Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Teknologi di era 4.0 telah mengalami perkembangan yang sangat pesat.


kemajuan teknologi yang kita rasakan pada zaman ini merupakan sebuah hal yang
tidak dapat kita hindari. Dikarenakan teknologi terus mengalami perubahan
seiring dengan majunya ilmu pengetahuan. Teknologi merupakan hasil dari
pengetahuan. Majunya teknologi serta ilmu pengetahuan sangat berpengaruh
terhadap media dalam pembelajaran khususnya di sekolah ataupun di berbagai
lembaga pendidikan lainnya. Pembelajaran di sekolah saat ini sudah mulai
menyesuaikan terhadap berkembangannya teknologi dan informasi, sehingga
terjadi perubahan dan pergeseran paradigma dalam pendidikan. Indonesia sudah
masuk kedalam era Revolusi Industri 4.0. Yang dimana berkembangnya sebuah
teknologi dan ilmu pengetahuan ini sudah dialami oleh hampir seluruh
masyarakat dunia tidak terkecuali juga di Indonesia. ( Enny & Dianawaty 2019 ;
Nurdyansyah, 2017 ).
Dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, ini bisa menjadi
hal yang dapat dikolaborasikan oleh kita sebagai seorang pendidik untuk
menggabungkan antara teknologi ke dalam sebuah media pembelajaran. Dengan
menggunakan teknologi kita dapat memperoleh sesuatu dengan cepat seperti
mencari bahan ajar untuk proses pembelajaran maupun mencari media untuk
pembelajaran. Teknologi bukan hal yang asing bagi kita, teknologi sudah ada
sejak tahun 80-an. Dan di abad 21 ini disebut dengan era digital, yang mana pada
era ini teknologi merupakan kebutuhan mendasar bagi orang dewasa maupun
anak-anak. Dalam kegiatan pembelajaran penggunaan teknologi sangat
dibutuhkan, karena teknologi dapat menarik minat dan juga memotivasi peserta
didik dalam belajar. Dengan menggunakan teknologi siswa dapat berinovasi dan
juga memiliki keterampilan dalam kegiatan pembelajaran. Paradigma dari
pendidikan saat ini yakni bagaimana menciptakan generasi bangsa yang paham
akan ilmu yang diajarkan. Bukan hanya pandai dalam mengingat, Akan tetapi
siswa dituntut untuk menggunakan teknologi dan juga memahami isi
penyampaian dalam proses pembelajaran. Pendidikan Indonesia yang pada saat ini

1
masih berpegang pada buku teks, sudah mulai tergantikan oleh produk digital di
dalam pembelajaran seperti e-modul, e-book dll. (Akbar, & Noviani 2019 ;
Adawiyah, 2022 ; Effendi, & Wahidy, 2019)
Menurunnya ketertarikan siswa terhadap membaca dan juga penggunaan
gawai yang marak digunakan oleh anak-anak di sekolah dasar. Ini merupakan hal
yang bisa kita manfaatkan sebagai seorang pendidik untuk memanfaatkan
teknologi sebagai media dalam pembelajaran. Seorang pendidik harus mampu
dituntut untuk kreatif dan juga inovatif di dalam sebuah pembelajaran agar
penyampaian maupun ketertarikan anak terhadap materi yang disampaikan akan
meningkat. (Switri, 2022 ; Puspitaningrum, 2017).
Pembelajaran untuk generasi milennial, khususnya di sekolah dasar sangat
berkaitan erat dengan perkembangan teknologi, dikarenakan aplikasi
pembelajaran berbasis teknologi sudah mulai banyak di gunakan di beberapa
sekolah. Yang dimana di dalam sebuah pembelajaran dituntut untuk lebih inovatif,
kreatif, dan juga menyenangkan yang diintegrasikan dalam karakteristik
pembelajaran di abad 21 untuk generasi alpha dan z. Di samping pencapaian 4C
(critical, creative, communication, and collaboration) yakni berfikir kritis, kreatif,
komunikasi, dan berkolaborasi ke dalam sebuah pembelajaran untuk mengikuti
perkembangan pada abad 21 ini. (Aini, 2019 ; Asmaroini, 2017 ; Natal,
Murdijanti & Rumiyati 2022).
Kurangnya implementasi nilai-nilai Pancasila pada anak semakin hari
makin marak terjadi. Menurunnya nilai moral bangsa menjadi realita nyata dan
menjadi suguhan di setiap harinya. Siswa di Sekolah Dasar pun ikut menjadi
subjek dalam penurunan nilai-nilai Pancasila. Di bulan Januari hingga April 2019
tercatat ada 37 kasus yang diadukan kepada KPAI. Yang menjadi dominasi dalam
pengaduan tersebut yakni kasus perundungan dan juga kekerasan. Presentase
tertinggi mencapai 25 kasus atau 67% dari jumlah keseluruhan terjadi di Sekolah
Dasar. Perundungan dan juga kekerasan hanya sebagian kecil dari banyaknya
kenakalan siswa yang tidak mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila. Ini
merupakan bukti dari kelamnya pendidikan di Indonesia yang belum berhasil
dalam mendidik anak bangsa.(Akhwani, Nafiah & Taufiq 2021).

2
Sekolah merupakan wadah bagi generasi bangsa yang menuntut ilmu.
Yang suatu saat menjadi pemimpin dan juga merupakan tonggak utama dalam
membangun sumberdaya yang berkualitas. Hal tersebut dapat direalisasikan
dengan melakukakan penguatan dalam nilai-nilai pancasila agar ideologi bangsa
Indonesia dapat menjadi landasan utama dalam membangun peradaban bangsa di
masa yang akan datang. Sejatinya Pendidikan harus mampu menjadikan individu
yang memiliki perilaku, pemahaman dan juga nilai karakter yang tinggi. Lebih
dari itu, pendidikan juga harus mampu memelihara dan menjaga ideologi dari
sebuah bangsa agar tidak goyah dengan budaya yang tidak sejalan dengan cita-cita
bangsa Indonesia. Pembelajaran PKn menjadi salah satu upaya untuk mencapai
tingkat karakter, perilaku dan juga pemahaman peserta didik dilandasi oleh nilai
Pancasila. Agar kelak pancasila tetap menjadi ideologi yang diimplementasikan
dan juga dipahami oleh para peserta didik pada zaman ini. (Maharani,
Furnamasari, & Dewi, 2021).
Di Sekolah Dasar (SD), mata pelajaran PKn mempunyai sebuah peran
yang sangat penting bagi peserta didik, dikarenakan dalam mata pelajaran PKn
merupakan dasar bagi peserta didik untuk mempelajari nilai pedoman hidup bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara yang terstruktur sehingga dapat
mengimplementasikannya di kehidupan sehari-hari serta menjadi sebuah
pemersatu bangsa Indonesia. Dengan demikian dalam penerapan pembelajaran
pkn sudah sepatutnya memerlukan sebuah pemahaman konsep dari nilai pedoman
kehidupan dalam berbangsa. Lebih lanjut, dalam pemahaman dalam mata
pelajaran PKn di era modern ini sangatlah diperlukan untuk seseorang. Namun
demikian, pada kenyataannya pembelajaran PKn di sekolah terutama di jenjang
Sekolah Dasar (SD) peserta didik kurang mendapatkan sebuah ketertarikan dalam
proses pembelajarannya. Siswa terkadang beranggapan bahwa mata pelajaran
dirasakan kurang bermakna. Sehingga pemahaman konsep dari peserta didik
sangat rendah dan juga mengerjakan tes mata pelajaran PKn dengan instan, cepat
tanpa dipikirkan terlebih dahulu (Kristanto, 2019).
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan sebuah mata pelajaran
yang menekankan tentang penanaman nilai-nilai dalam Pancasila dan
diimplementasikan pada kehidupan agar mampu menjadi warga negara yang taat

3
dan patuh terhadap aturan yang sudah di tetapkan oleh UUD 1945 maupun agama.
Maka dari itu pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan harus diajarkan kepada
siswa agar bisa menjadi warga Negara yang baik dan menjadikan pondasi di
bangsa Indonesia di masa depan (Lubis, 2020).
Dalam proses pembelajaran , Pancasila selalu digunakan dalam sistem
pendidikan peserta didik di SD. Adanya Pancasila menjadikan pembelajaran lebih
terarah dan terstruktur pada cita-cita luhur dari bangsa Indonesia. Pancasila secara
etimologi berasal dari kata sansekerta. Pancasila yang berarti panca atau lima dan
sila yang berarti Bersatu. Pancasila memiliki lima implikasi penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Makaperlu diingat bahwa Pancasila
merupakan peraturan yang harus muncul atas dasar kesadaran diri setiap warga
negara Indonesia. (Adawiyyah, 2021).
Berdasarkan hasil kegiatan observasi di Sekolah Dasar Negeri Cikudayasa
102 melalui wawancara kepada guru wali kelas , permasalahan yang sering
muncul dari proses pembelajaran pengenalan Pancasila diantaranya pembelajaran
menggunakan cara konvesional yang dimana masih menerapkan indoktrinasi atau
sekedar hafalan, serta kurangnya inovasi dikarenakan minimnya media penunjang
berbasis digital untuk menyampaikan materi tersebut, sehingga guru sulit
menyampaikan materi pembelajaran mengenai pengenalan Pancasila di sekolah
dasar.
Berkaitan dengan hal di atas, Media pembelajaran merupakan alat bantu
untuk siswa yang harus direncanakan oleh guru untuk pemberian materi kepada
siswa. Salah satunya dengan menggunakan media Augmented Reality (AR)
sebagai media edukasi siswa dalam pembelajaran yang memberikan paradigma
baru mengenai media edukasi yang ada pada saat ini, yang dimana penyampaian
informasi bukan hanya menggunakan objek secara nyata akan tetapi penyampaian
informasi bisa dilakukan dalam bentuk virtual. AR dapat memberikan kesempatan
belajar guna meningkatkan kemampuan spasial siswa dan untuk membantu guru
mengimplementasikan kesempatan belajar tersebut di dalam kelas. AR merupakan
teknologi yang memadukan benda maya dalam bentuk 3 dimensi ke dalam
lingkungan 3 dimensi dan menampilkan dalam waktu yang nyata (real time).
(Turhan, Metin, & Çevik, 2022 ; Salamah, 2017)

4
Konsep dari augmented reality yakni mengintegrasikan antara dunia maya
dengan dunia nyata untuk memperoleh informasi dari data yang diambil dalam
sebuah sistem sehingga batas antara keduanya menjadi makin menipis. Selain itu
AR juga dapat menciptakan interaksi yang real time antara dunia nyata dan dunia
maya sehingga informasi tersebut menjadi lebih interaktif. Lebih lanjut,
disebutkan bahwa Augmented Reality dapat meningkatkan minat, motivasi dan
pengalaman siswa, berperan dalam mengintegrasikan pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh di lingkungan virtual ke dalam lingkungan nyata,
oleh karena itu lebih disukai oleh siswa dalam dalam pembelajaran. (Suciliyana,
2020 ; Yildiz, 2022 ; Jamrus & Razali, 2021).
Berkaitan dengan hal diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Rancang Bangun Multimedia Berbasis Augmented Reality pada
mata pelajaran PKn dalam materi Pengenalan Pancasila di Sekolah Dasar” yang
menjadikan mata pelajaran lebih PKn lebih kreatif dan inovatif juga tidak kalah
bersaing dengan mata pelajaran yang lain dengan memanfaatkan perkembangan
teknologi di abad 21 ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana rancangan desain Augemnted Reality untuk pengenalan
Pancasila di sekolah dasar ?
2. Bagaimana media pembelajaran pengembangan Augmented Reality dapat
meningkatkan pemahaman terhadap pembelajaran Pancasila di Sekolah
Dasar ?
3. Bagaimana respon dan berketerimaan guru serta siswa terkait media
pembelajaran Pancasila berbasis Augmented Reality ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terkait rancangan media
pembelajaran adalah:
1. Untuk mendesain pembelajaran pengenalan Pancasila berbasis Augmented
Reality di Sekolah Dasar
2. Untuk mengetahui pengembangan desain Augmented Reality yang di
kembangkan materi pengenalan Pancasila.

