Anda di halaman 1dari 132

TUGAS AKHIR

PENINGKATAN EFISIENSI LINTASAN PADA LINI PRODUKSI


BEAM COMP STERING HANGER
DI PT METINDO ERA SAKTI

Diajukan guna melengkapi sebagian syarat


dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Disusun Oleh :
Nama : Ninis Banuwati
NIM : 41614010054
Program Studi : Teknik Industri

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2017

i
ii
iii
ABSTRAK

Lintasan Produksi adalah suatu sistem dalam produksi. Sistem produksi adalah
sistem yang mengubah input sebagai bentuk awal menjadi output sebagai hasil yang
lebih berdaya guna. Untuk itu diperlukanlah lintasan produksi yang efisien. Efisiensi
lintasan produksi berarti suatu metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-
stasiun kerja yang saling berkaitan dalam suatu lintasan produksi, sehingga setiap
stasiun kerja memiliki waktu yang tidak melibihi waktu siklus dari stasiun kerja
tersebut. Permasalahan yang terjadi pada lintasan produksi PT Metindo Era Sakti
adalah waktu yang tidak seimbang sehingga mengakibatkan adanya waktu
menganggur pada stasiun kerja. Dengan demikian maka diperlukan penerapan metode
line balancing yaitu metode heuristik yang terdiri dari Ranked Positional Weight
(RPW) dan Largest Candidate Rules (LCR) untuk memaksimalkan efisiensi dari
lintasan produksi yang ada. Metode RPW adalah metode peringkat bobot posisi yang
menggunakan cara penjumlahan waktu dari operasi-operasi yang terkontrol dalam
sebuah stasiun kerja dengan operasi tertentu yang disebut sebagai bobot posisi.
Sedangkan metode LCR adalah adalah metode pembebanan berurut yaitu mengurutkan
elemen dari waktu yang terbesar sampai waktu terkecil. Hasil dari penerapan kedua
metode dengan dilakukan sebanyak dua kali percobaan, berdasarkan permasalahan
yang ada didapatkan bahwa metode Ranked Positional Weight (RPW) pada percobaan
1 memiliki efisiensi lintasan yang paling baik yaitu sebesar 85.63% dengan nilai
balance delay sebesar 14.37% serta nilai idle time sebesar 3.77 menit. Dengan efisiensi
lintasan tersebut, perusahaan dapat mengurangi atau mengefisiensikan biaya overtime
sebesar Rp. 4.092.000 per tahunnya dalam lintasan Beam Comp Stering Hanger.

Kata Kunci: Efisiensi, Line Balancing, Balance Delay, Idle Time, Overtime,
Lintasan Produksi.

vi
ABSTRACT

Line Production is a system in production. The production system is a system


that converts inputs as initial form into output as a more efficient outcome. Therefore,
an efficient line production is needed. The efficiency of the line production means a
method of assigning a number of jobs into interrelated stations in a line production, so
that each work station has a time not exceeding the cycle time of the work station. The
problems that occur in the line production of PT Metindo Era Sakti is unbalanced time
which resulted in idle time at the work station. Thus it is necessary to apply the method
of line balancing that is method of heuristic consisting of Positional Weight (RPW) and
Largest Candidate Rules (LCR) to maximize the efficiency of the existing line
production. The RPW method is a position-weighted ranking method that uses the sum
of the time of controlled operations in a work station with a particular operation called
positioning weight. While the LCR method is a sequential loading method that is
sorting elements from the largest time to the smallest time. The result of the
implementation the two methods by doing two experiments, based on the existing
problems found that the Positional Weight (RPW) method in experiment 1 has the best
line efficiency of 85.63% with the balance delay value of 14.37% and the idle time
value of 3.77 minutes. With the efficiency of the line production, the company can
reduce or make overtime cost as much as Rp. 4,092,000 per year in the Beam Comp
Stering Hanger line.

Key Words: Efficiency, Line Balancing, Balance Delay, Idle Time, Overtime, Line
Production.

vii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan


Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan Laporan Tugas Akhir dengan judul “Peningkatan Efisiensi Lintasan
Pada Lini Produksi Beam Comp Stering Hanger Di PT Metindo Era Sakti” ini tepat
pada waktunya.

Dalam penyusunan laporan ini, Penulis juga ingin mengucapkan banyak terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama penyusunan Laporan Tugas
Akhir. Adapun pihak-pihak itu antara lain yaitu:

1. Kedua orang tua dan kakak tercinta yang selalu memberikan dukungan kepada
penulis baik moral maupun material.
2. Bapak Kamarul Thalib selaku HRD-GA Direktur di PT Metindo Era Sakti.
3. Bapak Edy Artisto selaku Manajer Welding Group 2 yang telah membantu selama
kerja praktek berlangsung di PT Metindo Era Sakti.
4. Bapak Budi Suwalno selaku pembimbing lapangan yang selalu membantu dan
memberikan penjelasan serta pemahaman selama di PT Metindo Era Sakti.
5. Bapak Tutur, Bapak Gozitama, Bapak Entis Sutisna, Bapak Yusuf, Bapak Burdan,
Ibu Indah yang telah membantu selama berada di PT Metindo Era Sakti.
6. Seluruh staff atau karyawan di lingkungan PT Metindo Era Sakti serta Keluarga
Bapak Somali yang telah memberikan banyak pengalaman dan ilmu
pengetahuannya dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir.
7. Ibu Igna Saffrina Fahin, ST, M.Sc dan Bapak Resa Taruna Suhada, S.Si, MT selaku
dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama penulisan Laporan
Tugas Akhir.

viii
8. Ibu Dr. Ir. Zulfa Fitri Ikatrinasari, MT sela ku Kepala Program Studi Teknik
Industri Universitas Mercu Buana.
9. Sahabat-sahabat dan saudara-saudara penulis yang telah memberikan semangat
serta dukungan kepada penulis diantaranya Mas Robi, Nurlaila Qurniati,
Puspita Eka Rohmah, Lifia Citra, Bhekti Dwiyanto, Amad Saepudin, Robiyatul
Adawiyah, Ridho Sya’bana, Mas Sarju dan lainnya yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
10. Teman-teman seperjuangan Teknik Industri 2014 Universitas Mercu Buana dan
adik-adik Teknik Industri 2015 Universitas Mercu Buana serta kakak kakak
Teknik Industri 2013 yang telah memberikan dukungan secara langsung
maupun tidak langsung.
11. Seluruh pihak yang membantu penulis selama penulisan Lpaoran Tugas Akhir
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam


penulisan Laporan Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, penulis berharap adanya kritik
dan saran yang bersifat membangun agar penulis dapat memperbaiki kedepannya.
Semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi PT
Metindo Era Sakti serta para pembaca lainnya

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 13 Desember 2017

(Ninis Banuwati)

ix
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................... i

Halaman Pernyataan ..................................................................................... ii

Halaman Pengesahan ..................................................................................... iii

Abstrak ............................................................................................................ iv

Kata Pengantar .............................................................................................. vi

Daftar Isi ......................................................................................................... viii

Daftar Tabel.................................................................................................... xi

Daftar Gambar ............................................................................................... xiii

Daftar Grafik .................................................................................................. xiv

Daftar Lampiran... ......................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 6

1.4 Batasan Masalah ............................................................................ 6

1.5 Sistematika Penulisan .................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 9

2.1 Lintasan Produksi ........................................................................... 9

2.1.1 Pengertian Lintasan Produksi .............................................. 9

2.1.2 Karakteristik Lintasan Produksi .......................................... 10

2.1.3 Keuntungan dari Perancangan Lintasan Produksi ............... 11

2.1.4 Efisiensi Lintasan Produksi ................................................. 11

2.1.5 Keseimbangan Lintasan Produksi ....................................... 11

x
2.1.6 Tujuan Keseimbangan Lintasan Produsksi ......................... 13

2.1.7 Permasalahan Keseimbangan Lintasan Produksi ................ 14

2.1.8 Terminologi Keseimbangan Lintasan Produksi .................. 16

2.1.9 Metode Keseimbangan Lintasan (Line Balancing) ............. 27

2.2 Penelitian Terdahulu ...................................................................... 29

2.3 Kerangka Pemikiran ....................................................................... 33

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 34

3.1 Jenis Data dan Informasi ................................................................ 34

3.2 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 34

3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data .......................................... 35

3.3.1 Metode Pengolahan Data ..................................................... 35

3.3.2 Metode Analisa Data ........................................................... 36

3.4 Langkah-Langkah Penelitian ......................................................... 38

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ........................ 41

4.1 Pengumpulan Data ......................................................................... 41

4.1.1 Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger di


PT Metindo Sakti ................................................................. 41
4.1.2 Time Study di Proses Produksi Beam Comp Stering
Hanger ................................................................................. 42
4.1.3 Elemen Kerja Setiap Mesin ................................................. 42
4.1.4 Data Pengukuran Waktu Kerja untuk Setiap Stasiun
Kerja .................................................................................... 46

4.2 Pengolahan Data ............................................................................ 47

4.2.1 Uji Kecukupan Data ............................................................ 47

4.2.2 Uji Keseragaman Data ......................................................... 49


4.2.3 Penetapan Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu

xi
Baku ..................................................................................... 55
4.2.4 Operation Process Chart (OPC) ......................................... 63
4.2.5 Flow Process Chart (FPC) .................................................. 63
4.2.6 Man and Machine Chart (MMC) ........................................ 63
4.2.7 Perhitungan Efisiensi Lintasan, Balance Delay dan Idle
Time.................................................................................... 63

4.2.8 Perbandingan antara Takt Time dengan Waktu Baku


(Standard Time) pada setiap Work Station ........................ 64
4.2.9 Analisa Keseimbangan Lintasan (Line Balancing) ............. 66

BAB V ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN ..................................... 90

5.1 Hasil Analisis dari Kedua Metode ........................................... 90


5.2 Hasil Analisis Waktu Menunggu (Delay) ................................ 93
5.3 Hasil Analisis Biaya Overtime ................................................ 93
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 98

6.1 Kesimpulan ............................................................................... 98


6.2 Saran ......................................................................................... 99
Daftar Pustaka................................................................................................ 100

Lampiran ........................................................................................................ 102

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Permintaan Produk HPM Oktober 2016 – Januari 2017 (Unit)........... 4
Tabel 1.2 Waktu Rata-Rata 10 Sampel Perstasiun Kerja
(Januari-Februari 2017)........................................................................ 5
Tabel 2.1 Penyesuaian Menurut Westinghouse.................................................... 19
Tabel 2.2 Besarnya Kelonggaran Berdasarkan Faktor-Faktor Yang
Berpengaruh......................................................................................... 22
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu............................................................................ 29
Tabel 4.1 Urutan Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger 61310-T8N-
T003..................................................................................................... 41
Tabel 4.2 Daftar Elemen Kerja Pada Jalur Produksi dan Jumlah Operator......... 43
Tabel 4.3 Data Waktu Kerja untuk Setiap Stasiun Kerja..................................... 46
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Waktu Siklus Proses Produksi Beam Comp
Stering Hanger..................................................................................... 47
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Kecukupan Data............................................... 48
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji Keseragaman Data Setiap Stasiun Kerja.......... 52
Tabel 4.7 Perhitungan Waktu Siklus.................................................................... 55
Tabel 4.8 Faktor Penyesuaian Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger..... 56
Tabel 4.9 Tabel Faktor Kelonggaran Proses Produksi Beam Comp Stering
Hanger.................................................................................................. 57
Tabel 4.10 Hasil Waktu Baku Proses Pembuatan Beam Comp Stering Hanger
per Stasiun............................................................................................ 58
Tabel 4.11 Hasil Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku Proses
Pembuatan Beam Comp Stering Hanger per Elemen Pekerjaan......... 59
Tabel 4.12 Pembobotan Waktu Kerja Metode RPW Percobaan 1........................ 69
Tabel 4.13 Pengelompokkan Elemen Kerja Metode RPW Percobaan 1............... 70
Tabel 4.14 Pengelompokkan Elemen Kerja Metode RPW Percobaan 2............... 74
Tabel 4.15 Precedence Constraint......................................................................... 78
Tabel 4.16 Pengurutan Elemen Kerja Metode LCR Percobaan 1.......................... 81
Tabel 4.17 Pengelompokkan Elemen Kerja dengan Metode LCR Percobaan 1... 82
Tabel 4.18 Pengelompokkan Elemen Kerja dengan Metode LCR Percobaan 2.... 86

xiii
Tabel 5.1 Kondisi Awal Pada Perusahaan Sebelum Menerapkan Metode.......... 91
Tabel 5.2 Hasil Perbandingan dari Kedua Metode.............................................. 91
Tabel 5.3 Jumlah Produksi Pada Saat Overtime Selama Setahun Sebelum
Penerapan Metode Ranked Positional Weight..................................... 94
Tabel 5.4 Jumlah Produksi Pada Saat Overtime Selama Setahun Sesudah
Penerapan Metode Ranked Positional Weight..................................... 95
Tabel 5.5 Perbedaan Jumlah Produksi Pada Saat Overtime Selama Setahun
Sebelum dan Sesudah Penerapan Metode Ranked Positional
Weight.................................................................................................. 96
Tabel 5.6 Perbedaan Jumlah Jam Produksi Pada Saat Overtime dan Total
Biaya yang Dikeluarkan Selama Setahun Sebelum dan Sesudah
Penerapan Metode Ranked Positional Weight..................................... 97

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Volume Penjualan Motor dan Mobil di Indonesia


Tahun 2008-2013.......................................................................... 2

Gambar 1.2 Precedence Diagram 6 Stasiun Kerja........................................... 5

Gambar 2.1 Skema Sistem Produksi................................................................ 9

Gambar 2.2 Elemen-Elemen Utama Permasalahan Keseimbangan Lintasan.. 13

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran..................................................................... 33

Gambar 3.1 Langkah-Langkah Penelitian........................................................ 38

Gambar 3.2 Langkah-Langkah Metode Ranked Positional Weight (RPW).... 39

Gambar 3.3 Langkah-Langkah Metode Largest Candidate Rules (LCR)....... 40

Gambar 4.1 Precedence Diagram Proses Produksi Beam Comp Stering


Hanger.......................................................................................... 42
Gambar 4.2 Precedence Diagram..................................................................... 67

xv
DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Stasiun ke-1 (X1) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger... 53

Grafik 4.2 Stasiun ke-2 (X2) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger... 53

Grafik 4.3 Stasiun ke-3 (X3) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger... 53

Grafik 4.4 Stasiun ke-4 (X4) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger... 54

Grafik 4.5 Stasiun ke-5 (X5) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger... 54

Grafik 4.6 Stasiun ke-6 (X6) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger... 54

Grafik 4.7 Peta Kontrol Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger........... 55

Grafik 4.8 Perbandingan Waktu Baku dengan Takt Time 126 unit/hari.......... 65

Grafik 4.9 Perbandingan Waktu Baku dengan Takt Time 126 unit/hari dan 135
unit/hari.................................................................................... 66

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Pengukuran Waktu Kerja untuk Setiap Elemen Kerja............... 103
Lampiran 2 Layout Line Welding Group 2........................................................... 106
Lampiran 3 Work Instruction................................................................................. 107
Lampiran 4 Operation Process Chart (OPC)........................................................ 113
Lampiran 5 Flow Process Chart (FPC)................................................................. 114
Lampiran 6 Man and Machine Chart (MMC)....................................................... 116

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam suatu industri, perencanaan produksi sangat memegang peranan
penting dalam membuat penjadwalan produksi terutama dalam pengaturan operasi
atau penugasan kerja yang harus dilakukan. Jika pengaturan dan perencanaan yang
dilakukan kurang tepat maka akan dapat mengakibatkan stasiun kerja dalam
lintasan produksi mempunyai kecepatan produksi yang berbeda. Hal ini
mengakibatkan lintasan produksi menjadi tidak efisien karena terjadi penumpukan
material di antara stasiun kerja yang tidak berimbang kecepatan produksinya.
Perkembangan industri manufaktur yang begitu pesat menuntut perusahaan
untuk terus bertahan dan berkembang. Perusahaan yang mampu bertahan dan
berkembang dengan baik pasti dapat meningkatkan keunggulan persaingan di dunia
industri. Oleh karena itu, perusahaan harus memiliki manajemen operasi yang
efektif dalam menentukan jumlah pekerja dan keseimbangan pekerjaan dilihat dari
faktor kinerja manpower dan faktor efisiensi waktu proses produksi agar tidak
terjadi pemborosan waktu dan biaya yang dapat merugikan perusahaan sehingga
perusahaan dapat mencapai tingkat produksi yang diharapkan (Heizer & Render,
2009).

1
2

Gambar 1.1. Volume Penjualan Motor dan Mobil di Indonesia


Tahun 2008-2013
Berdasarkan Gambar 1.1 pada tahun 2008 sampai 2013 terlihat bahwa volume
penjualan sepeda motor mengalami gejolak naik turun. Melihat kondisi tersebut
menyebabkan perusahaan yang bergerak dibidang penjualan motor dan mobil
semakin dituntut untuk mempunyai strategi yang tepat dalam memenuhi target
volume. Untuk itu diperlukanlah mesin mesin canggih untuk membantu dalam
pembuatan spare part sepeda motor dan mobil seperti mesin stamping, welding,
dan lain sebagainya yang dapat membantu dalam proses produksi sehingga
perusahaan dapat memenuhi seluruh permintaan yang ada.
Permasalahan keseimbangan lintasan produksi paling banyak terjadi pada
proses perakitan dibandingkan pada proses pabrikasi. Pergerakan yang terus-
menerus kemungkinan besar dicapai dengan operasi-operasi perakitan yang
dibentuk secara manual ketika beberapa operasi dapat dibagi dengan durasi waktu
yang pendek. Semakin besar fleksibilitas dalam mengkombinasikan beberapa
tugas, maka semakin tinggi pula tingkat keseimbangan yang dapat dicapai. Hal ini
akan membuat aliran yang mulus dengan membuat utilisasi tenaga kerja dan
perakitan yang tinggi.
Tenaga manusia adalah sumber daya yang harus dimanfaatkan secara penuh
dan terarah. Seorang tenaga kerja dianggap bekerja dengan produktif dan efisien
jika ia telah menunjukkan output kerja yang setidaknya dapat mencapai ketentuan
minimal dan tidak mempunyai waktu menganggur yang besar.
3

Waktu kerja disini adalah suatu ukuran umum dari nilai masukan yang harus
diketahui guna melaksanakan penelitian mengenai perancangan lintasan produksi
yang efisien. Masukan yang berupa waktu ini dapat diteliti dan diperoleh dengan
cara melaksanakan studi mengenai tata cara dan pengukuran waktu kerja atau
pengukuran waktu baku.
Keseimbangan yang sempurna tercapai apabila ada persamaan keluaran
(output) dari setiap operasi dalam suatu lintasan produksi. Bila keluaran yang
dihasilkan tidak sama, maka keluaran maksimum mungkin tercapai untuk lini
operasi yang paling lambat. Operasi yang paling lambat menyebabkan
ketidakseimbangan dalam lintasan produksi. Keseimbangan pada stasiun kerja
berfungsi sebagai sistem keluaran yang efisien. Hasil yang bisa diperoleh dari
lintasan yang seimbang akan membawa ke arah perhatian yang lebih serius terhadap
metode dan proses kerja. Keseimbangan lintasan juga memerlukan keterampilan
operator yang ditempatkan secara layak pada stasiun-stasiun kerja yang ada.
Keuntungan keseimbangan lintasan adalah pembagian tugas secara merata
sehingga kemacetan dari lintasan atau penumpukan material bisa dihindari.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saiful, et al (2014)
dengan menggunakan Metode Line Balancing yaitu Ranked Positional Weight,
Largest Candidate Rules dan Region Approach, didapatkan hasil Lintasan produksi
awal diperoleh efisiensi lintasan 62,71%, balance delay 37,28%, idle time sebesar
116.87, smoothness index 64,67. Setelah menggunakan 3 metode RPW, LCR, dan
RA efisiensi lintasan meningkat menjadi 94.07%, balance delay 5.92%, idle time
turun menjadi 12.39% dan smoothness index 7.44. Kemudian penelitian juga
dilakukan oleh Hasanudin dan Arianto (2013) dengan menggunakan metode
Ranked Positional Weight dan Largest Candidate Rules diperoleh hasil
penyeimbangan lintasan menggunakan metode pembebanan berurut memberikan
hasil efisiensi lintasan sebesar 81% dan 64% untuk pembobotan posisi. Sehingga
dipilih metode pembebanan berurut sebagai optimalisasi proses produksi perakitan
di group Furukawa Breaker.
PT Metindo Era Sakti adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
industri komponen otomotif yang tergabung dalam Astra Otopart Group. PT
Metindo Era Sakti berdiri sejak tahun 1989 mempunyai 2 plant yang berada di
4

Bekasi dan Karawang. Awalnya bekerja sama dengan Astra untuk memproduksi
dan meng-export perangkat keras rumah tangga ke AS dan Eropa yang akhirnya
pada tahun 1990 memasuki pasar Automotive dengan memproduksi komponen
mobil yang ber-orientasi ke Industri Perakitan Mobil sebagai pelanggannya. PT
Metindo Era Sakti memperluas bisnisnya dengan memproduksi komponen sepeda
motor yang ber-orientasi kepada Perakitan Sepeda Motor sebagai pelanggannya.
PT Metindo Era Sakti berkomitmen memberi kepuasan pelanggan, dan harus terus
tumbuh dan berkembang menjadi salah satu Industri komponen Automotive yang
terkemuka baik Regional maupun Global.
Jika dilihat dengan kondisi yang ada pada PT Metindo Era Sakti, permintaan
akan produk selalu bertambah, khususnya untuk produk HPM 2XP dengan nama
part Beam Comp Stering Hanger dan nomer part 61310-T8N-T003. Untuk itu
diperlukanlah keseimbangan lintasan yang sangat tepat agar permintaan di setiap
harinya dapat dipenuhi. Berikut ini dapat dilihat Tabel permintaan produk HPM
dari bulan Oktober 2016 sampai Januari 2017.

Tabel 1.1. Permintaan Produk HPM Oktober 2016 – Januari 2017 (Unit)
Plant Model Oktober November Desember Januari
2XP 3060 2220 4620 5100
Plant 1 2MG 510 510 0 300
2SK 522 1560 1134 1134
2WF 1620 1140 1920 960
2SJ 1140 2580 3060 2040
Plant 2
2MD 2520 4620 0 2640
2CF 5640 4740 4800 3000
Sumber: Database PT Metindo Era Sakti

Penulis telah mengambil data proses produksi di PT Metindo Era Sakti


sebanyak 10 kali pngambilan data pada bulan Januari sampai Februari 2017.
Berikut ini adalah data proses produksi Beam Comp Stering Hanger yang telah
terlampir pada lampiran adalah sebagai berikut:
5

Tabel 1.2 Waktu Rata-Rata 10 Sampel Perstasiun Kerja


(Januari-Februari 2017)
Stasiun Kerja Nama Stasiun Waktu (menit)
1 Main Assy 1 1.93
2 Main Assy 2 2.03
3 Main Assy 3 1.79
4 Main Assy 4 1.91
5 Instal Bolt 1.79
6 Checking 2.69
Sumber: Data Primer PT Metindo Era Sakti

Sumber: Data Primer PT Metindo Era Sakti


Gambar 1.2 Precedence Diagram 6 Stasiun Kerja

Dari data diatas bahwa terjadi waktu yang tidak balance atau waktu yang
tidak seimbang yang terjadi pada semua stasiun kerja yang mengakibatkan
banyaknya terjadi waktu yang menganggur terutama pada stasiun kerja 2 dan 6.
Oleh karena itu perlu adanya perencanaan keseimbangan lintasan. Tujuan
perencanaan keseimbangan lintasan adalah mendistribusikan unit-unit kerja atau
elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari stasiun
kerja pada suatu lintasan produksi dapat ditekan seminimal mungkin, sehingga
pemanfaatan peralatan dan operator semaksimal mungkin. Pembuatan suatu produk
pada umumnya dilakukan melalui beberapa tahapan proses produksi pada beberapa
departemen yang berupa aliran proses produksi. Apabila terjadi hambatan atau
ketidak efisienan dalam suatu departemen akan mengakibatkan terjadinya waktu
menunggu dan penumpukan material (Baroto, 2002).
Line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen
tugas dari suatu assembly line ke work stations untuk meminimumkan banyaknya
work stations dan meminimumkan total harga idle time pada semua stasiun untuk
6

tingkat output tertentu, yang dalam penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu per-
unit produk yang dispesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial
harus dipertimbangkan (Gasperz, 2004)
Melihat peranan penting pada sistem produksi dengan menggunakan
metode line balancing, maka dalam penelitian ini penulis mencoba meningkatkan
efisiensi lintasan produksi Beam Comp Stering Hanger dan nomer part 61310-
T8N-T003 di PT Metindo Era Sakti dan mengurangi waktu menganggur pada
operator dan mengurangi terjadinya waktu menunggu (Delay) pada salah satu
bagian lintasan produksi yang menyebabkan terjadinya penumpukan material.

