ْب ۖ َو َمٓا أَنتَ بِ ُم ْؤ ِم ٍن لَّنَا َولَ ْو ِّ ُسفَ ِعن َد َم ٰتَ ِعنَا فَأ َ َكلَه
ُ ٱلذئ ُ ق َوت ََر ْكنَا يُو ْ َوا ٰيَٓأَبَانَٓا إِنَّا َذ َه ْبنَا ن
Fُ ِستَب ۟ ُقَال
َص ِدقِين َ ٰ ُكنَّا
Terjemah Arti: Mereka Berkata: "Wahai Ayah Kami, Sesungguhnya Kami Pergi Berlomba-
Lomba Dan Kami Tinggalkan Yusuf Di Dekat Barang-Barang Kami, Lalu Dia Dimakan
Serigala; Dan Kamu Sekali-Kali Tidak Akan Percaya Kepada Kami, Sekalipun Kami Adalah
Orang-Orang Yang Benar". (1)
Definisi Iman :
اإليمان هو اعتقاد بالجنان وقول باللسان وعمل باألركان يزيد بالطاعة وينقص بالعصيان
Iman Adalah Keyakinan Dalam Hati, Di Ucapkan Dengan Lidah, Mengamalkan Dengan
Anggota Tubuh, Dengan Meningkatkan Ketaatan Dan Menjauhi Larangan .
Definisi iman :
Para Mutakallimin Secara Umum Merumuskan Unsur-Unsur Iman Terdiri Dari :
Definisi kufur
- Kufur menurut bahasa :
Kufur takzib = mendustakan / inkar / penutup
Mengingkari tauhid, kenabian, ma’ad , atau ragu terhadap kejadiannya, atau mengingkari
pesan dan hukum para nabi yang sudah diketahui kedatangannya dari Allah. Adapun dalam
istilah syari’at berarti lawan dari iman.
Definisi kufur
Kufur Akbar ( Kufur Besar )
1. Mendustakan atau tidak mempercayai sesuatu yang harus di yakini dalam syari’at.
2. Ragu terhadap sesuatu yang jelas dalam syari’at.
3. Berpaling dari agama Allah
4. Kemunafikan, yakni menyembunyikan kekafiran dan menampakan keislaman.
5. Sombong terhadap perintah Allah seperti yang dilakukan iblis.
6. Tidak mau mengikrarkan kebenaran agama Allah bahkan terkadang di barengi dengan
memeranginya, padahal hatinya yakin kalau itu benar.
Definisi Kufur
- Kufur Ashgar ( Kufur Kecil )
Tidak mengeluarkan dari agama atau tidak menjadikannya murtad, misalnya kufur nikmat.
Perbincangan tentang iman dan kufur ini timbulnya pada masa pemerintah Ali ibn Abi
Thalib. Pada waktu itu terjadi pertempuran antara Saidina Ali dengan Mu’awiyah ibn Abu
Sufyan. Mu’awiyah adalah gubernur damaskus yang tidak setuju pemerintahan Saidina Ali.
Pertempuran ini terkenal dengan peperangan Siffin (659 M). Ketika pasukan Saidina Ali
hampir memenangi pertempuran tersebut, pembantu kanan Mu’awiyah. Amr ibn Al-As yang
terkenal sebagai orang cerdik, meminta berdamai dengan mengangkat Al-Quran ke atas,
Qurra yang ada di pihak Saidina Ali mendesak Saidina Ali supaya menerima tawaran itu, dan
dengan demikian dicarilah perdamaian dengan mengadakan perundingan (arbitrasi). Sebagai
perantara dilantik dua orang, yaitu : ‘Amr ibn Ash di pihak Mu’awiyah dan Abu Musa Al-
Asy’ari dari pihak Ali.
Kesimpulan dari arbitrasi tersebut merugikan pihak Ali dan menguntungkan pihak
Mu’awiyah , lalu mu’awiyah dengan sendirinya dianggap menjadi khalifah tidak resmi.
Sebahagian dari pengikut Ali tidak setuju dengan perundingan arbitrasi tersebut, dan karena
itu mereka meninggalkan barisan Saidina Ali. Golongan mereka inilah dalam sejarah islam
terkenal dengan nama Khawarij. Dengan demikian, gambaran dari persoalan – persoalan
politik inilah akhirnya membawa kepada timbulnya persoalan kalam (Teologi). Golongan
Khawarij ini memandang bahwa Saidina Ali , Mu’awiyah, Amr ibn al-As, Abu Musa al-
Asy’ari dan lain – lain yang menerima arbitrasi itu adalah kafir, karena mereka semuanya
tidak kembali menetapkan hukum kepada Al-Quran seperti yang di maksudkan oleh firman
Allah dalam surah Al-Maidah Ayat 44 :
َ ئ قَا َل أِل َ ِخي ِه يَا َكافِ ُر فَقَ ْد بَا َء بِ َها أَ َح ُد ُه َما إِنْ َك
ان َك َما قَا َل َوإِالَّ َر َج َعتْ َعلَ ْي ِه ٍ أَ ُّي َما ا ْم ِر
“ Siapa saja yang berkata kepada saudaranya (Yang muslim) “Hai Kafir,” maka sungguh
tuduhan itu berlaku kepada salah seorang dari keduanya, jika memang tuduhan itu benar, jika
tidak, tuduhan itu kembali ke pihak penuduh. ( HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad ).”
Pengertian Akal
1. Akal adalah suatu daya yang hanya di miliki manusia dan oleh karena itu dialah yang
memperbedakan manusia dari makhluk lain.
2. Akal adalah tonggak kehidupan manusia yang mendasar terhadap kelanjutan wujudnya,
peningkatan daya akal merupakan salah satu dasar dan sumber kehidupan dan kebahagiaan.
3. Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna kalau tidak di
dasarkan akal. Iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat, dan akalah yang
menjadi sumber keyakinan pada Tuhan.