5
3. Untuk mendeskripsikan respon dan berketerimaan guru serta siswa
terhadap media pembelajaran pengenalan Pancasila berbasis Augmented
Reality.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari tujuan dari yang telah dirumuskan, bahwa penelitian ini bisa memberikan
manfaat. Berikut merupakan manfaat dari yang diharapkan dari guru dalam
menamamkan nilai Pancasila menggunakan media pembelajaran berbasis
augmented reality yaitu sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari hasil penelitian mampu memberi pengetahuan
mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menggunakan
media berbasis augmented reality.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa : dapat meningkatkan motivasi belajar dalam memperoleh
pengetahuan dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila menggunakan
media pembelajaran berbasis augmented reality.
b. Bagi guru : penelitian ini diharapkan dapat membantu guru dalam
memperoleh pengatahuan mengembangkan media pembelajaran yang
menarik, kreatif dan inovatif.
c. Bagi peneliti : memperoleh pengalaman baru dalam mengembangkan
media pembelajaran sebagai bekal untuk mengajar.
d. Bagi sekolah : menambah pengetahuan dalam mengembangkan media
dalam pembelajaran yang berkualitas dan relevan.

1.4 Struktur Organisasi Penulisan


Struktur laporan penelitian yang berjudul Rancang Bangun Multimedia
Berbasis augmented reality pada mata pelajaran PKN dalam materi Pengenalan
Pancasila di Sekolah Dasar sebagai berikut:
A. BAB I PENDAHULUAN
Bab satu atau pendahuluan akan berisi mengenai latar belakang penelitian
yang menjelaskan tentang multimedia dalam pembelajaran yang dipakai
dalam pembelajaran PKN di Sekolah Dasar kemudian terdapat rumusan

6
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi
penelitian.
B. BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab dua yakni Kajian Pustaka, didalamnya menjelaskan tentang kajian
pustaka dengan memuat teori mengenai variabel-variabel yang akan diteliti
seperti, Multimedia dalam Pembelajaran, Augmented Reality, Pembelajaran
PKn, dan Pancasila, serta penelitian-penelitian relevan tentang penelitian yang
akan dilakukan.
C. BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab tiga di menjelaskan tentang Metodologi Penelitian didalamnya yang
menguraikan metode dan model yang memuat desain penelitian yang akan
dilakukan yakni instrumen penelitian, partisipan penelitian, prosedur
penelitian, dan teknik dalam menganalisis data.
D. BAB IV PEMBAHASAN
Bab empat berisi tentang hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah
dilakukan, pada bab ini menjelaskan secara deskriptif dari hasil analisis yang
diperoleh pada saat penelitian dan setelahnya. Selain itu, dihubungkan dengan
hasil penelitian lainnya yang relevan dan dianggap berhasil, sehingga
menguatkan argument dari penelitian yang sudah dilaksanakan.
E. BAB V PENUTUP
Bab terakhir berisi tentang hasil penelitian atas jawaban rumusan masalah dan
tujuan peneltian yang telah dirancang, rekomendasi dan implikasi dari
penelitian yang telah dilakukan.

7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis akan membahas mengenai teori-teori yang menjadi
dasar penelitian yaitu terkait rancang bangun multimedia berbasis augmented
reality pada materi pengenalan Pancasila dalam pembelajaran PKn di sekolah
dasar. Untuk menunjang aspek teoritis dari penelitian ini, peneliti menjabarkan
konsep multimedia dan augmented reality sebagai pokok bahasan dari penelitian
ini, Pancasila yang tidak dapat terpisahkan dari Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia dan terakhir penelitian yang relevan sebagai gambaran bahwa penelitian
semacam ini pernah dilakukan oleh orang lain. Teori-teori tersebut penulis
paparkan dengan merujuk kepada sumber-sumber yang kredibel dan saling
berkesinambungan serta menguatkan satu sama lainnya.
2.1 Konsep Multimedia
Arti dari multimedia sendiri sangat bermacam-macam tergantung pada
ruang lingkup aplikasi maupun perkembangan dari teknologi multimedia itu
sendiri. Multimedia bukan hanya memiliki teks maupun grafik sederhana, lebih
dari itu multimedia juga dilengkapi dengan animasi, video, suara , maupun
interaksi. Seseorang dapat melihat gambar, mendengarkan penjelasan maupun
membaca penjelasan dalam bentuk teks. Media diartikan sebagai penyaluran
pesan dan juga dapat merangsang pikiran maupun perasaan dari seseorang.
Penggunaan media secara inovatif dan kreatif bisa mendorong peserta didik dalam
meningkatkan performa belajar mereka menjadi lebih baik. Dengan menggunakan
berbagai indera dalam proses pembelajaran dapat memudahkan siswa dalam
memperoleh ilmu. Semakin banyaknya indera yang mereka gunakan di dalam
proses pembelajaran akan semakin banyak pula ilmu yang mereka peroleh.
Pembelajaran dengan menggunakan multimedia akan mendorong siswa untuk
lebih fokus pada konten. Dikarenakan pembelajaran yang menggunakan

8
multimedia memuat komponen-komponen media secara lengkap yang meliputi
animasi, teks, audio, video dan grafis yang memungkinkan siswa untuk
berinteraksi lebih. ( Kurniawati, 2018 ; Rasyid, & Saleh 2017 ; Yustiqvar,
Hadisaputra, & Gunawan, 2019 ).
2.1.1 Hakikat Multimedia
Multimedia adalah gabungan dari dua kata berbeda yakni multi dan media.
Multi yang bermakna banyak atau gabungan dari beberapa jenis. Sedangkan
media yang bermakna perantara atau pengantar. Media merupakan sarana untuk
berkomunikasi. istilah ini mengacu kepada apa saja yang membawa informasi
atau pesan diantara penerima maupun sumbernya. Pesan ini bisa berupa ajaran
dari guru maupun sumber lainnya kedalam media dalam bentuk simbol
komunikasi. Baik berupa kata-kata lisan (verbal) maupun visual (non-verbal).
Tampilan dari multimedia diracang oleh pembuat agar penerima pesan lebih
interaktif dalam mendapatkan informasi. (Suhendra, 2019 ; Damopolii, Bito, &
Resmawan, 2019)
Multimedia adalah lebih dari satu media, bisa berupa kombinasi antara
grafik, teks, animasi, video dan suara (Waruhu, & Putra, 2019). Multimedia sering
digunakan di dalam dunia pendidikan yakni sebagai media pengajaran, baik di
kelas maupun secara mandiri. Multimedia merupakan kombinasi dari media
pembelajaran yang terdiri atas berbagai komponen yang berkaitan. ( Lubis &
Permana, 2022)
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, multimedia
merupakan gabungan dari beberapa media yang dikemas menjadi kesatuan yang
utuh. Maka dari itu, multimedia dapat memudahkan guru dalam merangsang
perhatian dan juga minat dari siswa untuk mencapai tujuan yang di inginkan. Sifat
dari multimedia yang interaktif dapat menyediakan ruang pembelajan yang
fleksibel, sehinggga menjadikan suasana kegiatan belajar mengajar lebih informal
serta dapat meningkatkan kreatifitas peserta didik (Gunanti, Wahyuningsih &
Dewi, 2020).
2.1.2 Tujuan Multimedia
Tujuan dari multimedia adalah untuk memudahkan peserta didik memahami
sebuah konsep baik yang konkret maupun abstrak. Dalam proses pembelajaran

9
dengan menggunakan multimedia memungkinkan berbagai indera (audio, visual,
dll) peserta didik digunakan sehingga pembelajaran dapat dilakukan secara lebih
efisien dan efektif. Multimedia pembelajaran memiliki tujuan untuk
mengakomodasi dalam proses pembelajaran dengan cara yang berbeda-beda.
Tujuan multimedia sebagai berikut:
1) memberikan informasi yang lengkap dikarenakan berfungsinya indra yang
kompleks dengan menggunakan beberapa media, seperti gambar, teks
video, audio dan grafik. Perpaduan penggunaan media memungkinkan
seseorang memperoleh informasi yang lebih banyak.
2) menyajikan informasi yang lebih terstruktur dibandingkan dengan media
tunggal.
3) meningkatkan memori karena informasi diperoleh melalui banyak
representasi.
4) mendorong pemrosesan aktif.
5) Menyajikan lebih banyak informasi pada waktu yang bersamaan.
(Nauman, dkk 2020).

