Anda di halaman 1dari 55

IMPLEMENTASI DIPLOMASI PUBLIK INDONESIA DI INDUSTRI

KREATIF PERFILMAN MELALUI AJANG FESTIVAL BUSAN


INTERNATIONAL FILM FESTIVAL (BIFF) DI KOREA SELATAN

“Implementation of Indonesian Public Diplomacy in the Creative Film


Industry Through Busan International Film Festival (BIFF) in South Korea”

SKRIPSI

Disusun oleh:
Ajeng Gandari Primalia
20180510441

Pembimbing :
Prof. Tulus Warsito, MSi

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1
4.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
4.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................5
4.3 Kerangka Dasar Pemikiran..........................................................................................5
A. Diplomasi Publik.........................................................................................................5
B. Diplomasi Kebudayaan...............................................................................................6
C. Kerjasama Internasional..............................................................................................7
D. Kepentingan Nasional.................................................................................................9
4.4 Hipotesa.....................................................................................................................11
4.5 Tujuan Penelitian.......................................................................................................11
4.6 Manfaat Penelitian.....................................................................................................11
4.7 Jangkauan Penelitian.................................................................................................12
4.8 Metode Penelitian......................................................................................................12
4.9 Sistematika Penulisan................................................................................................13
BAB 2 PERKEMBANGAN DIPLOMASI PUBLIK INDONESIA.......................................15
2.1 Latar Belakang Diplomasi Publik Indonesia.............................................................15
2.2 Strategi Diplomasi Publik Indonesia.........................................................................21
BAB 3 DINAMIKA PERKEMBANGAN KERJASAMA INDONESIA DI BIDANG
INDUSTRI KREATIF PERFILMAN......................................................................................26
4.1 Perkembangan Industri Ekonomi Kreatif Indonesia.................................................26
4.2 Kerjasama Indonesia-Korea Selatan di bidang Industri Kreatif Perfilman...............29
BAB 4 KERJASAMA INDONESIA DAN KOREA SELATAN DI INDUSTRI
PERFILMAN MELALUI BUSAN INTERNATIONAL FILM FESTIVAL...............................38
4.1 Busan International Film Festival.............................................................................38
4.2 Keikutsertaan Film-Film Indonesia dalam ajang Busan International Film Festival
(BIFF)...................................................................................................................................40
BAB 5 KESIMPULAN...........................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................50

i
BAB 1
PENDAHULUAN

4.1 Latar Belakang

Sistem hubungan internasional di zaman yang sudah modern saat ini mengutamakan

diplomasi dalam hubungan antar negara. Menurut G.R Berridge (2010), konsep diplomasi

sendiri merujuk pada aktivitas politik yang dilakukan oleh para aktor untuk mengejar

tujuannya dan mempertahankan kepentingannya melalui negosiasi, tanpa menggunakan

kekerasan, propaganda, atau hukum (Berridge, 2010). Dalam hal ini, diplomasi berupaya

untuk mencapai kepentingan nasional suatu negara terhadap negara lain. Sehingga, menurut

Sumaryo Suryokusumo, diplomasi adalah kegiatan politik dan merupakan bagian dari

kegiatan internasional yang saling berpengaruh dan kompleks, dengan melibatkan pemerintah

dan organisasi internasional untuk mencapai tujuan-tujuannya, melalui perwakilan diplomatik

atau organ-organ lainnya (Suryokusumo, 2005).

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, diplomasi telah

menjadi salah satu instrumen utama yang digunakan oleh suatu negara untuk meningkatkan

hubungan dengan negara lain dalam rangka mencapai kepentingan nasionalnya. Dalam

hubungan internasional, pada umumnya diplomasi merupakan tahap awal yang dilakukan

apabila suatu negara hendak melakukan hubungan bilateral dengan negara lain yang

selanjutnya akan dikembangkan menjadi hubungan yang semakin erat. Salah satu bentuk

diplomasi yang saat ini sering digunakan oleh beberapa negara di dunia adalah diplomasi

publik. Diplomasi publik sendiri dimaknai sebagai suatu proses komunikasi pemerintah

terhadap publik mancanegara yang bertujuan untuk memberikan pemahaman atas negara,

sikap, institusi, budaya, kepentingan nasional, dan kebijakan -kebijakan yang diambil oleh

negaranya (Gouveia, 2006).

1
Oleh karena itu, diplomasi publik merupakan salah satu instrument dari soft power

diplomacy. Menurut Joseph Nye, soft power diplomacy merupakan cara suatu negara untuk

mencapai kepentingan negaranya dengan cara mempengaruhi negara lain tanpa menggunakan

unsur ancaman dan paksaan. Diplomasi publik dinilai lebih efektif dalam mencapai tujuan

dan kepentingan suatu negara karena dilakukan dengan cara damai, sehingga dapat dengan

mudah mempengaruhi negara lain serta dapat menjaga perdamaian kedua negara.

Indonesia menjadi salah satu negara yang aktif meningkatkan diplomasi publik

dengan cara menjalin kerjasama dengan negara lain, salah satunya di bidang industri kreatif.

Salah satu negara yang menjadi partner kerjasama Indonesia di bidang industri kreatif adalah

Korea Selatan. Bersama dengan Korea Selatan, Indonesia berupaya meningkatkan industri

kreatifnya yang juga bertujuan untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Hal ini merupakan

salah satu implementasi dari Indonesia-Korea Partnership Agreement.

Dalam perkembangan kerjasama tersebut, lembaga Badan Ekonomi Kreatif

(BEKRAF) Indonesia dan Kementerian Kebudayaan, Olah Raga, dan Pariwisata Korea

Selatan mulai melakukan kerjasama guna mengembangkan industri kreatif sejak tahun 2013.

Seperti yang kita ketahui, Korea Selatan merupakan salah satu negara yang menggunakan

industri kreatif sebagai politik luar negerinya yang diwujudkan melalui budaya Korean Wave

(Hallyu). Indonesia sendiri bisa dibilang merupakan salah satu negara yang memiliki potensi

untuk meningkatkan industri kreatif.

Kerjasama Indonesia dengan Korea Selatan dalam industri kreatif antara lain dengan

melakukan pertukaran, pendidikan, dan pelatihan di bidang teknologi dan produksi.

Kemudian, kedua negara juga saling bertukar informasi mengenai pembuatan kebijakan, serta

memberikan bantuan dan fasilitas untuk mengembangkan industri kreatif. Hal-hal tersebut

merupakan upaya untuk membangun hubungan yang kuat antar industri-kreatif di masing-

2
masing negara. Bentuk-bentuk kerjasama antara Indonesia dengan Korea Selatan pun

diterapkan dalam berbagai bidang industri kreatif seperti fashion, konten penyiaran televisi,

budaya kuliner, musik, seni pertunjukan, dan juga di bidang perfilman. Sebagai tanda

dimulainya kerjasama Indonesia dengan Korea Selatan di bidang industri kreatif, maka kedua

negara menandatangani kesepakatan Pembaharuan Nota Kesepahaman atau Memorandum of

Understanding (MoU) pada 16 Mei 2016.

Di bidang perfilman, hasil dari kerjasama Indonesia dengan Korea Selatan membawa

dampak yang baik bagi perfilman Indonesia saat ini, ditandai dengan meningkatnya jumlah

penikmat film Indonesia dari tahun ke tahun, serta banyaknya film Indonesia yang

berpartisipasi dalam ajang perfilman berskala regional maupun internasional. Sejak tahun

2009, Indonesia sudah mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam ajang Busan

International Film Festival di Korea Selatan dengan membawa serta film yang berjudul

Laskar Pelangi dan film pendek yang berjudul A Silent Wait berpartisipasi dalam ajang

festival film tersebut. Tahun-tahun berikutnya, Indonesia tak hanya berpartisipasi namun juga

mendapat beberapa penghargaan melalui ajang tersebut.

Busan Internasional Film Festival (BIFF) sendiri merupakan festival film

internasional pertama di Korea Selatan. Diselenggarakan pertama kali pada tahun 1996 di

Busan, festival ini bertujuan untuk memperkenalkan film-film dan sutradara baru yang

berasal dari Asia untuk mengembangkan dan mempromosikan film-film karya mereka.

Dengan lebih dari 300 film dari 70 negara, termasuk 89 pemutaran film perdana di dunia,

BIFF menjadi festival film internasional terbesar di Asia (Junotane, 2011).

Setelah resmi menjalin kerjasama dengan Korea Selatan di bidang industri kreatif

yang ditandai dengan penandatanganan MoU di tahun 2016, Indonesia kembali mendapat

kesempatan untuk menampilkan film-film produksinya di BIFF ke-21 tahun 2016. Selama

3
tujuh hari, enam film Indonesia antara lain Nyai : A Woman From Java, Istirahatlah Kata-

Kata (Solo, Solitude), Tiga Dara (Three Sassy Sister), dan Athirah (Emma’), serta dua film

pendek berjudul Memoria dan On the Origin of Fear, diputar di bioskop-bioskop ternama di

Korea Selatan. Pada tahun sebelumnya, dua film Indonesia juga berhasil mendapat

kesempatan untuk diputar dalam ajang BIFF. Dua film tersebut yakni A Copy of My Mind

karya Joko Anwar serta Chaotic Love Poems karya Garin Nugroho. Tak hanya itu, film A

Copy of My Mind juga berhasil memenangi CJ Entertainment Award 2014 di Korea Selatan

(Afrisia, 2015).

Dalam penyelanggaraan BIFF terbaru yang ke-26 yang dilangsungkan pada 6-15

Oktober 2021 di Korea Selatan, Indonesia kembali berpartisipasi dengan membawa serta

empat film yang akan menjadi perwakilan di ajang bergengsi tersebut. Empat film tersebut

berjudul Penyalin Cahaya, Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas, Yuni. serta Laut

Memanggilku. Tak hanya itu, produser film asal Indonesia juga mendapat penghargaan serta

film Indonesia yang berjudul Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak berhasil masuk ke

jajaran Wonder Women Movies.

Keberhasilan partisipasi Indonesia dalam ajang Busan International Film Festival

(BIFF) merupakan salah bentuk prestasi perfilman Indonesia. Partisipasi Indonesia dalam

BIFF dianggap dapat membantu para pegiat film Indonesia untuk meningkatkan kualitas

produksi perfilmannya sekaligus mempromosikan kebudayaan Indonesia di kancah

internasional melalui film. Promosi kebudayaan melalui kerjasama industri kreatif perfilman

ini merupakan salah satu bentuk diplomasi publik yang dilancarkan Indonesia di Korea

Selatan, sehingga nantinya Indonesia dapat meningkatkan hubungan kerjasama dengan Korea

Selatan dalam aspek yang lainnya, seperti ekonomi, politik, dan sebagainya.

4
4.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, yang telah dipaparkan di awal penelitian ini, maka

rumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut: “Bagaimana upaya diplomasi

publik Indonesia di bidang industri kreatif perfilman melalui partisipasinya dalam

ajang Busan International Film Festival?”

4.3 Kerangka Dasar Pemikiran

Kerangka pemikiran bertujuan untuk membantu penulis dalam menentukan tujuan

dan arah penulisan serta pemilihan konsep dalam penyusunan hipotesa yang nantinya akan

digunakan untuk menjawab dan menjelaskan permasalahan di atas. Kerangka pemikiran yang

digunakan oleh penulis antara lain adalah sebagai berikut :

A. Diplomasi Publik

Diplomasi publik didefinisikan sebagai upaya mencapai kepentingan nasional suatu

negara melalui understanding, informing, and influencing foreign audiences. Dengan kata

lain, jika proses diplomasi secara tradisional dikembangkan melalui mekanisme government

to government relations (pemerintah ke pemerintah), maka proses diplomasi publik lebih

ditekankan pada government to people (pemerintah ke masyarakat) atau bahkan people to

people relations (masyarakat ke masyarakat). Tujuannya, agar masyarakat internasional

mempunyai persepsi baik tentang suatu negara, sebagai landasan sosial bagi hubungan dan

pencapaian kepentingan yang lebih luas.

Menurut Jay Wang (2006), diplomasi publik merupakan suatu usaha untuk

mempertinggi mutu komunikasi antara negara dengan masyarakat. Dampak yang ditimbulkan

meliputi bidang politik, ekonomi, sosial, dan dalam pelaksanaannya tidak lagi dikuasai atau

dimonopoli oleh pemerintah (Wang, 2006). Sementara itu, Jan Mellisen (2006)

5
mendefinisikan diplomasi publik sebagai usaha untuk mempengaruhi orang atau organisasi

lain di luar negaranya dengan cara positif sehingga mengubah cara pandang orang tersebut

terhadap suatu negara (Mellisen, 2006). Berdasarkan semua definisi itu, dapat dikatakan

bahwa diplomasi publik berfungsi untuk mempromosikan kepentingan nasional melalui

pemahaman, menginformasikan, dan mempengaruhi publik di luar negeri.