Dalam penciptaannya manusia dibekali dengan beberapa unsur sebagai kelengkapan dalam
menunjang tugasnya sebagai khalifah :
1. Ruh ( Qs. Al-Hijr:29, As-sajadah:9, Al-anbiya:91)
2. Jasad ( Qs. Al-anbiya : 8, shad : 34 )
3. Nafs ( Qs. Al-baqarah : 48, Ali Imran : 185 )
4. Qolb ( Qs.Ali Imran 159, Al-Ara’f 179, Shaffat : 84 )
5. Aqal ( Qs. Al-baqarah 76, Al-anfal 22, Al-mulk 10 )
َ ان يَ ْس َمع
ُون بِهَا jٌ ون ِبهَا أَ ْو آ َذ
َ ُون لَهُ ْم قُلُوبٌ يَ ْعقِل ِ ْأفَلَ ْم يَ ِسي ُر و ا فِي اأْل َر
َ ض فَتَ ُك
jِ ْصا ُر َولَ ِكن تَ ْع َم ْالقُلُوبُ الَّتِي ِفي الصُّ ُد
ور َ صل فَإِنَّهَا الَ تَ ْع َمى اأْل َ ب
“ Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai qolbu, dengan
itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat
mendengar ? karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah qolbu
yang di dalam dada. ( Qs.Al-hajj:46)”
Kekuatan Akal
1. Mengetahui Tuhan dan Sifat-sifatnya.
2. Mengetahui bahwa kebahagiaan jiwa di akhirat bergantung pada mengenal Tuhan dan
berbuat baik, sedang ke sengsaraan tergantung pada tidak mengenal Tuhan dan pada
perbuatan jahat.
3. Mengetahui wajibnya manusia mengenal Tuhan
4. Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya ia menjauhi perbuatan jahat
untuk kebahagiaannya di akhirat.
5. Membuat hukum-hukum mengenai kewajiban-kewajiban itu.
6. Mengetahui adanya kehidupan Akhirat.
Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna di ciptakan Allah, mempunyai banyak sekali
kelebihan jika di bandingkan dengan makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Bukti otentik dari
kebenaran bahwa manusia merupakan makhluk yang paling sempurna di antara makhluk
yang lain adalah ayat Al-Quran.
ان فِي أَحْ َس ِن تَ ْق ِو ِيم ِ لَقَ ْد َخلَ ْقنَا
َ اإل ْن َس
“ Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” ( Al-
Quran surah At-Tin ayat 4 ).
Satu hal yang membuat manusia lebih baik dari makhluk yang lain yaitu manusia mampu
berfikir dengan akalnya, karena manusia di anugerahi oleh Allah dengan akal sehingga
dengannya manusia mampu memilih , mempertimbangkan, menentukan jalan pikirannya
sendiri.
Pengertian wahyu
Secara bahasa kata wahyu ialah isyarat yang cepat, surat, tulisan, dan segala sesuatu yang di
sampaikan kepada orang lain untuk di ketahui.
Wahyu ialah pemberitahuan Allah kepada Nabi / Rasulnya tentang hukum – hukum Allah,
berita-berita dan cerita-cerita dengan cara yang yang samar tetapi meyakinkan, bahwa apa
yang di terimanya benar-benar dari Allah. Pemberitahuan tersebut bersifat ghaib, rahasia dan
berlangsung sangat cepat.
ِِّين ِمن بَ ْع ِد ِهۚ َوأَ ْو َح ْينَا إِلَ ٰى إ ٍ ُك َك َما أَ ْو َح ْينَا إِلَ ٰى ن
َ وح َوالنَّبِي َ إِنَّا أَ ْو َح ْينَا إِلَ ْي
م
َ ىى َوأَي
ُّوب ٰ اط َو ِعي َس ِ َوب َوا أْل َ ْسبَ ُق َويَ ْعق َ ْب َرا ِهي َم َوإِ ْس َما ِعي َل َوإِ ْس َحا
َ ُون َو ُسلَ ْي َم
ان ۚ َوآتَ ْينَا َدا ُوو َد َزبُورًا َ س َوهَار َ َُويُون
“Sesungguhnya kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana kami telah
memberikan wahyu kepada Nuh dan Nabi-Nabi yang kemudiannya, dan kami telah
memberikan wahyu (Pula) kepada Ibrahim, isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, isa,
Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman, dan kami berikan Zabur kepada Daud.” ( Quran. Surah
An-nisa ayat 163 ).
Pengertian Wahyu
3 macam bentuk wahyu, yaitu : Al-Quran, Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi :
AL – QURAN : Redaksi bahasa dan maknanya dari Allah
HADITS QUDSI : Maknanya dari Allah, redaksi bahasanya di susun sendiri oleh Nabi
dengan menisbatkannya kepada Allah
HADITS NABAWI : Maknanya dari Allah, sedangkan redaksinya di susun sendiri oleh Nabi
tanpa menisbatkan nya kepada Allah
Kekuatan wahyu
1. wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu AL – QURAN DAN AS – SUNNAH
2. Membuat suatu keyakinan pada diri manusia.
3. untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang hal yang ghaib.
4. wahyu turun dari Allah melalui para ucapan Nabi/Rasul.
Kesimpulan
Walaupun akal bisa di gunakan untuk merenungi dan memahami AL – Qur’an, akal tidaklah
bisa berdiri sendiri. Bahkan akal sangat membutuhkan dalil syar’i ( Al- Qur’an dan Hadits )
sebagai penerang jalan. Akal itu ibarat mata, mata memang memiliki potensi untuk melihat
suatu benda. Namun tanpa adanya cahaya, mata tidak dapat melihat apa-apa. Apabila ada
cahaya barulah mata bisa melihat benda dengan jelas. Jadi akal barulah bisa berfungsi jika
ada cahaya Al – Quran dan As – sunnah atau dalil syar’i. jika tidak ada cahaya wahyu, akal
sangatlah mustahil melihat dan mengetahui sesuatu.