1.2 Rumusan Masalah


Demi tercapainya tingkat produktifitas yang tinggi dan memiliki target
produksi yang tepat diperlukan adanya lintasan perakitan yang efisien. Maka dari
itu yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana cara mengefisiensikan lintasan produksi Beam Comp Stering
Hanger?
2. Bagaimana mengurangi terjadinya waktu menunggu (delay) pada salah
satu bagian lintasan produksi yang menyebabkan penumpukan material?
3. Berapakah biaya overtime sebelum dan sesudah dilakukannya
pengefisiensian lintasan produksi Beam Comp Stering Hanger?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui cara mengefisiensikan lintasan produksi Beam Comp Stering
Hanger
2. Mengetahui cara mengurangi terjadinya waktu menunggu (delay) pada
salah satu bagian lintasan produksi yang menyebabkan penumpukan
material
3. Mengetahui biaya overtime sebelum dan sesudah dilakukannya
pengefisiensian lintasan produksi Beam Comp Stering Hanger

1.4 Batasan Masalah


Dalam batasan masalah ini perlu ditetapkan batasan-batasan dan asumsi
agar langkah-langkah pemecahan masalah tidak menyimpang dari tujuan
yang hendak dicapai, batasan masalahnya yaitu:
7

1. Proses Produksi yang diamati hanya pada Departemen Welding


2. Ruang lingkup yang diamati hanya pada lintasan proses produksi
Beam Comp Stering Hanger 61310-T8N-T003
3. Waktu pengambilan dan pengamatan data hanya pada bulan Januari
sampai Februari 2017.
4. Perhitungan Line Balancing menggunakan beberapa metode yaitu
Ranked Positional Weight Method dan Largest Candidate Rules.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan digunakan agar dalam penyusunannya dapat tersaji
secara sistematis, maka dilakukan penyusunan sistematika penulisan sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada Bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang penjelasan
alasan studi kasus ini dilakukan ataupun latar belakang pada studi kasus ini,
permasalahan yang diangkat untuk diselesaikan, tujuan penelitian adalah
mengefisiensikan lintasan produksi melalui keseimbangan lintasan dengan
perhitungan perencanaan beberapa metode, batasan masalah dibuat supaya
pembahasan dalam laporan ini tetap pada topik yang dituju dan untuk
menghindari terjadinya penyimpangan masalah serta sistematika penulisan
yang berisi mengenai isi dari penelitian ini dimulai dari bab I sampai pada
bab VI.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada Bab ini merupakan Tinjauan Pustaka yang berisi dasar-dasar teori,
konsep yang digunakan yang berkaitan dengan penelitian ini, dan penelitian
terdahulu sebagai acuan dan kerangka pemikiran. Teori-teori yang
digunakan berupa teori metode line balancing dengan beberapa metode
yang digunakan yang didapatkan melalui buku teks, jurnal serta sumber-
sumber terpercaya lainnya.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada Bab ini merupakan bab metode penelitian yang berisi jenis data dan
informasi penilitian, metode pengumpulan data, metode pengolahan dan
analisis data serta langkah-langkah penelitian, sehingga dapat menjadikan
8

diagram alir yang dilakukan oleh penulis sebagai acuan dalam


menyelesaikan studi kasus ini.
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada Bab ini merupakan bab analisis atau perhitungan dan pembahasan dari
data-data yang telah dikumpulkan oleh penulis baik data primer maupun
data sekunder pada perusahaan dan hasil pengolahan data dari metode yang
digunakan.
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN
Pada Bab ini Pada bab ini merupakan bab hasil dari bab 4 yaitu
pengumpulan dan pengolahan data yang akan dianalisis dan memberikan
hasil setelah diterapkan beberapa metode line balancing yaitu metode
Ranked Positional Weight Method dan Largest Candidate Rules.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini merupakan bab kesimpulan dan saran yang berisi inti dari hasil
dan analisa pada pembahasan dari bab 4 yang menjawab tujuan dari studi
kasus ini. Saran yang diberikan merupakan usulan pembangunan dan
perbaikan yang berguna bagi perusahaan dalam mengefisiensikan lintasan
produksi
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dan Teori


2.1.1 Pengertian Lintasan Produksi
Lintasan Produksi adalah suatu sistem dalam produksi. Sistem produksi
adalah sistem yang mengubah input sebagai bentuk awal menjadi output sebagai
hasil yang lebih berdaya guna. Menurut Baroto (2002), Lintasan produksi adalah
penempatan area-area kerja dimana operasi-operasi diatur secara berturut-turut dan
material bergerak secara kontinu melalui operasi yang terangkai seimbang. Skema
sistem produksi dapat kita gambarkan seperti pada gambar 2.1 berikut:

input Unit konversi output

Umpan balik

Gambar 2.1 Skema Sistem Produksi


Sumber: Nasution (2003)

Urutan proses operasi pada unit konversi mulai dari masuknya bahan baku
di unit input sampai keluarnya output disebut sebagai lintasan produksi. Sehingga
Lintasan produksi dapat diartikan sebagai suatu seri urutan-urutan proses
pengerjaan yang diperlukan untuk menghasilkan produk atau jasa. Adapun
produksi sering diartikan sebagai aktfitas yang ditujukan untuk meningkatkan nilai
masukan (input) menjadi keluaran (output) yang lebih berdaya guna. Lintasan
produksi dapat diartikan juga sebagai penjaluran area-area dimana fasilitas-fasilitas
seperti mesin-mesin, perlengkapan dan operasi-operasi manual diletakan
berdekatan secara berurutan satu sama lain dimana material bergerak secara

9
10

berkesinambungan dengan kecepatan sama melalui serial operator yang seimbang


sampai seluruh pekerjaan selesai.
Dua faktor penting pada setiap lintasan produksi, yaitu :
1. Tempat kerja dengan mesin dan peralatannya.
2. Operator yang mengerjakan tugas tertentu pada tempat kerja tertentu.

2.1.2 Karakteristik Lintasan Produksi


Berdasarkan karakteristik proses pengerjaan yang dilakukan, lintasan
produksi dibagi menjadi dua bagian :
1. Lintasan Fabrikasi, lintasan produksi yang terdiri dari sejumlah pekerjaan
yang bersifat membentuk atau mengubah sifat-sifat kimia atau fisika dari
suatu benda kerja yang melewati lintasan produksi tersebut. Lintasan
fabrikasi merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah operasi
pekerjaan yang bersifat membentuk atau mengubah bentuk benda kerja.
(Baroto, 2002).
2. Lintasan Perakitan, adalah lintasan produksi yang terdiri dari sejumlah
operasi yang dikerjakan diberbagai tempat kerja untuk membentuk suatu
produk yang menggabungkan komponen-komponen yang telah jadi.
Lintasan perakitan merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah
operasi perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja dan
digabungkan menjadi benda assembly atau subassembly. (Baroto, 2002).
Pada lintasan produksi setiap jenis pekerjaan satu dengan jenis pekerjaan
lainnya sangat besar ketergantungannya. Jika terjadi suatu keterlambatan atau
kerusakan peralatan tertentu, maka akan menjadi hambatan pada proses produksi
selanjutnya.
Persyaratan yang perlu diperhatikan untuk menunjang kelangsungan
lintasan produksi yang baik adalah :
1. Jumlah atau volume produk harus dapat menutup biaya set up lintasan.
2. Keseimbangan (balance) waktu kerja untuk masing-masing operasi.
3. Kontinuitas aliran dari benda kerja harus dijamin.
Dari hal diatas dapat disimpulkan bahwa lintasan produksi adalah urutan-
urutan tempat kerja yang dilalui oleh produk secara berurutan menurut kebutuhan
11

proses pengerjaannya dengan waktu siklus yang tertentu.

2.1.3 Keuntungan dari Perancangan Lintasan Produksi


Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari perencanaan lini produksi
yang baik adalah sebagai berikut (Baroto, 2002).
1. Jarak perpindahan material yang minim diperoleh dengan mengatur susunan
dan tempat kerja.
2. Aliran benda kerja (material), mencakup gerakan dari benda kerja yang
kontinu. Alirannya diukur dengan kecepatan produksi dan bukan oleh
jumlah spesifik.
3. Pembagian tugas terbagi secara merata yang disesuaikan dengan keahlian
masing-masing pekerjaan sehingga pemanfaatan tenaga kerja lebih
efisiensi.
4. Pengerjaan operasi yang serentak yaitu setiap operasi dikerjakan pada saat
yang sama di seluruh lintasan produksi.
5. Operasi unit.
6. Gerakan benda kerja tetap sesuai dengan set-up dari lintasan dan
bersifat tetap.
7. Proses memerlukan waktu yang minimum.

2.1.4 Efisiensi Lintasan Produksi


Menurut Mulyadi (2007), Efisiensi adalah ketepatan cara (usaha, kerja)
dalam menjalankan sesuatu dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga dan
biaya. Efisiensi juga berarti rasio antara input dan output atau biaya dan
keuntungan. Maka dari itu efisiensi lintasan produksi berarti keseimbangan pada
stasiun kerja yang berfungsi sebagai sistem keluaran yang efisien. Hasil yang bisa
diperoleh dari lintasan yang seimbang akan membawa ke arah perhatian yang lebih
serius terhdap metode dan proses kerja.

2.1.5 Keseimbangan Lintasan Produksi


Keseimbangan lintasan produksi adalah suatu metode penugasan sejumlah
pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang saling berkaitan dalam suatu lintasan
12

produksi, sehingga setiap stasiun kerja memiliki waktu yang tidak melibihi waktu
siklus dari stasiun kerja tersebut. Suatu lintasan produksi dapat dikatakan seimbang
apabila setiap stasiun dapat memberikan keluaran untuk stasiun kerja lainnya dalam
kecepatan waktu yang relatif sama.
Menurut Gasperz (2004), Keseimbangan lintasan produksi adalah suatu
metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang saling
berkaitan dalam satu lini produksi sehingga setiap stasiun kerja memiliki waktu
yang tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut. Keseimbangan lini juga
dapat dikatakan sebagai usaha untuk mengadakan keseimbangan kapasitas antara
satu bagian dengan bagian lain didalam suatu proses produksi.
Persoalan dalam keseimbangan lintasan berawal dari lintasan proses
poduksi massal, dimana tugas-tugas yang dibutuhkan dalam proses produksi harus
dibagi kepada seluruh pekerja agar usaha pekerja merata dan jumlah pekerja dapat
diminimumkan untuk mempertahankan laju produksi yang diharapkan.
Menurut Nasution (2003), Keseimbangan lintasan produksi berhubungan
erat dengan produksi massal sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokan kedalam
beberapa pusat kerja, yang untuk selanjutnya disebut stasiun kerja. Waktu yang
diijinkan untuk menyelesaikan elemen pekerjaan itu ditentukan oleh kecepatan
lintas perakitan. Semua stasiun kerja sedapat mungkin harus memiliki waktu siklus
yang sama. Bila suatu stasiun kerja mmiliki waktu dibawah waktu siklus idealnya,
maka stasiun kerja tersebut akan memiliki waktu menganggur, sehingga dicapai
efisiensi kerja yang tinggi pada setiap stasiun kerja.
Keterkaitan sejumlah pekerjaan dalam suatu lini produksi harus
dipertimbangkan dalam menentukan pembagian pekerjaan ke dalam masing-
masing stasiun kerja. Hubungan atau saling keterkaitan antara satu pekerjaan
dengan pekerjaan lainnya digambarkan dalam suatu precedence diagram atau
diagram pendahuluan (Gaspersz, 2004).
Menurut Gasperz (2004), Keseimbangan lintasan produksi merupakan
penyeimbangan penugasan elemen tugas dari suatu assembly line ke work stations
untuk meminimumkan banyaknya work stations dan meminimumkan total harga
idle time pada semua stasiun untuk tingkat output tertentu. Keseimbangan lintasan
produksi adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang dipergunakan
13

untuk membuat produk. Keseimbangan lintasan produksi biasanya terdiri dari


sejumlah area kerja yang dinamakan stasiun kerja yang ditangani oleh seorang
operator atau lebih dan ada kemungkinan ditangani dengan menggunakan
bermacam-macam alat. Tujuan utama dalam penyusunan line balancing adalah
membentuk dan menyeimbangkan beban kerja yang di alokasikan pada tiap-tiap
stasiun kerja. Line balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan
peralatan) yang dipergunakan untuk membuat produk. Elemen-elemen utama
permasalahan keseimbangan lintasannya dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini:

Masukan Keseimbangan Keluaran


Lini Pengelompokkan tugas-tugas pada
Kinerja waktu dari tugas
kebutuhan pendahuluan stasiun-stasiun kerja dengan
tingkat output kapasitas/tingkat output yang sama

Gambar 2.2 Elemen-Elemen Utama Permasalahan Keseimbangan Lintasan


Sumber: Nasution (2003)

2.1.6 Tujuan Keseimbangan Lintasan Produksi


Dalam pengaturan dan perencanaan yang tidak tepat dimana kecepatan
proses perakitan dari setiap stasiun kerja yang berbeda-beda ini mengakibatkan
lintasan perakitan tidak efisien karena terjadinya penumpukan material atau produk
setengah jadi diantara stasiun kerja yang tidak berimbang kecepatan prosesnya.
Tujuan keseimbangan lintasan produksi adalah untuk memperoleh suatu
arus produksi yang lancar dalam rangka memperoleh utilisasi yang tinggi atas
fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan melalui penyeimbangan waktu kerja antar work
station, dimana setiap elemen tugas dalam suatu kegiatan produk dikelompokkan
sedemikian rupa dalam beberapa stasiun kerja yang telah ditentukan sehingga
diperoleh keseimbangan waktu kerja yang baik. Permulaan munculnya persoalan
line balancing berasal dari ketidakseimbangan lintasan produksi yang berupa
adanya work in process pada beberapa work station (Malave, 2000).
Adapun tujuan utama dalam menyusun keseimbangan lintasan produksi
adalah untuk membentuk dan menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan
pada tiap- tiap stasiun kerja. Jika tidak dilakukan keseimbangan beberapa stasiun
14

kerja, dimana stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang lain memiliki beban
kerja yang tidak seimbang. Pembagian pekerjaan ini disebut Production-line
balancing, assembly-line balancing dan hanya line balancing (Ginting, 2007).
Tujuan dasar dari keseimbangan lintasan produksi adalah untuk
menugaskan elemen-elemen kerja pada stasiun kerja dalam berbagai cara dimana
batasan precedence tidak dilanggar dan waktu menganggur minimal (Ginting,
2007).
Persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu keseimbangan
lintasan produksi adalah dengan meminimumkan waktu menganggur (idle time)
dan meminimumkan pula keseimbangan waktu senggang (balance delay).
Sedangkan tujuan dari lintasan produksi yang seimbang adalah sebagai berikut
(Malave, 2000).:
a. Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap work station
sehinggan setiap work station selesai pada waktu yang seimbang dan
mencegah terjadinya bottle neck. Bottle neck adalah suatu operasi yang
membatasi output dan frekuensi produksi.
b. Menjaga agar pelintasan perakitan tetap lancar.
c. Meningkatkan efisiensi atau produktifitas.
Umumnya merencanakan keseimbangan dalam sebuah lintasan meliputi
usaha yang bertujuan untuk mencapai suatu kapasitas yang optimal, dimana tidak
terjadi penghamburan fasilitas (waktu, tenaga dan material). Tujuan ini tercapai
bila:
1. Lintasan bersifat seimbang, setiap stasiun kerja mendapatkan beban kerja yang
sama nilainya diukur dengan waktu.
2. Jumlah waktu menganggur minimum di setiap stasiun kerja sepanjang lintasan
perakitan.
3. Stasiun kerja berjumlah minimum.

2.1.7 Permasalahan Keseimbangan Lintasan Produksi


Persoalan keseimbangan lintasan produksi bermula dari keadaan kombinasi
penugasan kerja kepada operator yang menempati tempat kerja tertentu. Karena
penugasan elemen kerja yang berbeda akan menyebabkan perbedaan dalam
15

sejumlah waktu yang tidak produktif dan variasi jumlah pekerja yang dibutuhkan
untuk menghasilkan output produksi tertentu didalam suatu lintasan (Sutalaksana,
2006).
Permasalahan keseimbangan lintasan produksi paling banyak terjadi pada
proses perakitan dibandingkan pada proses pabrikasi. Pabrikasi dari sub komponen-
komponen biasanya memerlukan mesin-mesin berat dengan siklus panjang. Ketika
beberapa operasi dengan peralatan berbeda dibutuhkan secara proses seri, maka
terjadilah kesulitan dalam menyeimbangkan panjangkan siklus-siklus mesin
sehingga utilisasi kapasitas menjadi rendah. Pergerakan yang terus menerus
kemungkinan besar dicapai dengan operasi-operasi perakitan yang dibentuk secara
manual ketika beberapa operasi dapat dibagi dengan durasi waktu yang pendek.
Semakin besar fleksibilitas dalam mengkombinasikan beberapa tugas, maka
semakin tinggi pula tingkat keseimbangan tingkat yang dapat dicapai, hal ini akan
membuat aliran dengan utilisasi tenaga kerja dan perakitan yang tinggi (Nasution
& Prasetyawan, 2008). Adanya kombinasi penugasan kerja terhadap operator atau
grup operator yang menempati stasiun kerja tertentu juga merupakan awal masalah
keseimbangan lintasan produksi, sebab penugasan elemen kerja yang berbeda akan
menimbulkan perbedaan dalam jumlah waktu yang tidak produktif dan variasi
jumlah pekerjaan yang dibutuhkan untuk menghasilkan keluaran produksi tertentu
dalam lintasan tersebut. Masalah-masalah yang terjadi pada keseimbangan lintasan
dalam suatu lintasan produksi biasanya tampak adanya penumpukan material,
waktu tunggu yang tinggi dan operator yang menganggur karena beban kerja yang
tidak teratur. Untuk memperbaiki kondisi tersebuut dengan keseimbangan lintasan
yaitu dengan menyeimbangkan stasiun kerja sesuai dengan kecepatan produksi
yang diinginkan.
Keseimbangan yang sempurna tercapai apabila ada persamaan keluaran
(output) dari setiap operasi dalam suatu runtutan lini. Bila keluaran yang dihasilkan
tidak sama, maka keluaran maksimum mungkin tercapai untuk lini operasi yang
paling lambat. Operasi yang paling lambat menyebabkan ketidakseimbangan dalam
lintasan produksi. Keseimbangan pada stasiun kerja berfungsi sebagai sistem
keluaran yang efisien. Hasil yang bisa diperoleh dari lintasan yang seimbang akan
membawa ke arah perhatian yang lebih serius terhdap metode dan proses kerja.
16

Keseimbangan lintasan juga memerlukan ketrampilan operator yang ditempatkan


secara layak pada stasiun-stasiun kerja yang ada. Keuntungan keseimbangan
lintasan adalah pembagian tugas secara merata sehingga kemacetan bisa dihindari.

2.1.8 Terminologi Keseimbangan Lintasan Produksi


Terminologi atau istilah-istilah yang ditemukan dalam line balancing dapat
diuraikan sebagai berikut (Purnomo, 2004) :
1. Elemen Kerja
Adalah pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu kegiatan perakitan.
2. Waktu Siklus / Cycle Time
Adalah waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk pada satu
stasiun kerja. Apabila waktu produksi dan target produksi telah ditentukan,
maka waktu siklus dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target
produksi. Dalam mendesain keseimbangan lintasan produksi untuk
sejumlah produksi tertentu, waktu siklus harus sama atau lebih besar dari
waktu operasi terbesar yang merupakan penyebab terjadinya bottle neck
kemacetan dan waktu siklus juga harus sama atau lebih kecil dari jam kerja
efektif perhari dibagi dari jumlah produksi perhari yang secara matematis.
3. Waktu Operasi
Merupakan waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi.
Langkah-langkah menentukan waktu standar:
1) Tingkat Ketelitian dan Kepercayaan
Tingkat ketelitian dan tingkat kepercayaan adalah pencerminan tingkat
kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan
melakukan pengukuran yang sangat banyak. Tingkat ketelitian
menunjukkan penyimpangan maksimal dari pengukuran dari waktu
penyelesaian sebenarnya. Hal ini dinyatakan dalam persen (%). Tingkat
kepercayaan menunjukan besarnya keyakinan pengukuran bahwa hasil yang
diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Jadi tingkat ketelitian 10% dan
kepercayaan 95% memberi arti bahwa pengukuran membolehkan rata-rata
hasil pengukuran menyimpang sejauh 10% dari rata-rata sebenarnya dari
kemungkinan mendapatkan hasil ini adalah 95% (Sutalaksana, 2006).
17

2) Uji Kecukupan Data


Kecukupan data dihitung setelah semua harga rata-rata sub grup berada
dalam batas kontrol. Rumus dari kecukupan data adalah:
𝑘 2
√𝑁 ∑𝑋𝑖 2 − (∑𝑋𝑖)2
𝑠
N’ = ( ) ... ... ...(2.1)
∑𝑋𝑖

Dimana :
K = Tingkat Kepercayaan
S = Tingkat Ketelitian
X𝑖 = Waktu peroperasi
N’ = jumlah data pengukuran data minimum yang dibutuhkan
N = jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan
Jumlah pengukuran waktu dikatakan cukup apabila jumlah pengukuran
minimum yang dibutuhkan secara teoritis lebih kecil atau sama dengan
jumlah pengukuran pendahuluan yang sudah dilakukan (N’ ≤ N). Jika
jumlah pengukuran masih belum mencukupi, maka harus dilakukan
pengukuran lagi sampai jumlah pengukuran tersebut cukup.
3) Uji keseragaman data
Keseragaman data ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil pengukuran
waktu cukup seragam. Suatu data dikatakan seragam apabila berada dalam
rentang batas kontrol tertentu. Rentang batas kontrol tersebut adalah Batas
Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB) dimana rumusnya
adalah:
BKA = X + 3x ... ... ... (2.2)

BKB = X − 3x ... ... ... (2.3)

Dimana k adalah bilangan konversi pada distribusi normal sesuai dengan


tingkat kepercayaan yang dipergunakan, misalnya:
• Tingkat kepercayaan = 90%, maka k = 1.65
• Tingkat kepercayaan = 95%, maka k = 2.00
• Tingkat kepercayaan = 99%, maka k = 3.00
18

