocytosed bound to trans-Cbl II
• Cbl bound to transcobalamin II
binds to cell surface receptors
and is endocytosed
Kaferle J. Evaluation of Macrocytosis. Am Fam Physician. 2009;79(3):203-208
Actions of Cobalamin & Folate
Anemia Makrositik (Defisiensi Vitamin B12)
• Macrocytosis : mean corpuscular volume
greater than 100 fL
B12 Deficiency Symptoms
 Atrophic glossitis (shiny
tongue)
 Shuffling broad gait
 Anemia and related sx
 Vaginal atrophy
 Malabsorption
 Jaundice
 Personality changes
 Hyperhomocysteinemia
 Neurologic symptoms (next
slide)
 Copper deficiency can cause
similar neurologic symptoms
B12 Symptoms: Neurologic
 Paresthesias  Subacute combined
 Memory loss degeneration of the dorsal
(posterior) and lateral spinal
 Numbness
columns
 Weakness
 Due to a defect in
 Loss of dexterity due to loss myelination
of vibration and position
sense
 NOT ALL PATIENTS WITH B12
 Symmetric neuropathy DEFICIENCY RELATED
legs>arms NEUROLOGIC ABNORMALITIES
 Severe weakness, spasticity, ARE ANEMIA OR MACROCYTOSIS
clonus, paraplegia and
incontinence
B12 Lab findings
 Macroovalocytic anemia
with elevated serum bili and
LDH
Increased red cell
breakdown due to
ineffective hematopoiesis
 Retic, WBC & platelets
normal to low
 Hypersegmented neurophils
Also occur in renal failure,
fe deficiency, inherited
121. Acyanotic Congenital HD:
General Pathophysiology

With ↑ volume load Clinical Findings


The most common: left to right e.g. ASD, VSD, PDA
shunting

Blood back into the lungs ↓ compliance & ↑ work of breathing

Pulmonary edema, tachypnea, chest


Fluid leaks into the interstitial space &
alveoly retraction, wheezing

↑ Heart rate & stroke volume


High level of ventricular output -> ↑Oxygen consumption -> sweating,
↑sympathetic nervous system irritability, FTT
Remodelling: dilatation & hypertrophy

If left untreated, ↑ volume load will Eventually leads to Eisenmenger


increase pulmonary vascular resistance Syndrome

1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.


Park MK. Pediatric cardiology for practitioners. Mosby; 2008.
Patent Ductus Arteriosus
122. Congenital hearing loss
• The term congenital hearing loss means the hearing loss is present at
birth.
• Congenital hearing loss can be caused by genetic or nongenetic factors.
• Nongenetic factors account for about 25% of congenital hearing loss
– Maternal infections, such as rubella (German measles), cytomegalovirus, or herpes
simplex virus
– Prematurity
– Low birth weight
– Birth injuries
– toxins including drugs and alcohol consumed by the mother during pregnancy
– Complications associated with the Rh factor in the blood, such as jaundice
– Maternal diabetes
– Toxemia during pregnancy
– Lack of oxygen (anoxia)
• Genetic factors (hereditary) • In autosomal recessive
are thought to cause more hearing loss, both parents
than 50% of all hearing loss. carry the recessive gene and
• Hearing loss from genetic pass it along to the child.
defects can be present at birth • Parents are often surprised to
or develop later on in life. discover their child has a
• Most genetic hearing loss can hearing loss because they are
be described as autosomal not aware that they are
recessive or autosomal carrying a defective gene.
dominant. • This type of inheritance
• Other, rarer types of genetic pattern accounts for about
hearing loss include X-linked 70% of all genetic hearing loss.
(related to the sex
chromosome) or
mitochondrial inheritance
patterns.
• An autosomal dominant • Genetic syndromes have a
hearing loss occurs when group of signs and
an abnormal gene from one symptoms that together
parent is able to cause indicate a specific
hearing loss even though disease.
the matching gene from the
other parent is normal. • There are many genetic
• The parent who is carrying syndromes that include
the dominant gene may also hearing loss as one of the
have hearing loss as well as symptoms. Examples
other signs and symptoms include:
that make up a genetic – Down syndrome
syndrome. – Usher syndrome
• The autosomal dominant – Treacher-Collins syndrome
pattern accounts for about – Crouzon syndrome
15% of all genetic hearing – Alport syndrome
loss cases. – Waardenburg syndrome
123. Syok Hipovolemik
• Syok :sindroma klinis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam
mencukupi kebutuhan nutrien dan oksigen baik dari segi pasrokan
maupun utilisasinya untuk metabolisme seluler jaringan tubuh.
• Syok hipovolemik merupakan syok paling sering dijumpai pada anak
• Fase awal syok : kompensasi tubuh  takikardia ekstrimitas dingin,
CRT memanjang pulsasi perifer melemah, TD masih normal
• Kompensasi gagal  hipotermia/hipertermia. Penurunan kesadaran,
urin ↓, asidosis metabolik laktat meningkat
• Fase akhir : TD tidak terukur, nadi tidak teraba, kesadaran makin
turun, anuria dan MODS
124. Hypernatremia of Newborn
• Hypernatremic dehydration is a lethal condition
in neonate which adversely affects central
nervous system.
• Hypernatremic dehydration presents usually
around tenth postnatal day
• Definition : Serum sodium level greater than 145
mmol/L [mEq/L].
• Serum sodium of >160mmol/L is often regarded
as severe hypernatremia.

Das J. Hypernatremic Dehydration in Newborn Infants: A Review Article · July 2015


Hypernatremia
• Etiology :
– Pure water loss (diabetes insipidus),
– hypotonic fluid loss (vomiting or diarrhea),
– or hypertonic sodium gain (hypertonic feeding preparations such
as improperly prepared infant formula).
• The Breastfeeding hypernatremic dehydration :
– a mother-infant feeding interaction is inadequate  human
milk production is limited, and the physiologic decline in human
milk sodium concentration does not occur.
– The infant becomes dehydrated while the kidneys are mature
enough to retain sodium ions
• The clinical presentation of hypernatremic dehydration is
usually around ten days with a range from 3 to 21 days.
• In hypernatremic dehydration  changes in brain cell
osmolality and cerebral oedema,  resultant fullness of
the anterior fontanelle may mislead the underlying
dehydration
• Clinical presentation :
– alert, hungry and clinically dehydrated .
– jaundice, seizure and excessive weight loss (>10% of BW).
– In moderate to sever hypernatremic dehydration  skin turgor
is normal, there may be fever, tachycardia with poor perfusion
and hypotension with hypovolemia.
– Skin is thick, doughy and may even feel moist due to
perspiration.
– Mucous membrane is dry. An important observation of
hypernatremic dehydration is intense thirst
Management
• Recommendations for treating hypernatremic
dehydration consist of :
– Emergency phase (restoration of vascular volume with
10 to 20 mL/kg of isotonic intravenous [IV] fluid such
as Ringer’s lactate solution with 130 mmol/L of
sodium or normal saline with 154 mmol/ L of sodium)
– Rehydration phase (the sum of the free water deficit
and maintenance fluid requirements administered
evenly over 48 hours).
– During rehydration phase, 5% dextrose in 0.2% normal
saline (31 mmol/L of sodium) is the usual IV fluid
composition
125. Kejang demam
• Kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh di atas 38,4° C
tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit pada anak di atas
usia 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya (ILAE,
1993)
• Umumnya berusia 6 bulan – 5 tahun
• Kejang demam sederhana (simpleks)
– Berlangsung singkat, tonik klonik, umum, tidak berulang dalam 24 jam
• Kejang demam kompleks
– Lama kejang > 15 menit
– Kejang fokal atau parsial menjadi umum
– Berulang dalam 24 jam
• Diagnosis banding: meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, APCD
(pada infant), epilepsi
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. IDAI. 2006
Pemeriksaan Penunjang
• Dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab demam/
kejang: DPL, GDS, elektrolit, urinalisis, kultur darah/urin/feses
• Pungsi lumbal dilakukan utk menyingkirkan meningitis
• sangat dianjurkan untuk usia < 12 bulan dan dianjurkan untuk usia 12-
18 bulan, > 18 bln  tidak rutin dilakukan
• Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan tekanan
intrakranial
– EEG tidak direkomendasikan, tetapi masih dapat dilakukan
pada kejang demam yang tidak khas, mis: KDK pada anak
berusia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal
– CT scan/ MRI hanya jika ada indikasi, mis: kelainan neurologis
fokal yang menetap, edema papil, dst
Profilaksis Intermiten untuk
Pencegahan Kejang Demam
• Faktor risiko berulangnya kejang demam:
– Riwayat kejang demam dalam keluarga
– Usia kurang dari 12 bulan
– Temperatur yang rendah saat kejang
– Cepatnya kejang setelah demam
• Pada saat demam
– Parasetamol 10-15 mg/kg diberikan 4 kali/hari
– Diazepam oral 0,3 mg/kg setiap 8 jam, atau per rektal 0,5
mg/kg setiap 8 jam pada suhu >38,5:C
Pengobatan Jangka Panjang Kejang
Demam
• Fenobarbital 3-6 mg/kg/hari atau asam valproat 15-40
mg/kg/hari  fenobarbital biasanya tidak digunakan krn
terkait ES autisme
• Dianjurkan pengobatan rumatan:
– Kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang (paresis
Tod’s, CP, hidrosefalus)
– Kejang lama > 15 menit
– Kejang fokal
• Dipertimbangkan pengobatan rumatan :
– Kejang berulang dalam 24 jam
– Bayi usia < 12 bulan
– Kejang demam kompleks berulang > 4 kali
• Lama pengobatan rumatan 1 tahun bebas kejang, dihentikan
bertahap dalam 1-2 bulan
Generalized epilepsy with febrile Febrile seizures plus
seizures plus (GEFS+)
• A syndromic autosomal dominant • This is similar to febrile seizures,
disorder where afflicted but the child has seizures beyond
individuals can exhibit numerous
epilepsy phenotypes. the normal age range.
• Generalised epilepsy with febrile • The seizures are always
seizures plus (GEFS+) is an associated with a high
unusual epilepsy syndrome. temperature.
• It describes families who have
several members from different • The seizures usually stop by the
generations with epileptic time the child reaches the age of
seizures. 10 or 12.
• The epileptic seizures nearly
always start after a family
member has had febrile
convulsions.
• In GEFS+ families, children may
go on to have febrile seizures well
beyond this age.
• They may also develop other
seizure types not associated with
a high temperature.
Diagnosis Diferensial Infeksi SSP
Meningitis
Klinis/Lab. Ensefalitis Mening.TBC Mening.virus Ensefalopati
bakterial
Onset Akut Akut Kronik Akut Akut/kronik

Demam < 7 hari < 7 hari > 7 hari < 7 hari </> 7 hari/(-)

Kejang Umum/foka Umum Umum Umum Umum


l
Penurunan Somnolen- Apatis Variasi, apatis - CM - Apatis Apatis - Somnolen
kesadaran sopor sopor
Paresis +/- +/- ++/- - -

Perbaikan Lambat Cepat Lambat Cepat Cepat/Lambat


kesadaran
Etiologi Tidak dpt ++/- TBC/riw. kontak - Ekstra SSP
diidentifikas
i
Terapi Simpt/antivi Antibiotik Tuberkulostatik Simpt. Atasi penyakit
ral primer
126. Wilms tumor
• Wilms Tumor: • Merupakan tumor solid pada
renal terbanyak pada masa
Tumor ganas ginjal yang terjadi kanak-kanak, 5% dari jumlah
pada anak, yang terdiri dari sel kanker pada anak. (smith urology)
spindel dan jaringan lain. Disebut • Puncak usia adalah pada usia 3
juga tahun
adenomyosarcoma , embryoma o • Lebih sering unilateral ginjal
f kidney , nephroblastoma ,renal c
arcinosarcoma . • Etiologi
– Non familial: 2 postzygotic
mutation pada single cell
– Familial : 1 preygotic mutation dan
subsequent post zygotic event
– Mutasi ini terjadi pada lengan
pendek kromosom 11 (11p13)

The American Heritage® Stedman's Medical Dictionary


Copyright © 2002, 2001, 1995 by Houghton Mifflin Company. Published by Houghton Mifflin Company.
Patogenesis & Pathology Karakteristik
Prekurson wilms tumor (nephrogenic rest-NR)
tumor
• Perilobar NR dan intralobar NR
• Wilms tumor :
large, multi lobular, gray or tan in
color, focal area of hemorrhage
NR dormant untuk beberapa tahun and necrosis, biasanya terdapat
fibrous pseudocapsule
• Penyebarannya :
Renal mengalami involusi dan sclerosis 1. Direct extension  renal
capsule
2. Hematogenously  renal vein
atau vena cava
Wilms tumor 3. Lymphatic
• Metastasis : 85-95% ke paru, 10-
15% ke liver, 25% ke limf node
Histopatology : Blastemal, epithelial, regional
dan stromal element, tanpa anaplasia
Staging tumor
Menurut NWTS (National Wilms Tumor Study)

• Stage I : Tumor terbatas • Stage II : Tumor sudah


pada ginjal. Tidak ada meluas dari ginjal tapi
penetrasi ke kapsul masih dapat diangkat
renalis atau keterlibatan sempurna. Terdapat
renal sinus vessel. Tumor penetrasi permukaan luar
tidak rupture pada saat renal kapsul, invasi renal
pengangkatan, tidak ada vessel sinus. Tidak ada
residual tumor di batas residual tumor, tidak ada
pengangkatan tumor. sisa pada batas
pengangkatan, tidak ada
keterlibatan kelenjar
getah bening regional
Staging tumor
Menurut NWTS (National Wilms Tumor Study)

• Stage III: Residual • Stage IV: Terdapat


nonhematogenous metastasis
tumor ke abdomen. hematogenous ke paru,
Terdapat keterlibatan liver, tulang, dan otak
kelenjar getah bening,
kontaminasi peritoneal, • Stage V: Keterlibatan
implan pada permukaan bilateral renal
peritoneal, tumor
meluar melebihi daerah
pengangkatan, terdapat
trombus tumor
Tumor Wilms
Gejala Klinis Pemeriksaan penunjang
• Massa dan rasa sakit pada • Lab : Urinalisis : hematuria,
abdominal anemia, subcapsular
hemorrhage. Jika sudah
• Macroscopic haematuria
metastasis ke liver terdapat
• Hypertension peningkatan creatinin
• Anorexia, nausea, vomit • CT abdominal lihat
ekstensi tumor
• Chest xray  lihat
metastasis ke paru
• Biopsi
• CT scan in a patient  Gross nephrectomy
with a right-sided specimen shows a Wilms
Wilms tumor with tumor pushing the
favorable histology. normal renal
parenchyma to the side.
Manajemen
• Surgical :
- Keterlibatan kidney unilateral
- Tumor tidak melibatkan organ visceral
• Chemotherapy
• Radiasi
Disease Sign & Symptoms
Renal cell In contrast to adults, renal cell carcinoma is rare in childhood. However, there appears
carcinoma to be a subset of affected adolescent males with a unique chromosomal translocation at
Xp11.2
The classic triad of RCC (flank pain, hematuria, and a palpable abdominal renal mass)

neuroblastoma NB is the third most common pediatric cancer, accounting for about 8% of childhood
malignancies
The signs and symptoms of NB reflect the tumor site and extent of disease. Most cases
of NB arise in the abdomen, either in the adrenal gland or in retroperitoneal
sympathetic ganglia. Usually a firm, nodular mass that is palpable in the flank or midline
is causing abdominal discomfort

Wilms tumor Wilms tumor is the most common renal malignancy in children and the fourth most
common childhood cancer
Most children with Wilms tumor present with an abdominal mass or swelling, without
other signs or symptoms. Other symptoms can include abdominal pain (30 %),
hematuria (12 to 25 %), and hypertension (25 %)
PF reveals a firm, nontender, smooth mass that rarely crosses the midline and generally
does not move with respiration. In contrast, neuroblastoma and splenomegaly often
will extend across the midline and move with respiration
Disease Sign & Symptoms
Burkit limfoma Patients with BL present with rapidly growing tumor masses and often have evidence
of tumor lysis with a very high serum lactate dehydrogenase (LDH) concentration and
elevated uric acid levels
The endemic (African) form usually presents as a jaw or facial bone tumor that spreads
to extranodal sites including the mesentery, ovary, testis, kidney, breast, and especially
to the bone marrow and meninges
The nonendemic (sporadic) form usually has an abdominal presentation
Immunodeficiency-related cases more often involve lymph nodes
BL tumor cells are monomorphic, medium-sized cells with round nuclei, multiple
nucleoli, and basophilic cytoplasm
A "starry-sky" pattern is usually present, imparted by numerous benign macrophages
that have ingested apoptotic tumor cells

hodgkin limfoma commonly present with painless, non-tender, firm, rubbery, cervical or supraclavicular
lymphadenopathy.
Most patients present with some degree of mediastinal involvement. patients may
present with symptoms and signs of airway obstruction (dyspnea, hypoxia, cough),
pleural or pericardial effusion, hepatocellular dysfunction, or bone marrow infiltration
(anemia, neutropenia, or thrombocytopenia).
Diagnostic Reed-Stemberg cells are large cells that have bilobed, double, or multiple
nuclei and prominent, eosinophilic, inclusion-like nucleoli in at least two nuclei or
nuclear lobes
127. Klasifikasi Asma pada Anak
PARAMETER KLINIS,
ASMA EPISODIK ASMA EPISODIK
KEBUTUHAN OBAT, ASMA PERSISTEN
JARANG SERING
FAAL PARU

Frekuensi serangan < 1x /bulan > 1x /bulan Sering


Hampir sepanjang tahun
Lama serangan < 1 minggu 1 minggu
tidak ada remisi
Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang & malam

Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu

Pemeriksaan fisis
Normal Mungkin terganggu Tidak pernah normal
di luar serangan

Obat pengendali Tidak perlu Perlu, steroid Perlu, steroid

Uji Faal paru PEF/FEV1 <60%


PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80%
(di luar serangan) Variabilitas 20-30%
Variabilitas faal paru
>15% < 30% < 50%
(bila ada serangan)
Derajat Serangan Asma
Alur
Penatalaksanaan
Serangan Asma
128. Neuroblastoma
• Neuroblastoma dalah tumor yang berasal dari
jaringan neural crest dan dapat mengenai
susunan saraf simpatis sepanjang aksis
kraniospinal.
• Neuroblastoma merupakan kanker ekstrakranial
yang paling sering ditemukan pada anak,
mencakup 8-10% dari seluruh kanker pada anak.
• Angka kejadian sekitar 1,1 per 10.000 anak di
bawah usia 15 tahun
• Etiologi belum diketahui, diduga berhubungan
dengan faktor lingkungan, ras dan genetik
Diagnosis
• Anamnesis
– Manifestasi klinis neuroblastoma sangat bervariasi, dapat
berupa keluhan sehubungan tumor primernya, akibat
metastasisnya atau gejala sindrom paraneoplastiknya.
– Perut yang membesar merupakan keluhan yang paling
sering ditemukan
– Berat badan yang menurun
– Mata yang menonjol dengan ekimosis periorbital
– Keluhan lain adalah nyeri tulang, anoreksia, pucat, banyak
keringat, muka merah, nyeri kepala, palpitasi, diare
berkepanjangan yang dapat menyebabkan gagal tumbuh.
Pemeriksaan fisis
• Gejala dan tanda tergantung pada lokasi tumor primer dan
penyebarannya.
– Pembesaran perut. Tumor di daerah abdomen, pelvis atau
mediastinum, dan biasanya Neuroblastoma melewati garis tengah.
– Pada penyebaran limfogenik akan ditemukan pembesaran kelenjar
getah bening
– Cari penyebaran hematogenik ke sumsum tulang, tulang, dan hati
akan ditemukan pucat, perdarahan, nyeri tulang, hepatomegali, dan
splenomegali.
– Tumor yang berasal dari ganglia simpatis paraspinal dapat
menimbulkan kompresi spinal
– Bila tumor menyebar ke daerah leher akan terjadi sindrom Horner
(miosis, ptosis, dan anhidrosis unilateral).
– Bila infiltrasi retrobulbar dan orbital maka akan ditemukan ekimosis
periorbital dan proptosis.
• Pemeriksaan Penunjang • Terapi
– Darah rutin, elektrolit, feritin, neuroblastoma
urin rutin, VMA urin, HVA urine terdiri dari:
– USG abdomen, CT scan untuk – Operasi
mencari tumor primer dan pengangkatan
penyebarannya tumor
– Foto toraks untuk mencari – Kemoterapi
penyebaran – Radioterapi
– Biopsi sumsum tulang untuk
mencari penyebaran
– Aspirasi sumsum tulang: sel
ganas pseudorosette
– Diagnosis pasti dengan
pemeriksaan histopatologis dari
jaringan yang diambil (biopsi)
129. TRANSFUSI DARAH
• Darah lengkap (whole blood)
• Komponen darah
~ Sel darah merah
~ Leukosit
~ Trombosit
~ Plasma (beku-segar)
~ Kriopresipitat
PRC
PRC
Fresh Frozen Plasma
Cryoprecipitate
Thrombocyte Concentrate
Tatalaksana Hemofilia
130. Duchenne Muscular Dystrophy
• An inherited progressive myopathic disorder; rapidly
progressing muscle weakness and wasting,
• X-linked recessive form of muscular dystrophy
• Affects 1 in 3600 boys
• Caused by mutations in the dystrophin gene, and hence is
termed “dystrophinopathy”
• Duchenne muscular dystrophy (DMD) is associated with the
most severe clinical symptoms
• Becker muscular dystrophy (BMD) has a similar
presentation to DMD, but typically has a later onset and a
milder clinical course
Four phases of DMD
• Early phase (<6 yrs): clumsy, fall frequently, difficulty jumping
or running, enlarged muscles, contractures.
• Transitional Phase (ages 6-9): Trunk weakness (Gowers
manouvre), muscle weakness, heart problems, fatigue.
• Loss of ambulation (ages 10-14): by 12 yrs most boys use a
powered wheelchair. Scoliosis due to constant sitting and back
weakness, upper limb weakness make ADL’s difficult (retain
use of fingers).
• Late stage (15+): life threatening heart and respiratory
problems more prevalent, dyspnea, oedema of the LL’s.
Average age of death is 19 yrs in untreated DMD
• Dystrophin links the muscle cells to
Pathogenesis the extracellular matrix stabilising the
membrane and protecting the
sarcolemma from the stresses that
develop during muscle contraction.
• Mechanically induced damage
through eccentric contractions puts a
high stress on fragile membranes and
provokes micro-lesions that could
eventually lead to loss of calcium
homeostasis, and cell death.
• Imbalance between necrotic and
regenerative processes: early phase
of disease.
• Later phases the regenerative
capacity of muscle fibers are
exhausted and fibers are gradually
replaced by connective tissue and
adipose tissue.
(Deconinck and Dan, 2007)
Clinical Manifestations
• Proximal before distal limb muscles
• Lower before upper extremities
• Difficulty running, jumping, and walking up steps
• Waddling gait
• Lumbar lordosis
• Pseudohypertrophy of calf muscles, due to fat
infiltration
• Patients are usually wheelchair-bound by the age
of 12
Diagnosis
• Characteristic age and sex
• Presence of symptoms and signs suggestive of
a myopathic process
• Markedly increased serum creatine kinase
values
• Myopathic changes on electromyography and
muscle biopsy
• A positive family history suggesting X-linked
recessive inheritance
Serum Muscle Enzyme
• Markedly raised serum CK level, 10-20 times
the upper limit of normal
– Levels peak at 2-3 years of age and then decline
with increasing age, due to progressive loss of
dystrophic muscle fibres
• Elevated serum ALT, AST, aldolase and LDH
131. Perhitungan dosis
• BB anak usia 4 tahun  20 kg;
• Dosis teofilin 4 mg/kgBB/dosis  3x1 selama
4 hari
• Jumlah dosis teofilin yang diperlukan per kali
penggunaan :
– 4 mg x 20 kg  80 mg/ kali
132. Gagal Napas Akut
• Proses pernapasan dipengaruhi oleh 3 hal,
yaitu ventilasi, perfusi dan difusi
• Ventilasi: proses pertukaran udara dari dan
menuju paru-paru
• Ventilasi terdiri dari inspirasi (aktivitas aktif)
dan ekspirasi (aktivitas pasif)
• Ventilasi dimungkinkan terjadi akibat adanya
gradien (perbedaan) tekanan antara tekanan
intrapulmonar dengan tekanan atmosfer
• Perfusi merupakan darah yang mengalir
menuju sirkulasi paru (menuju alveolus)
• Jumlah ventilasi alveolar/volume tidal (V)
pada manusia sehat adl 4L/mnt; sedangkan
jumlah perfusi kapiler paru (Q) adalah 5L/mnt
• Maka rasio normal ventilasi-perfusi yang
melambangkan keseimbangan pertukaran
oksigen adalah V/Q= 0.8
• difusi adalah pergerakan molekul dari daerah
konsentrasi tinggi menuju ke daerah dengan
konsentrasi rendah
• Difusi oksigen terjadi terus menerus dari alveolus ke
kapiler paru. hal ini terjadi karena tekanan parsial O2
alveolus (PAO2) lebih tinggi dibandingkan dengan
tekanan parsial O2 dlm kapiler (PaO2)
• Sebaliknya, difusi CO2 terjadi dari kapiler darah menuju
alveolus karena gradien PCO2 kapiler lebih tinggi
dibandingkan PCO2 alveolus.
Patofisiologi gagal napas
• Tekanan parsial O2 dan CO2 dalam alveolus
dan darah kapiler paru ditentukan oleh
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
• Bila:
• Ventilasi-perfusi  PO2 darah kapiler 
PCO2 
Mekanisme dan patofisiologi
Gagal Napas Tipe 1 (Oxygenation
Failure)
• Tipe hipoksemik Mekanisme hipoksemia arterial
• Ditandai dengan tekanan parsial O2 • Penurunan tekanan parsial O2 dalam
arteri yang abnormal rendah (PaO2 alveolus
<60) – Hipoventilasi alveolar
• Bisa karena kelainan yang – Penurunan tekanan parsial O2 udara
menyebabkan rendahnya ventilasi inspirasi
perfusi (V-Q mismatch) atau shunting – Underventilated alveolus (areas of low
intrapulmoner dari kanan ke kiri ventilation-perfusion)
• Penyebab  masalah di oksigenasi: • Shunting intrapulmoner (areas of
V-Q mismatch/ Shunt zero ventilation-perfusion)
– Adult respiratory distress syndrome • Penurunan mixed venous O2 content
(ARDS) (saturasi haemoglobin yang rendah)
– Asthma – Peningkatan kecepatan metabolisme
– Pulmonary oedema – Penurunan cardiac output
– Chronic obstructive pulmonary disease – Penurunan arterial O2 content
(COPD)
– Interstitial fibrosis
– Pneumonia
– Pneumothorax
– Pulmonary embolism
– Pulmonary hypertension
Neema, Praveen Kumar. Respiratory failure. Indian J. Anaesth. 2003; 47 (5) : 360-366
Gagal Napas Tipe 2
(Ventilatory Failure)
Penyebab
• Type II or Hypercapnic (PaCO2
• Disorders affecting central ventilatory drive
>45): Failure to exchange or – Brain stem infarction or haemorrhage
remove carbon dioxide – Brain stem compression from supratentorial
• Tekanan parsial CO2 arteri mass
– Drug overdose, Narcotics, Benzodiazepines,
mencerminkan efesiensi Anaesthetic agents etc.
mekanisme ventilasi yang • Disorders affecting signal transmission to the
membuang CO2 dari hasil respiratory muscles
metabolism jaringan. – Myasthenia Gravis
– Amyotrophic lateral sclerosis
• Disebabkan oleh kelainan yang – Gullain-Barrè syndrome
menurunkan central respiratory – Spinal –Cord injury
drive, mempengaruhi tranmisi – Multiple sclerosis
sinyal dari CNS, atau hambatan – Residual paralysis (Muscle relaxants)
pada otot respirasi untuk • Disorders of respiratory muscles or chest-wall
– Muscular dystrophy
mengembangkan dinding dada. – Polymyositis
– Flail Chest
Neema, Praveen Kumar. Respiratory failure. Indian J. Anaesth. 2003; 47 (5) : 360-366
Kriteria gagal napas akut
1. Terdapat dyspnea/ sesak akut
2. PaO2 < 50 mmHg pada saat bernapas dalam
udara ruangan
3. PaCO2 > 50 mmHg
4. pH darah arteri yang sesuai dengan asidosis
respiratorik (pH≤7,2)
Bila ada 2 dari 4 kriteria diatas
Kriteria tambahan ke-5
5. Terdapat perubahan status mental ditambah 1
atau lebih kriteria di atas
Catatan: ARDS & ALI
• Acute Respiratory Distress Syndrome adalah
keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai
proses akut yang berhubungan langsung ataupun
tidak langsung dengan kerusakan paru.
• Terjadinya gangguan paru yang progresif dan
tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat,
hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua
belah paru.
• ARDS was recognized as the most severe form of
acute lung injury (ALI)
Consensus Conference Definitions for Acute Lung Injury (ALI) and
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Oxsigenasi Tekanan arteri


waktu X-ray
(astrup) pulmonale

ALI Akut PaO2 / FIO2 ≤ 300 Infiltrat ≤ 18 mmHg


Kriteria mmHg bilateral
(fraksi oksigen
21%)

ARDS Akut PaO2 / FIO2 ≤ 200 Infiltrat ≤ 18 mmHg


Kriteria mmHg (fraksi Bilateral
oksigen 21%)
133. Epiglotitis
• Acute bacterial epiglottitis
– Life-threatening, medical emergency due to infection with edema of
epiglottis and aryepiglottic folds
• Organism
– Haemophilus influenzae type B: most common (bacil gram -, needs
factor X and V for growth)
– Also caused by Pneumococcus, Streptococcus group A, Viral infection
– herpes simplex 1 and parainfluenza
• Age
– Typically between 3-7 years
– Peak incidence has become older over last decade and is now closer to
6-7 years
• Location
– Purely supraglottic lesion
• Associated subglottic edema in 25%
– Associated swelling of aryepiglottic folds causes stridor
Epiglotitis
• Classical triad is: drooling, dysphagia and distress (respiratory)
• Abrupt onset of respiratory distress with inspiratory stridor
• Sore throat
• Severe dysphagia, muffled voice/hot potato voice
• Older child may have neck extended and appear to be sniffing due
to air hunger
• Resembles croup clinically, but think of epiglottitis if:
– Child can not breathe unless sitting up
– “Croup” appears to be worsening
– Child can not swallow saliva and drools (80%)
• Cough is unusual
Tripod sign
• Pt appears anxious
• Leans forward with
support of both
forearms
• Extends neck in an
attempt to maintain an
open airway
Investigations
1. Flexible laryngoscopy: carried out only in ICU or
OT with intubation / tracheostomy set ready
2. Post-intubation direct laryngoscopy
3. Plain x-ray soft tissue of neck lateral view
4. Culture from epiglottis during intubation:
+ve in 15% cases of H. influenzae
5. Blood culture: +ve in 15% cases of H. influenzae
X-ray soft tissue neck
• Lateral view taken in erect position only (Supine
position may close off airway)
– Enlargement of epiglottis (thumb sign)
– Absence of well defined vallecula (Vallecula sign)
– Thickening of aryepiglottic folds (cause for stridor)
– Circumferential narrowing of subglottic portion of trachea
during inspiration (25% cases)
– Ballooning of hypopharynx
Thumb Sign pada epiglotitis Gambaran epiglotis normal
X-ray soft tissue neck

Red arrow = enlarged epiglottis


Yellow arrow = thickened ary-epiglottic folds
Epiglotitis
• Diff Diagnosis: Croup
– Dilatation of the hypopharynx
– Dilation of the laryngeal ventricle
– Narrowing of the subglottic trachea
– Epiglottis is normal
• Tx:
– Secure airway
– May require intubation or emergency tracheostomy
– Some use IV steroids
– Empiric antibiotic therapy
Acute Viral croup Bacterial Spasmodic R.P.
epiglottitis croup croup abscess

Age (yr) 3-7 1-3 1-8 1-3 1-3

Voice Normal or Hoarse Hoarse Hoarse Hoarse


muffled
Cough Absent Barking Barking Barking Absent
seal-like seal-like seal-like
Stridor Inspiratory Biphasic Biphasic Biphasic Inspiratory

Dysphagia Severe Absent Absent Absent Severe


+ drooling
Fever > 102 F < 102 F > 102 F < 102 F > 102 F

Posture Quiet, Restless, Restless, Restless, Restless,


sitting supine supine supine sitting
134. Child Developmental Sectors

6/24/2016 624
Skrining Tumbuh Kembanga Anak
• Pertumbuhan : bertambahnya ukuran fisik anak dalam
hal panjang/tinggi badan, berat badan, dan lingkar
kepala
– Pemantauan : melalui penilaian klinis dan pengukuran
antropometris (Z Score WHO atau kurva NCHS CDC)
• Perkembangan : bertambahnya kemampuan fungsi
individu antara lain dalam bidang motorik kasar,
motorik halus, komunikasi dan bahasa, intelektual,
emosi, dan sosial
– Pemantauan : penilaian klinis dan skrining perkembangan
Denver II
• Pemantauan setiap bulan hingga usia 1 tahun dan
setiap 3 bulan hingga 5 tahun
Denver II
• Mencakup usia 0-6 tahun
• Ada 4 bidang perkembangan
– Personal-sosial: berhubungan dengan orang lain dan
pemenuhan kebutuhan sendiri
– Motorikhalus: koordinasimata- tangan, manipulasi
objek kecil
– Motorik kasar: meliputi gerakan yang menggunakan
otot-otot besar secara keseluruhan (duduk, berjalan,
melompat)
– Bahasa-dengar: mengerti dan menggunakan bahasa
Interpretasi Denver II
• Skor Penilaian
– P (Pass) : Anak dapat melakukan ujicoba dengan baik, atau terdapat
laporan yang dapat dipercaya
– F (Fail) L : Anak tidak dapat melakukan ujicoba dengan baik
– No (No opportunity) : Tidak ada kesempatan untuk ujicoba karena ada
hambatan
– R (Refusal) : Anak menolak melakukan ujicoba
• Interpretasi
– Lebih (advanced) : bila anak Pass pada uji coba yang terletak di kanan
garis umur
– Normal : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba di sebelah kanan garis
– Caution/peringatan : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba yang dilewati
garis umur pada persentil 75-90
– Delayed/keterlambatan : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba yang
terletak lengkap di sebelah kiri garis umur
135. Tatalaksana MALARIA FALCIPARUM
• Lini pertama:
– (Artesunat + amodiakuin) dosis tunggal selama 3
hari + primakuin dosis tunggal 1 hari
– (Dihidroartemisinin + piperaquine) dosis tunggal
selama 3 hari + primakuin dosis tunggal 1 hari
• Lini kedua:
– Kina + doksisiklin/ Tetrasiklin + Primakuin
• Primakuin dikontraindikasikan pada ibu hamil,
bayi <11 bulan, dan penderita G6PD
MALARIA VIVAX, OVALE
• Lini pertama:
– (Artesunat + amodiakuin) dosis tunggal selama 3 hari + primakuin dosis
tunggal 14 hari
– (Dihidroartemisinin + piperaquine) dosis tunggal selama 3 hari + primakuin
dosis tunggal 14 hari
• Lini kedua:
– Kina 3x sehari selama 7 hari + primakuin selama 14 hari
Malaria Malariae
MALARIA
BERAT
Pilihan utama Malaria Berat di RS:
Artesunat
• Artesunate parenteral • Artesunat (AS) diberikan
dengan dosis 2,4 mg/kgBB
tersedia dalam vial yang per-iv, sebanyak 3 kali jam ke
berisi 60 mg serbuk kering 0, 12, 24. Selanjutnya
dan pelarut dalam ampul diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv
setiap 24 jam sampai
yang berisi 0,6 ml natrium penderita mampu minum
bikarbonat 5%. obat.
• Larutan artesunat bisa
• Untuk membuat larutan diberikan secara intramuskular
artesunat dengan dengan dosis yang sama.
mencampur 60 mg serbuk • Apabila sudah dapat minum
kering dengan larutan 0,6 obat, pengobatan dilanjutkan
dengan dihydroartemisinin-
ml biknat 5%. Kemudian piperakuin atau ACT lainnya
ditambah larutan Dextrose selama 3 hari + primakuin
5% sebanyak 3-5 cc.
Pilihan lainnya: Artemeter
• Artemeter intramuskular • Apabila sudah dapat
tersedia dalam ampul minum obat, pengobatan
yang berisi 80 mg dilanjutkan dengan
artemeter dalam larutan dihydroartemisinin-
minyak. piperakuin atau ACT
• Artemeter diberikan lainnya selama 3 hari +
dengan dosis 3,2 primakuin
mg/kgBB intramuskular.
Selanjutnya artemeter
diberikan 1,6 mg/kgBB
intramuskular satu kali
sehari sampai penderita
mampu minum obat.
Pilihan lainnya: Kina
• Kina per-infus masih • Dosis anak-anak : Kina HCl 25
merupakan obat alternatif % (per-infus) dosis 10
untuk malaria berat pada mg/kgBB (jika umur <2 bulan :
daerah yang tidak tersedia 6-8 mg/kgBB) diencerkan
derivat artemisinin parenteral dengan dekstrosa 5% atau
dan pada ibu hamil trimester NaCl 0,9% sebanyak 5-10
pertama. cc/kgBB diberikan selama 4
• Dalam bentuk ampul kina jam, diulang setiap 8 jam
hidroklorida 25%. sampai penderita sadar dan
• Satu ampul berisi 500 mg/2 dapat minum obat.
ml. • Kina tidak boleh diberikan
secara bolus intra vena, karena
toksik bagi jantung dan dapat
menimbulkan kematian.