Pengertian wahyu
- menurut bahasa (lughah) : kata wahyu berasal dari bahasa arab “Al-wahy” yang memiliki
beberapa arti, di antara nya : suara, tulisan isyarat, bisikan, paham. Tetapi ada juga yang
mengartikan bisikan yang tersembunyi dan cepat.
- wahyu secara terminology : Sabda Allah yang di sampaikan kepada orang pilihannya
( Rasul ) agar di teruskan kepada manusia untuk di jadikan pegangan hidup. Firman Allah
mengandung petunjuk dan pedoman yang memang di perlukan oleh umat manusia dalam
menjalani hidup di dunia dan di akhirat kelak.
Allah memberikan wahyu kepada para rasul nya ada yang melalui perantaraan dan ada yang
tidak.
A. Cara pertama : tanpa melalui perantaraan
Diantaranya ialah dengan :
1. mimpi yang benar didalam tidur.
Dari Aisyah R.a dia berkata : Sesungguhnya apa yang mula-mula terjadi pada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam adalah mimpi yang benar di waktu tidur, Beliau tidaklah
melihat mimpi kecuali mimpi itu datang bagaikan terangnya di waktu pagi hari. Di antara
alas an yang menunjukkan bahwa mimpi yang benar bagi para Nabi adalah wahyu yang wajib
di ikuti, ialah mimpi Nabi Ibrahim agar menyembelih anaknya, ismail. ( Surah As-saffat ayat
101-112)
2. cara kedua : malaikat menjelma kepada rasul sebagai seorang laki-laki dalam bentuk
manusia. Cara ini lebih ringan dari pada yang sebelumnya. Karena ada kesesuaian antara
pembicara dan pendengar. Rasul merasa senang sekali mendengar dari utusan pembawa
wahyu itu. Karena merasa seperti manusia yang berhadapan saudaranya sendiri.
Fungsi wahyu
1. sebagai dasar dan sumber pokok ajaran islam
2. untuk memberikan petunjuk berkaitan dengan sesuatu yang ghaib dan di luar jangkauan
akal.
3. untuk memberika gambaran kehidupan setelah kematian.
4. untuk mengatur kehidupan social di tengah-tengah masyarakat.
Fungsi wahyu
Ahli pikir islam ( Mutakallimin ) tentang fungsi akal dan wahyu, maka pada umumnya
mereka menghubungkan kepada empat masalah yaitu :
1. mengetahui Tuhan
2. mengetahui baik dan buruk
3. mengetahui kewajiban terhadap Tuhan
4. mengetahui kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk, mana yang
diketahui lewat akal dan mana yang di ketahui melalui wahyu
Wahyu bagi Mu’tazilah mempunyai fungsi konfirmasi dan informasi, memperkuat apa-apa
yang telah di ketahui akal dan menerangkan apa-apa yang belum di ketahui akal, dan dengan
demikian menyempurnakan pengetahuan yang di peroleh akal. Wahyu bagi kaum
Mu’tazilah lebih banyak mempunyai fungsi konfirmasi dari pada fungsi informasi.
Akal hanya dapat mengetahui adanya Tuhan saja, wahyu mempunyai kedudukan penting.
Manusia mengetahui baik dan buruk, kewajiban berbuat baik dan kewajiban menjauhi
perbuatan buruk di ketahui dari perintah-perintah dan larangan – larangan Tuhan. Segala
kewajiban dan larangan mengetahui kewajiban-kewajiban turunnya wahyu.
Al – Ghazali : akal dan wahyu berfungsi sebagai petunjuk, akal memberi petunjuk untuk
dapat mengetahui Tuhan, sedang wahyu memberi petunjuk mengetahui apa yang baik dan
buruk, mengetahui kewajiban terhadap Tuhan dan kewajiban melaksanakan yang baik dan
menjauhi yang buruk.
wahyu bagi golongan samarkhand hanya untuk mengetahui kewajiban tentang baik dan
buruk, sedang dalam pendapat golongan Bukhara wahyu perlu untuk mengetahui
kewajiban-kewajiban manusia.
Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu : Qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan.
Adapun secara terminologi : Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala
tindakan manusia tidak ada intervensi Tuhan. Dalam hal istilah inggrisnya di namakan free
will atau free act. Aliran ini di pelopori oleh Ghailani ad-Dimasyki dan Ma’bad Al-Jauhari.
Ghailan adalah seorang orator dari damaskus, dan ayahnya menjadi maula utsman bin affan.
Adapun Ma’bad adalah seorang orator yang terpercaya dan pernah berguru kepada Hasan Al-
Basri. Menurut ibn Natabah. Ma’bad Al-jauhani dan Ghailan Ad-Damsyki mengambil faham
ini dari seorang Kristen yang masuk islam di irak. Dan menurut Zahabi, Ma’bad adalah
seorang Tabi’in yang baik.
B. Doktrin – Doktrin Qadariyah
1. Dalam kitab Al-milal Wa An-nihal, pembahasan masalah Qadariyah di satukan dengan
pembahasan Mu’tazilah. Dari penjelasan ini dapat di fahami doktrin Qadariyah pada dasarnya
menyatakan bahwa segala tingkah laku atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai
kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendak sendiri, baik itu perbuatan
baik atau perbuatan jahat. Dengan pemahaman tersebut, Qadariyah berpendapat bahwa tidak
ada alasan yang tepat untuk menyandarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan
Tuhan. Doktrin – Doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin islam sendiri.
2. Wasil bin Atha, berpendapat Allah Subhanahu wa ta'ala itu adil. Tidak boleh
menyandarkan kejelekan dan kedzaliman kepada-Nya, dan Allah tidak boleh berkehendak
agar hambanya menyelisihi perintah-Nya. Allah Harus mengadili mereka kemudian
membalas mereka atas perbuatan – perbuatannya. Maka Hamba, Kata Washil bin Atha,
adalah yang mengerjakan kebaikan dan keburukan, begitu juga iman, kufur, ta’at dan ma’siat
itu pilihan manusia.
