Disusun Oleh :
Nama : Ninis Banuwati
NIM : 41614010054
Program Studi : Teknik Industri
i
ii
iii
ABSTRAK
Lintasan Produksi adalah suatu sistem dalam produksi. Sistem produksi adalah
sistem yang mengubah input sebagai bentuk awal menjadi output sebagai hasil yang
lebih berdaya guna. Untuk itu diperlukanlah lintasan produksi yang efisien. Efisiensi
lintasan produksi berarti suatu metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-
stasiun kerja yang saling berkaitan dalam suatu lintasan produksi, sehingga setiap
stasiun kerja memiliki waktu yang tidak melibihi waktu siklus dari stasiun kerja
tersebut. Permasalahan yang terjadi pada lintasan produksi PT Metindo Era Sakti
adalah waktu yang tidak seimbang sehingga mengakibatkan adanya waktu
menganggur pada stasiun kerja. Dengan demikian maka diperlukan penerapan metode
line balancing yaitu metode heuristik yang terdiri dari Ranked Positional Weight
(RPW) dan Largest Candidate Rules (LCR) untuk memaksimalkan efisiensi dari
lintasan produksi yang ada. Metode RPW adalah metode peringkat bobot posisi yang
menggunakan cara penjumlahan waktu dari operasi-operasi yang terkontrol dalam
sebuah stasiun kerja dengan operasi tertentu yang disebut sebagai bobot posisi.
Sedangkan metode LCR adalah adalah metode pembebanan berurut yaitu mengurutkan
elemen dari waktu yang terbesar sampai waktu terkecil. Hasil dari penerapan kedua
metode dengan dilakukan sebanyak dua kali percobaan, berdasarkan permasalahan
yang ada didapatkan bahwa metode Ranked Positional Weight (RPW) pada percobaan
1 memiliki efisiensi lintasan yang paling baik yaitu sebesar 85.63% dengan nilai
balance delay sebesar 14.37% serta nilai idle time sebesar 3.77 menit. Dengan efisiensi
lintasan tersebut, perusahaan dapat mengurangi atau mengefisiensikan biaya overtime
sebesar Rp. 4.092.000 per tahunnya dalam lintasan Beam Comp Stering Hanger.
Kata Kunci: Efisiensi, Line Balancing, Balance Delay, Idle Time, Overtime,
Lintasan Produksi.
vi
ABSTRACT
Key Words: Efficiency, Line Balancing, Balance Delay, Idle Time, Overtime, Line
Production.
vii
KATA PENGANTAR
Dalam penyusunan laporan ini, Penulis juga ingin mengucapkan banyak terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama penyusunan Laporan Tugas
Akhir. Adapun pihak-pihak itu antara lain yaitu:
1. Kedua orang tua dan kakak tercinta yang selalu memberikan dukungan kepada
penulis baik moral maupun material.
2. Bapak Kamarul Thalib selaku HRD-GA Direktur di PT Metindo Era Sakti.
3. Bapak Edy Artisto selaku Manajer Welding Group 2 yang telah membantu selama
kerja praktek berlangsung di PT Metindo Era Sakti.
4. Bapak Budi Suwalno selaku pembimbing lapangan yang selalu membantu dan
memberikan penjelasan serta pemahaman selama di PT Metindo Era Sakti.
5. Bapak Tutur, Bapak Gozitama, Bapak Entis Sutisna, Bapak Yusuf, Bapak Burdan,
Ibu Indah yang telah membantu selama berada di PT Metindo Era Sakti.
6. Seluruh staff atau karyawan di lingkungan PT Metindo Era Sakti serta Keluarga
Bapak Somali yang telah memberikan banyak pengalaman dan ilmu
pengetahuannya dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir.
7. Ibu Igna Saffrina Fahin, ST, M.Sc dan Bapak Resa Taruna Suhada, S.Si, MT selaku
dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama penulisan Laporan
Tugas Akhir.
viii
8. Ibu Dr. Ir. Zulfa Fitri Ikatrinasari, MT sela ku Kepala Program Studi Teknik
Industri Universitas Mercu Buana.
9. Sahabat-sahabat dan saudara-saudara penulis yang telah memberikan semangat
serta dukungan kepada penulis diantaranya Mas Robi, Nurlaila Qurniati,
Puspita Eka Rohmah, Lifia Citra, Bhekti Dwiyanto, Amad Saepudin, Robiyatul
Adawiyah, Ridho Sya’bana, Mas Sarju dan lainnya yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
10. Teman-teman seperjuangan Teknik Industri 2014 Universitas Mercu Buana dan
adik-adik Teknik Industri 2015 Universitas Mercu Buana serta kakak kakak
Teknik Industri 2013 yang telah memberikan dukungan secara langsung
maupun tidak langsung.
11. Seluruh pihak yang membantu penulis selama penulisan Lpaoran Tugas Akhir
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
(Ninis Banuwati)
ix
DAFTAR ISI
Abstrak ............................................................................................................ iv
Daftar Tabel.................................................................................................... xi
x
2.1.6 Tujuan Keseimbangan Lintasan Produsksi ......................... 13
xi
Baku ..................................................................................... 55
4.2.4 Operation Process Chart (OPC) ......................................... 63
4.2.5 Flow Process Chart (FPC) .................................................. 63
4.2.6 Man and Machine Chart (MMC) ........................................ 63
4.2.7 Perhitungan Efisiensi Lintasan, Balance Delay dan Idle
Time.................................................................................... 63
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Permintaan Produk HPM Oktober 2016 – Januari 2017 (Unit)........... 4
Tabel 1.2 Waktu Rata-Rata 10 Sampel Perstasiun Kerja
(Januari-Februari 2017)........................................................................ 5
Tabel 2.1 Penyesuaian Menurut Westinghouse.................................................... 19
Tabel 2.2 Besarnya Kelonggaran Berdasarkan Faktor-Faktor Yang
Berpengaruh......................................................................................... 22
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu............................................................................ 29
Tabel 4.1 Urutan Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger 61310-T8N-
T003..................................................................................................... 41
Tabel 4.2 Daftar Elemen Kerja Pada Jalur Produksi dan Jumlah Operator......... 43
Tabel 4.3 Data Waktu Kerja untuk Setiap Stasiun Kerja..................................... 46
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Waktu Siklus Proses Produksi Beam Comp
Stering Hanger..................................................................................... 47
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Kecukupan Data............................................... 48
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji Keseragaman Data Setiap Stasiun Kerja.......... 52
Tabel 4.7 Perhitungan Waktu Siklus.................................................................... 55
Tabel 4.8 Faktor Penyesuaian Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger..... 56
Tabel 4.9 Tabel Faktor Kelonggaran Proses Produksi Beam Comp Stering
Hanger.................................................................................................. 57
Tabel 4.10 Hasil Waktu Baku Proses Pembuatan Beam Comp Stering Hanger
per Stasiun............................................................................................ 58
Tabel 4.11 Hasil Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku Proses
Pembuatan Beam Comp Stering Hanger per Elemen Pekerjaan......... 59
Tabel 4.12 Pembobotan Waktu Kerja Metode RPW Percobaan 1........................ 69
Tabel 4.13 Pengelompokkan Elemen Kerja Metode RPW Percobaan 1............... 70
Tabel 4.14 Pengelompokkan Elemen Kerja Metode RPW Percobaan 2............... 74
Tabel 4.15 Precedence Constraint......................................................................... 78
Tabel 4.16 Pengurutan Elemen Kerja Metode LCR Percobaan 1.......................... 81
Tabel 4.17 Pengelompokkan Elemen Kerja dengan Metode LCR Percobaan 1... 82
Tabel 4.18 Pengelompokkan Elemen Kerja dengan Metode LCR Percobaan 2.... 86
xiii
Tabel 5.1 Kondisi Awal Pada Perusahaan Sebelum Menerapkan Metode.......... 91
Tabel 5.2 Hasil Perbandingan dari Kedua Metode.............................................. 91
Tabel 5.3 Jumlah Produksi Pada Saat Overtime Selama Setahun Sebelum
Penerapan Metode Ranked Positional Weight..................................... 94
Tabel 5.4 Jumlah Produksi Pada Saat Overtime Selama Setahun Sesudah
Penerapan Metode Ranked Positional Weight..................................... 95
Tabel 5.5 Perbedaan Jumlah Produksi Pada Saat Overtime Selama Setahun
Sebelum dan Sesudah Penerapan Metode Ranked Positional
Weight.................................................................................................. 96
Tabel 5.6 Perbedaan Jumlah Jam Produksi Pada Saat Overtime dan Total
Biaya yang Dikeluarkan Selama Setahun Sebelum dan Sesudah
Penerapan Metode Ranked Positional Weight..................................... 97
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Stasiun ke-1 (X1) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger... 53
Grafik 4.2 Stasiun ke-2 (X2) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger... 53
Grafik 4.3 Stasiun ke-3 (X3) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger... 53
Grafik 4.4 Stasiun ke-4 (X4) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger... 54
Grafik 4.5 Stasiun ke-5 (X5) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger... 54
Grafik 4.6 Stasiun ke-6 (X6) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger... 54
Grafik 4.7 Peta Kontrol Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger........... 55
Grafik 4.8 Perbandingan Waktu Baku dengan Takt Time 126 unit/hari.......... 65
Grafik 4.9 Perbandingan Waktu Baku dengan Takt Time 126 unit/hari dan 135
unit/hari.................................................................................... 66
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Pengukuran Waktu Kerja untuk Setiap Elemen Kerja............... 103
Lampiran 2 Layout Line Welding Group 2........................................................... 106
Lampiran 3 Work Instruction................................................................................. 107
Lampiran 4 Operation Process Chart (OPC)........................................................ 113
Lampiran 5 Flow Process Chart (FPC)................................................................. 114
Lampiran 6 Man and Machine Chart (MMC)....................................................... 116
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Waktu kerja disini adalah suatu ukuran umum dari nilai masukan yang harus
diketahui guna melaksanakan penelitian mengenai perancangan lintasan produksi
yang efisien. Masukan yang berupa waktu ini dapat diteliti dan diperoleh dengan
cara melaksanakan studi mengenai tata cara dan pengukuran waktu kerja atau
pengukuran waktu baku.