Multimedia telah difokuskan pada pengembangan pesan sesuai dengan prinsip


kognitif, sebagai alat kognitif dalam membangun pengetahuan. Dengan
merancang ulang objek grafis yang relevan, desain emosional yang mendorong
tantangan, rasa ingin tahu, kontrol, dan fantasi. Tujuan multimedia dalam
pembelajaran yakni membantu guru juga siswa untuk mengkonkretkan dan
memperkuat konsep dengan memvisualisasikannya. Dikarenakan kesulitan yang
dialami siswa adalah mengkonkretkan dan menafsirkan konsep, berbagai elemen
visual, auditori, dan lainnya harus digunakan agar interaksi guru dan siswa yang
intensif, sehingga siswa akan mencapai hasil belajar yang efektif. Adanya media
yang bervariasi dapat menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar terutama di
kelas. Multimedia dalam pembelajaran juga menunjang kualitas proses belajar
mengajar serta dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan
menyenangkan.
(Lisnawati, 2021 ; Pirani, & Hussain, 2019 ; Lauc, Jagodic & Bistrovic, 2020 ;
Septiani & Rejekiningsih, 2020 ; Anantyarta & Sholihah 2020).
2.1.3 Karakteristik Multimedia

10
Karakteristik dari multimedia antara lain yaitu :
1) Memberikan kesempatan dan juga ruang untuk setiap individu,
2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan kecepatan
dalam belajar mereka,
3) Menyediakan strategi kognitif dalam pembelajaran
4) Menyediakan transfer dalam dua cara yakni siswa dapat menggunakan
informasi dalam aplikasi nyata dan memberikan ruang agar siswa dapat
berpartisipasi aktif dalam pelajaran,
5) Meningkatkan motivasi dan juga minat siswa dalam belajar,
6) Memberi kesempatan untuk siswa dalam pemecahan masalah dan
keterampilan membuat keputusan,
7) Meningkatkan kemampuan siswa untuk fokus pada pembelajaran. (Ariani &
Festiyed, 2019 ; Prayogi, Utaya & Sumarmi, 2019).
Adapun beberapa karakteristik multimedia adalah. Pertama, memiliki
lebih dari satu unsur dalam sebuah media contohnya memiliki unsur visual dan
audio. Kedua, yaitu interaktif, dalam artian memiliki kemampuan untuk
menunjang respon pengguna. Ketiga, mandiri, yakni memberikan keleluasaan
mapun kemudahan dalam isi agar pengguna bisa menggunakan tanpa adanya
bantuan dari orang lain. Keempat, bersifat sistematik atau berurutan. Kelima,
menarik dan jelas dalam arti penggunaan bahasa yang lugas dan penggunaan
ilustrasi yang jelas. Keenam, praktis. Ketujuh, dapat disebarluaskan.(Ngazizah,
Saputri, Prahastiwi, Maulannisa, & Safitri, 2021; Ade, 2018; Ilmiani, Ahmadi,
Rahman & Rahmah, 2020).
Dapat disimpulkan bahwa multimedia harus memiliki beberapa kompenen
antara lain grafik, teks, video dan animasi yang tentunya berada dalam kontrol
pengguna sehingga multimedia memberikan kesempatan dan ruang kepada siswa
untuk belajar sesuai dengan tingkat kognitif mereka dan bisa menyesuaikan
dengan gaya belajar mereka. Pengetahuan, sikap, dan pengetahuan merupakan
bentuk integrasi dari pembelajaran di abad 21 ini. Sebagai sumber dari media
pembelajaran multimedia juga dapat menuntun siswa dalam memahami sebuah
konsep.
2.1.4 Jenis-jenis Multimedia

11
Multimedia merupakan pemanfaatan dari komputer untuk menggabungkan
atau membuat grafik, teks, animasi, audio dengan menghubungkannya melalui
link atau tool yang memungkinkan pengguna atau user berkreasi, berinteraksi dan
berkomunikasi. Adapun jenis-jenis dari multimedia menurut Aminah (2018) yaitu:
1) Multimedia interaktif. Yakni pengguna maupun user memiliki kontrol penuh
dalam elemen multimedia yang dikirimkan atau ditampilkan. Contoh: Aplikasi
program, Cd interaktif, game dll.
2) Multimedia hiperaktif. Memiliki struktur mengenai elemen yang terkait dan
diarahkan oleh pengguna melalui link atau tautan Contoh: world wide web, web
site, mobile banking, game online dll.
3) Multimedia linear. Merupakan multimedia yang berjalan lurus . jenis
multimedia dapat kita lihat pada semua jenis tutorial video, film dll.
4) Multimedia presentasi pembelajaran. Multimedia jenis ini merupakan alat
bantu guru dalam proses pembelajaran di dalam kelas namun tidak mengganti
peran guru secara utuh. Contohnya Microsoft Power Point.
5) Hypermedia Dokumen. Jenis ini terdiri dari audio, teks maupun informasi
visual dan disimpan kedalam komputer contohnya adalah dengan pembelajaran
menggunakan link pada sebuah web.
Adapun komponen penyusun dari multimedia yang mempunyai peran dan
fungsinya masing-masing yakni sebagai berikut.
1) Teks
Teks merupakan kombinasi dari huruf yang membentuk sebuah kata maupun
kalimat yang menjabarkan suatu maksud ataupun materi pembelajaran agar
mudah dipahami oleh pembacanya. Dalam multimedia penggunaan teks harus
memperhatikan ukuran huruf, penggunaan jenis huruf maupun style dari huruf
(warna, bold, italic).
2) Grafik
Grafik memiliki peran penting dalam multimedia. Grafik disini dapat diartikan
sebagai gambar (picture, image, drawing). Yang merupakan sarana untuk dapat
menyajikan informasi, dikarenakan pengguna berorientasi pada gambar yang
berbentuk visual (visual oriented).
3) Gambar

12
Gambar adalah penyampaian informasi yang berbentuk visual. Gambar sering
digunakan dalam isi/penyampaian multimedia dikarenakan gambar dapat
mengurangi kebosanan dan juga lebih menarik perhatian.
4) Video
Video adalah sebuah media atau alat yang menunjukkan simulasi benda nyata.
Video dalam multimedia dipergunakan untuk mengilustrasikan suatu kegiatan.
5) Animasi
Animasi merupakan tampilan yang menggabungkan . antara grafik, teks dan suara
yang membentuk aktivitas pergerakan.
6) Audio
Audio merupakan berbagai macam bunyi dalam bentuk digital yakni musik, suara
narasi dll yang digunakan untuk keperluan latar suara yang sudah dirancang.
Lebih dari itu, audio bisa dipergunakan untuk meningkatkan daya ingat seseorang
yang memiliki keterbatasan dalam visual.
7) Interaktivitas
Interaktivitas merupakan elemen penting dari multimedia. Interaktivitas
memanfaatkan kemampuan computer dengan sepenuhnya . interaktivitas ini bisa
berupa simulasi, navigasi, permainan maupun Latihan (Devega, 2020).
Dari beberapa pendapat diatas, multimedia memiliki tujuh komponen yang
penting dan saling berkaitan. Komponen tersebut yakni berupa grafik, teks,
gambar, video, audio, animasi dan interaktivitas yang bisa memudahkan
penyampaian pesan atau materi terhadap penerima. Multimedia memiliki
beberapa kombinasi dari berbagai media dan memberi timbal balik bagi user atau
pengguna untuk dapat melakukan berbagai kegiatan dalam sebuah pembelajaran
(Raudia, Pebriyenni, & Ade, 2021 ; Rafmana & Chotimah, 2018 ; Ilmiani,
Ahmadi, Rahman & Rahmah 2020 ). 
2.1.5 Pengembangan Multimedia Dalam Pembelajaran
Berkembangnya teknologi sangat berdampak kepada pemanfaatan
berbagai macam jenis media. Media merupakan perangkat ataupun sarana yang
menjadi perantara dalam berkomunikasi antara penerima pesan atau penyampai
pesan. Di dalam pembelajaran beberapa materi yang bersifat abstrak memerlukan
media dalam belajar untuk menjembatani pemahaman dari siswa. Multimedia

13
adalah integrasi dua atau lebih format media yang digabungkan seperti teks,
gambar, grafik, suara, animasi, dan video untuk memasukkan informasi ke dalam
sistem komputer. Integrasi ini secara keseluruhan menampilkan informasi, pesan,
atau isi pelajaran. Melalui gabungan media tersebut, kegiatan pembelajaran
menjadi lebih interaktif dan mencerminkan pengalaman hidup sehari-hari (
Faghfouri & Mohammadi, 2022 ; Anas, Soepriyanto & Susilaningsih, 2018 ;
Diyana, Supriana & Kusairi, 2019 ).
Multimedia dalam pembelajaran yakni siswa bisa belajar dari kata-kata
dan gambar daripada dari kata-kata saja. Materi dalam pembelajaran akan mudah
dipahami oleh siswa jika disampaikan dengan kata-kata yang didukung dengan
adanya gambar ataupun sebaliknya. Menambahkan gambar dan kata-kata pada
pembelajaran siswa maupun sebaliknya dapat meningkatkan efektifitas belajar
dari siswa. Kata-kata penjelasan dengan dukungan gambar akan lebih mudah
dipahami oleh siswa dan juga dapat  meningkatkan pemahaman siswa apabila
dipasangkan dengan informasi yang relevan, baik di dalam dunia dunia nyata atau
yang dibayangkan memori informasi visual. (Yunita, Praherdhiono & Adi, 2019 ;
Simarmata, Romindo, Suryani, Harlina, Prasetio, Saputra & Nur, 2022).
Siswa mendapatkan kesempatan untuk membangun pemahaman secara
verbal dan visual sekaligus. Ketika media pembelajaran hanya menggunakan kata-
kata, siswa mendapatkan kesempatan untuk membangun pemahaman verbal tetapi
kurang dalam membangun pemahaman visual, serta tidak mendapatkan
kesempatan dalam membuat hubungan antara pemahaman verbal dan visual.
Penerapan gambar bisa digunakan untuk mendukung penjelasan tertulis tentang
sebuah konsep. Juga bisa sebaliknya, sebuah gambar yang menjelaskan konsep,
akan lebih mudah dan cepat dicerna ketika disertai dukungan teks verbal (Rusli,
Anam & Putri, 2019).
2.2 Konsep Augmented Reality
Augmented Reality merupakan sebuah teknologi yang memungkinkan
para user atau penggunanya untuk melihat dunia nyata dengan benda maya
(Virtual Object) yang dimasukan secara real time. Penggunaan AR sebagai media
dalam belajar mampu membantu peserta didik untuk memahami konsep dan teori,
sehingga menstimulasi siswa berfikir secara konseptual, meningkatkan

14
representasi maupun persepsi. Hal tersebut dapat menciptakan suasana dalam
belajar yang lebih menyenangkan sehingga dapat meningkatkan minat siswa
dalam belajar (Sari & Adrian, 2020 ; Aryani, Akhlis & Subali, 2019).
2.2.1 Hakikat Augmented Reality
Teknologi Augmented reality (AR), dikembangkan pada tahun 1960-an,
terinspirasi oleh karya Ivan Sutherland dan murid-muridnya di universitas
Harvard dan Utah tentang grafik komputer, muncul sepenuhnya pada tahun
1970-an. Meskipun secara resmi pertama kali digunakan oleh Angkatan Udara
Amerika Serikat dan NASA, teknologi ini menyebar luas setelah tahun 1990-an
dan menjangkau massa yang lebih luas. AR merupakan teknologi berbasis
virtualitas yang memungkinkan kita untuk berinteraksi dengan dunia nyata
secara real time. AR adalah teknologi yang memungkinkan pengguna atau user
untuk melihat dunia nyata dengan menggabungkan elemen nyata dengan
virtual. Dengan kata lain, AR merupakan aplikasi virtual dimana pengguna
berinteraksi dengan objek virtual sambil berinteraksi dengan dunia nyata tanpa
mempengaruhi dunia nyata. Yakni menciptakan lingkungan yang interaktif
antara dunia maya dan dunia nyata yang dapat mengakomodasi karakteristik
kedua lingkungan tersebut. AR memperkaya realitas yang ada dengan objek
virtual yang menambah lingkungan nyata dan menjadikannya lebih dinamis.
(İmamoğlu, Erbaş, & Dikmen, 2022 ; Omurtak & ZEYBEK, 2022 ; ).
Augmented Reality merupakan pengembangan objek nyata, yang didukung
oleh aplikasi, langsung atau tidak langsung, dengan input seperti audio, video,
grafik, yang diintegrasikan ke dalam dunia nyata secara real time. AR juga dapat
memberikan visualisasi pada user maupun pengguna agar gabungan dunia nyata
dan dunia virtual yang dapat terlihat pada tempat yang sama. Teknologi ini
memiliki kelebihan diantaranya lebih interaktif, efektif dalam penggunaannya.
Pengoperasian yang mudah serta pengembanganya yang terjangkau augmented
reality memiliki kelebihan dalam interaksi manusia dengan komputer melalui
tampilan objek yang menarik , interaktif dan menyerupai benda nyata serta
berbentuk 3 dimensi sehingga dapat terlihat lebih jelas dan bisa dilakukann secara
real time. Gabungan antara virtual dan objek nyata ini bisa terjadi atas dukungan
dari teknologi yang tepat sementara itu interaksi yang dilakukan dapat terjadi