Dalam diplomasi publik, perlu dipahami bahwa proses diplomasinya tidak hanya di

luar negeri tapi juga di dalam negeri. Permasalahan diplomasi publik tidak hanya tantangan

terhadap kebijakan luar negeri, tetapi juga merupakan tantangan nasional. Esensi dari

diplomasi publik adalah `membuat orang lain berada di pihak anda`, sedangkan permasalahan

dalam diplomasi publik adalah bagaimana mempengaruhi opini dan perilaku orang lain.

Dalam hal ini, yang dimaksud orang bukan hanya pemangku kebijakan, tetapi juga khalayak

atau publik (Potter, 2006).

B. Diplomasi Kebudayaan

Secara umum diplomasi kebudayaan merupakan usaha suatu negara dalam upaya

memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui dimensi kebudayaan. Diplomasi

kebudayaan merupakan interaksi yang dapat dilakukan oleh beberapa aktor diplomasi, oleh

karena itu pola hubungan diplomasi kebudayaan antar bangsa bisa terjadi antara pemerintah

dengan pemerintah, pemerintah dengan instansi swasta, instansi swasta dengan instansi

swasta, individu dengan individu, instansi pemerintahan dengan individu, dan seterusnya.

Diplomasi kebudyaan sendiri merupakan penggabungan dari dua istilah dengan arti

yang berbeda, yakni kata “diplomasi” dengan “kebudayaan”. Kata pertama adalah diplomasi,

yang berarti usaha suatu negara atau bangsa untuk memperjuangkan kepentingan nasional di

kalangan masyarakat internasional. Kata kedua adalah kebudayaan, yang diartikan secara

umum sebagai hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya

6
yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum adat istiadat,

kebiasaan, serta keahlian ataupun ciri khas lainnya yang diperoleh individu sebagai anggota

dalam suatu masyarakat.

Diplomasi kebudayaan bertujuan untuk memenuhi kepentingan bangsa dalam

memahami dan mempengaruhi bangsa lain melalui instrumen kebudayaan. Diplomasi

kebudayaan dapat dilakukan melalui dimensi kebudayaan, yaitu dimensi mikro yang meliputi

pengunaan media kebudayaan seperti ekshibisi, kompetisi, pertukaran ahli, pendidikan, olah

raga, dan yang lainnya, sedangkan dimensi makro yang meliputi penggunaan media

propaganda, hegemoni kebudayaan, dan lain sebagainya. Aktor atau pelaku diplomasi

kebudayaan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, namun juga bisa dilakukan oleh

aktor non-pemerintah, individual, bahkan kolektif dalam setiap warga negara. Oleh karena

itu, pola hubungan diplomasi kebudayaan antar bangsa bisa dilakukan oleh siapa saja dan

dimana saja tanpa membatasi aktor-aktor yang melakukan upaya diplomasi tersebut.

Diplomasi kebudayaan di Indonesia mulai dianggap populer di awal tahun 1990an,

diplomasi kebudayaan tersebut dirintis dan dikembangkan oleh menteri luar negeri Prof. Dr.

Mochtar Kusuma Atmadja yang merupakan penggagas konsep wawasan nusantara. Melalui

diplomasi kebudayaan ini, diharapkan bisa memunculkan citra Indonesia dan mendapatkan

pengakuan dari negara tetangga bahwa negara Indonesia merupakan bangsa yang

berkepribadian luhur dan berkebudayaan tinggi.

C. Kerjasama Internasional

Untuk mencapai tujuan dan kepentingan suatu negara, diperlukan kerjasama antara

pihak-pihak yang terlibat. Dalam Hubungan Internasional, kerjasama antar negara disebut

sebagai Kerjasama Internasional. Kerjasama internasional akan mempertemukan berbagai

macam kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi di

7
dalam negerinya sendiri. Adapun menurut Koesnadi Kartasasmita dalam bukunya Organisasi

Internasional, pengertian kerjasama internasional yakni kerjasama yang terjadi karena adanya

nation understanding dimana kedua negara mempunyai arah dan tujuan yang sama,

keinginan didukung oleh kondisi internasional yang saling membutuhkan. Kerjasama ini

didasari oleh kepentingan-kepentingan bersama diantara negar-negara, namun kepentingan

tersebut tidak identik (Kartasasmita, 1983).

Isu utama dari kerjasama internasional yaitu berdasarkan pada sejauhmana

keuntungan bersama yang diperoleh melalui kerjasama dapat mendukung konsepsi dari

kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif (Dougherty & Pfaltze, 1986). Dengan

kata lain, kerjasama internasional dapat terbentuk karena kehidupan internasional meliputi

berbagai bidang, seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial, lingkungan hidup, kebudayaan,

pertahanan, dan keamanan. Hal tersebut memunculkan kepentingan yang beraneka ragam

sehingga mengakibatkan berbagai masalah sosial. Untuk mengatasi isu-isu tersebut maka

negara akan membentuk suatu kerjasama internasional (Perwita A. A., 2005).

Kerjasama Internasional dibagi dalam tiga bentuk yakni kerjasama bilateral,

multilateral, dan regional. Kerjasama Indonesia dengan Korea Selatan termasuk ke dalam

kerjasama bilateral karena kerjasama tersebut dilakukan oleh dua negara. Kerjasama bilateral

pada lazimnya dapat dilaksanakan antara Indonesia dengan suatu negara yang memiliki

hubungan diplomatik dengan Indonesia. Kerjasama juga dapat dilakukan apabila kedua

negara telah menandatangani persetujuan atau agreement yang akan menjadi dasar atas

semua bentuk kerjasama yang akan dilakukan.

Hasil dalam kerjasama internasional tersebut kemudian akan disepakati bersama oleh

kedua belah pihak yang dituangkan dalam Nota Kesepahaman atau MoU (Memorandum of

Understanding). Terbentuknya MoU antar Indonesia dengan negara lain ini menandakan

8
adanya perjanjian internasional antara kedua belah pihak. Menurut Prof. Dr. Mochtar

Kusumaatmadja, perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antarbangsa yang

bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat hukum tertentu, yang berkaitan dengan

kepentingan nasional (Kusumaatmadja & Agoes, 2003).

D. Kepentingan Nasional

Hubungan Internasional merupakan ilmu yang berkaitan erat dengan kepentingan

nasional. Suatu negara akan menjalin hubungan dengan negara lain dengan tujuan untuk

memperoleh kepentingan nasionalnya. Kepentingan nasional inilah yang menjadi suatu

tujuan fundamental dan faktor penentu yang akan mengarahkan para pembuat keputusan dari

suatu negara dalam merumuskan kebijakan luar negerinya. Dalam hal ini, kepentingan

nasional suatu negara ialah hasil yang dibuat oleh para pengambil kebijakan sehingga

kepentingan nasional suatu negara dapat berbeda atau bahkan bertentangan antara satu

dengan yang lain (Perwita & Yani, 2005).

Menurut Hans J. Morgenthau, konsep kepentingan nasional terdiri dari tiga jenis.

Pertama yakni perlindungan terhadap identitas fisik, dalam arti mampu mempertahankan

integritas teritorialnya. Kedua adalah perlindungan terhadap identitas politik, dalam arti

mampu mempertahankan rezim ekonomi dan politiknya. Terakhir adalah perlindungan

terhadap kultur, dalam arti mampu mempertahankan linguistik dan sejarahnya. Maka dari itu,

kepentingan nasional dapat diartikan sebagai sesuatu yang menguntungkan bagi suatu bangsa

di suatu negara (Perwita & Yani, 2005).

Dalam kepentingan nasional, terdapat dua perbedaan mendasar yakni kepentingan

nasional yang bersifat vital (esensial) dan kepentingan nasional yang bersifat non-vital

(sekunder). Kepentingan nasional bersifat vital merupakan kepentingan yang digunakan pada

saat suatu negara mengalami keadaan darurat sehingga harus segera diputuskan. Sementara

9
itu, kepentingan nasional bersifat non-vital merupakan kepentingan yang digunakan karena

prosesnya berlangsung lama namun hasil dan fungsinya dapat dirasakan dalam jangka

panjang (Jemadu, 2008).

Berdasarkan yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kepentingan

nasional merupakan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, dalam hal ini adalah keamanan

(security) yang mencakup kelangsungan hidup rakyatnya dan kebutuhan wilayahnya, serta

kesejahteraan (prosperity). Kedua tujuan inilah yang menjadi dasar bagi pembuat keputusan

untuk merumuskan dan menetapkan kepentingan nasional (Rudy, 2002).

Dalam merumuskan kepentingan nasional, hal yang perlu dipertimbangkan adalah

kapabilitas negara tersebut dalam kekuasaan. Kekuasaan (power) memainkan peranan

penting dalam menjalankan strategi-strategi terhadap pencapaian kepentingan nasional.

Kemampuan suatu negara, baik kemampuan dalam menjalin hubungan domestik maupun

kemampuannya dalam menjalin hubungan dengan negara lain akan membentuk sebuah

kekuasaan. Akan tetapi, kapabilitas ini merupakan definisi kekuatan yang bersifat statis

apabila tidak adanya interaksi antar negara sehingga perlunya interaksi antar negara untuk

memperoleh definisi kekuasaan yang bersifat dinamis.

Kapabilitas negara dapat diukur dengan melihat ketahanan nasional dan kekuatan

nasionalnya. Ketahanan nasional merupakan ketahanan negara secara menyeluruh yang

mencakup ketahanan ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan-keamanan.

Ketahanan nasional dilandasi oleh kesatuan dan integrasi yang bersifat dinamis untuk

mengatasi tantangan yang dihadapi dan menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan

bangsa dan negara (Rudy, 2002).

10
4.4 Hipotesa

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan dan disertai dengan kerangka

konseptual yang ada, didapatkan anggapan dasar atau hipotesa sebagai berikut :

1. Kerjasama bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan di bidang industri kreatif

perfilman telah diimplementasikan dengan keikutsertaan Indonesia di ajang Busan

International Film Festival (BIFF) yang merupakan festival film internasional terbesar

dan paling signifikan di Asia.

2. Partisipasi Indonesia di Busan International Film Festival merupakan bentuk diplomasi

publik Indonesia yang bertujuan untuk mengembangkan industri perfilman Indonesia,

salah satunya memperluas pasar perfilman Indonesia ke dunia internasional.

4.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa

tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Mengetahui perkembangan industri kreatif Indonesia

2) Mengetahui kerjasama bilateral Indonesia dengan Korea Selatan di bidang industri

kreatif perfilman

3) Mengetahui pengaruh film sebagai alat diplomasi publik oleh Indonesia ke Korea

Selatan melalui Busan International Film Festival (BIFF)

4.6 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dijelaskan di atas, maka hasil penelitian ini

diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis dan praktis.

11
1) Secara teoritis, hasil yang didapat dari penelitian ini diharapkan akan mampu digunakan

untuk pengembangan keilmuan mengenai diplomasi, khususnya mata kuliah Diplomasi

Kebudayaan.

2) Secara praktis, hasil kajian ini dapat dipergunakan oleh masyarakat umum, peneliti,

akademisi, dan pemerintah, sebagai bahan penelitian lebih lanjut terhadap hubungan

bilateral Indonesia dengan negara lain, khususnya Korea Selatan, yang saat ini sedang

menjadi.perhatian.

4.7 Jangkauan Penelitian

Untuk mempermudah penulisan, penulis akan membatasi ruang lingkup kajian agar

penulis tidak menyimpang dari tema atau tujuan yang diinginkan. Fokus utama dari penulisan

ini adalah untuk mengetahui bagaimana Indonesia melakukan diplomasi publik ke Korea

Selatan dengan berpartisipasi dalam ajang perfilman Busan International Film Festival, serta

pengaruhnya terhadap kerjasama industri ekonomi kreatif Indonesia-Korea Selatan yang

sudah dimulai sejak tahun 2016 hingga sekarang.

4.8 Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian guna mencapai

tujuan penelitian yakni untuk memberikan paparan secara menyeluruh mengenai upaya

diplomasi publik Indonesia ke Korea Selatan menggunakan sarana film. Penelitian dalam

skripsi ini bersifat deskriptif analitis, yakni penelitian yang dilakukan guna mengungkapkan

suatu fenomena yang terjadi di suatu negara dengan data-data yang diperoleh.

