ORYZA
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA
OFFICE ADDRESS:
American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes—2016. Diabetes Care. 2016;39(suppl 1):S1-S106.
6. AV Block
Algoritme
Bradikardi
7. Sindrom Koroner Akut
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
7. ACS
7. ACS
8. HIV/AIDS
8. HIV/AIDS
Terapi HIV
• NRTI/Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor:
– Zidovudine, stavudine, lamivudine, emtricitabine, entecavir.
– Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor: tenofovir, adefovir
The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
12. Gagal Jantung Kongestif
12. Gagal Jantung Kongestif
• Adanya 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor
• Kriteria minor dapat diterima bila tidak
disebabkan oleh kondisi medis lain seperti
hipertensi pulmonal, penyakit paru kronik,
asites, atau sindrom nefrotik
• Kriteria Framingham Heart Study 100% sensitif
dan 78% spesifik untuk mendiagnosis
Sources: Heart Failure. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition.
Archives of Family Medicine 1999.
12. Gagal Jantung
• Efek digoxin:
– Menghambat Na+/K+ ATPase Na intrasel meningkat Ekstrusi Ca
menurun Ca intrasel tinggi Kontraktilitas meningkat
– Meningkatkan tonus vagal
• Gejala
– ↑ɑ-fetoprotein pada > 50% kasus
– Hati teraba keras, bisa terdapat nodul
– Adanya bruit atau friction rub pada perabaan hati
• Pemeriksaan penunjang:
– Urinalisis: didapatkan pyuria (>5-10 leukosit/LPB, aatau
didapatkan esterase leukosit yang positif.
– Pemeriksaan radiologi umumnya tidak dibutuhkan untuk
menegakka diagnosis, kecuali pada gejala yang tidak khas, atau
pada pasien yang tidak respons terhadap terapi.
• Untuk pasien dengan respons yang cepat (demam & gejala hilang di awal terapi),
terapi dapat dibatasi selama 7 hari.
• Pada beberapa penelitian pemberian golongan β-lactam kurang dari 14 hari
berkaitan dengan angka kegagalan yang tinggi.
• Satu penelitian menunjukkan keunggulan siprofloksasin selama 7 hari
dibandingkan TMP-SMX selama 14 hari.
Pielonefritis
• Jika Gram negatif
Ceftriaxone
HbA1c ≥9%
dan obat lain 7%
dengan mekanisme
kerja yang berbeda
ABC of clinical electrocardiography. Conditions not primarily affecting the heart. Corey Slovis, Richard Jenkins. BMJ volume 324. June 2004.
28. Anafilaktik
29. Acute Mountain Sickness
• Patogenesis:
– Atmosfer yang lebih tinggi tekanan barometrik ↓ Tiap
1x nafas: O2 menjadi lebih sedikit di setiap ketinggian
Nafas lebih cepat & dalam menyebabkan ↓ CO2
darah rangsangan untuk bernafas <<
• Proses aklimatisasi:
– Proses di mana tubuh seseorang menyesuaikan dengan
ketersediaan oksigen yang menurun di daerah dataran
tinggi. Seseorang yang akan pergi ke dataran tinggi
dianjurkan untuk pelan-pelan menapaki ketinggiannya,
bukan langsung mendarat di ketinggian tertentu sehingga
membuat badan kaget gejala AMS.
http://www.alma.nrao.edu/memos/html-memos/alma162/memo162.html#4
http://www.webmd.com/a-to-z-guides/altitude-sickness-topic-overview?page=2
http://www.traveldoctor.co.uk/altitude.htm
Acute Mountain Sickness
http://pharmaceuticalintelligence.com/tag/acute-high-altitude-sickness/
Acute Mountain Sickness
High altitude pulmonary edema
• In the setting of a recent gain in altitude, the presence of
the following:
– Symptoms: at least two of:
- dyspnea at rest
- cough
- weakness or decreased exercise performance
- chest tightness or congestion
http://radiopaedia.org/
• Galactogram
USG
• Atas: nodul solid dalam
duktus
• Bawah: nodul
bertangkai dengan
dilatasi duktus
Tatalaksana dan Prognosis
• Papilloma intraduktal solitereksisi
• Menurut komuniti dari College of American
Pathologist, wanita dengan lesi ini mempunyai
risiko 1,5 – 2 kali untuk terjadinya karsinoma
mammae.
32. Shock: Classification
• Hypovolemic shock
– Terjadi karena turunnya volume darah yang bersirkulasi dibandingkan
kapasitas total pembuluh darah, dicirikan dengan penurunakan diastolic
filling pressures
• Cardiogenic shock
– Kegagalan pompa jantung akibat berkurangnya kontraktilitas myoardium
atau fungsi myokardium atau kelainan anatomi jantung, dicirikan dengan
peningkatan diastolic filling pressures and volumes
• Extra-cardiac obstructive shock
– Terjadi karena adanya obstruksi aliran darah balik ke jantung, dicirikan
dengan impairment of diastolic filling or excessive afterload
• Distributive shock
– Disebabkan oleh hilangnya kontrol vasomotor yang menyebabkan dilatasi
arteriol dan venula, dicirikan dengan peningkatan cardiac output dan
menurunnya SVR (Systemic vascular resistance)
Hemorrhaegic Shock
33. BLADDER CANCER
Symptoms
• The second most • Hematuria
common – 80% of patients present with
gross, painless hematuria
genitourinary – 20% of patients present solely
with microscopic hematuria.
neoplasm • Dysuria and irritative
• The peak incidence: – up to 30% of patients—
especially those with
50 to 70 years old carcinoma in situ
• Upper urinary tract
• Male-to-female obstruction
predominance of – rare on initial presentation
– a sign of advanced disease in
almost 3:1. 50% of cases.
Diagnosis
• Hematuria
• Intravenous urography (IVU)
– Radiolucent filling defect
• Urinary cytology
voided urinary cytology is not particularly
sensitive, but selective cytology and brush biopsy
specimens are usually positive for carcinoma.
• CT or MRI
– Staging and evaluating regional lymph nodes.
• Cystoscopy
all patients suspected of having bladder cancer
should have careful cystoscopy and bimanual
examination. Abnormal areas should be biopsied.
Clinical Stage
optimized by optima
34. Lymph node drainage
35. Ileus Obstruksi
• Obstruction
– Adanya sumbatan mekanik yang disebabkan
– Simple or strangulated
• Ileus
– Kelainan fungsional atau terjadinya paralisis dari
Football sign
36. Urolithiasis
• Urinary tract stone disease
• Signs:
– Flank pain
– Irritative voiding symptom
– Nausea
– microscopic hematuria
• Urinary crystals of calcium
oxalate, uric acid, or cystine
may occasionally be found
upon urinalysis
• Diagnosis: IVP
– Indication
• Passing stone
• hematuria
optimized by optima
• Calcium oxalate stones
– Batu ureter yang tersering
– Cenderung terbentuk pada urin yang bersifat asampH
rendah
– Sebagian oksalat yang terdapat di urin, diproduksi oleh tubuh
– Kandungan Kalsium dan oksalat yang terdapat di makanan
memiliki pengaruh terhadap terbentuknya batu, tetapi bukan
merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi
– Dietary oxalate an organic molecule found in many
vegetables, fruits, and nuts
– Calcium from bone may also play a role in kidney stone
formation.
• Calcium phosphate stones
– Lebih jarang
– Cenderung terbentuk pada urin yang alkalinpH tinggi
• Struvite stones
– Lebih sering ditemukan pada wanita
– Hampir selalu akibat dari ISK
– Disebut juga batu triple phosphat
• Uric acid stones
– These are a byproduct of protein metabolism
– commonly seen with gout,and may result from certain genetic
factors and disorders of your blood-producing tissues
– fructose also elevates uric acid, and there is evidence that
fructose consumption is helping to drive up rates of kidney
disease
• Cystine stones
– Representing only a very small percentage
– these are the result of a hereditary disorder that causes kidneys
to excrete massive amounts of certain amino acids (cystinuria)
Kristal urine
Amorphous Urates and Uric Acid
Phosphates Bilirubin Crystals
• Fibroesophagoscopy
• Biopsy
Esophageal stricture treatment
• Dilation • Esophageal bypass
– The esophagus is grafting
stretched by passing a (Esophagoplasty)
dilator or air-filled – Total
balloon is passed colonoesophagoplasty
through a endoscope.
– Total
• Repeated dilation may gastroesophagoplasty
be necessary to prevent – Total
the stricture from jejunoesophagoplasty
returning.
Diagnosis Banding
Term Definition
erosive esophagitis when the esophagus is repeatedly exposed to refluxed
material for prolonged periods. It is erosions of squamous
epithelium
barrets esophagus replacement of the normal squamous epithelial lining of the
esophagus by specialized columnar type epithelium
Eophageal stricture narrowing or stenosis of the esophagus that requires
corrective surgery
erosive gastritis result from the exposure to a variety of agents or factors:
NSAIDs, alcohol, cocaine, stress, radiation, bile reflux, and
ischemia
Esofagitis Korosif Peradangan dan kerusakan pada esofagus setelah menelan
cairan kimia kaustik. komplikasistriktur esofagus sementara
atau permanen
Skin Graft
• Transplantasi kulit (epidermis dan
dermis) bisa sebagian/ seluruh,
dilepas dari daerah donor dan
disatukan ke tempat luka.
• Berdasarkan ketebalan dermis,
terbagi menjadi:
– Split Thickness Skin Graft (STSG)
yang diambil adalah epidermis dan
sebagian dermis.
– Full Thickness Skin Graft (FTSG)
Yang diambil adalah epidermis dan
seluruh dermis
• Skin Graft tidak dpt tumbuh pada
tulang, tendo
Flap
• Seperti skin graft tapi tidak
dilepas dari jaringan semula cuma
digeser ke jaringan luka/ tempat
lain yang mau ditutup.
• Pembagian Flap
– Flap cutaneus = flap kulit dg
lapisan lemak
– Flap Musculocutaneus = flap kulit
yg diambil dg otot
– Osteomusculocutaneus flap = flap
yg dengan tulang
– Tranposisi flap
• Keuntungan flap:
– Flap bisa mengisi jaringan
– Bisa dipakai pada tempat yang
vaskularisasinya jelek
– Flap bisa berfungsi sebagai padding
pada tulang yang menonjol
Anatomi Kulit
Epidermis and Dermis
–Epidermis is avascular (no blood
vessels)
–Dermis is highly vascular (has blood
vessels)
–Epidermis receives nourishment from
dermis
–Cells far away from nourishment die
Epidermis
Dermis
• Thick layer under the
epidermis
• Contains blood
vessels
• Oil glands
• Sweat glands
• Hair follicles
• Fat tissue
• Nerves
• Connective tissue
44. Osteosarkoma
45. Lateral Malleolus anatomy
46. Triage
47. Clavus
• Klavus Conditions associated
– Penebalan dari kulit with clavus formation
karena tekanan yang • Advanced patient age
intermiten dan gesekan
yang berulang • Amputation (ie, stump
– Kedua hal ini akan callosities)]
menyebabkan terjadinya • Doxorubicin toxicity[20]
hiperkeratosis
• Keratoderma palmaris
et plantaris
• Obesity
• Minor trauma
Tatalaksana
• Relief of symptoms may
be achieved by thinning
and cushioning of the
involved lesion
• Surgical Care
• Surgical options should be
used when conservative
measures fail.
• Chronic foot pain despite
conservative therapy is
the number one
indication for surgery.
Diagnosis Histologic
http://emedicine.medscape.com/article/1277360-overview#showall
Indikasi resusitasi cairan
• American Burn • Unit Luka Bakar RSCM
Association – LB derajat II > 10 % ( < 10
– LB derajat II > 10 % ( < 10 tahun / > 50 tahun ).
tahun / > 50 tahun ). – LB derajat II > 15% ( 10 –
– LB derajat II > 20 % ( 10 – 50 tahun )
50 tahun )
• Cairan RL 4cc x BB (Kg)x
% luas luka bakar
(Baxter) dibagi 8 jam
pertama dan 16 jam
berikutnya
http://emedicine.medscape.com/article/1277360
SOP Unit Pelayanan Khusus Luka Bakar RSUPNCM 2011
54. Fraktur Terbuka
• Dimana terjadi hubungan dengan lingkungan
luar melalui kulit.
• Terjadi kontaminasi bakteri komplikasi
infeksi
• Luka pada kulit :
– Tusukan tulang tajam keluar menembus kulit
(from within)
– Dari luar misal oleh peluru atau trauma langsung
(from without)
Tahap –Tahap Pengobatan Fraktur Terbuka
1. Pembersihan luka irigasi dengan NaCl fisiologis secara mekanis
mengeluarkan benda asing yg melekat.
2. Eksisi jaringan mati dan tersangka mati (debrideman) pada kulit,
jaringan subkutaneus, lemak, fasia otot dan fragmen tulang yg
lepas.
3. Pengobatan fraktur itu sendirifiksasi interna atau eksterna
4. Penutupan kulit
– Jika diobati dalam periode emas (6 – 7 jam) sebaiknya kulit ditutup
– kulit tegang tidak dilakukan
5. Pemberian antibakteri
– Antibiotik diberikan sebelum, pada saat dan sesudah operasi
6. Tetanus
Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D.
Handbook of Fractures, 3rd Edition
Choice of fixation
• several options to • No consensus of what
stabilize an open method to use
fracture • Surgeons must make
– splinting, judgment of which
– casting, method is appropriate
– and traction
– external fixation,
– plating, and
– intramedullary nailing
Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D.
Handbook of Fractures, 3rd Edition
Komplikasi fraktur
• Dapat terjadi spontan, 1. Komplikasi pada kulit
– lesi akibat penekanan
iatrogenik atau tindakan – ulserasi akibat dekubitus
– ulserasi akibat pemasangan gips
pengobatan 2. Komplikasi pemb darah
• Tiga faktor utama: – lesi akibat traksi dan penekanan
– Iskemik volkman
– penekanan lokal – Gangren
– traksi yg berlebihan 3. Komplikasi pada saraf
– Lesi akibat traksi dan penekanan
– infeksi
4. Komplikasi pada sendi
– Infeksi (artritis septik) akibat
operasi terbuka
5. Komplikasi pada tulang
– Infeksi akibat operasi terbuka
– Komplikasi pada lempeng epifisis
55. Ensefalokel
• Encephalocele adalah herniasi isi kranium berupa
suatu bagian otak dan meninges (selaput otak)
melalui suatu defek pada tengkorak yang muncul
secara kongenital atau didapat.