Keseimbangan yang sempurna tercapai apabila ada persamaan keluaran
(output) dari setiap operasi dalam suatu lintasan produksi. Bila keluaran yang
dihasilkan tidak sama, maka keluaran maksimum mungkin tercapai untuk lini
operasi yang paling lambat. Operasi yang paling lambat menyebabkan
ketidakseimbangan dalam lintasan produksi. Keseimbangan pada stasiun kerja
berfungsi sebagai sistem keluaran yang efisien. Hasil yang bisa diperoleh dari
lintasan yang seimbang akan membawa ke arah perhatian yang lebih serius terhadap
metode dan proses kerja. Keseimbangan lintasan juga memerlukan keterampilan
operator yang ditempatkan secara layak pada stasiun-stasiun kerja yang ada.
Keuntungan keseimbangan lintasan adalah pembagian tugas secara merata
sehingga kemacetan dari lintasan atau penumpukan material bisa dihindari.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saiful, et al (2014)
dengan menggunakan Metode Line Balancing yaitu Ranked Positional Weight,
Largest Candidate Rules dan Region Approach, didapatkan hasil Lintasan produksi
awal diperoleh efisiensi lintasan 62,71%, balance delay 37,28%, idle time sebesar
116.87, smoothness index 64,67. Setelah menggunakan 3 metode RPW, LCR, dan
RA efisiensi lintasan meningkat menjadi 94.07%, balance delay 5.92%, idle time
turun menjadi 12.39% dan smoothness index 7.44. Kemudian penelitian juga
dilakukan oleh Hasanudin dan Arianto (2013) dengan menggunakan metode
Ranked Positional Weight dan Largest Candidate Rules diperoleh hasil
penyeimbangan lintasan menggunakan metode pembebanan berurut memberikan
hasil efisiensi lintasan sebesar 81% dan 64% untuk pembobotan posisi. Sehingga
dipilih metode pembebanan berurut sebagai optimalisasi proses produksi perakitan
di group Furukawa Breaker.
PT Metindo Era Sakti adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
industri komponen otomotif yang tergabung dalam Astra Otopart Group. PT
Metindo Era Sakti berdiri sejak tahun 1989 mempunyai 2 plant yang berada di
4
Bekasi dan Karawang. Awalnya bekerja sama dengan Astra untuk memproduksi
dan meng-export perangkat keras rumah tangga ke AS dan Eropa yang akhirnya
pada tahun 1990 memasuki pasar Automotive dengan memproduksi komponen
mobil yang ber-orientasi ke Industri Perakitan Mobil sebagai pelanggannya. PT
Metindo Era Sakti memperluas bisnisnya dengan memproduksi komponen sepeda
motor yang ber-orientasi kepada Perakitan Sepeda Motor sebagai pelanggannya.
PT Metindo Era Sakti berkomitmen memberi kepuasan pelanggan, dan harus terus
tumbuh dan berkembang menjadi salah satu Industri komponen Automotive yang
terkemuka baik Regional maupun Global.
Jika dilihat dengan kondisi yang ada pada PT Metindo Era Sakti, permintaan
akan produk selalu bertambah, khususnya untuk produk HPM 2XP dengan nama
part Beam Comp Stering Hanger dan nomer part 61310-T8N-T003. Untuk itu
diperlukanlah keseimbangan lintasan yang sangat tepat agar permintaan di setiap
harinya dapat dipenuhi. Berikut ini dapat dilihat Tabel permintaan produk HPM
dari bulan Oktober 2016 sampai Januari 2017.
Tabel 1.1. Permintaan Produk HPM Oktober 2016 – Januari 2017 (Unit)
Plant Model Oktober November Desember Januari
2XP 3060 2220 4620 5100
Plant 1 2MG 510 510 0 300
2SK 522 1560 1134 1134
2WF 1620 1140 1920 960
2SJ 1140 2580 3060 2040
Plant 2
2MD 2520 4620 0 2640
2CF 5640 4740 4800 3000
Sumber: Database PT Metindo Era Sakti
Dari data diatas bahwa terjadi waktu yang tidak balance atau waktu yang
tidak seimbang yang terjadi pada semua stasiun kerja yang mengakibatkan
banyaknya terjadi waktu yang menganggur terutama pada stasiun kerja 2 dan 6.
Oleh karena itu perlu adanya perencanaan keseimbangan lintasan. Tujuan
perencanaan keseimbangan lintasan adalah mendistribusikan unit-unit kerja atau
elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari stasiun
kerja pada suatu lintasan produksi dapat ditekan seminimal mungkin, sehingga
pemanfaatan peralatan dan operator semaksimal mungkin. Pembuatan suatu produk
pada umumnya dilakukan melalui beberapa tahapan proses produksi pada beberapa
departemen yang berupa aliran proses produksi. Apabila terjadi hambatan atau
ketidak efisienan dalam suatu departemen akan mengakibatkan terjadinya waktu
menunggu dan penumpukan material (Baroto, 2002).
Line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen
tugas dari suatu assembly line ke work stations untuk meminimumkan banyaknya
work stations dan meminimumkan total harga idle time pada semua stasiun untuk
6
tingkat output tertentu, yang dalam penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu per-
unit produk yang dispesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial
harus dipertimbangkan (Gasperz, 2004)
Melihat peranan penting pada sistem produksi dengan menggunakan
metode line balancing, maka dalam penelitian ini penulis mencoba meningkatkan
efisiensi lintasan produksi Beam Comp Stering Hanger dan nomer part 61310-
T8N-T003 di PT Metindo Era Sakti dan mengurangi waktu menganggur pada
operator dan mengurangi terjadinya waktu menunggu (Delay) pada salah satu
bagian lintasan produksi yang menyebabkan terjadinya penumpukan material.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Umpan balik
Urutan proses operasi pada unit konversi mulai dari masuknya bahan baku
di unit input sampai keluarnya output disebut sebagai lintasan produksi. Sehingga
Lintasan produksi dapat diartikan sebagai suatu seri urutan-urutan proses
pengerjaan yang diperlukan untuk menghasilkan produk atau jasa. Adapun
produksi sering diartikan sebagai aktfitas yang ditujukan untuk meningkatkan nilai
masukan (input) menjadi keluaran (output) yang lebih berdaya guna. Lintasan
produksi dapat diartikan juga sebagai penjaluran area-area dimana fasilitas-fasilitas
seperti mesin-mesin, perlengkapan dan operasi-operasi manual diletakan
berdekatan secara berurutan satu sama lain dimana material bergerak secara
9
10
produksi, sehingga setiap stasiun kerja memiliki waktu yang tidak melibihi waktu
siklus dari stasiun kerja tersebut. Suatu lintasan produksi dapat dikatakan seimbang
apabila setiap stasiun dapat memberikan keluaran untuk stasiun kerja lainnya dalam
kecepatan waktu yang relatif sama.
Menurut Gasperz (2004), Keseimbangan lintasan produksi adalah suatu
metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang saling
berkaitan dalam satu lini produksi sehingga setiap stasiun kerja memiliki waktu
yang tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut. Keseimbangan lini juga
dapat dikatakan sebagai usaha untuk mengadakan keseimbangan kapasitas antara
satu bagian dengan bagian lain didalam suatu proses produksi.
Persoalan dalam keseimbangan lintasan berawal dari lintasan proses
poduksi massal, dimana tugas-tugas yang dibutuhkan dalam proses produksi harus
dibagi kepada seluruh pekerja agar usaha pekerja merata dan jumlah pekerja dapat
diminimumkan untuk mempertahankan laju produksi yang diharapkan.
Menurut Nasution (2003), Keseimbangan lintasan produksi berhubungan
erat dengan produksi massal sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokan kedalam
beberapa pusat kerja, yang untuk selanjutnya disebut stasiun kerja. Waktu yang
diijinkan untuk menyelesaikan elemen pekerjaan itu ditentukan oleh kecepatan
lintas perakitan. Semua stasiun kerja sedapat mungkin harus memiliki waktu siklus
yang sama. Bila suatu stasiun kerja mmiliki waktu dibawah waktu siklus idealnya,
maka stasiun kerja tersebut akan memiliki waktu menganggur, sehingga dicapai
efisiensi kerja yang tinggi pada setiap stasiun kerja.
Keterkaitan sejumlah pekerjaan dalam suatu lini produksi harus
dipertimbangkan dalam menentukan pembagian pekerjaan ke dalam masing-
masing stasiun kerja. Hubungan atau saling keterkaitan antara satu pekerjaan
dengan pekerjaan lainnya digambarkan dalam suatu precedence diagram atau
diagram pendahuluan (Gaspersz, 2004).
Menurut Gasperz (2004), Keseimbangan lintasan produksi merupakan
penyeimbangan penugasan elemen tugas dari suatu assembly line ke work stations
untuk meminimumkan banyaknya work stations dan meminimumkan total harga
idle time pada semua stasiun untuk tingkat output tertentu. Keseimbangan lintasan
produksi adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang dipergunakan
13
kerja, dimana stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang lain memiliki beban
kerja yang tidak seimbang. Pembagian pekerjaan ini disebut Production-line
balancing, assembly-line balancing dan hanya line balancing (Ginting, 2007).
