Anda di halaman 1dari 36

BEDAH QS.

AL-HUJURAT AYAT 10 DAN 11

Tugas Makalah Tafsir Tahlili I

Dosen Pengampu: Mayada Hanawi, M.Ag

Disusun oleh:

Kelompok 11 dan 12

Nurul Jihan Zulkifli 21211748

Nurun Tiha Innaimi 21211752

Nurus Sa’adah 21211753

Putri Salsabila 21211760

Quratul Aeni 21211762

Refina Ramadhanti 21211768

Shafa Kamila Sayyidah 21211792

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ)

JAKARTA 1445 H / 2023 M


A. Ayat
َ َ ُ ُ َّ َ َ َ ‫ه‬ ُ َّ ُ ََ َ ُ ْ َ َ ٌ ْ َ ُ ْ ْ َ َّ
١٠ ࣖ ‫اّٰلل لعلك ْم ت ْرح ُم ْون‬ ‫ِانما ال ُمؤ ِمن ْون ِاخ َوة فاص ِلح ْوا َب ْين اخ َو ْيك ْم َواتقوا‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah
kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati.”
(QS. Al-Hujurat [49]:10)
َ ُ ْ َ َ َ ْ َ ُ ُ ْ َ َ َ َ َ َ َ ُ ٰ َ ْ َّ َ َ
‫يٰٓايُّها ال ِذين ا َمن ْوا لا ي ْسخ ْر ق ْو ٌم ِم ْن ق ْو ٍم ع ٰٓسى ان َّيك ْون ْوا خ ْي ًرا ِمن ُه ْم َولا ِن َسا ٌۤء ِم ْن ِن َسا ٍۤء ع ٰٓسى ان َّيكَّن خ ْي ًرا‬
ُ َ ٰۤ ُ َ ُ َّ َ ْ ْ َ َْ ُ ْ ُ ُْ ُ ْ َْ َ ْ َ ْ ْ ُ َ َ َ َ َ ْ ُ َ ُ ْ َ ْ ُ ْ َ َ َ َّ ُ ْ
‫انَّۚ َو َم ْن ل ْم َيت ْب فاول ِٕىك ه ُم‬
ِ ‫ابِۗ ِبئس ا ِلاسم الفسوق بعد ال ِايم‬ ِ ‫ِمنهنَّۚ ولا تل ِمز ْٓوا انفسكم ولا تنابزوا ِبالالق‬
َ ‫ه‬
١ ‫الظ ِل ُم ْون‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum
yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka
(yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok)
perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada
perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil
dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik1 setelah
beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.” (QS. Al-Hujurat
[49]:11)

B. Penjelasan Per-kata
َ ُ ْ ْ
1. ‫ال ُمؤ ِمن ْون‬
َ ُ ْ ْ
a. Definisi ‫ ال ُمؤ ِمن ْون‬secara bahasa dan istilah
Definisi kata mukmin berasal dari bahasa Arab. Kata mukmin secara etimologi atau
bahasa merupakan kalimah isim fā’il dari taṣrifan (morfologi/perubahan kata) āmana-
yu’minu-īmanan yang memiliki arti yang berarti mempercayai. Dalam literatur yang
lebih jauh yaitu menurut Ibn Manżur mengemukakan bahwa, pada jauh masa awal
sejarah dan peradaban Islam kata mukmin merupakan Isim Fāil dari kata āmana
yangberarti membenarkan lawan kata każaba yang berarti bohong, yaitu orangyang
membenarkan ajaran yang dibawa nabi Muhammad saw.2
Sedangkan dalam pengertian secara terminologi/istilah menurut pakar bahasa al-
Qur’an Ragib Al-Asyfihāni memberikan penjelasan bahwa, kata mukmin berarti taṣdīq

1
Panggilan fasik adalah panggilan dengan menggunakan kata-kata yang mengandung penghinaan atau
tidak mencerminkan sifat seorang mukmin.
2
Althaf Husein Muzakky, Muhammad Qoes Atieq, Jamaluddin S, “Memahami Makna Mukmin Sejati
Perspektif Al-Qur’an: Telaah Tafsir Jalālain”, Mashdar : Jurnal Studi al-Quran dan Hadis 2, no.1, (2020), h.4.
bil Janān, wa qoulun bil lisan, wa amalun bil arkān dalam literatur lain disebutkan
dengan taṣḍīq bil qalbi, wa qoulun bil lisān, wa ‘amalun bil jawāriḥi, yaitu
membenarkan dalam hati mengucapkan dengan perkataan, dan menjalankan dengan
anggota badan.3
b. Rukun Iman
Rukun iman yang enam itu antara yang satu dengan yang lainnya saling
berhubungan erat. Kalau seseorang beriman telah beriman kepada Allah, maka ia wajib
pula beriman kepada malaikat-Nya, kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhirat dan yakin
pada qadar baik dan qadar buruk (takdir). Batallah keimanan seseorang kalau beriman
kepada sebagian rukun iman saja dan meninggalkan rukun iman yang lainnya. Sebab
keyakinan kepada Allah sama artinya meyakini kebenaran kitab suci-Nya sebagai yang
diwahyukan. Wahyu tersebut (Al-Quran) diturunkan melalui rasul-Nya Muhammad
Saw. yang sekaligus dijelaskan melalui hadits. 4
Dalam hadis Nabi disebutkan bahwa iman itu memiliki enam rukun yang harus
dipenuhi.
َّ َ ُ َ َ َ َ َ ٌ ُ َ ُ َ َ َ َ
َ‫اّٰلل ما‬ َّ ً َ ً ْ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َّ َ َّ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ ُ َ
ِ ‫اس فأتاه رجل فقال يا رسول‬ ِ ‫اّٰلل صلى اّٰلل علي ِه وسلم يوما ب ِارزا ِللن‬ ِ ‫ررة قال كان رسول‬ ‫ع ْن أ ِبي ه ي‬
ْ ْ َْ َ ُْ َ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ ْ ُ ْ َ َ َ ُ َ ْ
‫آخ ِر‬
ِ ‫ث ال‬ ِ ‫اّٰلل ومل ِائك ِت ِه و ِكت ِاب ِه و ِلق ِائ ِه ورس ِل ِه وتؤ ِمن ِبالبع‬
ِ ‫ال ِإيمان قال أن تؤ ِمن ِب‬
Artinya: “Dari Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah ‫ ﷺ‬pada suatu hari berada di
hadapan manusia, lalu seorang laki-laki mendatanginya seraya berkata, 'Wahai
Rasulullah, apakah iman itu?' Beliau menjawab, 'Kamu beriman kepada Allah,
malaikat-Nya, kitab-Nya, beriman kepada kejadian pertemuan dengan-Nya, beriman
kepada para rasul-Nya, dan kamu beriman kepada hari kebangkitan yang akhir.'” (HR
Muslim)5
Pengertian yang telah disebutkan diatas merupakan makna kata iman secara umum,
sedangkan makna mukmin merupakan orang yang beriman, secara khusus dijelaskan
dalam al-Qur’an dengan lebih luas seperti dalam QS. al-Baqarah [2]: 212 tentang rezeki
yang diterima orang yang mukmin dibanding dengan orang non-muslim, dalam QS. al-
Anfāl [8]:2-4 dan QS. Al-Fath [48]:4 yang menjelaskan keimanan orang mukmin

3
Althaf Husein Muzakky, Muhammad Qoes Atieq, Jamaluddin S, “Memahami Makna Mukmin Sejati
Perspektif Al-Qur’an: Telaah Tafsir Jalālain”, Mashdar : Jurnal Studi al-Quran dan Hadis 2, no.1, (2020), h.4.
4
Salmi Wati, Rezki Amlia, “Pendidikan Keimanan dan Ketaqwaan Bagi Anak-anak”, Al-Mabhats:
Jurnal Penelitian Sosial Agama 6, no. 2, (2021), h. 142.
5
Muslim Ibn Al-hajjaj Abu al-Husain alQusyairi al-Naisaburi, ṣahih Muslim (Beirut: Dār alKutub al-
’Alamiyyah, 1998), Vol. 1, h. 36.
memiliki potensi untuk bertambah atas beberapa sebab, dan masih banyak lagi yang
ayat al-Qur’an yang mendefinisikan tentang orang mukmin.6
c. Tujuan dan urgensi iman
Iman sangatlah penting dalam kehidupan, karena tanpa iman betapa menderitanya
seorang hamba tanpa iman yang teguh dan kuat, biasanya karakter seperti ini rentan
terhadap hal-hal yang justru jauh dari rahmat sang pencipta alam semesta, apalagi
kesedihan jiwa, kekosongan jiwa, dan tidak ada penerangan ilahi terkecil di hatinya. 7
Iman harus tertanam kuat di hati setiap hamba, karena iman yang berakar kuat
menerangi dan menyinari kehidupan dengan kecemerlangannya, dapat memberikan
pengaruh yang luar biasa pada seluruh dimensi kehidupan, serta menjadikan hamba
menyandang sifat dan pemikiran ketuhanan baik dari segi pemikiran, pemahaman,
akhlak dan aturan.8
Iman yang diperlukan dalam hidup bukanlah sekedar slogan yang digemakan dan
manis dibibir, namun merupakan aturan sempurna dalam hidup seorang hamba. Serta
mampu memberikan pencerahan hidup yang menerangi pikiran, perasaan dan
keinginan hamba dalam hidupnya. Dalam hal ini keimanan yang demikian
mentransformasikan fitrah manusia dari sifat hina dan lemah menjadi wujud ketuhanan
yang mempunyai tekad, misi, tujuan mulia dan kekuasaan. 9
Tidak dapat dipungkiri bahwa keimanan mempunyai pengaruh yang penting dan
sangat penting bagi kehidupan yang tercerahkan, yaitu keimanan merupakan landasan
kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan tuntutan dan tujuan hidup setiap orang, melalui
bantuan iman seseorang dapat dipenuhi kebahagiaan dalam hidup, walaupun berbagai
cobaan namun iman justru menjadikannya bagian dari kesabaran. Iman adalah landasan
ketenangan dan hati.10
ٌ ْ
2. ‫ِاخ َوة‬
ٌ ْ
a. Definisi ‫ ِاخ َوة‬secara bahasa dan kistilah

6
Althaf Husein Muzakky, Muhammad Qoes Atieq, Jamaluddin S, “Memahami Makna Mukmin Sejati
Perspektif Al-Qur’an: Telaah Tafsir Jalālain”, Mashdar : Jurnal Studi al-Quran dan Hadis 2, no.1, (2020), h.4.
7
A. Rasyid, “Urgensi Iman”, dalam Mimbar Umum Online, 28 Oktober 2023.
8
A. Rasyid, “Urgensi Iman”, dalam Mimbar Umum Online, 28 Oktober 2023.
9
A. Rasyid, “Urgensi Iman”, dalam Mimbar Umum Online, 28 Oktober 2023.
10
A. Rasyid, “Urgensi Iman”, dalam Mimbar Umum Online, 28 Oktober 2023.
ْ
Secara bahasa kata ‫ ِاخ َو ٌة‬berasal dari kata akhun (‫ )اخ‬artinya saudara. Kalau saudara

perempuan disebut ukhtun (‫)اخت‬, jamaknya akhwat (‫)اخوات‬. Dari kata ini kemudian

terbentuk al-akhu, bentuk mutsannanya akhwan dan jamaknya ikhwan (‫ )اخوان‬artinya

banyak saudara. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata ini dinisbatkan
pada arti orang yang seibu dan sebapak, atau hanya seibu atau sebapak saja.11 Secara
istilah adalah orang yang bertalian sanak keluarga, orang yang segolongaan, sepaham,
seagama dan sederajat. Jadi kata akhun tersebut semakin meluas artinya, yakni bukan
saja saudara seayah dan seibu, tetapi juga berarti segolongan, sepaham, seagama dan
seterusnya.12
ٌ ْ
b. Macam-macam ‫ِاخ َوة‬
Dalam Al-Qur’an terdapat empat macam persaudaraan, yang berkaitan dengan
ukhuwah Islamiyah di antaranya:
1) Ukhuwwah Ubudiyyah, yaitu saudara kesemakhlukan (sama-sama makhluk)
dan kesetundukan (sama-sama tunduk) kepada Allah SWT. Meskipun dengan
orang yang berbeda agama, suku, budaya dan yang lainnya. Tapi kita tetap
merasa bersaudara karena kita adalah sama-sama makhluk ciptaan Allah SWT.
2) Ukhuwwah Insaniyyah (Basyariyyah), yaitu persaudaraan sekemanusiaan.
Yakni seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena mereka semua berasal
dari seorang ayah dan ibu. Rasulullah Saw. juga menekankan lewat sabda beliau
“Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara”.
3) Ukhuwwah Wathaniyyah wa an-Nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan
dan kebangsaan. Prinsip paling cocok dalam ukhuwah ini adalah berpijak pada
al-Tasamuh (toleransi) karena adanya interaksi timbal balik antarumat
beragama, menghargai kebebasan beragama bagi yang tidak sepaham.
4) Ukhuwwah fi din al-Islam, yaitu persaudaraan seagama islam atau persaudaraan
antar sesame muslim. Rasulullah Saw. bersabda, “Kalian adalah sahabat-
sahabatku, saudara-saudara kita adalah yang datang sesudah (wafat)-ku”.13