Untuk itu, penulis melengkapi data dengan menggunakan teknik pengumpulan data

berupa studi dokumen atau kepustakaan yang dilakukan dengan cara menghimpun data-data

12
sekunder yang dalam hal ini diwakili oleh informasi-informasi dan literatur-literatur yang

relevan seperti buku, jurnal, artikel, data-data dari media cetak maupun elektronik, dan data-

data lainnya yang berhubungan dengan objek penulisan

4.9 Sistematika Penulisan

Dalam memudahkan pemahaman dalam penulisan ini, penulisan skripsi ini disusun

dalam lima bab dimana masing-masing terdiri dari beberapa sub-bab yang saling

berhubungan, dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi ulasan pemahaman yang menerangkan penjelasan-penjelasan mengenai

subjek-subjek penelitian yang dibagi dalam beberapa sub-bab yakni latar belakang masalah,

rumusan masalah, kerangka dasar pemikiran, hipotesa, tujuan penulisan, metode penelitian,

jangkauan penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : PERKEMBANGAN DIPLOMASI PUBLIK INDONESIA

Bab ini berisi tentang perkembangan diplomasi publik Indonesia, dimulai dari latar

belakang diplomasi publik Indonesia hingga perkembangan diplomasi publik Indonesia sejak

tahun hingga sekarang. Selain itu, bab ini juga akan membahas strategi yang dilakukan

Indonesia dalam melaksanakan diplomasi publiknya ke negara lain.

Bab III : DINAMIKA PERKEMBANGAN KERJASAMA INDONESIA DI BIDANG

INDUSTRI KREATIF PERFILMAN

Bab ini menjelaskan mengenai kerjasama bilateral yang dilakukan Indonesia dalam

meningkatkan industri kreatif, khususnya di bidang perfilman. Bab ini akan meliputi latar

belakang perkembangan industri kreatif Indonesia serta perkembangan kerjasama Indonesia

dengan negara lain di bidang industri kreatif perfilman.

13
Bab IV : KERJASAMA INDONESIA DAN KOREA SELATAN DI INDUSTRI

PERFILMAN MELALUI BUSAN INTERNATIONAL FILM FESTIVAL

Bab ini menjelaskan kerjasama bilateral yang dilakukan Indonesia dengan Korea

Selatan dalam meningkatkan industri kreatif Indonesia, khususnya di bidang perfilman. Bab

ini akan meliputi latar belakang penyelenggaraan Busan International Film Festival,

kemudian perkembangan kerjasama industri kreatif perfilman Indonesia-Korea Selatan sejak

tahun 2016 hingga sekarang.

Bab V : PENUTUP

Bab ini membahas tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis yang telah

dijelaskan pada bab sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bagian ini berisi daftar referensi dan kepustakaan yang digunakan sebagai penunjang

penyusunan skripsi ini.

14
BAB 2
PERKEMBANGAN DIPLOMASI PUBLIK INDONESIA

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai perkembangan diplomasi publik pemerintah

Indonesia secara umum, dimulai dari latar belakang diplomasi publik Indonesia secara umum

pasca Indonesia mereka hingga saat ini. Berikutnya akan dijelaskan mengenai perkembangan

diplomasi publik Indonesia, mulai dari strategi diplomasi publik Indonesia beserta degan

bentuk-bentuk diplomasi publik Indonesia

2.1 Latar Belakang Diplomasi Publik Indonesia

Diplomasi publik di Indonesia sesbagai sebuah studi dan institusi dapat dikategorikan

sebagai hal yang baru, meskipun dalam prakteknya bukanlah hal yang sama sekali baru,

Upaya-upaya untuk menjalan hubungan baik antara Indonesia dengan negara lain sudah

dimulai bahkan semenjak negara Indonesia baru saja merdeka di tahun 1945. Meski

demikian, diplomasi publik baru terbentuk secara resmi di Indonesia pada tahun 2002. Belum

banyak akademisi yang melakukan riset terhadap diplomais publik Indonesia baik secara

konseptual maupun secara praktis.

Selain mendirikan institusi diplomasi publik, pemerintah Indonesia juga dengan

sengaja melabeli diplomasi publiknya dnegan frasa moderat, demokratis, dan progresif.

Pemberian label ini dilakukan karena situasi internasional yang terjadi pada saat itu. Guna

memahami tujuan dan aktifitas dalam diplomasi publik Indonesia, bab ini akan mengulas

latar belakang terbentuknya diplomasi Indonesia, tujuan, dan aktifitas yang dilakukannya.

Diplomasi publik Indonesia secara konseptual sepertinya masih berada dalam proses

di mana masih terdapat sebuah gap atau jarak dalam tujuan diplomasi publik dengan aktifitas

15
yang dilakukannya. Demikian pula dengan strategi yang dipilihnya masih mengacu pada isu

tertentu yang kemudian ketika isu tersebut tidak lagi menjadi pembahasan utama, maka

diplomasi publik Indonesia cenderung terlihat stagnan. Relationship building justru

diletakkan bukan sebagai bagian utama dari diplomasi publik melainkan sebgaai bagian dari

pembentukan citra Indonesia yang moderat, demokratis, dan progresif.

Diplomasi Publik mulai didirikan sebagai bagian dari Direktorat dalam Kementrian

Luar Negeri Indonesia pada tahun 2002. Pembentukan Direktorat Diplomasi Publik ini

merupakan salah satu upaya dari Menteri Luar Negeri saat itu, Hassan Wirajuda, untuk

meningkatkan kinerja Kementrian Luar Negeri Indonesia. Dengan didukung Dekrit Presiden

119/2001 mengenai Struktur Baru Departemen Luar Negeri, Hassan Wirayuda

menyelenggarakan suatu kebijakan yang disebut “Proses Benah Diri”1.

Kebijakan Benah Diri ini berfokus pada tiga aspek utama yaitu : (1) restrukturisasi

organisasi departemen, (2) restrukturisasi Perwakilan RI di luar negeri, serta (3) pembenahan

profesi diplomat. Dari tiga aspek tersebut, dapat dilihat ada perubahan penting yang ingin

dicapai dalam kerangka Reformasi Birokrasi Kementerian Luar Negeri yaitu Restrukturisasi

Organisasi. Hal ini kemudian diselenggarakan melalui Kepmenlu No. 053/2002 yang

disempurnakan melalui Peraturan Menlu no. 02/2005 mengenai Organisasi dan Tata Kerja

Departemen Luar Negeri.

Perubahan besar dari proses restrukturisasi organisasi tersebut adalah sebagai

penyeimbangan isu bilateral, regional, dan internasional dengan mengubah pendekatan

sectoral menjadi integrative. Dalam hal ini dilakukan tiga pengelompokan bidang kerja.

Pertama adalah bidang kerja operasional yang terdiri dari Ditjen Asia Pasifik dan Afrika,
1
Pada tahun 2001, Kementerian Luar Negeri mencanangkan “Benah Diri” untuk mewujudkan prinsip
pemerintahan yang baik dan meningkatkan pelayanan kapada masyarakat melalui Perpres No. 05 Tahun 2004.
Program Benah Diri dilakukan melalui prinsip “3 tertib dan 1 aman” yakni tertib waktu, tertib administrasi,
tertib fisik, dan aman personel-informasi-lingkungan kerja, sehingga dapat tercapainya sumber daya manusia
yang kompeten dan professional untuk mendukung tujuan organisasi

16
Ditjen Amerika dan Eropa, serta Ditjen Multilateral. Kedua adalah bidang kerja fungsional

yang terdiri dari Ditjen Informasi dan Diplomasi Publik, Ditjen Hukum dan Perjanjian

Internasional, serta Ditjen Protokol dan Konsuler. Bidang kerja yang ketiga adalah

pendukung atau administrasi yang terdiri dari Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, dan

Badan Pengembangan dan Pengkajian Kebijakan Publik 2. Reformasi yang menghasilkan

institusi Diplomasi Publik ini mendapat apresiasi positif karena dianggap sebagai kemajuan

yang cukup berarti bagi kebijakan luar negeri meskipun masih harus dikaji lagi

pelaksanaannya di masa depan3.

Direktorat Jenderal
Informasi dan Diplomasi
Publik

Sekretariat Direktorat Jenderal


Informasi dan Diplomasi
Publik

Direktorat Informasi Direktorat Direktorat Keamanan Direktorat Kerjasama


dan Media Diplomasi Publik Diplomatik Teknik

Gambar 8.1 Direktorat Jenderal Informai dan Diplomasi Publik Republik Indonesia

Merujuk pada upaya reformatif Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam merombak

struktur institusinya termasuk menempatkan Direktorat Diplomasi Publik di dalamnya,

Hassan Wirajuda juga mencanangkan Diplomasi Total yang merupakan bentuk diplomasi

2
Biro Perencanaan dan Organisasi Sekretariat Jenderal Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. 2013.
Reformasi Birokrasi Kementerian Luar Negeri. Hasil-Hasil yang ingin Dicapai. Babak Baru Sebuah Perubahan
Menuju Kementerian Luar Negeri yang Lebih Baik.
3
Biro Perencanaan dan Organisasi Sekretariat Jenderal Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. 2009.
“Dewi Fortuna Puji Kebijakan Diplomasi Publik Deplu”. Tabloid Diplomasi

17
yang melibatkan semua komponen bangsa dalam suatu sinergi dan memandang substansi

permasalahan secara integratif. Diplomasi tersebut dilakukan antara pemerintah dengan

pemerintah, swasta dengan swasta, NGO dengan NGO, masyarakat dengan masyarakat dan

komponen bangsa lainnya ataupun kombinasinya.

Dari penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwa dengan aktor non-negara semakin diakui

dalam diplomasi publik. Hal ini merupakan salah satu dampak dari pesatnya teknologi

komunikasi, transportasi dan informasi, serta globalisasi. Dengan semakin mengemukanya

aktor non-negara dalam diplomasi, maka setiap individu menjadi aspek yang penting dalam

upaya penyelenggaraan hubungan baik antarnegara.

Pelibatan publik ini juga merupakan pengakuan atas semakin mengaburnya wilayah

internasional dan domestik, yang disebut dengan isu “intermestik” (Kementerian Luar Negeri

Republik Indonesia, 2010). Hal ini menjadi bagian dari tugas Direktorat Jenderal Informasi

Publik RI untuk memberikan informasi yang lebih baik kepada publik baik publik di luar

negara maupun di dalam negara. Ini dapat terlihat dalam pasal 618 dimana Direktorat

Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Indonesia menyelenggarakan beberapa fungsi,

yakni sebagai berikut :

1) Persiapan perumusan kebijakan Kementerian Luar Negeri di bidang informasi dan

diplomasi publik.

2) Pelaksanaan kebijakan di bidang informasi dan diplomasi publik.

3) Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang informasi dan

diplomasi publik.

4) Pemberian bimbingan teknik dan evaluasi.

5) Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.

18
Direktorat Diplomasi Publik memiliki tugas untuk melaksanakan sebagian besar tugas

Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Republik Indonesia, yaitu untuk

mendapatkan dukungan publik di dalam dan di luar negeri terhadap pelaksanaan politik luar

negeri RI di bidang politik, keamanan, ekonomi, pembangunan, sosial, budaya, serta isu-isu

aktual, dan strategis. Merujuk pada pasal 699, Direktorat Diplomasi Publik

menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

1) Persiapan perumusan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang diplomasi publik

untuk mendapatkan dukungan publik di dalam dan di luar negeri terhadap

pelaksanaan politik luar negeri RI di bidang politik, keamanan, ekonomi,

pembangunan, sosial, budaya, serta isu-isu aktual dan strategis.

2) Koordinasi dan pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang diplomasi

publik untuk mendapatkan dukungan publik di dalam dan di luar negeri terhadap

pelaksanaan politik luar negeri RI di bidang politik, keamanan, ekonomi,

pembangunan, sosial, budaya, serta isu-isu aktual dan strategis.

3) Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang diplomasi

publik untuk mendapatkan dukungan publik di dalam dan di luar negeri terhadap

pelaksanaan politik luar negeri RI di bidang politik, keamanan, ekonomi,

pembangunan, sosial, budaya, serta isu-isu aktual dan strategis.

4) Pemberian bimbingan teknis, informasi, evaluasi dan pelaporan di bidang diplomasi

publik untuk mendapatkan dukungan publik di dalam dan di luar negeri terhadap

pelaksanaan politik luar negeri RI di bidang politik, keamanan, ekonomi,

pembangunan, sosial, budaya, serta isu-isu aktual dan strategis.

19
Adapun kegiatan yang diselenggarakan oleh Direktorat Diplomasi Publik berjalan

diikuti dengan penyematan citra Indonesia yang dicetuskan oleh Menteri Luar Negeri kala

itu, Hassan Wirajuda, yaitu citra Indonesia yang baru sebagai negara moderat, demokratis,

dan progresif4. Hal ini dilakukan dalam rangka menjembatani persepsi di luar negara dengan

apa yang terjadi di dalam negara (Hadi, 2009). Citra atau image bagi negara digambarkan

sebagai hal yang dapat menentukan perilaku seseorang terhadap sebuah tempat atau benda.

Menurut Anholt, untuk citra dapat digunakan untuk mendorong seseorang menerima keadaan

sebuah negara serta memahami kompleksitas yang ada di dalamnya (Anholt, 2011). Dengan

demikian, citra diharapkan mampu menjadi jembatan bagi hubungan antarnegara.