15
dengan menggunakan perangkat tertentu (Fernando, Ahmad, Azmi, & Borman,
2021 ; Mubaraq, Kurniawan & Saleh, 2018).
Augmented reality adalah variasi dari Virtual Environments (VE), atau
dengan kata lain dikenal sebagai Virtual Reality (VR). Teknologi augmented
reality sangat cepat sekali berkembang, di Indonesia sendiri telah banyak aplikasi
yang menggunakan teknologi dari AR ini. Augmented reality merupakan teknologi
yang menjanjikan bagi pengembang ataupun penggunanya dan semakin populer.
Dalam studi penelitian yang terbit pada 2013 akhir telah memperkirakan pasar AR
di masa depan. Juniper Research menaksir bahwa jumlah pengguna AR seluler di
dunia akan terus bertambah hingga 200 juta pada tahun 2018, AR sudah membuat
kemajuan besar di smartphone, dan lebih lanjut juniper research
memperhitungkan pada tahun 2012 bahwa 2,5 miliar aplikasi AR seluler akan
diunduh ke smartphone dan akan naik setiap tahunnya. (Wenthe, Pranatawijaya &
AAP, 2021).
AR merupakan teknologi yang tidak asing bagi kita. Majunya teknologi
ditambah dengan perkembangan perangkat lunak dan perangkat keras yang
harganya terjangkau telah membuat AR lebih layak dan diminati di banyak
dimensi, termasuk di dalam dunia pendidikan (Ahdan, Priandika, Andhika, &
Amalia, 2020 ; Suciliyana, 2020).
2.2.2 Keunggulan Augmented Reality
AR memiliki beberapa keunggulan dibandingkan virtual reality. Salah satu
kelebihannya adalah pengguna AR dapat berinteraksi secara bersamaan dengan
objek virtual di lingkungan nyata. Yang kedua adalah AR mendorong siswa untuk
berpartisipasi aktif dalam membentuk basis pengetahuan mereka sendiri dan
memberi mereka kesempatan untuk interaksi yang konkret. Augmented Reality
memiliki potensi untuk menarik, menginspirasi, dan memotivasi siswa untuk
mengeksplorasi dan mengontrol mereka dari perspektif berbeda yang sebelumnya
tidak dipertimbangkan dalam dunia pendidikan (Hendriyani, Effendi Novaliendry,
& Effendi, 2019 ; Sirakaya, & Cakmak, 2018 ).
Secara umum, augmented reality dapat digunakan sebagai pendukung
lingkungan dunia nyata yang selaras dengan objek virtual dalam proses melihat
lingkungan dunia nyata dengan perangkat teknologi yang berbeda. Ada tiga fitur

16
dasar yang harus ada dalam teknologi augmented reality yakni menggabungkan
benda maya dan dunia nyata, menghadirkan benda maya dan dunia nyata secara
bersamaan dan menggunakan tiga dimensi. Teknologi augmented reality dapat
menarik kelima indra manusia karena mencakup elemen audio, visual, dan video
yang dibuat secara digital. Namun, ketika studi yang dilakukan saat ini diperiksa,
dapat dipahami bahwa aplikasi tersebut lebih fokus pada persepsi visual. (Turhan,
Metin & Çevik, 2022).

Augmented reality (AR) adalah sebagai media pengantar mampu


menjembatani ide antara komputer dan manusia. AR atau realitas tertambah
merupakan sebuah inovasi dan computer graphic yang bisa menyajikan
visualisasi dan animasi dari sebuah model atau desain objek yang
menggambarkan dunia maya 2D maupun 3D kedalam dunia nyata. (Fakhrudin,
Yamtinah & Riyadi, 2017).
2.2.3 Cara Kerja Augmented Reality
Augmented Reality atau realitas tambahan merupakan teknik yang
menggabungkan benda maya 3 dimensi atau 2 dimensi ke dalam ruang lingkup,
lalu memproyeksikan benda maya tersebut dalam waktu nyata atau real time.
Augmented reality bisa menambahkan informasi tertentu dalam dunia maya dan
menampilkan informasi tersebut ke dalam dunia nyata dengan bantuan
perlengkapan seperti webcam, , smartphone maupuun komputer. Pengguna atau
user di dalam dunia nyata tidak dapat melihat objek maya tersebut secara
langsung, melainkan untuk mengidentifikasi objek diperlukan perantara berupa
komputer dan kamera yang nantinya akan menambahkan objek maya tersebut ke
dalam dunia nyata. Metode yang sudah dikembangkan pada augmented reality
saat ini terdiri dari dua metode yakni Markerless Augmented Reality dan Marker
Based Tracking. Marker Based Tracking adalah metode yang memerlukan
penanda yang umumnya berupa gambar hitam putih atau barcode. Sedangkan
markerless augmented reality adalah metode yang dimana pengguna tidak perlu
lagi menggunakan penanda atau gambar untuk menampilkan objek maya tersebut
secara langsung. (Mauludin, Sukamto & Muhardi, 2017).
Augmented Reality adalah variasi dari virtual reality (VR), di mana VR
tersebut membawa pengguna tergabung dalam sebuah lingkungan virtual. Ketika

17
pengguna bergabung dalam lingkungan virtual pengguna tidak bisa melihat
lingkungan nyata di sekitarnya. Berbeda dengan AR, memungkinkan pengguna
dapat melihat dunia nyata dan dunia virtual secara bersamaan. Pada Augmented
Reality ada tiga karakteristik yang menjadi dasar atas sistem tersebut, yakni
adalah, interaksi yang berjalan secara realtime, kombinasi pada dunia nyata dan
virtual dan karakteristik yang terakhir adalah bentuk objek yang berupa model 3
dimensi atau 2 dimensi (Ahmadi, Adler & Ginting, 2017).
Dari pendapat diatas dapat sisimpulkan cara kerja augmented reality
adalah sebagai berikut kamera smartphone yang telah dikalibrasi akan mendeteksi
marker yang berada di dalam modul. Setelah pola marker ditandai atau dikenali,
aplikasi AR pada smartphone akan melakukan perhitungan apakah marker sesuai
dengan database yang dimiliki. Jika tidak sesuai, maka video tidak muncul karena
tidak menemukan informasi yang sesuai dengan marker, tetapi jika sesuai, maka
informasi marker diolah sehingga video akan muncul.
2.2.4 Dasar-dasar pengembangan Augmented Reality
Perkembangan augmented reality di sudah banyak membantu manusia
dalam memenuhi kebutuhan sehari hari. Maka dari itu AR ini memiliki beberapa
pengembangan di dalamnya, diantaranya. Navigasi Telepon Genggam.
maraknyanya penggunaan gawai pada saat ini ikut serta menggeser penggunaan
berbagai peralatan analog yang sebelumnya sudah ramai digunakan. Saat ini
sudah sangat mudah dan praktis, hampir semua peralatan yang sebelumnya kita
harus membawa satu persatu, sekarang sudah berubah dalam bentuk satu
genggaman taangan yakni gawai. Berbagai aplikasi ini mendukung dalam
kehidupan sehari-hari. Terdapat tiga sistem operasi smartphone yang mendukung
terhadap teknologi augmented reality. Kamera pada gawai digunakan sebagai
sumber aliran data visual, yang dikombinasikan dengan sensor lain dan aplikasi
yang digunakan pada gawai.(Musthofa, 2019).
Perkembangan AR dalam kedokteran. AR biasa digunakan untuk
melakukan simulasi operasi, untuk memberi gambaran visual organ dalam
manusia, untuk melakukan pelatihan kepada dokter sebelum melakukan
pembedahan yang sesungguhnya dilakukan. Obyek maya dapat juga dapat

18
mengidentifikasi organ dalam tubuh dan lokasi tepatnya untuk menghindari
kesalahan. (Mulyani, S, Diqi & Jodi, 2022).
Augmented reality dalam industry hiburan sudah banyak digunakan
contohnya. Dalam sebuah siaran berita, teknologi ini paling banyak digunakan.
Presenter yang berada di studio berdiri didepan layar berwarna hijau atau biru.
Pencitraan yang asli digabungkan dengan peta buatan komputer menggunakan
teknik chroma-keying atau sering disebut dengan green screen. Presenter seakan-
akan berinteraksi dengan obyek virtual, seperti siaran cuaca. Peta cuaca yang terus
berubah disekitar presenter. Dengan menggunakan augmented reality, iklan dapat
ditampilkan di acara pertandingan sepak bola maupun dalam pertandingan bulu
tangkis di tengah lapangan, dengan syarat tidak ada pemain yang menggunakan
kostum berwarna hijau atau biru, karena akan terutup oleh iklan yang dimasukkan
(Sintaro, Surahman & Khairandi, 2020).
2.2.5 Augmented reality dalam pembelajaran
Tekologi augmented reality bisa menjembatani antara media pembelajaran
yang konkret dan digital (Zünd, 2017). Teknologi AR menggunakan marker yang
bisa dimanipulasi secara fisik oleh peserta didik dan objek maya yang terdapat di
layar bisa dimanipulasi. Dengan adanya media dalam pembelajaran yang dapat
dimanipulasi maka siswa dapat lebih mengeksplor objek yang dimunculkan tanpa
perlu membawa media pembelajaran konkret berukuran besar. (Gunawan, 2020).
Penggunaan teknologi AR sebagai media pembelajaran memiliki banyak
kelebihan antara lain:
1. interaktif dalam pembelajaran,
2. penggunaanya efektif,
3. bisa diimplementasikan secara luas menggunakan berbagai media
4. modeling obyek yang sederhana
5. pembuatan yang terjangkau,
6. dapat dioperasikan dengan mudah.
Augmented reality dinilai lebih efektif karena dalam media pembelajaran
yang menggunakan dikarenakan guru tidak perlu lagi membawa media
pembelajaran yang berukuran besar, guru hanya membawa marker saja ke dalam
kelas untuk kemudian marker tersebut akan dibaca melalui kamera pada

