net/publication/366182415
CITATIONS READS
0 129
1 author:
Fida Pangesti
University of Muhammadiyah Malang
25 PUBLICATIONS 52 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Fida Pangesti on 11 December 2022.
PROSIDING
i
Ketua Editor
George Quinn
Editor
Erlin Barnard
Yo Nonaka
Widodo H.S.
Liliana Muliastuti
Arif Budi Wurianto
Soyoto
Diterbitkan oleh
Media Nusa Creative
Anggota IKAPI (162/JTI/2015)
Bukit Cemara Tidar H5 No. 34, Malang
Telp. : 0341 – 563 149 / 0812.3334.0088
E-mail : mnc.publishing.kantor@gmail.com
Website : www.mncpublishing.com
ISBN : 978-602-6743-49-7
Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau
seluruh isi buku ke dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk fotokopi,
merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit. Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Hak Cipta, Bab XII Ketentuan Pidana, Pasal 72, Ayat
(1), (2), dan (6)
ii
KATA PENGANTAR
Dengan demikian, buku ini berisi kumpulan tulisan yang membahas tema dan sub-sub
tema yang dijelaskan di atas.
Pada dekade-dekade mendatang tema percaturan politik, sosial, ekonomi, cyber serta
dampak-dampaknya di bidang perseteruan militer, sengketa geografis dan persaingan dan
pengaruh penguasaan sumberdaya kehidupan akan tetap menjadi topik diskusi, perdebatan dan
perembugan dalam lingkup besar. Walaupun permasalahan perubahan konstelasi dunia di
berbagai bidang telah dibahas dengan segala bentuk persetujuan dan kontra selama hampir
seperempat abad, namun ekses-ekses terasa sangat semakin relevan khususnya bagi negara-negara
berkembang yang sedang melewati sebuah transisi internal dan eksternal, baik secara politik,
ekonomi, sosial dan budaya seperti Indonesia. Dengan demikian, perubahan konstelasi dunia
semakin membuat negara- negara mengalami ketergantungan. Sebagai salah satu negara yang
terkena dampak serta mengalami berbagai bentuk perubahan. Dampak eksternal globalisasi
terhadap Indonesia mengharuskan Indonesia memetakan kembali hubungannya dengan negara-
negara lain. Perubahan dominasi kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang sedang terjadi di bumi
ini, terutama yang berkaitan dengan negara-negara adidaya, mau tidak mau berdampak pada
berbagai kebijakan pemerintah Indonesia. Dan, hal ini tentu saja akan juga berdampak pada
strategi pengembangan BIPA baik di dalam maupun luar negeri.
Walaupun perubahan konstelasi dunia menjadi perhatian dan keprihatinan eksternal
internasional yang mengharuskan Indonesia berpikir ulang tentang poisisinya sebagai warga
dunia, namun ternyata ada satu permasalahan lain yang mengaharuskan Indonesia untuk
memikirkan ulang jati ditinya sebagai bangsa yang amat heterogen dalam artian suku, agama dan
ras serta segala bentuk budayanya. Ketika negara- negara maju mulai memikirkan ulang kebijakan
imigrasinya, beserta proteksi terhadap segala sumberdayanya yang semakin menipis, sebagai
dampak dari perubahan konstelasi politik dan ekonomi: peperangan, konflik geografis, terorisme
beserta semua implikasinya, di Indonesia ternyata ekses-ekses ekonomi dan politik mulai
merambah pada debat yang bisa mengusik multikulturalisme dan keberagaman ini.
iv
Dengan demikian, satu tema besar yang menyangkut perubahan internasional yang berupa
perubahan konstelasi politik dan ekonomi dunia perlu mendapat respon internal berupa
pembangunan dan pengembangan strategi kebahasaan dalam bentuk pembahasan posisi BIPA
dalam perubahan konstelasi politik dan ekonomi dunia yang sejatinya merupakan upaya cerdas
untuk melihat ke dalam internal menjadi topik hangat dan relevan untuk diulas, dibahas dan
dikupas dengan hangat dalam konferensi ini.
Kebijakan MEA antar Negara-negara di Asia telah memasuki tahap tahun ke dua. setelah
dicanangkannya dan diadopsinya keputusan ini, negara-negara di Asia telah memasuki gelombang
dahsyat persaingan di bidang ekonomi. Kebijakan MEA yang memungkinkan masuknya tenaga-
tenaga kerja asing ke masing- masing negara telah membuahkan berbagai dampak di luar skopa
ekonomi. Di bidang ketenagakerjaan, negara-negara Indochina yakni Vietnam, Kamboja, Laos,
serta negara-negara tetangga di ASEAN seperti Myanmar telah mengalami imbas yang luar biasa
dengan semakin tergerusnya tenaga kerja lokal karena kesempatan dan peluang kerja telah dan
sedang direbut oleh tenaga kerja dari negara Tirai bamboo, China. Ekses-ekses dan pergesekan
yang timbul menyebabkan terjadinya friksi-friksi sosial, konflik horizontal antara pabrik dengan
pekerjanya yang mengalami PHK, tenaga lokal dengan tenaga asing, serta konflik rasial antara
penduduk pribumi dengan penduduk yang memiliki persamaan keturunan/ras dengan tenaga kerja
asing yang masuk.
