Anda di halaman 1dari 12

Tantangan Guru Indonesia Dalam Pembelajaran Abad 21

Siti Hapsah
Email: 2110128220002@mhs.ulm.ac.id
Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin

Abstrak
Perkembangan cepat sains dan teknologi di abad ke -21, salah satunya berdampak pada
dunia pendidikan, khususnya dalam pendidikan di Indonesia. Guru adalah elemen penting
dari pendidikan. Guru dalam konteks pendidikan memiliki peran besar karena guru berada
di garis depan dalam implementasi pendidikan dan perawatan secara langsung dengan
siswa. Untuk mengikuti aliran sains dan pengembangan teknologi yang semakin maju, ini
mendorong sistem pendidikan di Indonesia untuk mengetahui banyak perubahan. Menurut
(Susilo dan Sarkowi 2018), salah satu perubahan dalam paradigma pembelajaran adalah
orientasi pembelajaran yang awalnya berpusat pada guru (berpusat pada guru) yang diubah
menjadi siswa yang berpusat pada siswa (berpusat pada siswa). Awalnya, dalam kegiatan
belajar, tugas utama seorang guru adalah mentransfer pengetahuan kepada murid -
muridnya, sehingga guru dianggap sebagai sumber utama pembelajaran. Sementara di abad
ke -21 ini, guru hanya sebagai fasilitator dengan memberikan bahan baku, dengan
pengembangan ilmu dan teknologi yang semakin maju, guru harus dapat berinovasi dan
menjadi kreatif dalam kegiatan belajar menggunakan teknologi yang ada untuk
memfasilitasi pembelajaran kegiatan ini.

PENDAHULUAN

Abad ke -21 adalah abad yang ditandai oleh perkembangan sains dan teknologi
yang cepat (sains dan teknologi). Pengembangan sains yang semakin meluas di semua
bidang, ditambah dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, siapa pun dapat
dengan mudah mendapatkan berbagai jenis informasi dari mana saja dengan cepat dan
instan melalui internet. Tidak hanya pengetahuan umum, di internet, kita sudah dapat
melihat jutaan informasi sekecil sudut dunia tanpa kecuali. Dengan perkembangan sains
dan teknologi yang cepat, tidak ada waktu untuk ruang dan waktu bagi setiap manusia
untuk menemukan informasi dan berkomunikasi.

1
Perkembangan sains dan teknologi yang cepat, salah satunya juga berdampak pada
dunia pendidikan, terutama dalam pendidikan di Indonesia. Untuk mengikuti aliran sains
dan pengembangan teknologi yang semakin maju, ini mendorong sistem pendidikan di
Indonesia untuk mengetahui banyak perubahan. Pendidikan tidak hanya dilakukan secara
tradisional berkat diskusi antara guru dan siswa di kelas. Tetapi sekarang, kegiatan
pengajaran dan pembelajaran tidak terlalu fokus pada guru, tetapi banyak yang
menggunakan teknologi dalam menemukan informasi. Siswa difasilitasi oleh kebebasan
untuk meningkatkan pengetahuan dengan mesin pencari yang praktis dan murah. Selain itu,
ada juga banyak jenis aplikasi yang disajikan secara khusus di bidang pendidikan.
Dengan kenyamanan ini, siswa menjadi lebih perseptif dan cepat memahaminya. Ini
tentu saja merupakan tantangan bagi guru sebagai staf pengajar. Dengan meningkatnya ide
-ide siswa, guru harus dapat menyesuaikan pengetahuan mereka sehingga mereka selalu
dapat memberikan kompensasi kepada siswa mereka. Ketika sains masih terbatas dan
teknologi belum berkembang dalam pengembangan besar, seperti halnya saat ini, peran
utama guru di sekolah adalah mengirimkan pengetahuan kepada siswa. Seorang guru yang
baik adalah seorang guru yang juga dapat menguasai peralatan, sehingga guru pada saat itu
benar -benar bertindak sebagai sumber belajar untuk siswa mereka (Susilo dan Sarkowi
2018).

TANTANGAN GURU DALAM MENDIDIKAN DI ABAD 21

Pada abad ke -21, guru itu ditantang, seperti berurusan dengan siswa yang jauh
lebih beragam, lebih kompleks dan sulit, serta persyaratan keberhasilan keterampilan
berpikir siswa superior. Oleh karena itu, guru yang mampu bersaing dalam kecerdasan
tetapi kreativitas dan kecerdasan harus dapat bersaing. Guru diminta untuk berkembang
terus menerus, tidak hanya mengikuti yang sudah ada. Setiap hari, harus ada sesuatu yang
baru dalam mengajar dan belajar, tidak hanya menjelaskan peralatan yang diikuti oleh
konferensi atau bekerja di workheet dan berakhir dengan hanya memberikan inisial tanpa
melihat jawaban siswa. Guru harus berinovasi dalam semua kegiatan mengajar dan terus
menambahkan informasi dengan membaca banyak buku dan informasi di internet.