4. Al-Qadh Abd Al-Jabbar, menurutnya, perbuatan manusia bukanlah di ciptakan Tuhan pada
diri manusia. Tetapi, Manusia sendirilah yang mewujudkannya. Perbuatan adalah apa yang
dihasilkan dengan daya yang bersifat baharu. Manusia adalah makhluk yang dapat memilih.
Tuhan, menurut Abd Al-Jabbar, tidak akan menyiksa atau memberi pahala kepada seseorang
berdasar kehendak mutlak-Nya, tetapi karena amal yang di lakukannya.
- Ayat Al-Quran yang dapat mendukung pendapat ini, dalam surat Al – Kahfi ayat 29 :
َ ق ِم ْن َربِّ ُك ْم ۖ فَ َم ْن َشا َء فَ ْلي ُْؤ ِم ْن َو َم ْن َشا َء فَ ْليَ ْكفُرْ ۚ إِنَّا أَ ْعتَ ْدنَا لِلظَّالِ ِم
ين ُّ َوقُ ِل ْال َح
ۚ َنَارًا أَ َحاطَ بِ ِه ْم س َُرا ِدقُهَا ۚ َوإِ ْن يَ ْستَ ِغي ُشوا يُ َغا ُشوا بِ َما ٍء َك ْال ُمه ِْل يَ ْش ِوي ْال ُوجُوه
ت ُمرْ تَفَقًا
ْ س ال َّش َرابُ َو َسا َء
َ بِ ْئ
Artinya : “ Dan katakanlah : “kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barangsiapa
yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia
kafir”. Sesungguhnya kami telah sediakan bagi orang – orang zalim itu neraka, yang
gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan di
beri minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah
minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. ( Al – Quran surah Al-
kahfi ayat 29 ).
صي ٌر
ِ َون ب ْ ُاٌ ْع َمل
َ ُوا َما ِش ْئتُ ْم ۖ إِنَّهُ ِب َما تَ ْع َمل
Artinya :” Perbuatlah apa yang kamu kehendaki, Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan.( Surah Al-Fushilat ayat 40 ).”
ال ٍم لِ ْل َعبِي ِد َ ُ فَلِنَ ْف ِس ِه َو َم ْن أَ َسا َء فَ َعلَ ْيهَا َو َما َربjصالِ ًحا
ِ َك ِبظ َ َم ْن َع ِم َل
“ Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh, maka (Pahalanya) untuk dirinya sendiri
dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (Dosanya) atas dirinya sendiri dan sekali-sekali
tidaklah Rabb mu menganiaya hamba-hamba ( Nya ). “
PREDESTINATION ( Jabariyah )
A. Asal usul jabariyah
Kata jabariyah berasal dari kata “Jabara” yang berarti memaksa atau mengharuskannya
melakukan sesuatu. Dalam hal istilah inggrisnya di namakan Predestination atau fatalism.
3. Ja’d bin Dirham , Al-Ja’d adalah seorang ulama Bani Hakim, tinggal di damaskus, ia di
besarkan di lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan teologi. Semula ia percaya
untuk mengajar di lingkungan Bani Umayyah tapi setelah tampak pikiran – pikirannya yang
Kontroversial.
- Ayat Al – Quran yang dapat mendukung pendapat ini, dalam surah Al-ihsan ayat 30 :
Konsep Al-Kasb
Untuk menengahi 2 faham tersebut, Abu Hasan Asy’ari mengajukan konsep Al-Kasb, dengan
pengertian bahwa yang mewujudkan perbuatan manusia adalah Allah, namun manusia diberi
daya dan pilihan untuk berbuat atas kehendak Allah. Manusia dalam perbuatannya banyak
tergantung kepada kehendak dan kekuasaan Allah. Oleh karena itu, manusia dalam
pandangan Asy’ari bukan Fa’il tetapi Kasb. “ Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu . dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. ( Qs.
Asy-syams : 8-10 ).
MATERI SETELAH UAS
PERBUATAN TUHAN
Semua aliran dalam pemikiran kalam berpandangan bahwa Tuhan melakukan perbuatan.
Perbuatan di sini dipandang sebagai konsekuensi logis dari dzat yang memiliki kemampuan
untuk melakukannya. Berikut pendapat atau beberapa aliran dalam konteks perbuatan Tuhan :
1. Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah sebagai aliran kalam yang bercorak Rasional, berpendapat bahwa
perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang di katakana baik. Namun, ini tidak berarti
bahwa Tuhan tidak mampu melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan
buruk. Tuhan tidak melakukan buruk karena ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk
itu. Di dalam Al-Quran pun jelas dikatakan bahwa Tuhan tidaklah berbuat Zalim. Ayat – ayat
Al-Quran yang di jadikan dalil oleh Mu’tazilah untuk mendukung :
Artinya : “ Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuatnya dan merekalah yang akan
ditanyai. (Al-anbiyaa:23)
Qadi Abd Al-jabar, ayat tersebut memberi petunjuk bahwa Tuhan hanya berbuat baik dan
yang Maha suci dari perbuatan buruk. Dengan demikian, Tuhan tidak perlu ditanya. Ia
menambahkan bahwa seseorang yang di kenal baik, apabila secara nyata berbuat baik, tidak
perlu ditanya mengapa ia melakukan perbuatan baik itu.
َ ق َوأَ َج ٍل ُّم
س ّمًى ۗ َوإِنَّ َكثِي ًرا َ ت َوٱأْل َ ْر
ِّ ض َو َما بَ ْينَ ُه َمٓا إِاَّل بِٱ ْل َح Fِ س ٰ َم ٰ َو
َّ ق ٱهَّلل ُ ٱل
َ َ ۗ َّما َخلFس ِهم ۟ أَ َولَ ْم يَتَفَ َّك ُر
ِ ُوا فِ ٓى أَنف
َٓائ َربِّ ِه ْم لَ ٰ َكفِ ُرون ِ ِّمنَ ٱلنَّا
ِ َس بِلِق
Artinya : “ Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka ? Allah
tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan
(tujuan) yang benar dan waktu yang di tentukan. Dan Sesungguhnya kebanyakan di antara
manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya. ( Ar-Rum :8 )
Adapun ayat yang kedua, menurut Al-jabar mengandung petunjuk bahwa Tuhan tidak pernah
dan tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan buruk, pernyataan bahwa ia menciptakan
langit dan bumi serta segala isinya dengan hak, tentulah tidak benar atau merupakan berita
bohong.