Sebagai sebuah intitusi yang masih baru, diplomasi publik Indonesia banyak

mengadopsi pengaruh struktur Internasional berupa wacana demokrasi dan terorisme atau

upaya counterterrisme, baik dalam arah diplomasi publiknya serta kegiatan yang

diselenggarakannya. Peran yang dijalankan Direktorat Diplomasi Publik dalam mendukung

politik luar negeri antara lain : (a) Pemberdayaan kaum moderat Indonesia, (b) Memajukan

people to people contact, (c) Diseminasi informasi mengenai politik luar negeri, (d)

Merangkul dan mempengaruhi publik dalam dan luar negeri, serta (e) Mengumpulkan saran

dan masukan bagi pelaksanaan politik luar negeri.

Sejalan dengan peran tersebut, pelaksanaan diplomasi publik Indonesia terutama

diarahkan untuk menampilkan wajah Indonesia yang baru yakni sebagai negara yang

moderat, demokratis, dan progresif, serta untuk membangun konstituen diplomasi dengan

bekerjasama, dilaksanakan dan merangkul semua pengaku kepentingan hubungan luar negeri

(Ma'mun, 2009). Hal ini didukung oleh pernyataan Umar Hadi yang mengklaim bahwa isu

4
Hassan Wirajuda, “Membangun Citra Indonesia Demokratis, Moderat dan Progresif : Konsolidasi Soft Power
dan Aset Politik Luar Negeri RI”, disampaikan dalam Pidato Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Dr.
Hassan Wirajuda pada Lokakarya Nasional Diplomasi Publik, 11 Desember 2007, http://www.indonesia-
ottawa.org/information/details/php?type=speech&id=111.

20
penting yang semestinya dipromosikan oleh pemerintah Indonesia melalui diplomasi publik

adalah demokratisasi dan wajah Indonesia yang moderat.

2.2 Strategi Diplomasi Publik Indonesia

Di dalam pelaksanaannya, bentuk-bentuk kegiatan diplomasi publik Indonesia

diarahkan pada kegiatan yang berupaya untuk menyampaikan pesan mengenai “siapa”

Indonesia. Salah satu upaya diplomasi publik yang dilakukan untuk memberikan infromasi

mengenai ‘wajah’ Indonesia, antara lain dengan pembuatan film Aceh Reborn : A Potret of

Recovery dan film “Politik Luar Negeri Bebas Aktif dari Masa ke Masa”.

Selain mengenalkan ‘wajah’ Indonesia melalui film, diplomasi publik juga

diupayakan dengan mengundang berbagai jurnalis dari luar negeri untuk datang dan meliput

Indonesia dalam Journalis Visit Program (JVP). Kegiatan ini telah dilaksanakan semenjak

tahun 2006 dan Kementerian Luar Negeri mengklaim bahwa telah ada 633 media asing yang

melakukan peliputan dan pembuatan film di berbagai daerah di Indonesia (Direktorat

Informasi dan Media, 2013). Sebaliknya, jurnalis di dalam negeri pun didorong untuk aktif

dalam diplomasi publik dengan memberitakan isu hubungan internasional dan politik luar

negeri Indonesia secara berimbang dan edukatif melalui penyelenggaraan AMA (Adam

Malik Award), yang baru dimulai pada tahun 2012.

Selain berupaya untuk mendekati publik di dalam dan luar negeri, diplomasi publik

Indonesia juga mengarah pada upaya untuk mencitrakan diri sebagai negara yang demokratis

melalui penyelenggaraan Bali Democracy Forum (BDF) yang diselenggarakan sejak tahun

2008. Kegiatan ini mendapat sambutan positif oleh dunia internasional, yang terlihat dari

peningkatan peserta dan observer yang mengikuti BDF. Pada awal dimulainya Bali

Democarcy Forum pada tahun 2008, hanya ada sekitar 28 negara yang menjadi peserta dan

21
observer. Namun pada tahun 2013, jumlah peserta dan observer dalam kegiatan BDF semain

meningkat menjadi 128 negara.

BDF sendiri diselenggarakan dengan tujuan untuk menghasilkan gagasan dan

pandangan mengenai penyelenggaraan demokrasi bukan di Indonesia tetapi juga di kawasan

Asia Pasifik. Lebih daripada itu, BDF merupakan upaya diplomasi yang cukup strategis

untuk menunjukkn wajah demokratik Indonesia. Hal ini juga didukung dengan pembentukan

Institute for Peace and Democracy sebagai implementing agency yang berkedudukan di

Kampus Jimbaran, Universitas Udayana Bali. Selain menghasilkan tulisan dan penelitian

dalam demokrasi, lembaga ini juga menyediakan diri untuk memberikan pelatihan teknis dan

juga kerjasama akademik lainnya.

Kegiatan penting lain dari diplomasi publik Indonesia dalam mewujudkan ‘wajah’

Indonesia yang pruralis dan moderat adalah penyelenggaraan Dialog Lintas Agama yang

diselenggarakan sejak tahun 2004. Kegiatan ini merupakan upaya pro aktif Indonesia dalam

melawan stereotip negatif mengenai Islam yang berkembang di barat di mana Islam

diidentikkan dengan aksi terorisme. Kegiatan dialog mengenai agama ini pernah dilakukan di

Yogyakarta, kemudian di Vatikan, Bali, Den Haag, Cebu, serta Waitangi di New Zealand

antara tahun 2004-2007. Kegiatan ini diikuti dengan kegiatan serupa dalam International

Conference of Islamic Scholar pada tahun 2004 dan 2006 di Jakarta serta Global Inter Media

Dialogue di Bali tahun 2006.

Postur Diplomasi Publik Indonesia nampak semakin membaik dari tahun ke tahun ke

tahun terlihat dari upayanya untuk membangun keterbukaan informasi mengenai kegiatan

diplomasi Indonesia melalui website http://www.deplu.go.id, pembuatan laporan tahun yang

dapat diakses oleh publik melalui internet serta memaksimalkan penggunaan media sosial

22
facebook dan twitter. Namun demikian, postur ini menunjukkan imitasi yang lekat dengan

struktur atau norma internasional yang meletakkan isu terorisme sebagai isu utama.

Pemilihan demokratisasi dan Islam moderat sebagai tujuan diplomasi publik

merupakan hasil dari kuatnya pengaruh norma dalam struktur internasional yang terjadi

karena interaksi praktis dan akademis. Aktor, dalam hal ini adalah Indonesia, terdorong untuk

melekatkan identitas atau kepentingan yang sejalan dengan norma internasional. Ada

beberapa kegiatan yang dilakukan oleh diplomasi publik RI terkait dengan upaya tersebut,

yakni dengan kegiatan domestic outreach. Menurut Kementerian Luar Negeri Direktorat

Informasi dan Media pada tahun 2013, kegiatan ini mengacu pada sosialisasi secara rutin

melalui kuliah umum mengenai arah kebijakan luar negeri Indonesia di berbagai universitas

di Indonesia. Hal ini merupakan upaya Kementerian Luar Negeri untuk melibatkan publik

dalam diplomasi publik (Sukma, 2011).

Beberapa program yang melibatkan publik dengan jalan menggalakkan people to

people contact diselenggarakan melalui beberapa kegiatan berikut :

1) Foreign Policy Breakfast

Foreign Policy Breakfast merupakan sarana diskusi kebijakan luar negeri dengan

tokoh-tokoh masyarakat, dalam suasana pagi yang segar dan tidak formal. Selain untuk

mengkomunikasikan arah dan kebijakan luar negeri, diskusi yang bebas, terbuka dan

konstruktif bertujuan untuk mendapatkan masukan. Kegiatan yang dimulai sejak tahun 2002

ini diselenggarakan beberapa kali dalam satu bulan.

23
2) Young Indonesia Ambassador / Duta Belia

Semenjak diluncurkan pada tahun 2003, hingga saat ini jumlah peserta Duta Belia

sudah mencapai 582 orang dan tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Para mantan peserta

Duta Belia ini merupakan konstituen Kementrian Luar Negeri yang dapat dimanfaatkan

untuk mendukung diseminasi kebijakan politik luar negeri Indonesia kepada masyarakat di

daerah. Tujuan diselenggarakannya Duta Belia ini adalah memberikan pengetahuan mengenai

praktik-praktik diplomasi Indonesia di luar negeri bagi anak-anak muda. Tema yang dibahas

selalu berganti menyesuaikan dengan isu yang sedang banyak dibicarakan. Dapat dikatakan

bahwa Duta Belia memiliki tugas untuk mempromosikan Indonesia baik di dalam maupun

luar negeri, serta bertugas untuk membantu Kemlu RI dalam pelaksanaan diplomasi, serta

membantu Pemerintah Daerah (Pemda) dalam melaksanakan tugas keprotokolan dalam

promosi citra Indonesia.

3) Outstanding Student for the World (OSTW)

Program OSTW merupakan program tahunan yang diselenggarakan oleh Kementerian

Luar Negeri RI yang bertujuan untuk memberikan wawasan yang lebih baik bagi anak-anak

bangsa terbaik. Beberapa siswa dan mahasiswa yang memiliki prestasi di bidangnya

diberikan kesempatan oleh Kementerian Luar Negeri untuk mengenal lebih baik dan belajar

mengeni negara lain dan mengenalkan Indonesia kepada warga dunia. Al Busyro Basnur

menjelaskan bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menunjukkan sumber daya manusia

Indonesia ke luar negeri dan juga memberikan kesempatan kepada anak-anak muda Indonesia

untuk melihat hal-hal positif dari negara-negara lain terutama negara maju.

24
4) Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (BSBI)

BSBI atau Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia atau The Indonesian Arts and

Culture Scholarship (IACS) mulai diselenggarakan pada tahun 2003 dan ditawarkan pertama

kali kepada negara-negara anggota South West Pacific Dialogue (SwPD) yaitu Australia,

New Zealand, Papua Nugini, Filipina, Timor Leste, serta Indonesia sendiri. Seiring

berjalannya waktu, program ini memberikan keleluasaan kepada negara lain untuk

berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, seperti negara-negara anggota ASEAN. Tujuan utama

dari kegiatan ini adalah untuk membangun pemahaman dan memperkuat hubungan antara

negara peserta, menggali kerjasama budaya dan berbagi keberagaman budaya, serta

membangun hubungan diplomatik melalui level people-to-people.

25
BAB 3
DINAMIKA PERKEMBANGAN KERJASAMA INDONESIA DI BIDANG
INDUSTRI KREATIF PERFILMAN

Bab ini akan menjelaskan mengenai perkembangan industri ekonomi kreatif di

Indonesia serta dinamika kerjasama Indonesia dengan Korea Selatan di bidang industri

kreatif khususnya di bidang perfilman. Dalam perkembangannya, Indonesia dengan Korea

Selatan sudah memulai kerjasama di bidang industri kreatif sejak tahun 2013 saat industri

kreatif Indonesia masih dibawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

4.1 Perkembangan Industri Ekonomi Kreatif Indonesia

Pembahasan mengenai Ekonomi Kreatif dan Industri Kreatif di Indonesia sudah

dimulai dan mengalami perkembangan sejak awal tahun 2006. Setelah beberapa tahun,

Ekonimi Kreatif dan Industri Kreatif semakin banyak dibicarakan baik oleh pemerintah,

maupun lembaga swasta lainnya. Terutama pemerintah, dimana mereka telah menaruh

perhatian terhadap perkembangan Industri dan Ekonomi Kreatif.

Salah satunya dengan membentuk sebuah lembaga baru non-kementrian yang

bernama Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo

pada tahun 2016 melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015

Tentang Badan Ekonomi Kreatif. BEKRAF memiliki tugas untuk membantu Presiden dalam

merumuskan, menetapkan, mengkoordinasikan, dan melakukan sinkronisasi kebijakan di

bidang ekonomi kreatif, serta berfungsi untuk memperkuat sektor ekonomi kreatif, termasuk

perlindungan bagi karya kreatif seniman Indonesia (Badan Ekonomi Kreatif RI).

26
Namun pada tahun 2019, Presiden Joko Widodo kembali meleburkan BEKRAF

dengan Kementerian Pariwisata melalui Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2019 tentang

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kemenparekraf RI berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada presiden untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang pariwisata, dan tugas pemerintahan di bidang ekonomi kreatif

sebagai tujuan pembangunan nasional. Tugas dan fungsi utama Kementerian Pariwisata dan

Ekonomi Kreatif adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pariwisata dan

ekonomi kreatif untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara

(Pangestu, 2014). Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi

Kreatif menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

1) Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif;

2) Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan teknis pengembangan sumber

daya, kelembagaan, destinasi, infrastruktur, industri, investasi, pemasaran, produk

wisata dan penyelenggaraan kegiatan, serta ekonomi digital dan produk kreatif di

bidang pariwisatadan ekonomi kreatif;

3) Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang pariwisata dan ekonomi

kreatif;

4) Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pariwisata dan ekonomi

kreatif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

5) Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

6) Penyusunan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional dan rencana induk

ekonomi kreatif;

7) Pengelolaan data dan informasi di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif;

27
8) Pembinaan, pemberian, dan pelaksanaan dukungan yang bersifat administrasi dan

substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian/Badan;

9) Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi

kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian/Badan;

10) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab

Kementerian/Badan; dan

11) Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian/Badan.

