Anda di halaman 1dari 11

NAMA : PUTRI RIANTI NISITA

KELAS : IIB

NIM : 1030191051

TUGAS 1 AGAMA
1. Keimanan merupakan derivasi dari kata “iman”. Dan untuk memahami pengertian
iman secara utuh dan mendalam, kita perlu merujuk pada Al-Qur`an dan hadits
sebagai sumber primer ajaran islam. Penelaahan ini dapat dilakukan dengan cara
mengumpulkan ayat ayat yang mengandung kata “iman” atau kata lain yang terbentuk
dari kata “iman” seperti; “Aamana”, “Yu`minu” atau “Mukmin”. Ayat-ayat yang
berbicara tentang pengertian iman dalam Al-Qur`an antara lain : QS. Al-Baqarah (2):
165, QS. A`raf (7): 179. Terdapat juga ayat yang berbicara tentang nilai yang dapat
mempengaruhi keimanan seseorang, baik positif maupun negatif, antara lain; QS. An-
Nisa (4): 51, QS. Al-Ankabut (29): 51, QS. Al-Baqarah (2): 4, dan QS. Al-Baqarah
(2): 285.
Coba saudara urai dan jelaskan;
a) Pengertian iman
b) Apakah nilai positif negatif pada keimanan yang dimaksud pada ayat ayat
diatas

Jawab :

a) > Pengertian iman menurut QS.Al-Baqarah(2);165

“Wa minan-nāsi may yattakhiżu min dụnillāhi andāday yuḥibbụnahum


kaḥubbillāh, wallażīna āmanū asyaddu ḥubbal lillāhi walau yarallażīna
ẓalamū iż yaraunal-'ażāba annal-quwwata lillāhi jamī'aw wa annallāha
syadīdul-'ażāb”

Artinya: Dan ada di antara manusia mengambil dari selain Allah


sebagai tandingan, mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Dan
orang yang beriman, bersangatan cintanya kepada Allah. Dan jika sekiranya
orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat azab
(tahulah mereka) bahwa sesungguhnya seluruh Pendidikan Agama Islam
kekuatan itu kepunyaan Allah dan sesungguhnya Allah itu sangat keras azab-
Nya (pasti mereka menyesal).

Berdasarkan redaksi ayat tersebut, iman identik dengan asyaddu


hubban lillah. Hub artinya kecintaan atau kerinduan. Asyaddu adalah kata
superlatif syadiid (sangat). Asyaddu hubban berarti sikap yang menunjukkan
kecintaan atau kerinduan luar biasa. Lillah artinya kepada atau terhadap Allah.
Dari ayat tersebut tergambar bahwa iman adalah sikap (atitude), yaitu kondisi
mental yang menunjukkan kecenderungan atau keinginan luar biasa terhadap
Allah. Orang-orang yang beriman kepada Allah berarti orang yang rela
mengorbankan jiwa dan raganya untuk mewujudkan harapan atau kemauan
yang dituntut oleh Allah kepadanya. Ibnu Majah dalam Sunannya
meriwayatkan bahwa nabi pernah bersabda sebagai berikut. “Iman adalah
keterikatan antara kalbu, ucapan dan perilaku”. (Menurut Al-Sakawy dalam,
Al-Maqasid, Al-Hasanah, hlm 140, kesahihan hadits tersebut dapat
dipertanggungjawabkan)

> Pengertian Iman menurut Qs. Al-A’raf(7): 179.

Aqdun artinya ikatan, keterpaduan, kekompakan. Qalbu adalah potensi


psikis yang berfungsi untuk memahami informasi. Ini berarti identik dengan
pikiran atau akal.

“walaqad dzara/naa lijahannama katsiiran mina aljinni waal-insi


lahum quluubun laa yafqahuuna bihaa walahum a'yunun laa yubshiruuna
bihaa walahum aatsaanun laa yasma'uuna bihaa ulaa-ika kaal-an'aami bal
hum adhallu ulaa-ika humu alghaafiluuna”

Artinya: “Dan sungguh Kami telah sediakan untuk (isi) neraka


jahanam kebanyakan dari jin dan manusia; mereka mempunyai hati (tetapi)
tidak mau memahami dengannya, mereka mempunyai mata, mereka tidak
melihat dengannya tetapi mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak mendengar
dengannya. Mereka itu seperti binatang ternak bahkan mereka lebih sesat.
Mereka itulah orang-orang yang lalai.”