• Isi kantung ensefalokel dapat berupa meninges
(meningokel), meninges dan otak
(meningoensefalokel), maupun meninges, otak, dan
ventrikel (meningoensefalosistokel).
• Secara garis besar berdasar letak defek, ensefalokel
dapat terbagi atas:
– ensefalokel frontal/sinsipital (75%)
– ensefalokel basal (15%)
– ensefalokel oksipital (10%)
Manifestasi Klinis
• Benjolan atau kantung pada garis tengah yang ada sejak lahir
– cenderung membesar
– terbungkus kulit normal, membranous ataupun kulit yang mengalami maserasi.
– Konsistensi kistous dan kenyal atau lebih solid bila terdapat herniasi otak
– Kantung dapat mengempis dan menegang, tergantung tekanan intrakranial
karena berhubungan dengan ruang intrakranial.
• Hidrosefalus
• Mikrosefalus
• Pada ensefalokel basal adanya kantung seringkali tidak tampak
menonjol di
luar melainkan di dalam rongga hidung atau
massa epifaringeal sehingga seringkali tampak seperti polip
nasal.
• Kelumpuhan anggota gerak, gangguan perkembangan,
gangguan penglihatan
Diagnosis
• Terdapat benjolan yang muncul sejak lahir di daerah kepala, bisanya di
garis tengah (khas).
Diagnosis banding
• Higroma kistik
• Teratoma
• Polip Nasal (dengan Ensefalokel Nasoethmoidal)
• Ensefalokel Oksipital Berukuran Ensefalokel Nasofrontal
Besar
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• USG
• CT-SCAN
• MRI
• Foto Polos Kepala
http://www.genitalsurgerybelgrade.com/urogenital_surgery
_detail.php?Epispadias-4
http://emedicine.medscape.com/article/1015227
Hypospadia
• OUE berada pada ventral penis
• Three anatomical
characteristics
• An ectopic urethral
meatus
• An incomplete prepuce
• Chordee ventral
shortening and curvature
57. Anisometropia
• Def: a difference in refractive error between
their two eyes
• Children who have anisometropia are known
to be at risk of amblyopia.
• However there is considerable variability
among professional groups and clinician
investigators as to which aspects of refractive
error should be used to define anisometropia
Associations between Anisometropia, Amblyopia, and Reduced Stereoacuity in a School-Aged Population with a High Prevalence of Astigmatism
Dobson et al. Investigative Ophthalmology & Visual Science, October 2008, Vol. 49, No. 10. 4427-4436
Interocular acuity difference criteria in anisometropia
Interocular
NCT (non contact tonometry), GAT
(Goldmann applanation tonometry), OBF
(ocular blood flow tonometry), SPH
Acuity
(spherical component), SEq (spherical
equivalent), EMM (emmetropia), HYP
Difference
(hyperopia)
Criteria in
Anisometropia
Macula kornea an autosomal recessive condition, which is the least common but the most
distrofi severe of the 3 major stromal corneal dystrophies. It is characterized by
multiple, gray-white opacities that are present in the corneal stroma and
that extend out into the peripheral cornea. Visible in the cornea during the
first decade of life. Over time, vision decreases, and patients develop
photosensitivity, eye pain from recurrent corneal erosions.
Korpus Benda asing pada mata. Riwayat trauma.
alienum
Strabismus/ a condition in which the eyes are not properly aligned with each other
squint
59. Allergic Conjunctivitis
60. Episcleritis
Simple episcleritis
• This common condition
• Clinical features
is a benign, recurrent
– Sudden onset of mild discomfort, tearing ±
inflammation of the
photophobia; may be recurrent.
episclera
– Sectoral (occasionally diffuse) redness that
• it is most common in blanches with topical vasoconstrictor (e.g.,
young women. phenylephrine 10%); globe nontender;
spontaneous resolution 1–2 weeks.
• Episcleritis is usually
self-limiting and may • Treatment
require little or no – Supportive: reassurance ± cold compresses.
treatment. – Artificial tears
– Topical: consider lubricants ± NSAID (e.g., ketorolac
• It is not usually 0.3% 3x/day; uncertain benefit).
associated with any – Although disease improves with topical steroids,
systemic disease, there may be rebound inflammation on
although around 10% withdrawal.
may have a connective – Systemic: if severe or recurrent disease, consider
tissue disease. oral NSAID (e.g., flurbiprofen 100 mg 3x/day for
acute disease).
Nodular episcleritis
Clinical features Treatment
– Sudden onset of FB sensation, – Treat as for simple
discomfort, tearing ± episcleritis, but there is a
photophobia. It may be greater role for ocular
recurrent. lubricants.
– Red nodule arising from the – Patients with severe or
episclera prolonged episodes may
– can be moved separately require artificial tears and/or
from the sclera (cf. nodular topical corticosteroids.
scleritis) and conjunctiva – Nodular episcleritis is more
– blanches with topical indolent and may require
vasoconstrictor (e.g., local corticosteroid drops or
phenylephrine 10%) anti-inflammatory agents.
– does not stain with – Topical ophthalmic 0.5%
fluorescein; prednisolone, 0.1%
– globe nontender dexamethasone, or 0.1%
betamethasone daily may be
– Spontaneous resolution used.
occurs in 5–6 weeks.
Applied anatomy of vascular coats
Normal Episcleritis Scleritis
Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry(cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
sentral penglihatan hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil
Ablatio suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
retina photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup
Perdarahan Perdarahan pada selaput vitreous sampai ke dalam vitreous. Gejala: penglihatan buram
vitreous tiba-tiba, peningkatan floaters,dan kilatan cahaya
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas ; dasar – teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata, sidarta Ilyas
HIPERMETROPIA
• Pengobatan : Pemberian lensa sferis
positif akan meningkatkan kekuatan
refraksi mata sehingga bayangan
akan jatuh di retina
• koreksi dimana tanpa siklopegia
didapatkan ukuran lensa positif
maksimal yang memberikan tajam
penglihatan normal (6/6), hal ini
untuk memberikan istirahat pada
mata.
• Jika diberikan dioptri yg lebih kecil,
berkas cahaya berkonvergen namun
tidak cukup kuat sehingga bayangan
msh jatuh dibelakang retina,
akibatnya lensa mata harus
berakomodasi agar bayangan jatuh
tepat di retina.
• Contoh bila pasien dengan +3.0 atau
dengan +3.25 memberikan tajam
penglihatan 6/6, maka diberikan
kacamata +3.25
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
BENTUK HIPERMETROPIA
• Hipermetropia total = laten + manifest
– Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia
• Hipermetropia manifes = absolut + fakultatif
– Yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal dengan hasil visus 6/6
– Terdiri atas hipermetropia absolut + hipermetropia fakultatif
– Hipermetropia ini didapatkan tanpa siklopegik
• Hipermetropia absolut :
– “Sisa”/ residual dari kelainan hipermetropia yang tidak dapat diimbangi
dengan akomodasi
– Hipermetropia absolut dapat diukur, sama dengan lensa konveks terlemah
yang memberikan visus 6/6
• Hipermetropia fakultatif :
– Dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi sepenuhnya dengan
akomodasi
– Bisa juga dikoreksi oleh lensa
– Dapat dihitung dengan mengurangi nilai hipermetrop manifes – hipermetrop
absolut
• Hipermetropia laten:
– Hipermetropia yang hanya dapat diukur bila diberikan siklopegia
– bisa sepenuhnya dikoreksi oleh tonus otot siliaris
– Umumnya lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan dewasa.
– Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten, makin tua akan
terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi fakultatif
dan kemudia menjadi absolut
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas & Manual of ocular diagnosis and therapy
• Contoh pasien hipermetropia, 25 tahun, tajam penglihatan
OD 6/20
– Dikoreksi dengan sferis +2.00 tajam penglihatan OD 6/6
– Dikoreksi dengan sferis +2.50 tajam penglihatan OD 6/6
– Diberi siklopegik, dikoreksi dengan sferis +5.00 tajam penglihatan
OD 6/6
ARTINYA pasien memiliki:
– Hipermetropia absolut sferis +2.00 (masih berakomodasi)
– Hipermetropia manifes Sferis +2.500 (tidak berakomodasi)
– Hipermetropia fakultatif sferis +2.500 – (+2.00)= +0.50
– Hipermetropia laten sferis +5.00 – (+2.50) = +2.50
64. Congenital Nasolacrimal Duct
Obstruction (CNDO)
• Embriology
– This condition affects nearly 20 % of all newborns
– The development of the lacrimal drainage system begins at
approximately 6 weeks of gestation
– Communication between the lacrimal drainage system and
the nose occurs at the end of the sixth month.
– Tears are normally produced a few weeks after birth;
hence nasolacrimal duct (NLD) obstruction may not be
recognised until several weeks after birth.
• Etiology :
– Most commonly, this is due to the presence of a
membrane at the level of the valve of Hasner, which is
present at the nasal opening of the nasolacrimal duct
Murthy R. Congenital Nasolacrimal Duct Obstruction (CNLDO). Kerala Journal of Ophthalmology. 2007.9:2
Congenital nasolacrimal duct obstruction
Vichare N. Management of Eyelid Lacerations. DOS Times - Vol. 20, No. 8 February, 2015
Repair of eyelid trauma
Smitha V. Asthenopia. Kerala journal of ophtalmology. Vol. XXIV, No.1, Mar. 2012
• 1. Accomodative asthenopia,
– which is due to strain on ciliary muscles.
– This is the most common form.
• 2. Muscular asthenopia:
– This is caused due to weakness of extra ocular muscles.
– It is commonly seen in squints and nerve palsies.
Astenopia akomodasi Kelelahan mata akibat aktivitas mata fokus pada benda
yang dekat dalam jangka waktu lama
Astenopia anisometropi Kondisi kedua mata memiliki perbedaan kekuatan refraksi
biasanya lebih dari 2 dioptri. Hal ini menyebabkan diplopia
dan astenopia
Astenopia anesikonia Perbedaan besar gambar pada retina masing-masing
mata. Ketika hal ini menjadi bermakna maka dapat terjadi
diplopia, disorientasi, astenopia, sakit kepala, pusing dan
kelainan keseimbangan.
Astenopia miopia Cahaya yg masuk ke mata difokuskan di depan retina
kesulitan melihat jauh membutuhkan kacamata
minus/konkaf
Astenopia hipermetropia Cahaya yg masuk ke mata difokuskan di belakang retina
kesulitan melihat dekat membutuhkan kacamata
plus/konveks
67. Herpes Zooster Ophtalmicus
• Herpes zoster ophthalmicus occurs when the
varicella-zoster virus is reactivated in the
ophthalmic division of the trigeminal nerve
• The virus damages the eye and surrounding
structures by secondary perineural and
intraneural inflammation of sensory nerves
• Although herpes zoster ophthalmicus most often
produces a classic dermatomal rash, a minority of
patients may have only ophthalmic findings,
limited mainly to the cornea
Shaikh S, Cristopher N. Evaluation and Management of Herpes zooster ophtalmicus. (Am Fam Physician 2002;66:1723-30,1732.
Figure 1A
68. Konjungtivitis Bakterialis
Pathology Etiology Feature Treatment
Bacterial staphylococci Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics
streptococci, burning sensation, usually Artificial tears
gonocci bilateral eyelids difficult to open
Corynebacte on waking, diffuse conjungtival
rium strains injection, mucopurulent
discharge, Papillae (+)
Viral Adenovirus Unilateral watery eye, redness, Days 3-5 of → worst, clear
herpes discomfort, photophobia, eyelid up in 7–14 days without
simplex virus edema & pre-auricular treatment
or varicella- lymphadenopathy, follicular Artificial tears →relieve
zoster virus conjungtivitis, pseudomembrane dryness and inflammation
(+/-) (swelling)
Antiviral →herpes simplex
virus or varicella-zoster virus
http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html
Pathology Etiology Feature Treatment
Fungal Candida spp. can Not common, mostly occur in Topical antifungal
cause immunocompromised patient,
conjunctivitis after topical corticosteroid and
Blastomyces antibacterial therapy to an
dermatitidis inflamed eye
Sporothrix
schenckii
Vernal Allergy Chronic conjungtival bilateral Removal allergen
inflammation, associated atopic Topical antihistamine
family history, itching, Vasoconstrictors
photophobia, foreign body
sensation, blepharospasm,
cobblestone pappilae, Horner-
trantas dots
Inclusion Chlamydia several weeks/months of red, Doxycycline 100 mg PO
trachomatis irritable eye with mucopurulent bid for 21 days OR
sticky discharge, acute or Erythromycin 250 mg
subacute onset, ocular irritation, PO qid for 21 days
foreign body sensation, watering, Topical antibiotics
unilateral ,swollen lids,chemosis
,Follicles
69. Visual acuity chart
• Visual acuity chart for • Visual acuity chart for
infants pre-school children
– Optokinetic nystagmus – Landot ‘c’
drum – Tumbling ‘E’
– Lea paddle. – Sheridan Gardiner.
• Visual acuity chart for – Stycar visual acuity test .
school going childrens – Lea symbol .
/adults – Kay picture test.
– Snellen chart – Cardiff chart .
– LogMar chart – Allen card test .
Optokinetic Nystagmus Drum
Lea paddle
Lea paddle
• It is based on preferential • At a time two cards are held
looking and snellen principle. infront of the patient .The
• The chart is placed at a blank infront and the one with
distance of 1m from the lines ie, held behind it .
patient. • Then immediately the second
• It is usually used for the age card is flipped out and we
group of 3 to 9 mths. keep on changing the
• There are cards available of positions.
various thickness of lines. • The patient should appreciate
the card with lines .
• The test is done at same eye
level and the eye movement
of patient is seen .