Di sisi lain, diintervensi secara masifnya dengan investasi ke dalam negeri dari negara
lain, dalam kasus Indonesia, para pemangku kepentingan, pemerintah dan DPR belum mampu
menyiapkan medium-medium yang mampu membantu tenaga kerja lokal untuk bersaing dengan
tenaga asing. Baik di bidang keterampilan praktis bekerja, tingkat melek teknologi dan pendidikan.
Kebijakan pro investasi asing, yang secara serta merta diikuti masuknya tenaga kerja asing
semakin memperbesar rasa ketidak-puasan terhadap kebijakan-kebijakan yang kurang pro rakyat
kecil.
Di satu sisi, para pemangku kepentingan berharap bahwa upaya pengenalan bahasa
Indonesia ke dunia internasional diharapkan bisa menjadi asparatus pemartaban bahasa Indonesia.
Banyak sumberdaya, di tengah keterbatasan dan kemauan dilakukan untuk melaksanakan mandat
pemartabatan ini. Pengiriman guru-guru BIPA ke luar negeri untuk mengajar di institusi-institusi
luar negeri yang mengajarkan bahasa Indonesia telah berjalan beberapa tahun terakhir ini. Di
samping itu, datangnya banyak mahasiswa asing dan pelajar ke Indonesia untuk belajar BIPA
juga semakin meningkat. Karena daya dan kapasitas angkat BIPA lebih dari sekedar
keterampilan berbahasa saja, maka para pemangku kepentingan dalam pengembangan strategi
kebahasaan perlu memetakan tantangan dan hambatan, dampak, beban serta variabel-variabel lain
yang berada di luar konteks kebahasaan saja.
Para pemegang kepentingan dalam strategi kebahasaan perlu merencanakan aktivitas
pemartabatan bahasa Indonesia, salah satunya dengan pengiriman guru-guru BIPA ke luar negeri
lebih dari sekedar untuk mencetak BIPA menjadi bahasa commerce (perdagangan) atau untuk
menjadi medium untuk menguasai ekonomi Indonesia, atau untuk mencetak agen kapitalisme dan
perbudakan ekonomi. Pihak-pihak ini perlu menelorkan kebijakan-kebijakan kebahasaan yang
bisa menghantarkan kemartabatan kemanusiaan, salah satunya dengan mengenalkan studi
wawasan kebangsaan dan kebudayaan.
Menyusul pembahasan tentang masalah ini di KIPBIPA IX di Bali yang salah satu
temanya mengusung masalah lintas budaya, unsur-unsur lintas budaya ini sekarang semakin
v
tampak jauh lebih penting dan urgen untuk dibahas lebih dalam diskusi ke-BIPA-an, dan sebagai
salah satu tema perlu ditelaah lebih lanjut dalam KIPBIPA X ini, terutama dalam kaitannya dengan
lintas budaya antar pembelajar BIPA yang akan datang ke Indonesia untuk melakukan aktivitas
edukasi maupun ekonomi dengan penduduk lokal di Indonesia. Mungkin, BIPA bisa menjadi
sosok yang memiliki daya dorong untuk membuat hubungan antar bangsa yang setara dan
semartabat ketika medium berkomunikasi ini diimbangi dengan ketanggapan dan praktek budaya
yang sama-sama bisa dimengerti dan diterima. Peran lintas budaya sudah saatnya dibahas dan
dipertimbangkan sebagai salah satu medium untuk menciptakan strategi pengembangan dan
pembangunan kebahasaan lewat BIPA. Perencanaan strategis yang matang untuk memadu dan
memasukkan unsur-unsur pendukung dalam BIPA termasuk di dalamnya informasi Studi Ke-
Indonesia-an, Wawasan Kebangsaan serta Wawasan Ke-BIPA-an, studi Lintas Budaya mutakhir
perlu diseriusi oleh semua pemangku kepentingan dengan berkolaborasi antara Pemerintah
Indonesia, dunia akademis serta intelektual. Dengan demikian gelombang masukknya budaya
asing yang bisa menggerus budaya Indonesia bisa difilter menjadi dengan komprehensif. Peran
BIPA yang memiliki daya dukung ini harus mulai digaungkan untuk menciptakan kondisi yang
bisa menjaga investasi ke Indonesia, termasuk lewat Pariwisata yang Bertanggung Jawab
(Responsible Tourism) yang bisa menghindari atau paling tidak mengerem kerusakan ekologis
maupun kultur sehingga dalam waktunya BIPA bisa menjadi bagian dari medium untuk mebangun
ketahanan peradaban dan budaya Indonesia.