Hasil pengukuran dikatakan seragam apabila semua harga rata-rata sub grup
berada dalam batas kontrol. Bila tidak, maka subgrup tersebut dibuang dan
tidak diperhitungkan dalam menghitung kecukupan data.
4) Faktor Penyesuaian
Menurut Wignjosoebroto (2003), kecepatan, usaha, tempo, ataupun
performance kerja semuanya akan menunjukkan kecepatan gerakan
operator pada saat bekerja. Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi
kecepatan kerja operator ini dikenal sebagai ‘Rating Performance’. Secara
umum kegiatan rating ini dapat didefinisikan sebagai proses di mana
seorang pengamat membandingkan performa kerja operator pada saat
diamati dengan konsep si pengamat mengenai performa normal. Untuk
menormalkan waktu kerja maka diadakan penyesuaian yaitu dengan cara
mengalikan waktu kerja dengan faktor penyesuaian/rating ‘P’.
Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran
kerja yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya
bekerja tanpa kesungguhan, dll. Penyebab di atas dapat mempengaruhi
kecepatan kerja. Kecepatan yang terlalu singkat atau terlalu panjangnya
waktu penyelesaian. Hal ini tidak diinginkan karena waktu baku adalah
waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja secara wajar (Sutalaksana,
2006).
Terdapat 4 metode penyesuaian yaitu metode Shumard, metode
Westinghouse, metode persentase, metode Bedaux dan Sintesa. Berikut ini
adalah penjelasan dari masing-masing metode tersebut (Sutalaksana, 2006):
1) Metode Shumard
Memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas kinerja
kerja dengan setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri. Disini
pengukur diberi patokan untuk menilai performansi kerja operator
menurut kelas-kelas superfast, fast+, fast, fast-, excellent, dan
seterusnya.
2) Metode Westinghouse
Penyesuaian cara Westinghouse lebih diarakan kepada empat faktor
yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajarannya dalam
19

suatu perkerjaan. Keempat faktor ini adalah keterampilan, usaha,


kondisi kerja dan konsistensi. Untuk penyesuaian maka dibagi dalam
enam kelas, yaitu super skill, excellent skill, good skill, average skill,
fair skill, dan poor skill. Angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas
dari faktor-faktor diatas diperhatikan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Penyesuaian Menurut Westinghouse
Faktor Kelas Lambang Penyesuaian
Ketrampilan Superskil A1 +0,15
A2 +0,13
Excellent B1 +0,11
B2 +0,08
Good C1 +0,06
C2 +0,03
Average D 0,00
Fair E1 -0,05
E2 -0,10
Poor F1 -0,16
F2 -0,22

Usaha Excessive A1 +0,13


A2 +0,12
Excelent B1 +0,10
B2 +0,08
Good C1 +0,05
C2 +0,02
Average D 0,00
Fair E1 -0,04
E2 -0,08
Poor F1 -0,12
F2 -0,17

Kondisi Kerja Ideal A +0,06


Excellenty B +0,04
Good C +0,02
Average D 0,00
Fair E -0,03
Poor F -0,07
20

Tabel 2.1 Penyesuaian Menurut Westinghouse (Lanjutan)


Faktor Kelas Lambang Penyesuaian

Konsistensi Perfect A +0,04


Excellent B +0,03
Good C +0,01
Average D 0,00
Fair E -0,02
Poor F -0,04

Sumber: Sutalaksana (2006)

3) Metode persentase
Cara presentase ini merupakan cara paling awal digunakan dalam
melakukan penyesuaian. Disini faktor penyesuaian sepenuhnya
ditentukan oleh pengukur melalui pengamatanya selama melakukan
pengukuran. Jadi sesuai dengan pengukuran, pengukur tadi menentukan
harga p yang menurutnya akan menghasilkan waktu normal. Cara ini
merupakan cara yang paling mudah dan paling sederhana dalam
menentukan faktor penyesuaian, namun segera terlihat adanya ketidak
telitian akibat dari kasarnya penelitian.
4) Metode Bedaux dan Sintesa
Cara Bedaux tidak banyak berbeda dengan cara Shumard, hanya saja
nila-nilai pada cara Bedaux dinyatakan dalam “B” (huruf pertama
Bedaux, penemunya) seperti misalnya 60 B atau 70 B. Sedangkan cara
Sintesa sedikit berbeda dengan cara-cara lain, dimana dalam cara ini
waktu penyelesaian setiap elemen gerakan dibandingkan dengan harga-
harga yang diperoleh dari tabel-tabel data waktu gerakan, untuk
kemudian dihitung harga rata-ratanya.
Dalam penelitian ini digunakan metode westinghouse karena
Mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan
kewajaran atau ketidakwajaran. Keempat faktor tersebut adalah
keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi.
21

5) Faktor Kelonggaran
Penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan menjalankan beberapa
kali pengukuran dan perhitungan rata-ratanya. Jumlah pengukuran yang
cukup dan penyusun satu hal lain yang kerap kali terlupakan adalah
menambah kelonggaran atas waktu normal yang telah didapatkan.
Kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu untuk kebutuhan pribadi,
menghilangkan rasa fatigue dan hambatan-hambatan yang tidak dapat
dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata
dibutuhkan oleh pekerja dan yang selama pengukuran tidak diamati,
diukur, dicatat, ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan
setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan.
Ketiga hal kelonggaran tersebut akan dijelaskan seperti berikut ini, yaitu
(Sutalaksana, 2006):
a) Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Kebutuhan pribadi adalah operator, seperti: minum, ke kamar kecil,
bercakap cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menghilangkan
ketegangan ataupun kejemuan kerja adalah suatu hal yang wajar.
Besarnya kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi pria adalah 2%–
2,5%, sedangkan untuk wanita sebesar 5% pada pekerjaan ringan
dengan kondisi kerja yang normal.
b) Kelonggaran untuk menghilangkan rasa lelah
Rasa lelah operator dapat disebabkan dikarenakan penurunan stamina
dikarenakan melakukan pekerjaan yang terus menerus dalam kurun
waktu tertentu. Untuk mengurangi rasa lelah, lazimnya operator
mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa sehingga menyebabkan
gerakan menjadi lambat.
c) Kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang tak terhindarkan,
Berdasarkan pelaksanaan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari
berbagai hambatan. Terdapat hambatan yang dapat dihindarkan,
seperti mengobrol yang berlebihan dan menganggur. Hambatan yang
tidak dapat dihindarkan, yaitu jika berada di luar kekuasaan pekerja
untuk mengendalikannya. Hambatan yang pertama jelas tidak ada
22

pilihan selain menghilangkannya. Penyebab perlunya diperhitungkan


dalam perhitungan waktu baku. beberapa contoh yang termasuk ke
dalam hambatan tak terhindarkan antara lain:
• Melakukan penyesuaian mesin.
• Menerima atau meminta pengarahan kepada pengawas.
• Mengambil sesuatu barang yang diperlukan dari gudang.
• Hambatan-hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun
bahan.
• Mesin berhenti karena matinya aliran listrik.
• Mesin tiba-tiba rusak.
• Terjadinya bencana.
Tabel kelonggoran yang dipakai oleh penulis sebagai berikut dapat
dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Besarnya Kelonggaran Berdasarkan


Faktor-Faktor Yang Berpengaruh
Faktor Kelonggaran
A. Tenaga yang dikeluarkan Pria wanita
1.Dapat diabaikan 0,0-6,0 0,0-6,0
2.Sangat ringan 6,0-7,5 6,0-7,5
3.Ringan 7,5-12,0 7,5-16,0
4.Sedang 12,0-19,0 16,0-30,0
5.Berat 19,0-30,0
6.Sangat berat 30,0-50,0
7. Luar biasa berat
B. Sikap kerja
1.Duduk 0,00-1,0
2.Berdiri diatas dua kaki 1,0-2,5
3.Berdiri diatas satu kaki 2,5-4,0
4.Berbaring 2,5-4,0
5.Membungkuk 4,0-10
23

C. Gerakan kerja
1.Normal 0
2.Agak terbatas 0-5
3.Sulit 0-5
4.Pada anggota badan terbatas 5-10
5.Seluruh anggota badan terbatas 10-15

D. Kelelahan mata Pencahayaan baik Buruk


1.pandangan yang terputus-putus 0,0-6,0 0,0-6,0
2.Pandangan yang hampir terus 6,0-7,5 6,0-7,5
Menerus
3.Pandangan yang terus menerus 7,5-12,0 7,5-16,0
dengan fokus berubah-ubah
4.Pandangan yang terus menerus 19,0-30,0 16,0-30,0
dengan fokus tetap

E. Keadaan temperatur Kelemahan


tempat kerja Temperatur normal Berlebihan

1.Beku Dibawah 0 diatas 10 diatas 12


2.Rendah 0-13 10-0 12-5
3.Sedang 13-22 5-0 8-0
4.Normal 22-28 0-5 0-8
5.Tinggi 28-38 5-40 8-100
6.Sangat tinggi Diatas-38 diatas 40 diatas 100

F. Keadaan atmosfer
1.Baik 0
2.Cukup 0-5
3.Kurang baik 5-10
4.Buruk 10-20

G. Keadaan lingkungan yang baik


1.Bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah 0
2.Siklus kerja berulang-ulang antara 5-10detik 0-1
3.Siklus kerja berulang-ulang antara 0-5 detik
4.Sangat bising 0-5
5.Jika Faktor-faktor yang berpengaruh dapat 0-5
24

menurunkan kwalitas
6.Terasa adanya getaran lantai 5-10
7.Keadaan-keadaan yang luar biasa (bunyi,
kebersihan, dll) 5-15

Sumber : Sutalaksana (2006)

6) Menghitung Waktu Baku


Kegiatan pengukuran waktu dikatakan selesai bila semua data yang
diperoleh telah seragam dan jumlahnya telah memenuhi tingkat
ketelitian dan tingkat kepercayaan yang diinginkan. Selanjutnya adalah
mengolah data untuk menghitung waktu baku yang diperoleh dengan
langkah-langkah sebagai berikut (Sutalaksana, 2006):
1. Menghitung waktu siklus rerata
Waktu siklus merupakan jumlah tiap-tiap elemen job.

Ws =
X i
... ... ... (2.4)
N
Dimana:
∑ X𝑖 = Jumlah waktu penyelesaian yang teramati
𝑁 = Jumlah pengamatan yang dilakukan
2. Menghitung waktu normal
Waktu normal merupakan waktu penyelesaian pekerjaan yang
diselesaikan oleh pekerja dalam kondisi wajar dan berkemampuan kerja
rata-rata.
Wn = Ws x P ... ... ... (2.5)
Dimana:
Ws = Waktu Siklus Rerata
P = faktor penyesuaian
Faktor ini diperhitungkan bila operator bekerja dengan tidak wajar,
sehingga hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan untuk mendapatkan
waktu penyelesaian pekerjaan yang normal.
25

3. Menghitung waktu baku


Waktu baku, yaitu merupakan waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh
pekerja normal untuk menyelesaikan pekerjaan yang dijalankan dalam
sistem kerja terbaik saat itu.
Wb = Wn x ( 1 + 𝛼 ) ... ... ... (2.6)
Dimana:
Wn = Waktu Normal
𝛼 = Allowance atau faktor kelonggaran
𝛼 adalah kelonggaran (allowance) yang diberikan kepada operator
untuk menyelesaikan pekerjaannya. Kelonggaran ini diberikan untuk
hal-hal seperti kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa lelah, dan
gangguan yang mungkin terjadi yang tidak dapat dihindarkan oleh
operator.
4. Waktu Stasiun Kerja (WSK) dan Work Station
Adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah stasiun kerja untuk
mengerjakan semua elemen kerja yang didistribusikan pada staiun kerja
tersebut.
𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑆𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 = ∑𝑛𝑖=1 𝑇𝑖
Dimana :
𝑇𝑖 = Waktu Operasi
N = Banyak Data
CT = Waktu siklus / cycle time
Work Stasion adalah lokasi pada lini perakitam atau pembuatan suatu
produk dimana pekerjaan diselesaikan baik dengan manual maupun
otomatis. Kita harus menemukan jumlah stasiun kerja minimum yang
dibutuhkan pada lintasan kerja dengan menggunakan rumus:
∑𝑇𝑒
... ... ... (2.7)
𝑇𝑡
Dimana:
Te = Waktu Total dari seluruh elemen kerja
Tt = Takt Time (Jam kerja efektif per demand/target produksi setiap hari)
5. Takt Time (TT)
Takt time dapat didefinisikan sebagai waktu maksimum yang diizinkan
26

untuk memproduksi sebuah produk untuk memenuhi permintaan


7. Precedence Constrains
Merupakan suatu aturan dimana suatu elemen kerja dapat dikerjakan apabila
satu atau beberapa elemen kerja telah dikerjakan terlebih dahulu.
8. Precedence Diagram
Adalah diagram yang menggambarkan urutan dan keterkaitan antar elemen
kerja perakitan sebuah produk. Pendistribusian elemen kerja yang dilakukan
untuk setiap stasiun kerja harus memperhatikan precedence diagram.
9. Delay Time of a Station
Merupakan selisih antara waktu siklus dengan waktu stasiun. Perbedaan
antara waktu stasiun dengan waktu siklus disebut juga idle time.
𝐼𝑑𝑙𝑒 𝑇𝑖𝑚𝑒 = ((𝑛 𝑥 𝑇𝑐 ) − 𝑇𝑤𝑐) ... ... ... (2.8)
Dimana :
n = Jumlah Work Stasion
𝑇𝑐 = Waktu siklus (Cycle Time) terbesar
Twc = Total Waktu Siklus
10. Efisiensi Lintasan
Adalah rasio antara waktu yang digunakan dengan waktu yang tersedia.
Berkaitan dengan waktu yang tersedia, lini akan mencapai keseimbangan
apabila setiap daerah pada lini mempunyai waktu yang sama.
∑𝑛
𝑖=1 𝑆𝑖
Efisiensi = x 100% atau
𝑛 .𝐶
𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
Efisiensi = x 100% ... ... ... (2.9)
𝐶𝑇 𝑥 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛

Dimana :
C = Waktu Siklus
N = Jumlah Stasiun Kerja
𝑆𝑖 = Waktu Masing-masing Stasiun
11. Balance Delay
Adalah rasio antara waktu idle dalam lini perakitan dengan waktu yang
tersedia.
(𝑁 . 𝑆𝑚 )− ∑𝑛
𝑖=1 𝑆𝑖
D= x100% atau
(𝑁 . 𝑆𝑚 )
27

Balance Delay = 100% - Efisiensi Lintasan ... ... ... (2.10)


Dimana :
D = Balance Delay
N = Jumlah Stasiun Kerja
𝑆𝑚 = Waktu Terbesar dalam Stasiun Kerja
12. Indeks Penghalusan (Smoothness Index / SI)
Adalah suatu indeks yang mempunyai kelancaran relatif dari penyeimbang
lini perakitan tertentu. Formula yang digunakan untuk menentukan
besarnya SI adalah sebagai berikut:

SI = √∑𝑁
𝑖=1(𝑊𝑆𝐾𝑚𝑎𝑥 − 𝑊𝑆𝐾𝑖)²n ... ... ... (2.11)

Dimana :
WSKmax = Waktu terbesar dari stasiun kerja terbentuk.
WSKi = Waktu stasiun kerja ke -i yang terbentuk.
N = Jumlah stasiun kerja yang terbentuk

2.1.9 Metode Heuristik Keseimbangan Lintasan (Line Balancing)


Dalam menyeimbangkan lintasan terdapat beberapa metode atau cara
pendekatan yang berbeda-beda, akan tetapi mempunyai tujuan yang pada dasarnya
sama, yaitu mengoptimalkan lintasan agar didapat penggunaan tenaga kerja dan
fasilitas yang sebaik mungkin. Berikut ini adalah metode-metode dalam
keseimbangan lini yaitu :
1. Metode Peringkat Bobot Posisi (Ranked Positional Weight Method)
Salah satu pendekatan keseimbangan lintasan yang biasa digunakan sebagai
metode dasar adalah metode yang dikembangkan oleh Helgesson dan Birnie yaitu
Peringkat Bobot Posisi. Pendekatan ini menggunakan cara penjumlahan waktu dari
operasi-operasi yang terkontrol dalam sebuah stasiun kerja dengan operasi tertentu
yang disebut sebagai bobot posisi. Pengurutan operasi yang menurun dilakukan
menurut bobot posisinya yang mengarah. Pada teknik perancangan dari teknik
pengurutan bobot posisi (ranked positional weight technique). Metode heuristic ini
mengutamakan waktu elemen kerja yang terpanjang, dimana elemen kerja ini akan
diprioritaskan terlebih dahulu untuk ditempatkan dalam stasiun kerja yang
28

kemudian diikuti oleh elemen kerja yang lain yang memiliki waktu elemen yang
lebih rendah (Baroto, 2002). Berikut ini merupakan penjelasan langkah-langkah
dalam metode RPW (Ranked Positional Weight) (Baroto, 2002):
a. Buat precedence diagram untuk tiap proses.
b. Tentukan bobot posisi untuk masing-masing elemen kerja yang berkaitan
dengan waktu operasi untuk waktu pengerjaaan yang terpanjang dari mulai
operasi permulaan hingga sisa operasi sesudahnya. Cara penentuan bobot
posisinya adalah sebagai berikut:
Bobot (RPW) = Waktu Operasi Tersebut + Waktu Proses Operasi Berikutnya
c. Membuat rangking tiap elemen pekerjaan berdasarkan bobot posisi di langkah
2. Pengerjaan yang memilki bobot terbesar diletakkan pada rangking pertama.
d. Tentukan waktu siklus.
e. Pilih elemen operasi dengan bobot tertinggi, alokasikan ke stasiun kerja. Jika
masih layak (waktu stasiun < Takt Time), alokasikan operasi dengan bobot
tertinggi berikutnya, namun alokasi ini tidak boleh membuat waktu stasiun >
Takt Time.
f. Bila alokasi suatu elemen operasi membuat waktu stasiun > Takt Time, maka
sisa waktu ini (Takt Time-waktu stasiun) dipenuhi dengan alokasi elemen
operasi dengan bobot paling besar dan penambahannya tidak membuat waktu
stasiun > Takt Time.
g. Jika elemen operasi yang jika dialokasikan untuk membuat ST> Takt Time
sudah tidak ada, maka kembali ke langkah ke-5.
2. Metode Pembebanan Berurut (Largest Candidate Rules)
Dalam metode ini juga terdapat kelebihan dan kelemahan yang dapat
menjadi bahan pertimbangan. Kelebihan dari metode ini adalah secara keseluruhan
metode ini memiliki tingkat kemudahan yang lebih tinggi dibanding metode lainnya
tetapi hasil yang diperoleh masih harus saling dipertukarkan dengan cara trial dan
error untuk mendapatkan penyusunan stasiun kerja yang optimal. Sedangkan
kelemahannya adalah didapatkan lebih banyak operasi seri yang digabungkan ke
dalam satu stasiun kerja, metode ini mengurutkan elemen dari terbesar ke terkecil
(Groover, 2001). Metode Largest Candidate Rules merupakan metode yang paling
sederhana. Adapun prosedur metode tersebut secara jelas dapat dijelaskan sebgai
29

berikut:
1. Tentukan precedence diagram sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
2. Urutkan semua elemen operasi dari yang paling besar waktunya hingga yang
paling kecil.
3. Elemen kerja pada stasiun kerja pertama diambil dari urutan yang paling atas.
Elemen kerja dapat diganti atau dipindahkan kestasiun berikutnya, apabila
jumlah elemen kerja telah melebihi batas waktu siklusnya.
4. Lanjutkan proses langkah kedua, hingga semua elemen kerja telah berada dalam
stasiun kerja dan memenuhi Takt Time

2.2 Penelitian Terdahulu


Penelitian ini mengacu pada beberapa jurnal atau penelitian terdahulu
dengan penelitian menggunakan metode line balancing yaitu Ranked Positional
Weight dan Largest Candidate Rules,. Berikut adalah beberapa jurnal atau
penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.3:

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu


No. Nama Tahun Judul Metode Hasil
Ranked
Lintasan Produksi Awal diperoleh efisiensi
Penyeimbangan Positional
lintasan 62,71%, Balance delay 37,28%, Idle
lintasan produksi Weight,
Time sebesar 116.87, Smoothness Index 64,67.
Saiful, Mulyadi, dengan metode Largest
1 2014 Setelah menggunakan 3 metode RPW, LCR, dan
dan Rahman heuristik (studi Candidate
RA efisiensi lintasan meningkat menjadi 94.07%,
kasus PT XYZ Rules, dan
balance delay 5.92%, idle time turun menjadi
Makasar) Region
12.39% dan smoothness index 7.44
approach
Waktu siklus lintasan produksi Furukawa
Breaker adalah sebesar 302,8 menit.
Penyeimbangan lintasan menggunakan
metode pembobotan posisi memberikan
efisiensi lini perakitan sebesar 64% dengan
jumlah operator 5 stasiun kerja.
Rank
Optimalisasi Penyeimbangan lintasan menggunakan
Positional
Lintasan Produksi metode pembebanan berurut memberikan
Hasanudin dan Weight dan
2 2013 Furukawa Breaker hasil efisiensi lini sebesar 81% dengan
Arianto Largest
Menggunakan Line jumlah operator 4 stasiun kerja. Metode
Candidate
Balancing yang dipilih dan digunakan untuk
Rules
optimalisasi proses produksi perakitan ini
sesudah penyeimbangan lintasan yaitu
metode pembebanan berurut karena
memberikan efisiensi lini sebesar 81% dari
pada metode pembobotan posisi yang
hanya sebesar 64%.
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
30

No. Nama Tahun Judul Metode Hasil


Dengan metode bobot posisi efisiensi
lintasan meningkat menjadi 47,56 % dari
kondisi awal. Yang semula efisiensi
lintasan sebesar 39,99 % menjadi 87,55 %,
sedangkan waktu idle (balance delay) juga
berkurang sebesar 47,56 % dari kondisi
awal, yang semula sebesar 60,01 %
menjadi 12,45 %. Output produksi
Line Balancing meningkat sebesar 37 ton/bulan, dari 400
Purnamasari dan Rank
dengan Metode ton/bulan menjadi 437 ton/bulan. Dengan
3 Cahyana 2015 Positional
Ranked Position metode pendekatan wilayah efisiensi
Weight
Weight lintasan meningkat menjadi 45,44 % dari
kondisi awal. Yang semula efisiensi
lintasan sebesar 39,99 % menjadi 85,43 %,
sedangkan waktu idle (balance delay) juga
berkurang sebesar 45,44 % dari kondisi
awal, yang semula sebesar 60,01 %
menjadi 14,57 %. Output produksi
meningkat sebesar 27 ton/bulan, dari 400
ton/bulan menjadi 427 ton/bulan.
Perancangan keseimbangan lintasan
produksi dengan menggunakan dua metode
keseimbangan lintasan (Rank Position
Weight dan Region Approach) sama-sama
Perancangan menghasilkan pengurangan jumlah stasiun
Keseimbangan Rank kerja dari 9 menjadi 3 stasiun kerja,
Lintasan Produksi Positional sehingga menghasilkan penurunan balance
Burhan, Rosyadi
4 2012 untuk Mengurangi Weight dan delay sebesar 40% (80% menjadi 40%).
dan Rakhmawati
Balance Delay dan Region Perancangan keseimbangan lintasan
Meningkatkan Approach produksi dengan menggunakan dua metode
Efisiensi Kerja keseimbangan lintasan menghasilkan
peningkatan efisiensi kerja sebesar 40%
(20% menjadi 60 %), sehingga proses
produksi semakin optimal karena efisiensi
kerja semakin meningkat.
Untuk mendapatkan produktivitas
produksi terkendali, perlu dibuat SOP yang
Analisa dapat menangani pengendalian
Produktivitas dan produktivitas. Dalam hal ini, tindakan
Efisiensi Kerja minimal yang perlu diambil adalah
dengan Line membuat suatu tim pengendalian
5 Ristumadin 2016 Line Balancing
Balancing pada produktivitas, di mana dalam tim tersebut
Area Lead dapat mendiskusikan penyebab masalah,
Connection di PTA mencari solusi pemecahan masalah dan
mengambil langkah-langkah perbaikan
yang berkaitan dengan perbaikan mutu
dalam proses produksi.
Pada pabrik susu yang telah dianalisis dan
Productivity
hasil menunjukan bahwa efisiensi produksi
improvement based
saat ini lebih rendah dari 70%. Ini
Chueprasert dan line balancing: a Line
6 2015 menyiratkan bahwa ada waktu tunggu,
Ongkunaruk case study of balancing
yang dianggap boros dan menghasilkan
pasteurized milk
biaya produksi yang tinggi. Selanjutnya,
manufacturer
operasi bottleneck diidentifikasi pada
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
31