Dasar pemikiran tersebut serta konsep tentang keadilan Tuhan yang berjalan sejajar dengan
paham adanya batasan-batasan bagi kekuasaan dan kehendak tuhan, mendorong kelompok
Mu’tazilah untuk berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kewajiban terhadap manusia
kewajiban-kewajiban tersebut dapat di simpulkan dalam satu hal yaitu kewajiban berbuat
terhadap manusia. Paham kewajiban Tuhan berbuat baik, bahkan yang terbaik (ash-shalah wa
al-ashlah ) mengonsekuensikan aliran Mu’tazilah memunculkan paham kewajiban Allah
berikut ini :
A. Berbuat baik dan Terbaik
Dalam kalangan Mu’tazilah dikenal satu paham ilmu kalam yang mereka sebut dengan al-
shalah atau berbuat baik dan terbaik bagi manusia. Hal ini memang merupakan salah satu
keyakinan yang sangat penting bagi kaum Mu’tazilah. Menurut paham Mu’tazilah, demi
untuk keadilan, maka Tuhan wajib berbuat baik bahkan Terbaik untuk kepentingan manusia.
Keadilan erat sekali hubungannya dengan hak. Sebab adil itu berarti memberikan hak kepada
orang yang berhak menerimanya. Disamping itu menurut kaum Mu’tazilah, keadilan itu
harus dapat diterima secara rasional. Tuhan memberikan pahala kepada seseorang sesuai
dengan kejahatan yang di lakukannya, itu termasuk keadilan yang sesuai dengan pemikiran
yang rasional. Karena itu Abdul jabbar mengatakan : kata-kata Tuhan tidak adil, mengandung
arti bahwa segala perbuatannya adalah buruk,dan Tuhan tidak mungkin mengabaikan
kewajiban-kewajibannya terhadap manusia.
Artinya : “ yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang
memulai penciptaan manusia dari tanah. ( As-sajadah : 7 )
B. kewajiban tidak memberikan beban diluar kemampuan manusia
Memberi beban diluar kemampuan manusia ( Taklif ma la yutaq ) adalah bertentangan
dengan faham berbuat baik dan terbaik. Hal ini bertentangan dengan faham mereka tentang
keadilan Tuhan. Tuhan akan bersifat tidak adil kalau ia memberikan beban yang terlalu berat
kepada manusia.
2. Aliran Asy’ariyah
Menurut aliran asy’ariyah, faham kewajiban tuhan berbuat baik dan terbaik bagi manusia
(ash-shalah wa al-ashlah ), sebagaimana dikatakan aliran Mu’tazilah, tidak dapat diterima
karena bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Hal ini
ditegaskan Al-Ghazali ketika mengatakan bahwa Tuhan tidak berkewajiban berbuat dan yang
terbaik bagi manusia. Dengan demikian aliran asy’ariyah tidak menerima faham Tuhan
mempunyai kewajiban. Tuhan dapat berbuat sekehendak hatinya terhadap makhluk.
Sebagaimana yang di katakana al-ghazali, perbuatan Tuhan bersifat tidak wajib (jaiz) dan
tidak satu pun darinya yang mempunyai sifat wajib.
Sifat – Sifat Tuhan ( Sufatiah )
Salah satu persoalan yang menjadi bahan perdebetan di antara aliran-aliran kalam
adalah berkisar persoalan apakah Tuhan mempunyai sifat atau tidak. Tarik menarik diantara
aliran-aliran kalam dalam menyelesaikan persoalan ini, tampaknya dipicu oleh truth claim
yang dibangun atas dasar kerangka berfikir masing-masing.
A. Aliran Mu’tazilah
Menurut kaum Mu’tazilah , Jika Tuhan mempunyai sifat, sifat itu mestilah kekal seperti
halnya dengan zat Tuhan, dan selanjutnya jika sifat-sifat itu kekal, maka yang bersifat kekal
bukanlah satu, tetapi banyak. Jika Tuhan itu memiliki sifat maka akan menyebabkan faham
syirik atau Politeisme. Tegasnya, kekalnya sifat-sifat akan membawa kepada paham banyak
yang kekal ( ta’addud al-qudama’ atau multiplicity of eternals ). Ini selanjutnya membawa
kepada faham syirik atau polytheisme yaitu suatu hal yang tidak oleh teologi.
Oleh karena itu Mu’tazilah sepakat mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Kaum
Mu’tazilah mencoba menyelesaikan persoalan ini dengan mengatakan bahwa Tuhan tidak
mempunyai sifat. ( Definisi mereka tentang Tuhan, Tuhan tidak mempunyai pengetahuan,
kekuasaan, hajat, dan sebagainya).ini tidak berarti bahwa Tuhan bagi mereka tidak
mengetahui, berkuasa, dan sebagainya, tetapi bukan dengan sifat dalam arti kata sebenarnya.
Artinya : “ Tuhan mengetahui dengan pengetahuan dan pengetahuan itu adalah Tuhan sendiri
“. Dengan demikian, sebagaimana dijelaskan Abu Al-Huzail : pengetahuan Tuhan adalah
Tuhan sendiri, yaitu dzat atau esensi Tuhan.
B. Aliran Asy’ariyah
Pendapat kaum Asy’ariyah berlawanan dengan paham Mu’tazilah. Mereka dengan tegas
mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat. Menurut Al-Asy’ari “ Tidak dapat di ingkari
bahwa Tuhan mempunyai sifat karena perbuatan-perbuatannya. Ia juga mengatakan bahwa
Tuhan mengetahui, menghendaki, berkuasa, dan sebagainya di samping mempunyai
pengetahuan, kemauan dan daya. Sementara itu, Al-Baghdadi melihat adanya konsesus di
kalangan kaum Asy’ariyah bahwa daya, pengetahuan , hayat, kemauan, pendengaran,
penglihatan, dan sabda Tuhan adalah kekal. Sifat-sifat ini , kata Al-Ghazali, tidaklah sama
dengan esensi Tuhan, malah lain dari esensi Tuhan, tetapi berwujud dalam esensi itu sendiri.