Pengobatan malaria berat di tingkat Puskesmas dilakukan dengan memberikan artemeter ataupun kina hidroklorida
intramuscular sebagai dosis awal sebelum merujuk ke RS rujukan.
136. Sindrom Metabolik

Zimmet P.et,al. The metabolic syndrome in children and adolescents: the IDF consensus. Diabetes Voice 2007.
• IDF suggests that the metabolic syndrome should
not be diagnosed in children younger than 10
years

• Metabolic syndrome can be diagnosed with


abdominal obesity and the presence of two or
more other clinical features :
– elevated triglycerides,
– low HDL-cholesterol,
– High blood pressure,
– increased plasma glucose
Metabolic Syndrome prevention
• IDF recommends that prevention and primary
management for the metabolic syndrome is a
healthy lifestyle. This includes:
– moderate calorie restriction (to achieve a 5–10
per cent loss of body weight in the first year)
– moderate increase in physical activity
– change in dietary composition.
137. HERNIA DIAFRAGMA

Photograph of a one-day-old infant with congenital diaphragmatic hernia. Note the


scaphoid abdomen. This occurs if significant visceral herniation into the chest is
present.
http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview
http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview#a0104

Because of bowel Development of the


Because airspace pulmonary arterial system
herniation into the chest
development follows airway
during crucial stages of parallels development of the
development, alveolarization
lung development, airway bronchial tree, and, therefore,
divisions are limited is similarly reduced
fewer arterial branches

Pathogenesis
vicious cycle of progressive
Pulmonary hypertension resulting
hypoxemia, hypercarbia, acidosis,
from these arterial anomalies
leads to right-to-left shunting at and pulmonary hypertension
atrial and ductal levels observed in the neonatal period

The pathophysiology of congenital diaphragmatic hernia involves


pulmonary hypoplasia, pulmonary hypertension, pulmonary
immaturity, and potential deficiencies in the surfactant and antioxidant
enzyme system
Presentation
• In the physical examination, the abdomen is
scaphoid
• Upon auscultation, breath sounds are diminished,
bowel sounds may be heard in the chest, and
heart sounds are distant or displaced.
• Late presentation  variable respiratory distress
and cyanosis, feeding intolerance, intestinal
obstruction, bowel ischemia, and necrosis
following volvulus.
http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview#a0104
Management
• Immediately following delivery, the infant is intubated
(bag and mask ventilation is avoided).
• A nasogastric tube is passed to decompress the
stomach and to avoid visceral distention.
• Adequate assessment involves continuous cardiac
monitoring, ABG and systemic pressure measurements
• Urinary catheterization to monitor fluid resuscitation,
• preductal (radial artery) and postductal (umbilical
artery) oximetry.
• Surfactant
http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview#a0104
Management
• No ideal time for repair of congenital
diaphragmatic hernia is recognized, but the
authors suggest that the window of
opportunity is 24-48 hours after birth to
achieve normal pulmonary arterial pressures
and satisfactory oxygenation and ventilation
with minimal ventilator settings.
• Bisa semi-elektif pada pasien stabil
http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview#a0104
Presentation
• In the physical examination, the abdomen is
scaphoid
• Upon auscultation, breath sounds are
diminished, bowel sounds may be heard in the
chest, and heart sounds are distant or
displaced.

http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview#a0104
Late presentation
• Patients may present outside of the neonatal
period with respiratory symptoms, intestinal
obstruction, bowel ischemia, and necrosis
following volvulus.
• Most patients with Congenital Diaphragmatic
Hernia present early rather than late in life;
however, a subset of adults may present with
a congenital hernia that was undetected
during childhood.
Chest
Radiograph
An early chest
radiograph is
obtained to confirm
the diagnosis of
CDH. Findings
include loops of
bowel in the chest,
mediastinal shift,
paucity of bowel
gas in the abdomen,
and presence of the
tip of a nasogastric
tube in the thoracic
stomach.
138. Gigantism
• Def : Abnormal large growth due to an excess of
growth hormone during childhood
• Acromegaly and gigantism have the same pathogenetic
mechanism, but differ regarding the age of onset.
• Gigantism occurs much earlier in life when the skeleton
still has the potential to grow, a developmental phase
now known as ‘‘prepubertal’’.
• The cause of acromegaly and gigantism  the
overproduction of pituitary growth hormone
Gigantisme
• Pertumbuhan linear yang abnormal karena
kerja insulinlike growth factor I (IGF-I) yang
berlebihan ketika masa kanak-kanak dimana
epiphyseal growth plates masih terbuka
• Acromegaly merupakan kelainan yang sama
tetapi terjadi setelah lempeng epifise
tertutup.
• Gigantisme biasa muncul saat kanak-kanak
atau remaja muda.
• anterior lobe:
– growth hormone
Pituitary
– prolactin - to stimulate milk production after giving
birth Gland
– ACTH (adrenocorticotropic hormone) - to stimulate
the adrenal glands
– TSH (thyroid-stimulating hormone) - to stimulate
the thyroid gland
– FSH (follicle-stimulating hormone) - to stimulate the
ovaries and testes
– LH (luteinizing hormone) - to stimulate the ovaries
or testes
• intermediate lobe:
– melanocyte-stimulating hormone - to control skin
pigmentation
• posterior lobe:
– ADH (antidiuretic hormone) - to increase
absorption of water into the blood
by the kidneys
– oxytocin - to contract the uterus during childbirth
and stimulate milk production
GIGANTISME

http://physrev.physiology.org/content/physrev/92/1/1/F1.large.jpg
http://www.elsevierimages.com/images/vpv/000/000/028/28260-
0550x0475.jpg
Normal Growth Hormone Normal Control of Growth
Physiology Hormone Production
• Disekresikan oleh hipofisis anterior secara
pulsatil. • Hipotalamus
– Oleh karena itu memeriksa kadar GH secara mengontrol jumlah GH
random tidak berguna
– GH turun secara drastis setelah gula masuk yang dikeluarkan oleh
ke dalam tubuh (hal ini tidak terjadi pada hipofisis dengan
akromegali/gigantisme yang tidak mengalami
penurunan GH setelah diberi tes toleransi mengeluarkan
glukosa) neuropeptida growth
• GH mempunyai efek langsung pada tubuh, hormone releasing
tetapi juga berefek pada sel kelenjar untuk
melepaskan hormon lainnya: hormone (GHRH).
– GH bekerja pada sel khusus di hepar • Neuropeptida utama
melepaskan hormon yang disebutInsulin-like
Growth Factor (IGF-1) (atau disebut juga yang menghambat
Somatomedin-C) pelepasan GH disebut
– Karena IGF-1 dilepaskan dengan kadar yg
relatif spontan, maka lebih bagus digunakan
somatostatin
untuk memeriksa akromegali/ gigantisme
Etiologi
• Causes of excess IGF-I • Gigantism is a form of
action can be divided into familial pituitary adenomas,
and may run in some
the following 3 categories: families due to a genetic
– Release of primary GH excess mutation.
from the pituitary • Gigantism can also be
– Increased GHRH secretion or associated with other
hypothalamic dysregulation conditions, including:
– Hypothetically, the excessive – Carney complex
production of IGF-binding – McCune-Albright syndrome
(MAS)
protein, which prolongs the
– Multiple endocrine neoplasia
half-life of circulating IGF-I type 1 (MEN-1)
– Neurofibromatosis
Gejala dan Tanda Gigantisme
• Tall stature • Frontal bossing
• Mild to moderate obesity • Prognathism
(common) • Hyperhidrosis
• Macrocephaly (may precede • Osteoarthritis (a late
linear growth) feature of IGF-I excess)
• Headaches • Peripheral neuropathies
• Visual changes (eg, carpel tunnel
• Hypopituitarism syndrome)
• Soft tissue hypertrophy • Cardiovascular disease
• Exaggerated growth of the • Benign tumors
hands and feet, with thick • Endocrinopathies
fingers and toes • Delayed puberty
• Coarse facial features

http://emedicine.medscape.com/article/925446-treatment#a1156
Pemeriksaan Tatalaksana
• Laboratorium • Pengobatan
– Growth Hormon – Analog somatostatin (reduce
– IGF-I  pemeriksaan lab growth hormone release)
paling baik karena – Agonis reseptor dopamin
pengeluaran oleh tubuh tidak (reduce hormone release,
bersifat pulsatil generally less effective)
• Imaging – Antagonis reseptor GH
– Radiografi – Pegvisomant = blocks the
effect of growth hormone
– CT Scan
– Radiasi
– MRI
• Histologi • Operasi transphenoidal to
remove tumor
– Untuk menemukan adenoma/
karsinoma/ hiperplasia
139. Atrial Septal Defect
ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings
The degree of L-to-R shunting is dependent on:
- the size of the defect,
- the relative compliance of the R and L ventricles, &
- the relative vascular resistance in the pulmonary & systemic circulations

Infant has thick & less compliant RV  minimal symptoms


As children grow older: subtle failure to thrive, fatigue, dyspneu on effort,
recurrent respiratory tract infection

Enlargement of the RA & RV


Overflow in the right side of Dilatation of the pulmonary artery
heart The LA may be enlarged

Pulmonary vascular resistance may begin to increase in adulthood 


reversal of the shunt & cyanosis
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.
ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings
Ro:
Increased flow into right side of - enlargement of RV, RA, &
the heart & lungs pulmonary artery
- increased vasvular marking

Constant increased of Wide, fixed 2nd heart sound


ventricular diastolic volume splitting

Increased flow across tricuspid Mid-diastolic murmur at the lower


valve left sternal border

Increased flow across Thrill & systolic ejection murmur, best


heard at left middle & upper sternal
pulmonary valve border

Flow across the septal defect doesn’t produce murmur because the pressure gap
between LA & RA is not significant
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.
ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings

•  size of the main


pulmonary artery
•  size of the right atrium
•  size of the right ventricle
(seen best on the lateral
view as soft tissue filling in
the lower & middle
retrosternal space).
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.
2. Essentials of Radiology. 2nd ed.
140. PANCYTOPENIA
• Simultaneous presence of anaemia,
leukopenia, thrombocytopenia
APLASTIC ANEMIA:

• Failure of two or more cell lines


• Anaemia, leukopenia, thrombocytopenia
(pancytopenia) + hypoplasia or aplasia of the marrow
• Pathology: Reduction in the amount of haemopoietic
tissue  inability to produce mature cells for
discharge into the bloodstream
• no hepatomegaly; no splenomegaly; no
lymphadenopathy;
• Hallmark: peripheral pancytopenia with
hypoplastic/ aplastic bone marrow
CLASSIFICATION:
• Idiopathic
• Secondary:
– idiosyncratic drug reaction
– chemical exposure
– infectious hepatitis
– paroxysmal nocturnal haemoglobinuria
• Constitutional (inherited/congenital)
– Diamond-Blackfan syndrome
– Shwachmann-Diamond syndrome
– Fanconi anemia
– Dyskeratosis Congenita
– TAR (thrombocytopenia with absent radii)
– Amegakaryocytic thrombocytopenia
ACQUIRED APLASTIC ANEMIA -
CAUSES
• Radiation • Immune diseases:
• Drugs and chemicals – eosinophilic fascitis
– chemotherapy – thymoma
– Benzene • Pregnancy
– Chlor amphenicol: • PNH
idiosyncratic; sudden onset
after several months; 1 of • Marrow replacement:
every 20,000, irreversible – leukemia
– organophosphate – Myelofibrosis
• Viruses: – myelodysplasia
– CMV
– EBV
– Hep B, C,D
– HIV
PATHOPHYSIOLOGY
• Direct destruction of haemopoietic
progenitors
• Disruption of marrow micro-environment
• Immune mediated suppression of marrow
elements
 Cytotoxic T cells in blood and marrow
release gamma IFN and TNF  inhibit early
and late progenitor cells
CLINICAL FEATURES
RBC (anemia)
• Progressive and persistent pallor
• Anemia related symptoms
WBC (Leucopenia/neutropenia)
• Prone to infections - Pyodermas, OM, pneumonia, UTI,
GI infections, sepsis
Platelets (Thrombocytopenia)
• Petechiae, purpura, ecchymoses
• Hematemesis, hematuria, epistaxis, gingival bleed
• Intracranial bleed-headache, irritability, drowsiness,
coma
Blood picture:
• Anemia-normocytic, normochromic
• Leukopenia (neutropenia)
• Relative lymphocytosis
• Thrombocytopenia
• Absolute reticulocyte count low
• Mild to moderate anisopoikilocytosis
Gold standard
• Bone Marrow Puncture : dry aspirate,
hypocellular with fat (>70% yellow marrow)
141. Tatalaksana Awal
Perdarahan
Pasca Persalinan
ALGORITMA PENANGANAN PERDARAHAN PASCA PERSALINAN
ALGORITMA PENANGANAN PERDARAHAN PASCA PERSALINAN
HPP: Retensio Plasenta
• Plasenta belum dilahirkan dalam 30 menit setelah kelahiran
bayi

• Tatalaksana
– Berikan 20-40 IU oksitosin dalam 1 L larutan NaCl 0,9%/RL dengan kecepatan
60 tpm & 10 IU IM  lanjutkan IU dalam 1 L larutan NaCl 0,9%/RL dengan
kecepatan 40 tpm hingga perdarahan berhenti
– Lakukan tarikan tali pusat terkendali
– Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil  plasenta manual
– Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV􏰀 DAN
metronidazol 500 mg I􏰀 V)
– Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi komplikasi
perdarahan hebat atau infeksi

Buku Saku Pelayanan Ibu, WHO


Retensio Plasenta: Manual Plasenta
• Lakukan persetujuan tindakan medis (informed consent)
• Berikan sedatif diazepam 10 mg IM/IV dan Antibiotika dosis tunggal
(profilaksis):
– Ampisilin 2 g IV + metronidazol 500 mg IV, ATAU
– Cefazo lin 1 g IV + metronidazol 500 mg IV
• Cuci tangan dan pasang sarung tangan panjang steril. u Jepit tali pusat dengan
klem dan tegangkan sejajar dengan lantai
• Masukkan tangan dalam posisi obstetri dengan
menelusuri bagian bawah tali pusat seperti gambar

• Tangan sebelah dalam menyusuri tali pusat hingga masuk


ke dalam kavum uteri,sedangkan tangan di luar menahan
fundus uteri, untuk mencegah inversio uteri

Buku Saku Pelayanan Ibu, WHO


Retensio Plasenta: Manual Plasenta
• Menggunakan lateral jari tangan, disusuri dan dicari pinggir perlekatan (insersi)
plasenta
• Tangan obstetri dibuka menjadi seperti memberi salam, lalu jari-jari dirapatkan
• Tentukan tempat implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah
• Gerakkan tangan kanan kekiri dan kanan sambil bergeser kearah kranial hingga
seluruh permukaan plasenta dilepaskan
• Jika plasenta tidak dapat dilepaskan dari permukaan uterus, kemungkinan plasenta
akreta. Siapkan laparotomi untuk histerektomi supravaginal
• Pegang plasenta dan keluarkan tangan bersama plasenta
• Pindahkan tangan luar ke suprasimfisis untuk menahan uterus saat plasenta
dikeluarkan
• Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada
dinding uterus
• Periksa plasenta lengkap atau tidak, bila tidak lengkap, lakukan eksplorasi ke dalam
kavum uteri

Buku Saku Pelayanan Ibu, WHO


142. Kehamilan Usia Muda (Remaja)
• AKI pada kehamilan < 20 tahun
– 2-4 x lebih besar dari kehamilan dan persalinan pada usia reproduksi
sehat (20-35 tahun)

• Risiko Medis
– Asuhan antenatal berkurang, terutama bila terjadi diluar pernikahan
– Risiko menderita hipertensi selama kehamilan
– Akses kesehatan dan suplemen masa kehamilan <<  risiko anemia dan
HPP
– Prematuritas
– BBLR
– Ovum belum sempurna  risiko kelainan kongenital
– Depresi post partum  karena belum matang secara mental
– >> risiko kanker serviks karena melakukan seks usia muda

http://www.webmd.com/baby/guide/teen-pregnancy-medical-risks-and-realities?page=3
Kehamilan Usia Dini: Risiko

R I S I K O PA DA I B U R I S I K O PA DA B AY I
• Perdarahan karena otot • Prematuritas
rahim lemah dalam involusi • BBLR
• Keguguran/abortus • Cacat bawaan
• Persalinan yang lama dan • Kematian bayi/perinatal
sulit
• AKI saat partus akibat
perdarahan dan infeksi

http://dp2m.umm.ac.id/files/file/INFORMASI%20PROGRAM%20INSENTIF%20RIST
EK/7%20BAHAYA%20KEHAMILAN%20DI%20BAWAH%20UMUR.pdf
143. Ketuban Pecah Dini
• Robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan
(sebelum onset persalinan berlangsung)
• PPROM (Preterm Premature Rupture of
Membranes): ketuban pecah saat usia kehamilan
< 37 minggu
• PROM (Premature Rupture of Membranes): usia
kehamilan > 37 minggu

• Kriteria diagnosis :
– Usia kehamilan > 20 minggu
– Keluar cairan ketuban dari vagina
– Inspekulo : terlihat cairan keluar dari OUE
– Kertas nitrazin menjadi biru
– Mikroskopis : terlihat lanugo dan verniks kaseosa

• Pemeriksaan penunjang: USG (menilai jumlah cairan ketuban,


menentukan usia kehamilan, berat janin, letak janin, kesejahteraan janin
dan letak plasenta)
KPD: Diagnosis
• Inspeksi
• pengumpulan cairan di vagina atau mengalir keluar dari lubang
serviks saat pasien batuk atau saat fundus ditekan

• Kertas nitrazin (lakmus)


• Berubah menjadi biru (cairan amnion lebih basa)

• Mikroskopik
• Ferning sign (arborization, gambaran daun pakis)

• Amniosentesis
• Injeksi 1 ml indigo carmine + 9 ml NS  tampak
pada tampon vagina setelah 30 menit

http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html
KPD: Tatalaksana
KETUBAN PECAH DINI

MASUK RS
• Antibiotik
• Batasi pemeriksaan dalam
• Observasi tanda infeksi & fetal distress

PPROM
• Observasi:
PROM
• Temperatur
• Fetal distress
• Kelainan Obstetri
Kortikosteroid
• Fetal distress
Letak Kepala
• Letak sungsang
• CPD
• Riwayat obstetri buruk Indikasi Induksi
• Grandemultipara • Infeksi
• Elderly primigravida • Waktu
• Riwayat Infertilitas
• Persalinan obstruktif