11
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h.
1003.
12
Asep Maulana, "Konsep Al-Ukhuwah Dalam Al-Qur’an", Jurnal Al-'Adalah 19, no. 2 (Oktober 2019),
h. 168.
13
Syarifah Laili, “Studi Analisis Ayat-Ayat Ukhuwah Dalam Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish
Shihab,” (Medan 2016), h. 106-110.
ُ ْ ََ
3. ‫فاص ِلح ْوا‬
ُ ْ ََ
a. Definisi ‫ فاص ِلح ْوا‬secara bahasa dan istilah
ْ َ ‫ فَا‬akar kata ishlāh berasal dari lafadz ‫صلح – يصلح – صالحا‬
Secara bahasa kata ‫ص ِل ُح ْوا‬
berarti baik. Kata ishlāh merupakan bentuk mashdar dari wazan ‫ إفعال‬yang berarti
memperbaiki, memperbagus dan mendamaikan (penyelesaian pertikaian). Secara
istilah, term ishlāh dapat diartikan sebagai perbuatan terpuji dalam kaitannya
dengan perilaku manusia. Dalam terminologi islam secara umum, ishlāh adalah
suatu aktivitas yang ingin membawa perubahan dari keadaan yang buruk menjadi
keadaan yang baik.14
َْ ْ
b. Sebab adanya ‫ِإصلح‬
1) Ishlāh Pada Masa Pra Islam
Ishlāh dalam arti perjanjian antar dua kelompok yang bertikai untuk mengakhiri
pertikaian sebenarnya telah dikenal jauh pada masa pra islam. Oleh karena itu, Majid
Khadduri menyebutnya sebagau institusi yang sangat tua lagi antik. Institusi ini
bertujuan untuk menyelesaikan permusuhan dengan cara damai, untuk merekonsiliasi
(memulihkan) antar pihak dengan berusaha mendamaikannya dengan mengadakan
pernyataan persetujuan yang bersifat kompromistis, tanpa adanya tekanan dari salah
satu pihak yang lebih kuad terhadap lawannya yang lebih lemah. Dikatakan tua karena
institusi ini telah ada dan diterapkan sejak sekitar millenium keempat belas M (3100
SM), yaitu perjanjian damai antara Ennatum, Raja Lagash, salah satu negara kota
terbesar di Mesopotamia. Perjanjian damai itu dapat menyelesaikan perselisihan yang
telah berlangsung lama.15
2) Ishlāh Pada Masa Islam
Dalam sejarah islam, kita mengetahui beberapa peristiwa penting dalam
perkembangan islam yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat, khususnya
dalam hal membuat perjanjian damai dengan pihak luar islam maupun mendamaikan
antar pihak tertentu dalam islam yang sedang bertikai. Pada tahun kesepuluh dan
kesebelas kenabian, tepatnya setelah isra’ mi’raj. Rasulullah berhsail mendamaikan
dua suku Arab utama Yatsrib yang selalu bertikai yaitu ‘Aus dan Khazraj. Peristiwa ini
menjadi titik tolak Rasulullah dari Mekah ke Yatsrib yang kemudian berubah nama

14
Arif Hamzah, “Konsep Ishlah Dalam Perspektif Fikih", (Jakarta: 2008), h. 13-14.
15
Arif Hamzah, “Konsep Ishlah Dalam Perspektif Fikih", (Jakarta: 2008), h. 31.
menjadi Madinah. Kemudian setelah sampai di Madinah, Rasulullah mengadakan
perjanjian damai dengan berbagai kabilah di Madinah dan sekitarnya. Salah satu
momen penting pada awal periode Madinah adalah terjadinya arbitrase (penyelesaian
masalah) antara Rasulullah dengan Bani Quraizhah, salah satu suku Yahudi, di mana
kedua belah pihak mewakilkan penyelesaian perselisihan kepada seorang mediator
yang dipilih dan disepakati kedua belah pihak.16
َْ ْ
c. Tujuan dan manfaat ‫ِإصلح‬
Ulama tafsir Indonesia yang berupaya menyingkap dimensi perdamaian (ishlāh)
Al-Qur’an ialah M Quraish Shihab. Ia menyatakan bahwa tujuan perdamaian (ishlāh)
dalam Al-Qur’an adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga
mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya, guna
membangun perdamaian dan mencegah konflik atau perselisihan, termasuk di
dalamnya mencegah kemungkinan terjadinya konflik dunia ini sesuai dengan konsep
yang ditetapkan Allah.
Dimensi perdamaian Al-Qur’an sejak awal dapat terdeteksi ketika Allah
mengukuhkan umat manusia sebagai khalifah fi al-Ard (wakil Allah dimuka bumi).
Amanah tersebut sarat dengan konsep atau nilai-nilai perdamaian, yakni umat manusia
dilarang keras membuat kerusakan di muka bumi yang berakibat rusaknya tatanan
kehidupan umat manusia itu sendiri.
Potensi manusia mewujudkan kedamaian melalui pembinaan akal secara tepat
melahirkan pribadi yang cerdas, berkualitas dan pemanfaatan nafsu secara benar juga
melahirkan individu yang produktif. Jika kedua potensi tersebut diberdayakan secara
sinergis dan proporsional, maka akan lahir pribadi yang ulet, religius sebagai ilmuan
sejati dengan memadukan iman, ilmu dan amal. 17
Di samping itu, semangat perdamaian (ishlāh) Al-Qur’an berdasarkan pada surah
Al-Hujurat ayat 9 dan 10, dalam penyajian isi yang terkandung di dalamnya selalu
menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Selain melalui pembuktian yang dapat
menyentuh jiwa dan penyajian pada manusia dengan menyentuh penalaran akalnya
sehingga keotentikan ajaran Al-Qur’an dapat dicerna. Di samping itu, Al-Qur’an juga
sebagai sumber pokok ajaran islam yang menjelaskan perdamaian yang

16
Arif Hamzah, “Konsep Ishlah Dalam Perspektif Fikih", (Jakarta: 2008), h. 32-33.
17
Abdul Wahid Haddade, “Konsep Al-Ishlah Dalam Al-Qur’an", Jurnal Tafsere 4, no. 1, (Makassar:
2016), h. 21.
membentangkan betapa indahnya hidup yang disemai dengan persaudaraan atau
ukhuwah dan silaturahim.18
ُ َّ
4. ‫َواتقوا‬
َْ
a. Definisi ‫ تق َوى‬secara bahasa dan istilah

َ َّ
Secara etimologi kata ini merupakan masdar dari kata ittaqā-yattaqī )‫ (إتقى ـ َيَّت ِق ْي‬yang
berarti menjaga diri dari segala yang membahayakan. Sementara pakar berpendapat
bahwa kata ini lebih tepat diterjemahkan dengan berjaga-jaga atau melindungi diri dari
sesuatu. Kata taqwā ( ‫ )تقوا‬juga sinonim dengan kata khauf (‫ )خوف‬dan khasyah ‫خشيه‬
yang berarti takut, bahkan, kata ini mempunyai pengertian yang hampir sama dengan
kata ta’at. Kata takwa yang dihubungkan dengan kata ta’a )‫ )طعه‬dan khasyah (‫)خشيه‬
digunakan Alquran didalam QS. an-Nūr [24]: 52. Secara terminology syar’I (agama),
kata takwa mengandung pengertian menjaga diri dari segala yang dilarang Allah Swt.
dan melaksanakan segala yang diperintahkan-Nya.19
Disisi lain kalimat takwa ini mengandung arti kehati-hatian. Maka inilah yang
dilustrasikan oleh Umar bin Khattab ketika menjelaskan kepada Ubay bin Ka’b tentang
makna takwa. Umar r.a. bertanya: “pernahkah engkau berjalan dijalan yang penuh
duri?” Ubay menjawab “ ya pernah”. Apa yang engkau lakukan? “aku sangat berhati-
hati (Jawab Ubay)”. Takwa itu merupakan modal utama dan terbaik untuk menuju
kehidupan akhirat. Sedangkan takwa dalam istilah syar’i kata takwa mengandung
pengertian menjaga diri dari segala perbuatan dosa dengan meninggalkan segala yang
dilarang Allah Swt dan melaksanakan segala apa yang diperintahkannya. 20

Imam Ar-Raghib Al-Asfahani mendefinisikan yaitu menjaga kebersihan jiwa


dengan meninggalkan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah. Takwa kepada Allah
menurut Muhammad Abduh adalah menghindari siksaan Tuhan dengan jalan
menghindarkan diri dari segala yang dilarangnya serta mengerjakan segala yang
diperintahkannya. Hal ini hanya dapat terlaksana melalui rasa takut siksaan Allah Swt
yang menimpa dan rasa takut kepada yang menjatuhkan siksaan yaitu Allah Swt21.