No. Nama Tahun Judul Metode Hasil


proses pengepakan, yang bergantung pada
kapasitas mesin. Kemudian, kombinasi
studi kerja, penyeimbangan garis dan
konsep perbaikan terus menerus diterapkan
untuk meningkatkan efisiensi. Setelah
penerapan metode line balancing dengan 3
metode berbeda dan hasilnya adalah Tiga
metode masing-masing meningkat menjadi
68,97%, 88,33% dan71,56%. Jumlah
pekerja yang dikurangi dalam tiga metode
masing-masing enam, empat dan enam.
Selain itu, kami membandingkan
pengurangan biaya total dari penghematan
biaya tenaga kerja dan energi. Hasilnya
menunjukkan bahwa total biaya per tahun
adalah 570,283 baht, 437.400 baht dan
561,600 baht.
Dengan penelitian ini ditemukan bahwa
Metode RPW berguna bila data tersedia.
Sekali lagi dengan bantuan metode RPW,
Kita bisa menemukan cara untuk
Use of Ranked
menyinkronkan pekerjaan Stasiun untuk
Position Weighted Rank
Ghutukade dan alur kerja dan urutannya. Sehingga
7 2013 Method for Positional
Suresh Bottleneck dapat dikurangi. Berdasarkan
Assembly Line Weight
metode RPW, Sebelum menerapkan
Balancing
tingkat produksi metode RPW adalah 26
mesin perbulan. Dan setelah menerapkan
metode RPW, tingkat produksi meningkat
sebesar 38% dengan 36 mesin per bulan
Bidang penyeimbangan jalur perakitan
telah dilakukan penelitan dengan giat
dalam beberapa dekade terakhir. Beberapa
di antaranya Inovasi meliputi perlakuan
paralel terhadap pekerja, tugas dengan
jangka waktu stokastik, beberapa tujuan
(minimal operator, probabilitas maksimum
penyelesaian tepat waktu dan Biaya desain
An Empirical
minimum), dan model campuran untuk
Investigation of
JIT. Sistem yang Kompleks dan kesesuaian
Assembly Line
otomatis. Tata letak tanaman merupakan
Balancing
Rank salah satu aspek vital dalam meningkatkan
Techniques and
8 Mahto dan Kumar 2012 Positional Utilitas ruang tanaman Ini memfasilitasi
Optimized
Weight kelancaran fungsi. Berbagai aktivitas di
Implementation
ruang terbatas. Dalam skala kecil Industri,
Approach for
terutama bila ada kendala. Tata letak ruang
Efficiency
U-line harus lebih disukai. Atas dasar studi
Improvements
kasus yang dilaporkan, bisa disimpulkan
bahwa Line balancing meningkatkan
produk kualitas dan produktivitas seiring
dengan peningkatan efisiensi lini
pergeseran line yang tepat, mengurangi
jumlah gerakan pekerja dan dengan
demikian waktu perakitan serta
meminimalkan Biaya produk
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
32

No. Nama Tahun Judul Metode Hasil


Dari hasil studi penyeimbangan jalur
perakitan menemukan bahwa lini perakitan
Assembly Line
adalah produk aliran sistem, dari
Balancing: A
serangkaian stasiun kerja. Hal ini bisa
Review of
dilakukan dengan meminimalkan jumlah
9 Kumar dan Mahto 2013 Developments and Line Balancing
stasiun kerja dan memaksimalkan tingkat
Trends in Approach
produksi. Telah diamati juga bahwa biaya
to Industrial
peralatan, waktu siklus, korelasi antara
Application
waktu tugas dan biaya peralatan dan rasio
fleksibilitas membutuhkan perhatian besar.
Hasil dari sistem manufaktur struktur flow shop
dan perakitan lini produksi Masalah utamanya
Manufacturing in
adalah mencari waktu siklus yang sesuai dari
Flow Shop and
10 Grzechca 2016 Line Balancing keseluruhan sistem. Varian yang terdapat pada
Assembly Line
setiap pekerjaan tersebut dapat menyebabkan
Structure
menurunnya keseimbangan jalur perakitan yang
ada

2.3 Kerangka Pemikiran


33

PT. Metindo Era Sakti

Sering terjadinya overtime pada Lintasan Produksi Beam Comp Stering


Hanger dikarenakan Lintasan produksi yang tidak efisien sehingga jumlah
produksi tidak sesuai dengan permintaan yang ada

Pengukuran waktu setiap stasiun


kerja dan menentukan waktu
Langkah-langkah untuk
standar, total output yang
mengefisiensikan lintasan
dikeluarkan, total waktu kerja, dan
produksi
jalur proses produksi yang ada

Analisis Lintasan Produksi

Pengaplikasian Line Balancing

Hasil Analisis Menggunakan


Metode Ranked Position
Weight dan Largest
Candidate Rules

Rekomendasi

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Data dan Informasi


Dalam penelitian ini menggunakan dua jenis data yang dipakai sebagai
bahan penelitian yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data Primer dalam penelitian ini berupa data proses produksi, waktu
produksi stasiun kerja ke-1 sampai stasiun kerja ke-6, jalur proses produksi
yang ada di perusahaan.
2. Data Sekunder
Data sekunder ini berupa jumlah output yang di produksi, total waktu kerja
dan cycle time serta profil perusahaan yang diperoleh dari dokumen atau
laporan penelitian

3.2 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah
1. Observasi Lapangan
Pengamatan langsung terhadap kondisi lingkungan kerja di PT Metindo Era
Sakti, kemudian dicatat guna mendapatkan data yang diperlukan dalam
penelitian.
2. Wawancara
Tanya jawab langsung terhadap pihak-pihak tertentu dalam Departemen
Welding PT Metindo Era Sakti yang terkait dengan objek permasalahan
yang diteliti.
3. Dokumentasi
Pengumpulan data dan mempelajari dokumen-dokumen serta catatan-
catatan perusahaan yang berhubungan dengan objek yang diteliti.
4. Pengukuran-Pengukuran

34
35

Pengukuran waktu dengan jam henti (stopwatch) dari setiap elemen kerja
pada Lini produksi Beam Comp Stering Hanger.

3.3 Metode Pengolahan dan Analisa Data


Penelitian ini menggunakan metode pengolahan dan analisa teori line
balancing sehingga memerlukan beberapa tahap yaitu :
3.3.1 Metode Pengolahan Data
1. Analisis Sistem Produksi
Pada tahap ini melakukan analisa terhadap proses produksi Beam Comp
Stering Hanger diperusahaan. Dalam analisa proses produksi penelitian
mendefinisikan:
• Bagaimana jalur proses produksi yang ada di perusahaan.
• Berapa output yang di keluarkan
• Berapa waktu produksi disetiap stasiun yang ada.
• Berapa total waktu kerja
2. Perancangan Keseimbangan Lintasan pada sistem produksi
Pada tahap ini untuk menerapkan konsep metode keseimbangan lintasan
(line balancing) penelitian memerlukan beberapa langkah. Langkah-
langkah yang dilakukan oleh peneliti adalah:
• Mengetahui berapa jumlah output serta mengetahui berapa waktu produksi
di setiap stasiun.
• Mengetahui jalur proses produksi dan membuat precedence diagram.
• Menentukan tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan.
• Menghitung uji keseragaman data dan uji kecukupan data.
• Menghitung waktu siklus rerata, waktu normal dan waktu baku.
• Menentukan cycle time
• Menentukan jumlah stasiun kerja minimal.
• Menghitung Efisiensi, Idle Time, Balance Delay dan Idle Time
36

3.3.2 Metode Analisis Data


1. Analisis Metode Ranked Positional Weight (RPW)
Pendekatan ini menggunakan cara penjumlahan waktu operasi-operasi yang
terkontrol dalam sebuah stasiun kerja dengan operasi tertentu yang disebut
sebagai bobot posisi. Pengurutan operasi yang menurun dilakukan menurut
bobot posisinya yang mengarah. Pada teknik perancangan dari teknik
pengurutan bobot posisi (ranked positional weight technique). Metode heuristik
ini mengutamakan waktu elemen kerja yang terpanjang, dimana elemen kerja
ini akan diprioritaskan terlebih dahulu untuk ditempatkan dalam stasiun kerja
yang kemudian diikuti oleh elemen kerja yang lain yang memiliki waktu elemen
yang lebih rendah.
Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam menyelesaikan
keseimbangan lini dengan metode ini:
• Tentukan precedence diagram sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
• Tentukan bobot posisi untuk setiap elemen pekerjaannya dari suatu
operasi dengan memperhatikan precedence diagram. Cara menentukan
bobot posisinya adalah sebagai berikut:
Bobot (RPW) = Waktu Operasi Tersebut + Waktu Proses Operasi
Berikutnya.
• Urutkan elemen kerja berdasarkan bobot posisi yang telah didapatkan
pada langkah kedua. Pengurutannya dimulai dari elemen operasi yang
memiliki bobot posisi terbesar.
• Lanjutkan dengan penempatan elemen pekerjaan yang memiliki bobot
posisi terbesar sampai yang terkecil ke setiap stasiun kerja.
• Jika pada setiap stasiun kerja terdapat waktu yang berlebihan (dalam hal
ini waktu setiap stasiun kerja melebihi waktu maksimumnya), maka
ganti elemen kerja yang dalam stasiun kerja tersebut ke stasiun kerja
berikutnya selama tidak menyalahi precedence diagram.
2. Analisis Metode Largest Candidate Rules
Metode Largest Candidate Rules merupakan metode yang paling sederhana.
Adapun prosedur metode tersebut secara jelas dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Tentukan precedence diagram sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
37

• Urutkan semua elemen kerja dari yang paling besar waktunya hingga
yang paling kecil.
• Elemen kerja pada stasiun kerja pertama diambil dari urutan yang paling
atas. Elemen kerja dapat diganti atau dipindahkan ke stasiun berikutnya,
apabila jumlah elemen kerja telah melebihi batas waktu siklusnya.
• Lanjutkan proses langkah kedua, hingga semua elemen kerja telah
berada dalam stasiun kerja dan memenuhi Tak Time.
38

3.4 Langkah-Langkah Penelitian


Didalam melaksanakan penelitian ini, langkah-langkah pelaksanaannya
digambarkan dengan diagram alir dibawah ini :

Mulai

Studi Pustaka Studi Lapangan


• Lintasan produksi • Melakukan observasi langsung ke tempat penelitian
• Precedence Diagram yaitu PT Metindo Era Sakti dan melakukan
• Keseimbangan lintasan berupa teori, pengambilan serta pengukuran data
pengukuran dan terminologi • Wawancara dan diskusi langsung dengan pihak
• Metode Ranked Positional Weight dan yang terkait untuk mengetahui kondisi dari sistem
Largest Candidate Rules • Identifikasi masalah

Perumusan Masalah
• Bagaimana cara mengefisiensikan lintasan produksi Beam Comp Stering Hanger?
• Bagaimana mengurangi terjadinya waktu menunggu (delay) pada salah bagian lintasan produksi yang menyebabkan penumpukan material?
• Berapakah biaya overtime sebelum dan sesudah dilakukannya pengefisiensian lintasan produksi Beam Comp Stering Hanger?

Tujuan Penelitian
• Mengetahui cara mengefisiensikan lintasan produksi Beam Comp Stering Hanger
• Mengetahui cara mengurangi terjadinya waktu menunggu (delay) pada salah satu bagian lintasan produksi yang menyebabkan
penumpukan material
• Mengetahui biaya overtime sebelum dan sesudah dilakukannya pengefisiensian lintasan produksi Beam Comp Stering Hanger

Batasan Masalah
• Ruang lingkup yang diamati hanya pada lintasan proses produksi Beam Comp Stering Hanger 61310-T8N-T003
• Waktu pengambilan dan pengamatan data hanya pada bulan Januari sampai Februari 2017.
• Perhitungan Line Balancing menggunakan beberapa metode yaitu Ranked Positional Weight dan Largest Candidate Rules.

Identifikasi Data

Pengolahan Data
Pengumpulan Data • Membuat precedence diagram.
• Data Proses Produksi (Jumlah produksi per • Uji kerseragaman data dan kecukupan data
hari dan Total waktu kerja) • Perhitungan waktu siklus rerata, waktu normal, dan waktu baku
• Data stasiun kerja, urutan kerja dan operator • Perhitungan rancangan metode Ranked Positional Weight dan
• Data waktu proses setiap elemen kerja Largest Candidate Rules
• Data Cycle time / waktu siklus • Perhitungan efisiensi, balance delay, dan idle time

Analisis dan Hasil

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.1 Langkah-Langkah Penelitian


39

Mulai

Tentukan precedence diagram sesuai dengan


keadaan yang sebenarnya

Tentukan bobot posisi untuk setiap elemen


pekerjaannya dari suatu operasi dengan
memperhatikan precedence diagram. Cara
menentukan bobot posisinya adalah sebagai berikut:
Bobot (RPW) = Waktu Operasi Tersebut + Waktu
Proses Operasi Berikutnya.

Urutkan elemen kerja berdasarkan bobot posisi yang


telah didapatkan pada langkah kedua. Pengurutannya
dimulai dari elemen operasi yang memiliki bobot
posisi terbesar.

Lanjutkan dengan penempatan elemen pekerjaan


yang memiliki bobot posisi terbesar sampai yang
terkecil ke setiap stasiun kerja.

Jika pada setiap stasiun kerja terdapat waktu yang


berlebihan (dalam hal ini waktu setiap stasiun kerja
melebihi waktu maksimumnya), maka ganti elemen
kerja yang dalam stasiun kerja tersebut ke stasiun
kerja berikutnya selama tidak menyalahi precedence
diagram.

Selesai

Gambar 3.2 Langkah-Langkah Metode Ranked Positional Weight (RPW)


40

Mulai

Tentukan precedence diagram sesuai dengan


keadaan yang sebenarnya

Urutkan semua elemen kerja dari yang paling besar


waktunya hingga yang paling kecil

Elemen kerja pada stasiun kerja pertama diambil dari


urutan yang paling atas. Elemen kerja dapat diganti
atau dipindahkan ke stasiun berikutnya, apabila
jumlah elemen kerja telah melebihi batas waktu
siklusnya

Lanjutkan proses langkah kedua, hingga semua


elemen kerja telah berada dalam stasiun kerja dan
memenuhi Tak Time

Selesai

Gambar 3.3 Langkah-Langkah Metode Largest Candidate Rules (LCR)


41

BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Pengumpulan Data


4.1.1 Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger di PT Metindo Era Sakti

Proses produksi di PT Metindo Era Sakti termasuk dalam proses produksi


terus-menerus (continuous Process) yaitu proses produksi menggunakan mesin
yang sudah dipersiapkan untuk memproduksi suatu produk dalam jangka waktu
yang panjang. Pada Line B yaitu pada part beam comp stering hanger dengan
nomer part 61310-T8N-T003, proses produksi terjadi dalam enam stasiun kerja.
Urutan proses produksi dimulai dari proses mesin main assy 1 sampai ke proses
instal bolt. Tabel 4.1 menunjukkan urutan proses produksi.

Tabel 4.1 Urutan Proses Produksi


Beam Comp Stering Hanger 61310-T8N-T003

No. Nama Stasiun Kerja

1 Main Assy 1

2 Main Assy 2

3 Main Assy 3

4 Main Assy 4

5 Instal Bolt

6 Checking

41
42

4.1.2 Time Study di Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger


Setelah urutan proses produksi Beam Comp Stering Hanger di PT Metindo
Era Sakti dapat diketahui kemudian dilakukan pengamatan waktu siklus dari
beberapa stasiun dan elemen kerja dalam laporan ini.
Setelah melibatkan beberapa alur proses yang ada pada setiap stasiun kerja,
dapat digambarkanlah Precedence Diagram sebagai berikut:

Gambar 4.1 Precedence Diagram Proses Produksi


Beam Comp Stering Hanger
Jika dilihat dari waktu siklus yang ada, diketahui semua stasiun memiliki
waktu siklus yang tidak balance atau waktu yang tidak seimbang yang
mengakibatkan banyaknya terjadi waktu yang menganggur terutama pada stasiun
kerja 2 dan 6

4.1.3 Elemen Kerja Setiap Mesin


Setiap stasiun yang ada pada jalur produksi ini berjumlah enam stasiun
kerja. Pekerjaan pada setiap stasiun ada yang dikerjakan secara manual maupun
robotic. Elemen-elemen kerja pada setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.2
berikut ini:
43

Tabel 4.2 Daftar Elemen Kerja


Pada Jalur Produksi dan Jumlah Operator
Stasiun Jumlah
No. Elemen Kerja
Kerja Operator
1 Tekan tombol puss bottom 1
2 Ambil part (SAS-1A) kemudian sett. pada Jig Assy
Ambil part (77196-T7A-3000) Kemudian sett. pada Jig
3
Assy
Ambil part (61311-T8N-T000-H1) Kemudian sett.
4
pada Jig Assy
5 Tekan tombol puss bottom 2
Main 6 Ambil part (SAS-5A) kemudian sett. pada Jig Assy
Assy 7 Ambil part (SAS-4) kemudian sett. pada Jig Assy
1 8 Ambil part (SAS-3) kemudian sett. pada Jig Assy
9 Tekan tombol puss bottom 3 1
10 Tekan tombol puss bottom 4
Ambil part (61312-T8N-T000-H1) Kemudian sett.
11
pada Jig Assy
12 Tekan tombol puss bottom 5, 6, & 7
Pukul part menggunakan palu karet agar part fix
13
position
Lakukan proses Assy Welding sebanyak 20 Portion
14 dengan menekan tombol puss bottom dengan kedua
tangan
15 Tekan tombol puss bottom "UNCLAMP"
16 Keluarkan part dari Jig dan letakkan pada sutter part
Stasiun Jumlah
No. Elemen Kerja
Kerja Operator
17 Ambil part (SAS-2A) kemudian sett. pada Jig Assy
18 Ambil part (SAS-6) Kemudian sett. pada Jig Assy
19 Tekan tombol puss bottom 1
Ambil part (77167-T7A-3000) kemudian sett. pada
20
Jig Assy
Ambil part (Main Assy 1) kemudian sett. pada Jig
21
Assy
Main
22 Tekan tombol puss bottom 2
Assy 1
23 Tekan tombol puss bottom 3
2
24 Ambil part (SAS-5B) kemudian sett. pada Jig Assy
Ambil part (77181-T5A-3000) kemudian sett. pada
25
Jig Assy
Ambil part (77175-T7A-3000) kemudian sett. pada
26
Jig Assy
27 Tekan tombol puss bottom 4
28 Tekan tombol puss bottom 5
44

Tabel 4.2 Daftar Elemen Kerja


Pada Jalur Produksi dan Jumlah Operator (Lanjutan)
Stasiun Jumlah
No. Elemen Kerja
Kerja Operator
29 Pukul part menggunakan palu karet
Lakukan proses Assy Welding sebanyak 31 portion
30 dengan menekan tombol puss bottom dengan kedua
tangan
31 Tekan tombol puss bottom 6 "UNCLAMP"
32 Keluarkan part dari Jig dan letakkan pada sutter part
Stasiun Jumlah
No. Elemen Kerja
Kerja Operator
33 Tekan tombol puss bottom 1
Ambil part (MAIN ASSY 2) kemudian sett. pada Jig
34
Assy
35 Tekan tombol puss bottom 2
Ambil part (77168-T7A-3000) kemudian sett. pada
36
Jig Assy
37 Ambil part (SAS-2B) kemudian sett. pada Jig Assy
Main 38 Ambil part (SAS-1B) kemudian sett. pada Jig
Assy 39 Tekan tombol puss bottom 3 1
3 40 Tekan tombol puss bottom 4
41 Pukul part menggunakan palu karet
Lakukan proses Assy Welding sebanyak 15 portion
42 dengan menekan tombol puss bottom dengan kedua
tangan
43 Tekan tombol puss bottom 5 "UNCLAMP"
Keluarkan part dari Jig dan letakkan pada pallet
44
standard
Stasiun Jumlah
No. Elemen Kerja
Kerja Operator
45 Tekan tombol puss bottom 1
Ambil part (77197-T7A-3000) kemudian sett. pada
46
Jig Assy
47 Ambil part (SAS-5C) kemudian sett. pada Jig Assy
Ambil part (MAIN ASSY 3) kemudian sett. pada Jig
48
Assy
Main 49 Tekan tombol puss bottom 2
Assy Ambil part (77142-T7A-3000) kemudian sett. pada 1
50
4 Jig Assy
Ambil part (77166-T7A-3000) kemudian sett. pada
51
Jig Assy
Ambil part (61362-T8N-T000-H1) kemudian sett.
52
pada Jig Assy
53 Tekan tombol puss bottom 3
54 Tekan tombol puss bottom 4
45

Tabel 4.2 Daftar Elemen Kerja


Pada Jalur Produksi dan Jumlah Operator (Lanjutan)
Stasiun Jumlah
No. Elemen Kerja
Kerja Operator
55 Tekan tombol puss bottom 5
56 Pukul part menggunakan palu karet
Lakukan proses Assy Welding sebanyak 19 portion
57 dengan menekan tombol puss bottom dengan kedua
tangan
58 Tekan tombol puss bottom 6 "UNCLAMP"
Keluarkan part dari Jig dan letakkan pada pallet
59
standard
Stasiun Jumlah
No. Elemen Kerja
Kerja Operator
Ambil part hasil proses Jig 4/4, kemudian pasang
60
pada Jig
61 Gerakkan Tuas Pneumatik 1 pada posisi "CLAMP".
62 Ambil part (46597-T7A-9500) dan sett. pada Jig
63 Gerakkan Tuas Pneumatic 2 pada posisi "CLAMP"
Ambil bolt M-8 (90104-TF0-0030) kemudian
masukkan pada hole part (46597-T7A-9500) dan
64
putar kearah kanan menggunakan tangan, kemudian
putar menggunakan screw driver pneumatic
65 Ambil part (77370-T7A-0000) dan sett. pada Jig
Instal Ambil bolt M-6 (90140-TF0-0000) kemudian
masukkan pada hole part (77370-T7A-0000) dan putar 1
Bolt 66
kearah kanan menggunakan tangan, kemudian putar
menggunakan screw driver pneumatic
67 Ambil part (77375-T7A-0000) dan sett. pada Jig
Ambil bolt M-6 (90140-TF0-0000) kemudian
masukkan pada hole part (77375-T7A-0000) dan
68
putar ke arah kanan menggunakan tangan, kemudian
putar menggunakan screw driver pneumatic
Ambil Nut 90310-SMA-0030 (2 Pcs ) dan pasang
69
pada part
Keluarkan part dari Jig, dan letakkan pada pallet
70
standard
Stasiun Jumlah
No. Elemen Kerja
Kerja Operator
71 Pasang part dari instal bolt pada Jig
72 Masukkan pin Datum 2 ke part, putar “CLAMP X”
73 Masukkan pin Datum 3, “PIN LOCKED”
Check 1
74 Clamp part dengan memutar “CLAMP Y”
Posisikan swing-swing pada posisi pengecekan,
75
masukkan pin part sesuai urutan
46

Tabel 4.2 Daftar Elemen Kerja


Pada Jalur Produksi dan Jumlah Operator (Lanjutan)
Stasiun Jumlah
No. Elemen Kerja
Kerja Operator
76 Bebaskan semua pin dan swing dari part
77 Lepaskan dari Jig, letakkan di area wip next process

Pengamatan waktu ini dilakukan pada tanggal 23 Januari 2017 sampai


tanggal 22 Februari 2017. Pengukuran waktu ini dilakukan sebanyak 10 kali
pengukuran dengan menggunakan stopwatch.