Kaum Asy’ariyah berpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat ( bertentangan dengan
Mu’tazilah ) dan bahwa sifat – sifat itu, seperti mempunyai tangan, kaki, mata, dll, tidak
boleh di artikan secara arfiah melainkan secara simbolis. Selanjutnya, mereka berpendapat
bahwa sifat – sifat Allah itu unik karenanya tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat
manusia. Sifat-sifat Allah berbeda dengan Allah sendiri, tetapi sejauh menyangkut realitasnya
( haqiqah ) tidak terpisah dari esensinya.
َ ٰ ك ٱأْل َب
ْص َر ۖ َوه َُو ٱللَّطِ يفُ ْٱل َخ ِبي ُر َ ٰ اَّل ُت ْد ِر ُك ُه ٱأْل َب
ُ ْص ُر َوه َُو ي ُْد ِر
Arti: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang
kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui . (Surah Al-An’am ayat
103).
َو ٰلَ ِك ِن ٱنظُ ۡر إِلَى ۡٱل َجبَ ِل فَإِ ِنjك ۚ قَا َل لَن تَ َر ٰىنِى
َ َولَ َّما َجٓا َء ُمو َس ٰى لِ ِمي ٰقَتِنَا َو َكلَّ َم ۥهُ َربُّهۥُ قَا َل َربِّ أَ ِرنِ ٓى أَنظُ ۡر إِلَ ۡي
ُ ال س ُۡب ٰ َحنَكَ تُ ۡب
ت َ َق ق َ ۚ فَلَ َّما ت ََجلَّ ٰى َربُّهۥُ لِ ۡل َجبَ ِل َج َعلَ ۥهُ َد ًّكا َو َخ َّر ُمو َس ٰىjٱستَقَ َّر َم َكانَهۥُ فَ َس ۡوفَ تَ َر ٰىنِى
َ ص ِعقًا ۚ فَلَ َّمٓا أَفَا ۡ
َك َوأَن َ۠ا أَ َّو ُل ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِين
َ إِلَ ۡي
Artinya : “Dan ketika Musa datang untuk (munajat) pada waktu yang telah Kami tentukan
dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, (Musa) berkata, “Ya Tuhanku,
tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” (Allah) berfirman,
“Engkau tidak akan (sanggup) melihat-Ku, namun lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap di
tempatnya (sebagai sediakala) niscaya engkau dapat melihat-Ku.” Maka ketika Tuhannya
menampakkan (keagungan-Nya) kepada gunung itu, gunung itu hancur luluh dan Musa pun
jatuh pingsan. Setelah Musa sadar, dia berkata, “Mahasuci Engkau, aku bertobat kepada
Engkau dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.” (surah Al-A’raf ayat 143 )
Mereka mengatakan bahwa dalam ayat ini Allah menolak permintaan Nabi Musa
Alaihis Salam untuk melihatnya dengan menggunakan kata “ Lan “ yang berarti penafian
selama-lamanya, ini menunjukkan bahwa Allah Ta’ala tidak akan mungkin bisa di lihat
selama-lamanya.
Ibnu malik, salah seorang ulama ahli tata bahasa arab, berkata : bahwa kata “ lan “
berarti selama-lamanya. Maka makna dari ayat ini adalah bahwa Allah menolak permintaan
Nabi Musa Alaihis salam tersebut sewaktu di dunia, karena memang tidak ada seorangpun
yang bisa melihatnya di dunia. Di dalam surah Asy-syura ayat 51 yang berbunyi :
Artinya : Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia
kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang
utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. ( Al-Quran surah Asy-syura ayat 51 ).
)22( ٌض َرة
ِ ُوجُوهٌ يَوْ َمئِ ٍذ نَا
ِ إِلَ ٰى َربِّهَا نَا
)23( ٌظ َرة
Artinya : “ (22) Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.
(23) Kepada Tuhannyalah mereka melihat. “ (Al-Quran surah Al-Qiyamah : 22-23)
Allah menggandengkan kata “melihat” dengan kata depan “illa” yang ini berarti bahwa
penglihatan tersebut berasal dari wajah-wajah mereka. Artinya mereka melihat wajah Allah
Ta’ala dengan indera penglihatan mereka
)22( ر لَفِ ۡى نَ ِع ۡي ٍمjَ اِ َّن ااۡل َ ۡب َرا
)23( َك يَنظُرُون ِ َِعلَى ٱأْل َ َرٓائ
Artinya : “ Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam ke ni’matan
yang besar (Surga) (22). Mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang (Allah).
(23) . ( Qs. Al-Muthafifin : 22-23 ).
Di ayat ini disebutkan bahwa penghuni surga akan mendapatkan kenikmatan besar
dan salah satunya adalah memandang. Yakni dapat memandang Allah Subhanahu wa ta'ala
dengan mata kepala mereka sendiri.
Para ulama dan dan mufassirin sepakat bahwa makna : (ziyadah / tambahan)
maksudnya adalah melihat Allah dengan mata kepala.
“ Dari Abi Hurairah R.a , Sesungguhnya orang-orang (para sahabat) bertanya : Ya
Rasulullah, apakah kita bisa melihat Tuhan kita di hari kiamat ? maka Rasulullah menjawab :
“ sulitkah kamu melihat bulan di malam bulan purnama ? para sahabat menjawab : tidak ya
Rasulullah , Rasulullah berkata lagi : “ Apakah kamu sulit melihat matahari di waktu tanpa
awan ? para sahabat menjawab : tidak ya Rasulullah, “ Sesungguhnya kamu akan melihat
Tuhan seperti itu “. ( HR.Bukhari )
“ Sesungguhnya kedudukan surga yang paling rendah ialah penghuni surga yang melihat
surganya, isterinya, pembantunya dan pelaminannya dari jarak perjalanan seribu tahun. Dan
penghuni surga yang paling mulia diantara mereka ialah yang melihat Allah setiap pagi dan
petang, di hari itu penuh ceria memandang Tuhannya”. (HR.Tirmudzi dari ibnu umar r.a).