19
smartphone yang kemudian bentuk 3 dimensi objek ditampilkan sesuai bangun
ruang yang diinginkan. (Aditama, Adnyana & Ariningsih, 2019 ; Mustaqim,
2017).
2.3 Konsep Pembelajaran PKn
Pembelajaran PKn memiliki peran penting bagi siswa. PKn menjadi titik
awal peserta didik dalam mempelajari nilai panutan hidup berbangsa yang lebih
eksplisit untuk diimplementasikan dalam kehidupannya sehari-hari dan juga dapat
menjadi pemersatu Indonesia, maka diperlukan pemahaman konsep dari sebuah
nilai pedoman berbangsa. Pemahaman mengenai PKn dalam kehidupan modern
saat ini sangat diperlukan bagi seorang siswa. Untuk meningkatkan pemahaman
konsep siswa maka diperlukan sebuah strategi pembelajaran yang tepat.
(Kristanto, 2019).
2.3.1 Hakikat Pembelajaran PKN
Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah yakni mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak
dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil,
dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. (Japar,
Fadhillah, & HP, 2019). 
Dikaji secara historis-kurikuler mata pelajaran PKn sudah mengalami
beberapa perubahan dalam pemikiran dan praksis. Sejak lahirnya kurikulum tahun
1946 pada awal kemerdekaan sampai dengan era reformasi saat ini. Dalam
kurikulum 1946, kurikulum 1957, dan kurikulum 1961 tidak dikenal adanya mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Dalam kurikulum 1946 dan 1957 materi
tersebut dikemas dalam mata pelajaran pengetahuan umum di Sekolah Dasar atau
tata negara di SMA dan SMP. Baru dalam kurikulum Sekolah Dasar tahun 1968
dikenal sebagai mata pelajaran Pendidikan Kewarga Negara (PKN). Dalam
kurikulum Sekolah Dasar 1968 Pendidikan Kewarga Negara ini mencakup
Geografi, sejarah Indonesia dan Civis yang dikenal sebagai pengetahuan kewarga
negara. Istilah kewarganegara merupakan terjemahan dari “Civis” merupakan

20
mata pelajaran sosial yang bertujuan mengembangkan dan membina peserta didik
agar menjadi warga negara yang baik (Repi, 2021). 
Hakikatnya Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan hasil
penggabungan dari citizenship, civic education dan democracy education dengan
berlandaskan kepada filsafat pancasila yang mengandung Identitas Nasional
bangsa Indonesia serta berisi materi tentang bela negara. Dengan hakikat
Pendidikan Kewarganegaraan Indonesia yang berbasis pancasila tersebut, maka
dapat dirumuskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia merupakan
Pendidikan Kebangsaan dan Kewarganegaraan yang berhadapan dengan
keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, demokrasi, HAM, dan cita-cita
untuk mewujudkan masyarakat madani (Ulfah,Hidayah & Trihastuti, 2021).
Pendidikan Kewernegaraan di sekolah dasar adalah sebagai program
Pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai pancasila untuk mengembangkan dan
melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa yang
diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam
kehidupan sehari hari. Pelajaran yang dalam pembentukan diri yang beragam dari
segi agama, sosial, budaya, bahasa, usia, dan suku bangsa yang memfokuskan
pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-
hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas,
terampil, dan berkarakter seperti yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD
1945. (Magdalena, Haq & Ramdhan, 2020).
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di sekolah dasar ditujukan untuk
menumbuhkan rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan, serta
membentuk pribadi bangsa sesuai dengan falsafah, ideologi, pandangan hidup dan
dasar negara yakni Pancasila. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata
pelajaran yang berfungsi sebagai Pendidikan nilai dan moral,
menginternalisasikan dan mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila atau budaya
bangsa sehingga dapat membentuk moral siswa yang sesuai dengan nilai falsafah
hidupnya (Parawangsa, Dewi & Furnamasari, 2021).
Pendidikan kewarganegaraan merupakan sebuah bentuk dari sebuah
pendidikan untuk generasi bangsa yang bertujuan untuk menjadikan warga negara
yang berpikir tajam dan sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan

21
bermasyarakat dan bernegara, juga bertujuan untuk membangun kesiapan seluruh
warga negara agar menjadi warga dunia yang cerdas. Sehingga dengan hak dan
kewajiban yang sama setiap warga Indonesia tanpa harus dikomando atau
diperintah harus ikut berperan aktif dalam melaksanakan bela negara.
(Nurmalisa,Mentari & Rohman, 2020).
Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengingatkan hal
yang di kerjakan sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa dan tidak melenceng
dari apa yang diharapkan. Karena di nilai penting pendidikan ini sudah di terapkan
sejak usia dini di setiap jenjang pendidikan mulai dari paling dini hingga pada
perguruan tinggi agar menghasilkan penerus-penerus bangsa yang berompeten
dan setiap berbangsa dan bernegara. (Hidayah, 2021).
Dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan
bekal untuk siswa yang mencakup kemampuan dasar dan pengetahuan mengenai
hubungan warga negara Indonesia dengan sesama warga negara. Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan bagian ilmu pengetahuan yang memiliki landasan
filsafat baik epistimologi, ontology dan aksiologi (Hastangka & Prasetyo, 2021).
2.3.2 Orientasi Pembelajaran PKN
Pendidikan kewarganegaraan ditujukan untuk membentuk siswa menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam konteks
pendidikan nasional pendidikan kewarganegaraan dijadikan sebagai instrumen
maupun wadah untuk menwujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu
perkembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, berilmu,
sehat, kreatif, cakap, demokratis, mandiri serta bertanggung jawab (Rahmad,
2021).
Orientasi pendidikan kewarganegaraan (PKn) pada dasarnya yakni
menjadikan warga negara yang baik, cerdas dan mampu mendukung
keberlangsungan negara dan juga bangsa. Konsep warga negara baik dan cerdas
tentunya tergantung pada pandangan hidup dan sistem politik negara yang
bersangkutan. (Nurmalisa, Mentari & Rohman, 2020 ; Sari, 2021).
Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu program pendidikan
yang berusaha mengkolaborasikan unsur-unsur substantif dari komponen civic
education dengan model pembelajaran yang humanis, demokratif dan interaktif

22
dalam lingkungan yang demokratis. Unsur substantif dalam civic education
tersebut terangkum dalam tiga komponen inti yang berkaitan dalam pendidikan
kewarganegaraan (PKn) yakni: demokrasi, ham, dan masyarakat madani. Dengan
kata lain, pendidikan kewarganegaraan (civic education) adalah suatu program
pendidikan yang berusaha menggabungkan unsur-unsur substantif dari komponen
civic education diatas melalui model pembelajaran yang demokratis, interaktif,
dan humanis kedalam lingkungan yang demokratis. Unsur-unsur substantif civic
education tersebut dirangkum dalam tiga komponen inti yang berkaitan dalam
pendidikan kewarganegaraan yakni: ham, demokrasi dan masyarakat madani.
Pendidikan kewarganegaraan mengembangkan paradigma demokratis yakni
orientasi yang menekankan pada upaya pemberdayaan siswa sebagai warga
negara indonesia secara demokratis. Paradigma demokratis dalam pendidikan
menempatkan peserta didik sebagai subyek aktif, pendidik sebagai mitra peserta
didik dalam proses pembelajaran.sedangkan tujuan dari paradigma demokrasi ini
adalah sebagai upaya pembelajaran yang diarahkan agar peserta didik tidak hanya
mengetahuai sesuatu melainkan dapat belajar untuk menjadi manusia yang
bertanggung jawab sebagai individu dan makhluk sosial serta belajar untuk
melakukan sesuatu yang didasari oleh pengetahuan yang memilikinya (Gumala,
2021).
2.3.3 Tujuan Pembelajaran PKN
Tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan diatur dalam Permendiknas
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Tujuannya adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut:
a. Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas
dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti-korupsi.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-
bangsa lain.

23
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi. (Suryati, 2021).
Tujuan dari negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar
setiap warga negara menjadi warga negara yang baik, yaitu warga negara yang
memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik emosional, intelektial, sosial
ataupun spiritual yang memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics
responsibility), dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Setelah
menelaah pemahaman dari tujuan Pendidikan Kewarganegaraan, maka dapat di
simpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan berorientasi pada penanaman
konsep Kenegaraan dan juga bersifat implementatif dalam kehidupan sehari – hari
(Sukmayadi & Suyitno, 2020 ; Wandini, Sipahutar, Rahmawati, Diah & Harpani,
2022).
Sedangkan menurut (Djuwita, 2021).tujuan pendidikan Kewarganegaraan
adalah dengan partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan
politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar
demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan
penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan
dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi
yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui
pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan
kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung
berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat.
Dari tujuan yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, diketahui bahwa
tujuan Pendidikan Kewarganegaraan memuat beberapa hal yang memuat nilainilai
karakter. Untuk mencapai tujuan tersebut Pendidikan Kewarganegaraan memiliki
komponen-komponen yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge),
keterampilan kewarganegaraan (civic skill), dan karakter kewarganegaraan (civic
disposition) yang masing-masing memiliki unsur. Pendidikan Kewaranegaran
dapat diartikan sebagai mata pelajaran yang fokus pada pembentukan warga
negara yang memiliki keterampilan intelektual, ketrampilan berpartisipasi dalam

24
setiap kegiatan kewarganegaraan dan memiliki karakter kewarganegaraan yang
kuat sehingga menjadikan warga negara yang cerdas dan berkarakter.
2.3.4 Karakteristik Pembelajaran PKN
PKn memiliki karakteristik tersendiri. Visi mata pelajaran PKn yaitu:
“Mewujudkan proses pendidikan integral di sekolah untuk mengembangkan
kemampuan dan kepribadian warga negara yang cerdas, berpartisipasi dan
bertanggung jawab yang pada gilirannya akan menjadi landasan untuk
berkembangnya masyarakat Indonesia yang demokratis.” (Lusiana, 2020). 
Berdasarkan visi mata pelajaran PKn di atas, maka dapat dikembangkan
misi PKn sebagai berikut: (1) Mengembangkan kerangka berpikir baru yang dapat
dijadikan landasan yang rasional untuk menyusun PKn sebagai pendidikan
intelektual ke arah pembentukan warga negara yang demokratis. (2) Menyusun
substansi PKn baru sebagai pendidikan demokrasi yang berlandaskan pada latar
belakang sosial budaya serta dalam konteks politik, kenegaraan dan landasan
konstitusi yang dituangkan dalam pilar-pilar demokrasi Indonesia. (Anggraeni,
2019).
Hal ini berkaitan dengan karakteristik PKn dengan paradigma baru, yaitu
PKn merupakan bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan
diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di Indonesia
yang dapat dilaksanakan melalui: (1) Civic intellegence, yaitu kecerdasan dasar
dan daya nalar warga negara yang baik dalam dimensi spiritual, rasional dan
emosional. (2) Civic responsibility, yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban
sebagai warga negara yang bertanggung jawab. (3) Civic partisipation, yaitu
kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung jawab, baik secara
individual maupun sosial sebagai pemimpin hari depan (Minawati, Suryana, &
Elan, 2019).
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menuntut lahirnya warga
negara dan warga masyarakat yang Pancasila, yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa yang mengetahui hak dan kewajibannya, menyadari
pentingnya melaksanakan kewajiban-kewajibannya yang didasari oleh ksadaran
dan tanggungjawabnya sebagai warga negara, tidak mencemari air dan tidak
merusak lingkungan. Hal tersebut berhubungan dengan landasan konsep yang