2
Saat ini, banyak sumber bacaan yang mudah diperoleh oleh para siswa dari internet.
Ini membuat siswa lebih sering mencari pengetahuan baru melalui internet daripada
bertanya kepada guru secara langsung, sehingga ini dapat menyebabkan kurangnya
interaksi antara siswa dan guru ketika keadaan belajar terjadi. Dengan begitu banyak siswa
yang percaya bahwa sekolah itu membosankan. Mereka lebih suka hal -hal baru saat belajar
menggunakan berbagai aplikasi yang ada. Mulai sekarang, guru tidak dapat bersaing
dengan mesin dalam hal melakukan pekerjaan menghafal, menghitung, untuk mencari
sumber informasi. Mesin ini jauh lebih pintar, kompeten dan efektif daripada kita karena
kita tidak pernah lelah menjalankan tugas mereka. Akibatnya, fungsi "perubahan" guru
adalah lebih banyak nilai pengajaran, etika, budaya, kebijaksanaan, pengalaman, karena
nilai -nilai ini tidak dapat diajarkan oleh mesin pencari.

Dengan cara ini, guru dapat menggarisbawahi pelajaran dari nilai -nilai moral untuk
menciptakan siswa dengan karakter, sehingga pengetahuan yang sudah menjadi milik tidak
sia -sia. Seperti yang ditunjukkan oleh (Waskito dan Nadiroh 2019), salah satu studi
penting dalam pembangunan peradaban yang baik di suatu negara adalah pendidikan
karakter. Akibatnya, dengan pengetahuan umum dan ide -ide siswa, serta karakter kuat
yang terintegrasi, tentu saja, akan menjadi modal Indonesia untuk memiliki sumber daya
manusia yang berkualitas di masa depan. Ini sesuai dengan jantung pembelajaran abad ke -
21, yang berarti bahwa siswa memiliki kapasitas 4C (critichal thinking, creativity,
collaboration & communicatin).

Kemampuan 4C ini sangat dibutuhkan untuk menyambut era disruption.


Kemampuan tersebut diantaranya:

a. Pemikiran kritis, siswa harus memiliki perasaan sensitivitas terhadap fenomena


sosial yang ada di masyarakat. Di sini, kritik tidak hanya berarti sensitivitas
terhadap sains dan teori yang terkandung dalam sumber pembelajaran, tetapi juga
siswa juga harus sensitif atau dapat berkontribusi pada masalah sosial yang ada di
masyarakat. Pemikiran kritis dapat mengarah pada pembentukan sifat bijak dan

3
memungkinkan seseorang untuk menganalisis informasi dengan cermat dan
membuat keputusan yang tepat (Nadiroh, Rasanah dan Zulfa 2019).
b. Kreatif, pada pembelajaran abad 21 ini siswa tidak hanya lagi dituntut untuk
menghafal serta memahami ilmu yang diberikan oleh guru. Para siswa dituntut
untuk lebih kreatif dalam mengaplikasikan sebuah teori yang diberikan guru,
melalui berbagai macam hasil karya.
c. Kolaborasi, maksud dari kemampuan kolaborasi yakni siswa dituntut untuk dapat
bekerjasama dalam menyelesaikan sebuah tugas ataupun pekerjaan.
d. Komunikasi, kemampuan terakhir untuk dimiliki adalah komunikasi. Siswa harus
dapat mengomunikasikan pekerjaan yang telah mereka lakukan kepada guru dan
teman sekelas.

Kapasitas 4C yang harus dimiliki siswa di abad ke -21 hanya dapat dilakukan oleh
guru, tetapi harus memiliki kerja sama dari berbagai elemen pendidikan. Mulai dari
kebijakan pemerintah, direktur sekolah, guru, siswa, orang tua ke komunitas sekitarnya
(Sugiyarti dan ARIF 2018). Selain itu, pembelajaran yang dilakukan oleh guru kelas tidak
lagi difokuskan hanya pada teori, tetapi juga harus mengaitkannya dengan peristiwa nyata
yang terjadi di masyarakat. Sehingga siswa tidak lagi hanya mempelajari teori abstrak,
tetapi mereka juga dapat mempraktikkannya dalam kehidupan sehari -hari. Ini juga yang
nantinya dapat meningkatkan motivasi siswa, karena para siswa menganggap bahwa hal -
hal yang mereka pelajari di sekolah akan bermanfaat bagi diri mereka sendiri dalam
kehidupan sosial.