Iqrar artinya pernyataan atau ucapan. Iqrar bil lisaan dapat diartikan
dengan menyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulisan. Amal bil arkan
artinya perilaku gerakan perangkat anggota tubuh. Perbuatan dalam kehidupan
keseharian. Berdasarkan tafsiran tersebut diketahui, bahwa rukun (struktur)
iman ada tiga aspek yaitu; kalbu, lisan, dan perbuatan. Tepatlah jika iman
didefinisikan dengan pendirian yang diwujudkan dalam bentuk bahasa dan
perilaku. Jika pengertian ini diterima, maka istilah iman identik dengan
kepribadian manusia seutuhnya, atau pendirian yang konsisten. Orang yang
beriman berarti orang yang memiliki kecerdasan, kemauan dan keterampilan.

b) Nilai positif negatif


Jika kata iman dirangkaikan dengan kata-kata yang negatif berarti nilai
iman tersebut negatif. Dalam istilah Al-quran, iman yang negatif disebut
kufur. Pelakunya disebut kafir. Berikut ini dikemukakan beberapa ayat yang
mengemukakan kata iman dikaitkan dengan nilai yang negatif di antaranya :

 QS. An-Nisa(4): 51
“A lam tara ilallażīna ụtụ naṣībam minal-kitābi yu`minụna bil-
jibti waṭ-ṭāgụti wa yaqụlụna lillażīna kafarụ hā`ulā`i ahdā minallażīna
āmanụ sabīlā “

Artinya: “Apakah engkau tidak memperhatikan orang-orang


yang diberi bahagian dari Alkitab, mereka percaya kepada jibt
(sesembahan selain Allah) dan thagut (berhala) dan mereka berkata
kepada orangorang kafir bahwa mereka lebih benar jalannya daripada
orangorang yang beriman.”

Kata iman pada ayat tersebut dirangkaikan dengan kata jibti


dan taghut, syaithan dan apa saja yang disembah selain Allah. Kata
iman dikaitkan dengan kata batil (yang tidak benar menurut Allah).

 QS. Al-Ankabut (29): 51.

“A wa lam yakfihim annā anzalnā 'alaikal-kitāba yutlā


'alaihim, inna fī żālika laraḥmataw wa żikrā liqaumiy yu`minụn”

Artinya: “Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwa Kami


telah menurunkan Kitab kepadamu yang dibacakan kepada mereka?
Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah rahmat dan peringatan
bagi kaum yang beriman."

Adapun kata iman yang dirangkaikan dengan yang positif antara lain;

 QS. Al-Baqarah (2): 4

“Wallażīna yu`minụna bimā unzila ilaika wa mā unzila ming


qablik, wa bil-ākhirati hum yụqinụn”

Artinya: “Orang-orang yang beriman kepada (Al-quran) yang


diturunkan kepadamu, juga beriman kepada (kitab-kitab Allah) yang
diturunkan sebelummu serta mereka yakin akan adanya akhirat.”

 QS. Al-Baqarah (2): 285.

“āmanar-rasụlu bimā unzila ilaihi mir rabbihī wal-mu`minụn,


kullun āmana billāhi wa malā`ikatihī wa kutubihī wa rusulih, lā
nufarriqu baina aḥadim mir rusulih, wa qālụ sami'nā wa aṭa'nā
gufrānaka rabbanā wa ilaikal-maṣīr”

Artinya: “Rasul (Muhammad) telah beriman kepada apa yang


diturunkan kepadanya dari Tuhannya, dan (demikian pula) orang-orang
yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-
malaikatNya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya, (seraya mereka
berkata), “Kami tidak membeda-bedakan antara seorang (dengan lain)
daripada rasul-rasul-Nya.” Dan mereka berkata, “Kami dengar dan
kami taat. Ampunilah kami wahai Tuhan kami dan kepada Engkaulah
tempat kembali.”

2. Pengertian iman tidak hanya dibatasi pada kalbu (keyakinan hati), akan tetapi juga
meliputi ikrar dengan ucapan, dan perilaku. Qalbu (hati) merupakan entitas metafisika
yang eksitensinya hanaya Allah yang dapat mengetahui. Namun demikian, keimanan
yang baik akan memancarkan perilaku yang menjadi ciri keimanan seorang mukmin,
sehingga dapat didentifikasi secara dharir, antara lain; tawakal, mawas diri dan
bersikap ilmiah, optimis dalam menghadapi masa depan, konsisten dan menepati
janji, dan tidak sombong. Jelaskan secara detail, ciri-ciri keimanan tersebut diatas,
dilengkapi dengan ayat-ayat Al-Qur`an yang sesuai.

