Penguatan Literasi Melalui Pendekatan Berbasis Digital
(Blended Learning) Dalam Optimalisasi Sektor Pendidikan di Masa Pandemi Oleh: Nama (Asal sekolah)
Literasi merupakan poin penting dalam upaya pembangunan
berkelanjutan bangsa Indonesia yang membutuhkan pengembangan secara optimal. Kemampuan kognitif masyarakat yang didasarkan pada kompetensi literasi (membaca, berbicara, menyimak, dan menulis), baik dalam memahami dan menganalisa informasi, menyaring hal-hal yang diterima dengan selektif dan tepat, serta proses lainnya adalah sebuah kunci yang menentukan bagaimana Indonesia dapat berproses kedepannya. Keterampilan literasi informasi akan membantu siswa untuk mencapai target yang lebih luas dalam pembelajaran melalui aspek-aspek penalaran dan kemampuan berpikir kritis (Ranaweera, 2008).
Antara SDG, KHA, dan Problematika Rendahnya Tingkat Literasi
Sustainable Development Goals (SDG) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) poin ke-4 menyatakan bahwa implementasi kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua adalah tujuan bersama harus diwujudkan dalam rangka menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang inklusif dan terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas kehidupan. Beberapa sub poin dari indikator sektor pendidikan ini antara lain: (1) Target 4.6: Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua remaja dan proporsi kelompok dewasa tertentu, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kemampuan literasi dan numerasi; (2) Target 4.7: Pada tahun 2030, menjamin semua peserta didik memperoleh ~1~ Junior Writerpreneur #2
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan
pembangunan berkelanjutan, termasuk antara lain, melalui pendidikan untuk pembangunan dan gaya hidup yang berkelanjutan, hak asasi manusia, kesetaraan gender, promosi budaya damai dan non-kekerasan, kewarganegaraan global dan penghargaan terhadap keanekaragaman budaya dan kontribusi budaya terhadap pembangunan berkelanjutan (Badan Pusat Statistik, 2016). Selain itu, Konvensi Hak Anak (KHA) pasal ke-28 menyatakan bahwa tiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan dasar perlu tersedia gratis, pendidikan menengah dapat diakses, dan anak didorong menempuh pendidikan hingga ke tingkat tertinggi yang dimungkinkan. Disiplin yang diterapkan sekolah-sekolah haruslah tetap menghormati hak dan martabat anak (UNICEF, 1990). Hal ini harus dicapai guna membangun masa depan yang inklusif, berkelanjutan, dan tangguh untuk manusia dan planet. Untuk dapat menyelaraskan tujuan pendidikan berkualitas tersebut, optimalisasi literasi yang merata harus terlaksana dengan baik tanpa terkecuali di situasi pandemi COVID-19. Berdasarkan PISA (Programme for International Students Assessment) yang dilakukan oleh OECD (Organization of Economic Cooperation and Development) pada tahun 2018, diperoleh data bahwa Indonesia memiliki kompetensi membaca yang berada pada peringkat ke- 72 dari 77 negara, kompetensi matematika pada peringkat ke-72 dari 78 negara, dan kompetensi sains pada peringkat ke-70 dari 78 negara (Kasih, 2020). Angka tersebut menunjukkan bahwa tingkat literasi Indonesia masih sangat rendah, sehingga dibutuhkan sebuah inovasi yang efektif sebagai solusi dalam mengatasi permasalahan literasi dan menciptakan kemajuan di berbagai bidang dalam pembangunan nasional. Di masa pandemi sekaligus era globalisasi saat ini, pemanfaatan teknologi digital merupakan sebuah hal yang sudah lazim bagi masyarakat di seluruh dunia. Hampir seluruh aspek kehidupan kini berorientasi pada penggunaan teknologi, termasuk pelaksanaan literasi dalam pendidikan. ~2~ Junior Writerpreneur #2
Literasi digital merupakan kemampuan untuk menggunakan media digital,
alat-alat komunikasi atau jaringan untuk menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkan secara bijak (Masitoh, 2018). Survei status literasi digital Indonesia di 34 provinsi pada November 2020 menghasilkan data bahwa akses internet lebih menyebar pada semua level pendidikan dan SES secara nasional. Cukup banyak yang berpendidikan rendah, bisa mengakses internet dengan sangat mudah. Sementara di daerah 3T, signifikansi pengakses internet adalah orang-orang dengan pendidikan yang lebih tinggi (Kominfo, 2020).