Berhasil
• Persalinan pervaginam
Gagal
Sectio Caesarea • Reaksi uterus tidak ada
• Kelainan letak kepala
• Fase laten & aktif memanjang
• Fetal distress
• Ruptur uteri imminens
• CPD
Ketuban Pecah Prematur: Tatalaksana
• Konservatif :
– Dilakukan bila tidak ada penyulit, pada usia kehamilan 28-36 minggu,
dirawat selama 2 hari
– Selama perawatan dilakukan:
• Observasi adanya amnionitis/tanda infeksi (demam, takikardia, lekositosis,
nyeri pada rahim, sekret vagina purulen, takikardi janin)
• Pengawasan timbulnya tanda persalinan
• Pemberian antibiotika
• USG menilai kesejahteraan janin
• Bila ada indikasi melahirkan janin → pematangan paru

• Aktif :
– Dengan umur kehamilan 20-28 minggu dan > 37 minggu
– Ada tanda-tanda infeksi
– Timbulnya tanda persalinan
– Gawat janin
Kehamilan Postterm
• Bila kehamilan berlangsung lebih dari 42 minggu
• Faktor risiko kehamilan postterm
– Salah perhitungan usia kehamilan
– Nulipariti
– BMI ≥25
• Komplikasi:
– Postmaturity syndrome
• Wajah bayi seperti orang tua
• Growth restriction
Faktor Kehamilan Postterm
• Hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun
walaupun kehamilan telah cukup bulan sehingga kepekaan
uterus terhadap oksitosin berkurang.
• Herediter, karena post maturitas sering dijumpai pada
suatu keluarga tertentu
• Kadar kortisol pada darah bayi yang rendah sehingga
disimpulkan kerentanan akan stress merupakan faktor tidak
timbulnya His
• Kurangnya air ketuban
• Insufiensi plasenta
Tanda Postmatur
• Stadium I: Kulit menunjukkan kehilangan
verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit
kering, rapuh dan mudah mengelupas.
• Stadium II: Gejala di atas disertai pewarnaan
mekonium (kehijauan) pada kulit
• Stadium III: Terdapat pewarnaan kekuningan
pada kuku, kulit dan tali pusat
Kehamilan Postterm
• Komplikasi (lanjutan)
– Disfungsi plasenta
– Oligohidramnion
– Macrosomia (sebagian fetus masih tetap terus
bertambah beratnya)
• Manajemen
– Expectant atau Induksi/ SC berdasarkan
pertimbangan tertentu
Kehamilan Post Term
Tatalaksana Kehamilan Postterm
• Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah
monitoring janin sebaik-baiknya.
• Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan
spontan dapat ditunggu dengan pengawasan ketat
• Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks,
kalau sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan
atau tanpa amniotomi. Ibu dirawat di RS Bila :
– Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim
– Terdapat hipertensi, pre-eklampsia
– Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas
– Pada kehamilan > 40-42 minggu
Tindakan SC pada Kehamilan Postterm
Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998

• Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan


pada
– Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
– Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi
gawat janin, atau
– Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-
eklampsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan
kesalahan letak janin.
• Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa
partus lama akan sangat merugikan bayi, janin postmatur
kadang-kadang besar; dan kemungkinan diproporsi sefalo-
pelvik dan distosia janin perlu dipertimbangkan.
(Menurut Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998)
• Dilakukan Sectio Caesaria, jika gawat janin
(deselerasi lambat, pewarnaan mekoneum),
gerakan janin abnormal (< 5 kali / 20 menit),
contraction stress test (CST), berat Badan >
4000 gr, malposisi, malpresentasi, partus > 18
jam dgn bayi belum lahir.

Kurniawati (2009 : IX 41-42).


144. Gingivitis pada Kehamilan
• Perubahan Periodontal selama Kehamilan
– Peningkatan inflamasi gingiva
– Gigi lepas  akibat sekunder dari gingivitis

• Patofisiologi
– Kadar estrogen terlalu tinggi/rendah pembengkakan
gusi, proliferasi selular, >> inflamasi
– Progesteron >>  pelebaran pembuluh darah
– Perubahan hormon dalam saliva  pertumbuhan bakteri
 >> plak gigi
– Bakteri penyebab: P. gingivalis,
F. nucleatum, T. denticola

http://www.hindawi.com/journals/mi/2015/623427/
Gingivitis pada Kehamilan
• Komplikasi
– Bakteri overgrowth  inflamasi gingiva  bakteri
masuk ke aliran darah  bakteremia  menembus
barier plasenta  infeksi intrauterin
– BBLR, prematuritas, IUGR

• Tatalaksana
– Sebaiknya dimulai sedini mungkin
– Pada pasien dengan riwayat prematuritas atau BBLR
diberikan antibiotik
• Antibiotik spektrum luas, DOC: antibiotik beta laktam dan
penisilin
• Alergi penisilin: makrolida (eritromisin, klindamisin,
azitromisin)

http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/20295.pdf
145. Amniotomi
• Definisi
– Tindakan untuk membuka selaput amnion dengan
jalan membuat robekan kecil yang akan melebar
spontan akibat adanya tekanan cairan dan rongga
amnion

• Indikasi
– Jika ketuban belum pecah dan pembukaan sudah
lengkap
– Akselerasi persalinan
– Persalinan pervaginam menggunakan
instrumen
– Kasus solusio plasenta
Istilah untuk menjelaskan penemuan cairan
ketuban/selaput ketuban
• Utuh (U), membran masih utuh, memberikan sedikit perlindungan
kepada bayi dalam uterus, tetapi tidak memberikan informasi
tentang kondisi janin

• Jernih (J), membran pecah dan tidak ada anoksia

• Mekonium (M), cairan ketuban bercampur mekonium,


menunjukkan adanya anoksia/anoksia kronis pada bayi

• Darah (D), cairan ketuban bercampur dengan darah, bisa


menunjukkan pecahnya pembuluh darah plasenta, trauma pada
serviks atau trauma bayi

• Kering (K), kantung ketuban bisa menunjukkan bahwa selaput


ketuban sudah lama pecah atau postmaturitas janin
146. Metode Hormonal:
Pil Oral Kombinasi
• Jenis Pil Kombinasi
– Monofasik (21 tab): E/P dalam dosis sama + 7 tablet placebo
– Bifasik (21 tab): E/P dalam dua dosis berbeda + 7 tablet plasebo
– Trifasik (21 tab) : E/P dalam tiga dosis berbeda + 7 tablet plasebo
• Cara Kerja
– Menekan ovulasi, mencegah implantasi, mengentalkan lendir serviks, dan
menganggu pergerakan tuba
• Efektivitas > 99%
• Keuntungan khusus bagi kesehatan
– Mengurangi risiko kanker endometrium, kanker ovarium, penyakit radang
panggul simptomatik. kista ovarium, dan anemia defisiensi besi. Mengurangi
nyeri haid, masalah perdarahan haid, nyeri saat ovulasi, kelebihan rambut pada
wajah dan tubuh, gejala PCOS, dan gejala endometriosis
Pil Oral Kombinasi

• Risiko bagi kesehatan


– Emboli pada pembuluh darah

• Efek samping
– Perubahan pola haid (haid jadi sedikit atau semakin
pendek, haid tidak teratur, haid jarang, atau tidak
haid), sakit kepala, pusing, mual, nyeri payudara,
perubahan berat badan, perubahaan suasana
perasaan, jerawat (dapat membaik atau memburuk,
tapi biasanya membaik), dan peningkatan tekanan
darah
147. Sectio Caesarea

Isthmus:
Bagian uterus antar korpus dan serviks uteri,
yang diliputi oleh peritoneum viserale  akan
melebar selama kehamilan dan disebut segmen
bawah rahim (SBU)
Sectio Caesarea: Indikasi
• Malpresentasi janin:
– Letak Lintang
Semua primigravida dengan letak janin lintang harus ditolong dengan
operasi seksio sesaria
Seksio sesaria dilakukan pada ibu dengan janin letak lintang yang
memilki panggul yang sempit
– Letak Bokong, dianjurkan seksio sesaria bila:
• Panggul sempit
• Primigravida
• Janin besar dan Berharga
• Presentasi dahi dan muka(letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara lain tidak
berhasil
• Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil
• Gemelli
Sectio Caesarea: Kontra Indikasi
Kontra Indikasi Absolut Kontra Indikasi Relatif
• Pasien menolak • Infeksi sisitemik (sepsis,
• Infeksi pada tempat suntikan bakteremia)
• Hipovolemia berat, syok • Infeksi sekitar suntikan
• Koagulapati atau mendapat • Kelainan neurologis
terapi antikagulan
• Tekanan intrakranial meninggi
• Kelainan psikis
• Fasilitas resusitasi minimal • Bedah lama
• Kurang pengalaman/ tanpa • Penyakit jantung
didampingi konsultan • Hipovolemia ringan
anesthesia
• Nyeri punggung kronis
Insisi Transversal VS Insisi Klasik
Atonia Uteri: Faktor Risiko
• Uterus overdistensi (makrosomia, kehamilan
kembar, hidramnion atau bekuan darah)
• Induksi persalinan
• Penggunaan agen anestetik (agen halogen atau
anastesia dengan hipotensi)
• Persalinan lama
• Korioamnionitis
• Persalinan terlalu cepat
• Riwayat atonia uteri sebelumnya

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Masase uterus segera setelah plasenta lahir (15 detik) ATONIA
UTERI:
TATALAKSANA
kompresi bimanual interna maks 5 menit

Identifikasi sumber
Jika terus berdarah, Kompresi bimanual eksterna + perdarahan lain
infus 20 IU oksitosin dalam 500 ml NS/RL 40 tpm • Laserasi jalan
Infus untuk restorasi cairan & jalur obat esensial, kemudian
lahir
lanjutkan KBI
• Hematoma
parametrial
Tidak berhasil • Ruptur uteri
• Inversio uteri
• Sisa fragmen
plasenta
Rujuk; Selama perjalanan Kompresi
bimanual eksterna
Berhasil Kompresi aorta abdominalis
Tekan segmen bawah atau aorta
abdominalis; lanjutkan infus infus 20 IU
oksitosin dalam 500 ml NS/RL/ jam

Terkontrol Ligasi a. uterina & ovarika Perdarahan masih

Transfusi Rawat & Observasi HISTEREKTOMI Transfusi


148. Kala Persalinan: Kala I
Fase Laten
• Pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam)

Fase Aktif
• Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam
• Fase aktif terbagi atas :
1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
149. KB: Kontrasepsi Darurat
Fungsi
• Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
• Bukan sebagai pil penggugur kandungan
• Cara kerja Kondar adalah “fisiologis”, sehingga tidak mempengaruhi
kesuburan dan siklus haid yang akan datang
• Efek samping ringan dan berlangsung singkat
• Tidak ada pengaruh buruk di kemudian hari pada organ sistem
reproduksi dan organ tubuh lainnya. (Hanafi, 2004)

Indikasi
• Kesalahan penggunaan kontrasepsi
• Wanita korban perkosaan kurang dari 72 jam
• Efek samping:
– mual, muntah (bila terjadi dalam 2 jam pertama sesudah minum pil
pertama atau kedua, berikan dosis ulangan), perdarahan/bercak.
Kontrasepsi Darurat: Jenis Mekanik
• IUD mengandung inert (Lippes Loop)
– Menimbulkan reaksi benda asing dengan migrasi
leukosit, limfosit & makrofag
– Pemadatan lapisan endometrium  gangguan nidasi
hasil konsepsi

• IUD yang mengandung Copper


– Pemadatan endometrium
– Melepaskan ion Cu dengan konsentrasi tinggi
– Konsentrasi 2,5 X 10 mol/L bersifat blastosidal atau
membunuhnya sehingga kehamilan tidak terjadi
– Konsentrasi yang lebih tinggi bersifat embriotoksik
sehingga kehamilan tidak terjadi
Kontrasepsi Darurat: Jenis Medik
• 5 metode
– Pil KB Kombinasi (mis: Microgynon), Pil Progestin (mis : mini pil), Pil
Estrogen (mis: Premarin), Mifepristone (mis : RU-486), Danazol (mis
: Danocrine)

• Cara Kerja
– Merubah endometrium sehingga tidak memungkinkan implantasi
hasil pembuahan
– Mencegah ovulasi / menunda ovulasi (dengan menekan LH surge)
– Mengganggu pergerakan saluran telur (tuba fallopi)

• Efek Samping
– mual, muntah (bila terjadi dalam 2 jam pertama sesudah minum pil
pertama atau kedua, berikan dosis ulangan), perdarahan/bercak.
150. TB dan Kehamilan: Efek
Efek Kehamilan pada TB Efek TB terhadap Kehamilan

• Kehamilan dapat menutupi • Abortus spontan


gejala TB • BBLR
– Penurunan berat badan IUGR
yang biasa terjadi pada • Prematuritas
penderta TB tertutupi oleh
peningkatan BB selama • Mortalitas neonatal >>
kehamilan
151. Prolaps Uteri
Definisi
• Penurunan uterus dari posisi anatomis yang seharusnya
• Insidens: meningkat dengan bertambahnya usia

Gejala dan Tanda


• Manifestasi klinis yang sering didapatkan adalah keluarnya massa dari vagina
dan adanya gangguan buang air kecil hingga disertai hidronefrosis
• Sitokel (BAK sedikit-sedikit, tidak tuntas, stres inkontinensia), rektokel
(konstipasi), koitus terganggu, leukorea (ec jongesti daerah serviks), luka gesek
pada portio, enterokel (rasa berat dan penuh pada panggul), servisitis (bisa
menyebabkan infertilitas), menoragia ec bendungan

Komplikasi
• Keratinasi mukosa vagina dan portio, ulkus dekubitus, hipertrofi serviks,
gangguan miksi & stres inkontinensia, ISK, infertilitas, gangguan partus,
hemoroid, inkarserasi usus
Prolaps Uteri: Klasifikasi
Prolaps Uteri: Tatalaksana
• Pengobatan Tanpa Operasi
– Tidak memuaskan dan hanya bersifat sementara pada prolapsus uteri
ringan, ingin punya anak lagi, menolak untuk dioperasi, Keadaan
umum pasien tak mengizinkan untuk dioperasi

– Caranya : Latihan otot dasar panggul (Kegel), Stimulasi otot dasar


panggul dengan alat listrik, Pemasangan pesarium (cincin plastik)

– Prinsipnya : alat ini mengadakan tekanan pada dinding atas vagina


sehingga uterus tak dapat turun melewati vagina bagian bawah

– Biasanya dipakai pada keadaan: Prolapsus uteri dengan kehamilan,


Prolapsus uteri dalam masa nifas, Prolapsus uteri dengan
dekubitus/ulkus, Prolapsus uteri yang tak mungkin dioperasi:
keadaan umum yang jelek
Prolaps Uteri: Tatalaksana
Pengobatan dengan Operasi
• Operasi Manchester/Manchester-Fothergill
• Histeraktomi vaginal
• Kolpoklelsis (operasi Neugebauer-La fort)
• Operasi-operasi lainnya :Ventrofiksasi/hlsteropeksi, Interposisi

Jika Prolaps uteri terjadi pada wanita muda yang masih ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya cara yang terbaik adalah
dengan :
• Pemasangan pesarium
• Ventrofiksasi (bila tak berhasil dengan pemasangan pesarium)
PERDARAHA BESAR
DIAGNOSIS SERVIKS GEJALA LAIN
N UTERUS
• Tes kehamilan +
Sesuai usia
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak • Nyeri perut
kehamilan
• Uterus lunak

Sesuai atau lebih • Nyeri perut >>


Abortus insipiens Sedang-banyak Terbuka lunak
kecil • Uterus lunak

• Nyeri perut >>


Lebih kecil dari usia
Abortus inkomplit Sedikit-banyak Terbuka lunak • Jaringan +
kehamilan
• Uterus lunak

• Sedikit atau tanpa


Tertutup atau Lebih kecil dari usia nyeri perut
Abortus komplit Sedikit-tidak ada
terbuka lunak kehamilan • Jaringan keluar ±
• Uterus kenyal

Perdarahan Membesar, nyeri • Demam


Abortus septik Lunak
berbau tekan • leukositosis

• Tidak terdapat gejala


nyeri perut
Lebih kecil dari usia
Missed abortion Tidak ada Tertutup • Tidak disertai
kehamilan
ekspulsi jaringan
152. Abortus konsepsi
Abortus Imminens Abortus Insipiens Abortus Inkomplit

Abortus Komplit Missed Abortion


Abortus: Tatalaksana Umum
• Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus
dengan komplikasi, berikan kombinasi antibiotika sampai
ibu bebas demam untuk 48 jam:

– Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam


– Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
– Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
– Segera rujuk ibu ke rumah sakit
– Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat
dukungan emosional dan konseling kontrasepsi pasca
keguguran
– Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus
Tatalaksana
Abortus Imminens Abortus Insipiens

• Pertahankan kehamilan. • Evakuasi isi uterus


• Tidak perlu pengobatan khusus. • Lakukan pemantauan pasca
• Jangan melakukan aktivitas fisik tindakan/30 menit selama 2
berlebihan atau hubungan jam. Bila kondisi ibu baik,
seksual pindahkan ibu ke ruang rawat.
• Jika perdarahan berhenti, • Pemeriksaan PA jaringan
pantau kondisi ibu selanjutnya • Evaluasi tanda vital, perdarahan
pada pemeriksaan antenatal pervaginam, tanda akut
(kadar Hb dan USG panggul abdomen, dan produksi urin
serial setiap 4 minggu) setiap 6 jam selama 24 jam.
• Jika perdarahan tidak berhenti, • Periksa kadar Hb setelah 24 jam.
nilai kondisi janin dengan USG. Bila hasil pemantauan baik dan
Nilai kemungkinan adanya kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
penyebab lain. diperbolehkan pulang.
Tatalaksana
Abortus Inkomplit Abortus Komplit
• Evakuasi isi uterus (dengan jari atau • Tidak diperlukan evakuasi lagi.
AVM)
• Konseling untuk memberikan
• Kehamilan > 16 minggu  infus 40 IU
dukungan emosional dan
oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau RL
dengan kecepatan 40 tpm untuk menawarkan KB pasca keguguran.
membantu pengeluaran hasil konsepsi. • Observasi keadaan ibu.
• Evaluasi tanda vital pasca tindakan • Apabila terdapat anemia sedang,
setiap 30 menit selama 2 jam. Bila berikan tablet sulfas ferosus 600
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang
rawat. mg/hari selama 2 minggu, jika
• Pemeriksaan PA jaringan
anemia berat berikan transfusi darah.
• Evaluasi tanda vital, perdarahan • Evaluasi keadaan ibu setelah 2
pervaginam, tanda akut abdomen, dan minggu.
produksi urin/6 jam selama 24 jam.
Periksa kadar hemoglobin setelah 24
jam. BIla hasil pemantauan baik dan
kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
diperbolehkan pulang.
153. Mola Hidatidosa: Hubungan dengan Hipertiroid