Jawab :

1) KEIMANAN
Keimanan berasal dari kata dasar “Iman”. Untuk memahami pengertian iman
dalam ajaran Islam strateginya yaitu mengumpulkan ayat-ayat Al-quran atau
hadits yang redaksionalnya terdapat kata iman, atau kata lain yang dibentuk
dari kata tersebut yaitu “aamana” (fi'il madhi/bentuk telah), “yu’minu" (fi'il
mudhari/bentuk sedang atau akan), dan mukminun (pelaku/orang yang
beriman). Selanjutnya dari ayat-ayat atau hadits tersebut dicari pengertiannya.

Dalam Al-quran terdapat sejumlah ayat, yang berbicara tentang iman di


antaranya. QS. Al- Baqarah (2) : 165.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

‫س َم ْن يَّتَّ ِخ ُذ ِم ْن ُدوْ ِن هّٰللا ِ اَ ْندَا دًا يُّ ِحبُّوْ نَهُ ْم َكحُبِّ هّٰللا ِ ۗ َوا لَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ۤوْ ا اَ َش ُّد ُحبًّا لِّ ٰـلّ ِه ۗ َولَوْ يَ َر ى الَّ ِذ ْينَ ظَلَ ُم ۤوْ ا اِ ْذ‬ِ ‫َو ِمنَ النَّا‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰلِل‬
‫ب‬ِ ‫ب ۙ اَ َّن ْالقُ َّوةَ ِ َج ِم ْيعًا ۙ َّواَ َّن َ َش ِد ْي ُد ْال َع َذا‬ َ ‫يَ َروْ نَ ْال َع َذا‬

wa minan-naasi may yattakhizu ming duunillaahi angdaaday


yuhibbuunahum kahubbillaah, wallaziina aamanuuu asyaddu hubbal lillaahi
walau yarollaziina zholamuuu iz yarounal-'azaaba annal-quwwata lillaahi
jamii'aw wa annalloha syadiidul-'azaab

"Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah
sebagai tandingan yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-
orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-
orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari
Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat
berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal)." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 165)

Berdasarkan redaksi ayat tersebut, iman identik dengan asyaddu


hubban lillah. Hub artinya kecintaan atau kerinduan. Asyaddu adalah kata
superlatif syadiid (sangat). Asyaddu hubban berarti sikap yang menunjukkan
kecintaan atau kerinduan luar biasa. Lillah artinya kepada atau terhadap Allah.
Dari ayat tersebut tergambar bahwa iman adalah sikap (atitude), yaitu kondisi
mental yang menunjukkan kecenderungan atau keinginan luar biasa terhadap
Allah. Orang-orang yang beriman kepada Allah berarti orang yang rela
mengorbankan jiwa dan raganya untuk mewujudkan harapan atau kemauan
yang dituntut oleh Allah kepadanya.

Ibnu Majah dalam Sunannya meriwayatkan bahwa nabi pernah


bersabda sebagai berikut.

“Iman adalah keterikatan antara kalbu, ucapan dan perilaku”. (Menurut


Al-Sakawy dalam, Al-Maqasid, Al-Hasanah, hlm 140, kesahihan hadits
tersebut dapat dipertanggungjawabkan)

Aqdun artinya ikatan, keterpaduan, kekompakan. Qalbu adalah potensi


psikis yang berfungsi untuk memahami informasi. Ini berarti identik dengan
pikiran atau akal. Kesimpulan ini berdasarkan QS. Al-A’raaf (7):179.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