Blended Learning Sebagai Solusi
Proses transisi dari sistem pembelajaran konvensional menjadi pembelajaran dalam jaringan (online) menuntut semua elemen pembelajaran, baik itu siswa, guru, dan lainnya untuk sesegera mungkin beradaptasi dan melek teknologi (Patmi, 2021). Untuk menyukseskan hal ini, perlu adanya kolaborasi yang efektif antara pemerintah, pendidikan formal, dan peserta didik dalam upaya pemenuhan akses literasi digital. Fenomena di lapangan memberikan data bahwa literasi digital dan ponsel dengan pemanfaatannya sebagai media pembelajaran belum dikembangkan secara proporsional yang dimungkinkan dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam setting blended learning, salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan melalui pendekatan berbasis digital (Masitoh, 2018). Blended learning banyak mengombinasikan metode pembelajaran konvensional (ceramah dan tatap muka) dengan metode belajar mandiri (proyek, penugasan, dan lab), belajar secara online seperti e-learning, ICT (Information and Communication Technology), dan multimedia. Model ini membuka kesempatan untuk melakukan pembelajaran secara mandiri sesuai dengan gaya belajar setiap siswa. Kombinasi pembelajaran konvensional dan daring ini akan memberikan pengalaman belajar yang lebih interaktif dan memudahkan siswa untuk mendapatkan berbagai bentuk materi pembelajaran dengan akses yang lebih mudah. Proses belajar ~3~ Junior Writerpreneur #2
juga akan lebih menyenangkan dan tidak monoton karena menggunakan
metode dan media pembelajaran yang lebih variatif (Patmi, 2020). Sebagai generasi muda, kemampuan literasi kita sangat dibutuhkan dalam memajukan pembangunan nasional, khususnya di bidang pendidikan. Maka melalui metode blended learning di masa pandemi COVID-19 saat ini, pencapaian giat literasi diharapkan dapat terlaksana dengan lebih baik. Implementasi tujuan sektor pendidikan yang terwujud dari optimalisasi literasi ini semoga dapat mengantar Indonesia ke meratanya kemajuan dan kesejahteraan sosial secara menyeluruh. *** Catatan Juri untuk semua Penulis: 1. Perhatikan penulisan istilah dalam bahasa selain Indonesia. Gunakan font Italic alias tulis miring dan berikan penjelasannya pada catatan kaki. 2. Apabila mengutip suatu sumber referensi, pencantuman sumber referensi tersebut yang benar adalah sebagaimana pada contoh paragraf berikut ini:
Metode penelitian ini digunakan apabila anggota populasi
dianggap homogen (Sugiyono, 2016: 82), yaitu peserta kegiatan yang meliputi murid SD dan SMP serta guru pembimbing sebagai sampel. Generasi Nol buku, disebut Taufiq Ismail, karena peserta didik kita tidak mendapat tugas membaca di perpustakaan sehingga “rabun” membaca. Sementara istilah “pincang mengarang” adalah karena jarang ada latihan mengarang selama pelajaran sekolah (antaranews.com).
3. Pada akhir karangan, susunlah sumber referensi tersebut dengan format
sebagaimana contoh berikut ini: a. Referensi dari buku: Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. b. Referensi dari internet: ~4~ Junior Writerpreneur #2
Antaranews.com. Taufik Ismail: Bangsa Indonesia Generasi Nol
Buku. https://www.antaranews.com/berita/86053/taufik-ismail-bangsa- indonesia-generasi-nol-buku diakses pada 06/07/2021.