Hydatidiform Mole

Extremely high hCG level  mimic TSH

Hyperthyroidism
153 & 154. Hipertiroid pada Kehamilan
• DOC (PTU dan methimazole)
– PTU (utama)
• Efek teratogenik <<
• Efek samping: Hipotiroid pada janin
– Methimazole (jarang digunakan di Indonesia)
• efek teratogenik berupa sindrom teratogenik ‘embriopati
metimazole’ yang ditandai dengan atresi esofagus atau koanal

• Β blocker (propanolol)
– Mengurangi gejala akut hipertiroid
– Efek samping pada kehamilan akhir: hipoglikemia pada
neonatus, apnea, dan bradikardia yang biasanya bersifat
transien dan tidak lebih dari 48 jam
– Dibatasi sesingkat mungkin dan dalam dosis rendah (10-15
mg per hari)
Abalovich M, Amino N, Barbour LA, Cobin RH, Leslie J, Glinoer D, et al. Management of Thyroid Dysfunction during Pregnancy and
Postpartum. J. Endocrinol. Metabolism. 2007; 92(8): S1-S47
Indikasi Pembedahan

• Dibutuhkannya obat anti tiroid dosis besar


(PTU >450 mg atau methimazole >300 mg)
• Timbul efek samping serius penggunaan obat
anti tiroid
• Struma yang menimbulkan gejala disfagia,
atau obstruksi jalan napas
• Tidak dapat memenuhi terapi medis (misalnya
pada pasien gangguan jiwa)
Hipertiroid pada Kehamilan: Tatalaksana
• Rawat inap dan tirah baring untuk mengontrol kadar hormon tiroid.
• PTU 300-450 mg/hari, dibagi dalam 3 dosis. Bila FT4 dan FT3 sudah
normal  dosis pemeliharaan 50-300 mg/hari, dalam dosis terbagi.
• Larutan yodium (Lugol) 3 tetes dalam segelas air putih diminum
1x/hari selama 1-2 minggu.
• Propanolol  mengurangi manifestasi simpatetik, 40-80 mg/hari,
dalam 3-4 dosis.
• Kontra Indikasi: penyakit paru obstruktif, blokade jantung,
dekomp kordis, DM
• Tiroidektomi dapat dipertimbangkan ketika kondisi hipertiroid telah
teratasi lewat pengobatan.
• Setelah bayi lahir, periksa kadar hormon tiroidnya untuk
menyingkirkan kemungkinan hipotiroidisme pada bayi akibat
pengobatan selama ibu hamil.
155. Sisa Plasenta
• Etiologi
– His kurang baik, tindakan pelepasan
plasenta yang salah, plasenta akreta,
atonia uteri

• Tanda dan Gejala


– Perdarahan dari rongga rahim setelah
plasenta lahir, dapat segera atau
tertunda
– Uterus tidak dapat berkontraksi
secara efektif

• Penanganan
– Pengeluaran plasenta secara manual
– Kuretase
– Uterotonika

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/150/jtptunimus-gdl-fujifatmaw-7485-2-babii.pdf
156. Gangguan Menstruasi
Disorder Definition
Amenorrhea Primer Tidak pernah menstruasi setelah berusia 16 tahun, atau
berusia 14 tahun tanpa menstruasi sebelumnya dan tidak
terdapat tanda-tanda perkembangan seksual sekunder

Amenorrhea Tidak terdapat menstruasi selama 3 bulan apda wanita


Sekunder dengan sklus haid teratur, atau 9 bulan pada wanita dengan
siklus menstruasi tidak teratur
Oligomenorea Menstruasi yang jarang atau dengan perdarahan yang sangat
sedikit
Menorrhagia Perdarahan yang banyak dan memanjang pada interval
menstruasi yang teratur
Metrorrhagia Perdarahan pada interval yang tidak teratur, biasanya diantara
siklus
Menometrorrhagia Perdarahan yang banyak dan memanjang, lebih sering
dibandingkan dengan siklus normal
Kelainan dan Diagnosis
Etiologi
Penyebab amenore primer:
1. Tertundanya menarke (menstruasi pertama)
2. Kelainan bawaan pada sistem kelamin (misalnya tidak memiliki
rahim atau vagina, adanya sekat pada vagina, serviks yang sempit,
lubang pada selaput yang menutupi vagina terlalu sempit/himen
imperforata)
3. Penurunan berat badan yang drastis (akibat kemiskinan, diet
berlebihan, anoreksia nervosa, bulimia, dan lain lain)
4. Kelainan bawaan pada sistem kelamin
5. Kelainan kromosom (misalnya sindroma Turner atau sindroma
Swyer) dimana sel hanya mengandung 1 kromosom X)
6. Obesitas yang ekstrim
7. Hipoglikemia
Etiologi
Penyebab amenore sekunder:
1. Kehamilan
2. Kecemasan akan kehamilan
3. Penurunan berat badan yang drastis
4. Olah raga yang berlebihan
5. Lemak tubuh kurang dari 15-17%extreme
6. Mengkonsumsi hormon tambahan
7. Obesitas
8. Stres emosional
Algoritma Amenore Primer
Algoritma Amenore Sekunder
157. Pubertas Prekoks
• Premature pubarche
– Munculnya rambut pubis tanpa tanda pubertas lain

• Premature thelarche
– Pertumbuhan payudara tanpa tanda pubertas lain

• Pubertas Prekoks Sentral


– Gonadotropin-dependent, maturasi dari aksis hipotalamus-pituitari-
gonadal  perubahan pubertas fisik dan hormonal penuh

• Pseudopubertas Prekoks
– Lebih jarang
– Peningkatan hormon seks steroid yang gonadotropin-independent
http://emedicine.medscape.com/article/924002-overview
Pubertas Prekoks
• Diagnosis
– Abnormal brain findings: 2-20%
– Abnormal CT scan atau MRI: lebih sering dijumpai pada anak
laki-laki
– Kelainan SSP
• Tumor, hamartoma hipotalamus, trauma SSP, anomali kongenital

• Etiologi
– Sekresi kadar tinggi GnRH oleh hipotalamus
• >> LH  Produksi hormon seks di testis dan ovarium  pembesaran
penis, pembesaran payudara, rambut pubis
• >> FSH  pembesaran gonad  pematangan folikel atau
spermatogenesis

http://emedicine.medscape.com/article/924002-overview#a5
Pubertas Prekoks: Tanda & Gejala

LAKI-LAKI P E R E M P UA N
• Pembesaran testis • Tanda awal: pembesaran
payudara

• Pembesaran penis dan • Rambut pubis: dapat sebelum,


skrotum 1 tahun setelah selama, atau sesudah
payudara
testis
• Menarche: terakhir, 2-3 tahun
setelah payudara tumbuh
• Growth spurt pubertal:
muncul terakhir
• Growth spurt pubertal:
muncul diawal
Pubertas Prekoks: Laboratorium

LAKI-LAKI P E R E M P UA N
• Testosteron serum • Estradiol
– Pagi >> sore
– Kadar < 30 ng/dL 
– > 20 pg/mL  pubertas,
prepubertal namun dapat kurang
– Kadar 30-100 ng/dL  Early – Tumor ovarium: > 100 pg/mL
pubertal
– Kadar 100-300 ng/dL  Mid-
to-late pubertal
– Kadar > 300 ng/dL – Adult

• Androgen adrenal (DHEA, DHEAS)  meningkat

• Pengukuran kadar FSH & LH setelah stimulasi dengan GnRH 100 mcg 30-60
menit
•  LH > 8 IU/L  pubertas sentral prekoks
• FSH > LH  prepubertas
http://emedicine.medscape.com/article/924002-workup
Pubertas Prekoks: Tatalaksana
• Bila disebabkan tumor SSP selain hamartoma: reseksi
tumor

• Terapi radiasi bila reseksi inkomplit

• Reseksi tumor jarang menyebabkan regresi pubertas


prekoks

• Agonis GnRH
– Follow up 4-6 bulan untuk memastikan regresi
– Tanda: normalisasi akselerasi pertumbuhan, perlambatan
pertumbuhan payudara, ukuran testis <<, supresi hormon
gonadal, kadar testosteron < 20 ng/dL
– Monitoring usia tulang
http://emedicine.medscape.com/article/924002-medication
158. Herpes pada Kehamilan
• 2% seropositif selama kehamilan
– 1/3 simptomatik
– 1/3 di tiap semester

• Diagnosis
– Tzank smear, Kultur, PCR, deteksi
antibodi

Level II-b
Brown ZA et al. NEJM 1997;337(8):509-15
Gardella C et al. AJOG 2005;193(6):1891-9
Alur Diagnostik
Pasien dengan ulkus kelamin kearah herpes atau lesi mencurigakan

Teknik Deteksi Viral


(-) (+)

Infeksi tidak dapat disingkirkan Infeksi Herpes Genital

Skrining Serologis
(-) (+) untuk HSV-2

Ulang Skrining
Infeksi Herpes Genital
Dalam 6-8 minggu
Pengobatan pada Fase Inisial

Acyclovir Famcyclovir Valacyclovir


400 mg, 3x/hari 250 mg, 3x/hari 1 gram 2x/hari
selama 7-10 hari selama 7-10 hari selama 7-10 hari

200 mg 5x/hari
selama 7-10 hari

CDC. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines. MMWR 2006;55(No. RR-11)


Pengobatan pada Kasus Rekuren

Acyclovir Famcyclovir Valacyclovir


400 mg 3x/hari 125 mg 2x/hari 500 mg 2x/hari
selama 5 hari selama 5 hari selama 3-5 hari
200 mg 5x/hari (1 gram 2x/hari 1 gram 1x/hari
selama 5 hari untuk satu hari)
Selama 5 hari
800 mg BID for
5 days
(800 mg TID for 2
days)
CDC. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines. MMWR 2006;55(No. RR-11)
Antiviral pada Kehamilan

Famsiklovir Acyclovir Valacyclovir


2 x 125 mg 400 mg 3x/hari 500 mg 2x/hari mulai
selama 5 hari mulai dari usia dari usia kehamilan 36
kehamilan 36 minggu-partum
minggu-
partum

Sheffield et al; Obstet Gynecol


2003;102:1396-1403
159. Kista Ovarium
• Etiologi
– Beberapa teori menyebutkan adanya gangguan dalam pembentukan estrogen dan
dalam mekanisme umpan balik ovarium-hipotalamus; gagalnya sel telur (folikel)
untuk berovulasi

• Jenis
– Kista Fungsional/normal
– Kista Non-Fungsional

• Klinis
– Sering tanpa gejala
– Nyeri saat menstruasi
– Nyeri perut bagian bawah
– Dispareunia
– Nyeri pada punggung, kadang menjalar ke kaki
– Nyeri saat BAK/ BAB
– Siklus menstruasi tidak teratur
– Perut terasa penuh, berat, kembung
– Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit BAK)
Jenis Kista Ovarium
Kista Ovarium Fungsional Kista Ovarium Patologis
• Kista Folikel: akibat folikel gagal • Kista Dermoid: berisi berbagai
melepas sel telur. Memiliki sel jenis jaringan (darah, lemak,
granulosa dan sel teka. Paling tulang, rambut)
sering terjadi • Kistadenoma: berkembang dari
• Kista Luteal: sisa jaringan folikel sel-sel yang melapisi bagian luar
(korpus luteum) terisi darah. ovarium
Memiliki sel teka dan sel granulosa – Kistadenoma serosa
yang terluteinisasi – Kistadenoma musinosa
Kista Ovarium

K I S TA L U T E I N K I S TA F O L I K E L
Kista Ovarium
• Pemeriksaan Penunjang
– USG abdomen/transvaginal
– Kolposkopi screening
– Pemeriksaan darah (tumor marker)  bila curiga ganas

• Tatalaksana
– Observasi atau operasi (bila membesar)

• Komplikasi
– Torsio: sering pada tumor ukuran sedang
• Gejala: nyeri sangat hebat, kadang dengan muntah, defens muskular,
nadi cepat, leukositosis
– Ruptur  gejala: nyeri, mual, muntah
– Perdarahan ke rongga peritoneum
– Perubahan keganasan
160-161. Presentasi Bokong
• Bila bokong merupakan bagian terendah janin
• Ada 3 macam presentasi bokong: complete breech(bokong
sempurna),Frank breech(bokong murni),footling
breech(presentasi kaki)
• Partus lama merupakan indikasi utk melakukan SC,karena
kelainan kemajuan persalinan merupakan salah satu tanda
disproporsi
• Etiologi:
• Multiparitas, hamil kembar,
hidramnion, hidrosefal,
plasenta previa, CPD

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Sungsang: Tipe
Tipe-tipe presentase bokong
• Bokong murni (Frank Breech) : sendi
panggul janin fleksi maksimal, sendi
lutut janin ekstensi maksimal.

• Bokong sempurna (Complete Breech) :


sendi panggul dan sendi lutut fleksi,
tetapi kaki janin sejajar dengan
bokong.

• Letak bokong kaki (Incomplete breech


presentation) : salah satu atau keduan
sendi panggul janin ekstensi
sedangkan sendi lutut bisa fleksi atau
ekstensi
Persalinan Sungsang: Teknik

• Per vaginam (Bracht)


• Cara Klasik
– Pengeluaran bahu dan tangan secara klasik
dilakukan jika dengan Bracht bahu dan tangan
tidak bisa lahir
• Cara Muller
• Cara Lovset
Perasat Bracht
• Bokong janin dipegang hingga kedua ibu jari penolong
ada pada bagian belakang pangkal paha & empat jari-
jari lain berada pada bokong janin (gambar 1)

• Ibu meneran  arahkan punggung anak ke perut ibu


(hiperlordosis )sampai kedua kaki lahir pegangan
dirubah sehingga kedua ibu jari sekarang berada pada
lipatan paha bagian belakang dan ke empat jari-jari
berada pada pinggang janin (gambar 2)

• Dengan pegangan tersebut  gerakan hiperlordosis


dilanjutkan sedikit kearah kiri/kanan sesuai dengan
posisi punggung anak  dilakukan sampai lahir mulut-
hidung-dahi & seluruh kepala anak
• Saat melahirkan kepala, asisten melakukan tekanan
suprasimfisis searah jalan lahir dengan tujuan untuk
mempertahankan posisi fleksi kepala janin
Perasat Muller
Perasat Lovset
Perasat Klasik
162. Pre Eklampsia & Eklampsia
• Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
– Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum
usia kehamilan 20 minggu)
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau
trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20
minggu

• Eklampsia
– Kejang umum dan/atau koma
– Ada tanda dan gejala preeklampsia
– Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang
• Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
– Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
• MgSO4
– Eklampsia  untuk tatalaksana kejang
– PEB  pencegahan kejang
• Dosis
– MgSO4 IV: 4 gram selama 20 menit untuk dosis awal  lanjutkan 6
gram selama 6 jam untuk dosis rumatan
– MgSO4 IM: 5 gram pada bokong kiri dan 5 gram pada bokong kanan
• Syarat pemberian MgSO4
– Terdapat refleks patella, tersedia kalsium glukonas, dan jumlah urin
minimal 0,5 ml/kgBB/jam

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Dosis MgSO4
• Dosis inisial:
– Ambil 4 g larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan
larutkan dengan 10 ml akuades
– Berikan larutan tersebut secara perlahan I􏰀 V selama 20 menit
– Jika akses intravena sulit, berikan masing-masing 5g MgSO4
(12,5 ml larutan MgSO4 40%) IM di bokong kiri dan kanan
• Dosis Rumatan:
– Ambil 6 g MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan
dalam 500 ml larutan Ringer Laktat/Ringer Asetat, lalu berikan
secara IV􏰀 dengan kecepatan 28 tetes/menit selama 6 jam, dan
diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang berakhir
(bila eklampsia)
Dosis MgSO4
• Apabila terjadi eklampsia saat rumatan,
lakukan penilaian awal dan tatalaksana
kegawatdaruratan.
– Berikan kembali MgSO4 2 g I􏰀 V perlahan (15-20
menit).
– Bila setelah pemberian MgSO4 ulangan masih
terdapat kejang, dapat dipertimbangkan
pemberian diazepam 10 mg I􏰀 selama 2 menit.
163. Presentasi Ganda
• Bila ekstremitas (bag kecil janin)
prolaps disamping bag terendah janin

• Persalinan spontan hanya terjadi bila


janin kecil atau mati dan maserasi

• Tatalaksana
• Lakukan koreksi dengan jalan Knee
Chest Position,dorong bagian yg prolaps
ke atas, dan pada saat kontraksi
masukkan kepala memasuki pelvis
• Bila koreksi tidak berhasil atau terdapat
CPD lakukan SC

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


164. Lactational Amenorrhea Method
(LAM)
• Kontrasepsi yang mengandalkan pemberian ASI
secara eksklusif  hanya diberikan ASI tanpa
tambahan makanan atau minuman apapun
lainnya (Setya & Sujiyatini, 2009, hal. 68)

• MAL dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila


– Menyusui secara penuh, lebih efektif bila pemberian >
8 x sehari
– Belum haid
– Umur bayi kurang dari 6 bulan

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/137/jtptunimus-gdl-izzatulmus-6814-3-c.babil.pdf
LAM: Cara Kerja
• Reflek Prolaktin
Bayi mulai menyusu (rangsangan fisik)  sinyal-
sinyal ke kelenjar hipotalamus di otak (hipofise
anterior) untuk menghasilkan hormon prolaktin
 beredar dalam darah dan masuk ke
payudara,memerintahkan alveolus untuk
memproduksi ASI

• Reflek Let Down (Oksitosin)


– Rangsangan isapan bayi  hipofise posterior
 oksitosin  peredaran darah  rahim 
menstimulus kontraksi rahim  masuk ke
payudara untuk memeras ASI
– Juga dipengaruhi beberapa faktor seperti
psikologis ibu yang bahagia melihat bayinya,
mendengar suara bayi,melihat foto bayi,ibu
bahagia karena peran serta ayah. Reflek ini
juga dihambat oleh faktor stress.
Kontrasepsi LAM

Keuntungan Keterbatasan
• Efektivitas tinggi (keberhasilan • Perlu persiapan sejak
98% pada 6 bulan postpartum) perawatan kehamilan agar
segera menyusui dalam 30
• Tidak mengganggu senggama menit pasca persalinan.
• Tidak ada efek samping • Mungkin sulit dilaksanakan
sistemik karena kondisi sosial
• Efektifitas tinggi hanya sampai
• Tidak perlu pengawasan medis kembalinya haid atau sampai
• Tidak perlu obat atau alat. • dengan 6 bulan
• Tanpa biaya • Tidak melindungi terhadap
IMS termasuk virus hepatitis
B/HBV dan HIV/AIDS
165. BARRIER DALAM KOMUNIKASI

I. Physical barriers
II. Cross-cultural barriers.
III. Semantic barriers (words/language)
IV. Psychological barriers
V. Organizational barriers
Physical Barriers
 Noise
i. Physical noise (outside disturbance)
ii. Psychological noise (inattentiveness)
iii. Written noise (bad handwriting/typing)
iv. Visual noise (late arrival of employees)
 Distance
 Improper time
 Inadequate/overload of information
Cross Cultural Barriers
Why communicate with cross culture?
1. Globalisation
2. Ability to work more harmoniously
3. Get good people despite their differences

• Example of cross cultural barriers: Eye contactto


elders in Indonesia is disrespect.
Semantic barriers

• Different languages
• Different context for words and symbols
• Poor vocabulary
Psychological Barriers
• Status
• Attitude
• Perceptions
• Poor listening
• Egotism
• Emotions (excited, nervous, confused,…)
• Resistance to change
Organizational barriers
• Rules and regulations (rigid/flexible)
• Hierarchial relationship
• Wrong choice of channel
166. UKURAN ASOSIASI DALAM PENELITIAN

• Digunakan pada studi analitik (cross


sectional, case control, kohort, studi
eksperimental).