4.1.4 Data Pengukuran Waktu Kerja untuk Setiap Stasiun Kerja

Dalam pengukuran waktu kerja pada setiap stasiun kerja, pengambilan data
dilakukan secara berulang-ulang (repetitive timing) sebanyak sepuluh kali. Hasil
pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data Waktu Kerja untuk Setiap Stasiun Kerja

Nama Waktu Kerja (detik)


No. Stasiun
Kerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Main
1 115 116.04 115.95 115.63 116.03 115.96 115.51 116.07 116.02 116.12
Assy 1
Main
2 121.44 122.00 121.80 121.65 121.70 121.85 121.98 121.53 121.91 122.11
Assy 2
Main
3 107.00 107.61 107.84 107.55 107.65 107.46 107.61 107.88 107.73 107.59
Assy 3
Main
4 114.00 114.51 114.97 115.11 114.40 114.71 115.05 114.63 114.78 115.03
Assy 4
Instal
5 107.00 107.77 107.66 107.70 107.48 107.75 107.77 107.73 107.52 107.81
Bolt

6 Checking 161.0 161.5 161.7 161.6 161.3 161.7 161.2 161.5 161.5 161.7
47

Hasil pengamatan waktu siklus tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Adapun waktu pengamatan yang telah didapat pada setiap proses adalah:

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Waktu Siklus


Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger

Proses Operasi Stasiun (menit)


N
S1 S2 S3 S4 S5 S6
X1² X2² X3² X4² X5² X6²
(X1) (X2) (X3) (X4) (X5) (X6)

1 1.917 3.675 2.024 4.097 1.783 3.179 1.900 3.610 1.783 3.179 2.683 7.198
2 1.934 3.740 2.033 4.133 1.794 3.218 1.909 3.644 1.796 3.226 2.692 7.247
3 1.933 3.736 2.030 4.121 1.797 3.230 1.916 3.671 1.794 3.218 2.695 7.263
4 1.927 3.713 2.028 4.113 1.793 3.215 1.919 3.683 1.795 3.222 2.693 7.252
5 1.934 3.740 2.028 4.113 1.794 3.218 1.907 3.637 1.791 3.208 2.688 7.225
6 1.933 3.736 2.031 4.125 1.791 3.208 1.912 3.656 1.796 3.226 2.695 7.263
7 1.925 3.706 2.033 4.133 1.794 3.218 1.918 3.679 1.796 3.226 2.687 7.220
8 1.933 3.736 2.026 4.105 1.798 3.233 1.911 3.652 1.796 3.226 2.692 7.247
9 1.934 3.740 2.032 4.129 1.796 3.226 1.913 3.660 1.792 3.211 2.692 7.247
10 1.935 3.744 2.035 4.141 1.793 3.215 1.917 3.675 1.797 3.230 2.695 7.263
JML 19.3 37.3 20.30 41.21 17.9 32.2 19.1 36.6 17.9 32.2 26.9 72.4

4.2 Pengolahan Data


4.2.1 Uji Kecukupan Data
Untuk mengetahui data tersebut cukup atau tidak maka kita menggunakan
uji kecukupan data. Uji kecukupan data digunakan untuk menentukan bahwa
jumlah sample data yang diambil telah cukup untuk proses selanjutnya. Berikut
adalah hasil perhitungan uji kecukupan data dengan sample 10 kali percobaan.
Pada pengujian kecukupan data untuk tingkat kepercayaan dipilih 95% dan
tingkat ketelitian 5%, maka:
Harga Z = 1 – (α/2)
Dimana α = 0,05
Maka Z = 1 – (0,05/2) = 0,975
Dari tabel distribusi normal untuk nilai 0,975 didapat nilai Z (harga k) = 1,96 ≈ 2
48

Maka hasil uji kecukupan data untuk stasiun ke-1 yaitu:


2
√10.37.3−(19.3)²
0,05
N’ = ( )² = 2.20 ≈ 2
19.3
Maka hasil uji kecukupan data untuk stasiun ke-2 yaitu:
2
√10.41.21−(20.30)²
0,05
N’ = ( )² = 0.20 ≈ 1
20.30
Maka hasil uji kecukupan data untuk stasiun ke-3 yaitu:
2
√10.32.2−(17.9)²
0,05
N’ = ( )² = 7.94 ≈ 8
17.9
Maka hasil uji kecukupan data untuk stasiun ke-4 yaitu:
2
√10.36.6−(19.1)²
0,05
N’ = ( )² = 5.22 ≈ 5
19.1
Maka hasil uji kecukupan data untuk stasiun ke-5 yaitu:
2
√10.32.2−(17.9)²
0,05
N’ = ( )² = 7.94 ≈ 8
17.9
Maka hasil uji kecukupan data untuk stasiun ke-6 yaitu:
2
√10.72.4−(26.9)²
0,05
N’ = ( )² = 0.86 ≈ 1
26.9
Dari perhitungan di atas maka didapat nilai N’ < N atau N’ < 10 sehingga data
tersebut semuanya dapat dikatakan cukup untuk di hitung waktu bakunya. Untuk
hasil uji kecukupan data dari setiap proses produksi Beam Comp Stering Hanger
yang telah dihitung dapat dilihat pada Tabel 4.5 sebagai berikut:

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Kecukupan Data


Proses Operasi Stasiun (menit)
N S1 S2 S3 S4 S5 S6
X1² X2² X3² X4² X5² X6²
(X1) (X2) (X3) (X4) (X5) (X6)

1 1.917 3.675 2.024 4.068 1.783 3.179 1.900 3.610 1.783 3.179 2.683 7.198
2 1.934 3.740 2.033 4.133 1.794 3.218 1.909 3.644 1.796 3.226 2.692 7.247
3 1.933 3.736 2.030 4.121 1.797 3.230 1.916 3.671 1.794 3.218 2.695 7.263
49

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Kecukupan Data (Lanjutan)


Proses Operasi Stasiun (menit)
N S1 S2 S3 S4 S5 S6
X1² X2² X3² X4² X5² X6²
(X1) (X2) (X3) (X4) (X5) (X6)

4 1.927 3.713 2.028 4.113 1.793 3.215 1.919 3.683 1.795 3.222 2.693 7.252
5 1.934 3.740 2.028 4.113 1.794 3.218 1.907 3.637 1.791 3.208 2.688 7.225
6 1.933 3.736 2.031 4.125 1.791 3.208 1.912 3.656 1.796 3.226 2.695 7.263
7 1.925 3.706 2.033 4.133 1.794 3.218 1.918 3.679 1.796 3.226 2.687 7.220
8 1.933 3.736 2.026 4.105 1.798 3.233 1.911 3.652 1.796 3.226 2.692 7.247
9 1.934 3.740 2.032 4.129 1.796 3.226 1.913 3.660 1.792 3.211 2.692 7.247
10 1.935 3.744 2.035 4.141 1.793 3.215 1.917 3.675 1.797 3.230 2.695 7.263
JML 19.3 37.3 20.30 41.2 17.9 32.2 19.1 36.6 17.9 32.2 26.9 72.4
N’ 2 1 8 5 8 1
Ket Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup
K:95% 2
S:5% 0.05

4.2.2 Uji Keseragaman Data


Setelah menguji kecukupan data dari hasil pengumpulan waktu pengamatan
data pada setiap tahapan proses produksi Beam Comp Stering Hanger, maka tahap
berikutnya adalah melakukan pengujian keseragaman data.
Uji keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah data setiap
tahapan proses produksi Beam Comp Stering Hanger yang diambil seragam atau
berada pada batas kendali atas (BKA) dan batas kendali bawah (BKB). Apabila
dalam satu pengukuran terdapat satu jenis atau lebih data tidak seragam maka data
tersebut akan langsung ditolak atau dilakukan revisi dengan cara membuang data
out of control tersebut dan melakukan perhitungan kembali.
Persamaan yang digunakan untuk menguji keseragaman data adalah:
BKA = X + k x 𝜎
BKB = X - k x 𝜎
Persamaan yang digunaan dalam mencari X (nilai rata-rata) adalah:
𝑋1 +𝑋2 … + 𝑋𝑛 ∑𝑋𝑛
X (rata-rata) = =
𝑛 𝑛
50

Dimana:
n = Banyaknya pengamatan
∑Xn = Jumlah pengamatan ke n dari i sampai j
X = Nilai rata-rata
Dengan standar deviasi:

∑(𝑋𝑖−𝑋)²
SD = (𝜎) = √
n−1

Dimana:
Xi = Data ke n
X = Nilai rata-rata
n = Banyaknya data

Pada pengujian kecukupan data untuk tingkat kepercayaan dipilih 95% dan
tingkat ketelitian 5%, maka:
Harga Z = 1 – (α/2)
Dimana α = 0,05
Maka Z = 1 – (0,05/2) = 0,975
Dari tabel distribusi normal untuk nilai 0,975 didapat nilai Z (harga k) = 1,96
Maka hasil uji keseragaman data untuk stasiun ke-1 yaitu:
1.917 +1.934+ … + 1.935
X (rata-rata)= = 1.93
10

(1.917−1.93)2 +(1.934−1.93)2 +⋯+(1.935−1.93)²


SD = (𝜎) = √ = 0.0058
10−1

Jadi:
BKA = 1.93 + (1.96 x 0.0058) = 1.94
BKB = 1.93 - (1.96 x 0.0058) = 1.82
Maka hasil uji keseragaman data untuk stasiun ke-2 yaitu:
2.024 +2.033+ … + 2.035
X (rata-rata)= = 2.030
10

(2.024−2.030)2 +(2.033−2.030)2 +⋯+(2.035−2.030)²


SD =(𝜎)= √ = 0.0035
10−1

Jadi:
51

BKA = 2.030 + (1.96 x 0.0035) = 2.04


BKB = 2.030 - (1.96 x 0.0035) = 2.02
Maka hasil uji keseragaman data untuk stasiun ke-3 yaitu:
1.783 +1.794+ … + 1.793
X (rata-rata)= = 1.79
10

(1.783−1.79)2 +(1.794−1.79)2 +⋯+(1.793−1.79)²


SD = (𝜎) = √ = 0.0054
10−1

Jadi:
BKA = 1.79 + (1.96 x 0.0054) = 1.80
BKB = 1.79 - (1.96 x 0.0054) = 1.78
Maka hasil uji keseragaman data untuk stasiun ke-4 yaitu:
1.900 +1.909+ … + 1.917
X (rata-rata)= = 1.91
10

(1.900−1.91)2 +(1.909−1.91)2 +⋯+(1.917−1.91)²


SD = (𝜎) = √ = 0.0063
10−1

Jadi:
BKA = 1.91 + (1.96 x 0.0063) = 1.92
BKB = 1.91 - (1.96 x 0.0063) = 1.90
Maka hasil uji keseragaman data untuk stasiun ke-5 yaitu:
1.783 +1.794+ … + 1.793
X (rata-rata)= = 1.79
10

(1.783−1.79)2 +(1.794−1.79)2 +⋯+(1.793−1.79)²


SD = (𝜎) = √ = 0.0054
10−1

Jadi:
BKA = 1.79 + (1.96 x 0.0054) = 1.80
BKB = 1.79 - (1.96 x 0.0054) = 1.78
Maka hasil uji keseragaman data untuk stasiun ke-6 yaitu:
2.683 +2.692+ … + 2.695
X (rata-rata)= = 2.69
10

(2.683−2.69)2 +(2.692−2.69)2 +⋯+(2.695−2.69)²


SD = (𝜎) = √ = 0.0419
10−1
52

Jadi:
BKA = 2.69 + (1.96 x 0.0419) = 2.77
BKB = 2.69 - (1.96 x 0.0419) = 2.61

Data rata-rata proses produksi pada stasiun ke-1 sampai stasiun ke-6 berada di
dalam batas kontrol atas dan batas kontrol bawah, maka data tersebut dapat
dikatakan seragam atau terkendali. Untuk pengujian keseragaman data pada setiap
stasiun Beam Comp Stering Hanger dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji Keseragaman Data Setiap Stasiun Kerja

Proses Operasi Stasiun (menit)


N
S1 S2 S3 S4 S5 S6
(X1) (X2) (X3) (X4) (X5) (X6)

1 1.917 2.024 1.783 1.783 1.783 2.683


2 1.934 2.033 1.794 1.796 1.794 2.692
3 1.933 2.030 1.797 1.794 1.797 2.695
4 1.927 2.028 1.793 1.795 1.793 2.693
5 1.934 2.028 1.794 1.791 1.794 2.688
6 1.933 2.031 1.791 1.796 1.791 2.695
7 1.925 2.033 1.794 1.796 1.794 2.687
8 1.933 2.026 1.798 1.796 1.798 2.692
9 1.934 2.032 1.796 1.792 1.796 2.692
10 1.935 2.035 1.793 1.797 1.793 2.695
Total 19.3 20.30 17.9 19.1 17.9 26.9
Rata-
1.93 2.030 1.79 1.91 1.79 2.69
Rata
Stan Dev 0.0058 0.0035 0.0054 0.0042 0.0054 0.0419
BKA 1.94 2.04 1.80 1.8 1.80 2.77
BKB 1.82 2.02 1.78 1.78 1.78 2.61
Ket Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali
53

Grafik Stasiun 1
Proses Produksi Beam Comp Strearing Hanger
1,95 BKA; 1,94
1,934 1,933 1,927 1,934 1,933 1,933 1,934 1,935
1,925
Proses Operasi/Min 1,917
1,9

1,85

1,8 BKB; 1,82

1,75
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Grafik 4.1 Stasiun ke-1 (X1) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger

Grafik Stasiun 2
Proses Produksi Beam Comp Strearing Hanger
2,045 BKA; 2,04
2,04
Proses Operasi/Min

2,035 2,035
2,033 2,033 2,032
2,03 2,03 2,031
2,028 2,028
2,025 2,026
2,024
2,02
2,015 BKB; 2,02

2,01
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Grafik 4.2 Stasiun ke-2 (X2) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger

Grafik Stasiun 3
Proses Produksi Beam Comp Strearing Hanger
1,805
BKA; 1,8
1,8
Proses Operasi/Min

1,797 1,798
1,795 1,796
1,794 1,793 1,794 1,794 1,793
1,79 1,791
1,785
1,783
1,78
1,775 BKB; 1,78

1,77
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Grafik 4.3 Stasiun ke-3 (X3) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger
54

Grafik Stasiun 4
Proses Produksi Beam Comp Stearing Hanger
1,805
1,8 BKA; 1,8
Proses Operasi/Min 1,796 1,796 1,796 1,796 1,797
1,795 1,794 1,795
1,791 1,792
1,79
1,785
1,783
1,78 BKB; 1,78
1,775
1,77
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Grafik 4.4 Stasiun ke-4 (X4) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger

Grafik Stasiun 5
Proses Produksi Beam Comp Strearing Hanger
2,705
2,7 BKA; 2,7
Proses Operasi/Min

2,695 2,695 2,695 2,695


2,692 2,693 2,692 2,692
2,69
2,688 2,687
2,685
2,683
2,68 BKB; 2,68
2,675
2,67
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Grafik 4.5 Stasiun ke-5 (X5) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger

Grafik Stasiun 6
Proses Produksi Beam Comp Strearing Hanger
2,8
BKA; 2,77
Proses Operasi/Min

2,75
2,7
2,683 2,692 2,695 2,693 2,688 2,695 2,687 2,692 2,6922,695
2,65
2,6 BKB; 2,61

2,55
2,5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Grafik 4.6 Stasiun ke-6 (X6) Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger
55

Grafik Peta Kontrol


Proses Produksi Beam Comp Strearing Hanger
3 BKA; 2,77
X1; 2,69
2,5
BKB; 2,61
Proses Operasi/Min

1,5

0,5

0
1 2 3 4 5 6

Grafik 4.7 Peta Kontrol Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger

4.2.3 Penetapan Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku


Waktu siklus adalah waktu pengamatan rata-rata dari suatu pekerjaan yang
digunakan untuk menghitung waktu normal.

• Waktu Siklus
∑𝑋𝑖
Ws =
𝑛
Dimana:
Ws = Waktu Siklus
Xi = Data yang diperoleh
n = Banyaknya data
Berikut ini hasil waktu siklus rata-rata untuk setiap stasiun:
Tabel 4.7 Perhitungan Waktu Siklus

Proses Operasi Stasiun (menit)


N S1 S2 S3 S4 S5 S6
(X1) (X2) (X3) (X4) (X5) (X6)

1 1.917 2.024 1.783 1.783 2.683 2.683


2 1.934 2.033 1.794 1.796 2.692 2.692
3 1.933 2.030 1.797 1.794 2.695 2.695
56

Tabel 4.7 Perhitungan Waktu Siklus (Lanjutan)

Proses Operasi Stasiun (menit)


N S1 S2 S3 S4 S5 S6
(X1) (X2) (X3) (X4) (X5) (X6)

4 1.927 2.028 1.793 1.795 2.693 2.693


5 1.934 2.028 1.794 1.791 2.688 2.688
6 1.933 2.031 1.791 1.796 2.695 2.695
7 1.925 2.033 1.794 1.796 2.687 2.687
8 1.933 2.026 1.798 1.796 2.692 2.692
9 1.934 2.032 1.796 1.792 2.692 2.692
10 1.935 2.035 1.793 1.797 2.695 2.695
JML 19.3 20.30 17.9 17.9 26.9 26.9

Ws 1.93 2.030 1.79 1.91 1.79 2.69

• Faktor Penyesuaian
Faktor penyesuaian adalah faktor ketidakwajaran yang dapat terjadi dikarenakan
faktor keterampilan manusia atau kondisi kerja. Faktor penyesuaian yang
digunakan pada tugas akhir ini adalah faktor penyesuaian metode Westinghouse.
Adapun penyesuaian dengan metode westinghouse yang ditentukan adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.8 Faktor Penyesuaian
Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger
Faktor Kelas Lambang Penyesuaian

Keterampilan (Skill)
Excellent (B1) + 0,11
“Operator Terlatih”
Usaha (Effort) “Kerja
Excellent (B1) + 0.10
Keras”
Kondisi Kerja
Good (C) + 0.02
(Condition) “Baik”
57

Tabel 4.8 Faktor Penyesuaian


Proses Produksi Beam Comp Stering Hanger (Lanjutan)

Faktor Kelas Lambang Penyesuaian


Konsistensi (Consistency)
Good (C) + 0.01
“Tepat Waktu”
Jumlah + 0.24
Keterangan : Jadi faktor penyesuaiannya (P) = 1 + 0.24 = 1.24

• Waktu Normal dan Waktu Baku


Wn = Ws x P
Setelah diketahui waktu siklus dan waktu normal, maka dapat dicari waktu
bakunya.
Waktu baku adalah waktu yang terbaik atau terpendek untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan, sesuai dengan kondisi yang ada. Waktu baku didapat dari perkalian
waktu normal (Wn) dengan faktor kel0nggaran (i). Adapun faktor kelonggaran
yang ditentukan dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Tabel Faktor Kelonggaran Proses Produksi


Beam Comp Stering Hanger

Faktor Keadaan di Kelonggaran %

Kelonggaran Lapangan Ref Yang Diambil

Tenaga yang
Sangat Ringan 6,0 – 7,5 6
Dikeluarkan
Sikap Kerja Berdiri 1,0 – 2,5 2

Gerakan Kerja Sulit 0,0 – 5,0 3

Pandangan Terus-
Kelelahan Mata 6,0 – 7,5 7
menerus
Keadaan
Temperatur Normal 7,5 – 12 10
Tempat Kerja
58

Tabel 4.9 Tabel Faktor Kelonggaran Proses Produksi


Beam Comp Stering Hanger (Lanjutan)

Faktor Keadaan di Kelonggaran %


Kelonggaran Lapangan Ref Yang Diambil
Keadaan Atmosfer Kurang Baik 5,0 - 10 7
Keadaan
Berisik, Kotor, dll 5,0 – 15 12
Lingkungan
Sub Total 47
Kebutuhan Pribadi Pria 0 – 2,5 2
Total Kelonggaran 49
Keterangan : Jadi faktor kelonggaran yang ditentukan berjumlah 49% = 0,49

Wb = Wn + (1 + i)
Keterangan:
Ws = Waktu siklus rata-rata
Wn = Waktu Normal
Wb = Waktu Baku
P = Faktor Penyesuaian
%Allowance = %Kelonggaran
Setelah diketahui waktu siklus rata-rata, waktu penyesuaian, dan waktu
kelonggaran, maka dapat dirangkum didalam tabel secara keseluruhan waktu baku
proses pembuatan Beam Comp Stering Hanger. Hasil waktu siklus, waktu normal
dan waktu baku dapat dilihat di Tabel 4.10 dan Tabel 4.11.