Pendidikan memainkan peran penting dalam pengembangan keterampilan siswa


sesuai dengan tantangan abad ke -21. Ini dapat didasarkan pada pertimbangan berikut:
Pertama, kegiatan pembelajaran adalah bentuk interaksi antara siswa dan sumber belajar,
baik dengan desain maupun dengan desain dan dengan penggunaan yang mengarah pada
pelatihan dan pengembangan keterampilan tertentu sebagai sinergi antara bidang
pengetahuan , sikap dan keterampilan. Kedua, pendidikan mencapai potensi siswa secara
optimal dengan dinamika perubahan dalam masyarakat. Ketiga, pendidikan memfasilitasi
pelatihan dan pengembangan keterampilan individu sebagai kondisi sebelumnya untuk

4
keterampilan hidup yang diperlukan dalam konteks kehidupan di tingkat keluarga dan
masyarakat.

1. Critical Thinking (Berpikir Kritis)


Berpikir kritis adalah kemampuan yang melampaui hafalan. Ketika peserta
didik berpikir kritis, mereka didorong untuk mempertanyakan hipotesis,
menganalisis, mensintesis peristiwa. Berpikir kritis membuat peserta didik
melangkah lebih jauh dengan mengembangkan hipotesis baru dan mengujinya
terhadap fakta. (Karakoc, 2016). Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu
komponen berpikir tingkat tinggi yang menjadi focus pembelajaran abad-21.
Hirarki dimulai dari ingatan, berpikir dasar, berpikir kritis, dan berpikir kreatif.
Penalaran (reasoning) adalah berpikir yang tingkatannya di atas ingatan, sedangkan
berpikir tingkat tinggi meliputi berpikir kritis dan kreatif. Onion (2009:2):
mengatakan “Critical thinking is a way of thinking and skills carried out to obtain
information consciously, systematically, and with logical consideration of deciding
what to do. Critical thinking leads to valid conclusions that are resistant to
criticism".
Hal ini senada dengan pendapat Ronald A. Styron (2014) yang
mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah proses disiplin intelektual dari aktivitas
dan keterampilan dalam mengkonsep, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan
mengevaluasi dari informasi yang dikumpulkan dari pengamatan, refleksi,
penalaran, atau komunikasi sebagai panduan dalam melakukan tindakan. Beberapa
pendapat diatas sejalan dengan tuntutan terselenggaranya proses pendidikan yang
mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik, karena itu akan
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan hidup seseorang. Peserta didik yang
memiliki keterampilan berpikir kritis cenderung dapat mengidentifikasi informasi
yang relevan, memisahkan informasi yang tidak relevan, dan memanfaatkan
informasi tersebut untuk mencari solusi permasalahan dan mengambil keputusan.

5
2. Problem solving
Menurut Walgito di Maulidya (2018), masalahnya adalah sesuatu yang
muncul karena konflik antara satu kondisi dan yang lain. Masalah juga dapat
diartikan sebagai celah antara apa yang harus terjadi dengan sesuatu yang nyata.
Pemecahan masalah didefinisikan sebagai proses mental untuk menemukan masalah
dan menyelesaikannya pada data base dan informasi yang tepat, sehingga
kesimpulan yang tepat dapat ditarik. Kartono (1985: 142-143) menyoroti prinsip-
prinsip pemecahan masalah adalah:
a. Keberhasilan dalam memecahkan masalah.
b. Pemakaian informasi dalam memecahkan masalah.
c. Mencari alternatif jalan keluar sebagai titik tolak pemecahan masalah.
d. Menyadari penyebab permasalahan terlebih dahulu.
e. Menciptakan ide-ide baru.
f. Menjadikan situasi masalah sebagai situasi pilihan.
Faktor yang mempengaruhi problem solving antara lain: motivasi,
kepercayaan dan sikap, kebiasaan, emosi, kesalahan. Langkah-langkah problem
solving meliputi menyadari adanya masalah, mengumpulkan data, mengevaluasi
hipotesis, penyelidikan literatur, eksperimen dan pembuatan kesimpulan. Fokus
utama dalam pembelajaran adalah mengajarkan peserta didik berpikir,
menggunakan rasional, dan menjadi problem solver yang baik. Penyelesaian
masalah sebagai hasil pembelajaran sangat penting bagi kehidupan, karena manusia
selalu dipenuhi dengan masalah dalam kesehariannya. Jonassen dalam (Susiana,
2012) menyatakan pentingnya problem solving antara lain:
a. Authenticity, penyelesaian masalah adalah kegiatan yang dapat ditemui
dimanapun berada.
b. Relevance masalah khususnya yang diberikan kepada peserta didik untuk
dipecahkan.
c. Penyelesaian masalah membutuhkan telaah mendalam.
d. Pembelajaran yang dibangun dari masalah merupakan pembelajaran
bermakna.