25
mendasari Pendidikan Kewarganegaraan yaitu manusia sebagai makhluk ciptaan
Tuhan dan insan sosial politik yang terorganisasi dengan tujuan agar manusia
Indonesia memiliki kemauan dan kemampuan untuk: a. Sadar dan patuh terhadap
hukum (melek hukum) b. Sadar dan bertanggung jawab dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara (melek politik) c. Memahami dan berpartisipasi dalam
pembangunan nasional d. Cinta bangsa dan tanah air. (Pamujo & Romadhoni,
2022 ; Septiana, Azmi, Kharimah & Syamsuri, 2020).
2.3.5 Prinsip-prinsip Pembelajaran PKn
Secara metodologis, Pendidikan Kewarganegaraan sebagai suatu ilmu
merupakan pengembangan salah satu dari lima tradisi Social Studies yakni
transmisi kewarganegaraan. Saat ini tradisi itu sudah berkembang pesat menjadi
suatu struktur keilmuan yang dikenal sebagai citizenship education, yang
memiliki paradigma sistemik di dalamnya terdapat tiga domain yakni, domain
akademis, domain kurikuler, dan domain sosial kultural (Ukiyatiningsih, 2018;
Zuriah & Sunaryo, 2022).
Pancasila sebagai prinsip utama dalam pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan erat kaitannya dengan proses belajar. Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan menyatakan
bahwa belajar merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam arti sempit pembelajaran
merupakan suatu proses atau cara yang dilakukan agar seseorang dapat melakukan
kegiatan belajar. Sedangkan pembelajaran dalam arti luas mengandung makna
kegiatan yang sistematis, bersifat interaktif dan komunikatif antara pendidik dan
peserta didik untuk mencapai kompetensi tertentu (Hafidhoh, 2021).
Secara umum Prinsip pendidikan kewarganegaraan adalah terbentuknya
warga negara yang baik (good citizen) yang tentu saja berbeda menurut konteks
negara yang bersangkutan. Untuk itu padaproses pembelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan mengusung konsep transfer nilai-nilai Pancasila
ke dalam struktur keilmuannya yang hendak diberikan kepada peserta didik. Oleh

26
karenanya terdapat tiga ihwal penting yang perlu senantiasa diingat (Kalidjernih
& Winarno, 2019 ; Susdarwono, 2022).
2.3.6 Implementasi Pancasila dalam Pembelajaran PKn
Tujuan dari pendidikan kewarganegaraan. Yakni disiplin ilmu yang
digunakan sebagai alat dalam memelihara serta mengembangkan nilai-nilai luhur
dan moral yang mengakar dalam budaya bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur dan
moral tersebut diharapkan dapat tercermin dalam kehidupan sehari-hari siswa,
baik sebagai individu ataupun dalam bermasyarakat. (Kartini & Dewi, 2021).
Penerapan nilai Pancasila pada proses pembelajaran dalam pendidikan
sangat penting dikarenakan pendidikan nasional pada dasarnya berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter peradaban bangsa yang
bermanfaat guna mencerdaskan kehidupan bangsa, yang menjadikan potensi dari
anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, sehat, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, cakap dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 UndangUndang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Diharapkan dengan
penerapan nilai-nilai Pancasila, maka akan membentuk manusia yang berkarakter,
berpengetahuan, dan berpendidikan (Kurniawaty, 2022 ; Herti, Lubis &
Lisdayanti, 2022).
Nilai yang terkandung di dalam Pancasila mencerminkan kehidupan dari
bangsa Indonesia yang selalu menjadi bagian tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
bangsa Indonesia. Penerapan nilai-nilai luhur Pancasila bisa dimulai dari hal-hal
yang sederhana dan lingkungan yang kecil. Dengan demikian, kita dapat
membiasakan diri mengimplementasikan nilai luhur Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari, seperti di lingkungan sekolah, lingkungan rumah, lingkungan
masyarakat, serta lingkungan bernegara dan berbangsa. (Zuriah, & Sunaryo,
2022)
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila harus dipertahankan
dikarenakan merupakan budaya dan karakter bangsa Indonesia, yang menjadi
pembeda dengan bangsa-bangsa lainnya. Untuk mempertahankan eksistensi
Indonesia dalam pembangunan karakter sebagai amanat dari perwujudan
Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan dalam karakter harus melibatkan

27
pengetahuan, perasaan dan perilaku yang baik serta memberikan pemahaman
tentang makna Pancasila sehingga dapat mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia
seperti yang diinginkan (Junindra, Fitri,, Putri, Nasti & Erita, 2021).
Materi Pancasila dalam pembelajaran PKn di sekolah dasar diajarkan
secara bertahap dimulai dari yang sederhana, lalu menjadi lebih mendalam di
kelas lebih tinggi. Jika tidak, pembelajaran Pancasila di kelas dapat menimbulkan
kebosanan dan materi tidak dapat diterima dan diimplementasikan dengan baik
oleh peserta didik. Maka daari itu guru memberikan pengetahuan tentang makna
Pancasila dalam mata pelajaran PKn, namun di luar itu guru harus bisa
menanamkan sikap praktis mengamalkan prinsip Pancasila dalam kegiatan
pembelajaran di kelas. Guru dapat mengembangkan pengamalan prinsip Pancasila
di kelas dengan cara memahami makna Pancasila dan mengembangkannya dalam
kegiatan pembelajaran (Sasmito & Fathoni, 2019)
Dari beberapa pendapat diatas, pancasila sebagai dasar negara, ideologi
nasional, dan pandangan hidup serta sebagai jati diri bangsa Indonesia memiliki
peran yang sangat fundamental untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa
Indonesia. Maka dari itu kita sebagai pendidik harus menanamkan pemahaman
tentang makna dari nilai-nilai Pancasila dengan kreatif dan inovatif agar siswa
dapat memahami serta mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari
dengan baik pula (Sosmiarti, Syamsuardi & Syahputra, 2018).
2.4 Penelitian yang Relevan
Dalam melaksanakan penelitian ini, ada beberapa penelitian yang relevan
untuk dijadikan sebagai acuan serta membantu dalam mencari solusi dalam
mengatasi permasalahan tersebut, diantaranya sebagi berikut:
1. Penelitian pertama oleh Nifta Noor Halimah pada tahun 2021 dengan judul
“Pengembangan Puzzle Berbasis Augmented Reality untuk Penanaman
Nilai Pancasila bagi Siswa Kelas 4 SD IT”, hasil dari penelitian tersebut
Siswa dapat bekerja sama dalam kelompok untuk belajar dan bertanggung
jawab akan keberhasilan belajar. Berdasarkan hasil akhir dari penilaian
oleh siswa saat dilakukan uji coba, maka media Puzzle Puzila memperoleh
skor sebesar 120 dengan rata-rata skor 1 dan masuk dalam kategori
“Baik”. Pada saat mengisi angket respon siswa hanya memberikan

28
tanggapan bahwa media Puzzle Puzila sangat menarik dan menyenangkan
untuk dimainkan. Maka dapat disimpulka bahwa media puzzle berbasis
augmented reality layak untuk dijakdikan media pembelajaran.
2. Penelitian kedua oleh Ade Bayu Septian,Naila Iffah Purwita, Tawarina
Aprella Br Barus, Hetti Hidayati, dan Indra Azimi pada tahun 2018 dengan
judul “Aplikasi Pengenalan Pancasila untuk Anak Sekolah Dasar dengan
Berbasis Multimedia”, hasil dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa
Aplikasi Garudaku dapat dengan mudah dipahami, dan menarik hal ini
dibuktikan dari hasil pengujian usability dengan persentase hasilnya 80%.
3. Penelitian ketiga oleh Emilia Jamillatun Safithri pada tahun 2021 dengan
judul “Pengembangan Media Pembelajaran Augmented Reality Pada Mata
Pelajaran PPKn Di SD” hasil dari penelitian tersebut Pengembangan
augmented reality pada pembelajaran pkn di sekolah dasar sangat diminati
oleh siswa sehingga siswa lebih interaktif dalam pembelajaran.
4. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Miranti Widi Andriani dan Amelia
Ramadani pada tahun 2022 dengan judul “Pengaruh Penggunaan Media
Augmented Reality Berbasis Android Terhadap Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa Kelas Sekolah Dasar”, Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa Penerapan media
Augmented Reality dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa
kelas 5 Sekolah Dasar.
5. Kemudian, Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Arif Nofriyanto ,
Nurhadi , dan Mulyadi pada tahun 2021 dengan judul “Pengenalan Rambu
Lalu Lintas Sebagai Sarana Pembelajaran Interaktif Bagi Siswa Sekolah
Dasar Berbasis Augmented Reality”, hasil dari penelitian media
augmented reality dapan meningkatkan sarana belajar siswa menjadi
interaktif, menarik dan meningkatkan minat siswa dalam bela

29
2.5 Kerangka Berfikir

1. Penelitian pertama oleh Nifta Noor Halimah pada tahun


2021 dengan judul “Pengembangan Puzzle Berbasis
Augmented Reality untuk Penanaman Nilai Pancasila
bagi Siswa Kelas 4 SD IT”

2. Penelitian kedua oleh Ade Bayu Septian,Naila Iffah


Purwita, Tawarina Aprella Br Barus, Hetti Hidayati, dan
Indra Azimi pada tahun 2018 dengan judul “Aplikasi
Pengenalan Pancasila untuk Anak Sekolah Dasar
dengan Berbasis Multimedia”,

3. Penelitian ketiga oleh Emilia Jamillatun Safithri pada


tahun 2021 dengan judul “Pengembangan Media
Pembelajaran Augmented Reality Pada Mata Pelajaran
PPKn Di SD

4. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Miranti Widi


Andriani dan Amelia Ramadani pada tahun 2022
dengan judul “Pengaruh Penggunaan Media Augmented
Reality Berbasis Android Terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa Kelas Sekolah Dasar”