Landolt ‘c’ chart
For preschool children
LANDOLT ‘C’ CHART • The patient has to
• It is usually used for age identify the part from
group of 3 to 6 yrs who where the ring is broken
cannot recognize letters . by pointing the direction
• The chart is shown to the up ,down ,left,right by
patient at a distance of finge .
6meter. • Landolt ‘c’-chart based on
• Acuity Charts using the log MAR principle are also
Landolt C have available.
traditionally been • They consist of 5 broken
considered among the rings per line and the size
most reliable pediatric goes on decreasing as we
symbols. move a head.
Tumbling ‘E’ chart
Tumbling ‘E’ chart
• It is similar to landolt ‘c’ except that it consist of
letter ‘E’
• The test is again done at a distance of 6 meter.
• The child is given wooden or plastic letter E and is
asked to point the direction of E as instructed by
the examiner .
• Or the patient is directly told to point the finger
in the direction up down ,left, right as shown in
the main chart .
FOR SCHOOL GOING CHILDREN/ADULTS
SNELLEN CHART
• It was introduced in 1862 by snellen .
• The chart consist of seven row namely
6/60,6/36,6/24,6/18,6/12,6/9,6/6. and sometimes 6/5 ,6/4
also will be there.
• These is the most common chart used to measure the
vision.
• The patient is told to occlude one eye and is asked to read
the chart from top until the last line or letter that he can
read.
• It consist of letters of varying size .
• It is done at 6 meter
LOGMAR CHART
LOGMAR CHART
• It was given by Bailey and lovie in 1916 and so
it also called as Bailey lovie chart.
• The production was done by light house .
• The measurements are based on logarithm
principle .
• Bailey Lovie also gave another logMAR chart
which had decreasing contrast as we move a
head to measure the contrast level.
70. Entropion
• Merupakan pelipatan palpebra ke arah dalam
• Penyebab: infeksi (ditandai dengan adanya jaringan parut),
faktor usia, kongenital
• Klasifikasi
– Enteropion involusional
• yang paling sering dan terjadi akibat proses penuaan
• Mengenai palpebra inferior, karena kelemahan otot palpebra
– Enteropion sikatrikal
• Mengenai palpebral inferior/ superior
• Akibat jaringan parut tarsal
• Biasanya akibat peradangan kronik seperti trakoma
– Enteropion congenital
• Terjadi disgenesis retraktor kelopak mata bawa palpebra tertarik ke
dalam
– Enteropion spastik akut
• Terjadi penutupan kelopak mata secara spastik terjadi penarikan oleh
m.orbikularis okuli entropion
71. Status Epileptikus
kejang yang berlangsung lebih dari 5 menit atau kejang berulang dimana di antara
serangan yang pertama dan berikutnya kesadaran pasien tidak kembali normal
Sirven J, Waterhouse E. Management of Status Epilepticus. Am Fam Physician 2003;68:469-76
72. Tumor Intrakranial
Tumor otak primer adalah penyakit yang jarang ditemui, insidensnya hanya sekitar 2% dari
populasi di USA
Tumor lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita, dengan umur yang paling sering
terkena adalah 69 – 75 tahun
Chandhana S, Singh T. Primary Brain Tumors in Adult. (Am Fam Physician. 2008;77(10):1423-1430.
Tanda dan gejala tumor otak primer
Chandhana S, Singh T. Primary Brain Tumors in Adult. (Am Fam Physician. 2008;77(10):1423-1430.
73. Traumatic Brain Injury
KETERANGAN
Concussion Merupakan cedera kepala yang paling ringan dan sering terjadi.
Terjadi kehilangan kesadaran sementara setelah cedera (gegar
otak)
Contussion Pembengkakan jaringan otak disertai dengan bocornya darah
dari pembuluh darah yang robek. Dapat disebabkan oleh
cederea countercoup.
Countercoup terjadinya goncangan pada kepala, sehingga
otak terbentur ke kranium contoh: mobil dengan kecepatan
tinggi berhenti mendadak atau shaken baby syndrome
BERDASARKAN GCS:
1. GCS 13-15 : Cedera kepala ringan CT scan dilakukan bl ada lucid
interval/ riw. kesdran menurun. evaluasi kesadaran, pupil, gejala fokal
serebral + tanda-tanda vital.
2. GCS 9-12 : Cedera kepala sedang prks dan atasi gangg. Nafas,
pernafasan dan sirkulasi, pem. Ksdran, pupil, td. Fokal serebral, leher,
cedera orga lain, CT scan kepala, obsevasi.
3. GCS 3-8 : Cedera kepala berat : Cedera multipel. + perdarahan
intrakranial dg GCS ringan /sedang.
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Kriteria Diagnosis infrequent tension type
headache
Setidaknya 10 kali serangan nyeri kepala yang muncul <1 hari
per bulan dan memenuhi kriteria A - E
A. Berlangsung selama 30 menit C. Memenuhi kedua kriteria
hingga 7 hari
berikut:
B. Setidaknya terdapat dua dari
empat karakteristik a. Tidak terdapat mual
- Lokasi bilateral atau muntah
- Terasa tertekan atau terikat b. Tidak terdapat
- Intensitas ringan – sedang fotofobia atau
- Tidak dipengaruhi oleh fonofobia
aktivitas fisik rutin seperti
berjalan atau menaiki
tangga
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Kriteria Diagnosis frequent tension type headache
Setidaknya 10 kali serangan nyeri kepala yang muncul dalam 1 -
14 hari per bulan selama > 3bulan dan memenuhi kriteria A - E
A. Berlangsung selama 30 menit C. Memenuhi kedua kriteria
hingga 7 hari
berikut:
B. Setidaknya terdapat dua dari
empat karakteristik a. Tidak terdapat mual
- Lokasi bilateral atau muntah
- Terasa tertekan atau terikat b. Tidak terdapat
- Intensitas ringan – sedang fotofobia atau
- Tidak dipengaruhi oleh fonofobia
aktivitas fisik rutin seperti
berjalan atau menaiki
tangga
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Tatalaksana
• TTH umumnya mempunyai respon yang baik
dengan pemberian analgesik seperti ibuprofen,
parasetamol / asetaminofen, dan aspirin.
• Kombinasi Analgesik/sedative digunakan secara
luas (contoh , kombinasi analgesik/antihistamine
seperti Syndol, Mersyndol and Percogesic).
• Pengobatan lain pada TTH
termasuk amitriptyline / mirtazapine /
dan sodium valproate (sebagai profilaksi).
The International Classification of Headache Disorders: 2nd
edition. Cephalalgia 2004, 24 Suppl 1:9-160.
75. Tekanan Intrakranial
• Intrakranial tersusun atas :
– Otak (80%) Hukum Monroe Kellie
C. Brudzinski III
• Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki diliruskan
serta berikan bantal bila ada
• Menekan kadua pipi atau infra orbita pasien dengan kedua tangan pemeriksa
• Brudzinski III(+) : jika bersamaan dengan pemeriksaan terdapat fleksi pada
kedua lengan
D. Brudzinski IV
• Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki diliruskan
serta berikan bantal bila ada
• Menekan tulang pubis penderita dengan tangan pemeriksa
• Brudzinski IV(+) : jika bersamaan dengan pemeriksaan terlihat fleksi pada
kedua tungkai bawah
Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
E. Kernig
• Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki diliruskan
serta berikan bantal bila ada
• Memfleksikan paha pada sendi panggul dan lutut 90 derajat
• Ekstensikan tungkai bawah pada sendi lutut, normalnya dapat mencapai
135 derajat
• Kernig (+) : jika ada tahanan atau nyeri dan sudut tidak mancapai 135 derajat
Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
F. Tanda laseque
• Pasien berbaring lurus,
• Lakukan ekstensi pada kedua tungkai.
• Kemudian salah satu tungkai diangkat lurus, di fleksikan pada sendi panggul.
• Tungkai yang satu lagi harus berada dalam keadaan ekstensi / lurus.
• Normal : Jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit
atau tahanan.
• Laseq (+) = bila timbul rasa sakit atau tahanan sebelum kita mencapai 70
G. Kaku kuduk:
• Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring
Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
• Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan.
• Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak mencapai dada.
• Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat, kepala
tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang.
• Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu
menekukkan kepala.
Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
Refleks Patologis Keterangan
Babinski Stimulus : penggoresan telapak kaki bagianl ateral dari posterior
ke anterior.
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari
– jari kaki.
Chaddock Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar
malleolus lateralis dari posterior keanterior.
Respons : seperti babinski
Oppenheim Stimulus : pengurutan crista anterior tibia dari proksimal ke
distal
Respons : seperti babinski
Hoffman Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien.
Respons : ibu jari, telunjuk dan jari –jari lainnya berefleks
Tromner Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respons : seperti Hoffman
Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
78. Koma
• Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling
rendah atau keadaan ‘unarousable unresponsiveness’,
yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan,
penderita tidak dapat dibangunkan.
• Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat
daruratan medik yang paling sering
ditemukan/dijumpai.
• Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu
keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai
faktor serta membutuhkan tindakan penanganan yang
cepat dan tepat, dimana saja dan kapan saja.
Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management
Penyebab dapat disingkat “SEMENITE”
• S ; Sirkulasi – gangguan pembuluh darah otak
(perdarahan maupun infark)
• E ; Ensefalitis – akibat infeksi baik oleh bakteri, virus,
jamur, dll
• M ; Metabolik – akibat gangguan metabolic yang
menekan/mengganggu kinerja otak. (gangguan hepar,
uremia, hipoglikemia, koma diabetikum, dsb).
• E ; Elektrolit – gangguan keseimbangan elektrolit
(seperti kalium, natrium).
• N ; Neoplasma – tumor baik primer ataupun sekunder
yang menyebabkan penekanan intracranial. Biasanya
dengan gejala TIK meningkat (papiledema, bradikardi,
muntah). I ; Intoksikasi – keracunan.
• T ; Trauma – kecelakaan.
• E ; Epilepsi.
Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management
Gambaran Klinis Berdasarkan Letak Lesi
http://www.georgiahealth.edu/itss/edtoolbo
x/7370/pulmonary/abnormbreathing.swf
Pola Pernapasan
• Biot’s breathing (aka cluster
respiration)
• A respiratory pattern
characterized by periods or
“clusters” of rapid respirations
of near equal depth or VT
followed by regular periods of
apnea.
• Causes:
– Biot’s breathing can be caused by
damage to the medulla oblongata by
stroke (CVA) or trauma,
– pressure on the medulla due to uncal
or tentorial herniation
– can also be caused by prolonged
opioid abuse.
79. Brain Death Neurological
Examination
• Mati otak/Mati batang otak • 3 Kondisi harus ada:
(MBO) : – Koma
– Hilangnya fungsi otak/batang – Tidak adanya refleks batang
otak secara Irreversibel
otak
• Kondisi klinis yang – Apnea
sebelumbya harus ada:
Diketahui adanya penyebab
yang Irreversibel
Eksklusi kondisi Reversible
yang potensial
• Intoksikasi atau keracunan
obat
• Gangguan keseimbangan asam
basa, elektrolit
• Gangguan endokrin
Suhu tubuh inti> 32° C
Absence of Brain
Stem Reflexes
Apnea Testing
Occulo-Cephalic Response
“Doll’s Eyes Maneuver”
• Nyeri • Tremor
• Gangguan tidur • Sulit untuk berbalik badan
•Ansietas dan depresi di kasur
•Berpakaian menjadi lambat •Berjalan menyeret
•Berjalan lambat •Berbicara lebih lambat
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Gejala Klinis
• Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke
bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai
bawah bagian atas). Dikarenakan mengikuti jalannya N.
Ischiadicus yang mempersarafi kaki bagian belakang.
1. Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut,
kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler).
2. Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk,
mengangkat barang berat.
3. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1
(garis antara dua krista iliaka).
4. Nyeri Spontan, sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi
berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat. Sedangkan bila
berbaring nyeri berkurang atauhilang.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Pemeriksaan
• Motoris
– Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi
panggul dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
– Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
• Sensoris
– Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
– Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.
• Tes-tes Khusus
1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
– Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°.
2. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial
dari ibu jari kaki (L5).
3. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki
(L5), atau plantarfleksi (S1).
4. Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit
5. Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki
6. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan
indikasi untuk segera operasi.
7. Kadang-kadang terdapat anestesia di perincum, juga merupakan indikasi untuk
operasi.
8. Tes kernique
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Pemeriksaan Penunjang
• Radiologi
– Foto X-ray tulang belakang. Pada penyakit diskus, foto ini normal
atau memperlihatkan perubahan degeneratif dengan
penyempitan sela invertebrata dan pembentukan osteofit.
– Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan
lokasi dari hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka
myelogram dilakukan untuk menentukan tingkat protrusi diskus.
– CT scan untuk melihat lokasi HNP
– Diagnosis ditegakan dengan MRI setinggi radiks yang dicurigai.
• EMG
– Untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Tatalaksana
• Medikamentosa: anti nyeri NSAID/ opioid, muscle relaxant, transquilizer.
• Fisioterapi
– Tirah baring (bed rest) 3 – 6 minggu dan maksud bila anulus fibrosis masih
utuh (intact), sel bisa kembali ke tempat semula.
– Simptomatis dengan menggunakan analgetika, muscle relaxan trankuilizer.
– Kompres panas pada daerah nyeri atau sakit untuk meringankan nyeri.
– Bila setelah tirah baring masih nyeri, atau bila didapatkan kelainan neurologis,
indikasi operasi.
– Bila tidak ada kelainan neurologis, kerjakan fisioterapi, jangan mengangkat
benda berat, tidur dengan alas keras atau landasan papan.
– Fleksi lumbal
– Pemakaian korset lumbal untuk mencegah gerakan lumbal yang berlebihan.
– Jika gejala sembuh, aktifitas perlahan-lahan bertambah setelah beberapa hari
atau lebih dan pasien diobati sebagai kasus ringan.
• Operasi
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
84. Apraxia
KETERANGAN
Alexia Kehilangan kemampuan membaca yang sebelumnya dimiliki
Agnosia Kegagalan dalam mengenal suatu objek walaupun indranya berfungsi secara baik.