Para pelaku BIPA perlu mahfum bahwa Pengembangan Bahasa Indonesia bukanlah
semata-mata tanggung jawab satu lembaga bahasa atau organisasi. Organisasi non-bahasa juga
memiliki potensi dan daya dukung untuk turut berkontribusi dalam memperkenalkan bahasa
Indonesia ke masyarakat non-pengguna bahasa Indonesia baik di dalam negeri maupun di luar
negeri. Lembaga negara, kedutaan dan konsulat, misalnya, memiliki peran yang amat strategis
dalam memperkenalkan bahasa Indonesia ke negara-negara tempat lembaga ini berada. BIPA bisa
menjadi bagian dari medium untuk membangun ketahanan peradaban dan budaya Indonesia.
Sebaliknya di dalam negeri lembaga kementerain dan pemerintahan yang dalam
operasionalnya bersinggungan dengan aktivitas orang asing seperti Kementerian Kebudayaan dan
Pendidikan dan Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, yang masing-masing
bertanggungjawab terhadap pengembangan pendidikan dan pariwisata belum mendapatkan
advokasi maksimal tentang potensi dan kontribusi BIPA untuk mengembangan kedua bidang ini
baik secara langsung maupun tidak langsung. advokasi dan pemaparan untuk membahas
keterlintasan antara BIPA dengan segala Pemangku Kepentingannya dengan dunia pariwisata
dengan Kementrian yang berkepentingan.
Konferensi ini bisa dijadikan momentum oleh APPBIPA pusat untuk turut
mengundang mitra berpotensi baik di luar maupun di dalam negeri untuk turut memetakan sinergi
– kerja sama antara lembaga bahasa/pemangku Kepentingan BIPA (Badan Bahasa, APPBIPA)
dengan lembaga non-Bahasa, Kementrian terkait, Asosiasi Profesional, institusi kerjasama
negara-negara termasuk Kantor Sekretariat ASEAN, badan-badan Perserikatan Bangsa- Bangsa,
dsb. Dengan demikian diplomasi antar negara, salah satunya lewat diplomasi lintas budaya bisa
menjadi pelengkap dari peran BIPA yang komprehensif.
Pada akhirnya, buku prosiding KIPBIPA X/2017 ini bisa menjadi medium yang strategis
untuk melihat spektrum perkembangan dunia BIPA selama ini. Dengan demikian kita semua bisa
memulai untuk membuat semacam alat untuk mengevaluasi perkembangan BIPA. Peran
vi
kerjasama kelembagaan BIPA dan di dalam luar negeri dalam melihat kilas balik upaya-upaya
pengembangan BIPA bisa turut membantu kita untuk merencanakan arah BIPA yang sesuai
dengan tujuan pemartabatan bangsa dan bahasanya.
vii
viii
DAFTAR ISI
6. Penggunaan Puisi sebagai Bahan Ajar Bagi Penutur Asing (BIPA) dalam
Upaya meningkatkan Sikap Positif Terhadap Budaya Indonesia
Marlina, S.Pd., ............................................................................................................ 38
ix
10. Dari Kartun M. Bundhowi Sampai Kelas Membatik: Sarana Ajar Alternatif
dalam Pembelajaran Bipa di Program Studi PBSI FKIP UAD
Sudaryanto, S.Pd., M.Pd. ........................................................................................... 70
12. Sebuah Refleksi tentang Pengenalan Budaya dalam Program Bahasa Indonesia
Universitas Columbia
Agam Syahrial ............................................................................................................ 85
14. Layanan Kursus Mandiri (Startup BIPA) dalam Jaringan untuk Semua
Pembelajar Bahasa Indonesia Penutur Asing (BIPA)
Ari Nursenja Rivanti, S.Pd. ........................................................................................ 106
15. Penyusunan Buku Teks BIPA Berbasis Pendekatan Komunikatif Integratif untuk
Semua Pelajar BIPA (Penelitian dan Pengembangan Materi Pengajaran BIPA)
Chintia Devi Yurensi, S.Pd. ....................................................................................... 111
18. Peningkatan Keterampilan Menulis Proposal Kegiatan pada Siswa BIPA Tingkat
Lanjut Melalui Pendekatan Kontekstual Berbasis Budaya
Dr. Eti Setyawati dan Nia Budiana, M.Pd. ................................................................. 135
20. Sikap dan Pemilihan Bahasa Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris
FKIP Universitas HKBP Nommensen Terhadap Bahasa Indonesia dan Bahasa
Inggeris Tinjauan Sosiolinguistik
Elza Leyli Lisnora Saragih ......................................................................................... 152
x
21. Tata Bahasa Komunikatif dalam Pembelajaran Bipa Tingkat Pemula (A1)
Fida Pangesti. S.Pd., M.A .......................................................................................... 161
25. Sister School sebagai upaya SMA Dwiwarna mengenalan BIPA melalui sekolah
Retno Cahwati, S.Pd. .................................................................................................. 195