18
Abdul Wahid Haddade, “Konsep Al-Ishlah Dalam Al-Qur’an", Jurnal Tafsere 4, no. 1, (Makassar:
2016), h. 22.
19
M. Qurais Shihab, “Ensiklopedia Alquran Kajian Kosakata” (Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. 988.
20
Rahimah, “Takwa Dalam Perspektif Allamah Sayyid Abdullah Bin Husain Bin Thahir”, (Skripsi
Sarjana, Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam Universitas Islam Negeri Medan, 2018), h.14.
21
Rahimah, h.14
Rasa takut itu pada mulanya timbul dari keyakinan tentang adanya siksaan.
Seyogiyanya kata takwa janganlah selalu diartikan takut, sebab takut hanyalah sebagian
kecil dari takwa. Dalam takwa terkandung cinta, kasih, harap, cemas, tawakkal, ridha,
dan sabar. Bahkan lebih luas takwa mengandung arti kata berani, yang demikian itu
karena adanya rasa percaya kepada Tuhan, yang diikuti dengan upaya terus-menerus
untuk berjalan di jalan yang benar akan menjadikan orang kehilangan rasa takut dan
kesusahan.22

Maksud dari surat al-Hujurat ayat 10 itu bahwa Allah memerintahkan untuk
senantiasa bertaqwa dalam segala urusan. Mendamaikan saudara termasuk
implementasi taqwa. Dan ini mengundang rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. “dan
bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al Hujurat [49]:10).
Dengan taqwa, maka ia tidak akan memihak salah satu dari dua orang yang bertikai
tersebut. Dengan taqwa, ia akan berbuat adil. Dan dengan taqwa itulah ia akan
memperoleh rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

َْ
b. Cara ‫تق َوى‬
Berikut adalah jalan menuju takwa yang tercantum dalam Al-Quran yaitu:23
1) Mu'ahadah (Ingat Perjanjian)
“Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari kamu dan kami angkatkan
gunung (Thursina) di atasmu (seraya kami berfirman): “Peganglah teguh- teguh apa
yang kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada didalamnya, agar kamu
bertakwa”. (Q.S Al Baqarah [2]:63)
Sesungguhnya kita semasa di alam roh telah berjanji dengan Allah swt bahawa kita
akan mengiktiraf Allah swt sebagai tuhan kita dan memenuhi hak-hak Nya sebagai
seorang tuhan. Dengan selalu merasa mu'ahadah, maka manusia akan sentiasa
mengingati perjanjian itu seterusnya berusaha bersungguh untuk memenuhi janjinya
itu.
2) Muaqabah (Menghukum Diri)
"Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-
orang yang berakal, supaya kamu bertakwa." (Q.S Al Baqarah [2]:179)

22
Rahimah,h.14.
23
Annisa Alvaretta, “Agama Islam Tentang Taqwa”, Juli, 2018, h. 9.
Seperti yang kita fahami qishaash adalah salah satu bentuk hukuman yang di
kenakan atas kesalahan/ jenayah yang dilakukan oleh manusia. Ini adalah bertujuan
untuk mencegah agar manusia itu takut untuk melakukan kesalahan/jenayah seterusnya
menjamin agar kehidupan manusia itu dilindungi.
Maka pengertian muaqabah bolehlah dikatakan sebagai hukuman atas dirinya
sendiri sekiranya ia melakukan maksiat bahkan jika ia meningglkan kebaikan yang
biasa ia lakukan, ia akan menentukkan hukuman keatas dirinya sendiri, dengan itu ia
tidak kan kekal dalam kemaksiatan ataupun bersungguh-sungguh untuk kekal
melakukan kebaikkan dan takut akan hukuman itu sekiranya ia lalai dan malas sebelum
ia dihukum oleh Allah swt di hari penghisaban kelak.
3) Mujahadah (Bersungguh-Sungguh)
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar
akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-
benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (Q.S Al Baqarah [2]:69)
Mereka yang bersungguh untuk mencari keredhaan Allah swt, maka Allah akan
menunjukki jalan dan adalah golongan yang membuat kebaikan. Ini adalah satu sikap
yang mana walaupun seseorang itu berada di dalam kemalasan, kepenatan dan lain lain
keadaan, ia tetap melakukan amalan-amalan kebaikkan. Dan juga telah bertahun
lamanya ia membuat kebaikkan ia tetap jua melakukan kebaikkan dengan kadar yang
terbaik. Karena usia manusia itu tidak ada yang tahu maka kita diharuskan bersungguh
sungguh dalam hal apapun.24
4) Muraqabah (Merasa Kehadiran Allah Swt)
“Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah
pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu
tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu.
Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah
bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih
dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai (datang)
malam. Akan tetapi, jangan campuri mereka ketika kamu (dalam keadaan) beriktikaf
di masjid. Itulah batas-batas (ketentuan) Allah. Maka, janganlah kamu mendekatinya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka
bertakwa.” (Q.S Al Baqarah [2]:187)

24
Annisa Alvaretta, h.10.
Cara untuk merasa muraqabah ialah mengamati dirinya di awal dan ditengah
sesuatu pekerjaan atau amal. Apakah tujuan amalnya itu? Adakah untuk mendapat
pujian manusia atau ingin menjadi mashyur?
Semestinya sebab utama pelaksanaan amal itu adalah semata-mata untuk mendapat
keridhaan Allah swt. Sekirannya ia melaksanakan sesuatu amal itu kerana manusia,
maka ia dikira telah melakukan sesuatu kesyirikan kepada Allah swt.
5) Muhasabah (Melihat, Menilai, Memerhati Kehidupan Yang Telah Dilalui)
“Dan (ingatlah), ketika kami mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit
itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka. (dan
kami katakan kepada mereka): “Peganglah dengan teguh apa yang Telah kami berikan
kepadamu, serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya supaya
kamu menjadi orang- orang yang bertakwa.” (Q.S Al-A'raaf [7]:171)
Orang beriman diperintahkan oleh Allah swt supaya memilih waktu yang mana
kiranya digunakan untuk memerhatikkan amalannya sepanjang hari. Apakah ia telah
melakukan apa yang diperintahkan ataupun apakah ia telah meninggalkan larangan-
larangan Allah swt. Walupun detik atau masa yang diambil itu mungkin tidak lebih dari
setengah jam dari jumlah masanya yang Allah swt kurniakan selama 24 jam sehari
kepadanya, namun cukup berharga untuk menentukkan tindakan hidupnya yang
seterusnya. la merenung dan memikirkan dimanakah kekurangan, pengabaian dan
maksiat atau dosa yang telah ia lakukan sepanjang hari.25
Orang yang cerdik di dalam hidupnya ialah mereka yang selalu menghisab,
memperbaiki amalan hidupnya dan menambah amalan amalan solehnya, hasil dari
muhasabah terhadap dirinya. Sementara orang yang rugi ialah mereka yang terus
bermaksiat sehingga sampai ajalnya kerana ia tidak pernah memperuntukkan masa
untuk menilai dirinya. 26
َْ
c. Tujuan dan manfaat ‫تق َوى‬
Seseorang yang bertakwa akan senantiasa menaati segala perintah Allah. Di
samping itu, takwa adalah tujuan manusia diciptakan untuk senantiasa beribadah dan
menyembah Allah Swt. Dengan bertakwa, seorang hamba memiliki keutamaan yang
sangat besar, satu di antaranya ialah akan dimudahkan segala urusanya oleh Allah Swt.
Hal ini sebagaimana yang termaktub dalam satu di antara surah Al-Qur'an, artinya:

25
Annisa Alvaretta, h.11.
26
Annisa Alvaretta, h.12.
“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan
barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluannya). Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya.
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. At-
Thalaq [65]:2-3).27

Manfaat Taqwa adalah sebagai berikut:28

1) Allah menjadikan bagi orang-orang yang bertakwa itu furqan, ialah kemampuan
membedakan antara yang haq dan bathil. Kemampuan ini tidak didapat dari sekadar
belajar ilmu pengetahuan dan filsafat, karena kebenaran itu datangnya dari Allah
SWT.
2) Dihapuskannya dosa-dosa kecil.
Ada sebagian ulama yang berpendapat dosa kecil lalah dosa yang tidak ditegaskan
hukuman pastinya di dunia ini, dan tidak pula ancaman khusus di akhirat. Tetapi,
pendapat yang lebih bisa diterima ialah bahwa dosa kecil dimaksudkan sebagai
kesalahan yang dilakukan dengan tidak sengaja, dan pelakunya segera bertaubat
serta tidak mengulangi kesalahan itu lagi. Suatu kesalahan tidak disebut dosa kecil,
jika dilakukan berulang kall; dan tidak pula disebut dosa besar, jika pelakunya
segera memohon ampun.
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang
mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosa
kecilmu), dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” [QS. An-Nisa'
[4]:31].
Jika seseorang mampu menghindarkan diri dari dosa-dosa kecil, niscaya ia dapat
pula menjauhi dosa-dosa besar.
3) Diampuninya dosa-dosa besar.
Dosa besar lalah kesalahan yang dilakukan dengan sengaja, diulang-ulang, dan
pelakunya tidak ada kesadaran untuk bertaubat dan memohon ampun.
Meninggalkan shalat karena malas dan lalai adalah dosa besar. Dan jika
meninggalkannya karena mengingkari wajibnya shalat, pelakunya menjadi

27
Hanif Sri Yulianto, Arti Taqwa beserta Fungsi dan Ciri-Cirinya, Mei, 2023.
https://www.bola.com/ragam/read/5287234/arti-takwa-beserta-fungsi-dan-ciri cirinya?page=3.
28
Ikhsan Agung Firdaus, “Manfaat Taqwa”, Desember, 2016.
kafir/murtad. Memang, ada ayat yang menjelaskan, bahwa Allah SWT bisa saja
mengampuni dosa-dosa seseorang yang amat banyak dan berulang kali. Tetapi,
siapa yang dapat menjamin orang-orang semacam itu sempat bertaubat? Kenyataan
justru menunjukkan kebalikannya. Oleh karena itu, Allah memerintahkan orang-
orang beriman untuk (segera) bertaubat dengan sungguh-sungguh (taubat nasuha).
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan
nasuhaa (taubat yang semurni-murninya), mudah-mudahan Rabbmu akan
menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai...” [QS. At-Tahrim [66]:8].
Dalam sebuah hadits disebutkan beberapa akhlak dan perilaku baik, tetapi bisa
menjadi lebih baik, antara lain: “taubat itu baik, tetapi jika dilakukan oleh pemuda
(sejak usia dini) lebih baik.” [HR. Ad-Dailami dari Ali r.a].
Rasulullah SAW juga bersabda, “Setiap manusia pasti berbuat salah (dosa),
dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa ialah mereka yang banyak bertaubat.”
[HR. Ahmad dari Anas r.a].
4) Ketahuilah bahwa Allah SWT mempunyai karunia/pahala yang amat besar lagi
baik. Inilah manfaat keempat yang diperuntukkan bagi orang-orang yang bertakwa.
Allah SWT juga berfirman:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa.” [QS. Ali Imran [3]:133].

Selain yang telah disebutkan di atas, manfaat dan buah takwa itu antara lain:
diberikan jalan keluar (dari kesulitan hidup); dikarulai rizki dari sumber yang tidak
terduga; dimudahkan segala urusannya [QS. Ath-Thalaq [65]:2-4]; diselamatkan dari
tipu daya musuh (orang-orang kafir) [QS. Ali Imran [3]:120]. 29

َ َ ُ
5. ‫ت ْرح ُم ْون‬
َ َ ُ
a. Definisi ‫ ت ْرح ُم ْون‬secara bahasa dan istilah

Dalam Ensiklopedia al-Qur'an, disebutkan bahwa kata yang terdiri dari huruf “ra-
ha-mim”, pada dasarnya menunjuk pada arti kelembutan hati, belas kasih, dan

29
Ikhsan agung Firdaus.
kehalusan “riqqah wa ta’aththuf”. Dari akar kata ini lahir kata “rahima”, yang memiliki
arti ikatan darah, persaudaraan, atau hubungan kerabat.30

Ar-Raghib al-Ashfahani berpendapat bahwa rahmat ialah belas kasih yang


menuntut kebaikan, al-ihsan, kepada yang dirahmati. Kata ini kadang-kadang dipakai
dengan arti belas kasih semata “al-riqqah al-mujarradah”, dan kadang-kadang dipakai
dengan arti kebaikan semata tanpa belas kasih “al-ihsan al-mujarrad duna al-riqqah”.
Misalnya, jika kata rahmat disandarkan pada Allah maka arti yang dimaksud tiada lain
ialah kebaikan semata. Sebaliknya, jika disandarkan kepada manusia, maka arti yang
dimaksud ialahsimpati semata. Oleh karena itu rahmat yang datangnya dari Allah
adalah karunia dan anugerah, sedangkan rahmat yang datangnya dari manusia adalah
belas kasih.31
b. Bagaimana mendapatkan rahmat Allah swt
Cara agar mendapatkan Rahmat Allah, adlah sebagai berikut:32
1) Iman kepada Allah dan berpegang teguh kepada-Nya
“Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh
kepada (agama)-Nya, maka Allah akan Memasukkan mereka ke dalam rahmat dan
karunia dari-Nya (surga), dan Menunjukkan mereka jalan yang lurus kepada-
Nya.” (QS. An-Nisa’ [4]:175)
2) Taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul (Muhammad), agar kamu diberi
rahmat.” (QS. Ali Imrah [3]:132)
3) Sabar ketika ditimpa musibah
“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Innā lillāhi wa innā
ilaihi rāji‘ūn” Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhan-
nya.” (QS. Al-Baqarah [2]:155-157)
4) Berbuat Baik.
“Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat
kebaikan.” (QS. Al-A’raf [7]:56)