Al-Asy’ariyah berpendapat :
1. Melihat Tuhan hanya di akhirat saja.
2. Melihat Tuhan hanya bukan di akhirat saja tetapi juga dapat Tajali atau melihat Tuhan
selagi di dunia ini, yaitu dengan “mata batin” (Bashirah).
Setiap melaksanakan ibadah khususnya pada waktu shalat, bila tidak di sertai perasaan
“seperti sungguh-sungguh” melihat Allah, maka ibadah yang ihsan (baik), Allah Subhanahu
Wa Ta’ala
)45( َيرةٌ إِاَّل َعلَى ْال َخا ِش ِعين
َ ِصاَل ِة ۚ َوإِنَّهَا لَ َكب َّ صب ِْر َوالَّ َوا ْستَ ِعينُوا بِال
)46( َاجعُون ِ الَّ ِذينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم ُّماَل قُو َربِّ ِه ْم َوأَنَّهُ ْم ِإلَ ْي ِه َر
Artinya : “Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian
itu amat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (yaitu) orang-orang yang meyakini
bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. “
( Al-Quran surah Al-Baqarah : 45-46 )
Imam ibnu katsir berkata : “ (kenikmatan) yang paling agung dan tinggi (yang
melebihi semua) kenikmatan di surga adalah memandang wajah Allah yang maha mulia,
karena inilah “tambahan” yang paling agung (melebihi) semua (kenikmatan) yang Allah
berikan kepada para penghuni surga. Mereka berhak mendapatkan kenikmatan tersebut bukan
(semata-mata) karena amal perbuatan mereka, tetapi karena karunia dan rahmat.
Qadha dan Qadar
- Qodho adalah ketetapan, ketentuan atau rencana Allah untuk segenap makhluknya, baik
manusia, jin, hewan, tumbuhan, gunung, langit, laut. Sesuai dengan iradahnya sejak zaman
ajali.
- Dalam Al-Quran kata Qadha berarti :
1. Hukum atau keputusan ( Surah An-Nisa : 65 )
َضيْت j۟ ك فِي َما َش َج َر بَ ْينَهُ ْم ثُ َّم اَل يَ ِجد
َ َُوا فِ ٓى أَنفُ ِس ِه ْم َح َرجًا ِّم َّما ق َ ِّك اَل ي ُْؤ ِمنُونَ َحتَّ ٰى ي َُح ِّك ُمو
jَ فَاَل َو َرب
Artinya : “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka
tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya.”
- Qodar adalah perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah setelah terjadi ( Takdir )
Artinya : “Tidak ada dosa bagimu, jika kamu menceraikan istri-istri kamu yang belum kamu
sentuh (campuri) atau belum kamu tentukan maharnya. Dan hendaklah kamu beri mereka
mut‘ah, bagi yang mampu menurut kemampuannya dan bagi yang tidak mampu menurut
kesanggupannya, yaitu pemberian dengan cara yang patut, yang merupakan kewajiban bagi
orang-orang yang berbuat kebaikan.”
2. Takdir Mu’allaq yaitu ketentuan Allah yang bisa di rubah dengan usaha manusia.
Takdir Mu’allaq : Ketentuan Allah terhadap sesuatu yang dalam pelaksanaannya
Allah memberi peran serta kepada manusia untuk berusaha atau berikhtiar. Contoh :
kepandaian, kekayaan, keberhasilan, kesehatan, dan lain-lain. Kepandaian , kekayaan , dan
keberhasilan masing-masing orang telah ditakdirkan oleh Allah, tetapi untuk merealisasikan
takdir itu Allah memberi peran kepada manusia untuk berusaha dan berikhtiar.
- Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam bersabda : “Sesungguhnya doa dan
bencana itu diantara langit dan bumi, keduanya berperang dan doa dapat menolak bencana,
sebelum bencana tersebut turun”.
- Surah Al-hajj : 70 :
ب اِ َّن ٰذلِكَ َعلَى هّٰللا ِ يَ ِس ْي ٌر َ ِض اِ َّن ٰذل
ٍ ۗ ك فِ ْي ِك ٰت ۤ هّٰللا
ِ ۗ ْاَلَ ْم تَ ْعلَ ْم اَ َّن َ يَ ْعلَ ُم َما فِى ال َّس َما ِء َوااْل َر
Artinya : “ Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauhul mahfudz) sebelum kami menciptakannya,
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. “ (Al-Hajj:70).
Dalam konteks ini dapat dimaknai bahwa sunnatullah pada satu sisi mengandung pengertian
sama dengan takdir yaitu suatu ketentuan dan ketetapan Allah, namun tidak sepenuhnya
mempersamakan sunnatullah dengan takdir. Karena sunnatullah yang digunakan oleh Al-
Quran adalah untuk hukum-hukum kemasyarakatan dan hukum-hukum alam. Di Dalam Al-
Quran “Sunnatullah” terulang sebanyak 8 (delapan) kali, “sunnatina” satu kali, “sunnatul
awwalin”. Tiga kali, kesemuanya mengacu kepada hukum-hukum Tuhan yang berlaku pada
masyarakat.
“ Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah di tetapkan Allah
baginya. ( Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-nya pada Nabi-Nabi yang
telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku” (Al-
Quran surah Al-Ahzab : 38).
“Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum
(Mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah Allah. (Al-Quran
surah Al-Ahzab:62).
Mu’jizat
Kata Mu’jizat adalah isim fa’il yang di ambil dari fi’il madhi dari kata “ajaza”
(lemah) arti melemahkan yang kata itu berasal dari kata yang berarti lemah lawan dari
kata yang berarti mampu.