7. Menurunnya pengamalan nilai- 1. Media berbasis augmented


Reality mempunyai daya Tarik
nilai Pancasila
dan juga memotivasi
30 siswa
8. Ketertarikan siswa dalam dalam belajar
penggunaan gawai sehari-hari 2. Media berbasis augmented
9. Kurangnya media dalam reality memanfaatkan
pengenalan pancasila perkembangan teknologi yang
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Penelitian yang digunakan adalah metode Design and Development
(D&D) atau dikenal sebagai penelitian desain dan pengembangan. Seperti yang
diungkapkan Richey dan Klein dalam Sugiyono (2019). Dijelaskan bahwa metode
ini merupakan studi sistematis dari desain, pengembangan dan proses evaluasi
untuk membangun dasar empiris untuk menciptakan metode baru atau yang
disempurnakan untuk pengajaran, produk maupun alat non-pengajaran untuk
mengelola pengembangannya. Menurut Richey dan Klein, D&D adalah studi
sistematis dari desain, pengembangan, dan proses evaluasi untuk mendapatkan
data yang menciptakan produk, alat instruksional dan non-instruksional, dan
metode baru maupun yang lebih baik. (Rahmawati, 2022)

31
Penelitian D&D diketahui sebagai penelitian yang melibatkan
pendekatan kualitatif dalam proses penelitiannya. Penelitian D&D cenderung
lebih bersifat kualitatif daripada kuantitatif karena hasil (outcome) dari
penelitiannya yang mengutamakan produk sebagai variabel utama adalah
mendapatkan pengetahuan dari pengembangan produk yang dihasilkan.
Pendekatan kualitatif dalam hal ini berlaku pada penekanan dari proses
pengembangan produk, sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk
mengkaji dampak yang dihasilkan dari produk yang digunakan. (Nabilah, 2022 ;
Rusdi, 2018). 
Selain itu, penelitian ini proses desain dan pengembangannya dijabarkan
dan melakukan evaluasi pada produk yang sudah dirancang. Penelitian ini berupa
desain dan pengembangan pada produk kependidikan berupa media pembelajaran
berbasis augmented reality. Pengembangan dan desain pada D&D sebagai metode
penelitian tidak hanya berfokus terhadap hasil dari produk yang telah
dikembangkan, akan tetapi produk yang dikembangkan akan ditemukan hasil
penilaiannya.
Atas dasar itu, alasan peneliti memilih metode D&D dalam penelitian ini
yaitu untuk menjadikan penelitian lebih efisien dan efektif sesuai tujuan penelitian
yangdilakukan karena dengan metode D&D peneliti dapat mendesain

32
mengembangkan, serta melakukan evaluasi secara langsung dilapangan. Selain itu, agar
penelitian ini dapat menghasilkan sebuah produk yakni media belajar yang layak untuk
digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan kriteria karena dengan menggunakan
metode D&D produk yang dihasilkan akan melalui proses penilaian para ahli dari
berbagai sudut agar produk yang dihasilkan benar-benar layak dan terbukti
kebenarannya. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya
dalam bidang pendidikan setelah menyelesaikan permasalahan pada pembelajaran.

3.2 Partisipan Penelitian


Proses desain dan pengembangan dalam penelitian mengadopsi Langkah dalam
pengembangan model ADDIE memuat lima tahapan yakni, analyze, design ,
development, implementation , evaluation ( Lestari, 2022 ; Sugiyono, 2018 ).

Gambar 3.1 Tahapan Model ADDIE

Tahap awal model pengembangan ADDIE ialah analisis (Analize). Dalam tahap
ini, yakni melakukan analisis permasalahan mengenai kurangnya penggunaan media

33
pembelajaran terhadap penerapan pembelajaran Pancasila terutama dalam pengenalan
simbol dalam burung garuda serta menganalisis materi yang akan dikembangkan.
Tahap kedua merupakan desain atau perancangan. Dalam tahapan ini,
perancangan dilakukan dengan mendesain augmented reality, pembuatan objek 3D,
penyusunan materi yang mencakup konsep dalam pembelajaran dan media
pembelajaran, penentuan objek 3D yang sesuai untuk ditampilkan dalam aplikasi
Augmented reality yang dibuat. Dengan demikian, pada tahap ini media pembelajaran
akan dihasilkan secara utuh dalam satu produk yang tersususn sesuai dengan kebutuhan
peneliti maupun lapangan penelitian.
Tahapan ketiga pengembangan yaitu pembuatan produk yang telah dirancang.
Perancangan produk terus dikembangkan sampai bisa digunakan atau dipakai, setelah
itu dilakukan uji coba pada proses implementasi, produk yang telah dibuat selanjutnya
akan di uji cobakan. Sebelumnya produk yang sudah dibuat akan melalui penilaian
terlebih dahulu oleh para ahli yaitu ahli bahasa, ahli materi, dan ahli media. Uji validasi
akan dilaksanakan menggunakan lembar instrument berupa skala penilaian yang
diberikan kepada ahli atau validator bersama dengan produk yang sudah dibuat untuk
diuji. Melalui tahapan ini akan diketahui kelayakan produk yang dikembangkan
berdasarkan tinjauan masukan,komentar dan saran dari ahli sehingga memperoleh
penilaian kelayakan produk yang sudah dikembangkan. Setelah validator menguji
kelayakan produk, tahapan terakhir yakni menguji cobakan produk kepada peserta didik
di sekolah dasar.
Tahap akhir model ADDIE merupakan evaluasi. Kegiatan ini dilakukan setelah
uji coba produk dan hasil kritik, pendapat dari ahli seperti ahli media, ahli materi, ahli
bahasa, guru, dan pelaksanaan uji coba pada peserta didik. Setela itu, data digabungkan
di seluruh hasil studi untuk menyempurnakan temuan studi yang telah diselesaikan
sehingga dapat menciptakan produk berupa media pembelajaran yang bisa dibekalkan
kepada guru atau bidang pendidikan lainnya sebagai fasilitas yang dapat digunakan
secara keseluruhan bagi guru dan juga siswa untuk mempermudah pembelajaran.

3.3 Instrumen Penelitian

34
Instrumen data dipakai peneliti untuk memperoleh validasi data mengenai
media pembelajaran augmented Reality ini. Pengumpulan dilakukan dengan
menggunakan pedoman kuisioner/angket pengumpulan data yang dipakai yaitu:
Tabel 3.1 Teknik dan Data
No Data Instrumen Pengumpulan
Data
1. Menganalisis Kebutuhan Guru Telaah Artikel, Studi Literatur
Terhadap Media dalam Jurnal, Buku Dan
Pembelajaran Lain-lain.
2. Validasi Media Pembelajaran Angket Validasi Judgement
Review
3. Respon Guru Dan Siswa Angket Respon Judgement
Review

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Teknik dalam pengumpulan data penelitian ini dirancang untuk memperoleh
data saat penelitian untuk menjawab rumusan pertanyaan penelitian yang diajukan.
Berdasarkan data hasil nantinya akan dideskripsikan untuk memenuhi tahapan
perancangan dan analisis dalam penelitian. Data kualitatif berupa nilai kategori yaitu SK
( Sangat Kurang ), K ( Kurang), B (Baik), SB ( Sangat Baik). Dengan penilaian skor
SK=1, K=2, B=3, dan SB=4
3.4.1Angket
Kuesioner dipakai untuk mengumpulkan data meminta peserta penelitian
menjawab pernyataan atau pertanyaan tertulis. Kuesioner digunakan untuk menentukan
penilaian peserta studi. Selanjutnya dalam penelitian ini pengumpulan dari data angket
berdasarkan kepada pengembangan media pembelajaran, menggunakan penilaian
komponen dari buku ajar.
3.4.1.1 Lembar Instrumen Angket Validasi Ahli Materi
Kuesioner ini diisi ahli materi yang dipakai untuk menilai kelayakan materi
dan untuk memperkenalkan pengembangan konten media pembelajaran pengelompokan
hewan dengan materi ilmiah berdasarkan jenis makanan berbasis augmented reality
yang dirancang. adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2 Kriteria Kelayakan Isi Materi

35
Kriteria Indikator Nomor Jumlah

Kelayakan KI dan KD 1-3 3


materi/isi Ketepatan isi/materi 4 - 10 7
Kemutakhiran isi/materi 11 - 15 5
Mendorong rasa ingin tahu 16 dan 17 2
Jumlah 17

Tabel 3.3 Angket Penilaian Multimedia Pembelajaran

Indikator Penilaian Butir Penilaian

Kesesuaian KD dan KI 1. Kelengkapan materi/isi.


2. Keluasan materi/isi.
3. Kedalaman materi/isi.
Ketepatan materi 4. Ketepatan konsep dan definisi
5. Ketepatan fakta
6. Ketepatan contoh
7. Ketepatan gambar
8. Ketepatan istilah
9. Ketepatan notasi, ikon dan simbol.
10. Keakuratan acuan pustaka
Kemutakhiran materi 11. Kesesuaian materi dengan perkembangan muatan
lokal.
12. Contoh dan permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari.
13. Gambar ilustrasi objek 3D sesuai kehidupan
sehari-hari.
14. Menggunakan contoh permasalahan yang
terdapat dalam kehidupan sehari-hari.
Mendorong rasa ingin 15. Kemutakhiran materi
tahu 16. Mendorong rasa ingin tahu siswa.
17. Mewujudkan kemampuan bertanya.

3.4.1.2 Lembar Angket Validasi Ahli Bahasa


Angket diberikan kepada ahli bahasa untuk memperoleh nilai kelayakan bahasa
pada pengembangan media pembelajaran Augmented Reality pada mata pelajaran PKn
dalam materi pengenalan pancasila. Adapaun penilaian angket sebagai berikut:

Tabel 3.4 Kelayakan Bahasa

36
Kriteria Indikator Nomor Jumlah

Kelayakan Lugas 1-3 3


Kebaasaan Komunikatif 4 dan 5 2
Dialogis dan interaktif 6 dan 7 2
Sesuai dengan perkembangan 8 dan 9 2
siswa
Sesuai dengan kaidah bahasa 10 dan 11 2
Pemakaian istilah, kata, symbol. 12 dan 13 2
Jumlah 13

Tabel 3.5 Angket Penilaian Kebahasaan Media Pembelajaran

Indikator Penilaian Butir Penilaian

Lugas 1. Kejelasan struktur tulisan


2. Keefektifan tulisan
3. Kebakuan istilah
Komunikatif 4. kepahaman terhadap pesan/informasi
5. Keefektifan penyampaian pesan/informasi
secara visual dengan bantuan gambar dan objek
3D
Dialogis dan interaktif 6. Kekuatan memotivasi siswa
7. Kekuatan mendorong berpikir kritis
Sesuai dengan 8. Sesuai dengan perkembangan intelektual siswa
perkembangan siswa 9. Sesuai dengan perkembangan emosional siswa
Sesuai dengan kaidah 10. Keakuratan tata Bahasa
Bahasa Indonesia 11. Keakuratan ejaan tulisan
Pemakaian istilah, 12. Penggunaan istilah konsisten
simbol, kata 13. Penggunaan simbol, kata konsisten

3.4.1.3 Lembar Angket Validasi Ahli Media


Angket diperuntukan pada ahli media guna mendapatkan penilaian kelayakan
kegrafikan pengembangan media pembelajaran augmented reality konten materi
pengenalan Pancasila pengenalan simbol pada lambang garuda yang dirancang. Adapun
penilaian angket yaitu:
Tabel 3.6 Kelayakan Media Pembelajaran