6
3. Kompetensi Komunikasi (Keterampilan Komunikasi)
Komunikasi adalah proses memberikan informasi, ide, emosi menggunakan
simbol, kata -kata, gambar, dan orang lain untuk membantu menghasilkan respons
penerima. Dalam komunikasi, dibutuhkan bahasa yang mudah -untuk -memahami,
menghormati pendapat orang lain dan menjelaskan dengan pemikiran logis.

4. Keterampilan Kreativitas dan Inovasi (Kreativitas Inovasi)


Kreativitas adalah cara pemikiran produktif memiliki kreativitas yang
terbuka dan reaktif. Pemikiran kreatif berarti dapat mengekspresikan ide -ide kreatif
konseptual dan praktis. Jika Anda merasakan kegagalan lagi untuk bangun dan
membuat pembelajaran dan beradaptasi dengan Anda dalam situasi baru dan
memberikan kontribusi positif di lingkungan sekitarnya.

5. Aciation in Claboction (kolaborasi)


Kolaborasi adalah proses pembelajaran yang bekerja sama satu sama lain
untuk membantu dan menyelesaikan pelaksanaan tugas, dapat bekerja sama dalam
kelompok dan menghadapi kolaborasi dalam proses magang tugas -tugas tertentu
untuk 'mendapatkan tujuan yang telah ditentukan. Memiliki kemampuan untuk
bekerja sama dalam kelompok dan dapat beradaptasi dalam berbagai peran dan
kelompok.

KONSEP PENDIDIKAN ABAD 21


Menurut Daryanto dan Syaiful Karim (2017) Tiga konsep pendidikan yang
diadaptasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dalam
mengembangkan Kurikulum Sekolah (SD), Sekolah Menengah (SMP), Sekolah Menengah
Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam rangka mengembangkan
pendidikan menuju Indonesia Kreatif tahun 2045. Ketiga konsep tersebut adalah 21st
Century Skills (Trilling dan Fadel, 2009), scientific approach (Dyer, et al., 2009) dan
authentic learning dan authentic assesment (Winggisns dan Mc. Tighe, 2011).

7
Kurikulum 2013 mengusung tema: menghasilkan insan Indonesia yang produktif,
kreatif, inovatif, dan afektif (berkarakter), melalui penguatan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan secara terintegrasi. (Mulyasa, 2015). Guru harus dapat mengembangkan
potensi peserta didik secara optimal melalui berbagai rancangan inovasi pembelajaran yang
kreatif yang dapat mengembangkan kreativitas peserta didik. Kehidupan dan karir pada
abad 21 membutuhkan kemampuan untuk 1) fleksibel dan adaptif; 2) berinisiatif dan
mandiri; 3) memiliki ketrampilan sosial dan budaya; 4) produktif dan akuntabel; serta 5)
memiliki kepemimpinan dan tanggung jawab. (Sani, 2017).