30
M. Quraish Shihab (Pimred), “Ensiklopedia Al-Qur’an Kajian Kosakata, Vol. II I, Jakarta : Lentera
Hati, 2007, h. 810.
31
Ar-Raghib al-Ashfahani,“Mu‟jam Mufrodat alfaz al-Qur‟an, (Beirut : Dar al-Fikr,1392 H/1972 M,)
96.”
32
Yayat Hidayat, 7 Cara Mendapat Rahmat Allah, April;2019. https://www.inilah.com/7-cara-mendapat-
rahmat-allah.
5) Memohon ampunan (Istighfar) kepada Allah.
Dia (Saleh) berkata, “Mengapa kamu tidak memohon ampunan kepada Allah,
agar kamu mendapat rahmat?” (QS. An-Naml:46)
6) Mendengarkan bacaan Al-Qur’an.
“Dan apabila dibacakan al-Quran, maka dengarkanlah dan diamlah, agar
kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raf [7]:204)
7) Mendamaikan diantara kaum mukmin.
“Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah
antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu
mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat [49:10)
Inilah 7 posisi strategis dari sekian banyak cara untuk meraih rahmat Allah swt.
Semakin besar rahmat Allah yang turun maka solusi berbagai masalah dalam kehidupan
akan semakin terbuka. Surga pun tak akan diraih oleh siapapun jika bukan karena
rahmat-Nya? Apakah kita akan mengandalkan amal yang sedikit ini untuk dapat
memasuki surga-Nya? Sungguh tidak ada yang kami andalkan selain rahmat dan kasih
sayang-Mu, Ya Arhamar Rahimin.33
c. Ciri-ciri manusia yang mendapat rahmat Allah swt
Melalui salah satu ayat-Nya dalam surat at-Taubah ayat 71, Allah menyebutkan
ciri-ciri orang yang akan mendapatkan rahmat-Nya diantaranya:34
1) Mereka yang suka menolong.
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang melepaskan seorang mukmin
dari satu kesusahan dunia, niscaya Allah akan melepaskannya dari kesusahan-
kesusahan hari kiamat. Barang siapa yang memberi kemudahan bagi seseorang
yang sedang dalam kesulitan, Allah pasti akan memberi kemudahan baginya di
dunia dan akhirat. Dan barang siapa yang menutup (aib) seorang Muslim, Allah
akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Dan Allah senantiasa menolong
hamba-Nya selama hamba-Nya itu mau menolong saudaranya.” (HR Muslim).
2) Mereka yang suka menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kepada yang
mungkar.
Rasul bersabda, “Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran, hendaklah
ia mengubahnya dengan tangannya; apabila tidak mampu maka ubahlah dengan

33
Yayat Hidayat.
34
Agung Sasongko, Ciri-Ciri Mereka yang Mendapat Rahmat-Nya,Desember;2019,
https://khazanah.republika.co.id/berita/q1zzog313/ciriciri-mereka-yang-mendapat-rahmatnya.
lisannya; apabila tidak mampu (juga) maka ubahlah dengan hatinya, dan itu adalah
selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim, Ibnu Majah, dan Nasai).
3) Mereka yang istiqamah mendirikan shalat.
Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka
itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi Surga Firdaus.
Mereka kekal di dalamnya.” (QS al-Mukminun [23]: 9-11)
4) Mereka yang menunaikan zakat.
Allah berfirman, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan menyucikan mereka.” (QS At-Taubah [9]: 103).
5) Mereka yang menaati Allah dan Rasul-Nya.
Allah berfirman, “Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.”
(QS Ali Imran [3]: 132).
Dipastikan, bagi mereka yang memiliki sifat-sifat seperti di atas akan dibalas
dengan surga yang telah dijanjikan. “Allah menjanjikan kepada orang-orang
mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir
sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang
bagus di Surga Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah
keberuntungan yang besar.” (QS At-Taubah [9]: 72).35
َ َْ ْ ْ َُ َ َ ْ ُ َْ ْ َ َْ
6. ‫اب‬
ِ ‫ تنابزوا ِبالال‬،‫ تل ِمز ْٓوا‬،‫يسخر‬
‫ق‬
َ َْ ْ ْ َُ َ َ ْ ُ َْ ْ َ َْ
a. Definisi ‫اب‬ ِ ‫ تنابزوا ِبالال‬،‫ تل ِمز ْٓوا‬،‫ يسخر‬secara bahasa dan istilah
‫ق‬

Kata (‫ )تنابزوا‬tanabazüu diambil dari Bahasa Arab ( ‫ )النبذ‬an-Nabz yang artinya gelar

buruk. Dan yang bermakna al-laqab (panggilan, julukan, gelar). Bentuk jamaknya
adalah al- alqab. Adapun an-nabz merupakan bentuk masdar, sedangkan at-tanabuz
merupakan kegiatan yang saling memberi gelar yang buruk. Larangan ini mengandung
unsur timbal balik, berbeda dengan al-lamz pada penggalan ayat sebelumnya. Bukan
berarti At-tanabuz lebih baik dengan al-lamz, tetapi karena gelar buruk yang biasanya
disampaikan secara terang-terangan kepada yang bersangkutan. At-tanābuz merupakan
salah satu sifat saling memberi nama dengan gelar yang buruk. Tetapi ketika seseorang
memulai memanggil seseorang dengan nama yang tidak baik sehingga ia merasa

35
Agung Sasongko.
tersinggung, maka hal ini akan memicu orang yang tersinggung untuk membalas
dengan memanggilnya dengan nama yang buruk juga, sehingga terjadilah tanābuz. 36

Kata (‫ )تلمزوا‬talmizuü diambil dari Bahasa Arab yang awal katanya ( ‫ )اللمز‬dalam

mengartikan kata al-lamz ini para ulama sendiri berbeda pendapat didalam mengartikan
kata ini. Ibn 'Asyur mengartikannya sebagai artian, ejekan yang ditujukan kepada
seseorang yang ingin dihina, baik diejek dengan cara lisan, tangan atau dengan
perkataan yang apabila diartikan adalah sebuah ejekan atau hinaan. maksudnya
janganlah kalian saling mencela dan menunjukkan aib satu sama lain, baik dengan
ucapan, perbuatan atau tindakan. Disini secara tidak langsung Wahbah az-Zuhaili
menjelaskan bahwa dilarang mem-bully baik secara verbal, maupun non verbal.37

Kata (‫ )يسخر‬yaskhar yang berarti memperolok-olokan berarti Tertawa maksudnya

menertawakan semua kekurangan yang terdapat pada diri orang lain melalui kata-kata,
tindakan, atau tingkah laku yang menyudutkan seseorang.38

b. Hukum mengolok/menghina, mereka dan memanggil dengan julukan yang


buruk
Ayat 11 surah al-Hujurat mengandung larangan menghina, mengejek, dan
memanggil orang denganl gelar yang buruk. Perbuatan tersebut merupakan akhlak
tercela yang harus dihindari. Orang beriman dianjurkan untuk saling menghargai antar
sesama serta menjunjung tinggi kehormatan kaum muslimin.39
Permasalahan mengolok-olok merupakan persoalan yang tidak dibenarkan oleh
agama, disamping mengolok-olok itu merupakan perbuatan tercela, juga bisa menyakiti
dan menimbulkan perpecahan dan permusuhan.
Agama Islam benar-benar melarang perbutan menggunjing, mengadu domba,
memata-matai, mengumpat, mencaci, memanggil dengan julukan tidak baik, dan
perbutan-perbutan sejenis yang menyentuh kehormatan atau kemuliaan manusia. Islam

36
Wahdina, “Body Shaming Dalam Al-Qur’an Surah Al-Hujurat Ayat 11 ( Analisis Tafsir Al-Azhar
Karya Buya Hamka” (skripsi, UIN Sumatera Utara, 2022), h. 34.
37
Umma Farida, “Hate Speech Dan Penanggulangannya Menurut Al-Qur’an Dan Hadis,” Riwayah:
Jurnal Studi Hadis Volume 4 Nomor 2 (2018), h. 10.
38
Lilian Pratiwi, “Verbal Abuse Dalam Perspektif QS.Al-Hujurat Ayat 11-12 Dan Dampaknya Di Sosial
Media” (skripsi, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2023).
39
Siti Nadia Fatma, “Etika Bermedia Sosial Dalam Al-Qur‟an Surah Al-Hujurat Ayat 6, 11-13 Dan
Relevansinya Dengan Pembentukan Akhlakul Karimah” (skripsi, UIN Ar-Raniry, 2022, h. 32. .
pun menghinakan orang-orang yang melakukan dosa itu, juga mengancam mereka
dengan janji yang pedih dihari kiamat.40
Dalam hukum negara orang yang melakukan penghinaan terhadap orang lain,
seperti mengejek, mengolok-olok, mencela atau menghina fisik orang lain, baik
dilakukan secara langsung maupun melalui media elektronik, atau melalui media sosial,
maka pelaku penghinaan tersebut bisa dikenakan sanksi pidana, dengan syarat ada
pengaduan dari korban bahwa telah terjadi penghinaan terhadap dirinya atau termasuk
dalam delik aduan. Delik aduan merupakan tindak pidana yang hanya dapat dituntut
apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan.
Jika penghinaan tersebut dilakukan secara langsung diucapkan atau menista dengan
lisan, dan dilakukan dengan cara sengaja melanggar kehormatan atau menyerang
kehormatan atau nama baik orang lain, maka pelaku dapat tuntut berdasarkan Pasal 310
ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penghinaan, dengan ancaman
pidana berupa pidana penjara paling lama 9 (Sembilan) bulan atau denda paling banyak
Rp. 4.500,- (empat ribu lima ratus ribu rupiah), yang jika dikonversi menjadi Rp.
4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah)
Dalam Pasal 310 ayat (1) dikatakan “barang siapa dengan sengaja menyerang
kehormatan atau nama baik orang dengan jalan menuduh dia melakukan suatu
perbuatan dengan maksud yang nyata untuk menyiarkan tuduhan itu supaya di ketahui
umum karena bersalah menista orang dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya
9 (Sembilan) bulan atau denda sebanyak banyaknya Rp. 4.500,- (empat ribu lima ratus
rupiah) atau Rp. 4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah). Menurut pengertian
secara umum kata menghina dalam pasal ini adalah menyerang kehormatan dan nama
baik seseorang, sehingga akibat perbuatan tersebut seseorang menjadi malu, hilang
martabat atau hilang harga dirinya.
Kemudian jika penghinaan tersebut dilakukan secara tertulis misalnya dengan surat
atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan dapat dikenakan sanksi
berdasarkan Pasal 310 ayat (2) dengan ancaman pidana penjara selama-lamanya 1
(satu) tahun 4 (empat) bulan atau denda sebanyak-banyak Rp. 4.500,- (empat ribu lima
ratus rupiah) yang jika di konversi berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan

40
Sahlah Mardhiyyah, “Bullying Dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif Penafsiran Ibn ‘Āsyūr (w. 1393
H) Dan Wahbah AlZuḥailī (w. 1932 H))” (skripsi, Institut Ilmu Al-Qur’an, 2022), h. 119.
dan Jumlah Denda Dalam KUHP. Denda sebesar Rp. 4.500 (empat ribu lima ratus
rupiah) dibaca menjadi 4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah).
Jika penghinaan fisik seseorang dilakukan melalui media elektornik atau media
sosial, maka pelaku penghinaan bisa dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 45 ayat (1)
junto Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, dengan ancaman pidana, berupa pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).41
c. Efek perbuatan mengolok atau menghina, mencela dan memanggil dengan
julukan buruk, baik pelaku dan korban
َ َْ ْ ْ َُ َ َ
1) Efek dari perbuatan ‫اب‬ِ ‫تنابزوا ِبالال‬
‫ق‬
Tidak sepantasnya bagi seorang muslim memanggil sauda-ranya muslim
lainnya dengan gelaran-gelaran yang buruk. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
Dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. [QS. Al-
Hujurat [49]:11].
Yang dimaksud dengan gelar-gelar yang buruk pada ayat di atas adalah
panggilan seseorang pada temannya dengan sesuatu yang ia tidak sukai, baik berupa
nama atau sifat, Memanggil dengan gelar yang buruk adalah termasuk dari bentuk
kesombongan. Sedang orang sombong tidak masuk Syurga. Rasulullah Shalallahu
Alaihi Wa Sallam bersabda, "Tidak akan masuk Syurga orang yang di dalam
hatinya ada rasa som-bong seberat biji sawi. Beliau menjelaskan makna sombong
dengan sabdanya, "Sombong itu adalah menolak kebenaran dan meng-hina orang
lain." (HR. Muslim).42
Memanggil dengan gelar yang buruk termasuk penyakit jahiliyyah yang harus
dihindari dan dijauhi, terutama dalam permusuhan dan persengketaan. Dampak dari
perbuatan ini adalah dapat merusak simpul perkawanan, menjauhkan diri dari
keridhaan Allan, menjadikan lupa mengingat Allah, dan merupakan sebab-sebab
turunnya adzab.
َْ
2) Efek dari perbuatan ‫تل ِم ُز ْ ْٓوا‬

41
Alih Usman, “Sanksi Menghina Fisik Orang Lain,” bpsdm.kemenkumham.go.id, last modified June 7,
2022, accessed December 9, 2023, https://bpsdm.kemenkumham.go.id/informasi-publik/publikasi/pojok-
penyuluhan-hukum/sanksi-menghina-fisik-orang-lain.
42
Elisa Sholihah, Enoh, and Fitroh Hayati, “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dari Qs. Al-Hujurat Ayat 11
Tentang Laa Yaskhar, Laa Talmizuu, LaTanabazuu Bil Al-Qaabi,” Prosiding Penelitian SivitasAkademika
Unisba ( Sosial dan Humaniora ) (2015 2014), h. 127.
Islam sangat menjunjung tinggi kepribadian dan nama baik setiap orang
khususnya seorang Muslim dan Mukmin. Diriwayatkan dari Imam Musa Kazhim
As bahwa suatu hari beliau berdiri di hadapan Ka'bah dan berkata kepada Ka'bah,
“Wahai Ka'bah! Alangkah agungnya hakmu namun demi Allah hak seorang
beriman lebih agung dari hakmu.” Dari sisi lain, Islam memandang menghujat dan
berkata tidak senonoh sebagai perbuatan tercela dan tidak terpuji. Rasulullah Saw
bersabda, “Allah Swt mengharamkan surga bagi orang-orang yang gemar
menghujat, berkata-kata buruk dan kurang malu yang tidak tahu menjaga
omongannya.”
Terkhusus kebanyakan tuduhan akan terlontar dalam ucapan-ucapan yang tidak
senonoh dan dusta. Al-Quran dalam mencela orang-orang yang menampakkan
keburukan orang lain, menyatakan bahwa “Allah tidak menyukai seseorang
menampakkan keburukan orang lain dengan ucapannya, kecuali orang yang
dianiaya.” (QS. An-Nisa [4]:148.43
Dari sisi lain seseorang yang dizalimi dan dikata-katai buruk oleh orang lain
harus berbesar hati dan berlapang dada untuk melupakan penghinaan ini serta
berupaya untuk menjauhkan segala dendam dan usaha untuk membalas, khususnya
apabila dilakukan oleh orang-orang dekat seperti ayah dan ibu istri, dan lain
sebagainya yang tentu saja memiliki hak yang banyak padanya. Oleh itu, ia harus
melupakannya dan mencamkan baik-baik bahwa Allah Swt akan mengganjari
pahala yang besar atas sikap memaafkan ini.
َ َ
3) Efek dari perbuatan ‫ي ْسخ ْر‬
Allah telah melarang dengan jelas bahwa kita tidak oleh mengolok- olok,
mencaci maki orang lain dengan sebutan yang tidak sepantasnya diucapkan. Contoh
mengolok-olok misalnya dengan meniru perkataan atau perbuatan atau dengan
menggunakan isyarat atau menertawakan perkataanorang yang diolokkan apabila
ia keliru perkataanya terhadap perbuatannya atau rupanya yang buruk. (Husaeri,
2008: 36).
Allah telah menggambarkan kehidupan didunia ini sebagai kehidupan yang
penuh dengan tipu daya. Semua ini didasarkan pada kenyataan bahwa semua materi
duniawi mampu memperdaya manusia dan membuat manusia cenderung untuk

43
Sholihah, Enoh, and Hayati, “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dari Qs. Al-Hujurat Ayat 11 Tentang Laa
Yaskhar, Laa Talmizuu, LaTanabazuu Bil Al-Qaabi.”, h. 126-127.
mendapatkanya dan tidak memperdulikan semua dampak negaif yang
ditimbulkanya, yakni penyesalan dan hukuman Allah diakhirat kelak. (Jazuli, 2006:
76).
Disamping itu juga dari segi sosial juga akan mendapat celaan atau dikucilkan,
dijauhi oleh masyarakat lainya. Yusuf al-Qardawi mangatakan bahwa mengolok-
olok itu dilarang karena di dalamnya terdapat unsur kesombongan yang
tersembunyi, tipu daya, dan penghinaan terhadap orang lain. Juga tidak adanya
pengetahuan tentang tolak ukur kebaikan di sisi Allah. Sesungguhnya ukuran
kebaikan di sisi Allah didasarkan kepada keimanan, keikhlasan, dan hubungan baik
dengan Allah SWT. Tidak diukur dengan penampilan, postur tubuh, kedudukan,
dan harta. (Al-Qardawi, 2004: 387).44
ُ ُْ
7. ‫الف ُس ْوق‬
ُ ُْ
a. Definisi ‫ الف ُس ْوق‬secara bahasa dan istilah

Fasik ‫ الفسق‬berasal dari akar kata ‫ الفسق‬Secara etimologis (Bahasa) dalam ungkapan

orang Arab, fasiq ‫ الفسق‬maknanya adalah keluar (menyimpang) dari perintah. Secara
isilah fasik bermakna melanggar perintah agama, melanggar batasan agama, tidak
melakukan ketaatan yang diperintahkan melakukan dosa kecil dan dosa besar tanpa
sadar dan tidak bertobat yang pada puncaknya masuk katogeri orang kufur dan ahli
bidah. Para ulama lain mengatkan bahwasannya fasik yaitu melakukan perbuatan
haram atau meninggalkan yang wajib.45
Kata fasik pada dasarnya berasal dari akar kata fasaqa-yafsuqu-fisqan-fusuqan ( ‫فسق‬

‫ فسوقا‬-‫)– يفسق – فسقا‬ yang mempunyai arti keluar dari jalan yang hak, kesalehan, serta
syariat. Senada dengan hal tersebut, Ibn Faris menyebutkan bahwa kata yang terdiri
dari huruf fa (‫)ف‬, sin (‫)س‬, qaf (‫ )ق‬bermakna keluar dari ketaatan. Kata ini apabila
ditinjau dari segi perubahan bentuk atau harakatnya, maka akan menunjukkan beberapa
arti, tetapi pada intinya sama yang menunjukkan pada sesuatu yang buruk. Misalnya
fasuqa yang berarti mesum, cabul, sesat; fussaqa yang berarti mendustakan; tafsiq yang
berarti tidak lurus atau tidak sesuai; dan fisq atau fusüq yang berarti maksiat. Jadi, kata
fasik diidentikan dengan sesuatu yang buruk dan mencakup segala sesuatu yang
dianggap merusak.46

44
Sholihah, Enoh, and Hayati, “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dari Qs. Al-Hujurat Ayat 11 Tentang Laa
Yaskhar, Laa Talmizuu, LaTanabazuu Bil Al-Qaabi.”, h. 125-126.
45
Anis Dian Mutiara, “Penafsiran Surat Fasik Menurut Hamka (Studi Kitab Tafsir Al-Azhar)” (skripsi,
UIN Fatmawati Soekarno, 2021), h. 15.
46
Ahadi Syawal, “Sifat-Sifat Fasiq Dalam Al-Qur’an (Kajian Tahlili Qs. Al-Baqarah/2: 26-27” (skripsi,
UIN Alauddin Makassar, 2016), h. 29-30.
Fasik secara terminologis (istilah) menurut para ulama al-Jurjani, orang fasik adalah
orang yang menyaksikan, tetapi tidak meyakini dan melaksanakan. Sedangkan Al-
Manzhur lebih lanjut menjelaskan bahwa Fasik bermakna maksiat, meninggalkan
perintah Allah Swt, dan menyimpang dari agama dan cenderung pada kemaksiatan,
pelakunya disebut orang fasik.47
ُ ُْ
b. Macam-macam‫الف ُس ْوق‬

Kefasikan terbagi menjadi 2 macam yaitu:

1) Kefasikan yang membuat seseorang keluar dari agamanya, yakni kufur, kerena
itu orang kafir juga disebut orang fasik. Kefasikan orang kafir (fasik Akbar)
adalah orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, keluar luar dari
jalan hidayah serta memasuki kesesatan. Fasik ini artinya seseorang yang telah
menyekutukan Allah atau orang yang keluar dari agama karena perbuatan atau
perkataan. Adapun ia nantinya akan kekal di neraka dan jika meninggal dalam
keadaan belum bertaubat maka ia tidak akan mendapatkan syafaat dari orang-
orang yang diizinkan memberi syafaat pada hari kiamat kelak Allah Swt
berfirman dalam Qs. Al-Kahfi :50 48

ٗ َ ُ ََّ َ َ َ َ َ ََ ْ َ َ َ َ ٰۤ ْ َ ْ ُ ْ
‫الج ِن فف َسق ع ْن ا ْم ِر َر ِبهِۗ افتت ِخذ ْونه‬ َ ْ ْ َّ ْ ُ َ َ َ َ َ ٰ ْ ُ ُ ْ َ َ
ِ ‫واِ ذ قلنا ِللملىِٕك ِة اسجدوا ِلادم فسجد ْٓوا ِال ْٓا ِاب ِليسِۗكان ِمن‬
ًَ َ ‫ه‬ ْ ُ َ ُ َ ُ ُ َ ٗ َ ُ
٥٠ ‫َوذ ِرَّيت ْٓه ا ْوِل َيا َۤء ِم ْن د ْ ِون ْي َوه ْم لك ْم عدوِۗ ِبئ َس ِللظ ِل ِم ْين َبدلا‬

“(Ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu


semua kepada Adam!” Mereka pun sujud, tetapi Iblis (enggan). Dia termasuk
(golongan) jin, kemudian dia mendurhakai perintah Tuhannya. Pantaskah
kamu menjadikan dia dan keturunannya sebagai penolong449) selain Aku,
padahal mereka adalah musuhmu? Dia (Iblis) seburuk-buruk pengganti (Allah)
bagi orang-orang zalim.” (QS. Al-Kahfi [18]:50)