‫صرُوْ نَ بِهَا ۖ َولَهُ ْم ٰا َذا ٌن اَّل‬ ‫ْأ‬


ِ ‫س ۖ لَهُ ْم قُلُوْ بٌ اَّل يَ ْفقَهُوْ نَ بِهَا ۖ َولَهُ ْم اَ ْعي ٌُن اَّل يُ ْب‬ِ ‫َولَـقَ ْد َذ َر نَا لِ َجـهَنَّ َم َكثِ ْيرًا ِّمنَ ْال ِجنِّ َوا اْل ِ ْن‬
َ‫ك هُ ُم ْال ٰغفِلُوْ ن‬ ٓ ٰ ُ‫ضلُّ ۗ ا‬ ٓ ٰ ُ‫يَ ْس َمعُوْ نَ بِهَا ۗ ا‬
َ ‫ولِئ‬ َ َ‫ك َكا اْل َ ْن َعا ِم بَلْ هُ ْم ا‬ َ ‫ولِئ‬

wa laqod zaro`naa lijahannama kasiirom minal-jinni wal-ingsi lahum


quluubul laa yafqohuuna bihaa wa lahum a'yunul laa yubshiruuna bihaa wa
lahum aazaanul laa yasma'uuna bihaa, ulaaa`ika kal-an'aami bal hum adholl,
ulaaa`ika humul-ghoofiluun

"Dan sungguh, akan Kami isi Neraka Jahanam banyak dari kalangan
jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-
ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka
itulah orang-orang yang lengah." (QS. Al-A'raf 7: Ayat 179)

Iqrar artinya pernyataan atau ucapan. Iqrar bil lisaan dapat diartikan
dengan menyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulisan. Amal bil arkan
artinya perilaku gerakan perangkat anggota tubuh. Perbuatan dalam kehidupan
keseharian.
Berdasarkan tafsiran tersebut diketahui, bahwa rukun (struktur) iman
ada tiga aspek yaitu; kalbu, lisan, dan perbuatan. Tepatlah jika iman
didefinisikan dengan pendirian yang diwujudkan dalam bentuk bahasa dan
perilaku. Jika pengertian ini diterima, maka istilah iman identik dengan
kepribadian manusia seutuhnya, atau pendirian yang konsisten. Orang yang
beriman berarti orang yang memiliki kecerdasan, kemauan dan keterampilan.

2) IMPLIKASI KEIMANAN

Jika iman diartikan percaya, maka ciri-ciri orang yang beriman tidak
ada yang mengetahuinya kecuali hanya Allah saja, karena yang tahu isi hati
seseorang hanyalah Allah. Karena pengertian iman yang sesungguhnya adalah
meliputi aspek kalbu, ucapan dan perilaku, maka ciri-ciri orang yang beriman
akan dapat diketahui, antara lain:

 Tawakal

Apabila dibacakan ayat-ayat Allah (Al-quran), kalbunya


terangsang untuk melaksanakannya seperti dinyatakan antara lain
QS. Al-Anfaal (8):2.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

َ‫ت َعلَ ْي ِه ْم ٰا ٰيتُهٗ زَ ا َد ْتهُ ْم اِ ْي َما نًا َّوع َٰلى َربِّ ِه ْم يَتَ َو َّكلُوْ ن‬ ْ َ‫اِنَّ َما ْال ُمْؤ ِمنُوْ نَ الَّ ِذ ْينَ اِ َذا ُذ ِك َر هّٰللا ُ َو ِجل‬
ْ َ‫ت قُلُوْ بُهُ ْم َواِ َذا تُلِي‬

innamal-mu`minuunallaziina izaa zukirollaahu wajilat


quluubuhum wa izaa tuliyat 'alaihim aayaatuhuu zaadat-hum iimaanaw
wa 'alaa robbihim yatawakkaluun

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang


apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan
ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya
kepada Tuhan mereka bertawakal," (QS. Al-Anfal 8: Ayat 2)

Tawakkal, yaitu senantiasa hanya mengabdi (hidup) menurut


apa yang diperintahkan oleh Allah. Dengan kata lain, orang yang
bertawakal adalah orang yang menyandarkan berbagai aktivitasnya
atas perintah Allah. Seorang mukmin, makan bukan didorong oleh
perutnya yang lapar akan tetapi karena sadar akan perintah Allah.