Agnosia dapat melibatkan seluruh jenis sensasi
Aphasia Merupakan gangguan dalam memproduksi dan atau memahami bahasa. Terjadi
defek pada pemrosesan bahasa ditingkat integratif yang lebih tinggi
Apraxia merupakan suatu gangguan yang didapat pada gerakan motorik yang dipelajari dan
berurutan, yang bukan disebabkan oleh gangguan elementer pada tenaga
koordinasi, sensorik atau kurangnya pemahaman atau atensi. Apraxia terdiri atas
apraxia ideomotor dan apraxia ideasional. Pada apraxia ideomotor, pasien tidak
mampu melakukan gerakan yang pernah dipelajari olehnya sebelumnya secara
akurat.
Agraphia Gangguan pada bahasa yang dinyatakan dalam penulisan. Bukan pada bentuk huruf
dan tulisan yang buruk
85. DEPRESI
• Gejala utama: • Gejala lainnya:
1. afek depresif, 1. konsentrasi menurun,
2. harga diri & kepercayaan diri
2. hilang minat & berkurang,
kegembiraan, 3. rasa bersalah & tidak berguna
3. mudah lelah & yang tidak beralasan,
menurunnya 4. merasa masa depan suram &
aktivitas. pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
Terjadi selama minimal 2 minggu.
PPDGJ
Depresi
• Episode depresif ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain > 2
minggu
PPDGJ
DSM-IV Criteria
Terapi Depresi
• Sasarannya adalah perubahan biologis/efek
berupa mood pasien.
• Karena mood pasien dipengaruhi kadar
serotonin dan nor-epinefrin di otak, maka
tujuan pengobatan depresi adalah modulasi
serotonin dan norepinefrin otak dengan agen-
agen yang sesuai.
• Dapat berupa terapi farmakologis dan non
farmakologis.
Terapi Non Farmakologis
• PSIKOTERAPI
– interpersonal therapy: berfokus pada konteks sosial
depresi dan hub pasien dengan orang lain
– cognitive - behavioral therapy „: berfokus pada mengoreksi
pikiran negatif, perasaan bersalah yang tidak rasional dan
rasa pesimis pasien
http://www.encephalos.gr/48-3-07e.htm
87. ANTIDEPRESAN
Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006
Psikofarmaka
• Key points for using antipsychotic therapy:
5. Treatment trial should be at least 4-8 weeks before changing
antipsychotic medication.
6. Antipsychotic medications, atypical or conventional, should
not be prescribed concurrently, except for short periods to
cover changeover.
7. Treatment should be continued for at least 12 months, then if
the disease has remitted fully, may be ceased gradually over
at least 1-2 months.
8. Prophylactic use of anticholinergic agents should be
determined on an individual basis and re-assessment made at
3-monthly intervals.
9. A trial of clozapine should be offered to patients with
schizophrenia who are unresponsive to at least two adequate
trials of antipsychotic medications.
Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006
Obat Antipsikotik Tipikal dan Atipikal
89. DEPRESI BERULANG
DSM-IV-TR
89. DEPRESI
• Gejala utama: • Gejala lainnya:
1. afek depresif, 1. konsentrasi menurun,
2. harga diri & kepercayaan diri
2. hilang minat & berkurang,
kegembiraan, 3. rasa bersalah & tidak berguna
3. mudah lelah & yang tidak beralasan,
menurunnya 4. merasa masa depan suram &
aktivitas. pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
Terjadi selama minimal 2 minggu.
PPDGJ
Depresi
• Episode depresif ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain > 2
minggu
PPDGJ
DSM-IV Criteria
Terapi Depresi
• Sasarannya adalah perubahan biologis/efek
berupa mood pasien.
• Karena mood pasien dipengaruhi kadar
serotonin dan nor-epinefrin di otak, maka
tujuan pengobatan depresi adalah modulasi
serotonin dan norepinefrin otak dengan agen-
agen yang sesuai.
• Dapat berupa terapi farmakologis dan non
farmakologis.
Terapi Non Farmakologis
• PSIKOTERAPI
– interpersonal therapy: berfokus pada konteks sosial
depresi dan hub pasien dengan orang lain
– cognitive - behavioral therapy „: berfokus pada mengoreksi
pikiran negatif, perasaan bersalah yang tidak rasional dan
rasa pesimis pasien
PPDGJ
Gangguan Hipokondriasis
Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini harus ada:
• Keyakinan yang menetap adanya sekurang-
kurangnya 1 penyakit fisik yang serius,
meskipun pemeriksaan yang berulang tidak
menunjang
• Tidak mau menerima nasehat atau dukungan
penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ditemukan penyakit/abnormalitas fisik
PPDGJ-III
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.
DSM-IV-TR
TATALAKSANA FOBIA SPESIFIK
• Medikamentosa
– Tidak terlalu berperan
– Obat yang digunakan: short actiing benzodiazepine pada
kondisi yang sudah dapat diduga akan terjadi fobia.
Contoh: pada pasien fobia ketinggian, dapat diberikan
diazepam sesaat sebelum akan naik pesawat.
• Terapi
– Topikal: Steroid topikal poten atau ultrapoten, inhibitor
calcineurin, retinoid topikal
– Sistemik: Kortikosteroid sistemik, modulator imun
http://www.pathologyoutlines.com/topic/skinnontumorlupussle.html
http://www.dermnetnz.org/immune/cutaneous-lupus.html
Eritema Multiforme vs Lupus Eritematosus Subakut
• Faktor Risiko
– Pakaian terbuka, paparan terhadap serangga (kebun dll), hunian
padat, higienitas rendah, binatang peliharaan
• Tatalaksana
– Dinginkan lesi, losion kalamin atau anestesi lokal,
steroid topikal potensi sedang bila terdapat
urtikaria
– Reaksi anafilaksis injeksi adrenalin
http://www.dermnetnz.org/arthropods/bites.html
101. Miasis Kutaneus
• Miasis adalah kontaminasi tubuh
oleh larva lalat ordo Diptera
• Tatalaksana
– Aplikasi substansi toksik ke larva dan telur
– Hipoksia terlokalisir untuk memaksa larva
keluar (petrolatum, polimiksin B, ivermektin
1% topikal dll)
– Pengeluaran mekanis atau operatif dari
belatung
– Kontrol infeksi sekunder
cmr.asm.org
Miasis Kutaneus: Miasis Migratori
• Saat belatung bermigrasi melalui terowongan bawah
kulit tidak mampu menyelesaikan siklus hidup dalam
kulit manusia
• Diagnosis
– Pemberian 1-2 tetes mineral oil pada lesi dilihat dengan
kaca pembesar
• Tatalaksana
– Insisi, operasi eksisi
– Obat oral: albendazol atau ivermektin
untuk imobilisasi parasit
Miasis Kutaneus: Wound Miasis
• Saat larva lalat terinfestasi pada luka terbuka
• Diagnosis
– Inspeksi klinis
– Nyeri, sensasi bergerak, adanya luka yang bernanah dan berbau
• Tatalaksana
– Debridement
– Ambil semua larva yang terlihat
– Irigasi
– Kloroform 15% dalam minyak zaitun imobilisasi larva
– Ivermektin 1% topikal dalam larutan propilen glikol diaplikasikan pada suka
selama 2 jam dan dibersihkan dengan larutan
garam
102. Pedikulosis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis pubis
• Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya
• Menyerang dewasa (tergolong PMS), dapat
menyerang jenggot/kumis
• Dapat menyerang anak-anak, seperti di
alis/bulu mata dan pada tepi batas rambut
kepala
• Gejala
• Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas
ke abdomen/dada, makula serulae (sky blue spot),
black dot pada celana dalam
Pedikulosis Pubis: Tatalaksana
• Pengobatan
• Permetrin 1% lotion
• Membunuh kutu namun tidak dengan telur pengobatan
kedua 9 hari setelah pengobatan pertama
• Untuk bayi > 2 bulan
• Gameksan 1%,
http://emedicine.medscape.com/article/225013-treatment#d11
Sky Blue Spot/ Macula cerulae
103. Alopesia
Alopecia Androgenetika (Male Pattern Baldness)
Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI: 2007
Skabies: Pemeriksaan & Tatalaksana
• Pemeriksaan
– Apusan kulit: kulit dibersihkan dengan eter dengan
gerakan cepat selotip dilekatkan & ditekan pada lesi
setelah beberapa detik selotip diangkat diletakkan di
atas gelas objek (6 buah dari lesi yang sama pada satu
gelas objek) diperiksa di bawah mikroskop
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 61-62
106. Askariasis (Cacing Gelang)
• Gejala
– Rasa tidak enak pada
perut (gangguan
lambung); kejang perut,
diselingi diare;
kehilangan berat badan;
dan demam.
107. Trikuriasis (Cacing Cambuk)
• Gejala:
– nyeri ulu hati, kehilangan
nafsu makan, diare,
anemia, prolaps rektum
DOC Antihelmintik
JENIS CACING DOC ANTIHELMINTIK Keterangan
http://emedicine.medscape.com/article/996482-medication#2
Nama cacing Cacing dewasa Telur Obat
Pirantel pamoat,
Enterobius ovale biconcave dengan dinding
mebendazole,
vermicularis asimetris berisi larva cacing
albendazole
Ancylostoma
ovale dengan sitoplasma jernih Mebendazole,
duodenale
berisi segmented ovum/ lobus 4- pirantel pamoat,
Necator
8 mengandung larva albendazole
americanus
• Malaria malariae
– ACT 1x/hari selama 3 hari
• Malaria Mix
– ACT
– Dosis primakuin hari pertama 0.75 mg/kgBB
– Hari 2-14 primakuin dosis 0.25 mg/kgBB
MALARIA
BERAT
Cerebral Malaria
• Possible cause:
• Binding of
parasitized red cells
in cerebral capillaries
→ sekuestrasi →
severe malaria
• permeability of the
blood brain barrier
• Excessive induction
ofcytokines
http://www.microbiol.unimelb.edu.au
Pilihan utama Malaria Berat di RS:
Artesunat
• Artesunate parenteral • Artesunat (AS) diberikan
dengan dosis 2,4 mg/kgBB
tersedia dalam vial yang per-iv, sebanyak 3 kali jam ke
berisi 60 mg serbuk kering 0, 12, 24. Selanjutnya
dan pelarut dalam ampul diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv
setiap 24 jam sampai
yang berisi 0,6 ml natrium penderita mampu minum
bikarbonat 5%. obat.
• Larutan artesunat bisa
• Untuk membuat larutan diberikan secara intramuskular
artesunat dengan dengan dosis yang sama.
mencampur 60 mg serbuk • Apabila sudah dapat minum
kering dengan larutan 0,6 obat, pengobatan dilanjutkan
dengan dihydroartemisinin-
ml biknat 5%. Kemudian piperakuin atau ACT lainnya
ditambah larutan Dextrose selama 3 hari + primakuin
5% sebanyak 3-5 cc.
Pilihan lainnya: Artemeter
• Artemeter intramuskular • Apabila sudah dapat minum
tersedia dalam ampul yang obat, pengobatan
berisi 80 mg artemeter dilanjutkan dengan
dalam larutan minyak. dihydroartemisinin-
• Artemeter diberikan dengan piperakuin atau ACT lainnya
dosis 3,2 mg/kgBB selama 3 hari + primakuin
intramuskular. Selanjutnya
artemeter diberikan 1,6
mg/kgBB intramuskular satu
kali sehari sampai penderita
mampu minum obat.
Pilihan lainnya: Kina
• Kina per-infus masih merupakan • Dosis anak-anak : Kina HCl 25 %
obat alternatif untuk malaria (per-infus) dosis 10 mg/kgBB (jika
berat pada daerah yang tidak umur <2 bulan : 6-8 mg/kgBB)
tersedia derivat artemisinin diencerkan dengan dekstrosa 5%
parenteral dan pada ibu hamil atau NaCl 0,9% sebanyak 5-10
trimester pertama. cc/kgBB diberikan selama 4 jam,
• Dalam bentuk ampul kina diulang setiap 8 jam sampai
hidroklorida 25%. penderita sadar dan dapat
• Satu ampul berisi 500 mg/2 ml. minum obat.
• Kina tidak boleh diberikan secara
bolus intra vena, karena toksik
bagi jantung dan dapat
menimbulkan kematian.
Pengobatan malaria berat di tingkat Puskesmas dilakukan dengan memberikan artemeter ataupun kina hidroklorida
intramuscular sebagai dosis awal sebelum merujuk ke RS rujukan.
109. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)
• Sepsis
• Superinfeksi
• Dehidrasi akibat gangguan keseimbangan
elektrolit
• Selulitis
• Pneumonia
110. Urtikaria
Urtikaria
110. Cold Urticaria
• Etiologi
– Paparan dingin (udara, benda, air) aktivasi sel mast
pelepasan histamin dan mediator inflamasi
• Tatalaksana
– Hindari paparan udara dingin tiba-tiba
– Antihistamin non sedatif
– Adrenalin injeksi bila pasien memiliki kecenderungan
syok
Antihistamin
• Secara umum pengobatan urtikaria dan angioedema
dipercayakan pada efek anatgonis terhadap histamin
pada reseptor H1 (antihistamin reseptor H1)
• Antihistamin 1 dibagi menjadi dua golongan, golongan
klasik (generasi 1) dan nonklasik (generasi 2)
• Golongan klasik mempunyai efek samping sedasi
(difenhidramin, siklizin) karena bersifat lipofilik dan
dapat menembuh sawar darah-otak.