Tujuan dasar dari keseimbangan lintasan produksi adalah untuk
menugaskan elemen-elemen kerja pada stasiun kerja dalam berbagai cara dimana
batasan precedence tidak dilanggar dan waktu menganggur minimal (Ginting,
2007).
Persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu keseimbangan
lintasan produksi adalah dengan meminimumkan waktu menganggur (idle time)
dan meminimumkan pula keseimbangan waktu senggang (balance delay).
Sedangkan tujuan dari lintasan produksi yang seimbang adalah sebagai berikut
(Malave, 2000).:
a. Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap work station
sehinggan setiap work station selesai pada waktu yang seimbang dan
mencegah terjadinya bottle neck. Bottle neck adalah suatu operasi yang
membatasi output dan frekuensi produksi.
b. Menjaga agar pelintasan perakitan tetap lancar.
c. Meningkatkan efisiensi atau produktifitas.
Umumnya merencanakan keseimbangan dalam sebuah lintasan meliputi
usaha yang bertujuan untuk mencapai suatu kapasitas yang optimal, dimana tidak
terjadi penghamburan fasilitas (waktu, tenaga dan material). Tujuan ini tercapai
bila:
1. Lintasan bersifat seimbang, setiap stasiun kerja mendapatkan beban kerja yang
sama nilainya diukur dengan waktu.
2. Jumlah waktu menganggur minimum di setiap stasiun kerja sepanjang lintasan
perakitan.
3. Stasiun kerja berjumlah minimum.
sejumlah waktu yang tidak produktif dan variasi jumlah pekerja yang dibutuhkan
untuk menghasilkan output produksi tertentu didalam suatu lintasan (Sutalaksana,
2006).
Permasalahan keseimbangan lintasan produksi paling banyak terjadi pada
proses perakitan dibandingkan pada proses pabrikasi. Pabrikasi dari sub komponen-
komponen biasanya memerlukan mesin-mesin berat dengan siklus panjang. Ketika
beberapa operasi dengan peralatan berbeda dibutuhkan secara proses seri, maka
terjadilah kesulitan dalam menyeimbangkan panjangkan siklus-siklus mesin
sehingga utilisasi kapasitas menjadi rendah. Pergerakan yang terus menerus
kemungkinan besar dicapai dengan operasi-operasi perakitan yang dibentuk secara
manual ketika beberapa operasi dapat dibagi dengan durasi waktu yang pendek.
Semakin besar fleksibilitas dalam mengkombinasikan beberapa tugas, maka
semakin tinggi pula tingkat keseimbangan tingkat yang dapat dicapai, hal ini akan
membuat aliran dengan utilisasi tenaga kerja dan perakitan yang tinggi (Nasution
& Prasetyawan, 2008). Adanya kombinasi penugasan kerja terhadap operator atau
grup operator yang menempati stasiun kerja tertentu juga merupakan awal masalah
keseimbangan lintasan produksi, sebab penugasan elemen kerja yang berbeda akan
menimbulkan perbedaan dalam jumlah waktu yang tidak produktif dan variasi
jumlah pekerjaan yang dibutuhkan untuk menghasilkan keluaran produksi tertentu
dalam lintasan tersebut. Masalah-masalah yang terjadi pada keseimbangan lintasan
dalam suatu lintasan produksi biasanya tampak adanya penumpukan material,
waktu tunggu yang tinggi dan operator yang menganggur karena beban kerja yang
tidak teratur. Untuk memperbaiki kondisi tersebuut dengan keseimbangan lintasan
yaitu dengan menyeimbangkan stasiun kerja sesuai dengan kecepatan produksi
yang diinginkan.
Keseimbangan yang sempurna tercapai apabila ada persamaan keluaran
(output) dari setiap operasi dalam suatu runtutan lini. Bila keluaran yang dihasilkan
tidak sama, maka keluaran maksimum mungkin tercapai untuk lini operasi yang
paling lambat. Operasi yang paling lambat menyebabkan ketidakseimbangan dalam
lintasan produksi. Keseimbangan pada stasiun kerja berfungsi sebagai sistem
keluaran yang efisien. Hasil yang bisa diperoleh dari lintasan yang seimbang akan
membawa ke arah perhatian yang lebih serius terhdap metode dan proses kerja.
16
Dimana :
K = Tingkat Kepercayaan
S = Tingkat Ketelitian
X𝑖 = Waktu peroperasi
N’ = jumlah data pengukuran data minimum yang dibutuhkan
N = jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan
Jumlah pengukuran waktu dikatakan cukup apabila jumlah pengukuran
minimum yang dibutuhkan secara teoritis lebih kecil atau sama dengan
jumlah pengukuran pendahuluan yang sudah dilakukan (N’ ≤ N). Jika
jumlah pengukuran masih belum mencukupi, maka harus dilakukan
pengukuran lagi sampai jumlah pengukuran tersebut cukup.
3) Uji keseragaman data
Keseragaman data ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil pengukuran
waktu cukup seragam. Suatu data dikatakan seragam apabila berada dalam
rentang batas kontrol tertentu. Rentang batas kontrol tersebut adalah Batas
Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB) dimana rumusnya
adalah:
BKA = X + 3x ... ... ... (2.2)
Hasil pengukuran dikatakan seragam apabila semua harga rata-rata sub grup
berada dalam batas kontrol. Bila tidak, maka subgrup tersebut dibuang dan
tidak diperhitungkan dalam menghitung kecukupan data.
4) Faktor Penyesuaian
Menurut Wignjosoebroto (2003), kecepatan, usaha, tempo, ataupun
performance kerja semuanya akan menunjukkan kecepatan gerakan
operator pada saat bekerja. Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi
kecepatan kerja operator ini dikenal sebagai ‘Rating Performance’. Secara
umum kegiatan rating ini dapat didefinisikan sebagai proses di mana
seorang pengamat membandingkan performa kerja operator pada saat
diamati dengan konsep si pengamat mengenai performa normal. Untuk
menormalkan waktu kerja maka diadakan penyesuaian yaitu dengan cara
mengalikan waktu kerja dengan faktor penyesuaian/rating ‘P’.
Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran
kerja yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya
bekerja tanpa kesungguhan, dll. Penyebab di atas dapat mempengaruhi
kecepatan kerja. Kecepatan yang terlalu singkat atau terlalu panjangnya
waktu penyelesaian. Hal ini tidak diinginkan karena waktu baku adalah
waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja secara wajar (Sutalaksana,
2006).
Terdapat 4 metode penyesuaian yaitu metode Shumard, metode
Westinghouse, metode persentase, metode Bedaux dan Sintesa. Berikut ini
adalah penjelasan dari masing-masing metode tersebut (Sutalaksana, 2006):
1) Metode Shumard
Memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas kinerja
kerja dengan setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri. Disini
pengukur diberi patokan untuk menilai performansi kerja operator
menurut kelas-kelas superfast, fast+, fast, fast-, excellent, dan
seterusnya.
2) Metode Westinghouse
Penyesuaian cara Westinghouse lebih diarakan kepada empat faktor
yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajarannya dalam
19
3) Metode persentase
Cara presentase ini merupakan cara paling awal digunakan dalam
melakukan penyesuaian. Disini faktor penyesuaian sepenuhnya
ditentukan oleh pengukur melalui pengamatanya selama melakukan
pengukuran. Jadi sesuai dengan pengukuran, pengukur tadi menentukan
harga p yang menurutnya akan menghasilkan waktu normal. Cara ini
merupakan cara yang paling mudah dan paling sederhana dalam
menentukan faktor penyesuaian, namun segera terlihat adanya ketidak
telitian akibat dari kasarnya penelitian.
4) Metode Bedaux dan Sintesa
Cara Bedaux tidak banyak berbeda dengan cara Shumard, hanya saja
nila-nilai pada cara Bedaux dinyatakan dalam “B” (huruf pertama
Bedaux, penemunya) seperti misalnya 60 B atau 70 B. Sedangkan cara
Sintesa sedikit berbeda dengan cara-cara lain, dimana dalam cara ini
waktu penyelesaian setiap elemen gerakan dibandingkan dengan harga-
harga yang diperoleh dari tabel-tabel data waktu gerakan, untuk
kemudian dihitung harga rata-ratanya.
Dalam penelitian ini digunakan metode westinghouse karena
Mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan
kewajaran atau ketidakwajaran. Keempat faktor tersebut adalah
keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi.
21
5) Faktor Kelonggaran
Penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan menjalankan beberapa
kali pengukuran dan perhitungan rata-ratanya. Jumlah pengukuran yang
cukup dan penyusun satu hal lain yang kerap kali terlupakan adalah
menambah kelonggaran atas waktu normal yang telah didapatkan.
Kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu untuk kebutuhan pribadi,
menghilangkan rasa fatigue dan hambatan-hambatan yang tidak dapat
dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata
dibutuhkan oleh pekerja dan yang selama pengukuran tidak diamati,
diukur, dicatat, ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan
setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan.
Ketiga hal kelonggaran tersebut akan dijelaskan seperti berikut ini, yaitu
(Sutalaksana, 2006):
a) Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Kebutuhan pribadi adalah operator, seperti: minum, ke kamar kecil,
bercakap cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menghilangkan
ketegangan ataupun kejemuan kerja adalah suatu hal yang wajar.