PEMBELAJARAN ABAD KE-21


Sejak munculnya gerakan global yang telah menyerukan model pembelajaran baru
untuk abad ke -21, pendapat telah mengembangkan bahwa pendidikan formal harus
dimodifikasi. Perubahan ini penting untuk meningkatkan bentuk pembelajaran baru yang
diperlukan untuk mengatasi tantangan global yang kompleks. Identifikasi keterampilan
siswa yang harus dikembangkan sangat penting untuk berurusan dengan abad ke -21. Siswa
harus memperbaiki keterampilan dan meningkatkan pembelajaran untuk dapat mengatasi
tantangan global, seperti keterampilan berpikir kritis, kemampuan untuk berkomunikasi
secara efektif, berinovasi dan memecahkan masalah melalui negosiasi dan kolaborasi.
Namun, dalam hal pedagogi belum disesuaikan untuk mengatasi tantangan ini. Pengalaman
belajar ini harus memberdayakan siswa sebagai individu dan warga negara serta agen
perubahan yang bertanggung jawab, kreatif, inovatif, dan mampu berkontribusi kepada
masyarakat, bangsa dan dunia.
Di antara berbagai keterampilan dan keterampilan yang harus berkembang di antara
siswa sehingga harus diajarkan kepada siswa abad ke -21, termasuk personalisasi,
kolaborasi, komunikasi, pembelajaran informal, produktivitas dan penciptaan konten.
Elemen ini juga merupakan kunci visi global pembelajaran abad ke -21. Badan Sertifikasi
Profesional Nasional (BNSN) telah merumuskan 16 prinsip pembelajaran yang harus
dirumuskan dalam proses pendidikan abad ke -21. Sementara Izinkan N ° 65 tahun 2013
menyajikan 14 prinsip pembelajaran, terkait dengan implementasi program 2013, Jennifer
Nicols menyederhanakannya dalam 4 prinsip, yaitu: 1). Mengajar harus dipusatkan pada

8
siswa, 2). Pendidikan harus kolaboratif, 3). Pembelajaran harus memiliki konteks, 4).
Sekolah harus diintegrasikan ke dalam masyarakat. (Karim, 2017).

1. Instruction should be student-centered


Pembelajaran harus menggunakan pendekatan siswa yang berpusat. Siswa
dan materi belajar yang secara aktif mengembangkan minat dan potensi mereka.
Para siswa yang secara aktif meningkatkan pengetahuan mereka, potensi dan
keterampilan mereka, sesuai dengan kapasitas dan tingkat pengembangan pemikiran
mereka, dan diundang untuk membantu memecahkan masalah nyata yang terjadi di
masyarakat. Ini tidak berarti bahwa guru sepenuhnya menyerahkan kontrol
pembelajaran kepada siswa, tetapi intervensi guru selalu diperlukan. Guru bertindak
sebagai fasilitator yang berupaya membantu mengaitkan pengetahuan awal yang
dimiliki siswa dengan informasi baru yang akan mereka pelajari, memberi siswa
kemungkinan belajar sesuai dengan metode dan gaya pembelajaran masing -masing
dan mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas proses pembelajaran tersebut
sedang melakukannya. Guru juga bertindak sebagai mentor, yang mencoba
membantu siswa ketika mereka menemukan kesulitan dalam proses membangun
pengetahuan dan keterampilan mereka.

2. Education should be collaborative


Siswa harus belajar untuk dapat berkolaborasi dengan orang lain, yang
merupakan cakrawala budaya dan nilai -nilai berbeda yang mereka miliki. Siswa
harus didorong untuk dapat berkolaborasi dengan teman -teman di kelas mereka
untuk mengeksplorasi informasi dan menciptakan makna, menghormati kekuatan
dan bakat semua orang dan bagaimana mengambil peran dan beradaptasi dengan
tepat dengan mereka. Sekolah (termasuk guru) harus dapat bekerja dengan
perusahaan pendidikan lainnya (guru) di berbagai bagian dunia untuk berbagi
informasi dan pengalaman tentang praktik dan metode pembelajaran yang telah
dikembangkan dan siap untuk membuat perubahan pada metode pembelajaran
menjadi lebih baik.

9
3. Learning should have context
Subjek harus dikaitkan dengan kehidupan sehari -hari siswa, karena
pembelajaran tidak akan sangat signifikan jika ia tidak berdampak pada kehidupan
siswa di luar sekolah. Guru harus mengembangkan metode pembelajaran yang
memungkinkan siswa untuk terhubung ke dunia nyata (kata nyata). Guru juga harus
membantu siswa menemukan nilai, rasa dan kepercayaan pada apa yang mereka
pelajari dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari -hari mereka.

4. Schools should be integrated with society


Sekolah harus dapat memfasilitasi siswa untuk berpartisipasi dalam
lingkungan sosial mereka, untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang
bertanggung jawab. Siswa dapat terlibat dalam berbagai pengembangan program di
masyarakat, seperti: program kesehatan, pendidikan, lingkungan, dll. Selain itu,
siswa juga harus diundang untuk mengunjungi panti asuhan untuk melatih kepekaan
mereka terhadap empati dan perawatan sosial. Dengan kekuatan teknologi dan
internet, siswa dapat melakukan lebih banyak hari ini. Ruang sosial untuk siswa
tidak lagi hanya di sekitar sekolah atau tempat mereka tinggal, tetapi dapat
mencapai strata masyarakat di berbagai belahan dunia.