Sebelumnya, industri ekonomi kreatif Indonesia berada dibawah kewenangan

Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, Departemen Kebudayaan dan

Pariwisata, Departemen Komunikasi dan Informasi, dan Departemen Tenaga Kerja.

Dikarenakan istilah “industri” pada Industri Kreatif memiliki banyak interpretasi, maka

pemerintah membentuk Rencana Pembangunan Ekonomi Kreatif Indonesia pada tahun 2015

yang dirumuskan oleh Departemen Perdagangan RI. Berdasarkan dokumen rencana ini, dapat

diketahui bahwa ada pergeseran dari era pertanian ke era industrialisasi lalu ke era informasi

dan komunikasi serta globalisasi ekonomi.

Sebagai upaya untuk mengembangkan industri kreatifnya, Indonesia telah melakukan

berbagai kerjasama baik bilateral maupun regional. Belum lama ini, Indonesia bersama

dengan dua puluh anggota Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) mengikuti pertemuan

Special Virtual Meeting on Digital Digital Economy Steering Group (SVM – DESG) yang

membahas pemanfaatan teknologi digital dalam menangani COVID-19. Dalam pertemuan

yang dilaksanakan pada 26 Juni 2020 ini, Indonesia dan negara-negara yang tergabung dalam

APEC menekankan pentingnya perkembangan ekonomi digital dan industri kreatif sebagai

upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19.

28
Upaya yang hendak dilakukan oleh APEC dalam meningkatkan industri kreatif yakni

dengan mendorong kerjasama strategis jangka panjang. Rencana strategis ini tertuang dalam

APEC Internet and Digital Economy Roadmap (AIDER). Beberapa fokus AIDER yaitu kerja

sama untuk meningkatkan infrastruktur digital, inklusifitas Internet dan Ekonomi Digital,

serta transformasi bisnis tradisional agar memanfaatkan digital platform (Kementerian Luar

Negeri Republik Indonesia, 2020).

Selain kerjasama regional, Indonesia juga menjalin kerjasama bilateral untuk

meningkatkan industri kreatifnya, salah satunya dengan Korea Selatan. Indonesia dan Korea

Selatan menjalin kerjasama sebagai upaya untuk mengembangkan industri kreatif yang dapat

memacu pertumbuhan ekonomi kedua negara. Menurut Menteri Perindustrian Agus

Gumiwang Kartasasmita, implementasi Indonesia-Korea Comprehensive Economic

Partnership Agreement akan membuka peluang kerjasama di bidang industri kreatif. Apalagi

berdasarkan Bloomberg Innovation Index tahun 2014-2017, Korea Selatan berada di puncak

pertumbuhan sektor industri kreatif (IDN Financials, 2019).

4.2 Kerjasama Indonesia-Korea Selatan di bidang Industri Kreatif Perfilman

Dalam perkembangannya, Indonesia melalui lembaga Badan Ekonomi Kreatif

(BEKRAF) serta Korea Selatan melalui Korean Ministry of Culture, Sports and Tourism

(MCST) atau Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Korea Selatan telah

melakukan kerjasama dalam bentuk pengembangan industri kreatif sejak tahun 2013, dimana

saat itu industri kreatif Indonesia masih berada dibawah Kementerian Pariwisata dan

Ekonomi Kreatif.

Perkembangan budaya popular Korea Selatan yang secara langsung memberi dampak

positif bagi negara asalnya, membuat pemerintah Indonesia akhirnya melakukan kunjungan

29
ke Korea Selatan untuk mengamati serta mendiskusikan tentang industri kreatif dengan

Korea Selatan. Berdasarkan kunjungan tersebut, Kemendikbud menyimpulkan beberapa poin

penting dari strategi pemerintah Korea Selatan dalam mengembangkan industri kreatifnya,

antara lain :

1) Mengasah sumber daya manusia. Korea Selatan selalu melakukan penyegaran kepada

para seniman mereka dengan memberikan peluang untuk magang ke salah satu posay

seni di luar negeri.

2) Memberikan insentif kepada sejumlah industri kreatif, misalnya dengan subsidi atau

keringanan pajak

3) Memberikan fasilitas luas kepada komunitas seni untuk mengasah kemampuan

mereka.

4) Rajin melakukan diplomasi budaya dimana pemerintah Korea Selatan sangat rajin

memperkenalkan keunggulan budaya mereka di luar negeri.

Untuk memulai kerjasama di bidang industri kreatif, Indonesia dan Korea Selatan

menandatangani Pembaharuan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding

(MoU) pada 16 Mei 2016. Adapun bentuk kerjasama yang disepakati kedua negara antara

lain sebagai berikut :

1) Pertukaran, pendidikan, pelatihan, dan peningkatan kapasitas di bidang teknologi

produksi film, produksi konten penyiaran dan konten berbasis digital.

2) Pertukaran informasi mengenai riset pasar dan pembuatan kebijakan.

3) Berbagi pengalaman mengenai model pembangunan, pembiayaan ekonomi kreatif,

termasuk sumber pembiayaan dan investasi

4) Pemberian bantuan teknik dalam pengambangan seni pertunjukan musik, drama, dan

teknologi terkait bioskop.

30
5) Penyelenggaran pameran dan keikutsertaan dalam pasar untuk mempromosikan

kemitraan bisnis.

6) Memfasilitasi program-program produksi dan merek bersama untuk memproduksi dan

memasarkan produk-produk dan jasa kreatif.

7) Join Venture antara proyek-proyek industri kreatif di kedua negara.

8) Membangun hubungan yang kuat antar industri kreatif di masing-masing negara.

Bentuk-bentuk kerjasama tersebut akan diterapkan dalam bidang-bidang industri

kreatif, antara lain berupa periklanan, konten-konten penyiaran, kerajinan, budaya kuliner,

konten-konten yang berbasis digital, fashion atau mode, film dan animasi, seni, video game,

termasuk permainan konsol, permainan komputer, dan permainan ponsel, musik, seni

pertunjukan, penerbitan dan juga fotografi.

Di bidang industri perfilman, Korea Selatan sendiri telah mengalami pertumbuhan

sejak tahun 1990, sehingga membuatnya menjadi pasar box office terbesar ketujuh di dunia.

Sementara itu, film-film Indonesia mulai lebih banyak muncul dan tayang perdana di festival

film internasional. Dalam upaya meningkatkan industri perfilmannya layaknya Korea Selatan

Indonesia bekerjasama dengan Korea Selatan. Salah satu implementasi dari kerjasama

Indonesia-Korea Selatan di sektor perfilman antara lain adalah dengan penyelenggaran

festival film. Berikut adalah beberapa bentuk kerjasama yang dilakukan Indonesia dan Korea

Selatan di industri perfilman :

1) Korean-Indonesian Film Festival

Korean-Indonesian Film Festival ini resmi diadakan sejak tahun 2014. Festival film

ini pada mulanya hanya berupa Korean Film Festival, namun sejak tahun 2014 terjadi

perubahan dengan menambahkan film-film Indonesia yang ditayangkan dalam festival

31
tahunan film di Korea Selatan tersebut, Ajang ini juga menjadi bentuk perayaan hubungan

kerjasama Indonesia dan Korea Selatan (Fitriah, 2014).

2) Korea-Indonesia Cinema Global Networking

Korea-Indonesia Cinema Global Networking menjadi salah satu implementasi dari

Memorandum of Understanding (MoU) antara Indonesia dan Korea Selatan dalam bidang

indutri perfilman, pasca penandatanganan perpanjangan perjanjian kerjasama bilateral antara

BEKRAF dengan Kementerian Kebudayaan, Olah Raga, dan Pariwisata Korea Selatan di

bidang industri ekonomi kreatif pada bulan Mei 2016. Indonesia-Korea Cinema Global

Networking merupakan hasil kerjasama dari BEKRAF (Badan Ekonomi Kreatif) dan KOFIC

(Korean Film Council).

Pada 10 Agustus 2016, Indonesia dan Korea Selatan menyelenggarakan Korea-

Indonesia Cinema Global Networking yang pertama. Penyelenggaraan ini bertujuan untuk

menjadi sebuah wadah yang akan menyediakan ruang bagi perusahaan film Korea Selatan

dan Indonesia untuk saling bertemu dan bekerjasama dalam produksi bersama. Dalam

pertemuan ini, diharapkan adanya transfer ilmu dan teknologi yang bermanfaat bagi

perkembangan industri kedua negara.

Serangkaian program dan acara akan diselenggarakan dalam rangka mempererat

hubungan pekerja film Indonesia dan Korea. Terdapat lima belas perusahaan film dari Korea

datang bertemu dengan lebih dari dua puluh perusahaan film Indonesia. Perusahaan film

Korea Selatan yang datang sudah termasuk dua perusahaan film ternama CJ E&M dan

Showbox yang dikenal lewat karya-karya mereka yang menembus rekor box-office seperti

Roaring Currents, Ode to My Father, dan The Thieves. Selain itu, hadir juga perusahaan yang

bergerak dalam bidang visual effect seperti Digital Idea yang filmografinya mencakup film

War of The Arrows dan Train to Busan.

32
Acara yang berlangsung selama tiga hari tersebut terdiri dari seminar tentang industri

film Korea dan Indonesia, integrated box office system di Korea Selatan, serta studi kasus

produksi bersama berdasarkam pengalaman Korea dan Indonesia. Kemudian, akan ada

presentasi yang disampaikan oleh enam perusahaan Korea dan enam perusahaan Indonesia

yang terlibat dalam produksi film, animasi dan visual effects. Terakhir, acara ini juga akan

melakukan meeting antara perusahaan perfilman Korea denga Indonesia. Tak hanya itu saja,

Acara ini juga membahas perihal UU No. 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman mengenai

distribusi, registrasi, lisensi, prioritas, dan perlindungan pembuat film serta pengarsipan film

yang ada di Indonesia.

Kepala Divisi Strategi Masa Depan KOFIC, Lee Sang Seok, mengatakan bahwa ia

mengharapkan acara tersebut agar dapat menghasilkan film produksi bersama Korea-

Indonesia yang pertama,. Kolaborasi tersebut tak hanya untuk produksi film, tetapi juga dapat

sebagai sarana berbagi pengetahuan tentang kemajuan teknologi serta animasi dan CGI.

Fauzan Zidni, produser di Cinesurya Pictures, menambahkan bahwa produksi film bersama

merupakan langkah yang baik dalam mengembangkan industri film lokal.

Memang benar bahwa memproduksi film bersama dengan negara lain bisa sangat

mahal dan kompleks karena ada kesulitan komunikasi yang tak terbayangkan, terutama

dengan negara-negara yang jauh seperti AS dengan perbedaan waktu yang sangat besar dan

kebutuhan untuk menerjemahkan hampir setiap bentuk dan bentuk materi film antara

produsen. Namun, dampaknya terhadap industri film sangat besar dalam jangka panjang,

termasuk akses ke pasar yang lebih besar dan baru, sumber keuangan dari negara lain, lokasi

syuting internasional, serta kesempatan untuk saling belajar.

BEKRAF sebagai badan promosi ekonomi kreatif di Indonesia menjelaskan perihal

situasi industri film di Indonesia. Salah satunya tentang perkembangan terbaru Peraturan

33
Presiden No. 44 Tahun 2014 mengenai dihapusnya industri perfilman dari Daftar Negatif

Investasi, yang berarti bahwa terbukanya peluang para investor asing untuk berinvestasi

dalam industri perfilman Indonesia. BEKRAF juga menjelaskan bahwa Indonesia masih

memburuhkan sekitar 9.000-15.000 layar bioskop untuk seluruh populasi Indonesia

3) Korean Academy of Film Arts (KAFA) dan Indonesia Workshop

Kerjasama antara Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) dengan Producer Guild

of Korea (PGK) resmi dilakukan untuk memajukan industri film Indonesia. Perjanjian

Aprofi-PGK menjadi jembatan yang akan mempermudah berbagai peluang kerjasama antara

Indonesia dan Korea Selatan serta kolaborasi-kolaborasi yang akan terjadi mampu membuat

industri film Indonesia semakin berkembang.

Kolaborasi perfilman antara Indonesia dan Korea Selatan sejatinya telah dimulai pada

Januari 2014, yakni saat Korean Academy of Film Arts (KAFA) menyelenggarakan KAFA

dan Indonesia Workshop. Dalam pelatihan tersebut, KAFA mengundang empat belas sineas

ternama Indonesia untuk membagikan gagasan mereka dan belajar dari para pembuat film

Korea. Sebagai balasan, Aprofi dengan bantuan KAFA mengadakan workshop untuk berbagi

tentang industri film Indonesia kepada 17 pembuat film Korea Selatan di Jakarta dan Bali

pada Juni 2014.