Besarnya kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi pria adalah 2%–
2,5%, sedangkan untuk wanita sebesar 5% pada pekerjaan ringan
dengan kondisi kerja yang normal.
b) Kelonggaran untuk menghilangkan rasa lelah
Rasa lelah operator dapat disebabkan dikarenakan penurunan stamina
dikarenakan melakukan pekerjaan yang terus menerus dalam kurun
waktu tertentu. Untuk mengurangi rasa lelah, lazimnya operator
mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa sehingga menyebabkan
gerakan menjadi lambat.
c) Kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang tak terhindarkan,
Berdasarkan pelaksanaan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari
berbagai hambatan. Terdapat hambatan yang dapat dihindarkan,
seperti mengobrol yang berlebihan dan menganggur. Hambatan yang
tidak dapat dihindarkan, yaitu jika berada di luar kekuasaan pekerja
untuk mengendalikannya. Hambatan yang pertama jelas tidak ada
22
C. Gerakan kerja
1.Normal 0
2.Agak terbatas 0-5
3.Sulit 0-5
4.Pada anggota badan terbatas 5-10
5.Seluruh anggota badan terbatas 10-15
F. Keadaan atmosfer
1.Baik 0
2.Cukup 0-5
3.Kurang baik 5-10
4.Buruk 10-20
menurunkan kwalitas
6.Terasa adanya getaran lantai 5-10
7.Keadaan-keadaan yang luar biasa (bunyi,
kebersihan, dll) 5-15
Ws =
X i
... ... ... (2.4)
N
Dimana:
∑ X𝑖 = Jumlah waktu penyelesaian yang teramati
𝑁 = Jumlah pengamatan yang dilakukan
2. Menghitung waktu normal
Waktu normal merupakan waktu penyelesaian pekerjaan yang
diselesaikan oleh pekerja dalam kondisi wajar dan berkemampuan kerja
rata-rata.
Wn = Ws x P ... ... ... (2.5)
Dimana:
Ws = Waktu Siklus Rerata
P = faktor penyesuaian
Faktor ini diperhitungkan bila operator bekerja dengan tidak wajar,
sehingga hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan untuk mendapatkan
waktu penyelesaian pekerjaan yang normal.
25
Dimana :
C = Waktu Siklus
N = Jumlah Stasiun Kerja
𝑆𝑖 = Waktu Masing-masing Stasiun
11. Balance Delay
Adalah rasio antara waktu idle dalam lini perakitan dengan waktu yang
tersedia.
(𝑁 . 𝑆𝑚 )− ∑𝑛
𝑖=1 𝑆𝑖
D= x100% atau
(𝑁 . 𝑆𝑚 )
27
SI = √∑𝑁
𝑖=1(𝑊𝑆𝐾𝑚𝑎𝑥 − 𝑊𝑆𝐾𝑖)²n ... ... ... (2.11)
Dimana :
WSKmax = Waktu terbesar dari stasiun kerja terbentuk.
WSKi = Waktu stasiun kerja ke -i yang terbentuk.
N = Jumlah stasiun kerja yang terbentuk
kemudian diikuti oleh elemen kerja yang lain yang memiliki waktu elemen yang
lebih rendah (Baroto, 2002). Berikut ini merupakan penjelasan langkah-langkah
dalam metode RPW (Ranked Positional Weight) (Baroto, 2002):
a. Buat precedence diagram untuk tiap proses.
b. Tentukan bobot posisi untuk masing-masing elemen kerja yang berkaitan
dengan waktu operasi untuk waktu pengerjaaan yang terpanjang dari mulai
operasi permulaan hingga sisa operasi sesudahnya. Cara penentuan bobot
posisinya adalah sebagai berikut:
Bobot (RPW) = Waktu Operasi Tersebut + Waktu Proses Operasi Berikutnya
c. Membuat rangking tiap elemen pekerjaan berdasarkan bobot posisi di langkah
2. Pengerjaan yang memilki bobot terbesar diletakkan pada rangking pertama.
d. Tentukan waktu siklus.
e. Pilih elemen operasi dengan bobot tertinggi, alokasikan ke stasiun kerja. Jika
masih layak (waktu stasiun < Takt Time), alokasikan operasi dengan bobot
tertinggi berikutnya, namun alokasi ini tidak boleh membuat waktu stasiun >
Takt Time.
f. Bila alokasi suatu elemen operasi membuat waktu stasiun > Takt Time, maka
sisa waktu ini (Takt Time-waktu stasiun) dipenuhi dengan alokasi elemen
operasi dengan bobot paling besar dan penambahannya tidak membuat waktu
stasiun > Takt Time.
g. Jika elemen operasi yang jika dialokasikan untuk membuat ST> Takt Time
sudah tidak ada, maka kembali ke langkah ke-5.
2. Metode Pembebanan Berurut (Largest Candidate Rules)
Dalam metode ini juga terdapat kelebihan dan kelemahan yang dapat
menjadi bahan pertimbangan. Kelebihan dari metode ini adalah secara keseluruhan
metode ini memiliki tingkat kemudahan yang lebih tinggi dibanding metode lainnya
tetapi hasil yang diperoleh masih harus saling dipertukarkan dengan cara trial dan
error untuk mendapatkan penyusunan stasiun kerja yang optimal. Sedangkan
kelemahannya adalah didapatkan lebih banyak operasi seri yang digabungkan ke
dalam satu stasiun kerja, metode ini mengurutkan elemen dari terbesar ke terkecil
(Groover, 2001). Metode Largest Candidate Rules merupakan metode yang paling
sederhana. Adapun prosedur metode tersebut secara jelas dapat dijelaskan sebgai
29
berikut:
1. Tentukan precedence diagram sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
2. Urutkan semua elemen operasi dari yang paling besar waktunya hingga yang
paling kecil.
3. Elemen kerja pada stasiun kerja pertama diambil dari urutan yang paling atas.
Elemen kerja dapat diganti atau dipindahkan kestasiun berikutnya, apabila
jumlah elemen kerja telah melebihi batas waktu siklusnya.
4. Lanjutkan proses langkah kedua, hingga semua elemen kerja telah berada dalam
stasiun kerja dan memenuhi Takt Time
Rekomendasi
34
35
Pengukuran waktu dengan jam henti (stopwatch) dari setiap elemen kerja
pada Lini produksi Beam Comp Stering Hanger.
• Urutkan semua elemen kerja dari yang paling besar waktunya hingga
yang paling kecil.
• Elemen kerja pada stasiun kerja pertama diambil dari urutan yang paling
atas. Elemen kerja dapat diganti atau dipindahkan ke stasiun berikutnya,
apabila jumlah elemen kerja telah melebihi batas waktu siklusnya.
• Lanjutkan proses langkah kedua, hingga semua elemen kerja telah
berada dalam stasiun kerja dan memenuhi Tak Time.
38
Mulai
Perumusan Masalah
• Bagaimana cara mengefisiensikan lintasan produksi Beam Comp Stering Hanger?
• Bagaimana mengurangi terjadinya waktu menunggu (delay) pada salah bagian lintasan produksi yang menyebabkan penumpukan material?
• Berapakah biaya overtime sebelum dan sesudah dilakukannya pengefisiensian lintasan produksi Beam Comp Stering Hanger?
Tujuan Penelitian
• Mengetahui cara mengefisiensikan lintasan produksi Beam Comp Stering Hanger
• Mengetahui cara mengurangi terjadinya waktu menunggu (delay) pada salah satu bagian lintasan produksi yang menyebabkan
penumpukan material
• Mengetahui biaya overtime sebelum dan sesudah dilakukannya pengefisiensian lintasan produksi Beam Comp Stering Hanger
Batasan Masalah
• Ruang lingkup yang diamati hanya pada lintasan proses produksi Beam Comp Stering Hanger 61310-T8N-T003
• Waktu pengambilan dan pengamatan data hanya pada bulan Januari sampai Februari 2017.
• Perhitungan Line Balancing menggunakan beberapa metode yaitu Ranked Positional Weight dan Largest Candidate Rules.
Identifikasi Data
Pengolahan Data
Pengumpulan Data • Membuat precedence diagram.