Kriteria Indikator Nomor Jumlah

37
Kelayakan Ukuran format APK 1,2 2
Kegraikan Desain bagian 3,4,5,6a,6b,7,8a,8b 8
simbol
Desain bagian 9a, 9b, 10a, 10b, 11a, 11b, 19
materi/isi 12a, 12b, 13a, 13b, 13c,
13d, 13e, 14a, 14b, 15a,
15b, 15c
Jumlah 29

Tabel 3.7Penilaian Kelayakan Kegrafikan Media Pembelajaran


Indikator
Penilaian Butir Penilaian
Ukuran format 1. Ukuran media pembelajaran sesuai
APK 2. Kesesuaian ukuran isi/materi media pembelajaran
Desain Simbol 3. Penampilan tata letak scene pertama secara memiliki
dalam kesesuaian serta konsisten
Pancasila 4. Menampilkan pandangan (center point) yang baik
5. Warna tata letak baik dan memperjelas fungsi
6. Huruf yang dipakai menarik dan mudah dibaca
a. Ukuran judul lebih dominan dibandingkan
background dan nama pengembang
b. Kontras warna judul media pembelajaran dengan
warna latar belakang
7. Tidak terlalu banyak menggunakan kombinasi huruf
8. Ilustrasi sampul
a. Menggambarkan isi/materi dan mengungkapkan
karakter objek 3D
b. Bentuk, warna, ukuran, proporsi objek 3D sesuai
realita
Desain bagian 9. Tata letak (lay out)
isi a. Penempatan unsur tata letak sesuai pola
b. Pemisahan scene jelas
10. Unsur tata letak harmonis
a. Letak scene dan button tersusun
b. Scene dan button berdampingan
c. Spasi antar teks sesuai
11. Unsur tata letak lengkap
a. Judul kegiatan, subjudul, dan materi sesuai scene
b. Keterangan gambar
12. Tata letak mempercepat perpindahan scene
a. Penempatan latar belakang tidak mengganggu judul,
teks dan button
b. Penempatan judul, subjudul, ilustrasi, objek 3D dan
keterangan gambar

38
13. Tipografi isi/materi pembelajaran sederhana
a. Tidak menggunakan banyak jenis huruf
b. Pemakaian variasi huruf sederhana
c. Lebar susunan teks dan button normal
d. Penempatan button normal
e. Spasi antar huruf normal
14. Tipografi isi media memudahkan pemahaman
a. Hierarki judul jelas konsisten dan proposional
b. Tanda penggunaan normal
15. Ilustrasi isi
a. Mampu mengungkapkan makna arti objek 3D
b. Bentuk akurat sesuai dengan kenyataan
c. Kreatif dan dinamis

3.4.1.4 Lembar Penilaian Media Pembelajaran Oleh Guru


Angket penilaian guru yang digunakan agar mendapatkan penilaian media
pembelajaran yang dikembangkan. Angket penilaian diberikan setelah guru memakai
media augmented reality sehingga penilaian yang didapatkan sesuai dengan hasil dari
uji coba pemakaian oleh guru itu sendiri. Adapun penilaian terdapat dalam angket yaitu:
Tabel 3.8 Angket Penilian Guru

Aspek Nomor Jumlah

Penilaian Guru Isi/materi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13


11, 12, 13
Penyajian 14, 15, 16, 17 4
Kebahasaan 18, 19, 20, 21, 22 5
Kegrafikan 23, 24, 25, 26, 27 5
Jumlah 27

Tabel 3.9 Angket Penilaian Guru

Aspek Pernyataan

Materi/isi 1. Kesesuaian KI dan KD


2. Kelengkapan isi/materi pembelajaran
3. Kesesuaian fakta
4. Ketepatan konsep dan definisi
5. Ketepatan fakta dan data
6. Ketepatan contoh dan permasalahan
7. Ketepatan gambar dan objek 3D

39
8. Kesesuaian objek 3D dengan isi/materi
9. Contoh dan permasalahan dari kehidupan sehari-hari
10. Gambar dan objek 3D sesuai kehidupan sehari-hari
11. Menggunakan contoh dan permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari
12. Isi/materi mendorong rasa ingin tahu siswa
13. Isi/materi menciptakan kemampuan bertanya
Penyajian 14. Keruntutan penyampaian konsep
15. Kelengkapan isi/materi
16. Kemudahan penggunaan media pembelajaran
17. Keterlibatan siswa
Kebahasaan 18. Bahasa mudah dimengerti
19. Penggunaan bahasa sesuai kaidah bahasa Indonesia yang baik
dan benar
20. Menciptakan komunikasi interaktif
21. Penyampaian pesan/informasi secara visual efektif dengan
bantuan gambar dan objek 3D
22. Kemampuan mendorong berpikir kritis
Kegrafikan 23. Kesesuaian ukuran APK
24. Penampilan unsur tata letak media memiliki kesatuan dan
baik
25. Tampilan media pembelajaran menggambarkan isi/materi
yang diajarkan
26. Secara keseluruhan huruf dapat terbaca dengan baik
27. Penyajian keseluruhan tampilan kreatif dan menarik

3.4.1.5 Lembar Angket Penilaian Media Pembelajaran Oleh Siswa


Angket penilaian ini diisi oleh peserta didik guna mengetahui penilaian media
pembelajaran siswa yang sudah dikembangkan. Adapun penilaian angket sebagai
berikut:
Tabel 3.10 Penilaian Angket Siswa

Aspek Nomor Jumlah

Penilaian Siswa Materi/isi 1-7 7


Penyajian 8 -11 4
Kebahasaan 12 - 14 3
Kegrafikan 15 - 17 3
Jumlah 17

40
Tabel 3.11 Angket Penilaian Siswa

Aspek Pernyataan

Isi/materi 1. Isi/materi dalam pembelajaran sesuai dengan kehidupan


sehari-hari
2. Media pembelajaran menggunakan contoh-contoh yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
3. Media pembelajaran memuat gambar dan objek 3D yang
mudah diamati
4. Media pembelajaran memuat keadaan lingkungan kehidupan
sehari-hari
5. Media pembelajaran memuat isi/materi yang mendorong saya
berpikir
6. Media pembelajaran mendorong keingintahuan saya
7. Media pembelajaran mendorong saya untuk bertanya
Penyajian 8. Terdapat cara penggunaan
9. terdapat isi/materi yang menarik
10. Terdapat daftar pengembang
11. Media pembelajaran mendorong saya untuk belajar
Kebahasaan 12. Kalimat yang digunakan jelas dan mudah dipahami
13. Bahasa yang digunakan sederhana dan mudah dimengerti
14. Gambar dan objek 3D yang digunakan mudah dipahami
Kegrafikan 15. Tampilan media pembelajaran menarik
16. Warna dalam media pembelajaran menarik
17. Tulisannya mudah dibaca
3.4.2 Studi Literatur
Pada penelitian menggunakan studi literatur sebagai teknik pengumpulan data
dengan studi penelaahan terhadap artikel, jurnal, buku, catatan, dan laporan yang
berhubungan dengan masalah dan tujuan penelitian. Studi literatur berguna agar
mendapat teori yang relevan dan sama dengan permasalahan yang muncul. Studi
litelaratur dilaksanakan atas beberapa cara seperti mengkaji dan menganalisis literatur
yang berhubungan dengan pengembangan media pembelajaran, karakteristik peserta
didik, ilmu pengetahuan alam, kurikulum, dan literasi lingkungan. Bentuk dari literatur
dapat berbentuk buku, jurnal, artikel, dan media lainnya yang dipakai sebagai data
pendukung (Sugiyono, 2019).

3.5 Analisis Data

41
Dilakukan analisis data untuk mengkaji, mengolah data informasi hasil
penilaian para ahli dan partisipan kepada pengembangan media pembelajaran yang telah
dilakukan peneliti. Analisis data untuk memberikan jawaban kepada pertanyaan yang
diajukan pada penelitian. Teknik analisis data yang digunakan untuk mengolah data dari
hasil validasi ahli materi, ahli bahasa, dan ahli media pembelajaran dan uji coba
dilakukan kepada siswa sekolah dasar serta penilaian guru terhadap media pembelajaran
yang diperoleh melalui angket yang dihasilkan dalam bentuk presentasi. Terdapat rumus
dalam penghitungan presentasi sebagai berikut:
Skor diperoleh
Persentase = X 100%
Jumlah skor ideal

Berdasarkan hasil analisis akan diperoleh simpulan mengenai kelayakan media


pembelajaran dengan interpretasi berikut:
Tabel 3.12 Interpretasi Skala Likert

Tingkatan Pencapaian Interpretasi

0%-25% Sangat Kurang


26%-50% Kurang
51%-75% Baik
76%-100% Sangat Baik
Sugiyono, (2019) mengatakan bahwa analisis data penelitian kualitatif meliputi
tiga tahapan yaitu:
1. Reduksi Data
Dilakukan telaah data penelitian untuk merangkum hal yang penting dan fokus
pada hal pokok. Data yang ditelaah dapat memberikan gambaran yang jelas dan
memudahkan peneliti untuk melakukan pengumpulan data lebih lanjut dan
menemukannya pada saat dibutuhkan.
2. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan penjelasan deskripsi singkat, grafik, hubungan
kategori, dan sering dipakai untuk menyajikan data penelitian dalam teks naratif. Dalam
penelitian ini, data hasil verifikasi pengembangan media pembelajaran akan dihitung
sebagai persentase, kemudian analisis data kualitatif akan dipergunakan untuk

42
menggambarkan proses dan hasil verifikasi pengembang media pembelajaran
augmented reality.
3. Kesimpulan
Kesimpulan ini dilakukan agar menjawab dari rumusan masalah yang telah
dirumuskan. Hasil akhir analisis data penelitian adalah mengenai perancangan media
pembelajaran augmented reality mata pelajaran PKn pada materi pengenalan pancasila
untuk meningkatkan pemahaman makna Pancasila siswa sekolah dasar, kelayakan
media pembelajaran augmented reality mata pelajaran PKn materi pengenalan pancasila
untuk meningkatkan pemahaman makna pancasila siswa di sekolah dasar. Dengan
menggunakan perhitungan berdasarkan skala Likert pengkategorian kriteria interpretasi
skor dapat dikatakan “sangat kurang” jika perolehan persentase0% - 25%, “Kurang”
jika perolehan persentase26% - 50%, “Baik” jika perolehan persentase 51%- 75%,
“Sangat Baik” jika perolehan persentase 76% - 100%. Selain itu, juga terdapat respon
ataupun pendapat dari pengguna yaitu siswa dan guru juga dari para ahli yaitu ahli
media, bahasa, dan ahli materi, dengan demikian akan dibuat deskripsi singkat
mengenai hasil dari penelitian yang telai dilaksanakan.

43
44

Anda mungkin juga menyukai