27. Pengembangan Model Materi Ajar Berbasis Kontekstual dalam Menulis Kreatif
Tri Maryanto, S.Pd. .................................................................................................... 216
28. Pengaruh Bahasa Lisan ke Dalam Bahasa Tulis pada Mahasiswa BIPA
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran
Yulyanti Andrayani, S.Hum. ...................................................................................... 222
31. Analisis Wacana Teks Pidato: Studi Kasus terhadap Teks Pidato Pemenang
Lomba Pidato Bahasa Indonesia di KBRI Jerman
Paulina Chandrasari Kusuma, S.Pd., M.Hum, Ellis Reni Artyana, M.Pd. ................. 245
xi
33. Penyusunan Analisis Kebutuhan Pengajaran BIPA dengan Tujuan Khusus: Studi
Kasus Penyuluhan Perkopian Tradisional untuk Perdagangan Kopi Internasional di
Desa Gertas
Vincentius Stevian Yudhistira, S.Pd. ......................................................................... 276
34. Mengurangi Ancaman pada Pasien Penutur Bahasa Indonesia dan Asing dengan
Penggunaan Bentuk Sapaan Kekerabatan Lisan yang Santunan dalam Bahasa
Indonesia pada Komunikasi Dokter-Pasien
Dr. Emalia Iragiliati, M.Pd. ........................................................................................ 285
37. Tantangan dan Peluang Pengajaran BIPA sebagai Dampak 新住民 : Studi
Kasus di 新北市 di Taiwan
Nuning Catur Sri Wilujeng, M.A. .............................................................................. 310
40. Peran dan Fungsi Lembaga Sertifikasi Kompetisi Bahasa Indonesia bagi
Penutur Asing (LSK BIPA)
Agus Soehardjono, S.S., M.M. dan Tan Paulina Candra Aista, M. Hum. ................ 334
41. Sabtu Bermutu Kegiatan Literasi Calon Pengajar BIPA Mahasiswa Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia UMSU
Aisiyah Aztry, M.Pd. ................................................................................................. 339
xii
43. Internasionalisasi Bahasa Indonesia di Rusia; Pengajaran BIPA di Universitas
Negeri Moskow Lomonosov
Dr. Nuny Sulistiany Idris, M.Pd. ............................................................................... 351
44. Keberadaan LSK BIPA dalam Upaya Penjaminan Mutu Uji Kompetensi BIPA
Drs. Suharsono, M.Hum. ............................................................................................ 358
46. Pembelajaran Ekspresi Tulis BIPA di Sekolah Jarak Jauh Queensland dan
Australia
Wati Istanti, S.Pd., M.Pd. ........................................................................................... 370
xiii
Pemartabatan Bahasa Indonesia Dalam Menghadapi Perubahan Konstelasi Politik dan Ekonomi Dunia
Abstrak
Tata bahasa merupakan salah satu unsur penting dalam pembelajaran BIPA. Namun, tata
bahasa masih menjadi permasalahan tersendiri baik bagi pengajar maupun pebelajar. Menggabungkan
konteks dengan materi tata bahasa agaknya dapat menjadi solusi bagi permasalahan ini. Melalui
konteks, mahasiswa akan lebih mudah menangkap konsep tata bahasa beserta ranah penggunaannya.
Istilah yang sering digunakan dalam hal ini adalah tata Bahasa komunikatif. Selanjutnya, makalah
ini akan mencoba menguraikan tentang tata bahasa komunikatif dalam pembelajaran BIPA kelas
pemula yang meliputi (1) pengajaran tata bahasa, (2) pengajaran tata bahasa di kelas pemula BIPA,
(3) tata bahasa komunikatif, dan (4) penerapan tata bahasa komunikatif dalam pembelajaran BIPA
kelas pemula. Pertama, pengajaran tata bahasa merupakan aspek penting dalam membangun
performansi kebahasaan pebelajar. Selama ini metode yang sering digunakan dalam pengajaran tata
bahasa adalah metode deduktif dan metode induktif. Kedua, pengajaran tata bahasa di kelas pemula
sangat tidak disarankan untuk menggunakan pengajaran tradisional atau metode deduktif. Ketiga,
tata bahasa komunikatif merupakan turunan dari Communicative Language Teaching sehingga
pengajaran tata bahasa harus didesain untuk membantu pebelajar memnuhi tugas-tugas/fungsi-
fungsi komunikasi bahasa dalam konteks yang nyata. Keempat, penerapan tata bahasa komunikatif
di kelas pemula disajikan dalam bentuk langkah-langkah praktis pengajaran imbuhan me- yang
mencakup apersepsi, penyajian tata bahasa, aktivitas komunikatif I, aktivitas komunikatif II, dan
asesmen. Pada akhirnya, bahasan-bahasan sederhana dalam makalah ini diharapkan dapat menjadi
sumbangsih bagi pengajaran tata bahasa dalam pembelajaran BIPA, terlebih tercapainya cita-cita
internasionalisasi bahasa Indonesia.
A. PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) tampaknya benar-benar menjadi primadona
dewasa ini. Dalam beberapa forum ke-BIPA-an sering digaungkan ungkapan “BIPA ibarat gadis
yang sangat seksi dan menarik”. Hal ini sungguh tampak dari banyaknya pebelajar BIPA, institusi
atau lembaga penyelenggara BIPA, dan forum-forum BIPA baik pada tingkat lokal, nasional, maupun
internasional. Setidaknya ada lima alasan yang mendasari fenomena ini. Pertama, ada kesadaran
akan potensi bangsa Indonesia ditilik dari segi jumlah penduduk, luas wilayah, ekonomi, politik,
budaya, serta pariwisata di mata internasional. Kedua, ada kesadaran tentang urgensi peningkatan
fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional sehingga dorongan untuk memantapkan
161
Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (KIPBIPA X/2017)
pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing semakin meningkat. Ketiga, ada kesadaran
bahwa BIPA menjadi gerbang bagi masuknya mahasiswa asing di perguruan tinggi—mengingat
sebagian besar pelaksana BIPA adalah perguruan tinggi—demi promosi dan internasionalisasi
perguruan tinggi. Keempat, APPBIPA (Afiliasi Pengajar dan Pegiat BIPA) telah hadir angin segar
bagi terangnya perjalanan BIPA ke depannya dan menunjukkan hasil/progress yang signifikan.
Kelima, PPSDK (Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan) yang secara berkala
mengadakan program pengiriman pengajar BIPA ke luar negeri.
Tata bahasa merupakan salah satu unsur penting dalam pembelajaran BIPA. Tanpa
pemahaman tata bahasa yang mumpuni, penutur BIPA akan kesulitan menerapkan kosakata
yang sudah dimilikinya. Sayangnya, tata bahasa seolah menjadi momok baik bagi guru maupun
siswa. Bagi guru, mengajar tata bahasa tidaklah mudah mengingat mahasiswa BIPA memiliki
konstruksi tata bahasa asal yang kemungkinan berbeda dengan bahasa Indonesia sehingga mereka
tidak bisa dengan cepat memahami materi dan cenderung banyak bertanya pertanyaan yang kadang
sulit untuk dijawab. Alhasil, beberapa guru BIPA mengaku sering mati kutu jika sudah mengajar
tata bahasa. Sementara itu, bagi mahasiswa kelas tata bahasa begitu sulit karena bahasa Indonesia
memiliki tata bahasa yang kompleks, mirip satu sama lain, selalu memiliki pengecualian, dan
sebagainya.
Menggabungkan konteks dengan materi tata bahasa agaknya dapat menjadi solusi bagi
permasalahan ini. Melalui konteks, mahasiswa akan lebih mudah menangkap konsep tata bahasa
beserta ranah penggunaannya. Istilah yang sering digunakan dalam hal ini adalah tata Bahasa
komunikatif. Tata Bahasa komunikatif adalah pengajaran tata bahasa yang fokus pada penguasaan
kompetensi komunikatif mahasiswa sehingga mahasiswa dapat berkomunikasi secara lancar dengan
penggunaan tata bahasa yang tepat. Oleh karena itu, makalah ini akan mencoba menguraikan tentang
tata bahasa komunikatif dalam pembelajaran BIPA kelas pemula. Integrasi konteks ini lazimnya
disebut sebagai tata bahasa komunikatif. Hal-hal yang akan didiskusikan meliputi (1) pengajaran
tata bahasa, (2) pengajaran tata bahasa di kelas pemula BIPA, (3) tata bahasa komunikatif, dan (4)
penerapan tata bahasa komunikatif dalam pembelajaran BIPA kelas pemula.
Pada mulanya, tata bahasa menjadi perhatian utama para pengajar dan pebelajar bahasa.
Pengajaran tata bahasa dijadikan sebagai kelas tersendiri yang bertujuan untuk membuat pebelajar
memahami item-item tata bahasa sasaran dengan jalan secara tepat mengerjakan latihan-latihan tata
bahasa. Padahal, Ellis (2006:84) mendefinisikan pembelajaran tata bahasa sebagai berikut.
Grammar teaching involves any instructional technique that draws learners’ attention to
some specific grammatical form in such a way that it helps them either to understand it
metalinguistically and/or process in comprehension and/or production so that they can
internalize it.
162
Pemartabatan Bahasa Indonesia Dalam Menghadapi Perubahan Konstelasi Politik dan Ekonomi Dunia
Dari definisi Ellis di atas, dapat dipahami bahwa pengajaran tata bahasa pada dasarnya adalah jalan
untuk membantu pebelajar memahami tata bahasa secara metalinguistik sehingga pebelajar dapat
menginternalisasinya. Definisi tersebut mengimplikasikan bahwa pemahaman tata bahasa bukan
menjadi tujuan akhir. Tujuan akhir pengajaran tata bahasa adalah produksi bahasa itu sendiri.
Permasalahan pengajaran tata bahasa dapat dibahas dalam tiga perspektif yang berbeda:
teori pemerolehan bahasa, perspektif pebelajar, dan pedagogi bahasa (Ellis, 2002:13). Dari sudut
pandang teori pemerolehan bahasa, dapat dipahami dan disepakati bersama bahwa pebelajar—
khususnya pebelajar dewasa—sangat sulit mencapai kompetensi gramatikal yang tinggi meskipun
memiliki kesempatan untuk belajar bahasa target secara natural, melalui imersi total misalnya.