• Data Proses Produksi (Jumlah produksi per • Uji kerseragaman data dan kecukupan data
hari dan Total waktu kerja) • Perhitungan waktu siklus rerata, waktu normal, dan waktu baku
• Data stasiun kerja, urutan kerja dan operator • Perhitungan rancangan metode Ranked Positional Weight dan
• Data waktu proses setiap elemen kerja Largest Candidate Rules
• Data Cycle time / waktu siklus • Perhitungan efisiensi, balance delay, dan idle time
Selesai
Mulai
Selesai
Mulai
Selesai
BAB IV
1 Main Assy 1
2 Main Assy 2
3 Main Assy 3
4 Main Assy 4
5 Instal Bolt
6 Checking
41
42
Dalam pengukuran waktu kerja pada setiap stasiun kerja, pengambilan data
dilakukan secara berulang-ulang (repetitive timing) sebanyak sepuluh kali. Hasil
pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Main
1 115 116.04 115.95 115.63 116.03 115.96 115.51 116.07 116.02 116.12
Assy 1
Main
2 121.44 122.00 121.80 121.65 121.70 121.85 121.98 121.53 121.91 122.11
Assy 2
Main
3 107.00 107.61 107.84 107.55 107.65 107.46 107.61 107.88 107.73 107.59
Assy 3
Main
4 114.00 114.51 114.97 115.11 114.40 114.71 115.05 114.63 114.78 115.03
Assy 4
Instal
5 107.00 107.77 107.66 107.70 107.48 107.75 107.77 107.73 107.52 107.81
Bolt
6 Checking 161.0 161.5 161.7 161.6 161.3 161.7 161.2 161.5 161.5 161.7
47
Hasil pengamatan waktu siklus tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Adapun waktu pengamatan yang telah didapat pada setiap proses adalah:
1 1.917 3.675 2.024 4.097 1.783 3.179 1.900 3.610 1.783 3.179 2.683 7.198
2 1.934 3.740 2.033 4.133 1.794 3.218 1.909 3.644 1.796 3.226 2.692 7.247
3 1.933 3.736 2.030 4.121 1.797 3.230 1.916 3.671 1.794 3.218 2.695 7.263
4 1.927 3.713 2.028 4.113 1.793 3.215 1.919 3.683 1.795 3.222 2.693 7.252
5 1.934 3.740 2.028 4.113 1.794 3.218 1.907 3.637 1.791 3.208 2.688 7.225
6 1.933 3.736 2.031 4.125 1.791 3.208 1.912 3.656 1.796 3.226 2.695 7.263
7 1.925 3.706 2.033 4.133 1.794 3.218 1.918 3.679 1.796 3.226 2.687 7.220
8 1.933 3.736 2.026 4.105 1.798 3.233 1.911 3.652 1.796 3.226 2.692 7.247
9 1.934 3.740 2.032 4.129 1.796 3.226 1.913 3.660 1.792 3.211 2.692 7.247
10 1.935 3.744 2.035 4.141 1.793 3.215 1.917 3.675 1.797 3.230 2.695 7.263
JML 19.3 37.3 20.30 41.21 17.9 32.2 19.1 36.6 17.9 32.2 26.9 72.4
1 1.917 3.675 2.024 4.068 1.783 3.179 1.900 3.610 1.783 3.179 2.683 7.198
2 1.934 3.740 2.033 4.133 1.794 3.218 1.909 3.644 1.796 3.226 2.692 7.247
3 1.933 3.736 2.030 4.121 1.797 3.230 1.916 3.671 1.794 3.218 2.695 7.263
49
4 1.927 3.713 2.028 4.113 1.793 3.215 1.919 3.683 1.795 3.222 2.693 7.252
5 1.934 3.740 2.028 4.113 1.794 3.218 1.907 3.637 1.791 3.208 2.688 7.225
6 1.933 3.736 2.031 4.125 1.791 3.208 1.912 3.656 1.796 3.226 2.695 7.263
7 1.925 3.706 2.033 4.133 1.794 3.218 1.918 3.679 1.796 3.226 2.687 7.220
8 1.933 3.736 2.026 4.105 1.798 3.233 1.911 3.652 1.796 3.226 2.692 7.247
9 1.934 3.740 2.032 4.129 1.796 3.226 1.913 3.660 1.792 3.211 2.692 7.247
10 1.935 3.744 2.035 4.141 1.793 3.215 1.917 3.675 1.797 3.230 2.695 7.263
JML 19.3 37.3 20.30 41.2 17.9 32.2 19.1 36.6 17.9 32.2 26.9 72.4
N’ 2 1 8 5 8 1
Ket Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup
K:95% 2
S:5% 0.05
Dimana:
n = Banyaknya pengamatan
∑Xn = Jumlah pengamatan ke n dari i sampai j
X = Nilai rata-rata
Dengan standar deviasi:
∑(𝑋𝑖−𝑋)²
SD = (𝜎) = √
n−1
Dimana:
Xi = Data ke n
X = Nilai rata-rata
n = Banyaknya data
Pada pengujian kecukupan data untuk tingkat kepercayaan dipilih 95% dan
tingkat ketelitian 5%, maka:
Harga Z = 1 – (α/2)
Dimana α = 0,05
Maka Z = 1 – (0,05/2) = 0,975
Dari tabel distribusi normal untuk nilai 0,975 didapat nilai Z (harga k) = 1,96
Maka hasil uji keseragaman data untuk stasiun ke-1 yaitu:
1.917 +1.934+ … + 1.935
X (rata-rata)= = 1.93
10
Jadi:
BKA = 1.93 + (1.96 x 0.0058) = 1.94
BKB = 1.93 - (1.96 x 0.0058) = 1.82
Maka hasil uji keseragaman data untuk stasiun ke-2 yaitu:
2.024 +2.033+ … + 2.035
X (rata-rata)= = 2.030
10
Jadi:
51
Jadi:
BKA = 1.79 + (1.96 x 0.0054) = 1.80
BKB = 1.79 - (1.96 x 0.0054) = 1.78
Maka hasil uji keseragaman data untuk stasiun ke-4 yaitu:
1.900 +1.909+ … + 1.917
X (rata-rata)= = 1.91
10
Jadi:
BKA = 1.91 + (1.96 x 0.0063) = 1.92
BKB = 1.91 - (1.96 x 0.0063) = 1.90
Maka hasil uji keseragaman data untuk stasiun ke-5 yaitu:
1.783 +1.794+ … + 1.793
X (rata-rata)= = 1.79
10
Jadi:
BKA = 1.79 + (1.96 x 0.0054) = 1.80
BKB = 1.79 - (1.96 x 0.0054) = 1.78
Maka hasil uji keseragaman data untuk stasiun ke-6 yaitu:
2.683 +2.692+ … + 2.695
X (rata-rata)= = 2.69
10
Jadi:
BKA = 2.69 + (1.96 x 0.0419) = 2.77
BKB = 2.69 - (1.96 x 0.0419) = 2.61
Data rata-rata proses produksi pada stasiun ke-1 sampai stasiun ke-6 berada di
dalam batas kontrol atas dan batas kontrol bawah, maka data tersebut dapat
dikatakan seragam atau terkendali. Untuk pengujian keseragaman data pada setiap
stasiun Beam Comp Stering Hanger dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji Keseragaman Data Setiap Stasiun Kerja
Grafik Stasiun 1
Proses Produksi Beam Comp Strearing Hanger
1,95 BKA; 1,94
1,934 1,933 1,927 1,934 1,933 1,933 1,934 1,935
1,925
Proses Operasi/Min 1,917
1,9
1,85
1,75
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Grafik 4.1 Stasiun ke-1 (X1) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger
Grafik Stasiun 2
Proses Produksi Beam Comp Strearing Hanger
2,045 BKA; 2,04
2,04
Proses Operasi/Min
2,035 2,035
2,033 2,033 2,032
2,03 2,03 2,031
2,028 2,028
2,025 2,026
2,024
2,02
2,015 BKB; 2,02
2,01
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Grafik 4.2 Stasiun ke-2 (X2) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger
Grafik Stasiun 3
Proses Produksi Beam Comp Strearing Hanger
1,805
BKA; 1,8
1,8
Proses Operasi/Min
1,797 1,798
1,795 1,796
1,794 1,793 1,794 1,794 1,793
1,79 1,791
1,785
1,783
1,78
1,775 BKB; 1,78
1,77
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Grafik 4.3 Stasiun ke-3 (X3) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger
54
Grafik Stasiun 4
Proses Produksi Beam Comp Stearing Hanger
1,805
1,8 BKA; 1,8
Proses Operasi/Min 1,796 1,796 1,796 1,796 1,797
1,795 1,794 1,795
1,791 1,792
1,79
1,785
1,783
1,78 BKB; 1,78
1,775
1,77
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Grafik 4.4 Stasiun ke-4 (X4) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger
Grafik Stasiun 5
Proses Produksi Beam Comp Strearing Hanger
2,705
2,7 BKA; 2,7
Proses Operasi/Min
Grafik 4.5 Stasiun ke-5 (X5) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger
Grafik Stasiun 6
Proses Produksi Beam Comp Strearing Hanger
2,8
BKA; 2,77
Proses Operasi/Min
2,75
2,7
2,683 2,692 2,695 2,693 2,688 2,695 2,687 2,692 2,6922,695
2,65
2,6 BKB; 2,61
2,55
2,5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Grafik 4.6 Stasiun ke-6 (X6) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger
55
1,5
0,5
0
1 2 3 4 5 6
Grafik 4.7 Peta Kontrol Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger
• Waktu Siklus
∑𝑋𝑖
Ws =
𝑛
Dimana:
Ws = Waktu Siklus
Xi = Data yang diperoleh
n = Banyaknya data
Berikut ini hasil waktu siklus rata-rata untuk setiap stasiun:
Tabel 4.7 Perhitungan Waktu Siklus
• Faktor Penyesuaian
Faktor penyesuaian adalah faktor ketidakwajaran yang dapat terjadi dikarenakan
faktor keterampilan manusia atau kondisi kerja. Faktor penyesuaian yang
digunakan pada tugas akhir ini adalah faktor penyesuaian metode Westinghouse.
Adapun penyesuaian dengan metode westinghouse yang ditentukan adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.8 Faktor Penyesuaian
Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger
Faktor Kelas Lambang Penyesuaian
Keterampilan (Skill)
Excellent (B1) + 0,11
“Operator Terlatih”
Usaha (Effort) “Kerja
Excellent (B1) + 0.10
Keras”
Kondisi Kerja
Good (C) + 0.02
(Condition) “Baik”
57
Tenaga yang
Sangat Ringan 6,0 – 7,5 6
Dikeluarkan
Sikap Kerja Berdiri 1,0 – 2,5 2
Pandangan Terus-
Kelelahan Mata 6,0 – 7,5 7
menerus
Keadaan
Temperatur Normal 7,5 – 12 10
Tempat Kerja
58
Wb = Wn + (1 + i)
Keterangan:
Ws = Waktu siklus rata-rata
Wn = Waktu Normal
Wb = Waktu Baku
P = Faktor Penyesuaian
%Allowance = %Kelonggaran
Setelah diketahui waktu siklus rata-rata, waktu penyesuaian, dan waktu
kelonggaran, maka dapat dirangkum didalam tabel secara keseluruhan waktu baku
proses pembuatan Beam Comp Stering Hanger. Hasil waktu siklus, waktu normal
dan waktu baku dapat dilihat di Tabel 4.10 dan Tabel 4.11.