2) Kefasikan yang tidak membuat seseorang keluar dari agamanya sehingga oang-
orang fasik dari kaum muslimin disebut al-‘ashi (pelaku maksiat). Kefasikan
orang mukmin (fasik Asghar) adalah orang yang suka minum arak, makan-
makanan haram, berzina, durhaka kepada Allah, keluar dari jalan ibadah, masuk

47
Mutiara, “Penafsiran Surat Fasik Menurut Hamka (Studi Kitab Tafsir Al-Azhar)”, h. 16.
48
Maimunah, “Fasik Dalam Al-Qur’an Perspektif M. Quraish Shihab ( Telaah Tematik Tafsir Al-
Mishbah)” (skripsi, UIN Sunan Ampel, 2022), h. 23.
ke dalam maksiat, tetapi tidak melakukan perbuatan syirik (kemusyrikan). Fasik
ini artinya seseorang yang masih berbuat maksiat ataupun dosa, namun masih
memiliki iman dalam hatinya. Sebagaimana dalam firman Allah, QS. An- Nur:4
49

ًَ َ َ ُ َْ َ ًَْ َ َ َ ُ ُ ْ َ َ ُ َ َ ُْ َ ُ ٰ َ ْ ْ َ َ ْ َّ
‫َوال ِذين َي ْر ُم ْون ال ُمحصن ِت ثَّم ل ْم َيأت ْوا ِبا ْر َبع ِة ش َهدا َۤء فاج ِلد ْوه ْم ث ٰم ِن ْين جلدة َّولا تق َبل ْوا ل ُه ْم ش َهادة‬
َ ُ ٰ ْ ُ َ ٰۤ ُ ً َ
٤ ۙ‫ا َبداَّۚ َواول ِٕىك ه ُم الف ِسق ْون‬

“Orang-orang yang menuduh (berzina terhadap) perempuan yang baik-baik


dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka
(para penuduh itu) delapan puluh kali dan janganlah kamu menerima kesaksian
mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang-orang yang fasik,” (QS.
An-Nur [24]:4

ُ ُْ
c. Ciri-ciri manusia yang‫الف ُس ْوق‬

Di dalam Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa eksplisit terkait sifat-sifat fasik sebagai
sesuatu yang tercela dan perlu dihindari oleh setiap muslim. Penjelasan ini pun dapat
mengacu pada beberapa ayat dalam berbagai surah al-Qur’an. Seperti Toshihiko Izutsu
menyimpulkan beberapa karakteristik orang fasik dengan mengacu pada QS. al-Taubah
[9]:49-50:50

َ ُ ْ ٰ ْ ٌ َ َ َّ َ َّ ُ َ َْ ْ ََ َْ َ ْ َْ ُ ُ ْ
‫ ِان ت ِص ْبك‬٤٩ ‫َو ِمن ُه ْم َّم ْن َّيق ْول ائذن ِل ْي َولا تف ِت ِن ْيِۗ الا ِفى ال ِفتن ِة َسقط ْواِۗ َواِ ن ج َهن َم ل ُم ِح ْيطة ۢ ِبالك ِف ِر ْي َن‬

َ ُ َ ُ َّ َ ُ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ُ ُ ٌ ْ َ ُ ْ ُ ْ َ ٌَ َ
٥٠ ‫ح َسنة ت ُسؤه ْمَّۚ َواِ ن ت ِص ْبك ُم ِصي َبةَّيق ْول ْوا قد اخذن ْٓا ا ْم َرنا ِم ْن ق ْبل َو َيت َول ْوا َّوه ْم ف ِرح ْون‬

“Di antara mereka ada orang yang berkata, “Berilah aku izin (tidak pergi
berperang) dan janganlah engkau (Nabi Muhammad) menjerumuskan aku ke dalam
fitnah.” Ketahuilah, bahwa mereka (dengan keengganannya pergi berjihad) telah
terjerumus ke dalam fitnah. Sesungguhnya (neraka) Jahanam benar-benar meliputi
orang-orang kafir. Jika engkau (Nabi Muhammad) mendapat kebaikan (maka) itu
menyakitkan mereka. Akan tetapi, jika engkau ditimpa bencana, mereka berkata,

49
Maimunah, “Fasik Dalam Al-Qur’an Perspektif M. Quraish Shihab ( Telaah Tematik Tafsir Al-
Mishbah)”, h. 24.
50
Ahadi Syawal, “Sifat-Sifat Fasiq Dalam Al-Qur’an (Kajian Tahlili Qs. Al-Baqarah/2: 26-27”, h. 70.
“Sungguh, sejak semula kami telah berhati-hati (dengan tidak pergi berperang)” dan
mereka berpaling dengan (perasaan) gembira.” (QS. At-Taubah [9]:49-50)

Dari ayat di atas Izutsu menyimpulkan beberapa karakteristik orang fasik, yaitu
sebagai berikut: 51

1) Bersumpah demi Tuhan bahwa mereka termasuk golongan mukmin. Hal ini mereka
lakukan karena takut pada kekuatan militer umat Islam.
2) Pada dasarnya mereka adalah orang kafir dan akan tetap demikian sampai akhir
hayatnya.
3) Kekafiran itu terlihat pada perilaku mereka. Seperti beribadah secara bermalas-
malasan, membelanjakan harta di jalan Allah dengan hati yang tidak rela.
4) Acuh terhadap seruan berperilaku dengan lebih baik.
5) Mereka tidak senang bila Muhammad saw. dan umat Islam mendapat kebaikan,
sebaliknya mereka sangat gembira bilaa beliau ditimpa kesulitan.
6) Mereka selalu mengeluh kepada Nabi Muhammad saw. dalam hal pembagian zakat.
Jika mereka diberi bagian, mereka sangat senang. Sebaliknya apabila mereka tidak
mendapatkan bagian, mereka menampakkan kemarahan. Mereka lupa atau lalai
bahwa harta-harta yang dikumpulkan, baik dalam bentuk zakat atau sedekah,
digunakan untuk membantu para fakir miskin

Menurut Muhammad Galib M., karakteristik yang ditonjolkan Izutsu di atas,


walaupun mengacu pada ayat-ayat al-Qur’an, tapi belum mengungkap orang-orang
fasik secara keseluruhan dari jumlah informasi yang disampaikan al-Qur’an. Bahkan
penjelasan di atas lebih mengarah kepada orang-orang munafik. Meskipun perlu
ditegaskan bahwa orang munafik sendiri sering diberi predikat tambahan sebagai orang
fasik. Tetapi kemunafikan tidak identik dengan kefasikan, meskipun terdapat kesamaan
karakteristik.

Lebih lanjut, Harifuddin Cawidu mengomentari Pernyataan Izutsu bahwa term fisq
yang diberikan kepada orang munafik adalah untuk menunjuk sisi lain dari perilaku
mereka. Munafik disebut fasik karena pada dasarnya telah keluar dari batasbatas
keimanan dan ketaatan kepada Allah swt. Jadi, hal ini mempertegas karakteristik
kemunafikan tidak identik dengan karakteristik kefasikan. Hanya saja jika ditinjau dari

51
Zahratul Munawwarah, “Makna Kata Fasik Dalam Al-Qur’an (Kajian Semantik Toshihiko Izutsu
(w.1993M))” (skripsi, Institut Ilmu Al-Qur’an, 2022), h. 34.
sisi tadi, jelas bahwa setiap orang munafik dapat dikategorikan sebagai fasik, tetapi
tidak sebaliknya.

Dalam melihat sifat-sifat fasik yang jelas dan tegas, QS. al-Baqarah/2: 27 secara
eksplisit menunjuk dengan jelas hal tersebut. Ada tiga sifat yang ditunjuk, yaitu
merusak penjanjian Allah, memutuskan apa yang diperintahkan oleh Allah swt. untuk
dihubungkan, menimbulkan kerusakan di atas bumi. Ketiga sifat tersebut pada akhirnya
menimbulkan kerugian, baik pelaku kefasikan itu sendiri maupun sekitarnya. 52

ْ ‫َي ُت‬
8. ‫ب‬
َ
a. Definisi ‫ ت ْوبَة‬secara bahasa dan istilah
Secara etimologi, Kata tobat berasal dari Bahasa Arab yakni taubah: taaba-yatuubu-
taubatan yang berarti rujuk, kembali, atau kembali dari jalan yang jauh ke jalan yang
lebih deket kepada Allah subhanu wa ta`ala.
Arti tobat menurut istilah para ulama, ialah membersihkan hati dari segala dosa.
Imam Haramain ( Abdul-Maali al-Yudaini) mengatakan bahwa tobat adalah
meninggalkan keinginan untuk kembali melakukan kejahatan seperti yang telah pernah
dilakukannya karena membesarkan Allah subhana-hu wa ta’ala dan menjauhkan diri
dari kemungkaran-Nya.53
Menurut Sahal bin Abdillah at-Tusturi berkata, “Taubat adalah menggantikan
gerakan-gerakan yang tercela dengan gerakan-gerakan yang terpuji dan demikian itu
tidak sempurna kecuali dengan menyendiri, diam, makan makanan yang halal. Menurut
Imam Ghazali Tobat adalah pengertian yang memhimpun tiga komponen berikut: Ilmu,
Hal (kondisi), Amal perbuatan.54
َ
b. Syarat ‫ت ْوبَة‬
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang bertaubat agar taubatnya
diterima Allah Swt. syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:55
1) Taubat yang dilakukan seketika itu juga, yaitu setelah sadar bahwa ia telah berbuat

52
Ahadi Syawal, “Sifat-Sifat Fasiq Dalam Al-Qur’an (Kajian Tahlili Qs. Al-Baqarah/2: 26-27”, h. 87.
53
Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoek, 1994), Jilid V, Cet. 3, h. 111.
54
Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama, Pintu Taubat.
Diterjemahkan Ibnu Ibrahim Ba’adillah, (Jakarta: Republik Penerbit, 2013), Cet. 1, Jilid ke-7, h. 265.
55
Universitas Islam An-Nur Lampung, Taubat: Pengertian, Dalil, Syarat Taubat, Keutamaan, dan Doa
Taubat, https://an-nur.ac.id/taubat-pengertian-dalil-syarat-taubat-keutamaan-dan-doa-taubat/
2) Jika ada hak orang lain yang harus diselesaikan terlebih dahulu, misalnya hutang,
maka harus diselesaikan
3) Taubat hendaknya merupakan taubat nasuha, yaitu benar-benar menyesal atas
kesalahan yang diperbuat dan bertekad tidak akan mengulangi
4) Mengakui dan menyadari bahwa dirinya sangat membutuhkan magfirah atau
ampunan Allah
5) Mengganti kesalahan dengan kebaikan
Disamping itu ada beberapa amal ibadah yang apabila dilakukan akan menghapus
atau melebur dosa kita, antara lain
• Wudhu;
• Shalat fardu dan shalat jumat;
• Sujud dalam salat;
• Puasa ramadan;
• Salat tarawih;
• Ibadah haji dan umrah;
• Tasbih, tahmid, takbir bakda salat;
• Sabar dalam penderitaan;
• Menziarahi dan mendoakan orang tua;
َ
c. Rukun ‫ت ْوبَة‬
Lebih lanjut, Imam Al Ghazali dalam kitabnya juga menjelaskan bahwa taubat
tidak hanya diucapkan semata. Taubat juga harus disertai dengan tingkah laku yang
konsisten dalam menjalankan perintah Allah dan tidak kembali ke dosa yang pernah
dikerjakan. Imam Ghazali menyebutnya ada empat rukun taubat yakni mengetahui,
menyesal, bertekad tak mengulangi, dan meninggalkan segala dosa.
“Adapun rukun taubat itu ada empat perkara; mengetahui [dosanya], menyesal,
meninggalkan dosa, dan bertekad dengan sekuat tenaga tidak mengulangi dosa yang
telah ditinggalkan tersebut.” [Abu Hamid Al Ghazali, Raudhatut Thalibin wa 'Umdatus
Salikin, [Beirut, Dar al Kutub al-Ilmiyah, tt] hal. 151].56
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa rukun taubat ada empat yaitu:
• Mengetahui dan menyadari akan dosa yang dilakukan.
• Menyesali perbuatan dosa yang dilakukan.