• Golongan nonklasik tidak mempunyai efek sedasi
karena tidak dapat menembus sawar darah otak
(loratadin, terfenadin, mequitazin)
111. Reaksi Kusta
Lepra Tuberkuloid Bentuk stabil dari lepra, lesi minimal, gejala lebih
ringan. Tipe yg termasuk TT (Tuberkuloid polar), Ti (
Tuberkuloid indenfinite), BT (Borderline Tuberkuloid)
Reaksi Reversal Lesi bertambah aktif (timbul lesi baru, lesi lama
menjadi kemerahan), +/- gejala neuritis. Umum
pada tipe PB
Eritema Nodusum Nodul Eritema, nyeri, tempat predileksi lengan dan
Leprosum tungkai, Umum pada MB
Fenomena Lucio Reaksi berat, eritematous, purpura, bula, nekrosis
serta ulserasi yg nyeri
Reaksi Kusta: Tipe 1
(Reaksi Reversal)
• Patofisiologi
– Terjadi peningkatan respon kekebalan seluler secara cepat terhadap kuman
kusta dikulit dan syaraf berkaitan dengan terurainya M.leprae yang mati
akibat pengobatan yang diberikan
Reaksi Kusta: Tipe 2
• Diperkirakan 50% pasien kusta tipe LL Dan 25% pasien kusta tipe BL mengalami
episode ENL
• Umumnya terjadi pada 1-2 tahun setelah pengobatan tetapi dapat juga timbul
pada pasien kusta yang belum mendapat pengobatan Multi Drug Therapy
(MDT)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Kandidosis kutis
• Bentuk klinis:
– Kandidosis intertriginosa: Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat
paha, intergluteal, lipat payudara, sela jari, glans penis, dan
umbilikus berupa bercak berbatas tegas, bersisik, basah,
eritematosa. Dikelilingi ileh satelit berupa vesikel-vesikel dan
pustul-pustul kecil atau bula
– Kandidosis perianal: Lesi berupa maserasi seperti dermatofit
tipe basah
– Kandidosis kutis generalisata: Lesi terdapat pada glabrous skin.
Sering disertai glossitis, stomatitis, paronikia
• Pemeriksaan: KOH (selragi, blastospora, hifa semu), kultur
di agar Sabouraud
• Pengobatan: hindari faktor predisposisi, antifungal (gentian
violet 0,5-1%, nistatin, amfoterisin B, grup azole)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
• Morfologi koloni C.
albicans pada medium
padat agar Sabouraud
Dekstrosa
• Bulat dengan
permukaan sedikit
cembung, halus, licin
• Warna koloni putih
kekuningan dan berbau
asam seperti aroma
tape.
Efloresensi Kulit
Kelainan kulit primer
http://emedicine.medscape.com/article/1123423-treatment
114. Infeksi Cestoda: Taenia Sp.
• Berasal dari hospes perantara sapi dan babi
• Sebaran: Eropa, Timur Tengah, Afrika, Asia,
Amerika Utara, Amerika Latin, Rusia, Indonesia
• Morfologi
– T. saginata: Panjang sekitar 3-5 m, terdiri dari 2000
proglotida. Scolexnya mempunyai 4 batil isap
– T. Solium: 1,8-3 m, memiliki duri yang menancap,
dapat menimbulkan sistiserkosis bila telur tertelan
• Terapi: prazikuantel, Niklosamide
PERBEDAAN KARAKTERISTIK
T. s a g i n a t a T. s o l i u m
Penyakit Taeniasis Taeniasis dan sistiserkosis
Panjang cacing dws 4-12 m 2-4 m & 8 m
∑ proglotid 1000-2000 800-1000
Skolek Tanpa rostelum/kait-kait Punya rostelum + kait-kait
Proglotid Keluar sendiri scr aktif Keluar bersama tinja 2-3 progl.
satu-satu
Matang Ovarium 2 lobus Ovarium trilobus
Gravid 15-30 cabang lateral 7-12 cabang lateral
∑ telur/proglotid 100.000 30.000-50.000
Larva Cystisercus bovis Cystisercus cellulose
Hospes perantara Sapi Babi dan manusia
Cara infeksi Makan daging sapi yg Makan daging babi yg mengandung
mengandung cystisercus cystisercus cellulose (mjd taeniasis)
bovis dan tertelan telur (mjd sistiserkosis)
115. GENETIC DISORDER
Patau Mental retardation, heart defects, CNS abnormalities, microphthalmia, polydachtyly, a
Syndrome cleft lip with or without a cleft palate, coloboma iris, and hypotonia, Clenched hands
Trisomi 13 (with outer fingers on top of the inner fingers), Close-set eyes, Low-set ears, Single
noninherited palmar crease, microcephaly, Small lower jaw (micrognathia), cryptorchidism, Hernia
Many infants with trisomy 13 die within their first days or weeks of life.
Sindrom Clenched hands, Crossed legs, abnormally shaped head; micrognathia, Feet with a
Edward rounded bottom (rocker-bottom feet), Low birth weight & IUGR, Low-set ears, Mental
Trisomi 18 delay, microcephaly, Undescended testicle, coloboma iris, Umbilical hernia or inguinal
Noninherited hernia, congenital heart disease (ASD, PDA, VSD), kidney problems (i.e: Horseshoe
kidney, Hydronephrosis, Polycystic kidney), severe intellectual disability
It is three times more common in girls than boys. Many individuals with trisomy 18 die
before birth or within their first month.
mikrosefal; hypotonus, Excess skin at the nape of the neck,
Flattened nose, Separated sutures, Single palm crease, Small ears,
small mouth, Upward slanting eyes, Wide, short hands with short
Sindrom fingers, White spots on the colored part of the eye (Brushfield
Down spots), heart defects (ASD, VSD)
Trisomi 21
noninherited Physical development is often slower than normal (Most never
reach their average adult height), delayed mental and social
development (Impulsive behavior, Poor judgment, Short attention
span, Slow learning)
Marfan syndrome Mutasi pada fibrillin (protein pada jaringan ikat tubuh).
3 dari 4 kasus A tall, thin build, Long arms, legs, fingers, and toes and
bersifat diturunkan flexible joints, skoliosis, pektus karinatum/ ekskavatum,
Teeth that are too crowded, Flat feet.
117.
Metabolisme
Bilirubin
Ikterus Neonatorum
• Ikterus neonatorum: fisiologis vs non fisiologis.
• Ikterus fisiologis:
– Awitan terjadi setelah 24 jam
– Memuncak dalam 3-5 hari, menurun dalam 7 hari (pada NCB)
– Ikterus fisiologis berlebihan → ketika bilirubin serum puncak adalah 7-15
mg/dl pada NCB
• Ikterus non fisiologis:
– Awitan terjadi sebelum usia 24 jam
– Tingkat kenaikan > 0,5 mg/dl/jam
– Tingkat cutoff > 15 mg/dl pada NCB
– Ikterus bertahan > 8 hari pada NCB, > 14 hari pada NKB
– Tanda penyakit lain
• Gangguan obstruktif menyebabkan hiperbilirubinemia direk. Ditandai
bilirubin direk > 1 mg/dl jika bil tot <5 mg/dl atau bil direk >20% dr total
bilirubin. Penyebab: kolestasis, atresia bilier, kista duktus koledokus.
Demam < 7 hari < 7 hari > 7 hari < 7 hari </> 7 hari/(-)
neuroblastoma NB is the third most common pediatric cancer, accounting for about 8% of childhood
malignancies
The signs and symptoms of NB reflect the tumor site and extent of disease. Most cases
of NB arise in the abdomen, either in the adrenal gland or in retroperitoneal
sympathetic ganglia. Usually a firm, nodular mass that is palpable in the flank or midline
is causing abdominal discomfort
Wilms tumor Wilms tumor is the most common renal malignancy in children and the fourth most
common childhood cancer
Most children with Wilms tumor present with an abdominal mass or swelling, without
other signs or symptoms. Other symptoms can include abdominal pain (30 %),
hematuria (12 to 25 %), and hypertension (25 %)
PF reveals a firm, nontender, smooth mass that rarely crosses the midline and generally
does not move with respiration. In contrast, neuroblastoma and splenomegaly often
will extend across the midline and move with respiration
Disease Sign & Symptoms
Burkit limfoma Patients with BL present with rapidly growing tumor masses and often have evidence
of tumor lysis with a very high serum lactate dehydrogenase (LDH) concentration and
elevated uric acid levels
The endemic (African) form usually presents as a jaw or facial bone tumor that spreads
to extranodal sites including the mesentery, ovary, testis, kidney, breast, and especially
to the bone marrow and meninges
The nonendemic (sporadic) form usually has an abdominal presentation
Immunodeficiency-related cases more often involve lymph nodes
BL tumor cells are monomorphic, medium-sized cells with round nuclei, multiple
nucleoli, and basophilic cytoplasm
A "starry-sky" pattern is usually present, imparted by numerous benign macrophages
that have ingested apoptotic tumor cells
hodgkin limfoma commonly present with painless, non-tender, firm, rubbery, cervical or supraclavicular
lymphadenopathy.
Most patients present with some degree of mediastinal involvement. patients may
present with symptoms and signs of airway obstruction (dyspnea, hypoxia, cough),
pleural or pericardial effusion, hepatocellular dysfunction, or bone marrow infiltration
(anemia, neutropenia, or thrombocytopenia).
Diagnostic Reed-Stemberg cells are large cells that have bilobed, double, or multiple
nuclei and prominent, eosinophilic, inclusion-like nucleoli in at least two nuclei or
nuclear lobes
127. Klasifikasi Asma pada Anak
PARAMETER KLINIS,
ASMA EPISODIK ASMA EPISODIK
KEBUTUHAN OBAT, ASMA PERSISTEN
JARANG SERING
FAAL PARU
Pemeriksaan fisis
Normal Mungkin terganggu Tidak pernah normal
di luar serangan
6/24/2016 624
Skrining Tumbuh Kembanga Anak
• Pertumbuhan : bertambahnya ukuran fisik anak dalam
hal panjang/tinggi badan, berat badan, dan lingkar
kepala
– Pemantauan : melalui penilaian klinis dan pengukuran
antropometris (Z Score WHO atau kurva NCHS CDC)
• Perkembangan : bertambahnya kemampuan fungsi
individu antara lain dalam bidang motorik kasar,
motorik halus, komunikasi dan bahasa, intelektual,
emosi, dan sosial
– Pemantauan : penilaian klinis dan skrining perkembangan
Denver II
• Pemantauan setiap bulan hingga usia 1 tahun dan
setiap 3 bulan hingga 5 tahun
Denver II
• Mencakup usia 0-6 tahun
• Ada 4 bidang perkembangan
– Personal-sosial: berhubungan dengan orang lain dan
pemenuhan kebutuhan sendiri
– Motorikhalus: koordinasimata- tangan, manipulasi
objek kecil
– Motorik kasar: meliputi gerakan yang menggunakan
otot-otot besar secara keseluruhan (duduk, berjalan,
melompat)
– Bahasa-dengar: mengerti dan menggunakan bahasa
Interpretasi Denver II
• Skor Penilaian
– P (Pass) : Anak dapat melakukan ujicoba dengan baik, atau terdapat
laporan yang dapat dipercaya
– F (Fail) L : Anak tidak dapat melakukan ujicoba dengan baik
– No (No opportunity) : Tidak ada kesempatan untuk ujicoba karena ada
hambatan
– R (Refusal) : Anak menolak melakukan ujicoba
• Interpretasi
– Lebih (advanced) : bila anak Pass pada uji coba yang terletak di kanan
garis umur
– Normal : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba di sebelah kanan garis
– Caution/peringatan : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba yang dilewati
garis umur pada persentil 75-90
– Delayed/keterlambatan : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba yang
terletak lengkap di sebelah kiri garis umur
135. Tatalaksana MALARIA FALCIPARUM
• Lini pertama:
– (Artesunat + amodiakuin) dosis tunggal selama 3
hari + primakuin dosis tunggal 1 hari
– (Dihidroartemisinin + piperaquine) dosis tunggal
selama 3 hari + primakuin dosis tunggal 1 hari
• Lini kedua:
– Kina + doksisiklin/ Tetrasiklin + Primakuin
• Primakuin dikontraindikasikan pada ibu hamil,
bayi <11 bulan, dan penderita G6PD
MALARIA VIVAX, OVALE
• Lini pertama:
– (Artesunat + amodiakuin) dosis tunggal selama 3 hari + primakuin dosis
tunggal 14 hari
– (Dihidroartemisinin + piperaquine) dosis tunggal selama 3 hari + primakuin
dosis tunggal 14 hari
• Lini kedua:
– Kina 3x sehari selama 7 hari + primakuin selama 14 hari
Malaria Malariae
MALARIA
BERAT
Pilihan utama Malaria Berat di RS:
Artesunat
• Artesunate parenteral • Artesunat (AS) diberikan
dengan dosis 2,4 mg/kgBB
tersedia dalam vial yang per-iv, sebanyak 3 kali jam ke
berisi 60 mg serbuk kering 0, 12, 24. Selanjutnya
dan pelarut dalam ampul diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv
setiap 24 jam sampai
yang berisi 0,6 ml natrium penderita mampu minum
bikarbonat 5%. obat.
• Larutan artesunat bisa
• Untuk membuat larutan diberikan secara intramuskular
artesunat dengan dengan dosis yang sama.
mencampur 60 mg serbuk • Apabila sudah dapat minum
kering dengan larutan 0,6 obat, pengobatan dilanjutkan
dengan dihydroartemisinin-
ml biknat 5%. Kemudian piperakuin atau ACT lainnya
ditambah larutan Dextrose selama 3 hari + primakuin
5% sebanyak 3-5 cc.
Pilihan lainnya: Artemeter
• Artemeter intramuskular • Apabila sudah dapat
tersedia dalam ampul minum obat, pengobatan
yang berisi 80 mg dilanjutkan dengan
artemeter dalam larutan dihydroartemisinin-
minyak. piperakuin atau ACT
• Artemeter diberikan lainnya selama 3 hari +
dengan dosis 3,2 primakuin
mg/kgBB intramuskular.
Selanjutnya artemeter
diberikan 1,6 mg/kgBB
intramuskular satu kali
sehari sampai penderita
mampu minum obat.
Pilihan lainnya: Kina
• Kina per-infus masih • Dosis anak-anak : Kina HCl 25
merupakan obat alternatif % (per-infus) dosis 10
untuk malaria berat pada mg/kgBB (jika umur <2 bulan :
daerah yang tidak tersedia 6-8 mg/kgBB) diencerkan
derivat artemisinin parenteral dengan dekstrosa 5% atau
dan pada ibu hamil trimester NaCl 0,9% sebanyak 5-10
pertama. cc/kgBB diberikan selama 4
• Dalam bentuk ampul kina jam, diulang setiap 8 jam
hidroklorida 25%. sampai penderita sadar dan
• Satu ampul berisi 500 mg/2 dapat minum obat.
ml. • Kina tidak boleh diberikan
secara bolus intra vena, karena
toksik bagi jantung dan dapat
menimbulkan kematian.