Stasiun
Ws (menit) Wn (menit) Wb (menit)
Ke-
1 1.93 2.40 3,57
Tabel 4.11 Hasil Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku Proses
Pembuatan Beam Comp Stering Hanger per Elemen Pekerjaan
Tabel 4.11 Hasil Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku Proses
Pembuatan Beam Comp Stering Hanger per Elemen Pekerjaan (Lanjutan)
Tabel 4.11 Hasil Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku Proses
Pembuatan Beam Comp Stering Hanger per Elemen Pekerjaan (Lanjutan)
Tabel 4.11 Hasil Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku Proses
Pembuatan Beam Comp Stering Hanger per Elemen Pekerjaan (Lanjutan)
Tabel 4.11 Hasil Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku Proses
Pembuatan Beam Comp Stering Hanger per Elemen Pekerjaan (Lanjutan)
Pada tabel diatas diketahui waktu siklus dan waktu normal sehingga dapat
dihitung waktu bakunya sehingga dapat diketahuilah standar waktu proses produksi
pada produk tersebut.
22.45
Efisiensi stasiun keseluruhan = x100% = 75,13%
6 𝑥 4.98
2. Perhitungan Balance Delay
Dengan mengetahui waktu siklus terbesar, maka dapat diperoleh
besarnya penundaan keseimbangan (balance delay) pada jalur produksi
yaitu dengan rumus:
𝑛 𝑥 𝑇𝑐−𝑇𝑤𝑐 6 𝑥 4.98−22.45
d= = x 100% = 24,87%
𝑛 𝑥 𝑇𝑐 6 𝑥 4.98
3. Perhitungan Idle Time
4.2.8 Perbandingan antara Takt Time dengan Waktu Baku (Standard Time)
pada setiap Work Station
Jumlah jam kerja efektif di PT Metindo Era Sakti adalah sebesar 8 jam
atau 480 menit setiap hari nya, sedangkan Takt Time merupakan jam kerja efektif
per demand setiap hari nya. Target produksi berdasarkan permintaan pada PT
Metindo Era Sakti adalah 126 unit untuk setiap hari nya. Dengan itu, maka:
480 𝑀𝑒𝑛𝑖𝑡
Takt Time = = 3,8 menit/unit
126 𝑢𝑛𝑖𝑡/ℎ𝑎𝑟𝑖
65
Jumlah Takt Time pada produksi Beam Comp Stering Hanger adalah sebesar 3,8
menit per unit, ini artinya tidak diperbolehkan produksi setiap unitnya melebihi 3,8
menit yang merupakan batas waktu maksimal dalam proses pengerjaan.
4,98
Main Assy 1 Main Assy 2 Main Assy 3 Main Assy 4 Install Bolt Check
Grafik 4.8 Perbandingan Waktu Baku dengan Takt Time 126 unit/hari.
Jika dilihat dari hasil perbandingan waktu tersebut, maka kita melihat masih
banyak waktu menganggur atau non value added time yang begitu besar untuk
setiap unit nya dan adanya ketidakseimbangan beban kerja antara satu stasiun
dengan stasiun lainnya, dengan hasil tersebut tentunya harus dilakukan pembagian
kerja secara lebih merata antara satu stasiun kerja dengan stasiun kerja lainnya. Di
samping itu, sangat mungkin dilakukan peningkatan target produksi pada setiap
harinya, target dapat ditingkatkan dari 126 unit per hari menjadi 135 unit per hari.
Dengan meningkatkan target produksi menjadi 135 unit setiap hari nya, maka akan
ada perubahan Takt Time menjadi:
480 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Takt Time = = 3,5 menit/unit
135 𝑢𝑛𝑖𝑡/ℎ𝑎𝑟𝑖
Dengan demikian, maka jumlah Takt Time pada peoduksi Beam Comp Stering
Hanger adalah sebesar 3,5 menit per unit, ini artinya tidak diperbolehkan produksi
setiap unitnya melebihi 3,5 menit per unit yang merupakan batas waktu maksimal
dalam proses pengerjaan.
66
4,98
Main Assy 1 Main Assy 2 Main Assy 3 Main Assy 4 Install Bolt Check
Gambar di atas menjelaskan alur proses pada seluruh elemen kerja produksi
Beam Comp Stering Hanger pada Department Welding dari awal hingga akhir dari
semua stasiun kerja. Berikut ini metode yang dilakukan dengan melakukan 2
percobaan yaitu percobaan 1 dan percobaan 2. Percobaan ini dilakukan secara trial
and error di setiap elemen kerja dan tetap menyesuaikan dengan metode yang
digunakan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh percobaan dari trial and error yang
paling tepat sehingga percobaan tersebut adalah percobaan yang paling efisien dari
lintasan produksi tersebut.
1. Metode Ranked Positional Weight (RPW)
• Langkah awal metode ini, yaitu dilakukannya pembobotan secara berurut
dengan mengakumulasi waktu proses kerja setiap elemen kerja dari awal
hingga akhir proses, hasil dengan rantai terpanjang akan diutamakan di
stasiun kerja awal-awal. Maka dibuatlah tabel pembobotan kerja, di mana
bobot terbesar akan diurutkan dipaling awal.
69
Tabel tersebut menjelaskan urutan elemen kerja dari bobot beban kerja
terbesar hingga bobot beban kerja terkecil.
• Pengelompokan beberapa elemen kerja ke dalam stasiun kerja dengan
memperhatikan precedence constraint dan Takt Time yaitu 3.5 menit per
unit, artinya tidak boleh ada pengelompokan kerja dengan mendahului atau
melampaui proses yang lebih awal dan tidak boleh melebihi 3.5 menit untuk
setiap unit.
Jumlah
Elemen Predecessor Waktu
Predecessor
1 0 - 1.88
2 1 1 7.41
3 2 2 7.23
4 3 3 7.29
5 4 4 1.85
6 5 5 7.21
7 6 6 7.34
8 7 7 7.37
9 8 8 1.90
10 9 9 1.87
11 10 10 7.43
12 11 11 2.17
13 12 12 14.83
14 13 13 123.29
15 14 14 2.72
16 15 15 12.22
17 16 16 5.70
18 17 17 6.79
19 18 18 1.77
20 19 19 6.49
21 20 20 7.44
22 21 21 1.86
79
Jumlah
Elemen Predecessor Waktu
Predecessor
23 22 22 1.82
24 23 23 6.45
25 24 24 6.82
26 25 25 6.61
27 26 26 1.84
28 27 27 1.85
29 28 28 20.94
30 29 29 136.64
31 30 30 1.78
32 31 31 10.23
33 32 32 1.90
34 33 33 10.13
35 34 34 1.85
36 35 35 6.43
37 36 36 6.05
38 37 37 5.73
39 38 38 1.82
40 39 39 1.79
41 40 40 25.44
42 41 41 117.87
43 42 42 1.88
44 43 43 17.90
45 44 44 1.80
46 45 45 5.37
47 46 46 5.50
48 47 47 9.27
80
Jumlah
Elemen Predecessor Waktu
Predecessor
49 48 48 1.82
50 49 49 5.42
51 50 50 5.50
52 51 51 5.31
53 52 52 1.85
54 53 53 1.88
55 54 54 1.78
56 55 55 15.21
57 56 56 136.37
58 57 57 1.91
59 58 58 12.96
60 59 59 39.00
61 60 60 8.86
62 61 61 11.24
63 62 62 9.45
64 63 63 11.78
65 64 64 9.96
66 65 65 11.66
67 66 66 10.12
68 67 67 11.87
69 68 68 11.67
70 69 69 63.22
71 70 70 6.04
72 71 71 18.32
73 72 72 8.18
74 73 73 9.58
81
Jumlah
Elemen Predecessor Waktu
Predecessor
75 74 74 207.65
76 75 75 38.03
77 76 76 10.52
Tabel tersebut menjelaskan urutan elemen kerja dari waktu terbesar hingga
waktu terkecil.
• Pengelompokan beberapa elemen kerja ke dalam stasiun kerja dengan
memperhatikan precedence constraint dan Waktu Takt Time, artinya tidak
boleh ada pengelompokan kerja dengan mendahului atau melampaui proses
yang lebih awal. Diutamakan elemen kerja dengan waktu terbesar, namun
tidak boleh mendahului proses sebelumnya.
Tabel 4.17 Pengelompokkan Elemen Kerja dengan Metode LCR
Percobaan 1
Elemen Waktu Elemen Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) (Menit)
14 123.29
13 14.83
16 12.22
65 9.96
11 7.43
2 7.41
8 7.37
216,76 dtk
7 7.34
1 Atau 3,5
4 7.29 3.61 mnt
3 7.23
15 2.72
12 2.17
9 1.90
1 1.88
10 1.87
5 1.85
Elemen Waktu Elemen Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) (Menit)
30 136.64
29 20.94
32 10.23
25 6.82
18 6.79 217.59 dtk
2 Atau 3,5
26 6.61 3.63 mnt
20 6.49
24 6.45
17 5.70
22 1.86
83
90
91
Berikut ini adalah efisiensi lintasan, balance delay dan idle time yang
diterapkan oleh perusahaan:
Berikut ini adalah perbandingan dari kedua metode yang digunakan dalam
penelitian:
Dari hasil analisis di atas, dapat diketahui bahwa nilai Efisiensi Lintasan
semakin besar maka semakin baik, semakin besar nilai efisiensi lintasan ini
menunjukan bahwa pembagian bobot kerja antar stasiun kerja berjalan dengan baik
dan merata. Sedangkan, nilai balance delay merupakan besaran keseimbangan
waktu senggang, maka semakin besar nilai balance delay artinya semakin buruk.