Oleh karenanya, muncul perdebatan apakah solusi pengajaran/kelas tata bahasa merupakan
solusi yang efektif dalam mencapai kompetensi bahasa target. Namun demikian, beberapa hasil
penelitian menunjukkan serangkaian bukti bahwa pengajaran/kelas tata bahasa memiliki efek yang
menguntungkan bagi perkembangan bahasa pebelajar. Dari sudut pandang pebelajar—khususnya
pebelajar dewasa—tata bahasa merupakan hal sentral dalam pembelajaran bahasa. Seringkali
pebelajar fokus dan menunjukkan kerja keras dalam memahami tata bahasa karena bagi pebelajar
keberhasilan dalam berbahasa adalah ketika dapat menggunakan bahasa yang bersangkutan
dengan tata bahasa yang tepat. Adapun dari sudut pandang pedagogi, tata bahasa termaktub
dalam kurikulum dalam dua stile: silabus tematik dan silabus struktural. Dalam silabus tematik,
pembelajaran diorientasikan pada tugas-tugas atau fungsi-fungsi komunikatif dimana tata bahasa
terintregasi dalam tema-tema tersebut. Sementara itu, dalam silabus struktural pembelajaran diatur
secara sistematis berdasarkan konten materi.
Hal yang menarik dari ketiga perspektif di atas adalah perspektif pedagogi. Dua jenis silabus
tersebut di atas diterapkan oleh institusi penyelenggaran BIPA. Beberapa institusi pada praktiknya
tidak memecah kelas BIPA menjadi kelas-kelas keterampilan dan kelas tata bahasa. Dengan kata
lain, institusi tersebut menerapkan silabus tematik. Kelebihan silabus tematik adalah pebelajar akan
fokus pada tugas/fungsi komunikatif yang ditargetkan, sedangkan kelemahannya adalah tidak semua
aspek tata bahasa benar-benar klik dengan tema. Pada akhirnya, beberapa aspek kebahasaan hanya
terkesan ditempelkan begitu saja dalam teks yang disajikan dan kemudian praktik pengajarannya
tetap deduktif. Beberapa pebelajar yang sangat “sadar” akan tata bahasa akan bertanya secara
khusus kepada pengajar karena merasa belum mendapatkan penjelasan dan pemahaman yang
komprehensif. Sebaliknya, beberapa institusi penyelenggara BIPA memecah kelas BIPA menjadi
kelas keterampilan (membaca, menulis, menyimak, dan berbicara), kelas tata bahasa, bahkan secara
khusus menyajikan kelas budaya Indonesia. Di sini institusi tersebut menerapkan silabus struktural.
Kelebihan penerapan silabus ini adalah pebelajar merasakan progress yang berarti dari segi tata
bahasa, sedangkan kelemahannya adalah bila pengajar tidak cermat dalam memilih metode dan
teknik makan pembelajaran akan menjadi pembelajaran konvensional yang membosankan.
Ada dua metode yang paling umum digunakan pengajar dalam pengajaran tata bahasa,
yaitu metode deduktif dan metode induktif. Dalam metode deduktif, aturan-aturan kebahasaan
menjadi hal pertama dan utama sehingga harus diberikan terlebih dahulu kemudian diikuti dengan
pemberian contoh dan baru pemberian latihan. Metode ini kerap diasosiasikan dengan Grammar-
Translation Method (Thornburry, 1999:29). Sebaliknya, dalam metode induktif aturan-aturan
kebahasaan menjadi hasil akhir: dimulai dengan pengajar memberikan contoh kalimat, mengarahkan
pebelajar untuk mencermati contoh kalimat, dan diakhiri dengan menyimpulkan aturan kebahasaan.
Dalam hal ini pebelajar yang menyimpulkan sendiri aturan-aturan kebahasaan tersebut sehingga
keterlibatan aktif pebelajar akan sangat terlihat.
163
Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (KIPBIPA X/2017)
Dalam pendekatan tradisional, tata bahasa harus mulai diajarkan pada tahap paling awal
dalam pembelajaran. Pandangan ini berakar dari teori belajar behavioris, bahwa belajar adalah
sebuah pembiasaan dan pebelajar harus dibiasakan sejak awal tentang struktur-struktur yang benar
dalam bahasa yang dipelajari. Namun, beberapa ahli berpendapat sebaliknya. Menurut Ellis (2002:
), ada dua alasan mengapa tata bahasa sebaiknya tidak diajarkan pada kelas pemula. Pertama,
hasil penelitian pada kasus pembelajaran bahasa secara imersi menunjukkan bahwa pebelajar tidak
membutuhkan tata bahasa untuk memperoleh kompetensi gramatikal. Melalui interaksi langsung
dengan penutur asli bahasa yang dipelajari, pebelajar dapat memahami kata dasar, urutan kata,
dan kalimat secara natural tanpa penjelasan spesifik dalam kelas tata bahasa. Kedua, tahap awal
pemerolehan bahasa kedua pada hakikatnya sama dengan pemerolehan bahasa pertama yaitu
naturally grammatical. Pebelajar awalnya akan memproduksi ujaran yang sepotong-sepotong
namun tetap kontekstual dan perlahan-lahan menggramatikalkan ujarannya. Artinya, pembelajaran
bahasa di kelas pemula lebih pada pemerolehan kata daripada pemerolehan tata bahasa.