Pengobatan malaria berat di tingkat Puskesmas dilakukan dengan memberikan artemeter ataupun kina hidroklorida
intramuscular sebagai dosis awal sebelum merujuk ke RS rujukan.
136. Sindrom Metabolik
Zimmet P.et,al. The metabolic syndrome in children and adolescents: the IDF consensus. Diabetes Voice 2007.
• IDF suggests that the metabolic syndrome should
not be diagnosed in children younger than 10
years
Pathogenesis
vicious cycle of progressive
Pulmonary hypertension resulting
hypoxemia, hypercarbia, acidosis,
from these arterial anomalies
leads to right-to-left shunting at and pulmonary hypertension
atrial and ductal levels observed in the neonatal period
http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview#a0104
Late presentation
• Patients may present outside of the neonatal
period with respiratory symptoms, intestinal
obstruction, bowel ischemia, and necrosis
following volvulus.
• Most patients with Congenital Diaphragmatic
Hernia present early rather than late in life;
however, a subset of adults may present with
a congenital hernia that was undetected
during childhood.
Chest
Radiograph
An early chest
radiograph is
obtained to confirm
the diagnosis of
CDH. Findings
include loops of
bowel in the chest,
mediastinal shift,
paucity of bowel
gas in the abdomen,
and presence of the
tip of a nasogastric
tube in the thoracic
stomach.
138. Gigantism
• Def : Abnormal large growth due to an excess of
growth hormone during childhood
• Acromegaly and gigantism have the same pathogenetic
mechanism, but differ regarding the age of onset.
• Gigantism occurs much earlier in life when the skeleton
still has the potential to grow, a developmental phase
now known as ‘‘prepubertal’’.
• The cause of acromegaly and gigantism the
overproduction of pituitary growth hormone
Gigantisme
• Pertumbuhan linear yang abnormal karena
kerja insulinlike growth factor I (IGF-I) yang
berlebihan ketika masa kanak-kanak dimana
epiphyseal growth plates masih terbuka
• Acromegaly merupakan kelainan yang sama
tetapi terjadi setelah lempeng epifise
tertutup.
• Gigantisme biasa muncul saat kanak-kanak
atau remaja muda.
• anterior lobe:
– growth hormone
Pituitary
– prolactin - to stimulate milk production after giving
birth Gland
– ACTH (adrenocorticotropic hormone) - to stimulate
the adrenal glands
– TSH (thyroid-stimulating hormone) - to stimulate
the thyroid gland
– FSH (follicle-stimulating hormone) - to stimulate the
ovaries and testes
– LH (luteinizing hormone) - to stimulate the ovaries
or testes
• intermediate lobe:
– melanocyte-stimulating hormone - to control skin
pigmentation
• posterior lobe:
– ADH (antidiuretic hormone) - to increase
absorption of water into the blood
by the kidneys
– oxytocin - to contract the uterus during childbirth
and stimulate milk production
GIGANTISME
http://physrev.physiology.org/content/physrev/92/1/1/F1.large.jpg
http://www.elsevierimages.com/images/vpv/000/000/028/28260-
0550x0475.jpg
Normal Growth Hormone Normal Control of Growth
Physiology Hormone Production
• Disekresikan oleh hipofisis anterior secara
pulsatil. • Hipotalamus
– Oleh karena itu memeriksa kadar GH secara mengontrol jumlah GH
random tidak berguna
– GH turun secara drastis setelah gula masuk yang dikeluarkan oleh
ke dalam tubuh (hal ini tidak terjadi pada hipofisis dengan
akromegali/gigantisme yang tidak mengalami
penurunan GH setelah diberi tes toleransi mengeluarkan
glukosa) neuropeptida growth
• GH mempunyai efek langsung pada tubuh, hormone releasing
tetapi juga berefek pada sel kelenjar untuk
melepaskan hormon lainnya: hormone (GHRH).
– GH bekerja pada sel khusus di hepar • Neuropeptida utama
melepaskan hormon yang disebutInsulin-like
Growth Factor (IGF-1) (atau disebut juga yang menghambat
Somatomedin-C) pelepasan GH disebut
– Karena IGF-1 dilepaskan dengan kadar yg
relatif spontan, maka lebih bagus digunakan
somatostatin
untuk memeriksa akromegali/ gigantisme
Etiologi
• Causes of excess IGF-I • Gigantism is a form of
action can be divided into familial pituitary adenomas,
and may run in some
the following 3 categories: families due to a genetic
– Release of primary GH excess mutation.
from the pituitary • Gigantism can also be
– Increased GHRH secretion or associated with other
hypothalamic dysregulation conditions, including:
– Hypothetically, the excessive – Carney complex
production of IGF-binding – McCune-Albright syndrome
(MAS)
protein, which prolongs the
– Multiple endocrine neoplasia
half-life of circulating IGF-I type 1 (MEN-1)
– Neurofibromatosis
Gejala dan Tanda Gigantisme
• Tall stature • Frontal bossing
• Mild to moderate obesity • Prognathism
(common) • Hyperhidrosis
• Macrocephaly (may precede • Osteoarthritis (a late
linear growth) feature of IGF-I excess)
• Headaches • Peripheral neuropathies
• Visual changes (eg, carpel tunnel
• Hypopituitarism syndrome)
• Soft tissue hypertrophy • Cardiovascular disease
• Exaggerated growth of the • Benign tumors
hands and feet, with thick • Endocrinopathies
fingers and toes • Delayed puberty
• Coarse facial features
http://emedicine.medscape.com/article/925446-treatment#a1156
Pemeriksaan Tatalaksana
• Laboratorium • Pengobatan
– Growth Hormon – Analog somatostatin (reduce
– IGF-I pemeriksaan lab growth hormone release)
paling baik karena – Agonis reseptor dopamin
pengeluaran oleh tubuh tidak (reduce hormone release,
bersifat pulsatil generally less effective)
• Imaging – Antagonis reseptor GH
– Radiografi – Pegvisomant = blocks the
effect of growth hormone
– CT Scan
– Radiasi
– MRI
• Histologi • Operasi transphenoidal to
remove tumor
– Untuk menemukan adenoma/
karsinoma/ hiperplasia
139. Atrial Septal Defect
ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings
The degree of L-to-R shunting is dependent on:
- the size of the defect,
- the relative compliance of the R and L ventricles, &
- the relative vascular resistance in the pulmonary & systemic circulations
Flow across the septal defect doesn’t produce murmur because the pressure gap
between LA & RA is not significant
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.
ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings
• Tatalaksana
– Berikan 20-40 IU oksitosin dalam 1 L larutan NaCl 0,9%/RL dengan kecepatan
60 tpm & 10 IU IM lanjutkan IU dalam 1 L larutan NaCl 0,9%/RL dengan
kecepatan 40 tpm hingga perdarahan berhenti
– Lakukan tarikan tali pusat terkendali
– Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil plasenta manual
– Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV DAN
metronidazol 500 mg I V)
– Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi komplikasi
perdarahan hebat atau infeksi
• Risiko Medis
– Asuhan antenatal berkurang, terutama bila terjadi diluar pernikahan
– Risiko menderita hipertensi selama kehamilan
– Akses kesehatan dan suplemen masa kehamilan << risiko anemia dan
HPP
– Prematuritas
– BBLR
– Ovum belum sempurna risiko kelainan kongenital
– Depresi post partum karena belum matang secara mental
– >> risiko kanker serviks karena melakukan seks usia muda
http://www.webmd.com/baby/guide/teen-pregnancy-medical-risks-and-realities?page=3
Kehamilan Usia Dini: Risiko
R I S I K O PA DA I B U R I S I K O PA DA B AY I
• Perdarahan karena otot • Prematuritas
rahim lemah dalam involusi • BBLR
• Keguguran/abortus • Cacat bawaan
• Persalinan yang lama dan • Kematian bayi/perinatal
sulit
• AKI saat partus akibat
perdarahan dan infeksi
http://dp2m.umm.ac.id/files/file/INFORMASI%20PROGRAM%20INSENTIF%20RIST
EK/7%20BAHAYA%20KEHAMILAN%20DI%20BAWAH%20UMUR.pdf
143. Ketuban Pecah Dini
• Robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan
(sebelum onset persalinan berlangsung)
• PPROM (Preterm Premature Rupture of
Membranes): ketuban pecah saat usia kehamilan
< 37 minggu
• PROM (Premature Rupture of Membranes): usia
kehamilan > 37 minggu
• Kriteria diagnosis :
– Usia kehamilan > 20 minggu
– Keluar cairan ketuban dari vagina
– Inspekulo : terlihat cairan keluar dari OUE
– Kertas nitrazin menjadi biru
– Mikroskopis : terlihat lanugo dan verniks kaseosa
• Mikroskopik
• Ferning sign (arborization, gambaran daun pakis)
• Amniosentesis
• Injeksi 1 ml indigo carmine + 9 ml NS tampak
pada tampon vagina setelah 30 menit
http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html
KPD: Tatalaksana
KETUBAN PECAH DINI
MASUK RS
• Antibiotik
• Batasi pemeriksaan dalam
• Observasi tanda infeksi & fetal distress
PPROM
• Observasi:
PROM
• Temperatur
• Fetal distress
• Kelainan Obstetri
Kortikosteroid
• Fetal distress
Letak Kepala
• Letak sungsang
• CPD
• Riwayat obstetri buruk Indikasi Induksi
• Grandemultipara • Infeksi
• Elderly primigravida • Waktu
• Riwayat Infertilitas
• Persalinan obstruktif
Berhasil
• Persalinan pervaginam
Gagal
Sectio Caesarea • Reaksi uterus tidak ada
• Kelainan letak kepala
• Fase laten & aktif memanjang
• Fetal distress
• Ruptur uteri imminens
• CPD
Ketuban Pecah Prematur: Tatalaksana
• Konservatif :
– Dilakukan bila tidak ada penyulit, pada usia kehamilan 28-36 minggu,
dirawat selama 2 hari
– Selama perawatan dilakukan:
• Observasi adanya amnionitis/tanda infeksi (demam, takikardia, lekositosis,
nyeri pada rahim, sekret vagina purulen, takikardi janin)
• Pengawasan timbulnya tanda persalinan
• Pemberian antibiotika
• USG menilai kesejahteraan janin
• Bila ada indikasi melahirkan janin → pematangan paru
• Aktif :
– Dengan umur kehamilan 20-28 minggu dan > 37 minggu
– Ada tanda-tanda infeksi
– Timbulnya tanda persalinan
– Gawat janin
Kehamilan Postterm
• Bila kehamilan berlangsung lebih dari 42 minggu
• Faktor risiko kehamilan postterm
– Salah perhitungan usia kehamilan
– Nulipariti
– BMI ≥25
• Komplikasi:
– Postmaturity syndrome
• Wajah bayi seperti orang tua
• Growth restriction
Faktor Kehamilan Postterm
• Hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun
walaupun kehamilan telah cukup bulan sehingga kepekaan
uterus terhadap oksitosin berkurang.
• Herediter, karena post maturitas sering dijumpai pada
suatu keluarga tertentu
• Kadar kortisol pada darah bayi yang rendah sehingga
disimpulkan kerentanan akan stress merupakan faktor tidak
timbulnya His
• Kurangnya air ketuban
• Insufiensi plasenta
Tanda Postmatur
• Stadium I: Kulit menunjukkan kehilangan
verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit
kering, rapuh dan mudah mengelupas.
• Stadium II: Gejala di atas disertai pewarnaan
mekonium (kehijauan) pada kulit
• Stadium III: Terdapat pewarnaan kekuningan
pada kuku, kulit dan tali pusat
Kehamilan Postterm
• Komplikasi (lanjutan)
– Disfungsi plasenta
– Oligohidramnion
– Macrosomia (sebagian fetus masih tetap terus
bertambah beratnya)
• Manajemen
– Expectant atau Induksi/ SC berdasarkan
pertimbangan tertentu
Kehamilan Post Term
Tatalaksana Kehamilan Postterm
• Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah
monitoring janin sebaik-baiknya.
• Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan
spontan dapat ditunggu dengan pengawasan ketat
• Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks,
kalau sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan
atau tanpa amniotomi. Ibu dirawat di RS Bila :
– Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim
– Terdapat hipertensi, pre-eklampsia
– Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas
– Pada kehamilan > 40-42 minggu
Tindakan SC pada Kehamilan Postterm
Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998
• Patofisiologi
– Kadar estrogen terlalu tinggi/rendah pembengkakan
gusi, proliferasi selular, >> inflamasi
– Progesteron >> pelebaran pembuluh darah
– Perubahan hormon dalam saliva pertumbuhan bakteri
>> plak gigi
– Bakteri penyebab: P. gingivalis,
F. nucleatum, T. denticola
http://www.hindawi.com/journals/mi/2015/623427/
Gingivitis pada Kehamilan
• Komplikasi
– Bakteri overgrowth inflamasi gingiva bakteri
masuk ke aliran darah bakteremia menembus
barier plasenta infeksi intrauterin
– BBLR, prematuritas, IUGR
• Tatalaksana
– Sebaiknya dimulai sedini mungkin
– Pada pasien dengan riwayat prematuritas atau BBLR
diberikan antibiotik
• Antibiotik spektrum luas, DOC: antibiotik beta laktam dan
penisilin
• Alergi penisilin: makrolida (eritromisin, klindamisin,
azitromisin)
http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/20295.pdf
145. Amniotomi
• Definisi
– Tindakan untuk membuka selaput amnion dengan
jalan membuat robekan kecil yang akan melebar
spontan akibat adanya tekanan cairan dan rongga
amnion
• Indikasi
– Jika ketuban belum pecah dan pembukaan sudah
lengkap
– Akselerasi persalinan
– Persalinan pervaginam menggunakan
instrumen
– Kasus solusio plasenta
Istilah untuk menjelaskan penemuan cairan
ketuban/selaput ketuban
• Utuh (U), membran masih utuh, memberikan sedikit perlindungan
kepada bayi dalam uterus, tetapi tidak memberikan informasi
tentang kondisi janin
• Efek samping
– Perubahan pola haid (haid jadi sedikit atau semakin
pendek, haid tidak teratur, haid jarang, atau tidak
haid), sakit kepala, pusing, mual, nyeri payudara,
perubahan berat badan, perubahaan suasana
perasaan, jerawat (dapat membaik atau memburuk,
tapi biasanya membaik), dan peningkatan tekanan
darah
147. Sectio Caesarea
Isthmus:
Bagian uterus antar korpus dan serviks uteri,
yang diliputi oleh peritoneum viserale akan
melebar selama kehamilan dan disebut segmen
bawah rahim (SBU)
Sectio Caesarea: Indikasi
• Malpresentasi janin:
– Letak Lintang
Semua primigravida dengan letak janin lintang harus ditolong dengan
operasi seksio sesaria
Seksio sesaria dilakukan pada ibu dengan janin letak lintang yang
memilki panggul yang sempit
– Letak Bokong, dianjurkan seksio sesaria bila:
• Panggul sempit
• Primigravida
• Janin besar dan Berharga
• Presentasi dahi dan muka(letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara lain tidak
berhasil
• Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil
• Gemelli
Sectio Caesarea: Kontra Indikasi
Kontra Indikasi Absolut Kontra Indikasi Relatif
• Pasien menolak • Infeksi sisitemik (sepsis,
• Infeksi pada tempat suntikan bakteremia)
• Hipovolemia berat, syok • Infeksi sekitar suntikan
• Koagulapati atau mendapat • Kelainan neurologis
terapi antikagulan
• Tekanan intrakranial meninggi
• Kelainan psikis
• Fasilitas resusitasi minimal • Bedah lama
• Kurang pengalaman/ tanpa • Penyakit jantung
didampingi konsultan • Hipovolemia ringan
anesthesia
• Nyeri punggung kronis
Insisi Transversal VS Insisi Klasik
Atonia Uteri: Faktor Risiko
• Uterus overdistensi (makrosomia, kehamilan
kembar, hidramnion atau bekuan darah)
• Induksi persalinan
• Penggunaan agen anestetik (agen halogen atau
anastesia dengan hipotensi)
• Persalinan lama
• Korioamnionitis
• Persalinan terlalu cepat
• Riwayat atonia uteri sebelumnya
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Masase uterus segera setelah plasenta lahir (15 detik) ATONIA
UTERI:
TATALAKSANA
kompresi bimanual interna maks 5 menit
Identifikasi sumber
Jika terus berdarah, Kompresi bimanual eksterna + perdarahan lain
infus 20 IU oksitosin dalam 500 ml NS/RL 40 tpm • Laserasi jalan
Infus untuk restorasi cairan & jalur obat esensial, kemudian
lahir
lanjutkan KBI
• Hematoma
parametrial
Tidak berhasil • Ruptur uteri
• Inversio uteri
• Sisa fragmen
plasenta
Rujuk; Selama perjalanan Kompresi
bimanual eksterna
Berhasil Kompresi aorta abdominalis
Tekan segmen bawah atau aorta
abdominalis; lanjutkan infus infus 20 IU
oksitosin dalam 500 ml NS/RL/ jam
Fase Aktif
• Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam
• Fase aktif terbagi atas :
1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
149. KB: Kontrasepsi Darurat
Fungsi
• Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
• Bukan sebagai pil penggugur kandungan
• Cara kerja Kondar adalah “fisiologis”, sehingga tidak mempengaruhi
kesuburan dan siklus haid yang akan datang
• Efek samping ringan dan berlangsung singkat
• Tidak ada pengaruh buruk di kemudian hari pada organ sistem
reproduksi dan organ tubuh lainnya. (Hanafi, 2004)
Indikasi
• Kesalahan penggunaan kontrasepsi
• Wanita korban perkosaan kurang dari 72 jam
• Efek samping:
– mual, muntah (bila terjadi dalam 2 jam pertama sesudah minum pil
pertama atau kedua, berikan dosis ulangan), perdarahan/bercak.
Kontrasepsi Darurat: Jenis Mekanik
• IUD mengandung inert (Lippes Loop)
– Menimbulkan reaksi benda asing dengan migrasi
leukosit, limfosit & makrofag
– Pemadatan lapisan endometrium gangguan nidasi
hasil konsepsi
• Cara Kerja
– Merubah endometrium sehingga tidak memungkinkan implantasi
hasil pembuahan
– Mencegah ovulasi / menunda ovulasi (dengan menekan LH surge)
– Mengganggu pergerakan saluran telur (tuba fallopi)
• Efek Samping
– mual, muntah (bila terjadi dalam 2 jam pertama sesudah minum pil
pertama atau kedua, berikan dosis ulangan), perdarahan/bercak.
150. TB dan Kehamilan: Efek
Efek Kehamilan pada TB Efek TB terhadap Kehamilan
Komplikasi
• Keratinasi mukosa vagina dan portio, ulkus dekubitus, hipertrofi serviks,
gangguan miksi & stres inkontinensia, ISK, infertilitas, gangguan partus,
hemoroid, inkarserasi usus
Prolaps Uteri: Klasifikasi
Prolaps Uteri: Tatalaksana
• Pengobatan Tanpa Operasi
– Tidak memuaskan dan hanya bersifat sementara pada prolapsus uteri
ringan, ingin punya anak lagi, menolak untuk dioperasi, Keadaan
umum pasien tak mengizinkan untuk dioperasi
Jika Prolaps uteri terjadi pada wanita muda yang masih ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya cara yang terbaik adalah
dengan :
• Pemasangan pesarium
• Ventrofiksasi (bila tak berhasil dengan pemasangan pesarium)
PERDARAHA BESAR
DIAGNOSIS SERVIKS GEJALA LAIN
N UTERUS
• Tes kehamilan +
Sesuai usia
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak • Nyeri perut
kehamilan
• Uterus lunak
Hydatidiform Mole
Hyperthyroidism
153 & 154. Hipertiroid pada Kehamilan
• DOC (PTU dan methimazole)
– PTU (utama)
• Efek teratogenik <<
• Efek samping: Hipotiroid pada janin
– Methimazole (jarang digunakan di Indonesia)
• efek teratogenik berupa sindrom teratogenik ‘embriopati
metimazole’ yang ditandai dengan atresi esofagus atau koanal
• Β blocker (propanolol)
– Mengurangi gejala akut hipertiroid
– Efek samping pada kehamilan akhir: hipoglikemia pada
neonatus, apnea, dan bradikardia yang biasanya bersifat
transien dan tidak lebih dari 48 jam
– Dibatasi sesingkat mungkin dan dalam dosis rendah (10-15
mg per hari)
Abalovich M, Amino N, Barbour LA, Cobin RH, Leslie J, Glinoer D, et al. Management of Thyroid Dysfunction during Pregnancy and
Postpartum. J. Endocrinol. Metabolism. 2007; 92(8): S1-S47
Indikasi Pembedahan
• Penanganan
– Pengeluaran plasenta secara manual
– Kuretase
– Uterotonika
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/150/jtptunimus-gdl-fujifatmaw-7485-2-babii.pdf
156. Gangguan Menstruasi
Disorder Definition
Amenorrhea Primer Tidak pernah menstruasi setelah berusia 16 tahun, atau
berusia 14 tahun tanpa menstruasi sebelumnya dan tidak
terdapat tanda-tanda perkembangan seksual sekunder
• Premature thelarche
– Pertumbuhan payudara tanpa tanda pubertas lain
• Pseudopubertas Prekoks
– Lebih jarang
– Peningkatan hormon seks steroid yang gonadotropin-independent
http://emedicine.medscape.com/article/924002-overview
Pubertas Prekoks
• Diagnosis
– Abnormal brain findings: 2-20%
– Abnormal CT scan atau MRI: lebih sering dijumpai pada anak
laki-laki
– Kelainan SSP
• Tumor, hamartoma hipotalamus, trauma SSP, anomali kongenital
• Etiologi
– Sekresi kadar tinggi GnRH oleh hipotalamus
• >> LH Produksi hormon seks di testis dan ovarium pembesaran
penis, pembesaran payudara, rambut pubis
• >> FSH pembesaran gonad pematangan folikel atau
spermatogenesis
http://emedicine.medscape.com/article/924002-overview#a5
Pubertas Prekoks: Tanda & Gejala
LAKI-LAKI P E R E M P UA N
• Pembesaran testis • Tanda awal: pembesaran
payudara
LAKI-LAKI P E R E M P UA N
• Testosteron serum • Estradiol
– Pagi >> sore
– Kadar < 30 ng/dL
– > 20 pg/mL pubertas,
prepubertal namun dapat kurang
– Kadar 30-100 ng/dL Early – Tumor ovarium: > 100 pg/mL
pubertal
– Kadar 100-300 ng/dL Mid-
to-late pubertal
– Kadar > 300 ng/dL – Adult
• Pengukuran kadar FSH & LH setelah stimulasi dengan GnRH 100 mcg 30-60
menit
• LH > 8 IU/L pubertas sentral prekoks
• FSH > LH prepubertas
http://emedicine.medscape.com/article/924002-workup
Pubertas Prekoks: Tatalaksana
• Bila disebabkan tumor SSP selain hamartoma: reseksi
tumor
• Agonis GnRH
– Follow up 4-6 bulan untuk memastikan regresi
– Tanda: normalisasi akselerasi pertumbuhan, perlambatan
pertumbuhan payudara, ukuran testis <<, supresi hormon
gonadal, kadar testosteron < 20 ng/dL
– Monitoring usia tulang
http://emedicine.medscape.com/article/924002-medication
158. Herpes pada Kehamilan
• 2% seropositif selama kehamilan
– 1/3 simptomatik
– 1/3 di tiap semester
• Diagnosis
– Tzank smear, Kultur, PCR, deteksi
antibodi
Level II-b
Brown ZA et al. NEJM 1997;337(8):509-15
Gardella C et al. AJOG 2005;193(6):1891-9
Alur Diagnostik
Pasien dengan ulkus kelamin kearah herpes atau lesi mencurigakan
Skrining Serologis
(-) (+) untuk HSV-2
Ulang Skrining
Infeksi Herpes Genital
Dalam 6-8 minggu
Pengobatan pada Fase Inisial
200 mg 5x/hari
selama 7-10 hari
• Jenis
– Kista Fungsional/normal
– Kista Non-Fungsional
• Klinis
– Sering tanpa gejala
– Nyeri saat menstruasi
– Nyeri perut bagian bawah
– Dispareunia
– Nyeri pada punggung, kadang menjalar ke kaki
– Nyeri saat BAK/ BAB
– Siklus menstruasi tidak teratur
– Perut terasa penuh, berat, kembung
– Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit BAK)
Jenis Kista Ovarium
Kista Ovarium Fungsional Kista Ovarium Patologis
• Kista Folikel: akibat folikel gagal • Kista Dermoid: berisi berbagai
melepas sel telur. Memiliki sel jenis jaringan (darah, lemak,
granulosa dan sel teka. Paling tulang, rambut)
sering terjadi • Kistadenoma: berkembang dari
• Kista Luteal: sisa jaringan folikel sel-sel yang melapisi bagian luar
(korpus luteum) terisi darah. ovarium
Memiliki sel teka dan sel granulosa – Kistadenoma serosa
yang terluteinisasi – Kistadenoma musinosa
Kista Ovarium
K I S TA L U T E I N K I S TA F O L I K E L
Kista Ovarium
• Pemeriksaan Penunjang
– USG abdomen/transvaginal
– Kolposkopi screening
– Pemeriksaan darah (tumor marker) bila curiga ganas
• Tatalaksana
– Observasi atau operasi (bila membesar)
• Komplikasi
– Torsio: sering pada tumor ukuran sedang
• Gejala: nyeri sangat hebat, kadang dengan muntah, defens muskular,
nadi cepat, leukositosis
– Ruptur gejala: nyeri, mual, muntah
– Perdarahan ke rongga peritoneum
– Perubahan keganasan
160-161. Presentasi Bokong
• Bila bokong merupakan bagian terendah janin
• Ada 3 macam presentasi bokong: complete breech(bokong
sempurna),Frank breech(bokong murni),footling
breech(presentasi kaki)
• Partus lama merupakan indikasi utk melakukan SC,karena
kelainan kemajuan persalinan merupakan salah satu tanda
disproporsi
• Etiologi:
• Multiparitas, hamil kembar,
hidramnion, hidrosefal,
plasenta previa, CPD
• Eklampsia
– Kejang umum dan/atau koma
– Ada tanda dan gejala preeklampsia
– Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang
• Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
– Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
• MgSO4
– Eklampsia untuk tatalaksana kejang
– PEB pencegahan kejang
• Dosis
– MgSO4 IV: 4 gram selama 20 menit untuk dosis awal lanjutkan 6
gram selama 6 jam untuk dosis rumatan
– MgSO4 IM: 5 gram pada bokong kiri dan 5 gram pada bokong kanan
• Syarat pemberian MgSO4
– Terdapat refleks patella, tersedia kalsium glukonas, dan jumlah urin
minimal 0,5 ml/kgBB/jam
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Dosis MgSO4
• Dosis inisial:
– Ambil 4 g larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan
larutkan dengan 10 ml akuades
– Berikan larutan tersebut secara perlahan I V selama 20 menit
– Jika akses intravena sulit, berikan masing-masing 5g MgSO4
(12,5 ml larutan MgSO4 40%) IM di bokong kiri dan kanan
• Dosis Rumatan:
– Ambil 6 g MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan
dalam 500 ml larutan Ringer Laktat/Ringer Asetat, lalu berikan
secara IV dengan kecepatan 28 tetes/menit selama 6 jam, dan
diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang berakhir
(bila eklampsia)
Dosis MgSO4
• Apabila terjadi eklampsia saat rumatan,
lakukan penilaian awal dan tatalaksana
kegawatdaruratan.
– Berikan kembali MgSO4 2 g I V perlahan (15-20
menit).