Dalam hal ini terdapat pembagian bobot kerja yang tidak merata dan adanya
ketimpangan beban kerja antara satu stasiun kerja dengan stasiun kerja lainnya.
Pada nilai idle time atau waktu menganggur, semakin besar nilai idle time maka
92
akan semakin buruk, ini berarti banyaknya waktu yang terbuang sia-sia, karena nilai
idle time merupakan non value added time yang harus ditekan oleh perusahaan.
Ranked Positional Weight (RPW), pada percobaan 1 terlihat bahwa nilai
efisiensi lintasan adalah sebesar 85.63%, nilai balance delay adalah 14.37%, serta
nilai idle time adalah 3.77 menit. Sedangkan, pada percobaan kedua terlihat bahwa
hasil efisiensi lintasan sebesar 79.95%, dengan nilai balance delay sebesar 20.05%,
dan nilai idle time sebesar 5.63 menit. Dari hasil kedua perbandingan percobaan
metode ranked positional weight tersebut, maka hasil dari percobaan pertama tentu
lebih baik, karena memiliki efisiensi lintasan yang lebih tinggi yaitu sebesar
85.63%, ini berarti pembagian bobot kerja lebih merata. Lalu, nilai balance delay
sebesar 14.37%, dan nilai idle time (waktu menganggur) lebih sedikit dibanding
percoban kedua yaitu sebesar 3.77 menit saja.
Pada metode Largest Candidate Rules (LCR), di percobaan pertama
terlihat bahwa nilai efisiensi lintasan sebesar 82.96%, nilai balance delay adalah
sebesar 17.04%, dan nilai idle time pada percobaan pertama adalah sebesar 4.61
menit. Sedangkan, pada percobaan kedua nilai efisiensi lintasan yaitu 82.60%, lalu
nilai balance delay adalah 17.40% dan idle time sebesar 4.73 menit. Dari kedua
percobaan tersebut, maka percobaan pertama memiliki hasil yang lebih baik yaitu
dengan efisiensi lintasan yang lebih tinggi sebesar 82.96%, nilai balance delay yang
lebih kecil, yaitu sebesar 17.04%, dan memiliki waktu idle time lebih kecil dari
percobaan kedua yaitu sebesar 4.61 menit.
Dari kedua metode tersebut, kita ketahui bahwa pada metode Ranked
Positional Weight (RPW) memiliki hasil yang lebih baik pada percobaan pertama,
yaitu dengan nilai efisiensi lintasan sebesar 85.63%, nilai balance delay sebesar
14.37% dan nilai idle time sebesar 3.77 menit. Sedangkan pada metode Largest
Candidate Rules (LCR) kita ketahui bahwa hasil yang lebih baik terdapat pada
percobaan pertama juga, yaitu dengan nilai efisiensi lintasan sebesar 82.96%, lalu
nilai balance delay sebesar 17.04%, dan nilai idle time sebesar 4.61 menit.
Hasil terbaik berdasarkan dua metode, kita ketahui bahwa metode Ranked
Positional Weight (RPW) pada percobaan pertama memiliki hasil yang paling baik,
yaitu dengan efisiensi lintasan sebesar 85.63% yang berarti memiliki pembagian
bobot kerja yang paling baik, lalu nilai balance delay sebesar 14.37% yang berarti
93
paling minimnya ketimpangan pembagian bobot kerja antara stasiun kerja, dan idle
time hanya sebesar 3.77 menit yang paling kecil waktu menganggur nya.
Keterangan:
Sedangkan jika jumlah produksi 135 pcs/hari atau setelah dilakukan penerapan
metode Ranked Positional Weight (RPW), per jam yang dapat dibuat adalah (waktu
kerja selama sehari yaitu 8 jam):
135
= 16.875 pcs/jam ≈ 17 pcs/jam
8
Jika dihitung waktu lembur dalam sehari nya adalah 2 jam (ketentuan pabrik), maka
dalam 22 hari overtime (setiap hari overtime) dapat memproduksi:
Dalam 1 hari overtime dapat memproduksi = 17pcs/jam x 2jam = 34pcs/hari
perusahaan dapat memproduksi ketika overtime.
Maka jika dalam sebulan terdapat 22 hari kerja, jumlah produksi ketika overtime
yaitu:
34 pcs/hari x 22 hari = 748 pcs/bulan, jika diasumsikan dalam setahun maka total
yang di produksi ketika overtime dalam setahun adalah:
748 pcs/bulan x 12 bulan = 8976 pcs/tahun.
95
Keterangan:
Per jam memproduksi = 17 pcs/jam
Ketentuan total jam overtime = 2 jam/hari
Hari Bulan Tahun
34 pcs/hari 748 pcs/bulan 8976 pcs/tahun
(Keterangan: 1 Bulan = 22 Hari)
Tabel 5.5 Perbedaan Jumlah Produksi Pada Saat Overtime Selama Setahun
Sebelum dan Sesudah Penerapan Metode Ranked Positional Weight
Jumlah
Produksi/Hari Produksi/Bulan Produksi/Tahun
Hari
Tabel 5.6 Perbedaan Jumlah Jam Produksi Pada Saat Overtime dan Total
Biaya yang Dikeluarkan Selama Setahun Sebelum dan Sesudah Penerapan
Metode Ranked Positional Weight
6.1 Kesimpulan
Dari analisis kedua metode baik Ranked Positional Weight (RPW) dan
Largest Candidate Rules (LCR) masing-masing telah dianalisis dengan dua kali
percobaan, maka dapat disimpulkan:
1. Didapat hasil terbaik pada setiap percobaan di mana metode Ranked
Positional Weight (RPW) memiliki hasil yang lebih baik pada percobaan
pertama, yaitu dengan nilai efisiensi lintasan sebesar 85.63%, nilai balance
delay sebesar 14.37% dan nilai idle time sebesar 3.77 menit. Sedangkan,
pada metode Largest Candidate Rules (LCR) kita ketahui bahwa hasil
yang lebih baik terdapat pada percobaan pertama, yaitu dengan nilai
efisiensi lintasan sebesar 82.96%, lalu nilai balance delay sebesar 17.04%,
dan nilai idle time sebesar 4.61 menit. Dengan itu, maka hasil terbaik dari
seluruh metode dan percobaan yang telah dilakukan, adalah metode
Ranked Positional Weight (RPW) pada percobaan pertama yang memiliki
hasil yang paling baik, yaitu dengan efisiensi lintasan sebesar 85.63% yang
berarti memiliki pembagian bobot kerja yang paling baik, lalu nilai
balance delay sebesar 14.37% yang berarti paling minimnya ketimpangan
pembagian bobot kerja antara stasiun kerja, dan idle time hanya sebesar
3.77 menit yang paling kecil waktu menganggur nya.
2. Cara mengefisiensikan lintasan produksi Beam Comp Stering Hanger
adalah dengan menerapkan metode Ranked Positional Weight agar
efisiensi lintasannya dapat diperoleh semaksimal mungkin dan
meminimalkan balance delay. Sedangkan cara mengurangi terjadinya
waktu menunggu (delay) pada salah satu bagian lintasan produksi yang
menyebabkan penumpukan material adalah dengan melakukan pengurutan
operasi yang menurun yang dilakukan menurut bobot posisinya yang
98
99
6.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan peneliti lain dapat menggunakan
metode region approach karena pada penelitian kali ini belum bisa melakukan
percobaan dengan metode Region Approach dikarenakan layout lintasan yang
lurus, sehingga belum dilakukannya keseluruhan metode yang ada dalam metode
heuristik. Yang perlu diperhatikan lagi dalam penelitian ini adalah dalam
pengambilan data primer harus lebih teliti agar dalam uji kecukupan dan
kenormalan data dapat sesuai sehingga data dapat digunakan dan peneliti tidak
perlu mengambil data ulang yang diakibatkan data yang tidak lulus uji kecukupan
dan kenormalan data.
100
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Volume Penjualan Motor dan Mobil di Indonesia Tahun 2008-2013.
Diakses melalui http://www.aisi.or.id/statistic/. Diakses tanggal 13 Juli 2017.
Buku Panduan Kerja PT Metindo Era Sakti. 2014. Pengantar Improvement Jishuken.
Bekasi: PT. Metindo Era Sakti.
Heizer, J., & Render, B. 2009. Manajemen Operasi. Buku 1, Edisi 9. Jakarta: Salemba
Empat.
Malave, C. 2000. Approach to Line Balancing Comsoal & RPW. Texas: A&M
University.
Purnamasari, I & Sidhi, A. C. 2015. Line Balancing dengan Metode Ranked Position
Weight. Spektrum Industri, Vol. 13: 115 – 228.
Ristumadin, I. 2016. Analisa Produktivitas dan Efisiensi Kerja dengan Line Balancing
pada Area Lead Connection di PTA. Jurnal PASTI, Vol 9: 300 – 310.
Sutalaksana, Iftikar Z. 2006. Teknik Tata Cara Kerja. Labolatorium Tata Cara Kerja
& Ergonomi, Departemen Teknik Industri. Bandung: ITB.
T. Santosh Ghutukade & M. Sawant Suresh. 2013. Use of Ranked Position Weighted
Method for Assembly Line Balancing. International Journal of Advanced
Engineering Research and Studies, Vol. 2: 01-03
LAMPIRAN 1
Dalam pengukuran waktu kerja pada setiap elemen kerja, pengambilan data
dilakukan secara berulang-ulang (repetitive timing) sebanyak sepuluh kali. Hasil
pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel
No.