• Untuk mengukur kekuatan hubungan sebab-


akibat antara variabel paparan dengan
variabel outcome.

• Menunjukkan bagaimana suatu kelompok


lebih rentan mengalami sakit dibanding
kelompok lainnya.
Ukuran Asosiasi yang Sering Digunakan

– Relative risk (RR) ukuran asosiasi dari studi kohort


– Odds ratio (OR)  ukuran asosiasi dari studi case
control
– Prevalence ratio (PR) & prevalence odds ratio (POR)
 ukuran asosiasi dari studi cross sectional
Tabel 2x2
Cara yang paling umum dan sederhana untuk
menghitung ukuran asosiasi.

Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Relative risk (RR):


insidens penyakit pada kelompok yang terpapar (a/(a+b))
dibandingkan dengan insidens penyakit pada kelompok yang tidak
terpapar (c/(c+d))

Rumus RR: a/(a+b)


c/(c+d)
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Odds ratio (OR):


Odds penyakit pada kelompok terpapar (a/b) dibandingkan dengan
odds penyakit pada kelompok tidak terpapar (c/d)

Rumus OR: a/b = ad


c/d bc
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Rumus prevalence ratio (PR) sama dengan rumus RR, yaitu:


PR: a/(a+b)
c/(c+d)

Rumus prevalence odds ratio (POR) sama dengan rumus OR, yaitu:
POR: ad
bc
Interpretasi RR/OR/PR
RR/OR/PR= 1 menunjukkan tidak ada hubungan antara paparan
dengan outcome.

RR/OR/PR lebih dari 1 menunjukkan asosiasi positif (semakin tinggi


paparan, semakin tinggi risiko mengalami penyakit)  paparan
yang diteliti merupakan FAKTOR RISIKO suatu penyakit.

RR/OR/PR kurang dari 1 menunjukkan bahwa paparan bersifat


protektif terhadap terjadinya outcome(semakin tinggi paparan,
semakin rendah risiko mengalami penyakit)  paparan yang diteliti
merupakan FAKTOR PROTEKTIF terjadinya suatu penyakit.
167. PENGUKURAN ANGKA KESAKITAN/
MORBIDITAS
UKURAN DEFINISI
Incidence rate/ Frekuensi kasus baru yang berjangkit dalam suatu populasi (rumus:
insidens jumlah kasus baru/ jumlah populasi berisiko).

Bila jumlah kasus baru dihitung bukan berdasarkan jumlah orang,


melainkan berdasarkan jumlah orang-waktu (person-time), maka
disebut sebagai incidence density rate.

Prevalence rate/ Frekuensi seluruh kasus yang terjadi dalam suatu populasi (rumus:
prevalens (jumlah kasus lama+kasus baru)/jumlah populasi berisiko)).

Prevalensi yang ditentukan pada 1 waktu tertentu misalnya pada


tanggal 1 Februari 2016 disebut sebagai point prevalence rate.

Attack rate Jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah/ outbreak yang
berjangkit dalam suatu populasi.
Soal
• Jumlah kasus baru pada akhir Desember=10
orang
• Jumlah populasi berisiko pada akhir
Desember=120 orang
• Insidens = jumlah kasus baru pada waktu
tertentu/jumlah populasi berisiko x 100%
• Maka Insidens pada soal di atas=
10/120 x 100%
168. DESAIN PENELITIAN
Secara umum dibagi menjadi 2:
• DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan
frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi
DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas X.

• ANALITIK: mencari hubungan antara paparan


dengan penyakit. Misalnya penelitian
hubungan antara obesitas dengan DM tipe 2.
Desain Penelitian
Desain
studi

Analitik Deskriptif

Case report

Case series
Observational Experimental
Cross-sectional

1. Cross-sectional Clinical trial


2. Cohort
3. Case-control Field trial (preventive
programmes )
4. Ecological
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Cross-sectional
– Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu
yang bersamaan.

Cohort study
– Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.

Case-control study
– Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional

PAST PRESENT FUTURE


Time
Assess exposure
Cross - sectional study and outcome

Assess Known
Case - control study exposure outcome

Known Assess
Prospective cohort exposure outcome

Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam
satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak
berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat
ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini
secara bersamaan.

• Bila menggunakan desain case control, dimulai dengan


peneliti menentukan subyek anak 1-3 tahun yang
pernah mengalami diare dengan yang tidak pernah
mengalami diare. Kemudian ibu diwawancara apakah
sebelumnya memberi ASI eksklusif atau tidak.
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain kohort (prospektif), maka dimulai
dengan peneliti mengumpulkan subyek penelitian berusia 6
bulan yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian, subyek tersebut diamati selama 1 tahun
untuk dilihat apakah mengalami diare atau tidak.

• Bila menggunakan desain kohort (retrospektif), dari catatan


rekam medis RS tahun 2015 dimulai dengan dikumpulkan data
bayi yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI eksklusif.
Kemudian rekam medis ditelusuri, dari tahun 2015-2016 apakah
subyek pernah mengalami diare atau tidak.
169. TEKNIK SAMPLING
Probability Sampling Techique lebih baik
dibanding non-probability
• Simple Random Sampling: pengambilan sampel dari
semua anggota populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata/tingkatan yang ada dalam
populasi itu.

• Stratified Sampling: Penentuan sampling tingkat


berdasarkan karakteristik tertentu (usia, jenis kelamin,
dsb). Misalnya untuk mengambil sampel dipisahkan
dulu jenis kelamin pria dan wanita. Baru kemudian dari
kelompok pria diambil sampel secara acak, demikian
juga dari kelompok wanita.
Probability Sampling Techique lebih
baik dibanding non-probability
• Cluster Sampling: disebut juga sebagai teknik sampling daerah.
Pemilihan sampel berdasarkan daerah yang dipilih secara acak.
Contohnya mengambil secara acak 20 kecamatan di Jakarta.
Seluruh penduduk dari 20 kecamatan terpilih dijadikan sampel.

• Multistage random sampling: teknik sampling yang menggunakan 2


teknik sampling atau lebih secara berturut-turut. Contohnya
mengambil secara acak 20 kecamatan di Jakarta (cluster sampling).
Kemudian dari masing-masing kecamatan terpilih, diambil 50
sampel secara acak (simple random sampling).

• Systematical Sampling anggota sampel dipilh berdasarkan urutan


tertentu. Misalnya setiap kelipatan 10 atau 100 dari daftar pegawai
disuatu kantor, pengambilan sampel hanya nomor genap atau yang
ganjil saja.
Non-probability Sampling
• Purposive Sampling: sampel yang dipilih secara khusus
berdasarkan tujuan penelitiannya.
• Snowball Sampling: Dari sampel yang sedikit tersebut
peneliti mencari informasi sampel lain dari yang
dijadikan sampel terdahulu, sehingga makin lama
jumlah sampelnya makin banyak
• Quota Sampling:anggota sampel pada suatu tingkat
dipilih dengan jumlah tertentu (kuota) dengan ciri-ciri
tertentu
• Convenience sampling:mengambil sampel sesuka
peneliti (kapanpun dan siapapun yang dijumpai
peneliti)
170. STRATEGI PROMOSI KESEHATAN
(WHO)
• Advokasi: upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang
terkait(stakeholders).

• Kemitraan: suatu kerjasama formal antara individu-individu,


kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai
suatu tugas atau tujuan tertentu.

• Pemberdayaan masyarakat: upaya yang berlandaskan untuk


menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan atau kekuatan
yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri, bukan kegiatan yang
segala sesuatunya diatur dan disediakan oleh pemerintah maupun
pihak lain.
Kapan Membutuhkan Advokasi?
• Advokasi dilakukan terutama bila komitmen
atau dukungan politis dari pemerintah dalam
bidang kesehatan sangat dibutuhkan untuk
pengembangan lingkungan dan perilaku sehat
dan pemberantasan suatu penyakit tertentu.
Kapan Membutuhkan Kemitraan?
• Bila membutuhkan berbagai sektor (bukan hanya
sektor kesehatan), untuk mengatasi dan
memberantas suatu penyakit tertentu.

• Contohnya untuk mengatasi kusta di Indonesia,


selain sektor kesehatan berperan tetapi butuh
peran serta sektor lain untuk mengatasi stigma
masyarakat, untuk memberdayakan pasien yang
telah sembuh dari kusta.
Kapan Membutuhkan Pemberdayaan
Masyarakat?
• Terutama sangat dibutuhkan apabila suatu
penyakit terjadi akibat perilaku
masyarakatnya yang menghambat kesehatan
atau kesejahteraan.

• Contoh dan keteladanan dari tokoh/


pemimpin masyarakat sangat berperan.
171. DESAIN PENELITIAN
Secara umum dibagi menjadi 2:
• DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan
frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi
DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas X.

• ANALITIK: mencari hubungan antara paparan


dengan penyakit. Misalnya penelitian
hubungan antara obesitas dengan DM tipe 2.
Desain Penelitian
Desain
studi

Analitik Deskriptif

Case report

Case series
Observational Experimental
Cross-sectional

1. Cross-sectional Clinical trial


2. Cohort
3. Case-control Field trial (preventive
programmes )
4. Ecological
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Cross-sectional
– Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu
yang bersamaan.

Cohort study
– Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.

Case-control study
– Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional

PAST PRESENT FUTURE


Time
Assess exposure
Cross - sectional study and outcome

Assess Known
Case - control study exposure outcome

Known Assess
Prospective cohort exposure outcome

Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam
satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak
berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat
ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini
secara bersamaan.

• Bila menggunakan desain case control, dimulai dengan


peneliti menentukan subyek anak 1-3 tahun yang
pernah mengalami diare dengan yang tidak pernah
mengalami diare. Kemudian ibu diwawancara apakah
sebelumnya memberi ASI eksklusif atau tidak.
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain kohort (prospektif), maka dimulai
dengan peneliti mengumpulkan subyek penelitian berusia 6
bulan yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian, subyek tersebut diamati selama 1
tahun untuk dilihat apakah mengalami diare atau tidak.

• Bila menggunakan desain kohort (retrospektif), dari catatan


rekam medis RS tahun 2015 dimulai dengan dikumpulkan
data bayi yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian rekam medis ditelusuri, dari tahun
2015-2016 apakah subyek pernah mengalami diare atau
tidak.
172. PRINSIP PELAYANAN
KEDOKTERAN KELUARGA

• Holistik
• Komprehensif (Menyeluruh)
• Terpadu
• Berkesinambungan

Danasari. 2008. Standar Kompetensi Dokter Keluarga. PDKI : Jakarta


Pelayanan Kedokteran Keluarga
HOLISTIK
• Mencakup seluruh tubuh jasmani dan rohani
pasien (whole body system), nutrisi
• Tidak hanya organ oriented
• Patient and Family oriented
• Memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososial pada ekosistemnya.
Pelayanan Kedokteran Keluarga
KOMPREHENSIF (Menyeluruh)
• Tidak hanya kuratif saja, tapi pencegahan dan pemulihan
• Health promotion
• Spesific protection
• Early diagnosis and Prompt treatment
• Disability limitation
• Rehabilitation
• Penatalaksanaan tidak hanya patient oriented, tapi juga
family oriented dan community oriented
Pelayanan Kedokteran Keluarga
BERKESINAMBUNGAN
• Tidak sesaat, ada follow upnya dan
perencanaan manajemen pasien

TERPADU / TERINTEGRASI
• Memakai seluruh ilmu kedokteran yang telah
di dapat bekerja sama dengan pasien,
keluarga, dokter spesialis atau tenaga
kesehatan lain
173. PENYAJIAN DATA STATISTIK
• Penyajian data statistik dapat dilakukan melalui
tabel atau diagram.
• Tabel lebih dipilih apabila peneliti ingin
memberikan gambaran hasil penelitian dalam
bentuk yang sangat detail.
• Diagram lebih dipilih apabila peneliti ingin
pembaca dapat memahami hasil penelitian
secara keseluruhan dengan cepat.
– Beberapa diagram yang sering digunakan: diagram
batang, histogram, diagram lingkaran/pie chart,
diagram garis, scatter plot.
Diagram Batang
• Diagram yang paling sederhana, digunakan untuk menyajikan
data deskriptif sederhana dari variabel kategorik. Dapat
dipakai untuk membandingkan frekuensi dari tiap kategori.
Diagram Lingkaran/ Pie Chart
• Digunakan untuk mengetahui perbandingan
suatu data terhadap keseluruhan. Data yang
menggunakan diagram ini merupakan data
kategorik.
Diagram Garis
• Diagram garis biasanya
digunakan untuk
menggambarkan data
tentang suatu keadaan
yang
berkesinambungan dari
waktu ke waktu.
Melalui diagram ini,
dapat dilihat trend
suatu penyakit.

• Misalnya jumlah angka


kematian ibu dari
tahun 2010-2015.
Ogive
• Ogive merupakan grafik
yang digambarkan
berdasarkan data yang
sudah disusun dalam
bentuk tabel distribusi
frekuensi kumulatif.

• Dalam dunia kedokteran,


ogive umumnya lebih
banyak dipakai untuk
survival analysis.
Histogram
• Histogram digunakan untuk menyajikan data deskriptif
dari data yang bersifat kontinyu/ numerik.
Scatter Plot/ Diagram Tebar
• Scatter plot digunakan
untuk menyajikan data
korelasi antara variabel X
dengan variabel Y.
Melalui scatter plot, kita
dapat mengetahui
aapakah X berkorelasi
dengan Y. Korelasi yang
kuat ditunjukkan dengan
scatter plotnya
membentuk suatu garis
linier.
174. BENTUK KELUARGA
• Keluarga inti (nuclear family): Keluarga yang terdiri
dari suami, istri serta anak-anak kandung.
• Keluarga besar (extended family): Keluarga yang
disamping terdiri dari suami, istri, dan anak-anak
kandung, juga sanak saudara lainnya, baik menurut
garis vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu, cucu,
cicit), maupun menurut garis horizontal (kakak, adik,
ipar) yang berasal dari pihak suami atau pihak isteri.
• Keluarga campuran (blended family): Keluarga yang
terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung serta anak-
anak tiri.
• Keluarga orang tua tunggal (single parent family): Keluarga yang
terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena bercerai, berpisah,
ditinggal mati atau mungkin tidak pernah menikah, serta anak-anak
mereka tinggal bersama.
• Keluarga hidup bersama (commune family): Keluarga yang terdiri
dari pria, wanita dan anak-anak yang tinggal bersama, berbagi hak,
dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan bersama.
• Keluarga serial (serial family): Keluarga yang terdiri dari pria dan
wanita yang telah menikah dan mungkin telah punya anak, tetapi
kemudian bercerai dan masing-masing menikah lagi serta memiliki
anak-anak dengan pasangan masing-masing, tetapi semuanya
menganggap sebagai satu keluarga.
• Composite family (keluarga gabungan): poliandri & poligini /
poligami dg anak-anaknya
• Cohabitation family (keluarga tinggal bersama): tanpa ada ikatan
perkawinan yg syah
175. DEFINISI KASUS AVIAN INFLUENZA

Terdapat 3 jenis kasus secara epidemiologis:


1. Kasus suspek
2. Kasus probable
3. Kasus konfirmasi (definite)
Kasus Suspek
• Seseorang yang menderita infeksi saluran respiratorik atas dengan gejala
demam (suhu ≥ 380 C), batuk dan atau sakit tenggorokan, sesak napas
dengan salah satu keadaan di bawah ini dalam 7 hari sebelum timbul
gejala klinis:
– Kontak erat dengan pasien suspek, probable, atau confirmed seperti merawat,
berbicara atau bersentuhan dalam jarak <1 meter.
– Mengunjungi peternakan yang sedang berjangkit KLB flu burung
– Riwayat kontak dengan unggas, bangkai, kotoran unggas, atau produk mentah
lainnya di daerah yang satu bulan terakhir telah terjangkit flu burung pada
unggas, atau adanya kasus pada manusia yang confirmed.
– Bekerja pada suatu laboratorium yang sedang memproses spesimen manusia
atau binatang yang dicurigai menderita flu burung dalam satu bulan terakhir.
– Memakan/mengkonsumsi produk unggas mentah atau kurang dimasak
matang di daerah diduga ada infeksi H5N1 pada hewan atau manusia dalam
satu bulan sebelumnya.
– Kontak erat dengan kasus confirmed H5N1 selain unggas (misal kucing, anjing).
Kasus Probable
• Adalah kasus suspek disertai salah satu keadaan:
• Infiltrat atau terbukti pneumonia pada foto dada
+ bukti gagal napas (hipoksemia, takipnea berat)
ATAU
• Bukti pemeriksaan laboratorium terbatas yang
mengarah kepada virus influenza A (H5N1),
misalnya tes HI yang menggunakan antigen
H5N1.
• Dalam waktu singkat, gejala berlanjut menjadi
pneumonia atau gagal napas /meninggal dan
terbukti tidak terdapat penyebab yang lain.
Kasus Konfirmasi
• Adalah kasus suspek atau kasus probable didukung salah
satu hasil pemeriksaan laboratorium di bawah ini:
– Isolasi/Biakan virus influenza A/H5N1 positif
– PCR influenza A H5 positif
– Peningkatan titer antibodi netralisasi sebesar 4 kali dari
spesimen serum konvalesen dibandingkan dengan spesimen
serum akut (diambil 7 hari setelah muncul gejala penyakit) dan
titer antibodi konvalesen harus 1/80
– Titer antibodi mikronetralisasi untuk H5N1 1/80 pada spesimen
serum yang diambil pada hari ke 14 atau lebih setelah muncul
gejala penyakit, disertai hasil positif uji serologi lain, misal titer
HI sel darah merah kuda 1/160 atau western blot spesifik H5
positif.
176. Fasilitas Pendukung Puskesmas
• Puskesmas Pembantu: unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan
berfungsi menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan
dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil.
• Puskesmas Keliling: Unit pelayanan kesehatan keliling yang dilengkapi
dengan kendaraan bermotor roda 4 atau perahu bermotor dan peralatan
kesehatan, peralatan komunikasi serta sejumlah tenaga yang berasal dari
Puskesmas. Fungsinya menunjang dan membantu melaksanakan
kegiatan-kegiatan Puskesmas dalam wilayah kerjanya yang belum
terjangkau oleh pelayanan kesehatan.
• Bidan Desa: Untuk pelayanan persalinan di Polindes.
• Posyandu: keterpaduan antara Puskesmas dan masyarakat di tingkat
desa yang diwujudkan dalam bentuk Pos Pelayanan Terpadu. Satu
Posyandu sebaiknya melayani sekitar 100 balita (120 kepala keluarga),
atau sesuai dengan kemampuan petugas dan keadaan setempat.
Jenis Puskesmas, Berdasarkan Layanan
Yang Diberikan
• Puskesmas rawat jalan adalah pelayanan
pengobatan di fasilitas pelayanan kesehatan
dalam jam kerja saja, kecuali untuk pelayanan
persalinan.