 Mawas Diri dan Bersikap Ilmiah

Pengertian mawas diri di sini dimaksudkan agar seseorang tidak


terpengaruh oleh berbagai kasus dari mana pun datangnya, baik dari
kalangan jin dan manusia, bahkan mungkin juga datang dari dirinya-
sendiri. QS. An- Naas (114): 1-3.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

ِ ‫قُلْ اَ ُعوْ ُذ بِ َربِّ النَّا‬


‫س‬

qul a'uuzu birobbin-naas

"Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhannya manusia,"

(QS. An-Nas 114: Ayat 1)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

ِ ‫ك النَّا‬
‫س‬ ِ ِ‫َمل‬

malikin-naas

"Rajanya manusia," (QS. An-Nas 114: Ayat 2)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

ِ ‫اِ ٰل ِه النَّا‬
‫س‬

ilaahin-naas

"Tuhannya manusia," (QS. An-Nas 114: Ayat 3)

Mawas diri yang berhubungan dengan alam pikiran, yaitu


bersikap kritis dalam menerima informasi, terutama dalam memahami
nilai-nilai dasar keislaman. Hal ini diperlukan, agar terhindar dari
berbagai fitnah.
 Optimis dalam Menghadapi Masa Depan

Perjalanan hidup manusia tidak seluruhnya mulus, akan tetapi


kadang- kadang mengalami berbagai rintangan dan tantangan yang
memerlukan pemecahan jalan ke luar. Jika suatu tantangan atau
permasalahan tidak dapat diselesaikan segera, tantangan tersebut
akan semakin menumpuk. Jika seseorang tidak dapat menghadapi
dan menyelesaikan suatu permasalahan, maka orang tersebut
dihinggapi penyakit psikis, yang lazim disebut penyakit kejiwaan,
antara lain frustrasi, nervous, depresi dan sebagainya. Al-quran
memberikan petunjuk kepada umat manusia untuk selalu bersikap
optimis karena pada hakikatnya tantangan, merupakan pelajaran bagi
setiap manusia. Hal tersebut dinyatakan dalam Surat Al-Insyirah (94)
ayat 5-6. Jika seseorang telah merasa melaksanakan sesuatu
perbuatan dengan penuh perhitungan, tidaklah perlu memikirkan
bagaimana hasilnya nanti, karena hasil adalah akibat dari suatu
perbuatan. Namun Nabi Muhammad menyatakan bahwa orang yang
hidupnya hari ini lebih jelek dari hari kemarin, adalah orang yang
merugi dan jika hidupnya sama dengan hari kemarin berarti tertipu,
dan yang bahagia adalah orang yang hidupnya hari ini lebih baik dari
hari kemarin. Jika optimisme merupakan suatu sikap yang terpuji,
maka sebaliknya pesimisme merupakan suatu sikap yang tercela.
Sikap ini seharusnya tidak tercermin pada dirinya mukmin.

 Konsisten dan Menepati Janji

Janji adalah hutang. Menepati janji berarti membayar utang.


Sebaliknya ingkar janji adalah suatu pengkhianatan.

QS. Al- Maa’idah (5): 1.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

‫ص ْي ِد َواَ ْنـتُ ْم ُح ُر ٌم ۗ ِا َّن هّٰللا َ يَحْ ُك ُم َما‬ ْ َّ‫ٰۤيـاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ۤوْ ا اَوْ فُوْ ا بِا ْل ُعقُوْ ِد ۗ اُ ِحل‬
َّ ‫ت لَـ ُك ْم بَ ِه ْي َمةُ ااْل َ ْن َعا ِم ِااَّل َما يُ ْت ٰلى َعلَ ْي ُك ْم َغي َْر ُم ِحلِّى ال‬
‫ي ُِر ْي ُد‬

yaaa ayyuhallaziina aamanuuu aufuu bil-'uquud, uhillat lakum


bahiimatul-an'aami illaa maa yutlaa 'alaikum ghoiro muhillish-shoidi
wa angtum hurum, innalloha yahkumu maa yuriid

"Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji.


Hewan ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan
kepadamu, dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang
berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya Allah menetapkan hukum
sesuai dengan yang Dia kehendaki." (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 1)

Seseorang mukmin senantiasa akan menepati janji, dengan


Allah, sesama manusia, dan dengan ekologinya (lingkungannya).
Seseorang mukmin adalah seorang yang telah berjanji untuk
berpandangan dan bersikap dengan yang dikehendaki Allah. Seorang
suami misalnya, ia telah berjanji untuk bertanggung jawab terhadap
istri dan anak-anaknya. Sebaliknya istri pun demikian. Seorang
mahasiswa, ia telah berjanji untuk mengikuti ketentuan-ketentuan yang
berlaku di lembaga pendidikan tempat ia studi, baik yang bersifat
administratif maupun akademis. Seorang pemimpin berjanji untuk
mengayomi masyarakat yang dipimpinnya. Janji terhadap ekologi
berarti memenuhi dan memelihara apa yang dibutuhkan oleh
lingkungannya, agar tetap berdaya guna dan berhasil guna.