Tabel 4. 10 Hasil Waktu Baku Proses Pembuatan


Bean Comp Stering Hanger per Stasiun
Stasiun Kerja per Produk Beam Comp Stering Hanger

Stasiun
Ws (menit) Wn (menit) Wb (menit)
Ke-
1 1.93 2.40 3,57

2 2.030 2.52 3,75


59

Tabel 4. 10 Hasil Waktu Baku Proses Pembuatan


Bean Comp Stering Hanger per Stasiun (Lanjutan)

Stasiun Kerja per Produk Beam Comp Stering Hanger


Stasiun
Ws (menit) Wn (menit) Wb (menit)
Ke-
3 1.79 2.22 3,31
4 1.91 2.37 3,53
5 1.79 2.22 3,31
6 2.69 3.34 4,98
Jumlah 12.14 15.07 22.45
Rerata 2.023 2.52 3.74

Tabel 4.11 Hasil Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku Proses
Pembuatan Beam Comp Stering Hanger per Elemen Pekerjaan

Stasiun Waktu Waktu Waktu


No. Elemen Kerja
Kerja Siklus Normal Baku
1 Tekan tombol puss bottom 1 1.02 1.26 1.88
Ambil part (SAS-1A) kemudian sett. pada
2 4.01 4.97 7.41
Jig Assy
Ambil part (77196-T7A-3000) Kemudian
3 3.92 4.85 7.23
sett. pada Jig Assy
Ambil part (61311-T8N-T000-H1)
4 3.95 4.89 7.29
Kemudian sett. pada Jig Assy
5 Tekan tombol puss bottom 2 1.00 1.24 1.85
Ambil part (SAS-5A) kemudian sett. pada
6 3.91 4.84 7.21
Main Jig Assy
Assy Ambil part (SAS-4) kemudian sett. pada Jig
7 3.97 4.93 7.34
1 Assy
Ambil part (SAS-3) kemudian sett. pada Jig
8 3.99 4.95 7.37
Assy
9 Tekan tombol puss bottom 3 1.03 1.27 1.90
10 Tekan tombol puss bottom 4 1.01 1.25 1.87
Ambil part (61312-T8N-T000-H1)
11 4.02 4.99 7.43
Kemudian sett. pada Jig Assy
12 Tekan tombol puss bottom 5, 6, & 7 1.17 1.46 2.17
Pukul part menggunakan palu karet agar
13 8.03 9.95 14.83
part fix position
60

Tabel 4.11 Hasil Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku Proses
Pembuatan Beam Comp Stering Hanger per Elemen Pekerjaan (Lanjutan)

Stasiun Waktu Waktu Waktu


No. Elemen Kerja
Kerja Siklus Normal Baku
Lakukan proses Assy Welding sebanyak 20
14 Portion dengan menekan tombol puss 66.73 82.75 123.29
bottom dengan kedua tangan
15 Tekan tombol puss bottom "UNCLAMP" 1.47 1.82 2.72
Keluarkan part dari Jig dan letakkan pada
16 6.61 8.20 12.22
sutter part
Stasiun
No. Elemen Kerja
Kerja
Ambil part (SAS-2A) kemudian sett. pada
17 3.09 3.83 5.70
Jig Assy
Ambil part (SAS-6) Kemudian sett. pada
18 3.67 4.56 6.79
Jig Assy
19 Tekan tombol puss bottom 1 0.96 1.19 1.77
Ambil part (77167-T7A-3000) kemudian
20 3.51 4.35 6.49
sett. pada Jig Assy
Ambil part (Main Assy 1) kemudian sett.
21 4.03 4.99 7.44
pada Jig Assy
22 Tekan tombol puss bottom 2 1.01 1.25 1.86
23 Tekan tombol puss bottom 3 0.98 1.22 1.82
Ambil part (SAS-5B) kemudian sett. pada
Main 24 3.49 4.33 6.45
Jig Assy
Assy
Ambil part (77181-T5A-3000) kemudian
2 25 3.69 4.58 6.82
sett. pada Jig Assy
Ambil part (77175-T7A-3000) kemudian
26 3.58 4.44 6.61
sett. pada Jig Assy
27 Tekan tombol puss bottom 4 1.00 1.23 1.84
28 Tekan tombol puss bottom 5 1.00 1.24 1.85
29 Pukul part menggunakan palu karet 11.34 14.06 20.94
Lakukan proses Assy Welding sebanyak 31
30 portion dengan menekan tombol puss 73.96 91.70 136.64
bottom dengan kedua tangan
31 Tekan tombol puss bottom 6 "UNCLAMP" 0.97 1.20 1.78
Keluarkan part dari Jig dan letakkan pada
32 5.54 6.87 10.23
sutter part
Stasiun
No. Elemen Kerja
Kerja
33 Tekan tombol puss bottom 1 1.03 1.28 1.90
Main
Ambil part (MAIN ASSY 2) kemudian sett.
Assy 34 5.48 6.80 10.13
pada Jig Assy
3
35 Tekan tombol puss bottom 2 1.00 1.24 1.85
61

Tabel 4.11 Hasil Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku Proses
Pembuatan Beam Comp Stering Hanger per Elemen Pekerjaan (Lanjutan)

Stasiun Waktu Waktu Waktu


No. Elemen Kerja
Kerja Siklus Normal Baku
Ambil part (77168-T7A-3000) kemudian
36 3.48 4.31 6.43
sett. pada Jig Assy
Ambil part (SAS-2B) kemudian sett. pada
37 3.27 4.06 6.05
Jig Assy
Ambil part (SAS-1B) kemudian sett. pada
38 3.10 3.84 5.73
Jig
39 Tekan tombol puss bottom 3 0.98 1.22 1.82
40 Tekan tombol puss bottom 4 0.97 1.20 1.79
41 Pukul part menggunakan palu karet 13.77 17.08 25.44
Lakukan proses Assy Welding sebanyak 15
42 portion dengan menekan tombol puss 63.80 79.11 117.87
bottom dengan kedua tangan
43 Tekan tombol puss bottom 5 "UNCLAMP" 1.02 1.26 1.88
Keluarkan part dari Jig dan letakkan pada
44 9.69 12.01 17.90
pallet standard
Stasiun Waktu Waktu Waktu
No. Elemen Kerja
Kerja Siklus Normal Baku
45 Tekan tombol puss bottom 1 0.97 1.21 1.80
Ambil part (77197-T7A-3000) kemudian
46 2.91 3.60 5.37
sett. pada Jig Assy
Ambil part (SAS-5C) kemudian sett. pada
47 2.98 3.69 5.50
Jig Assy
Ambil part (MAIN ASSY 3) kemudian sett.
48 5.02 6.22 9.27
pada Jig Assy
49 Tekan tombol puss bottom 2 0.99 1.22 1.82
Ambil part (77142-T7A-3000) kemudian
50 2.93 3.63 5.42
sett. pada Jig Assy
Ambil part (77166-T7A-3000) kemudian
Main 51 2.98 3.69 5.50
sett. pada Jig Assy
Assy
Ambil part (61362-T8N-T000-H1)
4 52 2.87 3.56 5.31
kemudian sett. pada Jig Assy
53 Tekan tombol puss bottom 3 1.00 1.24 1.85
54 Tekan tombol puss bottom 4 1.02 1.26 1.88
55 Tekan tombol puss bottom 5 0.97 1.20 1.78
56 Pukul part menggunakan palu karet 8.23 10.21 15.21
Lakukan proses Assy Welding sebanyak 19
57 portion dengan menekan tombol puss 73.81 91.52 136.37
bottom dengan kedua tangan
58 Tekan tombol puss bottom 6 "UNCLAMP" 1.04 1.28 1.91
Keluarkan part dari Jig dan letakkan pada
59 7.01 8.70 12.96
pallet standard
62

Tabel 4.11 Hasil Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku Proses
Pembuatan Beam Comp Stering Hanger per Elemen Pekerjaan (Lanjutan)

Stasiun Waktu Waktu Waktu


No. Elemen Kerja
Kerja Siklus Normal Baku
Ambil part hasil proses Jig 4/4, kemudian
60 21.11 26.18 39.00
pasang pada Jig
Gerakkan Tuas Pneumatik 1 pada posisi
61 4.80 5.95 8.86
"CLAMP".
Ambil part (46597-T7A-9500) dan sett.
62 6.08 7.54 11.24
pada Jig
Gerakkan Tuas Pneumatic 2 pada posisi
63 5.11 6.34 9.45
"CLAMP"
Ambil bolt M-8 (90104-TF0-0030)
kemudian masukkan pada hole part
64 (46597-T7A-9500) dan putar kearah kanan 6.37 7.90 11.78
menggunakan tangan, kemudian putar
menggunakan screw driver pneumatic
Ambil part (77370-T7A-0000) dan sett.
65 5.39 6.69 9.96
pada Jig
Instal
Ambil bolt M-6 (90140-TF0-0000)
Bolt
kemudian masukkan pada hole part (77370-
66 T7A-0000) dan putar kearah kanan 6.31 7.83 11.66
menggunakan tangan, kemudian putar
menggunakan screw driver pneumatic
Ambil part (77375-T7A-0000) dan sett.
67 5.48 6.79 10.12
pada Jig
Ambil bolt M-6 (90140-TF0-0000)
kemudian masukkan pada hole part
68 (77375-T7A-0000) dan putar ke arah kanan 6.43 7.97 11.87
menggunakan tangan, kemudian putar
menggunakan screw driver pneumatic
Ambil Nut 90310-SMA-0030 (2 Pcs ) dan
69 6.32 7.84 11.67
pasang pada part
Keluarkan part dari Jig, dan letakkan pada
70 34.22 42.43 63.22
pallet standard
Stasiun Waktu Waktu Waktu
No. Elemen Kerja
Kerja Siklus Normal Baku
71 Pasang part dari instal bolt pada Jig 3.27 4.05 6.04
72 Masukkan pin Datum 2 ke part, putar
9.92 12.30 18.32
“CLAMP X”
73 Masukkan pin Datum 3, “PIN LOCKED” 4.43 5.49 8.18
Check 74 Clamp part dengan memutar “CLAMP Y” 5.19 6.43 9.58
75 Posisikan swing-swing pada posisi
pengecekan, masukkan pin part sesuai 112.39 139.36 207.65
urutan
76 Bebaskan semua pin dan swing dari part 20.58 25.52 38.03
63

Tabel 4.11 Hasil Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku Proses
Pembuatan Beam Comp Stering Hanger per Elemen Pekerjaan (Lanjutan)

Stasiun Waktu Waktu Waktu


No. Elemen Kerja
Kerja Siklus Normal Baku
77 Lepaskan dari Jig, letakkan di area wip next
5.69 7.06 10.52
process

Pada tabel diatas diketahui waktu siklus dan waktu normal sehingga dapat
dihitung waktu bakunya sehingga dapat diketahuilah standar waktu proses produksi
pada produk tersebut.

4.2.4 Operation Process Chart (OPC)


Berikut ini adalah Operation Process Chart (OPC) dari proses yang ada:
(Terlampir pada Lampiran 4).

4.2.5 Flow Process Chart (FPC)


Berikut ini adalah Flow Process Chart (FPC) dari proses yang ada:
(Terlampir pada Lampiran 5).

4.2.6 Man and Machine Chart (MMC)


Berikut ini adalah Man and Machine Chart (MMC) dari proses yang ada:
(Terlampir pada Lampiran 6).

4.2.7 Perhitungan Efisiensi Lintasan, Balance Delay dan Idle Time


Perhitungan efisiensi tiap stasiun kerja, balance delay dan idle time pada
perusahaan:
1. Perhitungan Efisiensi
Langkah-langkah perhitungan:
a. Mencari waktu baku yang telah ditetapkan pada saat penelitian,
yaitu waktu proses pada stasiun kerja yang terbesar: Tc = Max Tsi
→ Tc = 4,98 menit
b. Bagi total waktu baku dari seluruh lintasan dengan jumlah stasiun
dikalikan dengan nilai waktu baku terbesar:
64

Total waktu baku keseluruhan = 22.45

Total waktu baku terbesar keseluruhan = 4.98

22.45
Efisiensi stasiun keseluruhan = x100% = 75,13%
6 𝑥 4.98
2. Perhitungan Balance Delay
Dengan mengetahui waktu siklus terbesar, maka dapat diperoleh
besarnya penundaan keseimbangan (balance delay) pada jalur produksi
yaitu dengan rumus:
𝑛 𝑥 𝑇𝑐−𝑇𝑤𝑐 6 𝑥 4.98−22.45
d= = x 100% = 24,87%
𝑛 𝑥 𝑇𝑐 6 𝑥 4.98
3. Perhitungan Idle Time

Dengan mengetahui waktu siklus terbesar, maka dapat diperoleh


besarnya waktu menganggur (idle time) pada jalur produksi yaitu:

d = ((𝑛 𝑥 𝑇𝑐) − 𝑇𝑤𝑐) = 6 𝑥 4.98 − 22.45 = 7.43 menit

Adapun hasilnya sebagaimana tampak pada Tabel 4.11 dapat diterangkan


sebagai berikut.

1. Efisiensi lintasan = 75.13%


2. Balance delay = 24.87%
3. Idle Time = 7.43 menit
Jumlah Stasiun = 6 stasiun kerja

4.2.8 Perbandingan antara Takt Time dengan Waktu Baku (Standard Time)
pada setiap Work Station
Jumlah jam kerja efektif di PT Metindo Era Sakti adalah sebesar 8 jam
atau 480 menit setiap hari nya, sedangkan Takt Time merupakan jam kerja efektif
per demand setiap hari nya. Target produksi berdasarkan permintaan pada PT
Metindo Era Sakti adalah 126 unit untuk setiap hari nya. Dengan itu, maka:
480 𝑀𝑒𝑛𝑖𝑡
Takt Time = = 3,8 menit/unit
126 𝑢𝑛𝑖𝑡/ℎ𝑎𝑟𝑖
65

Jumlah Takt Time pada produksi Beam Comp Stering Hanger adalah sebesar 3,8
menit per unit, ini artinya tidak diperbolehkan produksi setiap unitnya melebihi 3,8
menit yang merupakan batas waktu maksimal dalam proses pengerjaan.

Grafik Perbandingan Waktu Baku dan


Takt Time
WB T/T Akhir

4,98

3,58 3,75 3,53


3,31 3,31 3,5

Main Assy 1 Main Assy 2 Main Assy 3 Main Assy 4 Install Bolt Check

Grafik 4.8 Perbandingan Waktu Baku dengan Takt Time 126 unit/hari.

Jika dilihat dari hasil perbandingan waktu tersebut, maka kita melihat masih
banyak waktu menganggur atau non value added time yang begitu besar untuk
setiap unit nya dan adanya ketidakseimbangan beban kerja antara satu stasiun
dengan stasiun lainnya, dengan hasil tersebut tentunya harus dilakukan pembagian
kerja secara lebih merata antara satu stasiun kerja dengan stasiun kerja lainnya. Di
samping itu, sangat mungkin dilakukan peningkatan target produksi pada setiap
harinya, target dapat ditingkatkan dari 126 unit per hari menjadi 135 unit per hari.
Dengan meningkatkan target produksi menjadi 135 unit setiap hari nya, maka akan
ada perubahan Takt Time menjadi:
480 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Takt Time = = 3,5 menit/unit
135 𝑢𝑛𝑖𝑡/ℎ𝑎𝑟𝑖

Dengan demikian, maka jumlah Takt Time pada peoduksi Beam Comp Stering
Hanger adalah sebesar 3,5 menit per unit, ini artinya tidak diperbolehkan produksi
setiap unitnya melebihi 3,5 menit per unit yang merupakan batas waktu maksimal
dalam proses pengerjaan.
66

Perbandingan Waktu Baku, Takt Time


Awal dan Takt Time Setelah Perbaikan
WB T/T Awal T/T Akhir

4,98

3,58 3,75 3,53 3,8


3,31 3,31 3,5

Main Assy 1 Main Assy 2 Main Assy 3 Main Assy 4 Install Bolt Check

Grafik 4.9 Perbandingan Waktu Baku dengan Takt Time


126 unit/hari dan 135 unit/hari.

Gambar tersebut menjelaskan, bahwa sangat memungkinkan untuk


dilakukannya peningkatan produksi setiap hari nya menjadi 135 unit/hari. Terlihat
pada stasiun Main Assy 1, stasiun Main Assy 2, stasiun Main Assy 4 dan stasiun
Checking memiliki bobot kerja yang melebihi batas Takt Time 3.5 menit. Namun,
pada stasiun Main Assy 3 dan stasiun Instal Bolt masih memiliki waktu menganggur
sehingga masih berada di bawah Takt Time 3.5 menit.

4.2.9 Analisis Keseimbangan Lintasan (Line Balancing)


Analisis keseimbangan lintasan ini dilakukan dengan 2 metode, antara lain metode
Ranked Positional Weight dan Largest Candidate Rule. Dari kedua hasil metode tersebut,
yang terbaik akan dijadikan sebagai perbaikan keseimbangan lintasan yang paling baik
bagi pihak perusahaan. Namun, pertama kita harus membuat precedence diagram untuk
mengetahui aliran proses elemen kerja dari awal hingga akhir secara lengkap. Namun, kita
harus menentukan jumlah stasiun kerja minimum terdahulu, untuk mengetahui berapa
work station paling sedikit yang diperbolehkan.
∑𝑇𝑒 22,46
nMin = = = 6.4 ≈ 6
𝑇𝑡 3,5
Maka jumlah stasiun kerja minimum yang dibutuhkan adalah 6 stasiun kerja bagi seluruh
elemen kerja.
Gambar 4.2 Precedence Diagram
67
68

Gambar di atas menjelaskan alur proses pada seluruh elemen kerja produksi
Beam Comp Stering Hanger pada Department Welding dari awal hingga akhir dari
semua stasiun kerja. Berikut ini metode yang dilakukan dengan melakukan 2
percobaan yaitu percobaan 1 dan percobaan 2. Percobaan ini dilakukan secara trial
and error di setiap elemen kerja dan tetap menyesuaikan dengan metode yang
digunakan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh percobaan dari trial and error yang
paling tepat sehingga percobaan tersebut adalah percobaan yang paling efisien dari
lintasan produksi tersebut.
1. Metode Ranked Positional Weight (RPW)
• Langkah awal metode ini, yaitu dilakukannya pembobotan secara berurut
dengan mengakumulasi waktu proses kerja setiap elemen kerja dari awal
hingga akhir proses, hasil dengan rantai terpanjang akan diutamakan di
stasiun kerja awal-awal. Maka dibuatlah tabel pembobotan kerja, di mana
bobot terbesar akan diurutkan dipaling awal.
69

Tabel. 4.12 Pembobotan Waktu Kerja Metode RPW Percobaan 1


Bobot Bobot Bobot
Elemen Bobot Elemen Bobot Elemen Bobot
Posisi Posisi Posisi
1 1.88 1346.93 28 1.85 1084.02 52 5.31 660.66

2 7.41 1345.05 29 20.94 1082.17 21 7.44 655.35

3 7.23 1337.64 30 136.64 1061.23 53 1.85 647.91

4 7.29 1330.41 31 1.78 924.59 54 1.88 646.06

5 1.85 1323.12 32 10.23 922.81 55 1.78 644.18

65 9.96 1321.27 33 1.90 912.58 56 15.21 642.4

7 7.34 1311.31 34 10.13 910.68 57 136.37 627.19

8 7.37 1303.97 6 7.21 900.55 58 1.91 490.82

9 1.90 1296.6 35 1.85 893.34 59 12.96 488.91

10 1.87 1294.7 36 6.43 891.49 60 39.00 475.95

11 7.43 1292.83 62 11.24 885.06 61 8.86 436.95

12 2.17 1285.4 37 6.05 873.82 63 9.45 428.09

13 14.83 1283.23 38 5.73 867.77 64 11.78 418.64

14 123.29 1268.4 39 1.82 862.04 66 11.66 406.86

15 2.72 1145.11 40 1.79 860.22 67 10.12 395.2

16 12.22 1142.39 41 25.44 858.43 68 11.87 385.08

17 5.70 1130.17 42 117.87 832.99 69 11.67 373.21

18 6.79 1124.47 43 1.88 715.12 72 18.32 361.54

19 1.77 1117.68 44 17.9 713.24 73 8.18 343.22

20 6.49 1115.91 45 1.80 695.34 74 9.58 335.04

22 1.86 1109.42 46 5.37 693.54 70 63.22 325.46

23 1.82 1107.56 47 5.50 688.17 71 6.04 262.24

24 6.45 1105.74 48 9.27 682.67 75 207.65 256.2

25 6.82 1099.29 49 1.82 673.4 76 38.03 48.55

26 6.61 1092.47 50 5.42 671.58 77 10.52 10.52

27 1.84 1085.86 51 5.50 666.16


70

Tabel tersebut menjelaskan urutan elemen kerja dari bobot beban kerja
terbesar hingga bobot beban kerja terkecil.
• Pengelompokan beberapa elemen kerja ke dalam stasiun kerja dengan
memperhatikan precedence constraint dan Takt Time yaitu 3.5 menit per
unit, artinya tidak boleh ada pengelompokan kerja dengan mendahului atau
melampaui proses yang lebih awal dan tidak boleh melebihi 3.5 menit untuk
setiap unit.

Tabel. 4.13 Pengelompokkan Elemen Kerja Metode RPW Percobaan 1


Elemen Waktu Elemen Bobot Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) Posisi (Menit)
1 1.88 1346.93
2 7.41 1345.05
3 7.23 1337.64
4 7.29 1330.41
5 1.85 1323.12
65 9.96 1321.27
7 7.34 1311.31
216,18 dtk
18 6.79 1303.97
1 Atau 3,5
9 1.90 1297.18 3.60 mnt
10 1.87 1295.28
11 7.43 1293.41
12 2.17 1285.98
13 14.83 1283.81
14 123.29 1268.98
15 2.72 1145.69
16 12.22 1142.97
Elemen Waktu Elemen Bobot Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) Posisi (Menit)
17 5.70 1130.75
8 7.37 1125.05
19 1.77 1117.68
20 6.49 1115.91
22 1.86 1109.42 218.17 dtk
2 23 1.82 1107.56 Atau 3,5
24 6.45 1105.74 3.64 mnt
25 6.82 1099.29
26 6.61 1092.47
27 1.84 1085.86
28 1.85 1084.02
71

Tabel. 4.13 Pengelompokkan Elemen Kerja Metode RPW Percobaan 1


(Lanjutan)
Elemen Waktu Elemen Bobot Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) Posisi (Menit)
29 20.94 1082.17
30 136.64 1061.23
31 1.78 924.59
32 10.23 922.81
Elemen Waktu Elemen Bobot Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) Posisi (Menit)
33 1.90 912.58
34 10.13 910.68
6 7.21 900.55
35 1.85 893.34
36 6.43 891.49
62 11.24 885.06
21 7.44 218.63 dtk
873.82
3 Atau 3,5
38 5.73 866.38 3.64 mnt
39 1.82 860.65
40 1.79 858.83
41 25.44 857.04
42 117.87 831.60
43 1.88 713.73
44 17.9 711.85
Elemen Waktu Elemen Bobot Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) Posisi (Menit)
45 1.80 693.95
46 5.37 692.15
47 5.50 686.78
48 9.27 681.28
49 1.82 672.01
50 5.42 670.19
51 5.50 664.77 218.00 dtk
4 Atau 3,5
52 5.31 659.27 3.63 mnt
37 6.05 653.96
53 1.85 647.91
54 1.88 646.06
55 1.78 644.18
56 15.21 642.40
57 136.37 627.19
72

Tabel. 4.13 Pengelompokkan Elemen Kerja Metode RPW Percobaan 1


(Lanjutan)
Elemen Waktu Elemen Bobot Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) Posisi (Menit)
58 1.91 490.82
59 12.96 488.91
Elemen Waktu Elemen Bobot Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) Posisi (Menit)
60 39.00 475.95
61 8.86 436.95
63 9.45 428.09
64 11.78 418.64
66 11.66 406.86
67 10.12 395.2 213.71 dtk
5 Atau 3.5
68 11.87 385.08
3.56 mnt
69 11.67 373.21
72 18.32 361.54
73 8.18 343.22
74 9.58 335.04
70 63.22 325.46
Elemen Waktu Elemen Bobot Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) Posisi (Menit)
71 6.04 262.24
75 207.65 256.2 262.24 dtk
6 atau 3.5
76 38.03 48.55
4.37 mnt
77 10.52 10.52
Jumlah 22.45 mnt
Efisiensi
85.63%
Lintasan
Balance Delay 14.37%
Idle Time 3.77 mnt

Tabel di atas merupakan percobaan pertama pengelompokan beban kerja


terhadap stasiun kerja berdasarkan bobot kerja dari terbesar hingga terkecil namun
tidak melampaui proses sebelumnya.
73

• Menghitung Efisiensi Lintasan Metode RPW Percobaan 1


𝑇𝑤𝑐 22.45
EL = x 100% = x 100% = 85.63%.
𝑛 𝑥 𝑇𝑐 6 𝑥 4.37
Maka nilai Efisiensi Lintasan pada Metode RPW Percobaan 1 adalah 85.63%

• Menghitung Balance Delay Metode RPW Percobaan 1


𝑛 𝑥 𝑇𝑐−𝑇𝑤𝑐 6 𝑥 4.37−22.45
BD = x 100% = x 100% = 14.37%
𝑛 𝑥 𝑇𝑐 6 𝑥 4.37
Maka nilai Balance Delay pada Metode RPW Percobaan 1 adalah 14.37%.