• Puskesmas rawat inap adalah puskesmas yang


memberikan pelayanan 24 jam dan dapat
merawat pasien one day care (atau maksimal
selama 3 hari).
Jenis Puskesmas, Berdasarkan Cakupan
Wilayah
• Puskesmas induk: Puskesmas yang terdapat di wilayah kecamatan.

• Puskesmas pembantu: Puskesmas yang sederhana dan berfungsi


membantu memperluas jangkauan Puskesmas Induk dengan
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan Puskesmas dalam
ruang lingkup wilayah yang lebih kecil (desa, kelurahan)

• Puskesmas keliling: pelayanan kesehatan keliling yang dilengkapi


dengan kendaraan bermotor roda 4 atau roda 2 dan peralatan
kesehatan, peralatan komunikasi serta sejumlah tenaga yang berasal
dari Puskesmas. Fungsinya menunjang dan membantu melaksanakan
kegiatan-kegiatan Puskesmas dalam wilayah kerjanya yang belum
terjangkau oleh pelayanan kesehatan.
Kriteria Puskesmas Rawat Inap

Puskesmas Rawat Inap, sebagai sebuah Pusat Rujukan Antara bagi


penderita gawat darurat sebelum dibawa ke RS, harus memenuhi kriteria
(Depkes, 2009):
• Puskesmas terletak kurang lebih 20 km dari Rumah Sakit
• Puskesmas mudah dicapai dengan kendaraan bermotor
• Puskesmas dipimpin oleh dokter dan telah mempunyai tenaga yang
memadai
• Jumlah kunjungan Puskesmas minimal 100 orang per hari
• Penduduk wilayah kerja Puskesmas dan penduduk wilayah 3 Pus kesmas
di sekitarnya minimal 20.000 jiwa per Puskesmas
• Pemerintah Daerah “bersedia” menyediakan dana rutin yang memadai.
Kegiatan Puskesmas Rawat Inap

• Melakukan tindakan operatif terbatas terhadap penderita gawat


darurat, antara lain: Kecelakaan lalu lintas, Persalinan denngan penyulit,
dan Penyakit lain yang mendadak dan gawat
• Merawat sementara penderita gawat darurat atau untuk observasi
penderita dalam rangka diagnostik dengan rata-rata 3-7 hari
perawatan.
• Melakukan pertolongan sementara untuk pengiriman penderita ke
Rumah Sakit. Memberi pertolongan persalinan bagi kehamilan denngan
resiko tinggi dan persalinan dengan penyulit
• Melakukan metode operasi pria dan metode operasi wanita ( MOP dan
MOW ) untuk Keluarga Berencana.
177. PEMERIKSAAN KHUSUS
PADA KASUS TENGGELAM
• Terdapat pemeriksaan khusus pada kasus mati
tenggelam (drowning), yaitu :
– Percobaan getah paru (lonset proef)
– Pemeriksaan diatome (destruction test)
– Pemeriksaan kimia darah (gettler test & Durlacher
test).
Tes getah paru (lonset proef)
• Kegunaan melakukan percobaan paru (lonsef proef)
yaitu mencari benda asing (pasir, lumpur, tumbuhan,
telur cacing) dalam getah paru-paru mayat.
• Syarat melakukannya adalah paru-paru mayat
harus segar / belum membusuk.
• Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef proef)
yaitu permukaan paru-paru dikerok (2-3 kali) dengan
menggunakan pisau bersih lalu dicuci dan iris
permukaan paru-paru. Kemudian teteskan diatas objek
gelas. Syarat sediaan harus sedikit mengandung
eritrosit.
Tes Diatom
TES DIATOM 4 CARA PEMERIKSAAN DIATOM:
• Diatom adalah alga atau ganggang • Pemeriksaan mikroskopik langsung.
bersel satu dengan dinding terdiri Pemeriksaan permukaan paru disiram
dari silikat (SiO2) yang tahan panas dengan air bersih iris bagian perifer
dan asam kuat. ambil sedikit cairan perasan dari
jaringan perifer paru, taruh pada
• Bila seseorang mati karena gelas objek tutup dengan kaca
tenggelam maka cairan bersama penutup. Lihat dengan mikroskop.
diatome akan masuk ke dalam • Pemeriksaan mikroskopik jaringan
saluran pernafasan atau pencernaan dengan metode Weinig dan Pfanz.
kemudian diatome akan masuk • Chemical digestion. Jaringan
kedalam aliran darah melalui dihancurkan dengan menggunakan
kerusakan dinding kapiler pada waktu
asam kuat sehingga diharapkan
korban masih hidup dan tersebar
diatom dapat terpisah dari jaringan
keseluruh jaringan.
tersebut.
• Inseneration. Bahan organik
dihancurkan dengan pemanasan
dalam oven.
Tes Kimia Darah
TEST KIMIA DARAH • Test Gettler: Menunjukan adanya
• Mengetahui ada tidaknya perbedaan kadar klorida dari
hemodilusi atau hemokonsentrasi darah yang diambil dari jantung
pada masing-masing sisi dari kanan dan jantung kiri. Pada
jantung, dengan cara memeriksa korban tenggelam di air laut
gaya berat spesifik dari kadar kadar klorida darah pada jantung
elektrolit antara lain kadar kiri lebih tinggi dari jantung
sodium atau clorida dari serum kanan.
masing-masing sisi.
• Tes Durlacher: Penentuan
• Dianggap reliable jika dilakukan perbedaan berat plasma jantung
dalam waktu 24 jam setelah kanan dan kiri. Pada semua kasus
kematian tenggelam berat jenis plasma
jantung kiri lebih tinggi daripada
jantung kanan .
178. SAKSI VS SAKSI AHLI
Saksi Saksi ahl i
Tidak harus memiliki
Harus memiliki keahlian tertentu
keahlian tertentu
Tidak harus, dapat mempelajari
Harus mengalami (inderawi) bukti-bukti dan memberikan
keterangan sesuai keahliannya

Satu saksi bukan saksi Satu saksi produsen alat bukti sah

Tak ada peer group Ada, bahkan lintas disiplin


Peran Dokter dalam VeR & sebagai
Saksi Ahli
• Visum et Repertum: Laporan (jawaban) tertulis
dokter yang berdasarkan sumpah jabatan dan
keilmuannya, tentang obyek medik-forensik yang
dilihat dan diperiksa atas permintaan tertulis
penyidik berwenang, untuk kepentingan peradilan.
Obyek medik-forensik ini adalah manusia (hidup
ataupun mati), bahagian tubuh manusia maupun
sesuatu yang diduga bahagian tubuh manusia.
Alur Dokter Membuat VeR
• Ada SPV tertulis penyidik berwenang = syarat formal
utama
• Bukan perintah lisan
• Obyek : manusia dan atau bahan tubuhnya
• Pada korban hidup (perlukaan), korban wajib
ditemani/diantar oleh polisi yang berwenang (pasal
130 KUHAP)
Kapan VeR tidak cukup dan
dibutuhkan saksi ahli?
• Bila “tak ditemukan unsur pidana” pada mati wajar atau
tak ditemukan lagi tanda perlukaan, dapat menyebabkan
penyidik menutup kasusnya (SP3).
• Bila diduga unsur pidana, pemanggilan dokter
pembuatnya selaku saksi ahli untuk dibuatkan BAP (pasal
216 KUHP)
• Bila ada penuntutan, dokter dipanggil menjadi saksi ahli.
• VeR tidak meyakinkan hakim sehingga tidak
dipergunakan sebagai alat bukti sebagaimana KUHAP ps.
184.
“Alat bukti yang sah adalah : keterangan saksi, keterangan
ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa”.
179. KLASIFIKASI LUKA
MENURUT KUHP
• Klasifikasi luka dan pasal yang berhubungan:
– Luka ringan pasal 352 KUHP = luka derajat satu
– Luka sedang pasal 351 (1) atau 353 (1) = luka
derajat dua
– Luka berat pasal 90 KUHP
Luka Ringan dan Luka Sedang
• Luka derajat satu (pasal 352 KUHP): Luka tersebut
TIDAK menyebabkan penyakit atau halangan
dalam menjalankan pekerjaan
jabatan/pencaharian.

• Luka derajat dua (pasal 351(1) KUHP): luka


tersebut TELAH menyebabkan penyakit atau
halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan/
pencaharian untuk SEMENTARA WAKTU.
Luka Ringan dan Luka Sedang
• Untuk membedakan luka derajat satu atau dua, maka dilakukan pengujian
dengan beberapa kriteria sbb:
– Apakah luka tersebut memerlukan perawatan medis, seperti penjahitan luka,
pemberian infus dsb
– Apakah luka atau cedera tersebut menyebabkan terjadinya gangguan fungsi
(fungsiolesa)?
– Apakah lokasinya di tempat yang rawan, seperti mulut, hidung, leher, skrotum?
– Apakah lukanya tunggal, sedikit, atau banyak?
• Bila luka tersebut mutlak memerlukan perawatan medis, menyebabkan
gangguan fungsi, lokasinya pada lokasi rawan dan jumlah lukanya banyak,
maka lukanya pada umumnya merupakan luka derajat dua.
• Jika tidak ada satupun hal tersebut yang terpenuhi maka derajat lukanya
adalah satu.
• Pembedaan luka derajat satu dan dua pada banyak kasus merupakan hal yang
sulit, sehingga kesimpulan seorang dokter dengan dokter lainnya kadang
berbeda.
Luka Berat
• Pasal 90 KUHP menyatakan bahwa luka berat, adalah:
– Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau
– Yang menimbulkan bahaya maut
– Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencarian
– Kehilangan salah satu pancaindera
– Mendapat cacat berat
– Menderita sakit lumpuh
– Terganggunya daya pikir selama lebih dari empat minggu
– Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan
– Luka yang memenuhi salah satu kriteria pada pasal 90 KUHP merupakan
luka derajat tiga atau luka berat. Jika luka tersebut tidak memenuhi kriteria
tersebut diatas, maka lukanya termasuk derajat satu atau dua.
180. EUTHANASIA
• Berdasarkan cara pelaksanaanya dibagi menjadi:
– Euthanasia aktif: perbuatan yang dilakukan secara
aktif oleh dokter untuk mengakhiri hidup seorang
(pasien) yang dilakukan secara medis. Biasanya
dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang
bekerja cepat dan mematikan.
– Euthanasia pasif: perbuatan menghentikan atau
mencabut segala tindakan atau pengobatan yang
perlu untuk mempertahankan hidup manusia,
sehingga pasien diperkirakan akan meninggal setelah
tindakan pertolongan dihentikan.
Euthanasia
• Berdasarkan pengambil keputusannya dibagi
menjadi:
– Euthanasia volunter: penghentian tindakan
pengobatan atau mempercepat kematian atas
permintaan pasien sendiri.
– Euthanasia involunter: jenis euthanasia yang
dilakukan pada pasien dalam keadaan tidak sadar
yang tidak mungkin untuk menyampaikan
keinginannya. Dalam hal ini dianggap famili pasien
yang bertanggung jawab atas penghentian bantuan
pengobatan.
181. DEWASA MENURUT ATURAN
PERUNDANGAN
• R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi
Pasal (hal. 61): “belum dewasa” ialah mereka yang belum berumur
21 tahun dan belum kawin. Jika orang kawin dan bercerai sebelum
umur 21 tahun, ia tetap dipandang dengan dewasa.

• UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan  Anak adalah


yang belum mencapai 18 tahun.

• UU No.35 tahun 2014 tentang perlindungan anak  anak adalah


seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan.

• KUH Perdata pasal 330  Yang belum dewasa adalah mereka


yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak
kawin sebelumnya.
RAHASIA MEDIS
• Sesuai dengan UU Rumah Sakit pasal 38:
• Yang dimaksud dengan “rahasia kedokteran”
adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan hal yang ditemukan oleh dokter dan
dokter gigi dalam rangka pengobatan dan
dicatat dalam rekam medis yang dimiliki
pasien dan bersifat rahasia.
Wajib Simpan Rahasia Kedokteran
• Dasar hukum
– PP no 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran tgl 21 mei 1966.
– Pasal 55 undang-undang no 23/1992
– Pasal 11 PP 749.MENKES/PER/XII/1989 tentang
REKAM MEDIS: “rekam medis merupakan berkas
yang wajib disimpan kerahasiaannya”
Yang Berhak Terhadap Isi Rekam Medis
• PASIEN

Bila pasien tidak kompeten, disampaikan kepada:


1. Keluarga pasien, atau
2. Orang yang diberi kuasa oleh pasien atau keluarga
pasien, atau
3. Orang yang mendapat persetujuan tertulis dari
pasien atau keluarga pasien
Pengecualian Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran
PerMenKes RI No.269/MENKES/PER/III/2008 BAB IV Pasal 10:
• Informasi tentang identitas, diagnose, riwayat penyakit,
riwayat pemeriksaan, dan riwayat pengobatan dapat dibuka
dalam hal :
– untuk kepentingan kesehatan pasien
– memenuhi permintaan aperatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum atas perintah pengadilan.
– Permintaan dan atau persetujuan pasien sendiri
– Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-
undangan
– Untuk kepentingan penelitian, pendidikan atau audit medis sepanjang
tidak menyebutkan identitas pasien".
182. INFORMED CONSENT
• Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran
yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya
setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien
tersebut.

• Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan


Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan
dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya,
kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai
saksi adalah penting.
Yang Berhak Memberikan Informed Consent

• Pasien yang telah dewasa (>21 tahun


menurut UU perlindungan anak/ >18 tahun
menurut KKI) dan dalam keadaan sadar.
• Bila tidak memenuhi syarat di atas, dapat
diwakilkan oleh keluarga/ wali dengan urutan:
– Suami/ istri
– Orang tua (pada pasien anak)
– Anak
– Saudara kandung
Tujuan Informed Consent
• Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap
tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan
secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang
dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.
• Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap
suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur
medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap
tindakan medik ada melekat suatu resiko

( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )


• Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan
sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351
(trespass, battery, bodily assault ). Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 /
Menkes / PER / III / 2008, persetujuan tindakan kedokteran dapat
dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan, sebelum
dimulainya tindakan (Ayat 1). Pembatalan persetujuan tindakan
kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi
persetujuan (Ayat 2).
• Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum
dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:
– Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus
segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
– Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa
menghadapi situasi dirinya.
183. KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
• Selain menghormati martabat manusia, (nonmaleficence)
dokter juga harus mengusahakan agar • Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
• Pengertian ”berbuat baik” diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih dari diikuti.
sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
Menghormati martabat manusia (respect ekonomi, pandangan politik, agama dan
for person) / Autonomy faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus diperlakukan kewarganegaraan, status perkawinan,
serta perbedaan jender tidak boleh dan
sebagai manusia yang memiliki otonomi tidak dapat mengubah sikap dokter
(hak untuk menentukan nasib diri sendiri), terhadap pasiennya.
• Setiap manusia yang otonominya berkurang • Tidak ada pertimbangan lain selain
atau hilang perlu mendapatkan kesehatan pasien yang menjadi perhatian
perlindungan. utama dokter.
• Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
184. KAPAN RAHASIA MEDIS DAPAT DIBUKA?

• Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat


penyakit, riwayat pemeriksaan, dan riwayat
pengobatan dapat dibuka dalam hal:
– untuk kepentingan kesehatan pasien;
– memenuhi permintaan aparatur penegak hukum
dalam rangka penegakan hukum atas perintah
pengadilan;
– permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;
– permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan
perundang-undangan; dan
– untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit
medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.

Pasal 10 ayat (2) Permenkes No. 269/2008


Pasal 12 KODEKI
• “Setiap dokter wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia.”
Penjelasan Pasal 12 KODEKI
• Seorang dokter wajib merahasiakan apa yang dia ketahui tentang pasien
yang ia peroleh dari diri pasien tersebut dari suatu hubungan dokter-
pasien sesuai ketentuan perundang-undangan.

• Seorang dokter tidak boleh memberikan pernyataaan tentang diagnosis


dan/atau pengobatan yang terkait diagnosis pasien kepada pihak ketiga
atau kepada masyarakat luas tanpa persetujuan pasien.

• Seorang dokter tidak boleh menggunakan rahasia pasiennya untuk


merugikan pasien, keluarga atau kerabat dekatnya dengan membukanya
kepada pihak ketiga atau yang tidak berkaitan.

• Dalam hal terdapat dilema moral atau etis akan dibuka atau
dipertahankannya rahasia pasien, setiap dokter wajib berkonsultasi
dengan mitra bestari dan/atau organisasi profesinya terhadap pilihan
keputusan etis yang akan diambilnya.
Penjelasan KODEKI Pasal 12
• Setiap dokter wajib hati-hati dan mempertimbangkan implikasi sosial-ekonomi-
budaya dan legal terkait dengan pembukaan rahasia pasiennya yang
diduga/mengalami gangguan jiwa, penyakit infeksi menular seksual dan penyakit
lain yang menimbulkan stigmatisasi masyarakat
• Setiap dokter pemeriksa kesehatan untuk kepentingan hukum dan kemasyarakatan
wajib menyampaikan hasil pemeriksaaan kepada pihak berwewenang yang
memintanya secara tertulis sesuai ketentuan perundang-undangan.
• Seorang dokter dapat membuka rahasia medis seorang pasien untuk kepentingan
pengobatan pasien tersebut, perintah undang-undang, permintaan pengadilan,
untuk melindungi keselamatan dan kehidupan masyarakat setelah berkonsultasi
dengan organisasi profesi, sepengetahuan/ijin pasien dan dalam dugaan perkara
hukum pihak pasien telah secara sukarela menjelaskan sendiri
diagnosis/pengobatan penyakitnya di media massa/elektronik/internet.
• Seorang dokter wajib menyadari bahwa membuka rahasia jabatan dokter dapat
membawa konsekuensi etik, disiplin dan hukum.
185. IDENTIFIKASI FORENSIK
Secara garis besar ada dua metode pemeriksaan, yaitu:
• Identifikasi primer: identifikasi yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu
dibantu oleh kriteria identifikasi lain. Teknik identifikasi primer yaitu :
– Pemeriksaan DNA
– Pemeriksaan sidik jari
– Pemeriksaan gigi
Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan dua
sampai tiga metode pemeriksaan dengan hasil positif.