 Tidak Sombong

Kesombongan merupakan suatu sifat dan sikap yang tercela


yang membahayakan diri maupun orang lain dan lingkungan hidupnya.
Seorang yang telah merasa dirinya pandai, karena kesombongannya
akan berbalik menjadi bodoh lantaran malas belajar, tidak mau
bertanya kepada orang lain yang dianggapnya bodoh. Karena ilmu
pengetahuan itu amat luas dan berkembang terus, maka orang yang
merasa telah pandai, jelas akan menjadi bodoh. Al-quran Surat
Luqman (31) ayat 18, menyatakan suatu larangan terhadap sifat dan
sikap yang sombong.

Firman Allah QS. Luqman (31): 18.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

‫ض َم َرحًا ۗ اِ َّن هّٰللا َ اَل يُ ِحبُّ ُك َّل ُم ْختَا ٍل فَ ُخوْ ٍر‬


ِ ْ‫ش فِى ااْل َ ر‬ ِ ‫ك لِلنَّا‬
ِ ‫س َواَل تَ ْم‬ َ ُ‫َواَل ت‬
َ ‫صعِّرْ خَ َّد‬

wa laa tusho''ir khoddaka lin-naasi wa laa tamsyi fil-ardhi


marohaa, innalloha laa yuhibbu kulla mukhtaaling fakhuur

"Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia


(karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh.
Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membanggakan diri." (QS. Luqman 31: Ayat 18)
3. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai homo sapiens (bahasa latin yang
artinya “manusia yang tahu”), dan mencari tahu. Pencarian manusia dalam
menemukan kebenaran kemudian melahirkan istilah phisophia (memahami sesuatu
yang tidak diketahui dari hal yang sudah diketahui). Maka manusia memiliki
relatifitas (perbedaan atau bahkan pertentangan cara pandang) kebenaran, hal ini
terjadi karena adanya pengaruh situasi, kondisi yang berbeda dan terus berubah.
Demikian juga dengan sejarah filsafat pencarian manusia dalam memandang
kebenaran hakikat ketuhanan. Coba ketuhanan yang antara lain;
a) animisme / dinamisme, politeisme, dan henoteisme
b) monoteisme, yang terjadi pada; deime, panteisme, dan eklekteisme

jawab :

a) - Animisme
Di samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga
mempercayai adanya peran roh dalam  hidupnya. Setiap benda yang dianggap
benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai
sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh
dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa
tidak senang, serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan. Roh akan senang
apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak
terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan
kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan advis dukun adalah salah satu
usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.

- Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui
adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu
yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai
pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang
berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama
yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu),
dan syakti (India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau
diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang
misterius. Meskipun mana tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan
pengaruhnya.

- Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan
kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh
yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas
dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada Dewa yang
bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada
yang membidangi angin dan lain sebagainya.
- Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum
cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi,
karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan
kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu
bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun
manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. kepercayaan satu Tuhan
untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat Nasional).

b) Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi
monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh
bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat
Ketuhanan terbagi dalam tiga paham yaitu: deisme, panteisme, dan
eklektisisme.

 Deisme
adalah pandangan khas tentang Allah di masa pencerahan,
berasal dari deus yang artinya Allah.Namun pandangan ini berbeda
dengan teisme, sebab Allah dipercaya hanya pada waktu
penciptaan, selanjutnya tidak berhubungan dengan dunia lagi
karena dunia yang sudah teratur dari semula.

 Panteisme
atau pantheisme (Yunani : πάν ( 'pan' ) = semua
dan θεός ( 'theos' ) = Tuhan) secara harafiah artinya adalah
"Tuhan adalah semuanya" dan "Semua adalah Tuhan". Ini
merupakan sebuah pendapat bahwa segala barang merupakan
Tuhan abstrak imanen yang mencakup semuanya; atau bahwa Alam
Semesta, atau alam, dan Tuhan adalah sama. 

 Eklektisisme
adalah sikap berfilsafat dengan mengambil teori yang sudah
ada dan memilah mana yang disetujui dan yang tidak disetujui
sehingga selaras dengan semua teori tersebut.

Anda mungkin juga menyukai