• Menghitung Idle Time (Waktu Menganggur) Metode RPW Percobaan 1


IT = ((n x Tc) – Twc) = ((6 x 4.37) – 22.45) = 3.77 mnt
Maka nilai Idle Time (Waktu Menganggur) pada Metode RPW Percobaan 1
adalah 3.77 menit.
74

Tabel. 4.14 Pengelompokkan Elemen Kerja Metode RPW Percobaan 2


Elemen Waktu Elemen Bobot Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) Posisi (Menit)
1 1.88 1346.93
2 7.41 1346.93
3 7.23 1345.05
24 6.45 1337.64
5 1.85 1330.41
65 9.96 1323.96
7 7.34 1322.11
213.61 dtk
18 6.79 1312.15
1 Atau 3,5
9 1.9 1304.81 3.56 mnt
10 1.87 1298.02
17 5.7 1296.12
12 2.17 1294.25
13 14.83 1288.55
14 123.29 1286.38
15 2.72 1271.55
16 12.22 1148.26
Elemen Waktu Elemen Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) 1145.54 (Menit)
11 7.43 1133.32
8 7.37 1125.89
19 1.77 1118.52
20 6.49 1116.75
22 1.86 1110.26
23 1.82 1108.4
4 7.29 213.92 dtk
1106.58
2 Atau 3,5
26 6.61 1099.29 3.57 mnt
27 1.84 1092.68
28 1.85 1090.84
29 20.94 1088.99
30 136.64 1068.05
31 1.78 931.41
32 10.23 929.63
75

Tabel. 4.14 Pengelompokkan Elemen Kerja Metode RPW Percobaan 2


(Lanjutan)
Elemen Waktu Elemen Bobot Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) Posisi (Menit)
33 1.9 919.4
34 10.13 917.5
6 7.21 907.37
35 1.85 900.16
36 6.43 898.31
62 11.24 891.88 211.19 dtk
3 38 5.73 880.64 Atau 3,5
39 1.82 874.91 3.52 mnt
40 1.79 873.09
41 25.44 871.3
42 117.87 845.86
43 1.88 727.99
44 17.9 726.11
Elemen Waktu Elemen Bobot Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) Posisi (Menit)
45 1.8 708.21
46 5.37 706.41
47 5.5 701.04
48 9.27 695.54
49 1.82 686.27
50 5.42 684.45
51 5.5 679.03 212.69 dtk
4 37 6.05 673.53 Atau 3,5
53 1.85 667.48 3.54 mnt
54 1.88 665.63
55 1.78 663.75
56 15.21 661.97
57 136.37 646.76
58 1.91 510.39
59 12.96 508.48
76

Tabel. 4.14 Pengelompokkan Elemen Kerja Metode RPW Percobaan 2


(Lanjutan)
Elemen Waktu Elemen Bobot Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) Posisi (Menit)
60 39 495.52
61 8.86 456.52
63 9.45 447.66
64 11.78 438.21
66 11.66 426.43
67 10.12 414.77
25 6.82 214.96 dtk
404.65
5 Atau 3.5
21 7.44 397.83 3.58 mnt
52 5.31 390.39
68 11.87 385.08
69 11.67 373.21
73 8.18 361.54
74 9.58 353.36
70 63.22 343.78
Elemen Waktu Elemen Bobot Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) Posisi (Menit)
71 6.04 280.56
72 18.32 274.52 280.56 dtk
6 75 207.65 256.2 atau 3.5
76 38.03 48.55 4.68 mnt
77 10.52 10.52
Jumlah 22.45 mnt
Efisiensi
79.95%
Lintasan
Balance Delay 20.05%
Idle Time 5.63 mnt

Tabel di atas merupakan percobaan pertama pengelompokan beban kerja


terhadap stasiun kerja berdasarkan bobot kerja dari terbesar hingga terkecil namun
tidak melampaui proses sebelumnya.
77

• Menghitung Efisiensi Lintasan Metode RPW Percobaan 2


𝑇𝑤𝑐 22.45
EL = x 100% = x 100% = 79.95%.
𝑛 𝑥 𝑇𝑐 6 𝑥 4.68
Maka nilai Efisiensi Lintasan pada Metode RPW Percobaan 2 adalah 79.95%

• Menghitung Balance Delay Metode RPW Percobaan 2


𝑛 𝑥 𝑇𝑐−𝑇𝑤𝑐 6 𝑥 4.68−22.45
BD = x 100% = x 100% = 20.05%
𝑛 𝑥 𝑇𝑐 6 𝑥 4.68
Maka nilai Balance Delay pada Metode RPW Percobaan 2 adalah 20.05%.

• Menghitung Idle Time (Waktu Menganggur) Metode RPW Percobaan 2


IT = ((n x Tc) – Twc) = ((6 x 4.68) – 22.45) = 5.63 mnt
Maka nilai Idle Time (Waktu Menganggur) pada Metode RPW Percobaan 2
adalah 5.63 menit.
78

2. Metode Largest Candidate Rules (LCR)


• Membuat precedence constraint untuk mengetahui urutan proses secara
berurutan dan mengetahui predecessor dari setiap elemen kerja.

Tabel 4.15 Precedence Constraint

Jumlah
Elemen Predecessor Waktu
Predecessor
1 0 - 1.88

2 1 1 7.41

3 2 2 7.23

4 3 3 7.29

5 4 4 1.85

6 5 5 7.21

7 6 6 7.34

8 7 7 7.37

9 8 8 1.90

10 9 9 1.87

11 10 10 7.43

12 11 11 2.17

13 12 12 14.83

14 13 13 123.29

15 14 14 2.72

16 15 15 12.22

17 16 16 5.70

18 17 17 6.79

19 18 18 1.77

20 19 19 6.49

21 20 20 7.44

22 21 21 1.86
79

Tabel 4.15 Precedence Constraint (Lanjutan)

Jumlah
Elemen Predecessor Waktu
Predecessor
23 22 22 1.82

24 23 23 6.45

25 24 24 6.82

26 25 25 6.61

27 26 26 1.84

28 27 27 1.85

29 28 28 20.94

30 29 29 136.64

31 30 30 1.78

32 31 31 10.23

33 32 32 1.90

34 33 33 10.13

35 34 34 1.85

36 35 35 6.43

37 36 36 6.05

38 37 37 5.73

39 38 38 1.82

40 39 39 1.79

41 40 40 25.44

42 41 41 117.87

43 42 42 1.88

44 43 43 17.90

45 44 44 1.80

46 45 45 5.37

47 46 46 5.50

48 47 47 9.27
80

Tabel 4.15 Precedence Constraint (Lanjutan)

Jumlah
Elemen Predecessor Waktu
Predecessor
49 48 48 1.82

50 49 49 5.42

51 50 50 5.50

52 51 51 5.31

53 52 52 1.85

54 53 53 1.88

55 54 54 1.78

56 55 55 15.21

57 56 56 136.37

58 57 57 1.91

59 58 58 12.96

60 59 59 39.00

61 60 60 8.86

62 61 61 11.24

63 62 62 9.45

64 63 63 11.78

65 64 64 9.96

66 65 65 11.66

67 66 66 10.12

68 67 67 11.87

69 68 68 11.67

70 69 69 63.22

71 70 70 6.04

72 71 71 18.32

73 72 72 8.18

74 73 73 9.58
81

Tabel 4.15 Precedence Constraint (Lanjutan)

Jumlah
Elemen Predecessor Waktu
Predecessor
75 74 74 207.65

76 75 75 38.03

77 76 76 10.52

Tabel diatas menjelaskan proses pendahulu (elemen kerja pendahulu) pada


setiap elemen kerja, agar tidak mendahului proses kerja sebelumnya.
• Mengurutkan elemen kerja dari waktu elemen terbesar hingga terkecil.

Tabel 4.16 Pengurutan Elemen Kerja Metode LCR Percobaan 1


Elemen Waktu Elemen Waktu Elemen Waktu Elemen Waktu
75 207.65 62 11.24 18 6.79 54 1.88
30 136.64 77 10.52 26 6.61 43 1.88
57 136.37 32 10.23 20 6.49 10 1.87
14 123.29 34 10.13 24 6.45 22 1.86
42 117.87 67 10.12 36 6.43 5 1.85
70 63.22 65 9.96 37 6.05 53 1.85
60 39.00 74 9.58 71 6.04 28 1.85
76 38.03 63 9.45 38 5.73 35 1.85
29 20.94 48 9.27 17 5.70 27 1.84
41 25.44 61 8.86 47 5.50 23 1.82
72 18.32 73 8.18 51 5.50 39 1.82
44 17.90 21 7.44 50 5.42 49 1.82
56 15.21 11 7.43 46 5.37 45 1.80
13 14.83 2 7.41 52 5.31 40 1.79
59 12.96 8 7.37 15 2.72 55 1.78
16 12.22 7 7.34 12 2.17 31 1.78
68 11.87 4 7.29 58 1.91 19 1.77
64 11.78 3 7.23 9 1.90
69 11.67 6 7.21 33 1.90
66 11.66 25 6.82 1 1.88
82

Tabel tersebut menjelaskan urutan elemen kerja dari waktu terbesar hingga
waktu terkecil.
• Pengelompokan beberapa elemen kerja ke dalam stasiun kerja dengan
memperhatikan precedence constraint dan Waktu Takt Time, artinya tidak
boleh ada pengelompokan kerja dengan mendahului atau melampaui proses
yang lebih awal. Diutamakan elemen kerja dengan waktu terbesar, namun
tidak boleh mendahului proses sebelumnya.
Tabel 4.17 Pengelompokkan Elemen Kerja dengan Metode LCR
Percobaan 1
Elemen Waktu Elemen Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) (Menit)
14 123.29
13 14.83
16 12.22
65 9.96
11 7.43
2 7.41
8 7.37
216,76 dtk
7 7.34
1 Atau 3,5
4 7.29 3.61 mnt
3 7.23
15 2.72
12 2.17
9 1.90
1 1.88
10 1.87
5 1.85
Elemen Waktu Elemen Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) (Menit)
30 136.64
29 20.94
32 10.23
25 6.82
18 6.79 217.59 dtk
2 Atau 3,5
26 6.61 3.63 mnt
20 6.49
24 6.45
17 5.70
22 1.86
83

Tabel 4.17 Pengelompokkan Elemen Kerja dengan Metode LCR


Percobaan 1 (Lanjutan)
Elemen Waktu Elemen Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) (Menit)
28 1.85
27 1.84
23 1.82
31 1.78
19 1.77
Elemen Waktu Elemen Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) (Menit)
42 117.87
41 25.44
44 17.90
62 11.24
34 10.13
6 7.21
36 6.43 217.24 dtk
3 Atau 3,5
37 6.05 3.62 mnt
38 5.73
33 1.90
43 1.88
35 1.85
39 1.82
40 1.79
Elemen Waktu Elemen Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) (Menit)
57 136.37
56 15.21
59 12.96
48 9.27
21 7.44
47 5.50 219.39 dtk
4 Atau 3,5
51 5.50 3.66 mnt
50 5.42
46 5.37
52 5.31
58 1.91
54 1.88
84

Tabel 4.17 Pengelompokkan Elemen Kerja dengan Metode LCR


Percobaan 1 (Lanjutan)
Elemen Waktu Elemen Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) (Menit)
53 1.85
49 1.82
45 1.80
55 1.78
Elemen Waktu Elemen Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) (Menit)
70 63.22
60 39.00
72 18.32
68 11.87
64 11.78 205.53 dtk
5 69 11.67 Atau 3.5
66 11.66 3.43 mnt
67 10.12
74 9.58
63 9.45
61 8.86
Elemen Waktu Elemen Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) (Menit)
75 207.65
76 38.03 270.42 dtk
6 77 10.52 atau 3.5
73 8.18 4.51 mnt
71 6.04
Jumlah 22.45 mnt
Efisiensi
82.96%
Lintasan
Balance Delay 17.04%
Idle Time 4.61 mnt

Tabel di atas merupakan percobaan pertama pengelompokan beban kerja


terhadap stasiun kerja berdasarkan waktu elemen kerja terbesar hingga waktu
elemen kerja terkecil namun tidak melampaui proses sebelumnya.
85

• Menghitung Efisiensi Lintasan Metode LCR Percobaan 1


𝑇𝑤𝑐 22.45
EL = x 100% = x 100% = 82.96%.
𝑛 𝑥 𝑇𝑐 6 𝑥 4.51
Maka nilai Efisiensi Lintasan pada Metode LCR Percobaan 1 adalah 82.96%

• Menghitung Balance Delay Metode LCR Percobaan 1


𝑛 𝑥 𝑇𝑐−𝑇𝑤𝑐 6 𝑥 4.51−22.45
BD = x 100% = x 100% = 17.04%
𝑛 𝑥 𝑇𝑐 6 𝑥 4.51
Maka nilai Balance Delay pada Metode LCR Percobaan 1 adalah 17.04%.

• Menghitung Idle Time (Waktu Menganggur) Metode LCR Percobaan 1


IT = ((n x Tc) – Twc) = ((6 x 4.51) – 22.45) = 4.61 mnt
Maka nilai Idle Time (Waktu Menganggur) pada Metode LCR Percobaan 1
adalah 4.61 menit.
86

Tabel 4.18 Pengelompokkan Elemen Kerja dengan Metode LCR


Percobaan 2
Elemen Waktu Elemen Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) (Menit)
14 123.29
13 14.83
16 12.22
65 9.96
11 7.43
2 7.41
25 6.82
216,21 dtk
7 7.34
1 Atau 3,5
4 7.29 3.60 mnt
3 7.23
15 2.72
12 2.17
9 1.90
1 1.88
10 1.87
5 1.85
Elemen Waktu Elemen Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) (Menit)
30 136.64
29 20.94
32 10.23
18 6.79
26 6.61
20 6.49
24 6.45 217.20 dtk
2 36 6.43 Atau 3,5
17 5.70 3.62 mnt
22 1.86
28 1.85
27 1.84
23 1.82
31 1.78
19 1.77
87

Tabel 4.18 Pengelompokkan Elemen Kerja dengan Metode LCR


Percobaan 2 (Lanjutan)
Elemen Waktu Elemen Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) (Menit)
42 117.87
41 25.44
44 17.90
62 11.24
34 10.13
6 7.21
8 7.37 217.63 dtk
3 Atau 3,5
47 5.50 3.63 mnt
38 5.73
33 1.90
43 1.88
35 1.85
39 1.82
40 1.79
Elemen Waktu Elemen Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) (Menit)
57 136.37
56 15.21
59 12.96
48 9.27
37 6.05
21 7.44
51 5.50
50 5.42 219.94 dtk
4 Atau 3,5
46 5.37 3.67 mnt
52 5.31
58 1.91
54 1.88
53 1.85
49 1.82
45 1.80
55 1.78
88

Tabel 4.18 Pengelompokkan Elemen Kerja dengan Metode LCR


Percobaan 2 (Lanjutan)
Elemen Waktu Elemen Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) (Menit)
70 63.22
60 39.00
72 18.32
68 11.87
64 11.78 204.13 dtk
5 69 11.67 Atau 3.5
66 11.66 3.40 mnt
67 10.12
63 9.45
61 8.86
73 8.18
Elemen Waktu Elemen Takt Time
Stasiun Waktu Total
Kerja (Detik) (Menit)
75 207.65
76 38.03 271.82 dtk
6 77 10.52 atau 3.5
74 9.58 4.53 mnt
71 6.04
Jumlah 22.45 mnt
Efisiensi
82.60%
Lintasan
Balance Delay 17.40%
Idle Time 4.73 mnt

Tabel di atas merupakan percobaan pertama pengelompokan beban kerja


terhadap stasiun kerja berdasarkan waktu elemen kerja terbesar hingga waktu
elemen kerja terkecil namun tidak melampaui proses sebelumnya.
89

• Menghitung Efisiensi Lintasan Metode LCR Percobaan 2


𝑇𝑤𝑐 22.45
EL = x 100% = x 100% = 82.60%.
𝑛 𝑥 𝑇𝑐 6 𝑥 4.53
Maka nilai Efisiensi Lintasan pada Metode LCR Percobaan 2 adalah 82.60%

• Menghitung Balance Delay Metode LCR Percobaan 2


𝑛 𝑥 𝑇𝑐−𝑇𝑤𝑐 6 𝑥 4.53−22.45
BD = x 100% = x 100% = 17.40%
𝑛 𝑥 𝑇𝑐 6 𝑥 4.53
Maka nilai Balance Delay pada Metode LCR Percobaan 2 adalah 17.40%.

• Menghitung Idle Time (Waktu Menganggur) Metode LCR Percobaan 2


IT = ((n x Tc) – Twc) = ((6 x 4.53) – 22.45) = 4.73 mnt
Maka nilai Idle Time (Waktu Menganggur) pada Metode LCR Percobaan 2
adalah 4.73 menit.
BAB V

ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN

5.1 Hasil Analisis dari Kedua Metode


Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Purnamasari dan
Cahyana pada tahun 2015 dengan metode bobot posisi (Ranked Positional Weight)
efisiensi lintasan meningkat menjadi 47,56 % dari kondisi awal. Yang semula
efisiensi lintasan sebesar 39,99 % menjadi 87,55 %, sedangkan waktu idle (balance
delay) juga berkurang sebesar 47,56 % dari kondisi awal, yang semula sebesar
60,01 % menjadi 12,45 %. Output produksi meningkat sebesar 37 ton/bulan, dari
400 ton/bulan menjadi 437 ton/bulan. Dengan metode pendekatan wilayah efisiensi
lintasan meningkat menjadi 45,44 % dari kondisi awal. Yang semula efisiensi
lintasan sebesar 39,99 % menjadi 85,43 %, sedangkan waktu idle (balance delay)
juga berkurang sebesar 45,44 % dari kondisi awal, yang semula sebesar 60,01 %
menjadi 14,57 %. Output produksi meningkat sebesar 27 ton/bulan, dari 400
ton/bulan menjadi 427 ton/bulan. Sehingga dari penelitian tersebut dipilihlah
metode Ranked Positional Weight, karena hasil efisiensi lintasan yang diperoleh
lebih baik dari metode yang lainnya.
Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ghutukade dan
Suresh pada Tahun 2013 penelitian mengemukakan bahwa dengan bantuan metode
Ranked Positional Weight, dapat menemukan cara untuk menyinkronkan pekerjaan
Stasiun untuk alur kerja dan urutannya. Sehingga bottleneck dapat dikurangi.
Berdasarkan metode Ranked Positional Weight, Sebelum menerapkan tingkat
produksi menggunakan metode Ranked Positional Weight adalah 26 mesin
perbulan. Dan setelah menerapkan metode Ranked Positional Weight, tingkat
produksi meningkat sebesar 38% dengan 36 mesin per bulan. Untuk itu metode
Ranked Positional Weight sangat efisien untuk digunakan dalam lintasan yang ada.

90
91

Berikut ini adalah efisiensi lintasan, balance delay dan idle time yang
diterapkan oleh perusahaan:

Tabel 5.1 Kondisi Awal Pada Perusahaan Sebelum Menerapkan Metode

Metode Objek Hasil

Efisiensi Lintasan 75.13%

Kondisi Awal Balance Delay 24.87%

Idle Time (menit) 7.43

Berikut ini adalah perbandingan dari kedua metode yang digunakan dalam
penelitian:

Tabel 5.2 Hasil Perbandingan dari Kedua Metode

Metode Objek Percobaan 1 Percobaan 2

Efisiensi Lintasan 85.63% 79.95%


Ranked
Positional Balance Delay 14.37% 20.05%
Weight (RPW)
Idle Time (menit) 3.77 5.63

Efisiensi Lintasan 82.96% 82.60%


Largest
Candidate Rules Balance Delay 17.04% 17.40%
(LCR)
Idle Time (menit) 4.61 4.73

Dari hasil analisis di atas, dapat diketahui bahwa nilai Efisiensi Lintasan
semakin besar maka semakin baik, semakin besar nilai efisiensi lintasan ini
menunjukan bahwa pembagian bobot kerja antar stasiun kerja berjalan dengan baik
dan merata. Sedangkan, nilai balance delay merupakan besaran keseimbangan
waktu senggang, maka semakin besar nilai balance delay artinya semakin buruk.
Dalam hal ini terdapat pembagian bobot kerja yang tidak merata dan adanya
ketimpangan beban kerja antara satu stasiun kerja dengan stasiun kerja lainnya.
Pada nilai idle time atau waktu menganggur, semakin besar nilai idle time maka
92

akan semakin buruk, ini berarti banyaknya waktu yang terbuang sia-sia, karena nilai
idle time merupakan non value added time yang harus ditekan oleh perusahaan.
Ranked Positional Weight (RPW), pada percobaan 1 terlihat bahwa nilai
efisiensi lintasan adalah sebesar 85.63%, nilai balance delay adalah 14.37%, serta
nilai idle time adalah 3.77 menit. Sedangkan, pada percobaan kedua terlihat bahwa
hasil efisiensi lintasan sebesar 79.95%, dengan nilai balance delay sebesar 20.05%,
dan nilai idle time sebesar 5.63 menit. Dari hasil kedua perbandingan percobaan
metode ranked positional weight tersebut, maka hasil dari percobaan pertama tentu
lebih baik, karena memiliki efisiensi lintasan yang lebih tinggi yaitu sebesar
85.63%, ini berarti pembagian bobot kerja lebih merata. Lalu, nilai balance delay
sebesar 14.37%, dan nilai idle time (waktu menganggur) lebih sedikit dibanding
percoban kedua yaitu sebesar 3.77 menit saja.
Pada metode Largest Candidate Rules (LCR), di percobaan pertama
terlihat bahwa nilai efisiensi lintasan sebesar 82.96%, nilai balance delay adalah
sebesar 17.04%, dan nilai idle time pada percobaan pertama adalah sebesar 4.61
menit. Sedangkan, pada percobaan kedua nilai efisiensi lintasan yaitu 82.60%, lalu
nilai balance delay adalah 17.40% dan idle time sebesar 4.73 menit. Dari kedua
percobaan tersebut, maka percobaan pertama memiliki hasil yang lebih baik yaitu
dengan efisiensi lintasan yang lebih tinggi sebesar 82.96%, nilai balance delay yang
lebih kecil, yaitu sebesar 17.04%, dan memiliki waktu idle time lebih kecil dari
percobaan kedua yaitu sebesar 4.61 menit.
Dari kedua metode tersebut, kita ketahui bahwa pada metode Ranked
Positional Weight (RPW) memiliki hasil yang lebih baik pada percobaan pertama,
yaitu dengan nilai efisiensi lintasan sebesar 85.63%, nilai balance delay sebesar
14.37% dan nilai idle time sebesar 3.77 menit. Sedangkan pada metode Largest
Candidate Rules (LCR) kita ketahui bahwa hasil yang lebih baik terdapat pada
percobaan pertama juga, yaitu dengan nilai efisiensi lintasan sebesar 82.96%, lalu
nilai balance delay sebesar 17.04%, dan nilai idle time sebesar 4.61 menit.
Hasil terbaik berdasarkan dua metode, kita ketahui bahwa metode Ranked
Positional Weight (RPW) pada percobaan pertama memiliki hasil yang paling baik,
yaitu dengan efisiensi lintasan sebesar 85.63% yang berarti memiliki pembagian
bobot kerja yang paling baik, lalu nilai balance delay sebesar 14.37% yang berarti
93

paling minimnya ketimpangan pembagian bobot kerja antara stasiun kerja, dan idle
time hanya sebesar 3.77 menit yang paling kecil waktu menganggur nya.

5.2 Hasil Analisis Waktu Menunggu (Delay)


Jika diketahui dari waktu menunggu pada posisi awal yaitu dengan
balance delay 24.87% yang menandakan masih banyaknya waktu menunggu
operator yang dikarenakan lintasan yang kurang efisien hal ini dikarenakan waktu
setiap proses dalam stasiun tidak merata sehingga membuat beberapa operator
menunggu part untuk dikerjakan. Dalam perbandingan kedua metode yang
dilakukan yaitu Ranked Positional Weight dan Largest Candidate Rules, hasil
waktu menunggu yang paling kecil berdasarkan dua kali percobaan yang dilakukan
terletak pada percobaan 1 metode Ranked Positional Weight dengan balance delay
14.37%, ini berarti terjadinya kenaikan sebesar 10.5% dari kondisi sebelumnya,
dengan persentase balance delay yang semakin kecil, berarti tingkat waktu
menunggu operator juga semakin kecil. Dengan kata lain, metode ranked positional
weight ini dapat lebih mengefisiensikan lintasan yang ada pada perusahaan yaitu
dengan menerapkan pengurutan operasi atau elemen kerja menurut bobot posisinya
yang mengarah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari dan
Cahyana pada Tahun 2015 juga menyimpulkan bahwa penelitian yang
dilakukannya dengan menggunakan perbandingan antara metode Ranked
Positional Weight dan Region Approach, bahwa waktu menunggu lebih kecil pada
metode Ranked Positional Weight, sehingga dapat disimpulkan dari penelitian
bahwa waktu menunggu paling kecil ada pada metode ranked positional weight
karena dapat mengefisiensikan lintasan produksi sehingga dapat mengurangi
terjadinya penumpukan material.