• Identifikasi sekunder: Pemeriksaan dengan menggunakan data identifikasi


sekunder tidak dapat berdiri sendiri dan perlu didukung kriteria
identifikasi yang lain. Identifikasi sekunder terdiri atas cara sederhana dan
cara ilmiah. Cara sederhana yaitu melihat langsung ciri seseorang dengan
memperhatikan perhiasan, pakaian dan kartu identitas yang ditemukan.
Cara ilmiah yaitu melalui teknik keilmuan tertentu seperti pemeriksaan
medis.
DNA untuk Identifikasi Korban
• DNA yang biasa digunakan dalam tes adalah DNA mitokondria dan DNA inti
sel.
• DNA yang paling akurat untuk tes adalah DNA inti sel karena inti sel tidak bisa
berubah sedangkan DNA dalam mitokondria dapat berubah karena berasal
dari garis keturunan ibu, yang dapat berubah seiring dengan perkawinan
keturunannya.
• Pada Kasus-kasus kriminal, penggunaan kedua tes DNA di atas, bergantung
pada barang bukti apa yang ditemukan di Tempat Kejadian Perkara (TKP).
– Misalnya, jika ditemukan puntung rokok, maka yang diperiksa adalah DNA inti sel
yang terdapat dalam epitel bibir karena ketika rokok dihisap dalam mulut, epitel
dalam bibir ada yang tertinggal di puntung rokok.
– Untuk kasus pemerkosaan diperiksa spermanya tetapi yang lebih utama adalah
kepala spermatozoanya yang terdapat DNA inti sel di dalamnya.
– Jika di TKP ditemukan satu helai rambut maka sampel ini dapat diperiksa. Untuk
pemeriksaan DNA mitokondria tidak harus ada akar rambut, cukup potongan
rambut. Namun bila akan memeriksa DNA inti sel, harus ada akar rambut karena
DNA inti sel terdapat di akar rambut.
186. LUKA TEMBAK MASUK VS KELUAR

• Luka tembak masuk: pada tubuh korban tersebut akan


didapatkan perubahan yang diakibatkan oleh berbagai
unsur atau komponen yang keluar dari laras senjata api
tersebut, seperti anak peluru, butir-butir mesiu yang
tidak terbakar atau sebagian terbakar, asap atau jelaga,
api, partikel logam, minyak pada anak peluru.

• Luka tembak keluar: tidak adanya kelim lecet, kelim-


kelim lain juga tentu tidak ditemukan. Luka tembak
keluar pada umumnya lebih besar dari luka tembak
masuk.
187. KEPEMILIKAN REKAM MEDIS
• Permenkes No.269 tahun 2008: isi Rekam Medis
adalah milik pasien, sedangkan berkas Rekam
Medis (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau
institusi kesehatan.

• Pasal 10 Permenkes No. 749a menyatakan bahwa


berkas rekam medis itu merupakan milik sarana
pelayanan kesehatan, yang harus disimpan
sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun
terhitung sejak tanggal terakhir pasien berobat.
Kepemilikan Rekam Medis
• Aplikasi: Karena isi Rekam Medis merupakan milik pasien,
maka pada prinsipnya tidak pada tempatnya jika dokter
atau petugas medis menolak memberitahu tentang isi
Rekam Medis kepada pasiennya, kacuali pada keadaan-
keadaan tertentu yang memaksa dokter untuk bertindak
sebaliknya.

• Sebaliknya, karena berkas Rekam Medis merupakan milik


institusi, maka tidak pada tempatnya pula jika pasien
meminjam Rekam Medis tersebut secara paksa, apalagi jika
institusi pelayanan kesehatan tersebut menolaknya.
188. Inhalation of suffocating gasses
• Ada 3 cara kematian pada korban kasus
inhalation of suffocating gasses, yaitu menghisap
gas :
1. CO
2. CO2
3. H2S

• Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO2


banyak pada sumur tua dan gudang bawah tanah.
Gas H2S pada tempat penyamakan kulit.
Perbedaan Keracunan CO dan
Keracunan CO2
• Perbedaan terutama terlihat pada warna
darah korban.
– Pada keracunan CO, darah berwarna merah terang
(cherry red)
– Pada keracunan CO2, darah berwarna merah
gelap.
Keracunan CO
• Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya
berdasarkan anamnesis adanya kontak dan ditemukannya
gejala keracunan CO.
• Pada jenazah, dapat ditemukan warna lebam mayat yang
berupa Cherry Red pada kulit, otot, darah dan organ-organ
interna, yang tampak jelas bila kadar COHb mencapai 30%
atau lebih. Akan tetapi pada orang yang anemik atau
mempunyai kelainan darah warna cherry red ini menjadi
sulit dikenali.
• Pemeriksaan Laboratorium:
– Uji Kualitatif, menggunakan 2 cara: uji dilusi alkali dan uji
formalin
– Uji Kuantitatif menggunakan cara Gettler-Freimuth
Keracunan CN
• Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang
merupakan tanda patognomonik untuk keracunan CN, dengan cara
menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan
hidung. Selain itu didapatkan sianosis pada wajah dan bibir, busa
keluar dari mulut, dan lebam jenazah berwarna merah terang,
karena darah kaya akan oksi hemoglobin (karena jaringan dicegah
dari penggunaan oksigen) dan ditemukannya cyanmethemoglobin.
Pemeriksaan selanjutnya biasanya tidak memberikan gambaran
yang khas.

• Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan


kelainan pada mukosa lambung berupa korosi dan berwarna merah
kecoklatan karena terbentuk hematin alkali dan pada perabaan
mukosa licin seperti sabun. Korosi dapat mengakibatkan perforasi
lambung yang dapat terjadi antemortal dan postmortal.
189. JENIS OTOPSI
Jenis Deskripsi
Otopsi
Otopsi klinis • Pada kematian wajar, dilakukan untuk mengetahui sebab kematian dan
perjalanan penyakit
• Tidak harus menyeluruh
• Harus ada persetujuan keluarga
• Contoh: pada kasus orangtua meninggal mendadak saat tidur
Otopsi forensik • Pada kecurigaan keamtian tidak wajar
• Dilakukan menyeluruh
• Tidak perlu persetujuan keluarga, yang perlu adalah keluarga
diberitahukan (KUHAP 133 dan 134)
• Bila keluarga menolak, polisi tunggu 2 x 24 jam dengan maksud untuk
pendekatan kepada keluarga. Bila setelah 2 x 24 jam keluarga menolak
maka otopsi telah dikerjakan.

Otopsi anatomi • Untuk kepentingan pendidikan


• Mayat yang diautopsi biasanya dari gelandangan, tapi tidak dapat
langsung diotopsi, tetapi harus menunggu selama satu tahun.
Sementara menunggu, mayat diawetkan dalam lemari pendingin atau
difiksasi. Bila dalam 1 tahun tidak ada keluarganya maka dilakukan
otopsi anatomi.
190. PEMERIKSAAN PADA KASUS
KEJAHATAN SEKSUAL
• Peran dokter dalam kasus kejahatan seksual
adalah:
1. Menentukan ada tidaknya tanda
persetubuhan
2. Menentukan adanya tanda kekerasan
3. Memperkirakan umur
4. Menentukan pantas tidaknya korban untuk
dikawin

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011,
Menentukan Ada Tidaknya Persetubuhan
• Persetubuhan adalah peristiwa di mana alat kelamin laki-
laki masuk ke dalam alat kelamin perempuan, sebagian
atau seluruhnya.

• Tanda pasti persetubuhan adalah adanya sperma dalam


vagina.

• Adanya robekan pada selaput dara bukanlah tanda pasti


persetubuhan, karena robekan pada selaput dara hanya
menunjukkan bahwa ada benda padat yang masuk ke
dalam kelamin perempuan.

• Pada pelaku yang aspermia, pemeriksaan ditujukan untuk


mendeteksi adanya air mani dalam vagina.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
Menentukan Adanya Tanda Kekerasan

• Memeriksa apakah ada bekas luka


berdasarkan daerah yang terkena, berapa
perkiraan kekuatan kekerasan.

• Bila tidak ditemukan luka, ada kemungkinan


dilakukan pembiusan sebelum kejahatan
seksual. Maka perlu dicari adanya racun serta
gejala racun tersebut pada korban.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
Memperkirakan Umur
• Dapat dilakukan dari pemeriksaan gigi geligi
atau pemeriksaan foto rontgen tulang.

• Perkiraan umur diperlukan untuk menentukan


apakah korban dan/atau pelaku sudah dewasa
(21 tahun ke atas).

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
Menentukan Pantas Tidaknya Korban
Untuk Dikawin
• Pengertian pantas tidaknya untuk dikawin
dinilai dari apakah korban telah siap untuk
dibuahi yang dimanifestasikan dengan sudah
mengalami menstruasi.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
191. Otitis Externa Difusa
Tanda OE:
Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang atau tragus ditekan.

• Otitis eksterna difus (swimmer’s ear)


– Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli.
– Kondisi lembab & hangat  bakteri tumbuh
– Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri tekan
(+), eksudasi
– Jika edema berat  pendengaran berkurang
– Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik
– AB: ofloxacin, ciprofloxacin, colistin, polymyxin B,
neomycin, chloramphenicol, gentamicin, &
tobramycin.
– Ofloxacin & ciprofloxacin: AB tunggal dengan
spektrum luas untuk patogen otitis eksterna.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
192. Angiofibroma nasofaring tipe
juvenile
• Tumor jinak pembuluh darah di nasofaring
• Etiologi: masih belum diketahui, namun diduga berasal dari dinding
posterolateral atap rongga hidung
• Ciri-ciri: laki-laki, usia 7-19 tahun, jarang >25 tahun
• Gejala klinis: hidung tersumbat yang progresif & epistaksis berulang yang
masif
• Obstruksi  sekret tertimbun  rinorea kronik  gangguan menghidu
• Bila menutup tuba  tuli, otalgia, bila ke intrakranial  sefalgia hebat
• Rinoskopi posterior:
– Massa tumor kenyal, warna abu-abu, merah muda, kebiruan
– Mukosa tumor hipervaskularisasi, dapat ulserasi
• Sifat: secara histologi jinak, secara klinis ganas karena dapat mendestruksi
tulang
192. Angiofibroma nasofaring tipe
juvenile
• Pemeriksaan penunjang:
– Pemeriksaan radiologis konvensional
– CT Scan
– Arteriografi arteri karotis
• Terapi:
– Terapi hormonal
– Radioterapi
– pembedahan
193. Benda asing
LOKASI G E J A L A & TA N DA
Telinga Metode: suction dengan kateter kecil bisa untuk berbagai
benda. Forsep aligator atau pinset untuk benda yang bisa
dijepit (pipih). Hook untuk benda yang bisa dikait belakangnya
(bulat). Lidokain kental untuk imobilisasi serangga.
Hidung Obstruksi hidung, rinorea unilateral, sekret kental & bau.
Edema, inflamasi, kadang ulserasi.
Removal: hook for round smooth object, crocodile forceps if
object can be grasped, or suction for many object.
Laryng Total: laryngeal spasm  dysphonia, apneu, cyanosis  sudden
death. Removal: heimlich manoeuvre
Partial: hoarseness, croupy cough, odynophagia, wheezing,
cyanosis, hemoptysis, dyspneu, subjective feeling from foreign
body. Removal: laryngoscopy or bronchoscopy.
Trachea Choking, gagging, audible slap, palpatory thud, asthmatoid
wheeze. Removal: bronchoscopy
Pinset bayonet

Pinset telinga

Alligator forcep

Cerumen hook
194. Disorder of External Ear
• Hematoma of the auricle
– Severe blunt trauma to the auricle may cause hematoma.
– Edematous, fluctuant, & ecchymotic pinna.
– If left untreated may cause infection  perichondritis.
– Th/: incision & drainage/needle aspiration  pressure
bandage

• Perichondritis of the Auricle


– Most often as a result of trauma, with penetration of the
skin & a contaminated wound.
– The auricle becomes hot, red, swollen, & tender after the
contaminating injury
– infection under the perichondrium  necrosis of the
cartilage  fibrosis  severe auricular deformity
(cauliflower ear)
– Th/: antibiotics. If there is fluctuance from pus  drainage.

• Keloid
– May develop at the same piercing site on the lobe.
194. Disorder of External Ear
• Preauricular cyst
– A less severe congenital condition,
the preauricular cyst and/or sinus
tract, may occur just anterior to a
normally formed external ear.
– This usually presents as a small
fistula in the skin anterior to the
helix at the upper tragus
– The associated sinus tract can
develop a dilated cyst with
repeated infection and abscess
formation.
– In problem cases, surgical excision,
with complete removal of the tract,
is the answer
195. Gangguan Pendengaran
• Gangguan pendengaran pada lansia, 25-30% terjadi pada usia 65-70
tahun.
• Presbikusis: tuli simetris, terutama nada tinggi, karena proses
penuaan.
– Sensorik: sel rambut & sel sustentakular berkurang, organ korti rata
– Neural:neuron koklea berkurang
– Strial: atropi stria vaskularis
– Konduktif: membran basilar kaku
195. Gangguan Pendengaran
• Cocktail party deafness
– Tanda tuli koklear, pasien terganggu oleh suara background 
sulit mendengar di lingkungan ramai.
– Dijumpai pada presbikusis & noice induced hearing loss.

• Presbikusys • Noise induced hearing loss


₋ Terjadi pada usia >65 ₋ Pajanan bising jangka
tahun. panjang cochlear
₋ Bilateral sensorineural deafness
dengan/tanpa tinnitus.
₋ Bilateral
Circles indicate hearing losses for air
conduction whereas squares indicate
hearing loss for bone conduction.
196. Alat bantu dengar
• Alat bantu dengar (ABD) adalah suatu perangkat
elektronik yang berguna untuk memperkeras
(amplifikasi) suara yang masuk ke dalam telinga,
sehingga si pemakai dapat mendengar lebih jelas
suara yang di sekitarnya
• Komponen ABD:
1. Mikrofon
2. Amplifier
3. Receiver
4. Batere
196. Alat bantu dengar
• Fasilitas tambahan ABD adalah telecoil, audio
input, dan tone control
• Jenis alat bantu dengar:
– Jenis saku (pocket type, body worn type)
– Jenis belakang telinga (BTE=behind the ear)
– Jenis ITE (in the ear)
– Jenis ITC (in the canal)
– Jenis CIC (completely in the canal)
196. Alat bantu dengar
• Dari posisi duduk di atas tempat
197. Dix Hall-Pike/Nylen tidur, penderita dibaring-kan ke
barani Manuver belakang dengan cepat, sehingga
kepalanya meng-gantung 45º di
bawah garis horisontal, kemudian
kepalanya dimiringkan 45º ke kanan
lalu ke kiri.
• Perhatikan saat timbul dan hilangnya
vertigo dan nistagmus, dengan uji ini
dapat dibedakan apakah lesinya
perifer atau sentral.
• Vertigo Perifer (benign positional
vertigo): vertigo dan nistagmus
timbul setelah periode laten 2-10
detik, hilang dalam waktu kurang dari
1 menit, akan berkurang atau
menghilang bila tes diulang-ulang
beberapa kali (fatigue).
• Vertigo Sentral: tidak ada periode
laten, nistagmus dan vertigo ber-
langsung lebih dari 1 menit, bila
diulang-ulang reaksi tetap seperti
semula (non-fatigue).
Te s t Intepretation
Romberg test Positive in conditions causing sensory ataxia :
• Conditions affecting the dorsal columns of the
spinal cord,
• Conditions affecting the peripheral sensory nerves
• Friedreich's Ataxia

Hallpike test If the test is negative, benign positional vertigo a less


likely diagnosis and CNS involvement should be
considered.
Epley
manouvre
Brandt-daroff exercise for BPPV
198. Otitis Eksterna
Tanda OE:
Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang atau tragus ditekan.

• Otitis externa sirkumskripta (furuncle)


– Etiologi: Staph. aureus, Staph. albus
– Terbatas pada kelenjar minyak/rambut yg
terobstruksi
– Hanya pada bagian kartilago telinga, tidak ada
jaringan penyambung di bawah kulit  sangat
nyeri
– Th/: AB topikal, analgetik/anestesi topikal.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
198. Otitis Eksterna
• Otitis eksterna difus (swimmer’s ear)
– Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli.
– Kondisi lembab & hangat  bakteri tumbuh
– Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri
tekan (+), eksudasi
– Jika edema berat  pendengaran berkurang
– Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik
– AB: ofloxacin, ciprofloxacin, colistin, polymyxin B,
neomycin, chloramphenicol, gentamicin, &
tobramycin.
– Ofloxacin & ciprofloxacin: AB tunggal dengan
spektrum luas untuk patogen otitis eksterna.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
198. Otitis Eksterna
• Tes Pendengaran dengan garpu tala otitis
eksterna difus  tuli konduktif

Rinne Weber Schwabach Diagnosis


Sama dengan
Positif Tidak ada lateralisasi Normal
pemeriksa

Lateralisasi ke telinga
Negatif Memanjang Tuli konduktif
yang sakit

Lateralisasi ke telinga
Positif Memendek Tuli sensorineural
yang sehat
199. Rhinitis alergi
• Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang
disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang
sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang
sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika
terjadi paparan berulang.
• Klasifikasi rhinitis alergi:
– Rhinitis alergi musiman (seasonal): hanya dikenal di
negara dengan 4 musim, alergennya tepungsari dan spora
jamur
– Rhinitis sepanjang tahun(perenial): terjadi sepanjang
tahun baik intermitten atau terus menerus. Penyebabnya
adalah alergen inhalan.

Buku ajar ilmu THTK&L FKUI edisi keenam


199. Rhinitis alergi
• Keluhan: serangan bersin berulang, rinore, hidung
tersumbat, mata lakrimasi.
• Pemeriksaan fisik:
– Pada rhinoskopi anterior: mukosa edema, basah,
pucat/livid
– Allergic shiner: bayangan gelap dibawah mata akibat stasis
vena
– Allergic salute: anak menggosok-gosok hidung dengan
punggung tangan karena gatal
– Allergic crease: penggosokan hidung berulang akan
menyebabkan timbulnya garis di dorsum nasi sepertiga
bawah.
199. Rhinitis alergi
200. Trakea
Lokasi Gejala & Tanda
Hidung Obstruksi hidung, rinorea unilateral, sekret kental & bau.
Edema, inflamasi, kadang ulserasi.
Removal: hook for round smooth object, crocodile forceps if
object can be grasped, or suction for many object.

Laryng Total: laryngeal spasm  dysphonia, apneu, cyanosis  sudden


death. Removal: heimlich manoeuvre
Partial: hoarseness, croupy cough, odynophagia, wheezing,
cyanosis, hemoptysis, dyspneu, subjective feeling from foreign
body. Removal: laryngoscopy or bronchoscopy.

Trachea Choking, gagging, audible slap, palpatory thud, asthmatoid


wheeze. Removal: bronchoscopy

Anda mungkin juga menyukai