– Bila setelah pemberian MgSO4 ulangan masih
terdapat kejang, dapat dipertimbangkan
pemberian diazepam 10 mg I selama 2 menit.
163. Presentasi Ganda
• Bila ekstremitas (bag kecil janin)
prolaps disamping bag terendah janin
• Tatalaksana
• Lakukan koreksi dengan jalan Knee
Chest Position,dorong bagian yg prolaps
ke atas, dan pada saat kontraksi
masukkan kepala memasuki pelvis
• Bila koreksi tidak berhasil atau terdapat
CPD lakukan SC
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/137/jtptunimus-gdl-izzatulmus-6814-3-c.babil.pdf
LAM: Cara Kerja
• Reflek Prolaktin
Bayi mulai menyusu (rangsangan fisik) sinyal-
sinyal ke kelenjar hipotalamus di otak (hipofise
anterior) untuk menghasilkan hormon prolaktin
beredar dalam darah dan masuk ke
payudara,memerintahkan alveolus untuk
memproduksi ASI
Keuntungan Keterbatasan
• Efektivitas tinggi (keberhasilan • Perlu persiapan sejak
98% pada 6 bulan postpartum) perawatan kehamilan agar
segera menyusui dalam 30
• Tidak mengganggu senggama menit pasca persalinan.
• Tidak ada efek samping • Mungkin sulit dilaksanakan
sistemik karena kondisi sosial
• Efektifitas tinggi hanya sampai
• Tidak perlu pengawasan medis kembalinya haid atau sampai
• Tidak perlu obat atau alat. • dengan 6 bulan
• Tanpa biaya • Tidak melindungi terhadap
IMS termasuk virus hepatitis
B/HBV dan HIV/AIDS
165. BARRIER DALAM KOMUNIKASI
I. Physical barriers
II. Cross-cultural barriers.
III. Semantic barriers (words/language)
IV. Psychological barriers
V. Organizational barriers
Physical Barriers
Noise
i. Physical noise (outside disturbance)
ii. Psychological noise (inattentiveness)
iii. Written noise (bad handwriting/typing)
iv. Visual noise (late arrival of employees)
Distance
Improper time
Inadequate/overload of information
Cross Cultural Barriers
Why communicate with cross culture?
1. Globalisation
2. Ability to work more harmoniously
3. Get good people despite their differences
• Different languages
• Different context for words and symbols
• Poor vocabulary
Psychological Barriers
• Status
• Attitude
• Perceptions
• Poor listening
• Egotism
• Emotions (excited, nervous, confused,…)
• Resistance to change
Organizational barriers
• Rules and regulations (rigid/flexible)
• Hierarchial relationship
• Wrong choice of channel
166. UKURAN ASOSIASI DALAM PENELITIAN
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Rumus prevalence odds ratio (POR) sama dengan rumus OR, yaitu:
POR: ad
bc
Interpretasi RR/OR/PR
RR/OR/PR= 1 menunjukkan tidak ada hubungan antara paparan
dengan outcome.
Prevalence rate/ Frekuensi seluruh kasus yang terjadi dalam suatu populasi (rumus:
prevalens (jumlah kasus lama+kasus baru)/jumlah populasi berisiko)).
Attack rate Jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah/ outbreak yang
berjangkit dalam suatu populasi.
Soal
• Jumlah kasus baru pada akhir Desember=10
orang
• Jumlah populasi berisiko pada akhir
Desember=120 orang
• Insidens = jumlah kasus baru pada waktu
tertentu/jumlah populasi berisiko x 100%
• Maka Insidens pada soal di atas=
10/120 x 100%
168. DESAIN PENELITIAN
Secara umum dibagi menjadi 2:
• DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan
frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi
DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas X.
Analitik Deskriptif
Case report
Case series
Observational Experimental
Cross-sectional
Cohort study
– Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.
Case-control study
– Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Assess Known
Case - control study exposure outcome
Known Assess
Prospective cohort exposure outcome
Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam
satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak
berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat
ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini
secara bersamaan.
Analitik Deskriptif
Case report
Case series
Observational Experimental
Cross-sectional
Cohort study
– Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.
Case-control study
– Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Assess Known
Case - control study exposure outcome
Known Assess
Prospective cohort exposure outcome
Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam
satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak
berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat
ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini
secara bersamaan.
• Holistik
• Komprehensif (Menyeluruh)
• Terpadu
• Berkesinambungan
TERPADU / TERINTEGRASI
• Memakai seluruh ilmu kedokteran yang telah
di dapat bekerja sama dengan pasien,
keluarga, dokter spesialis atau tenaga
kesehatan lain
173. PENYAJIAN DATA STATISTIK
• Penyajian data statistik dapat dilakukan melalui
tabel atau diagram.
• Tabel lebih dipilih apabila peneliti ingin
memberikan gambaran hasil penelitian dalam
bentuk yang sangat detail.
• Diagram lebih dipilih apabila peneliti ingin
pembaca dapat memahami hasil penelitian
secara keseluruhan dengan cepat.
– Beberapa diagram yang sering digunakan: diagram
batang, histogram, diagram lingkaran/pie chart,
diagram garis, scatter plot.
Diagram Batang
• Diagram yang paling sederhana, digunakan untuk menyajikan
data deskriptif sederhana dari variabel kategorik. Dapat
dipakai untuk membandingkan frekuensi dari tiap kategori.
Diagram Lingkaran/ Pie Chart
• Digunakan untuk mengetahui perbandingan
suatu data terhadap keseluruhan. Data yang
menggunakan diagram ini merupakan data
kategorik.
Diagram Garis
• Diagram garis biasanya
digunakan untuk
menggambarkan data
tentang suatu keadaan
yang
berkesinambungan dari
waktu ke waktu.
Melalui diagram ini,
dapat dilihat trend
suatu penyakit.
Satu saksi bukan saksi Satu saksi produsen alat bukti sah
Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
• Selain menghormati martabat manusia, (nonmaleficence)
dokter juga harus mengusahakan agar • Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
• Pengertian ”berbuat baik” diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih dari diikuti.
sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
Menghormati martabat manusia (respect ekonomi, pandangan politik, agama dan
for person) / Autonomy faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus diperlakukan kewarganegaraan, status perkawinan,
serta perbedaan jender tidak boleh dan
sebagai manusia yang memiliki otonomi tidak dapat mengubah sikap dokter
(hak untuk menentukan nasib diri sendiri), terhadap pasiennya.
• Setiap manusia yang otonominya berkurang • Tidak ada pertimbangan lain selain
atau hilang perlu mendapatkan kesehatan pasien yang menjadi perhatian
perlindungan. utama dokter.
• Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
184. KAPAN RAHASIA MEDIS DAPAT DIBUKA?
• Dalam hal terdapat dilema moral atau etis akan dibuka atau
dipertahankannya rahasia pasien, setiap dokter wajib berkonsultasi
dengan mitra bestari dan/atau organisasi profesinya terhadap pilihan
keputusan etis yang akan diambilnya.
Penjelasan KODEKI Pasal 12
• Setiap dokter wajib hati-hati dan mempertimbangkan implikasi sosial-ekonomi-
budaya dan legal terkait dengan pembukaan rahasia pasiennya yang
diduga/mengalami gangguan jiwa, penyakit infeksi menular seksual dan penyakit
lain yang menimbulkan stigmatisasi masyarakat
• Setiap dokter pemeriksa kesehatan untuk kepentingan hukum dan kemasyarakatan
wajib menyampaikan hasil pemeriksaaan kepada pihak berwewenang yang
memintanya secara tertulis sesuai ketentuan perundang-undangan.
• Seorang dokter dapat membuka rahasia medis seorang pasien untuk kepentingan
pengobatan pasien tersebut, perintah undang-undang, permintaan pengadilan,
untuk melindungi keselamatan dan kehidupan masyarakat setelah berkonsultasi
dengan organisasi profesi, sepengetahuan/ijin pasien dan dalam dugaan perkara
hukum pihak pasien telah secara sukarela menjelaskan sendiri
diagnosis/pengobatan penyakitnya di media massa/elektronik/internet.
• Seorang dokter wajib menyadari bahwa membuka rahasia jabatan dokter dapat
membawa konsekuensi etik, disiplin dan hukum.
185. IDENTIFIKASI FORENSIK
Secara garis besar ada dua metode pemeriksaan, yaitu:
• Identifikasi primer: identifikasi yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu
dibantu oleh kriteria identifikasi lain. Teknik identifikasi primer yaitu :
– Pemeriksaan DNA
– Pemeriksaan sidik jari
– Pemeriksaan gigi
Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan dua
sampai tiga metode pemeriksaan dengan hasil positif.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011,
Menentukan Ada Tidaknya Persetubuhan
• Persetubuhan adalah peristiwa di mana alat kelamin laki-
laki masuk ke dalam alat kelamin perempuan, sebagian
atau seluruhnya.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
Memperkirakan Umur
• Dapat dilakukan dari pemeriksaan gigi geligi
atau pemeriksaan foto rontgen tulang.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
Menentukan Pantas Tidaknya Korban
Untuk Dikawin
• Pengertian pantas tidaknya untuk dikawin
dinilai dari apakah korban telah siap untuk
dibuahi yang dimanifestasikan dengan sudah
mengalami menstruasi.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
191. Otitis Externa Difusa
Tanda OE:
Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang atau tragus ditekan.
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
192. Angiofibroma nasofaring tipe
juvenile
• Tumor jinak pembuluh darah di nasofaring
• Etiologi: masih belum diketahui, namun diduga berasal dari dinding
posterolateral atap rongga hidung
• Ciri-ciri: laki-laki, usia 7-19 tahun, jarang >25 tahun
• Gejala klinis: hidung tersumbat yang progresif & epistaksis berulang yang
masif
• Obstruksi sekret tertimbun rinorea kronik gangguan menghidu
• Bila menutup tuba tuli, otalgia, bila ke intrakranial sefalgia hebat
• Rinoskopi posterior:
– Massa tumor kenyal, warna abu-abu, merah muda, kebiruan
– Mukosa tumor hipervaskularisasi, dapat ulserasi
• Sifat: secara histologi jinak, secara klinis ganas karena dapat mendestruksi
tulang
192. Angiofibroma nasofaring tipe
juvenile
• Pemeriksaan penunjang:
– Pemeriksaan radiologis konvensional
– CT Scan
– Arteriografi arteri karotis
• Terapi:
– Terapi hormonal
– Radioterapi
– pembedahan
193. Benda asing
LOKASI G E J A L A & TA N DA
Telinga Metode: suction dengan kateter kecil bisa untuk berbagai
benda. Forsep aligator atau pinset untuk benda yang bisa
dijepit (pipih). Hook untuk benda yang bisa dikait belakangnya
(bulat). Lidokain kental untuk imobilisasi serangga.
Hidung Obstruksi hidung, rinorea unilateral, sekret kental & bau.
Edema, inflamasi, kadang ulserasi.
Removal: hook for round smooth object, crocodile forceps if
object can be grasped, or suction for many object.
Laryng Total: laryngeal spasm dysphonia, apneu, cyanosis sudden
death. Removal: heimlich manoeuvre
Partial: hoarseness, croupy cough, odynophagia, wheezing,
cyanosis, hemoptysis, dyspneu, subjective feeling from foreign
body. Removal: laryngoscopy or bronchoscopy.
Trachea Choking, gagging, audible slap, palpatory thud, asthmatoid
wheeze. Removal: bronchoscopy
Pinset bayonet
Pinset telinga
Alligator forcep
Cerumen hook
194. Disorder of External Ear
• Hematoma of the auricle
– Severe blunt trauma to the auricle may cause hematoma.
– Edematous, fluctuant, & ecchymotic pinna.
– If left untreated may cause infection perichondritis.
– Th/: incision & drainage/needle aspiration pressure
bandage
• Keloid
– May develop at the same piercing site on the lobe.
194. Disorder of External Ear
• Preauricular cyst
– A less severe congenital condition,
the preauricular cyst and/or sinus
tract, may occur just anterior to a
normally formed external ear.
– This usually presents as a small
fistula in the skin anterior to the
helix at the upper tragus
– The associated sinus tract can
develop a dilated cyst with
repeated infection and abscess
formation.
– In problem cases, surgical excision,
with complete removal of the tract,
is the answer
195. Gangguan Pendengaran
• Gangguan pendengaran pada lansia, 25-30% terjadi pada usia 65-70
tahun.
• Presbikusis: tuli simetris, terutama nada tinggi, karena proses
penuaan.
– Sensorik: sel rambut & sel sustentakular berkurang, organ korti rata
– Neural:neuron koklea berkurang
– Strial: atropi stria vaskularis
– Konduktif: membran basilar kaku
195. Gangguan Pendengaran
• Cocktail party deafness
– Tanda tuli koklear, pasien terganggu oleh suara background
sulit mendengar di lingkungan ramai.
– Dijumpai pada presbikusis & noice induced hearing loss.
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
198. Otitis Eksterna
• Otitis eksterna difus (swimmer’s ear)
– Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli.
– Kondisi lembab & hangat bakteri tumbuh
– Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri
tekan (+), eksudasi
– Jika edema berat pendengaran berkurang
– Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik
– AB: ofloxacin, ciprofloxacin, colistin, polymyxin B,
neomycin, chloramphenicol, gentamicin, &
tobramycin.
– Ofloxacin & ciprofloxacin: AB tunggal dengan
spektrum luas untuk patogen otitis eksterna.
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
198. Otitis Eksterna
• Tes Pendengaran dengan garpu tala otitis
eksterna difus tuli konduktif
Lateralisasi ke telinga
Negatif Memanjang Tuli konduktif
yang sakit
Lateralisasi ke telinga
Positif Memendek Tuli sensorineural
yang sehat
199. Rhinitis alergi
• Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang
disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang
sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang
sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika
terjadi paparan berulang.
• Klasifikasi rhinitis alergi:
– Rhinitis alergi musiman (seasonal): hanya dikenal di
negara dengan 4 musim, alergennya tepungsari dan spora
jamur
– Rhinitis sepanjang tahun(perenial): terjadi sepanjang
tahun baik intermitten atau terus menerus. Penyebabnya
adalah alergen inhalan.