Mukjizat ialah sesuatu yang diluar kebiasaan, sehingga tidak seorang pun yang
mampu melakukan hal seperti itu. Akan tetapi, bukanlah sesuatu yang mustahil atau sesuatu
yang akan bertentangan dapat bertemu atau menghilangkan dalam waktu yang sama. Dan
mukjizat adalah kejadian yang luar biasa yang ada pada seseorang yang mengakui dirinya
sebagai Rasul Allah.
“ Jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya rasul-rasul sebelum kamupun
telah didustakan (pula), mereka membawa mukjizat-mukjizat yang nyata, zabur dan kitab
yang memberi penjelasan yang sempurna.” ( Surah Ali-imron:184).
Mukjizat-mukjizat tersebut tidak lepas dari bentuk-bentuk berikut ini :
1. Ilmu, seperti pemberitahuan tentang hal-hal ghaib yang sudah terjadi ataupun yang akan
terjadi, umpamanya pengabaran Nabi isa kepada kaumnya tentang apa yang mereka makan
dan apa yang mereka simpan di rumah-rumah mereka. Sebagaimana pengabaran Nabi
Muhammad tentang fitnah-fitnah atau tanda-tanda hari kiamat yang akan terjadi,
sebagaimana banyak dijelaskan dalam hadits-hadits.
2. kemampuan dan kekuatan, seperti mengubah tongkat menjadi ular besar, yakni mukjizat
Nabi musa yang di utus kepada fir’aun dan kaumnya. Kemudian penyembuhan penyakit
kulit, buta, serta menghidupkan orang-orang yang sudah mati, yang kesemuanya adalah
mukjizat Nabi isa. Juga terbelahnya bulan menjadi dua yang merupakan salah satu Mukjizat
Nabi Muhammad.
3. Kecukupan, misalnya perlindungan bagi Nabi Muhammad dari orang-orang yang
menginginkan kejahatan kepadanya. Hal ini sering terjadi, ketika di makkah sewaktu malam
hijrah, ketika di dalam gua, lalu dalam perjalanan ke madinah ketika bertemu dengan suraqah
bin malik, lalu di madinah ketika orang-orang yahudi ingin menculiknya dan lain-lain.
3. Kejadian yang dialami seorang Ahli ilmu pada masa Nabi Sulaiman Alaihi salam
Ketika Nabi sulaiman Alaihi salam sedang duduk di hadapan dengan para tentaranya yang
terdiri atas manusia, hewan, dan jin. Beliau meminta kepada mereka mendatangkan
singgasana ratu balqis, ada seorang yang berilmu berkata kepada Nabi sulaiman Alaihi salam,
menurut sebuah keterangan, orang berilmu itu bernama Asif. Perkataan orang berilmu
tersebut diabadikan Allah Subhanahu wa ta'ala dalam firmannya Al-Quran surah An-
naml:40).
Karomah terminologinya menurut ulama tauhid adalah suatu hal perkara atau kejadian
yang luarbiasa dalam pandangan orang yang melihatnya.
- Sihir Adalah suatu perbuatan yang dapat mendekatkan diri kepada syaitan dengan
bantuannya. Syamir, meriwayatkan dari Aisyah, Dia mengatakan : “ Orang arab menyebut
sihir itu dengan kata As-sihr karena ia menghilangkan kesehatan menjadi sakit.”
Dari Abu Hurairah R.A, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda : “
Jauhilah tujuh dosa yang dapat menghapus amal kebajikan, yakni mempersekutukan Allah.
(Sihir), membunuh jiwa yang telah di haramkan oleh Allah kecuali dengan alasan yang
benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling dari barisan perang dan
menuduh berzina wanita-wanita menjaga kehormatan yang lengah lagi beriman.”
( HR.Bukhari muslim).
2. Demikian pada karamah para wali disebabkan karena kuatnya keimanan dan ketaatan
mereka kepada Allah Ta’ala. Syaikhul islam ibnu Taimiyah mengatakan : “Barangsiapa
yang bertaqwa kepada Allah Ta’ala maka ia pun menjadi wali Allah Ta’ala.” Sedangkan
perbuatan syaitan ini adalah karena kufurnya mereka kepada Allah Ta’ala dengan
melakukan kesyirikan-kesyirikan serta kemaksiatan kepada Allah Ta’ala, dan syarat-
syarat tertentu yang harus ia lakukan.”
3. Karamah merupakan suatu pemberian dari Allah Ta’ala kepada hambanya yang shalih
dengan tanpa susah payah darinya. Berbeda dengan perbuatan syaitan, maka ini terjadi
dengan susah payah setelah sebelumnya dia berbuat syirik kepada Allah Ta’ala.
4. karamah para wali tidak boleh disanggah atau dibatalkan dengan sesuatu pun. Berbeda
dengan perbuatan syaitan yang dapat dibatalkan dengan menyebut nama-nama Allah Ta’ala
atau dibacakan ayat kursi atau yang misalnya dari ayat-ayat Al-Quran . Bahkan syaikhul
islam menyebutkan bahwa ada seseorang yang terbang di atas udara kemudian datang
seseorang dari salafusshalih lalu dibacakan ayat kursi kepadanya maka seketika itu dia jatuh
dan mati.
5. karamah itu tidaklah menjadikan seseorang sombong dan merasa bangga diri, justru
dengan adanya karamah itu menjadikannya semakin bertaqwa kepada Allah dan semakin
mensyukuri nikmat Allah. Adapun perbuatan syaitan boleh menjadikan seseorang bangga diri
atau sombong dengan kemampuan yang dia miliki serta angkuh terhadap Allah . sehingga
jelaslah bagi kita akan hakikat karomah dan perbuatan syaitan.
6. karamah datang atas kehendak Allah sedangkan sihir atas kehendak pemiliknya.
7. karamah tidak bisa ditiru dan tidak bisa dipelajari, sedangkan sihir bisa ditiru dan bisa
dipelajari.
8. karamah tidak bisa diwariskan, sedangkan sihir bisa diwariskan.