KAFA sendiri merupakan akademi yang berada di bawah naungan badan perfilman

asuhan Kementerian Budaya, Olah Raga dan Pariwisata Korea, Korean Film Council

(KOFIC). Melalui program Global Workshop, KAFA membangun hubungan yang erat

dengan sejumlah pembuat film mancanegara. Sebanyak 17 praktisi industri perfilman Korea

Selatan datang ke Indonesia untuk mengikuti KAFA dan Pre-Biz Program pada tanggal 8-13

Juni 2014 di Jakarta dan Bali. Acara ini merupakan lanjutan dari rangkaian KAFA dan

Indonesia Workshop yang sudah terlaksana pada Januari 2014 di Korea Selatan.

34
Beberapa bentuk program kerjasama yang dilakukan Indonesia dengan Korea Selatan

dalam bidang film, merupakan upaya terjalinnya kolaborasi lanjut dan pengembangan

industri film di Indonesia. Melalui festival film yang dilakukan baik di Indonesia ataupun di

Korea Selatan, diharapkan dapat mengenalkan film-film terbaik dari kedua negara tersebut.

Selain itu, festival film juga dapat membantu untuk mengetahui jenis-jenis film yang seperti

apa yang dapat memasuki pasar kedua negara.

4) Festival Film Indonesia

Pada tahun 2013, Festival Film Indonesia (FFI) diselenggarakan di Korea Selatan.

Acara ini digelar untuk memperingati 40 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Korea

Festival ini diadakan di CGV Cinema. CJ CGV sendiri adalah sebuah jaringan bioskop

terkuat di Korea Selatan milik CJ E&M. Sebanyak sembilan film Indonesia diputar di

bioskop CGV Seoul dan Ansan, yakni Habibi Ainun (Faozan Rizal), Sang Penari (Ifa

Isfansyah), Laskar Pelangi (Riri Riza), 5 cm (Rizal Mantovani), The Raid (Gareth Evans),

Modus Anomali (Joko Anwar), Rectoverso (Marcella Zalianty, Happy Salma, Olga Lydia,

Rachel Maryam, Cathy Sharon), Belenggu (Upi Avianto), serta 9 Summers, 10 Autumns (Ifa

Isfansyah) (Kementerian Luar Negeri RI).

Acara ini dibuka resmi oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa

dan Duta Besar RI Seoul John Prasetio. Dalam kesempatan ini hadir pula memberikan

sambutan Wakil Menteri Pariwisata, Olah Raga, dan Budaya Korea Selatan, Cho Hyun Jae,

Ketua Komite Luar Negeri Parlemen Korea, Ahn Hong Joon, Ketua Korean Film Council,

Kim Eui Suk, serta CEO dari CJ CGV, Seo Jung. Selain itu, para pegiat film Korea Selatan,

dunia usaha, para jurnalis, serta masyarakat Seoul, Korea Selatan juga datang memeriahkan

acara tersebut.

35
Acara pembukaan Indonesian Film Festival juga dihadiri oleh beberapa insan

perfilman Indonesia, diantaranya ada Faozan Rizal sebagai sutradara dari film Indonesia

terlaris, Habibie dan Ainun, menjadi perwakilan dari seluruh insan film yang terlibat. Selain

itu, hadir juga Shanty Harmayn, produser dari film Sang Penari yang meraih penghargaan

Film Terbaik Festival Film Indonesia 2011, kemudian Prisia Nasution, pemenang Pemeran

Wanita Terbaik Festival Film Indonesia 2011, lalu Alex Komang, aktor senior perfilman

Indonesia, serta Olivia Zalianty, pemain dalam Rectoverso (KBRI Seoul, 2013).

Indonesian Film Festival yang diadakan pada tanggal 26 September sampai dengan 2

Oktober 2013 berlokasi di CGV Yongsan dan CGV Ansan Korea Selatan, dan menjadi

International Film Festival ke sebelas yang diadakan oleh jaringan bioskop CGV di Negara

Asia, diantaranya China, Vietnam, dan Indonesia.

5) Busan International Film Festival (BIFF)

Tidak hanya Korea Selatan saja yang membuka festival film dalam rangka

mempromosikan film mereka, Indonesia juga berkesempatan untuk memamerkan film-film

karya anak bangsa di ajang International. Setelah resmi menjalin kerjasama bilateral dengan

Korea Selatan di bidang industri kreatif, enam film karya sineas Indonesia mendapat

kesempatan untuk ditampilkan dalam ajang film terbesar di Asia, Busan International Film

Festival (BIFF) ke-21 yang berlangsung pada tanggal 8-14 Oktober 2016 di Busan, Korea

Selatan. Partisipasi sineas Indonesia di BIFF tersebut tak lepas berkat dukungan dari Badan

Ekonomi Kreatif (BEKRAF) dengan mengusung nama “Indonesian Cinema”.

Selama tujuh hari, enam film Indonesia diputar di bioskop-bioskop ternama di

wilayah Haeundae dan Centum City Busan, seperti CGV, Lotte Cinema, dan Megabox.

Untuk meningkatkan kesempatan, para pembuat film Indonesia berinteraksi dengan calon-

36
calon investor. BEKRAF juga mengadakan acara networking bertajuk “Indonesian Night” di

Park Hyatt Hotel, salah satu hotel bergengsi di Busan.

Bukan hanya pada tahun 2016, bahkan film Indonesia juga sudah mendapat

kesempatan untuk tampil di BIFF pada tahun 2015, disaat Indonesia belum resmi menjalin

kerjasama dengan Korea Selatan di bidang industri kreatif. Menurut situs resmi BIFF, ada

dua film Indonesia yang diputar dalam program jendela perfilman Asia. Film pertama adalah

A Copy of My Mind garapan Joko Anwar yang ditayangkan pada tanggal 2, 5, dan 8 Oktober.

Sementara itu, film kedua yang berjudul Chaotic Love Poems garapan Garin Nugroho

ditayangkan pada tanggal 5, 8, dan 9 Oktober di BIFF (Afrisia, 2015).

Penayangan film-film Indonesia di Busan International Film Festival merupakan salah

satu implementasi kerjasama Indonesia dengan Korea Selatan untuk mengembangkan

industri perfilman Indonesia. Melalui penyelenggaraan BIFF, film-film Indonesia bisa

mendapatkan kesempatan untuk ditayangkan di negara lain. Tak hanya itu, melalui

penayangan film di BIFF, Indonesia juga dapat mempromosikan kebudayaannya.

37
BAB 4
KERJASAMA INDONESIA DAN KOREA SELATAN DI INDUSTRI PERFILMAN
MELALUI BUSAN INTERNATIONAL FILM FESTIVAL

4.1 Busan International Film Festival

Busan International Film Festival (BIFF) adalah festival film internasional pertama di

Korea Selatan dan yang terbesar di Asia. BIFF diselenggarakan setiap tahunnya di Haeundae-

gu, Busan, Korea Selatan. Busan International Film Festival pertama kali diadakan pada 13-

21 September 1996. BIFF memiliki tujuan dan fokus utama untuk memperkenalkan film-film

baru serta untuk mengembangkan dan mempromosikan bakat-bakat sutradara muda terutama

berasal dari negara-negara di Asia. Sejak tahun 2011, Busan International Film Festival

(BIFF) ke-16 diselenggarakan secara permanen di Busan Cinema Center di Centum City.

Busan Cinema Center yang memiliki luas 30.000 meter persegi dilengkapi dengan pusat

media dan ruang konferensi ini dapat memungkinkan BIFF untuk memasukkan forum

industri dan kegiatan pendidikan.

Busan International Film Festival terdiri dari beberapa bagian. Pertama adalah

Presentasi Gala. Dalam Presentasi Gala, film-film baru akan diputar secara perdana. Acara

kedua bertajuk A Window in Asian Cinema, yakni pameran film-film baru sebagai

representative dari para pembuat film dari Asia. Bagian berikutnya adalah New Current.

Bagian ini merupakan satu-satunya bagian kompetisi internasional yang menampilkan film

fitur pertama atau kedua oleh sutradara masa depan sinema Asia. Selanjutnya adalah Korean

Cinema Today, dimana sesi ini akan menampilkan film-film Korea Selatan pilihan yang

bertujuan untuk memperkenalkan tren produksi sinema Korea saat ini dan juga perkiraan tren

di masa depan.

38
Bagian selanjutnya adalah Korean Cinema Retrospective, yakni peninjauan kembali

sejarah perfilman Korea dengan menyoroti film-film dari sutradara terkenal atau film-film

dengan tema penting. Lalu ada World Cinema, yakni sesi presentasi karya-karya baru

pembuat film dan juga penayangan film yang membantu memahami tren terkini di dunia

perfilman. Kemudian ada Wide Angle, yakni bagian yang menampilkan film pendek, animasi,

dokumenter, dan film eksperimental. Kemudian ada Open Cinema, yaitu tempat untuk

menampilkan secara terbuka koleksi film baru yang menggabungkan seni dan popularitas

massal. Lalu ada Flash Forward, yakni bagian yang merupakan kumpulan film pertama atau

kedua dari pembuat film pendatang baru dari negara non-Asia. Kemudian ada Midnight

Passion, yakni bagian film dari beragam genre. Terakhir adalah Special Programs in Focus,

yakni sebuah pertunjukan film secara khusus dan retrospektif dari sutradara atau yang

memiliki genre tertentu.

Dalam pelaksanaannya, BIFF memiliki beberapa program resmi. Program pertama

adalah Asian Film Market. Program ini diluncurkan pada tahun 2006 sebagai pasar untuk

industri film Asia di Festival Film Internasional Busan. Program ini juga dikenal sebagai

Asian Project Market (sebelunya Busan Promotion Plan) yang diluncurkan pada tahun 1998

(Busan International Film Festival). Program berikutnya adalah Asian Cinema Fund. Program

ini adalah program pendanaan untuk membantu mengaktifkan lebih banyak produksi film

independen dan untuk menciptakan lingkungan produksi yang stabil. Ini mendukung proyek

dalam berbagai tahap dan kategori (Busan International Film Festival).

Program Asian Cinema Fund ini terdiri dari tiga kategori, yakni Script Development

Fund yang ditujukan untuk membantu penulis naskah menyelesaikan naskah mereka,

kemudian Post-Production Fund yang memungkinkan untuk memperoleh melalui dukungan

dana dari perusahaan post-produksi Korea Selatan dan Dewan Film Korea Selatan sehingga

sang sutradara dapat diundang ke Korea untuk bekerjasama dengan post-production house di

39
Korea Selatan, bagian terakhir adalah Asian Network of Documentary Fund yang dimulai

pada tahun 2002 untuk menstabilkan lingkungan untuk produksi dokumenter (Busan

International Film Festival).

Program berikutnya adalah Asian Film Academy (AFA), yang merupakan program

pendidikan di mana calon pembuat film dan sutradara mapan dari Asia berkumpul untuk

membahas dan mempersiapkan masa depan perfilman Asia (Asian Film Academy, 2011).

Program yang terakhir, yaitu Busan Cinema Forum (BCF), yang merupakan acara akademik

untuk para pembuat film dan sarjana. Program yang diluncurkan pada 10 Oktober 2011 ini

bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan dukungan industri film dan estetika film

(Busan Cinema Forum, 2011).

4.2 Keikutsertaan Film-Film Indonesia dalam ajang Busan International Film

Festival (BIFF)

Dari berbagai negara yang berpartisipasi dalam ajang Busan International Film

Festival di Korea Selatan, Indonesia termasuk ke dalam jajaran negara yang juga ikut

berpartisipasi. Melalui BIFF, Indonesia memiliki kesempatan untuk memamerkan film-film

karya anak bangsa di ajang international. Sejak tahun 2009, Indonesia sudah berpartisipasi

Indonesia dalam ajang festival film internasional terbesar di Asia tersebut.