10
SIMPULAN

Selama abad ke -21 ini, pengembangan sains dan teknologi memengaruhi kegiatan
pendidikan di Indonesia. Keberadaan teknologi yang semakin canggih harus digunakan
untuk mendukung peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Dengan demikian, guru
sebagai komponen utama dari kegiatan belajar memiliki peran penting dalam proses
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Guru harus dapat mengembangkan dan
menciptakan cara pendidikan baru sehingga siswa tidak bosan dengan metode pembelajaran
yang sama. Misalnya, dengan smartphone, guru dapat membuat grup diskusi melalui
aplikasi obrolan sehingga antara guru dan siswa dapat berkomunikasi lebih mudah daripada
di kelas. Dengan cara ini, itu akan lebih efektif karena kegiatan pengajaran dan
pembelajaran antara guru dan siswa dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Selain
itu, pengembangan teknologi semakin mampu menggantikan peran guru sebagai sumber
utama dalam penyediaan pengetahuan.

Dengan cara ini, guru harus dapat menyoroti pelajaran etika, budaya, kebijaksanaan,
pengalaman, karena nilai -nilai yang tidak dapat diajarkan oleh mesin pencari. Tugas dan
fungsi guru sebagai pendidik adalah mempersiapkan siswa untuk bekerja dan menjadi
warga negara yang baik yang mampu menghadapi kehidupan di abad ke -21. Permintaan
pengembangan untuk tugas ini semakin kompleks, tidak hanya mengenai kapasitas
intelektual, tetapi juga keterampilan untuk menggunakan dan menggunakan teknologi.
Dengan kata lain, bentuk pembelajaran baru diperlukan untuk mengatasi tantangan global
yang kompleks di masa depan. Juga menekankan pentingnya keterampilan kerja pribadi
dari abad ke -21 hingga abad pertama seperti inisiatif, ketahanan, tanggung jawab,
pengambilan risiko dan kreativitas; Keterampilan sosial seperti kerja tim, jaringan, empati
dan kasih sayang; Dan keterampilan belajar seperti 57 mengelola, mengatur, keterampilan
meta-kognitif.

11
REFERENSI

Andraeni, L. TANTANGAN GURU DALAM MENDIDIK DI ABAD 21.


Indraswati, D., Marhayani, D. A., Sutisna, D., Widodo, A., & Maulyda, M. A. (2020).
critical thinking dan problem solving dalam pembelajaran ips untuk menjawab
tantangan abad 21. Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial, 7(1), 12-28.
Mardiani, F., Anis, M. Z. A., & Hermawan, M. D. DIGITAL LITERACY IN THE
TRANSFORMATION OF HISTORICAL LEARNING IN THE TIME OF COVID-
19. Jurnal Socius, 10(2), 1-10.
Mutiani, H. S., & Putra, M. A. H. (2020). Improvement of Scientific Attitudes Through
Training of Social Science Scientific Writing in MAN 2 Model
Banjarmasin. Bubungan Tinggi: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 2(2), 128-133.
Setianingsih, S., Syaharuddin, S., Sriwati, S., Subroto, W., Rochgiyanti, R., & Mardiyani,
F. (2021). Aisyiyah: Peran dan Dinamikanya dalam Pengembangan Pendidikan Anak
di Banjarmasin Hingga Tahun 2014. PAKIS (Publikasi Berkala Pendidikan Ilmu
Sosial), 1(1).

Susanto, H. (2020). PEDAGOGI SEJARAH, NASIONALISME DAN KARAKTER


BANGSA. Preprint: EdArxiv.
Susanto, H. (2020). Profesi Keguruan. Banjarmasin: FKIP Universitas Lambung
Mangkurat.
Susanto, H., Abbas, E. W., Anis, M. Z. A., & Akmal, H. CHARACTER CONTENT AND
LOCAL EXCELLENCE IN VOCATIONAL CURRICULUM IMPLEMENTATION
IN TABALONG REGENCY.
Syaharuddin, S., Arisanty, D., Rahmattullah, M., Susanto, H., Alfisyah, A., Kiptiah, M., ...
& Junied, K. A. (2020). Book of Abstract-2nd International Conference on Social
Science Education 2020.
Tarihoran, E. (2019). Guru Dalam Pengajaran Abad 21. SAPA-Jurnal Kateketik dan
Pastoral, 4(1), 46-58.

12

Anda mungkin juga menyukai