5.3 Hasil Analisis Biaya Overtime


Jika dihitung dari jumlah produksi 126 pcs/hari, per jam yang dapat dibuat
adalah (waktu kerja selama sehari yaitu 8 jam):
126
= 15.65 pcs/jam ≈ 16 pcs/jam
8
Jika dihitung waktu lembur dalam sehari nya adalah 2 jam (ketentuan pabrik), maka
dalam 22 hari overtime (setiap hari overtime) dapat memproduksi:
94

Dalam 1 hari overtime dapat memproduksi = 16pcs/jam x 2jam = 32pcs/hari


perusahaan dapat memproduksi ketika overtime.
Maka jika dalam sebulan terdapat 22 hari kerja, jumlah produksi ketika overtime
yaitu:
32 pcs/hari x 22 hari = 704 pcs/bulan, jika diasumsikan dalam setahun maka total
yang di produksi ketika overtime dalam setahun adalah:
704 pcs/bulan x 12 bulan = 8448 pcs/tahun.

Tabel 5.3 Jumlah Produksi Pada Saat Overtime Selama Setahun


Sebelum Penerapan Metode Ranked Positional Weight

Keterangan:

Per jam memproduksi = 16 pcs/jam

Ketentuan total jam overtime = 2 jam/hari

Hari Bulan Tahun

32 pcs/hari 704 pcs/bulan 8448 pcs/tahun

Sedangkan jika jumlah produksi 135 pcs/hari atau setelah dilakukan penerapan
metode Ranked Positional Weight (RPW), per jam yang dapat dibuat adalah (waktu
kerja selama sehari yaitu 8 jam):
135
= 16.875 pcs/jam ≈ 17 pcs/jam
8
Jika dihitung waktu lembur dalam sehari nya adalah 2 jam (ketentuan pabrik), maka
dalam 22 hari overtime (setiap hari overtime) dapat memproduksi:
Dalam 1 hari overtime dapat memproduksi = 17pcs/jam x 2jam = 34pcs/hari
perusahaan dapat memproduksi ketika overtime.
Maka jika dalam sebulan terdapat 22 hari kerja, jumlah produksi ketika overtime
yaitu:
34 pcs/hari x 22 hari = 748 pcs/bulan, jika diasumsikan dalam setahun maka total
yang di produksi ketika overtime dalam setahun adalah:
748 pcs/bulan x 12 bulan = 8976 pcs/tahun.
95

Tabel 5.4 Jumlah Produksi Pada Saat Overtime Selama Setahun


Sesudah Penerapan Metode Ranked Positional Weight

Keterangan:
Per jam memproduksi = 17 pcs/jam
Ketentuan total jam overtime = 2 jam/hari
Hari Bulan Tahun
34 pcs/hari 748 pcs/bulan 8976 pcs/tahun
(Keterangan: 1 Bulan = 22 Hari)

Sehingga jika menggunakan efisiensi lintasan metode Ranked Positional Weight,


maka dapat mengurangi waktu lembur selama:
8976𝑝𝑐𝑠 − 8448𝑝𝑐𝑠 = 528 pcs
Jika dalam sejam dapat memproduksi 17 pcs/jam maka total waktu yang dapat di
efisienkan dalam setahun adalah adalah:
528
= 31.05 jam ≈ 31 jam (dalam setahun).
17
Jika dihitung biaya overtime yang harus dikeluarkan oleh pabrik per jam nya:
3.800.000
= 21.965/jam ≈ 22.000/jam (satu operator)
173
Sumber Rumus: Database PT Metindo Era Sakti
Jika dihitung jumlah overtime yang harus dikeluarkan perusahaan dalam setahun
yaitu:
Rp. 22.000 x 31 = Rp. 682.000 (satu operator)
Sehingga perusahaan dapat mengurangi biaya overtime yang seharusnya
dikeluarkan yaitu sebesar Rp. 682.000/tahun (satu operator) dalam satu lintasan
produk Beam Comp Stering Hanger.
Jika dihitung dari jumlah produksi sebelum dan sesudah menerapkan metode yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
96

Tabel 5.5 Perbedaan Jumlah Produksi Pada Saat Overtime Selama Setahun
Sebelum dan Sesudah Penerapan Metode Ranked Positional Weight
Jumlah
Produksi/Hari Produksi/Bulan Produksi/Tahun
Hari

Sebelum 22 126 pcs 704 pcs 8448 pcs

Sesudah 22 135 pcs 748 pcs 8976 pcs

Jika dihitung persentase dari biaya yang seharusnya dikeluarkan yaitu:


2 Jam x 22 hari = 44 jam/Bulan
44 jam/Bulan x 12 Bulan = 528 jam/Tahun
Jika dapat menghemat 31 jam maka persentase waktu yang dapat diefesiensikan
oleh perusahaan yaitu:
31
x100% = 5.87%
528
Jika dihitung dalam biaya:
528 jam x Rp. 22.000 = Rp. 11.616.000
31 jam x Rp. 22.000 = Rp. 682.000
Jika operator yang bekerja pada lintasan tersebut ada 6 operator maka:
Biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan:
= Rp. 11.616.000 x 6 = Rp. 69.696.000
Biaya yang dapat dikurangi atau di efisienkan:
= Rp. 682.000 x 6 = Rp. 4.092.000
Total yang seharusnya dikeluarkan setelah mengefisiensikan lintasan:
= 𝑅𝑝. 69.696.000 − 𝑅𝑝. 4.092.000 = 𝑅𝑝. 65.604.000
97

Tabel 5.6 Perbedaan Jumlah Jam Produksi Pada Saat Overtime dan Total
Biaya yang Dikeluarkan Selama Setahun Sebelum dan Sesudah Penerapan
Metode Ranked Positional Weight

Total Jam yang


Total Biaya yang
harus
harus dikeluarkan
dikeluarkan
(Tahun)
(Tahun)

Sebelum 528 Jam Rp. 69.696.000

Sesudah 497 Jam Rp. 65.604.000

Efisiensi 31 Jam Rp. 4.092.000

Sehingga jika diterapkan metode Ranked Positional Weight dapat mengefisiensikan


total waktu yang harus dikeluarkan oleh perusaan sebanyak 497 Jam dari 528 Jam,
yaitu terdapat efisiensi waktu sebesar 31 Jam dalam setahun. Dan juga dapat
menefisiensikan biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh perusahaan yaitu
sebanyak Rp. 65.604.000 dari Rp. 69.696.000, yaitu terdapat efisiensi biaya sebesar
Rp. 4.092.000.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari analisis kedua metode baik Ranked Positional Weight (RPW) dan
Largest Candidate Rules (LCR) masing-masing telah dianalisis dengan dua kali
percobaan, maka dapat disimpulkan:
1. Didapat hasil terbaik pada setiap percobaan di mana metode Ranked
Positional Weight (RPW) memiliki hasil yang lebih baik pada percobaan
pertama, yaitu dengan nilai efisiensi lintasan sebesar 85.63%, nilai balance
delay sebesar 14.37% dan nilai idle time sebesar 3.77 menit. Sedangkan,
pada metode Largest Candidate Rules (LCR) kita ketahui bahwa hasil
yang lebih baik terdapat pada percobaan pertama, yaitu dengan nilai
efisiensi lintasan sebesar 82.96%, lalu nilai balance delay sebesar 17.04%,
dan nilai idle time sebesar 4.61 menit. Dengan itu, maka hasil terbaik dari
seluruh metode dan percobaan yang telah dilakukan, adalah metode
Ranked Positional Weight (RPW) pada percobaan pertama yang memiliki
hasil yang paling baik, yaitu dengan efisiensi lintasan sebesar 85.63% yang
berarti memiliki pembagian bobot kerja yang paling baik, lalu nilai
balance delay sebesar 14.37% yang berarti paling minimnya ketimpangan
pembagian bobot kerja antara stasiun kerja, dan idle time hanya sebesar
3.77 menit yang paling kecil waktu menganggur nya.
2. Cara mengefisiensikan lintasan produksi Beam Comp Stering Hanger
adalah dengan menerapkan metode Ranked Positional Weight agar
efisiensi lintasannya dapat diperoleh semaksimal mungkin dan
meminimalkan balance delay. Sedangkan cara mengurangi terjadinya
waktu menunggu (delay) pada salah satu bagian lintasan produksi yang
menyebabkan penumpukan material adalah dengan melakukan pengurutan
operasi yang menurun yang dilakukan menurut bobot posisinya yang

98
99

mengarah yaitu dengan mengutamakan waktu elemen kerja yang


terpanjang, dimana elemen kerja ini akan diprioritaskan terlebih dahulu
untuk ditempatkan dalam stasiun kerja yang kemudian diikuti oleh elemen
kerja yang lain yang memiliki waktu elemen yang lebih rendah.
3. Dikarenakan lintasan efisiensi yang dilakukan semaksimal mungkin, oleh
karena itu kita dapat mengurangi biaya overtime yang ada. Biaya overtime
sebelum dilakukan pengefisienan adalah Rp. 69.696.000 dan sesudah
dilakukannya pengefisiensian lintasan produksi Beam Comp Stering
Hanger adalah Rp. 65.604.000 dengan demikian dapat mengurangi atau
mengefisiensikan biaya overtime sebesar Rp. 4.092.000 per tahunnya
dalam lintasan Beam Comp Stering Hanger.

6.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan peneliti lain dapat menggunakan
metode region approach karena pada penelitian kali ini belum bisa melakukan
percobaan dengan metode Region Approach dikarenakan layout lintasan yang
lurus, sehingga belum dilakukannya keseluruhan metode yang ada dalam metode
heuristik. Yang perlu diperhatikan lagi dalam penelitian ini adalah dalam
pengambilan data primer harus lebih teliti agar dalam uji kecukupan dan
kenormalan data dapat sesuai sehingga data dapat digunakan dan peneliti tidak
perlu mengambil data ulang yang diakibatkan data yang tidak lulus uji kecukupan
dan kenormalan data.
100

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Volume Penjualan Motor dan Mobil di Indonesia Tahun 2008-2013.
Diakses melalui http://www.aisi.or.id/statistic/. Diakses tanggal 13 Juli 2017.

Baroto, T. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Edisi Pertama. Indonesia:


Ghalia.

Buku Panduan Kerja PT Metindo Era Sakti. 2014. Pengantar Improvement Jishuken.
Bekasi: PT. Metindo Era Sakti.

Burhan, Rosyadi N.R, I., Rakhmawati. 2012. Perancangan Keseimbangan Lintasan


Produksi untuk Mengurangi Balance Delay dan Meningkatkan Efisiensi Kerja.
PERFORMA, Vol 11: 2.

Chueprasert, M. & Ongkunaruk, P. 2015. Productivity improvement based line


balancing: a case study of pasteurized milk manufacturer. International Food
Research Journal, 22(6): 2313-2317.

Heizer, J., & Render, B. 2009. Manajemen Operasi. Buku 1, Edisi 9. Jakarta: Salemba
Empat.

Gaspersz, V. 2004. Production Planning and Inventory Control. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Umum.

Ginting, R. 2007. Sistem Produksi. Medan: Graha Ilmu.

Hasanudin, M & Arianto, B. 2013. Optimalisasi Lintasan Produksi Furukawa Breaker


Menggunakan Line Balancing. Jurnal TI, Vol. 2: 51-63.

Kumar, N & Mahto, D. 2013. Assembly Line Balancing: A Review of Developments


and Trends in Approach to Industrial Application. Global Journal of Researches in
Engineering Mechanical and Mechanics Engineering, Vol 13: 29-50.

Mahto, D & Kumar, A. 2012. An Empirical Investigation of Assembly Line


BalancingTechniques and Optimized Implementation Approach for Efficiency
Improvements. Global Journal of Researches in Engineering Mechanical and
Mechanics Engineering, Vol 12: 1-14.

Malave, C. 2000. Approach to Line Balancing Comsoal & RPW. Texas: A&M
University.

Mulyadi. 2007. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Edisi ketiga.


Jakarta: Salemba Empat.
101

Nasution, Arman H. 2003. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Edisi Pertama.


Surabaya: Guna Widya.

Nasution, A. H., & Prasetyawan, Y. 2008. Perencanaan dan Pengendalian Produksi.


Surabaya: Graha Ilmu.

Purnamasari, I & Sidhi, A. C. 2015. Line Balancing dengan Metode Ranked Position
Weight. Spektrum Industri, Vol. 13: 115 – 228.

Purnomo, H. 2004. Pengantar Teknik Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ristumadin, I. 2016. Analisa Produktivitas dan Efisiensi Kerja dengan Line Balancing
pada Area Lead Connection di PTA. Jurnal PASTI, Vol 9: 300 – 310.

Saiful, Mulyadi, & Muhadi, T. R. 2014. Penyeimbangan lintasan produksi dengan


metode heuristik (studi kasus PT XYZ Makasar). Jurnal Teknik Industri, Vol 15:
183-190.

Sutalaksana, Iftikar Z. 2006. Teknik Tata Cara Kerja. Labolatorium Tata Cara Kerja
& Ergonomi, Departemen Teknik Industri. Bandung: ITB.

T. Santosh Ghutukade & M. Sawant Suresh. 2013. Use of Ranked Position Weighted
Method for Assembly Line Balancing. International Journal of Advanced
Engineering Research and Studies, Vol. 2: 01-03

W. Grzechca. 2016. Manufacturing in Flow Shop and Assembly Line Structure.


International Journal of Materials, Mechanics and Manufacturing, Vol. 4: 25-30.
Wignjosoebroto, S. 2003. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Edisi Ketiga.
Surabaya: Guna Widya.
102

LAMPIRAN 1

Data Pengukuran Waktu Kerja untuk Setiap Elemen Kerja

Dalam pengukuran waktu kerja pada setiap elemen kerja, pengambilan data
dilakukan secara berulang-ulang (repetitive timing) sebanyak sepuluh kali. Hasil
pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel

No.
Stasiun Waktu Kerja (detik)
Elemen
Kerja
Kerja P.1 P.2 P.3 P.4 P.5 P.6 P.7 P.8 P.9 P.10
1 0.98 1.05 0.99 1.03 1.05 1.02 0.98 1.04 1.05 0.98
2 3.94 4.08 3.96 3.94 4.08 4.04 3.98 3.94 4.08 4.06
3 3.87 3.89 3.87 3.98 3.87 3.96 3.94 3.98 3.87 3.92
4 3.90 3.99 3.92 3.90 3.99 3.94 3.90 3.96 3.98 3.99
5 0.94 1.03 0.96 1.07 0.98 0.94 1.04 0.97 1.02 1.07
6 3.84 3.88 3.92 3.96 3.86 3.89 3.84 3.96 3.94 3.96
7 3.91 3.95 4.03 3.91 4.01 3.94 3.97 4.03 3.96 4.02
Main 8 3.95 3.98 3.95 3.97 4.04 3.95 3.96 4.01 4.04 4.03
Assy 9 0.95 1.04 1.09 0.95 1.07 1.09 0.95 0.98 1.09 1.06
1 10 0.96 1.04 1.08 0.98 0.96 1.08 1.02 1.06 0.96 0.97
11 3.98 4.01 4.06 3.99 3.98 4.06 4.02 4.04 4.06 4.03
12 1.12 1.14 1.21 1.12 1.16 1.23 1.22 1.23 1.18 1.13
13 7.98 8.07 8.06 8.02 8.07 7.99 7.98 8.04 7.98 8.07
66.6
14 66.68 66.79 66.75 66.68 66.79 66.76 66.68 66.72 66.79
8
15 1.42 1.51 1.46 1.51 1.48 1.49 1.42 1.47 1.44 1.51
16 6.58 6.59 6.64 6.62 6.64 6.58 6.61 6.64 6.58 6.64
No.
Stasiun Waktu Kerja
Elemen
Kerja
Kerja P.1 P.2 P.3 P.4 P.5 P.6 P.7 P.8 P.9 P.10
17 3.02 3.06 3.14 3.12 3.08 3.02 3.14 3.04 3.11 3.14
18 3.73 3.62 3.68 3.60 3.73 3.64 3.71 3.60 3.73 3.70
Main 19 0.92 1.01 0.94 0.92 0.96 1.01 0.92 0.98 0.93 1.01
Assy 20 3.48 3.56 3.48 3.52 3.49 3.48 3.56 3.54 3.51 3.48
2 21 3.96 4.08 3.98 4.02 3.96 4.04 4.06 4.08 3.99 4.08
22 0.96 1.05 0.98 0.96 1.05 1.03 0.96 0.99 1.02 1.05
23 0.93 0.95 1.02 0.98 1.02 1.01 1.02 0.93 1.02 0.96
103

24 3.45 3.53 3.48 3.45 3.51 3.53 3.46 3.52 3.45 3.53
25 3.63 3.65 3.74 3.72 3.63 3.68 3.74 3.71 3.74 3.67
26 3.52 3.65 3.54 3.63 3.52 3.56 3.62 3.52 3.59 3.65
27 0.95 1.03 0.98 1.01 0.95 1.03 0.99 0.96 1.03 1.02
28 0.97 0.98 1.04 1.02 0.97 1.03 0.99 0.97 1.01 1.04
11.3
29 11.37 11.37 11.32 11.37 11.36 11.28 11.37 11.29 11.28
4
73.9
30 73.98 73.98 73.94 73.92 73.98 73.96 73.92 73.98 73.97
2
31 0.99 0.99 0.96 0.94 0.97 0.99 0.94 0.95 0.99 0.94
32 5.58 5.49 5.58 5.47 5.52 5.56 5.58 5.47 5.54 5.58
No. Waktu Kerja
Stasiun
Elemen
Kerja P.1 P.2 P.3 P.4 P.5 P.6 P.7 P.8 P.9 P.10
Kerja
33 0.98 1.02 0.99 1.07 0.98 1.04 1.03 1.07 1.06 1.07
34 5.44 5.46 5.53 5.52 5.48 5.44 5.49 5.53 5.51 5.44
35 0.96 0.98 1.05 0.96 1.03 1.05 0.96 1.02 1.05 0.97
36 3.42 3.48 3.56 3.42 3.46 3.56 3.42 3.52 3.53 3.42
37 3.21 3.35 3.24 3.21 3.33 3.21 3.35 3.27 3.21 3.35
Main 38 3.03 3.08 3.16 3.12 3.03 3.05 3.16 3.11 3.16 3.09
Assy 39 0.94 1.03 0.97 1.01 1.03 0.94 0.98 1.03 0.94 0.96
3 40 0.92 0.96 1.01 0.92 0.98 1.01 0.92 0.97 1.01 0.99
13.7
41 13.73 13.76 13.78 13.82 13.81 13.74 13.73 13.82 13.79
3
63.7
42 63.76 63.84 63.76 63.82 63.84 63.76 63.81 63.84 63.76
8
43 0.97 0.98 1.06 0.97 1.04 0.97 1.03 1.06 1.01 1.06
44 9.64 9.67 9.73 9.71 9.64 9.69 9.73 9.64 9.70 9.73
No.
Stasiun Waktu Kerja
Elemen
Kerja
Kerja P.1 P.2 P.3 P.4 P.5 P.6 P.7 P.8 P.9 P.10
45 0.91 0.93 1.02 1.01 0.95 1.02 0.91 0.97 1.02 0.98
46 2.86 2.88 2.93 2.97 2.87 2.86 2.92 2.97 2.86 2.94
47 2.93 2.95 3.02 2.93 3.01 3.02 2.93 2.96 2.99 3.02
48 4.97 5.01 4.99 5.08 4.97 5.03 5.04 4.97 5.05 5.08
49 0.93 0.95 1.01 0.98 1.04 0.93 1.02 1.03 0.93 1.04
Main
50 2.89 2.91 2.97 2.93 2.89 2.94 2.97 2.89 2.95 2.97
Assy
51 2.92 3.01 2.94 3.04 2.92 3.02 2.97 3.04 2.92 2.98
4
52 2.81 2.83 2.87 2.92 2.81 2.91 2.92 2.85 2.92 2.89
53 0.95 0.97 1.03 1.05 0.95 0.98 1.05 1.02 1.05 0.99
54 0.98 1.02 1.06 0.98 0.99 1.06 1.04 0.98 1.03 1.06
55 0.92 0.94 1.03 1.01 0.96 0.92 1.03 0.98 0.95 0.92
56 8.19 8.22 8.26 8.27 8.19 8.23 8.27 8.19 8.25 8.27
104

73.8
57 73.78 73.84 73.78 73.82 73.84 73.78 73.84 73.78 73.81
0
58 0.99 1.02 1.08 1.06 1.04 0.99 1.08 1.03 0.99 1.08
59 6.97 7.03 6.98 7.06 6.97 7.02 7.06 6.97 7.06 7.01
No. Waktu Kerja
Stasiun
Elemen
Kerja
Kerja P.1 P.2 P.3 P.4 P.5 P.6 P.7 P.8 P.9 P.10
21.1
60 21.05 21.07 21.16 21.18 21.09 21.05 21.13 21.18 21.05
5
61 4.73 4.76 4.85 4.73 4.83 4.74 4.85 4.82 4.79 4.85
62 6.04 6.06 6.09 6.13 6.04 6.12 6.08 6.04 6.10 6.13
63 5.05 5.17 5.08 5.05 5.17 5.13 5.16 5.05 5.11 5.17
64 6.31 6.43 6.35 6.43 6.31 6.41 6.37 6.43 6.31 6.39
Instal
65 5.37 5.39 5.37 5.43 5.37 5.42 5.38 5.43 5.37 5.40
Bolt
66 6.28 6.34 6.32 6.29 6.28 6.34 6.33 6.28 6.31 6.34
67 5.40 5.43 5.48 5.56 5.40 5.52 5.54 5.56 5.40 5.46
68 6.37 6.48 6.39 6.37 6.43 6.48 6.46 6.37 6.42 6.48
69 6.25 6.37 6.28 6.35 6.37 6.25 6.32 6.34 6.37 6.29
34.1
70 34.15 34.27 34.29 34.18 34.19 34.29 34.15 34.23 34.29
5
No. Waktu Kerja
Stasiun
Elemen
Kerja P.1 P.2 P.3 P.4 P.5 P.6 P.7 P.8 P.9 P.10
Kerja
71 3.20 3.34 3.28 3.20 3.27 3.34 3.22 3.20 3.31 3.33
72 9.84 9.94 9.86 9.97 9.84 9.97 9.93 9.97 9.89 9.95
73 4.36 4.39 4.49 4.36 4.49 4.42 4.36 4.46 4.49 4.47
74 5.12 5.14 5.22 5.26 5.12 5.18 5.20 5.26 5.21 5.16
Check 112.
75 112.33 112.38 112.45 112.42 112.33 112.45 112.33 112.40 112.33
45
20.5
76 20.51 20.57 20.68 20.64 20.51 20.68 20.53 20.51 20.62
9
77 5.64 5.73 5.68 5.73 5.72 5.64 5.66 5.73 5.69 5.71
105

LAMPIRAN 2

Layout Line Welding Group 2


106

LAMPIRAN 3

Work Instruction
107
108
109
110
111
112

LAMPIRAN 4
OPERATION PROCESS CHART

Nama Objek : Beam Comp Stering Hanger


Nomor Peta : 01
Dipetakan Oleh : Ninis Banuwati
Tanggal Dipetakan : 08 Desember 2017
113

LAMPIRAN 5
FLOW PROCESS CHART

Nama Objek : Beam Comp Stering Hanger


Nomor Peta : 02
Dipetakan Oleh : Ninis Banuwati
Tanggal Dipetakan : 08 Desember 2017
114
115

LAMPIRAN 6
MAN AND MACHINE CHART
Nama Objek : Beam Comp Stering Hanger
Nomor Peta : 03
Dipetakan Oleh : Ninis Banuwati
Tanggal Dipetakan : 08 Desember 2017
116
117

W = dalam detik

Anda mungkin juga menyukai