Berikut adalah daftar film-film Indonesia yang pernah berpartisipasi dalam ajang Busan

International Film Festival (BIFF) sejak tahun 2009 hingga sekarang :

1) 14th Busan International Film Festival (2009) :


 Laskar Pelangi : Riri Riza
 Rare Fish : Basil Vassili Mironer
 A Silent Wait (Short movie) : Nurman Hakim

40
2) 16th Busan International Film Festival (2011) :
 Serdadu Kumbang : Ari Sihasale
 Jakarta Maghrib : Salman Aristo
 Lovely Man : Teddy Soeriaatmadja
 Laut Bercermin : Kamila Andini
 The Raid : Gareth Evans
 Shelter (Short movie) : Ismail Basbeth
 Bermula dari A (Short movie) : BW Purba Negara

3) 17th Busan International Film Festival (2012) :


 Hello Goodbye : Titien Wattimena
 Vakansi yang Janggal dan Penyakit Lainnya : Yosep Anggi Noen
 Kebun Binatang : Edwin
 Soegija : Garin Nugroho
 Sang Penari : Ifa Isfansyah
 Modus Anomali : Joko Anwar

4) 18th Busan International Film Festival (2013) :


 What They Don’t Talk About When They Talk About Love : Mouly Surya
 Toilet Blues : Dirmawan Hatta
 Jalanan5 : Daniel Ziv
 A Lady Caddy Who Never Saw a Hole in One (Short movie)6 : Yosep Anggi
Noen

5) 19th Busan International Film Festival (2014) :


 Taksu : Kiki Sugino
 Garuda Power : The Spirit Within : Bastian Meiresonne
 Fluid Boundaries : Vladimir Todorovic, Moon Jeong Hyun, Daniel Rudi
Haryanto

6) 20th Busan International Film Festival (2015) :


 A Copy of My Mind : Joko Anwar
 Chaotic Love Poems : Garin Nugroho
5
Peraih Busan International Film Festival (BIFF) Mecenat Award 2013
6
Peraih Sonje Award 2013

41
 Love Story Not : Yosep Anggi Noen
 A Poet (Puisi Tak Terkuburkan) : Garin Nugroho7

7) 21st Busan International Film Festival (2016) :


 Nyai : A Woman from Java : Garin Nugroho
 Athirah (Emma’) : Riri Riza
 Solo, Solitude (Istirahatlah Kata-Kata): Yosep Anggi Noen
 Three Sassy Sister (Inilah Kisah Tiga Dara) : Nia Dinata
 Headshot : Timo Tjahjanto, Kimo Stamboel
 Memoria (Short movie) : Kamila Andini
 Art Trough Our Eyes (Short movie) : Eric Khoo, Ho Yuhang, Joko Anwar,
Apichatpong Weerasethakul, Brillante Mendoza
 On the Origin of Fear (Short movie) : Bayu Prihantoro Filemon

8) 22nd Busan International Film Festival (2017) :


 The Carousel Never Stops Turning : Ismail Basbeth
 Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak8 : Mouly Surya
 The Seen and Unseen (Sekala Niskala) : Kamila Andini
 Madonna (Short movie)9 : Sinung Winahyoko
 Tarling is Darling : Ismail Fahmi Lubis

9) 23rd Busan International Film Festival (2018) :


 27 Steps of May : Ravi Bharwani
 The Man From the Sea : Koji Fukada
 Memories of My Body (Kucumbu Tubuh Indahku) : Garin Nugroho
 A Gift (Kado) (Short movie) : Aditya Ahmad
 The Song of Grassroots : Yuda Kurniawan

10) 24th Busan International Film Festival (2019) :


 The Science of Fictions : Yosep Anggi Noen
 No One is Crazy in This Town (Tak Ada yang Gila di Kota Ini) (Short
movie) : Wregas Bhanuteja

7
Sutradara Garin Nugroho masuk dalam jajaran Asian Cinema Director 100 Ranking
8
Film “Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak” masuk ke dalam list Wonder Women Movies.
9
Peraih Sonje Award 2017

42
 Aladin : Sing What Tan

11) 25th Busan International Film Festival (2020)10 :


 Everyday Is a Lullaby : Putrama Tuta

12) 26th Busan International Film Festival (2021)11 :


 Penyalin Cahaya : Wregas Bhanuteja
 Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas : Edwin
 Yuni : Kamila Andini
 Laut Memanggilku (Short movie) : Tumpal Tampubolon

Berdasarkan daftar keikutsertaan film Indonesia yang tertera diatas, dapat dilihat

bahwa Indonesia nyaris tidak pernah absen berpartisipasi di Busan International Film Festival

sejak awal keikutsertaannya di tahun 2009. Bahkan beberapa film dan sutradara tanah air

telah mendapatkan penghargaan dari ajang tersebut. Salah satunya adalah film dokumenter

berjudul Jalanan yang disutradarai dan diproduseri oleh Daniel Ziv yang terpilih menjadi

Film Dokumenter Terbaik di Busan International Film Festival (BIFF) di Korea,

mengalahkan sebelas film documenter lainnya yang ikut berkompetisi dalam ajang tersebut.

Kemenangan ini adalah pertama kalinya untuk film Indonesia selama 18 tahun sejarah

festival film di Busan (Liputan 6, 2013).

Kemudian di tahun 2015, Indonesia berhasil membawa beberapa filmnya untuk

berpartisipasi dan diputar dalam jendela film Asia di Busan. Dua diantaranya adalah A Copy

of My Mind garapan Joko Anwar yang ditayangkan pada tanggal 2, 5, dan 8 Oktober. Film

yang juga sudah tayang perdana di Toronto Film Festival dan Festival Film Venesia ini juga

memenangi CJ Entertainment Award tahun 2014. Kemudian, film kedua yang berjudul

Chaotic Love Poems garapan Garin Nugroho ditayangkan pada tanggal 5, 8, dan 9 Oktober di

10
Sutradara Mouly Surya meraih Kim Jiseok Award 2020, dan sutradara Ifa Isfansyah meraih Sonje Award
2020
11
Producer Mandy Marahimin meraih BIFF Mecenat Award 2021

43
BIFF (Afrisia, 2015). Sutradara Garin Nugroho sendiri juga berhasil masuk ke dalam jajaran

Asian Cinema Director 100 Ranking.

Setelah Indonesia secara resmi menjalin kerjasama bilateral dengan Korea Selatan di

bidang kreatif yang ditandai dengan penantanganan Memorandum of Understanding di tahun

2016, Indonesia kembali mendapat kesempatan untuk menampilkan enam judul filmnya di

ajang BIFF yang ke-21. Enam film tersebut antara lain berjudul Nyai : A Woman From Java,

Istirahatlah Kata-Kata (Solo, Solitude), Inilah Kisah Tiga Dara (Three Sassy Sister), dan

Athirah (Emma’), serta dua film pendek berjudul Memoria dan On the Origin of Fear.

Partisipasi sineas Indonesia di BIFF tak lepas berkat dukungan dari Badan Ekonomi Kreatif

(BEKRAF) dengan mengusung nama “Indonesian Cinema”.

Selama tujuh hari, enam judul film Indonesia yang telah disebutkan diatas diputar di

bioskop-bioskop ternama di wilayah Haeundae dan Centum City Busan, seperti CGV, Lotte

Cinema, dan Megabox. Untuk meningkatkan kesempatan mengembangkan industri

perfilman, para pembuat film Indonesia berinteraksi dengan calon-calon investor. Tak hanya

itu, BEKRAF juga mengadakan acara networking bertajuk “Indonesian Night” di Park Hyatt

Hotel, salah satu hotel bergengsi di Busan. Acara tersebut juga dihadiri oleh sejumlah

sutradara tanah air seperti Nia Dinata, Joko Anwar, Yosep Anggi Noen, serta Bayu

Prihantoro. Tak hanya mengadakan acara networking, BEKRAF juga membantu pengadaan

gerai promosi film Indonesia di BIFF (Kompas, 2016).

Menurut Wakil Kepala BEKRAF saat itu, Ricky Pesik, dukungan BEKRAF

diharapkan dapat membantu industri perfilman Indonesia menjadi lebih berkembang dan

dapat membuka pangsa pasar ke luar negeri. Sementara itu, Direktur Pemasaran Internasional

BEKRAF, Boni Pudjianto mengatakan bahwa promosi karya para sienas muda Indonesia

melalui Asian Film Market (AFM) merupakan bagian penting dari festival. Hal ini

44
dikarenakan melalui AFM, banyak sutradara film yang kemudian memperoleh pendanaan

dari para investor. Pendanaan ini dapat membantu meningkatkan produksi film Indonesia

sehingga mampu bersaing di kancah internasional (Kompas, 2016).

Dalam BIFF terbaru yang diadakan pada tahun 2021, Indonesia kembali mendapat

kesempatan untuk berpartisipasi. Empat film Indonesia yang berpartisipasi dalam ajang BIFF

ke-26 itu adalah Penyalin Cahaya, Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas, Yuni, dan

juga film pendek Laut Memanggilku. “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” dan

“Yuni” terseleksi masuk ke program A Window on Asian Cinema. Sementara film pendek

Laut Memanggilku terseleksi masuk ke kompetisi film pendek dalam program Wide Angle.

Melalui BIFF, film pendek Laut Memanggilku akan ditayangkan secara perdana di dunia

(world premiere) (Zhafira, 2021).

Kemudian film “Penyalin Cahaya” karya Wregas Bhanuteja juga terseleksi masuk ke

dalam kategori program New Current. Film ini menjadi wakil film Indonesia ketiga yang

lolos dalam program tersebut setelah Babi Buta Yang Ingin Terbang karya Edwin tahun 2008

dan The Mirror Never Lies karya Kamila Andini di tahun 2011 (Yusron, 2021). Sementara

itu, film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak karya sutradara Mouly Surya, turut

ditayangkan di BIFF 2021 di section Wonder Women Movies. Program ini merupakan sebuah

program berisi film-film karya sutradara perempuan (Rusmalia, 2021).

Melihat betapa banyaknya film Indonesia yang berpartisipasi dalam BIFF setiap

tahunnya hingga menyabet beberapa penghargaan di ajang film bergengsi tersebut, dapat

dilihat bahwa Indonesia dan Korea Selatan berhasil meningkatkan kerjasama mereka di

bidang industri kreatif perfilman melalui ajang Busan International Film Festival. Ajang film

ini dianggap sebagai sebuah sarana bagi sutradara tanah air, baik sutradara terkenal maupun

45
yang masih baru, untuk mengembangkan sekaligus memperkenalkan karya-karya mereka ke

kancah internasional.

Program-program yang ada di BIFF, salah satunya adalah Asian Project Market, telah

membantu Indonesia untuk memperluas pangsa pasar perfilmannya di wilayah Asia. Dalam

pelaksanaannya, APM banyak menjadi barometer bagi film-film Indonesia yang berprestasi

di tingkat internasional. Pada tahun 2015, film garapan Joko Anwar berjudul A Copy of My

Mind yang memenangkan CJ Entertainment Award di APM, dan mendapat uang hadiah

sebesar 10 ribu dolas AS dari CJ Entertainment. Hadiah tersebut diberikan guna mendukung

biaya produksi film tersebut (Sindonews, 2015).

Dalam APM terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2021, film Indonesia yang berhasil

lolos seleksi adalah film yang berjudul Nana (Before, Now & Then). Film garapan sutradara

Kamila Andini ini diangkat dari novel autobiografi Jais Darga Namaku karya Ahda Imran

yang bercerita tentang seorang perempuan bernama Raden Nana Sunani yang hidup di Kota

Bandung pada era 1960-an. Melalui APM, diharapkan akan meningkatkan potensi film

Indonesia agar dapat bekerja sama dengan mitra Internasional dalam memproduksi film

(Awaliyah, 2021).

Selain itu, BIFF juga membawahi program Asian Cinema Fund (ACF) yang

membantu memberikan dukungan untuk membantu film-film Indonesia terutama di bagian

pendanaan. Tahun 2013, film Indonesia berjudul The Science of Fictions karya Yosep Anggi

Noen terpilih untuk mendapat hibah dana sebesar 10 juta won (sekitar 10 ribu dolar AS).

Selain itu, film Jalanan karya Daniel Ziv juga mendapat hibahan dana sekitar 5 juta won

(sekitar 5 ribu dolar AS) sampai 20 juta won (sekitar 20 ribu dolar AS) dari ACF.

Pemberian dana hibah dari ACF untuk film-film Indonesia ini diharapkan dapat

membantu film-film Indonesia untuk meningkatkan produksi film Indonesia, baik selama

46
pra-produksi maupun pasca-produksi. Hal ini tentunya akan berdampak baik bagi

perkembangan industri perfilman di Indonesia.

Program BIFF selanjutnya adalah Asian Film Academy (AFA), yang merupakan

program untuk mempertemukan para pembuat film dan sutradara dari Asia untuk membahas

dan mempersiapkan masa depan perfilman Asia. Di tahun 2013, sutradara Edward Gunawan

menjadi perwakilan Indonesia dalam AFA. Dari 228 pendaftar, Edward terpilih bersama 23

pembuat film lainnya untuk mengikuti program edukasi film selama 18 hari, di bawah asuhan

para staf pengajar yang terkenal dan ahli di bidangnya. Sebelumnya, Yosep Anggi Noen

(tahun 2007) dan Edwin (tahun 2005) juga pernah mengikuti program serupa.