56
https://narasi.tv/read/narasi-daily/rukun-taubat
• Berjanji dan bertekad untuk tidak mengulangi dosa dan kesalahan lainnya.
• Memperbanyak mohon ampun dan meninggalkan hal-hal yang mendatangkan dosa.
َ
d. keutamaan ‫ت ْوب َة‬
Beberapa keutamaan dari taubat yakni:57
1) Taubat adalah sebab untuk meraih kecintaan Allah ‘azza wa jalla.
Allah ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-
orang yang suka membersihkan diri.” (QS. Al Baqarah [2]:222)
2) Taubat merupakan sebab keberuntungan.
Allah ta’ala berfirman
“Dan bertaubatlah kepada Allah wahai semua orang yang beriman, supaya kalian
beruntung.” (QS. An-Nuur [18]:31)
3) Taubat menjadi sebab diterimanya amal-amal hamba dan turunnya ampunan
atas kesalahan-kesalahannya.
4) Taubat merupakan sebab masuk surga dan keselamatan dari siksa neraka.
5) Taubat adalah sebab mendapatkan ampunan dan rahmat.
“Dan orang-orang yang mengerjakan dosa-dosa kemudian bertaubat sesudahnya
dan beriman maka sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengampun dan
Penyayang.” (QS. Al-A’raaf [7]:153)
6) Taubat merupakan sebab berbagai kejelekan diganti dengan berbagai kebaikan.
Allah ta’ala berfirman,
“Dan barang siapa yang melakukan dosa-dosa itu niscaya dia akan menemui
pembalasannya. Akan dilipatgandakan siksa mereka pada hari kiamat dan mereka
akan kekal di dalamnya dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang
bertaubat dan beriman serta beramal saleh maka mereka itulah orang-orang yang
digantikan oleh Allah keburukan-keburukan mereka menjadi berbagai kebaikan.
Dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” (QS. Al-Furqaan [25]:68-70)
7) Taubat menjadi sebab untuk meraih segala macam kebaikan.
“Apabila kalian bertaubat maka sesungguhnya hal itu baik bagi kalian.” (QS. At-
Taubah [9]:3)
8) Taubat adalah sebab untuk menggapai keimanan dan pahala yang besar

57
Universitas Islam An-Nur Lampung, Taubat: Pengertian, Dalil, Syarat Taubat, Keutamaan, dan Doa
Taubat, https://an-nur.ac.id/taubat-pengertian-dalil-syarat-taubat-keutamaan-dan-doa-taubat/
9) Taubat merupakan sebab turunnya barakah dari atas langit serta bertambahnya
kekuatan.
10) Keutamaan taubat yang lain adalah menjadi sebab malaikat mendoakan orang-
orang yang bertaubat.
َ ‫ه‬
9. ‫الظ ِل ُم ْون‬
َ
a. Definisi ‫ ظا ِل ْم‬secara bahasa dan istilah
Jika menelisik dari Kamus Besar Bahasa Indonesia makna zalim berarti bengis,
tidak adil, tidak punya rasa belas kasih, dan kejam, dengan artian seorang individu atau
kelompok yang menyakiti perasaan orang lain secara dhahir maupun batin. Menurut
bahasa, zalim memiliki empat arti: menjalankan ketidakadilan, meletakkan sesuatu
bukan pada tempatnya, penindasan dan mempercepat sesuatu yang masih bukan pada
waktunya. Makna zalim juga bisa disebut gelap dengan kata itu seringkali dipinjam
untuk kebodohan, dan fisq. Menurut ahli bahasa zalim itu berarti menempatkan sesuatu
bukan pada tempat yang seharusnya. Contohnya seperti mengurangi, menambah,
memindahkan dari tempatnya atau memindahkan dari waktunya. Sementara menurut
Hariafuddin Cawidu, berdasarkan atas penelitiannya terhadap Al-Qur’an adalah
anaiaya, kejahatan, dosa, ketidakadilan, kesewenang-wenangan, dan sebagainya.
Secara istilah menurut Tabataba’i, zalim adalah permusuhan dalam sesuatu yang
tidak bisa direda dengan kasih sayang, pertemanan, dan lemah lembut. Menurut Islam
definisi zalim meliputi tiga , yaitu zalim manusia terhadap Allah, zalim manusia
terhadap sesama, zalim manusia terhadap diri sendiri. Pada intinya ketiga merupakan
kezaliman terhadap diri sendiri. Melihat dari aspek kerohanian, walaupun individu
melakukan kezaliman kepada orang lain pada sejatinya ia telah zalim terhadap diri
sendiri. Definisi kezaliman merupakan yang bertentangan dengan definisi keadilan
yang meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, membawa kerugian, dan jauh dari
kebenaran.58
َ
b. Macam-macam ‫ظا ِل ْم‬
Dalam pembagiannya zalim menurut Arif Bijaksana berkata bahwa zalim terbagi
menjadi tiga yaitu,59
1) Zalimnya Manusia Kepada Allah.

58
Umam, Rizal. “Konsep Zalim dalam Al-Qu’ran Tinjauan Pemikiran Tan Malaka”, Jurnal Studi Al-Qur’an
Membangun Tradisi Berfikir Qur’ani, Vol. 19, No. 1, Tahun 2023
59
Universitas Negeri Jakarta, https://etheses.iainponorogo.ac.id/1338/2/BAB%20II.pdf .
Perbuatan zalim yang paling besar dalam kategori ini adalah shirik, kufr, dan
munafik. Di antaranya adalah sebagai berikut:
a) Syirik
Syirik berasal dari kata sharika, yashraku, sharikan artinya bercampur,
bergabung atau mempersekutukan. Menurut terminologi syirik adalah perbuatan yang
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain."
Dalam istilah ilmu tauhid, shirik digunakan dalam arti mempersekutukan Tuhan
selain Allah, baik persekutuan mengenai dzat- Nya, sifat-sifat-Nya, afal-Nya, maupun
mengenai ketaatan yang seharusnya ditujukan hanya kepada Allah. Shirik adalah lawan
dari kata tauhid, yang berarti mengesakan Allah dan mensucikan-Nya dari segala jenis
persekutuan. Shirik merupakan perbuatan dosa yang berat yang tidak dapat diampuni,
bukan karena Allah iri hati karena hal itu adalah mustahil bagi-Nya tetapi shirik itu bisa
merusak akhlak manusia.
b) Nifaq
Secara bahasa kata nifaq berasal dari kata nafaqa, lobang tempat keluar hewan
sejenis tikus (yarbu') dari sarangnya, jika hendak ditangkap dari satu lobang maka ia
akan berlari ke lobang lainnya dan keluar darinya. Ada yang berpendapat, berasal dari
kata an-nafaq, lobang terowongan yang digunakan untuk bersembunyi. Sedang
menurut pengertia syar'i, maka nifaq ialah menampakkan keislaman dan kebaikan serta
menyembunyikan kekafiran dan keburukan." Orang yang memperlihatkan
pennampilan lahirnya sebagai muslim, sedangkan dia menyembunyikan kekufuran di
dalam batinnya, maka orang seperti itu adalah orang munafik (perbuatan nifaq).
c) Kufur
Kata kufur dalam pengertian bahasa Arab berarti menyembunyikan atau
menutup. Sedangkan menurut syari'at adalah menolak kebenaran dan berbuat kufur
karena kebodohannya. Adapun pengertian kufur yang hakiki adalah keluar dan
menyimpang dari landasan Iman. Definisi lain menyebutkan Al-Kufr secara bahasa
berarti penutup. Sedang menurut syar'i berarti tidak beriman kepada Allah dan Rasul-
Nya, baik dengan mendustakannya ataupun tidak.
2) Zalimnya manusia kepada sesama makhluk
a) Fasad
Kata fasād berasal dari huruf fa-sa-da. Menurut al-Asfihani, makna kata itu
berarti keluarnya sesuatu dari keseimbangan, baik sedikit maupun banyak. Kata itu
kemudian diterjemahkan sebagai rusak atau sakit. Antonimnya adalah (lawan kata)
adalah as-solah, berarti kemashlahatan, manfaat atau kegunaan. Sesuatu yang rusak,
memang minimal berkurang nilai kemanfaatan dan kegunaannya. Maka, ia tidak
maslahat. Sesuatu yang rusak justru menyusahkan dan merepotkan.
b) Sariqah
Pencurian dalam arti yang lebih jelas adalah menjadikan sesuatu yang bukan
hak miliknya, menjadi miliknya dengan cara dan dalam bentuk apa saja, baik sesuatu
itu milik perseorang atau milik masyarakat. mengambil dan memakan sesuatu yang
diperoleh dengan cara tidak halal, secara umum tindakan mencuri.
c) Riba
d) Ghibah
3) Zalimnya manusia terhadap diri sendiri
a) Zina
b) Meminum khamr
c) Takabbur
Takabbur berasal dari bahasa Arab takabbara-yatakabbaru yang mempunyai
sombong atau membanggakan diri. Menurut istilah takabur adalah suatu sikap
berbangga diri dengan beranggapan bahwa hanya dirinya yang paling hebat dan
benar dibandingkan dengan orang lain. Takabbur semakna dengan ta'azum, yakni
menampakan keagungan dan kebesaranya. Banyak hal yang menyebabkan orang
menjadi sombong di antaranya dalam ilmu pengetahuan, amal dan ibadah, nasab,
kecantikan, dan kekayaan. Takabbur termasuk termasuk sifat yang tercela yang
harus di hindari.
َ
c. Akibat perbuatan ‫ظ ِال ْم‬
Dalam Islam, perbuatan zalim adalah meletakkan sesuatu atau perkara bukan pada
tempatnya. Kata ini juga biasa digunakan untuk melambangkan sifat kejam, bengis,
tidak berperikemanusiaan. Dalam QS. Ali Imran Ayat 192, Allah Swt telah
memberikan peringatan berupa ancaman bagi orang zalim.60
Pertama, kezaliman akan mengakibatkan berlakunya azab yang besar bagi
pelakunya. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Furqan ayat 19 bahwa
“barangsiapa yang berbuat zalim, niscaya akan merasakan azab yang sangat besar.”