Stasiun Waktu Kerja (detik)
Elemen
Kerja
Kerja P.1 P.2 P.3 P.4 P.5 P.6 P.7 P.8 P.9 P.10
1 0.98 1.05 0.99 1.03 1.05 1.02 0.98 1.04 1.05 0.98
2 3.94 4.08 3.96 3.94 4.08 4.04 3.98 3.94 4.08 4.06
3 3.87 3.89 3.87 3.98 3.87 3.96 3.94 3.98 3.87 3.92
4 3.90 3.99 3.92 3.90 3.99 3.94 3.90 3.96 3.98 3.99
5 0.94 1.03 0.96 1.07 0.98 0.94 1.04 0.97 1.02 1.07
6 3.84 3.88 3.92 3.96 3.86 3.89 3.84 3.96 3.94 3.96
7 3.91 3.95 4.03 3.91 4.01 3.94 3.97 4.03 3.96 4.02
Main 8 3.95 3.98 3.95 3.97 4.04 3.95 3.96 4.01 4.04 4.03
Assy 9 0.95 1.04 1.09 0.95 1.07 1.09 0.95 0.98 1.09 1.06
1 10 0.96 1.04 1.08 0.98 0.96 1.08 1.02 1.06 0.96 0.97
11 3.98 4.01 4.06 3.99 3.98 4.06 4.02 4.04 4.06 4.03
12 1.12 1.14 1.21 1.12 1.16 1.23 1.22 1.23 1.18 1.13
13 7.98 8.07 8.06 8.02 8.07 7.99 7.98 8.04 7.98 8.07
66.6
14 66.68 66.79 66.75 66.68 66.79 66.76 66.68 66.72 66.79
8
15 1.42 1.51 1.46 1.51 1.48 1.49 1.42 1.47 1.44 1.51
16 6.58 6.59 6.64 6.62 6.64 6.58 6.61 6.64 6.58 6.64
No.
Stasiun Waktu Kerja
Elemen
Kerja
Kerja P.1 P.2 P.3 P.4 P.5 P.6 P.7 P.8 P.9 P.10
17 3.02 3.06 3.14 3.12 3.08 3.02 3.14 3.04 3.11 3.14
18 3.73 3.62 3.68 3.60 3.73 3.64 3.71 3.60 3.73 3.70
Main 19 0.92 1.01 0.94 0.92 0.96 1.01 0.92 0.98 0.93 1.01
Assy 20 3.48 3.56 3.48 3.52 3.49 3.48 3.56 3.54 3.51 3.48
2 21 3.96 4.08 3.98 4.02 3.96 4.04 4.06 4.08 3.99 4.08
22 0.96 1.05 0.98 0.96 1.05 1.03 0.96 0.99 1.02 1.05
23 0.93 0.95 1.02 0.98 1.02 1.01 1.02 0.93 1.02 0.96
103
24 3.45 3.53 3.48 3.45 3.51 3.53 3.46 3.52 3.45 3.53
25 3.63 3.65 3.74 3.72 3.63 3.68 3.74 3.71 3.74 3.67
26 3.52 3.65 3.54 3.63 3.52 3.56 3.62 3.52 3.59 3.65
27 0.95 1.03 0.98 1.01 0.95 1.03 0.99 0.96 1.03 1.02
28 0.97 0.98 1.04 1.02 0.97 1.03 0.99 0.97 1.01 1.04
11.3
29 11.37 11.37 11.32 11.37 11.36 11.28 11.37 11.29 11.28
4
73.9
30 73.98 73.98 73.94 73.92 73.98 73.96 73.92 73.98 73.97
2
31 0.99 0.99 0.96 0.94 0.97 0.99 0.94 0.95 0.99 0.94
32 5.58 5.49 5.58 5.47 5.52 5.56 5.58 5.47 5.54 5.58
No. Waktu Kerja
Stasiun
Elemen
Kerja P.1 P.2 P.3 P.4 P.5 P.6 P.7 P.8 P.9 P.10
Kerja
33 0.98 1.02 0.99 1.07 0.98 1.04 1.03 1.07 1.06 1.07
34 5.44 5.46 5.53 5.52 5.48 5.44 5.49 5.53 5.51 5.44
35 0.96 0.98 1.05 0.96 1.03 1.05 0.96 1.02 1.05 0.97
36 3.42 3.48 3.56 3.42 3.46 3.56 3.42 3.52 3.53 3.42
37 3.21 3.35 3.24 3.21 3.33 3.21 3.35 3.27 3.21 3.35
Main 38 3.03 3.08 3.16 3.12 3.03 3.05 3.16 3.11 3.16 3.09
Assy 39 0.94 1.03 0.97 1.01 1.03 0.94 0.98 1.03 0.94 0.96
3 40 0.92 0.96 1.01 0.92 0.98 1.01 0.92 0.97 1.01 0.99
13.7
41 13.73 13.76 13.78 13.82 13.81 13.74 13.73 13.82 13.79
3
63.7
42 63.76 63.84 63.76 63.82 63.84 63.76 63.81 63.84 63.76
8
43 0.97 0.98 1.06 0.97 1.04 0.97 1.03 1.06 1.01 1.06
44 9.64 9.67 9.73 9.71 9.64 9.69 9.73 9.64 9.70 9.73
No.
Stasiun Waktu Kerja
Elemen
Kerja
Kerja P.1 P.2 P.3 P.4 P.5 P.6 P.7 P.8 P.9 P.10
45 0.91 0.93 1.02 1.01 0.95 1.02 0.91 0.97 1.02 0.98
46 2.86 2.88 2.93 2.97 2.87 2.86 2.92 2.97 2.86 2.94
47 2.93 2.95 3.02 2.93 3.01 3.02 2.93 2.96 2.99 3.02
48 4.97 5.01 4.99 5.08 4.97 5.03 5.04 4.97 5.05 5.08
49 0.93 0.95 1.01 0.98 1.04 0.93 1.02 1.03 0.93 1.04
Main
50 2.89 2.91 2.97 2.93 2.89 2.94 2.97 2.89 2.95 2.97
Assy
51 2.92 3.01 2.94 3.04 2.92 3.02 2.97 3.04 2.92 2.98
4
52 2.81 2.83 2.87 2.92 2.81 2.91 2.92 2.85 2.92 2.89
53 0.95 0.97 1.03 1.05 0.95 0.98 1.05 1.02 1.05 0.99
54 0.98 1.02 1.06 0.98 0.99 1.06 1.04 0.98 1.03 1.06
55 0.92 0.94 1.03 1.01 0.96 0.92 1.03 0.98 0.95 0.92
56 8.19 8.22 8.26 8.27 8.19 8.23 8.27 8.19 8.25 8.27
104
73.8
57 73.78 73.84 73.78 73.82 73.84 73.78 73.84 73.78 73.81
0
58 0.99 1.02 1.08 1.06 1.04 0.99 1.08 1.03 0.99 1.08
59 6.97 7.03 6.98 7.06 6.97 7.02 7.06 6.97 7.06 7.01
No. Waktu Kerja
Stasiun
Elemen
Kerja
Kerja P.1 P.2 P.3 P.4 P.5 P.6 P.7 P.8 P.9 P.10
21.1
60 21.05 21.07 21.16 21.18 21.09 21.05 21.13 21.18 21.05
5
61 4.73 4.76 4.85 4.73 4.83 4.74 4.85 4.82 4.79 4.85
62 6.04 6.06 6.09 6.13 6.04 6.12 6.08 6.04 6.10 6.13
63 5.05 5.17 5.08 5.05 5.17 5.13 5.16 5.05 5.11 5.17
64 6.31 6.43 6.35 6.43 6.31 6.41 6.37 6.43 6.31 6.39
Instal
65 5.37 5.39 5.37 5.43 5.37 5.42 5.38 5.43 5.37 5.40
Bolt
66 6.28 6.34 6.32 6.29 6.28 6.34 6.33 6.28 6.31 6.34
67 5.40 5.43 5.48 5.56 5.40 5.52 5.54 5.56 5.40 5.46
68 6.37 6.48 6.39 6.37 6.43 6.48 6.46 6.37 6.42 6.48
69 6.25 6.37 6.28 6.35 6.37 6.25 6.32 6.34 6.37 6.29
34.1
70 34.15 34.27 34.29 34.18 34.19 34.29 34.15 34.23 34.29
5
No. Waktu Kerja
Stasiun
Elemen
Kerja P.1 P.2 P.3 P.4 P.5 P.6 P.7 P.8 P.9 P.10
Kerja
71 3.20 3.34 3.28 3.20 3.27 3.34 3.22 3.20 3.31 3.33
72 9.84 9.94 9.86 9.97 9.84 9.97 9.93 9.97 9.89 9.95
73 4.36 4.39 4.49 4.36 4.49 4.42 4.36 4.46 4.49 4.47
74 5.12 5.14 5.22 5.26 5.12 5.18 5.20 5.26 5.21 5.16
Check 112.
75 112.33 112.38 112.45 112.42 112.33 112.45 112.33 112.40 112.33
45
20.5
76 20.51 20.57 20.68 20.64 20.51 20.68 20.53 20.51 20.62
9
77 5.64 5.73 5.68 5.73 5.72 5.64 5.66 5.73 5.69 5.71
105
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
Work Instruction
107
108
109
110
111
112
LAMPIRAN 4
OPERATION PROCESS CHART
LAMPIRAN 5
FLOW PROCESS CHART
LAMPIRAN 6
MAN AND MACHINE CHART
Nama Objek : Beam Comp Stering Hanger
Nomor Peta : 03
Dipetakan Oleh : Ninis Banuwati
Tanggal Dipetakan : 08 Desember 2017
116
117
W = dalam detik