Bila demikian adanya, maka pertanyaannya adalah apakah tata bahasa tidak perlu diajarkan
di kelas pemula? Jawabannya tentu perlu. Hanya saja pengajaran tata bahasa pada kelas pemula tidak
bisa diajarkan secara langsung melalui penjelasan-penjelasan definitif dengan contoh-contoh lepas.
Silabus tematik dapat diterapkan dalam hal ini. Dengan demikian, tata bahasa tetap dimasukkan
dalam pembelajaran tanpa mengenyampingkan fakta lexical oriented pada pembelajaran bahasa
kelas pemula.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Nesrine (2013) bahwa pembelajaran tata bahasa
dalam sebuah konteks sangat membantu pebelajar untuk mengetahui apa yang harus dibicarakan
serta kapan, bagaimana, dan kepada siapa hal itu harus dibicarakan. Pembelajaran tata bahasa melalui
aktivitas membaca, menulis, menyimak, dan berbicara dapat meningkatkan keempat keterampilan
tersebut seturut peningkatan keterampilan tata bahasa.
Tata bahasa komunikatif pada dasarnya merupakan derivasi dari pendekatan komunikatif
(Communicative Language Teaching). Menurut Kumaravadivelu (dalam Makmun, 2016)
pendekatan komunikatif memiliki empat karakteristik utama. Pertama, sasaran kelas difokuskan
pada semua komponen kompetensi komunikatif dan tidak terbatas pada kompetensi gramatikal
atau linguistik. Kedua, teknik-teknik pembelajaran bahasa dirancang untuk melibatkan peserta
didik dalam penggunaan bahasa secara pragmatis, otentik, fungsional, dan bermakna. Ketiga,
kefasihan dan ketepatan dipandang sebagai prinsip-prinsip pelengkap yang mendasari teknik-
teknik komunikatif. Dalam hal ini, kefasihan harus lebih dipentingkan daripada ketepatan agar para
peserta didik agar tetap terlibat secara bermakna dalam penggunaan bahasa. Keempat, dalam kelas
komunikatif peserta didik pada akhirnya harus menggunakan bahasa secara produktif dan berterima
dalam konteks spontan dan alami.
164
Pemartabatan Bahasa Indonesia Dalam Menghadapi Perubahan Konstelasi Politik dan Ekonomi Dunia
No Tahap Tujuan
1 Pebelajar melakukan aktivitas Memberikan kesempatan pebelajar menggunakan
komunikatif yang mengarah pada aspek aspek tata bahasa tertentu dan kesempatan untuk
tata bahasa tertentu praktik berbicara
2 Pengajar mengevaluasi produksi bahasa Mengetahui apakah pebelajar dapat menggunakan
pebelajar bahasa target dan menyimak keakurasiannya.
3 Pengajar mengoreksi kesalahan Memberikan feedback produksi bahasa kepada
berbahasa pebelajar pebelajar dan untuk memfokuskan pebelajar pada
aspek tata bahasa yang sedang dipelajari
4 Pengajar mengecek bentuk dan makna Memperjelas bagaimana aspek tata bahasa sasaran
dibuat dan digunakan.
5 Pebelajar melakukan aktivitas Memberikan kesempatan pebelajar untuk praktik
komunikatif kedua lebih lanjut dan menginternalisasi aspek tata bahasa
yang sedang dipelajari.
Mengacu pada rancangan kurikulum kursus dan pelatihan BIPA yang dirancang oleh
APPBIPA Indonesia dan PPSDK dengan mengacu pada kerangka kualifikasi nasional Indonesia
(KKNI), aspek tata bahasa yang harus dikuasi pebelajar BIPA di kelas pemula (A1) meliputi (1)
165
Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (KIPBIPA X/2017)
penggunaan ganti orang; (2) penggunaan struktur frasa benda (DM); (3) penggunaan kata bilangan
tingkat; (4) penggunaan kata negasi; (5) penggunaan kalimat sederhana; (6) penggunaan kata
tanya; (7) penggunaan kata ganti tunjuk; (8) penggunaan kata kerja ada; (9) penggunaan posisi dan
lokasi; (10) penggunaan kata depan; (11) penggunaan kata kerja berimbuhan (ber- dan me-); (12)
penggunaan kata keterangan waktu (besok, kemarin, dll) dan kata keterangan aspek (belum, sudah,
akan, dll); dan (12) penggunaan kata hubung. Dalam hal ini, mengingat berbagai keterbatasan
dalam penyajian makalah ini, hanya satu tata bahasa yang akan dijadikan contoh yaitu pengajaran
imbuhan me-. Berikut uraiannya.