60
Lima Akibat Berbuat Zalim Menurut Al-Quran dan Hadis, https://muhammadiyah.or.id/lima-akibat-
berbuat-zalim-menurut-al-quran-dan-hadis/
Kedua, kezaliman akan mendapatkan laknat berupa dijauhkannya dari kenikmatan-
kenikmatan dan rahmat Allah Swt baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini ditegaskan
dalam QS. Ghafir ayat 52 bahwa “(yaitu) hari ketika permintaan maaf tidak berguna
bagi orang-orang zalim dan mereka mendapat laknat dan tempat tinggal yang buruk.”
Ketiga, kezaliman akan mendapatkan ancaman doa dari orang yang dizaliminya dan
doa orang yang terzalimi akan dikabulkan oleh Allah Swt, sekalipun doa keburukan.
Rasulullah Saw pernah bersabda: ”Dan berhati-hatilah terhadap doa orang yang
terzalimi, karena tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah” (HR. Bukhari
dan Muslim).
Keempat, kezaliman akan mengalami kebangkrutan di hari kiamat kelak, bila tidak
bertaubat kepada Allah Swt dan memohon maaf kepada orang yang dizalimi ketika di
dunia. Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang pernah berbuat aniaya (zhalim) terhadap
kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya
(maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat
dinar dan dirham” (HR. Al-Bukhari).
Kelima, kezaliman akan mendatangkan bencana dan malapetaka. Allah Swt
berfirman dalam QS. Al-Hajj ayat 45 bahwa “Maka betapa banyak negeri yang telah
Kami binasakan karena (penduduk)nya dalam keadaan zalim, sehingga runtuh
bangunan-bangunannya dan (betapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan
istana yang tinggi (tidak ada penghuninya).”
C. Kesimpulan
1. Makna Islah
Secara umum, islah merujuk pada perbaikan, pemulihan, atau rekonsiliasi. Dalam
konteks agama Islam, islah merujuk pada upaya untuk memperbaiki hubungan antara
individu atau kelompok yang terpisah atau berselisih.
Dalam konteks sosial dan politik, islah dapat merujuk pada upaya untuk
memperbaiki kondisi sosial yang tidak adil atau konflik yang terjadi dalam masyarakat.
Ini bisa melibatkan dialog, negosiasi, atau rekonsiliasi antara pihak-pihak yang bertikai
untuk mencapai perdamaian dan keadilan yang lebih baik.
Dalam konteks pribadi, islah dapat merujuk pada upaya untuk memperbaiki diri
sendiri atau hubungan dengan orang lain. Ini bisa melibatkan introspeksi,
pengampunan, maaf-memaafkan, dan komunikasi yang baik untuk mencapai
keselarasan dan keharmonisan.
2. Alasan adanya Islah
• Islah bertujuan untuk menciptakan kedamaian, harmoni, dan persaudaraan dalam
masyarakat.
• Islah membantu memperbaiki hubungan yang rusak antara individu atau kelompok.
• Islah mencegah konflik yang lebih besar dan menghindari perpecahan yang
merugikan semua pihak.
• Islah berperan dalam membangun perdamaian dan keadilan sosial dalam
masyarakat.
• Islah meningkatkan kualitas hidup individu atau kelompok dengan mengurangi
stres, meningkatkan kebahagiaan, dan menciptakan lingkungan yang positif.
• Islah menjaga hubungan dengan Allah dan memperkuat nilai-nilai moral dan etika.
• Islah membangun persaudaraan, solidaritas, dan rasa persatuan di antara individu
atau kelompok.
3. Dampak adanya Islah
Dampak adanya islah sangat penting dalam menciptakan masyarakat yang
harmonis, adil, dan damai. Dengan melakukan islah, individu atau kelompok
berkontribusi dalam membangun hubungan yang lebih baik, mencapai kesepakatan
yang saling menguntungkan, dan menciptakan lingkungan yang lebih positif bagi
semua pihak yang terlibat.
4. Urgensi adanya Islah
Adanya islah memiliki urgensi yang penting dalam menciptakan kedamaian,
memperbaiki hubungan yang rusak, mencegah konflik yang lebih besar, membangun
perdamaian dan keadilan sosial, meningkatkan kualitas hidup, menjaga hubungan
dengan Allah, serta membangun persaudaraan dan solidaritas. Islah merupakan langkah
yang diperlukan untuk mencapai masyarakat yang harmonis, adil, dan damai.
5. Makna menghina/mengolok, mencela, menyebut gelar buruk
➢ Menghina : Menghina adalah tindakan yang disengaja untuk merendahkan atau
meremehkan seseorang dengan kata-kata atau tindakan yang tidak pantas. Ini dapat
mencakup penggunaan kata-kata kasar, ejekan, atau penilaian negatif yang
merendahkan martabat seseorang.
➢ Mengolok : Mengolok adalah tindakan yang dilakukan untuk meremehkan atau
mengejek seseorang dengan cara yang tidak sopan atau tidak pantas. Ini bisa berupa
ejekan, sindiran, atau lelucon yang ditujukan untuk merendahkan atau
mempermalukan seseorang.
➢ Mencela : Mencela adalah tindakan yang dilakukan untuk mengkritik atau
mengecam seseorang secara terbuka dan dengan niat yang jelas untuk merugikan
atau merendahkan mereka. Ini melibatkan pengungkapan penilaian negatif yang
keras terhadap seseorang atau perbuatannya.
➢ Menyebut gelar buruk : Menyebut gelar buruk adalah tindakan menyebutkan atau
memberikan julukan yang merendahkan atau meremehkan seseorang berdasarkan
status, jabatan, atau gelar yang mereka miliki. Ini dilakukan dengan tujuan untuk
merugikan atau merendahkan martabat seseorang dengan cara meremehkan atau
merendahkan gelar atau jabatan mereka.
6. Dampak Akibat menghina/mengolok, mencela, menyebut gelar buruk bagi pelaku
dan korban
Tindakan menghina, mengolok, mencela, atau menyebut gelar buruk bagi pelaku
dan korban memiliki dampak yang negatif. Bagi pelaku, tindakan tersebut dapat
merusak reputasi, merasa rendah diri, memicu konflik, dan menghambat pertumbuhan
pribadi. Bagi korban, tindakan tersebut dapat menyebabkan perasaan terhina, kerusakan
emosional dan kesehatan mental, kesulitan dalam hubungan sosial, dan kesulitan
mencapai potensi penuh. Oleh karena itu, penting untuk menghindari tindakan tersebut
dan mempromosikan sikap yang saling menghormati, mendukung, dan membangun
dalam interaksi dengan orang lain.
7. Hukuman
Hukuman untuk perbuatan menghina, mengolok, mencela, atau menyebut gelar
buruk bagi pelaku dapat meliputi hukuman pidana, sanksi administratif atau disiplin,
tuntutan ganti rugi, dan sanksi sosial. Hukuman yang diberlakukan tergantung pada
yurisdiksi hukum yang berlaku dan konteks spesifik dari perbuatan tersebut. Untuk
hukuman yang diberlakukan dapat berbeda-beda tergantung pada yurisdiksi dan hukum
yang berlaku. Selain itu, dalam beberapa kasus, penyelesaian damai atau rekonsiliasi
antara pelaku dan korban juga dapat menjadi pilihan untuk mengatasi konflik dan
memulihkan hubungan yang rusak.
8. Solusi
Solusi terhadap pelaku perbuatan menghina, mengolok, mencela, atau menyebut
gelar buruk melibatkan pendekatan pendidikan, kesadaran, pendekatan restoratif,
sanksi rehabilitatif, bimbingan, dukungan, dan promosi budaya saling menghormati.
Tujuannya adalah untuk memahami dampak tindakan mereka, memperbaiki hubungan
yang rusak, dan membantu pelaku untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu
yang lebih baik. Dengan pendekatan ini, diharapkan pelaku dapat memahami
konsekuensi dari tindakan mereka, meminta maaf, dan berusaha untuk mengubah
perilaku mereka di masa depan. Selain itu, penting juga untuk membangun kesadaran
kolektif tentang pentingnya menghargai perbedaan, menghindari penghinaan atau
pengolokan, dan mempromosikan sikap yang positif dan inklusif dalam interaksi
sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Althaf. et.al. Memahami Makna Mukmin Sejati Perspektif Al-Qur’an: Telaah Tafsir Jalālain.
Mashdar : Jurnal Studi al-Quran dan Hadis 2, no.1, 2020.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
2002.

Dian Mutiara, Anis. Penafsiran Surat Fasik Menurut Hamka: Studi Kitab Tafsir Al-Azhar.
Skripsi Sarjana, UIN Fatmawati Soekarno, 2021.

Elisa. et.al. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dari Qs. Al-Hujurat Ayat 11 Tentang Laa Yaskhar,
Laa Talmizuu, LaTanabazuu Bil Al-Qaabi. Prosiding Penelitian SivitasAkademika
Unisba ( Sosial dan Humaniora) 2014.

Ensiklopedia Islam. Jilid V, Cet. 3. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoek, 1994.

Farida, Umma. Hate Speech Dan Penanggulangannya Menurut Al-Qur’an Dan Hadis.
Riwayah: Jurnal Studi Hadis 4, no. 2, 2018.

Fatma, Siti Nadia. Etika Bermedia Sosial Dalam Al-Qur'an Surah Al-Hujurat Ayat 6, 11-13
Dan Relevansinya Dengan Pembentukan Akhlakul Karimah. Skripsi Sarjana, UIN Ar-
Raniry, 2022.

Ghazali, Imam. Ihya Ulumuddin Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama, Pintu Taubat.
Diterjemahkan Ibnu Ibrahim Ba’adillah. Cet. 1, Jilid ke-7. Jakarta: Republik Penerbit,
2013.

Hamzah, Arif. Konsep Ishlah Dalam Perspektif Fikih, Jakarta: 2008.

Ibn Al-hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisaburi, Muslim. Sahih Muslim. Jilid 1. Beirut:
Dār al-Kutub al-’Alamiyyah, 1998.

Mardhiyyah, Sahlah. Bullying Dalam Al-Qur’an: Studi Komparatif Penafsiran Ibn ‘Āsyūr (w.
1393 H) Dan Wahbah AlZuḥailī (w. 1932 H). Skripsi Sarjana, Institut Ilmu Al-Qur’an
Jakarta, 2022

Maulana, Asep. Konsep Al-Ukhuwah dalam Al-Qur’an, Oktober: 2019.

Munawwarah, Zahratul. Makna Kata Fasik Dalam Al-Qur’an: Kajian Semantik Toshihiko
Izutsu (w.1993M). Skripsi, Institut Ilmu Al-Qur’an, 2022.

Pratiwi, Lilian. Verbal Abuse Dalam Perspektif QS.Al-Hujurat Ayat 11-12 Dan Dampaknya Di
Sosial Media. Skripsi Sarjana, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2023.

Qurais Shihab, M. Ensiklopedia Alquran Kajian Kosakata. Jakarta: Lentera Hati, 2007.
Rahimah. Takwa Dalam Perspektif Allamah Sayyid Abdullah Bin Husain Bin Thahir. Skripsi
Sarjana, Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam Universitas Islam Negeri Medan, 2018.

Rasyid, A. Urgensi Iman. dalam Mimbar Umum Online, 28 Oktober 2023.

Syarifah Laili. Studi Analisis Ayat-Ayat Ukhuwah Dalam Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish
Shihab, Medan: 2016.

Syawal, Ahadi. Sifat-Sifat Fasiq Dalam Al-Qur’an: Kajian Tahlili Qs. Al-Baqarah [2]:26-27.
Skripsi Sarjana, UIN Alauddin Makassar, 2016).

Umam, Rizal. Konsep Zalim dalam Al-Qu’ran Tinjauan Pemikiran Tan Malaka. Jurnal Studi
Al-Qur’an Membangun Tradisi Berfikir Qur’ani 19. no. 1, 2023.

Universitas Islam An-Nur Lampung, Taubat: Pengertian, Dalil, Syarat Taubat, Keutamaan,
dan Doa Taubat, https://an-nur.ac.id/taubat-pengertian-dalil-syarat-taubat-keutamaan-
dan-doa-taubat/

Usman, Alih. Sanksi Menghina Fisik Orang Lain. bpsdm.kemenkumham.go.id, last modified
June 7, 2022, accessed December 9, 2023,
https://bpsdm.kemenkumham.go.id/informasi-publik/publikasi/pojok-penyuluhan-
hukum/sanksi-menghina-fisik-orang-lain.

Wati, Salmi. dan Rezki Amlia. Pendidikan Keimanan dan Ketaqwaan Bagi Anak-anak. Al-
Mabhats: Jurnal Penelitian Sosial Agama 6, no. 2, 2021.

Wahid Haddade, Abdul. Konsep Al-Ishlah Dalam Al-Qur’an. Jurnal Tafsere 4, no. 1,
Makassar: 2016.

Wahdina. Body Shaming Dalam Al-Qur’an Surah Al-Hujurat Ayat 11: Analisis Tafsir Al-Azhar
Karya Buya Hamka. Skripsi Sarjana, UIN Sumatera Utara, 2022.

Anda mungkin juga menyukai