Melalui program-program dibawahi oleh Busan International Film Festival tersebut,

diharapkan industri perfilman Indonesia akan semakin berkembang. Salah satu yang

diharapkan adalah perkembangan pangsa pasar untuk mempromosikan film-film Indonesia ke

negara lain, kemudian kesempatan untuk berkolaborasi dengan negara lain untuk

memproduksi film, serta pendanaan yang akan membantu kelancaran produksi film-film

Indonesia. Selain itu, para pegiat film di Indonesia juga diharapkan dapat bertukar informasi

mengenai dunia perfilman dengan pegiat film dari negara-negara lain. Hal ini juga dapat

meningkatkan pengetahuan mengenai produksi film sehingga para pembuat film di Indonesia

dapat meningkatkan kualitas produksi filmnya di masa depan.

47
BAB 5
KESIMPULAN

Diplomasi publik Indonesia sudah dimulai sejak tahun 2002, dimana Kementerian

Luar Negeri Indonesia membentuk Direktorat Diplomasi Publik untuk membentuk kebijakan

diplomasi publik. Seperti halnya diplomasi publik di negara lain, diplomasi publik Indonesia

juga melibatkan semua komponen bangsa baik komponen pemerintah maupun non-

pemerintah. Dalam pelaksanaannya, upaya diplomasi publik Indonesia yang dilakukan untuk

memberikan informasi mengenai ‘wajah’ Indonesia, adalah dengan melalui industri kreatif,

salah satunya di bidang perfilman dimana Indonesia membuat film berjudul Aceh Reborn : A

Potret of Recovery dan film “Politik Luar Negeri Bebas Aktif dari Masa ke Masa.

Pembahasan mengenai industri ekonomi kreatif Indonesia sendiri sudah dimulai dan

mengalami perkembangan sejak awal tahun 2006. Pada tahun 2016, Indonesia membentuk

Badan Ekonomi Kreatif yang bertugas untuk membantu Presiden dalam merumuskan dan

menetapkan kebijakan di bidang industri kreatif. BEKRAF juga berfungsi untuk memperkuat

sektor industri ekonomi kreatif Indonesia, salah satunya dengan cara menjalin hubungan

kerjasama bilateral dengan negara lain di bidang industri kreatif

Salah satu negara yang menjalin kerjasama dengan Indonesia di bidang industri

kreatif adalah Korea Selatan. Dikarenakan Korea Selatan terkenal memiliki budaya popular

yang mendunia, Indonesia pun memulai kerjasama dengan negeri ginseng tersebut sejak

tahun 2013. Tahun 2016, kedua negara menandatangani Memorandum of Understanding

(MoU) yang secara resmi semakin memperluas peluang Indonesia untuk menjalin kerjasama

dengan Korea Selatan di bidang industri ekonomi kreatif. Bentuk-bentuk kerjasama antara

kedua negara ini salah satunya di bidang industri perfilman.

48
Di bidang perfilman, implementasi dari kerjasama Indonesia dan Korea Selatan

adalah dengan mengadakan pertemuan para sineas film melalui Korea-Indonesia Cinema

Global Networking dan juga Indonesian Workshop. Kedua program memberikan wadah bagi

perusahaan film Indonesia dan Korea Selatan untuk saling berbagi ilmu dan teknologi. Selain

itu, kedua negara juga menyelenggarakan festival film sebagai sarana untuk mempromosikan

film-film Indonesia. Festival film tersebut antara lain adalah Korean-Indonesian Film

Festival, Festival Film Indonesia (FFI) di Korea Selatan, kemudian partisipasi film Indonesia

dalam Busan Internasional Film Festival (BIFF).

Salah satu ajang festival film bergengsi yang pernah diikuti oleh Indonesia adalah

Busan International Film Festival (BIFF). BIFF merupakan festival film internasional

terbesar di Asia yang pertama kali diselenggarakan sejak tahun 1996. BIFF membawahi

beberapa program yang dianggap mampu membantu mempromosikan serta mengembangkan

industri perfilman Asia, seperti Asian Project Market (APM), Asian Cinema Fund (ACF),

serta Asian Film Academy (AFA).

Indonesia sendiri mulai berpartisipasi dalam ajang ini sejak tahun 2009. Setiap

tahunnya, Indonesia nyaris tidak pernah absen dalam keikutsertaannya di BIFF, bahkan

beberapa film-film Indonesia dan juga sutradara tanah air telah mendapatkan beberapa

penghargaan dari ajang tersebut. Program di bawah BIFF lainnya seperti APM juga dapat

membantu perfilman Indonesia untuk memperluas pangsa pasar, kemudian program ACF

yang memberikan dana untuk membantu produksi film Indonesia, serta AFA yang

memberikan kesempatan bagi sutradara Indonesia untuk mengikuti program edukasi film

sehingga dapat meningkatkan produksi perfilman. Partisipasi Indonesia dalam BIFF

merupakan salah satu bentuk diplomasi publik Indonesia yang nantinya akan meningkatkan

hubungan kerjasama bilateral Indonesia dengan Korea Selatan.

49
DAFTAR PUSTAKA

Afrisia, R. S. (2015). Film-film Indonesia Jadi Jendela Asia di Korea. Retrieved Januari 5,
2022, from CNN Indonesia:
https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20151002133023-220-82340/film-film-
indonesia-jadi-jendela-asia-di-korea

Anholt, S. (2011). Beyond The Nation Brand : The Role of Image and Identity in
International Relations. Retrieved from http://www.exchangediplomacy.com/wp-
content/uploads/2011/10/1.-Simon-Anholt_Beyond-The-Nation-Brand-The-Role-of-
Image-and-Identity-in-International-Relations.pdf

Asian Film Academy. (2011). Asian Film Academy. Retrieved from


https://web.archive.org/web/20111001225320/http://afa.biff.kr/structure/eng/
default.asp

Awaliyah, G. (2021). Film Nana Lolos Seleksi Asian Project Market 2021. Retrieved Januari
6, 2022, from Republika: https://www.republika.co.id/berita/qxoka1425/film-nana-
lolos-seleksi-asian-project-market-2021

Badan Ekonomi Kreatif RI. (n.d.). Profil Badan Ekonomi Kreatif. Retrieved Januari 2, 2022,
from http://www.bekraf.go.id/profil/tugas

Berridge, G. R. (2010). Diplomacy : Theory and Practice. New York: Palgrave.

Busan Cinema Forum. (2011). Busan Cinema Forum. Retrieved from


https://web.archive.org/web/20111001225455/http://forum.biff.kr/structure/eng/
default.asp

Busan International Film Festival. (n.d.). Asian Cinema Fund. Retrieved from
https://www.biff.kr/eng/addon/10000001/page.asp?page_num=4068

Busan International Film Festival. (n.d.). Asian Film Projects. Retrieved from
https://www.biff.kr/eng/addon/10000001/page.asp?page_num=4065

Direktorat Informasi dan Media. (2013). Diplomasi Indonesia 2013 : Fakta dan Angka.
( Kementerian Luar Negeri Indonesia) Retrieved from Direktorat Jenderal Informasi
dan Diplomasi Publik.

Dougherty, J. E., & Pfaltze, R. L. (1986). Contending Theories of International Relations : A


Comprehensive Survey. New York: Longman.

Fitriah, R. (2014). Korea-Indonesia Film Festival 2014 Menyatukan Dua Negara. Retrieved
Januari 2, 2022, from http://creativedisc.com/2014/10/lee-kwang-soo-korea-
indonesia-film-festival-2014-dapat-mempersatukan-dua-negara

50
Gouveia, P. F. (2006). The Future of Public Diplomacy. Madrid Conference on the Present
and Future of Public Diplomacy. Retrieved from
http://www.realinstitutoelcano.org/documentos/276. asp.

Hadi, U. (2009). Diplomasi Publik Menjembatani Persepsi Domestik dan Internasional.


Retrieved from Tabloid Diplomasi:
http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-issue/55-desember-2007/535-diplomasi-
publik-menjembatani-persepsi-domestik-dan-internasional.html

IDN Financials. (2019). Indonesia - Korea Bersinergi Kembangkan Industri Kreatif.


Retrieved Januari 2, 2022, from
https://www.idnfinancials.com/id/news/30553/indonesia-korea-synergize-develop-
creative-industries

Jemadu, A. (2008). Politik Global dalam Teori & Praktik. Yogyakarta: Graha.

Junotane. (2011). Busan International Film Festival Faces Competition. Retrieved Januari 2,
2022, from
https://web.archive.org/web/20120331160441/http://junotane.com/2011/10/11/busan-
international-film-festival-faces-competition/

Kartasasmita, K. (1983). Organisasi dan Administrasi Internasional. Bandung: FISIP


UNPAD Press.

KBRI Seoul. (2013). Festival Film Indonesia. Retrieved from


http://kbriseoul.kr/kbriseoul/index.php/id/2013-01-21-22-49-05/berita-utama/170-
festival-film-indonesia

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. (2010). Diplomasi Indonesia 2010. Retrieved
from http://www.kemlu/go.id/Books/Buku%20Diplomasi%20Indonesia%202010/pdf

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. (2020). Indonesia Kembangkan Potensi


Industri Kreatif dan Ekonomi Digital Melalui Forum Kerja Sama APEC. Retrieved
Januari 2, 2022, from https://kemlu.go.id/portal/id/read/1418/berita/indonesia-
kembangkan-potensi-industri-kreatif-dan-ekonomi-digital-melalui-forum-kerja-sama-
apec

Kementerian Luar Negeri RI. (n.d.). Enam Karya Sineas Indonesia Ikut Serta dalam Ajang
BIFF ke 21. Retrieved Januari 3, 2022, from http://www.kemlu.go.id/seoul/id/berita-
agenda/berita-perwakilan/Pages/Enam-Karya-Sineas-Indonesia-Ikut-Serta-dalam-
Ajang-BIFF-ke-21.aspx

Kompas. (2016). Enam Film Indonesia diputar di Busan. Retrieved Januari 6, 2022, from
Kompas.com:
https://entertainment.kompas.com/read/2016/10/12/111908010/enam.film.indonesia.d
iputar.di.busan

51
Kusumaatmadja, M., & Agoes, E. R. (2003). Pengantar Hukum Internasional. Bandung: PT.
Alumni.

Liputan 6. (2013). "Jalanan" Menang di Busan International Film Festival 2013. Retrieved
Januari 6, 2022, from Liputan 6:
https://www.liputan6.com/citizen6/read/719499/jalanan-menang-di-busan-
international-film-festival-2013

Ma'mun, A. S. (2009). Citra Indonesia di Mata Dunia Gerakan Kebebasan Informasi dan
Diplomasi Publik. Bandung: True North.

McQuail, D., & Deuze, M. (2010). McQuail's Media and Mass Communication Theory.
Amsterdam: SAGE Publications.

Mellisen, J. (2006). Public Diplomacy Between Theory and Practice. In J. Noya, The Present
and Future of Public Diplomacy: A European Perspective . California: Rand
Corporation.

Pangestu, M. E. (2014). Ekonomi Kreatif : Kekuatan Baru Indonesia menuju 2025. Jakarta:
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Perwita, A. A. (2005). Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Perwita, A. B., & Yani, Y. M. (2005). Pengantar Ilmu Hubungan Internasionak. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

Potter, E. (2006). Branding Canada: Projecting Canada's Soft Power through Public
Diplomacy. Montreal: McGill-Queen’s University Press.

Rudy, T. M. (2002). Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang
Dingin. Bandung: Refika Aditama.

Rusmalia, R. (2021). 3 Film Indonesia Masuk Busan International Film Festival 2021.
Retrieved Januari 6, 2022, from Elle.co.id: https://elle.co.id/urban/3-film-indonesia-
masuk-busan-international-film-festival-2021/

Sindonews. (2015). Indonesia Masuk Asian Project Market. Retrieved from Sindonews.com:
https://lifestyle.sindonews.com/berita/1030777/152/indonesia-masuk-asian-project-
market

Sukma, R. (2011). Soft Power and Public Diplomacy : The Case of Indonesia. In S. J. Lee, &
J. Melissen, Public Diplomacy and Soft Power in East Asia. New York: Palgrave
MacMillan.

Suryokusumo, S. (2005). Hukum Diplomatik. Bandung: PT. Alumni.

Wang, J. (2006). Public Diplomacy and Global Business. The Journal of Business Strategy,
27(3).

52
Wuryan, S., & Syaifullah. (2009). Ilmu Kewarganegaraan (Civics). Bandung: Laboratorium
Pendidikan Kewarganegaraan Jurusan PKn FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia.

Yusron, A. A. (2021). 4 Film Indonesia Tayang di Busan International Film Festival 2021.
Retrieved Januari 6, 2022, from detikHot: https://hot.detik.com/movie/d-5726154/4-
film-indonesia-tayang-di-busan-international-film-festival-2021

Zhafira, A. N. (2021). Tiga Film Indonesia Masuk Seleksi Festival Film Busan 2021.
Retrieved Januari 6, 2022, from Antara News:
https://www.antaranews.com/berita/2394333/tiga-film-indonesia-masuk-seleksi-
festival-film-busan-2021

53

Anda mungkin juga menyukai