166
Pemartabatan Bahasa Indonesia Dalam Menghadapi Perubahan Konstelasi Politik dan Ekonomi Dunia
Aktivitas Komu- Pengajar membagi pebelajar dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 2 orang
nikatif I: Games Te- Pengajar menjelaskan peraturan permainan: (a) salah satu anggota kelompok 1
bak Gaya memilih satu dari daftar kosakata berimbuhan me- yang dipegang pengajar lalu
memeragakan kosakata tersebut, (b) kelompok lain mengacungkan tangan untuk
menebak kosakata perdasarkan gaya/peragaan—di sini anggota kelompok 1 ti-
dak boleh ikut menebak, (c) pebelajar (pemeraga kosakata) memilih satu kelom-
pok lain dan memberi kesempatan untuk menebak kata, (d) jika jawaban benar
anggota kelompok membuat kalimat dari kata yang ditebak (missal di kelompok
2 jika A sudah menebak kata maka B yang membuat kalimat), jika jawaban salah
maka dilempar ke kelompok lain, (e ) skor untuk kata yang berhasil ditebak ada-
lah 5 sementara skor untuk kalimat adalah 10
Pebelajar melakukan permainan tebak gaya. Di sini tugas guru adalah mencatat
skor dan juga mencatat di papan tulis bila ada kalimat kurang tepat yang dipro-
duksi pebelajar
Pengajar membahas kalimat kurang tepat yang telah ditulis di papan tulis (bila
ada)
Pengajar menentukan kelompok pemenang dan memberikan hadiah.
Aktivitas Komu- Pengajar membagikan worksheet kepada pebelajar
nikatif II: men- Contoh whorksheet:
ceritakan aktivitas
sehari-hari teman
Tabel di atas merupakan salah satu contoh penerapan tata bahasa komunikatif di kelas
pemula. Yang perlu digarisbawahi adalah tabel di atas bukanlah RPP. Oleh karenanya, tidak
terdapat alokasi waktu, indikator, materi ajar, sumber belajar, dan penilaian secara detail. Tabel
di atas hanya menyajikan langkah-langkah praktis penerapan tata bahasa komunikatif dalam
mengajarkan imbuhan me-. Catatan lainnya yaitu pembelajaran ini sebaiknya dilakukan setelah
pebelajar mendapatkan materi tentang jam dan kosakata aktivitas sehari-hari sehingga aktivitas
yang dirancang pengajar dapat berjalan dengan lancar.
PENUTUP
Permasalahan pengajaran tata bahasa merupakan permasalahan yang akan terus mengiringi
pembelajaran bahasa kedua. Baik bagi pengajar maupun pebelajar, tata bahasa menjadi momok,
menjadi sebuah tantangan yang mau tidak mau harus ditakhlukkan. Tata bahasa komunikatif
yang berakar dari pendekatan komunikatif (Communicative Language Teaching) tampaknya
167
Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (KIPBIPA X/2017)
dapat menjadi salah satu solusi yang dapat ditawarkan (utamanya di kelas pemula). Melalui tata
bahasa komunikatif, pebelajar belajar tata bahasa dalam konteks komunikasi yang nyata sehingga
pembelajaran lebih aktif, produktif, dan berkesan.
Daftar Pustaka
Astrid, Annisa. 2011. “Pembelajaran Tata Bahasa Inggris Secara Komunikatif dengan Penyajian
Induktif dan Pengintregasian Keterampilan Berbahasa: Studi Kasus di Kelas Bahasa Inggris
I di IAIN Raden Fatah Palembang”. Ta’dib, Vol XVI (No.02), hal. 175—207.
Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan. 2016. Kurikulum Kursus dan Pelatihan Bahasa
Indonesia bagi Penutur Asing Berbasis KKNI. Tidak diterbitkan.
Ellis, Rod. 2002. “The Place of Grammar Instruction in the Second/Foreign Language Curriculum”.
In E. Hinkel & S. Fotos (Eds.), New perspectives on grammar teaching in second language
classrooms (pp. 17–34). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum.
______ 2006. Current Issues in the Teaching of Grammar: An SLA Perspective. (Online)., terdapa
pada laman onlinelibrary.wiley.com/doi/10.2307/40264512/, diakses pada 15 April 2017.
Glao, Nguyen Quynh dan Nguyen Thi Nhan Hoa. 2004. Applying Communicative Methods to
Teaching Grammar: An Experiment. (Online), terdapat pada laman www.nzdl.org/gsdl/
collect/literatu/index/assoc/HASH0116.dir/doc.pdf, diakses pada 12 Juli 2017.
Makmun, Arif. 2016. Rancangan Pembelajaran Bahasa Komunikatif Melalui Tata Bahasa Inggris.
(Online), terdapat pada laman ejournal.iaingawi.ac.id/index.php/almabsut/ article/view/136,
diakses pada 18 September 2017.
Nesrine, Bouslah. 2012. Through Communicative Language Teaching Approach: Case Study of
Second Year Students at The English Branch of Mohamed Kheider University of Biskra.
(Online). Terdapat pada laman aaboori.mshdiau.ac.ir, diakses pada 23 Mei 2017.
168
Fida Pangesti, S.Pd., M.A.