Anda di halaman 1dari 16

DALIL TENTANG TASAWUF

Makalah Ini Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampu : Drs. Moh Dimyati, M.H.I

Disusun Oleh:

Ariyanda 221140062

Ariyan Dwi Wibowo 221140012

Progam Studi Hukum Ekonomi Syari’ah

FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

UNIVERSITAS MA’ARIF LAMPUNG

2023 M/1444 H
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Assalamualaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberi nikmat, rahmat serta
hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugasmakalah yang berjudul
Dalil Tentang Tasawuf dengan tepat waktu. Makalah ini merupakan salah satu
tugas mata kuliah di progam studi Hukum Ekonomi Syari’ah Fakultas Syari’ah
Dan Ekonomi Islam Universitas Ma’arif Lampung pada semester Dua. Kami
ucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. Moh Dimyati, M.H.I selaku dosen
pembimbing Mata kuliah Akhlak Tasawuf dan kepada segenap pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.

Akhirnya kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih ada
banyak kekurangan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum. Wr.Wb.

Metro, 29 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3

A. Dasar-Dasar Al-Qur’an Dan Hadits Dalam Tasawuf................................3


B. Contoh Perilaku Rasul Dan Sahabat Dalam Kajian Tasawuf....................6
BAB III PENUTUP..............................................................................................12

A..Kesimpulan................................................................................................12
B..Saran..........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................13

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Al-Qur’an merupakan kitab Allah yang didalamnya terkandung
muatan-muatan ajaran Islam, baik akidah, syarah maupun muamalah. Ketiga
muatan tersebut banyak tercermin dalam ayat-ayat yang termaktub dalam Al-
Qur’an. Ayat-ayat Al-Qur’an di satu sisi memang ada yang perlu dipahami
secara konstektual-rohaniah. Jika dipahami secara lahiriah saja, ayat-ayat Al-
Qur’an akan terasa kaku, kurang dinamis, dan tidak mustahil akan ditemukan
persoalan yang tidak dapat diterima secara psikis.
Secara umum ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah
dan batiniah. Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniah
pada gilirannya nanti melahirkan tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini
mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam yaitu Al-
Qur’an dan As-Sunnah serta praktik kehidupan Nabi dan para sahabatnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa dasar-dasar al-qur’an dan hadits dalam tasawuf?
2. Bagaiamana contoh perilaku rasul dan sahabat dalam kajian tasawuf?

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dasar-Dasar Al-Qur’an Dan Hadits Dalam Tasawuf


1. Ayat Al-Qur’an tentang tasawuf secara eksplisit
Makna eksplisit adalah makna absolut yang langsung diacu oleh
bahasa. Konsep makna ini bersifat denotatif (sebenarnya) sebagai
representasi dari bahasa kognitif. Eksplisit : makna/maksud diajukan
secara langsung dan jelas
Makna eksplisit mengacu pada informasi, sedangkan makna implisit
mengacu pada emosi. Dalam Q.S. Al-Maidah ayat : 54
‫ٰۤي‬
‫ـَاُّيَها اَّلِذ ۡي َن ٰا َم ُنۡو ا َم ۡن َّيۡر َتَّد ِم ۡن ُك ۡم َع ۡن ِد ۡي ـِنٖه َفَس ۡو َف َيۡا ِتى ُهّٰللا ِبَقۡو ٍم ُّيِح ُّبُهۡم َو ُيِح ُّبۡو َنۤٗه ۙ َاِذ َّلٍة‬
‫َع َلى اۡل ُم ۡؤ ِم ِنۡي َن َاِع َّز ٍة َع َلى اۡل ٰك ِف ۡي َن ُيَج اِهُدۡو َن ِفۡى َس ِبۡي ِل ِهّٰللا َو اَل َيَخاُفۡو َن َلۡو َم َة ۤاَل ٍم‌ؕ ٰذ‬
‫ِٕٮ‬ ‫ِر‬
‫ِلَك َفۡض ُل ِهّٰللا ُيۡؤ ِتۡي ِه َم ۡن َّيَش ٓاُء‌ؕ َو ُهّٰللا َو اِس ٌع َع ِلۡي ٌم‬
Artinya ; “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu
yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu
kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang
bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap
keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang
tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui”.
Berdasarkan dasar Al-Qur’an tentang tasawuf secara eksplisit, di atas
memiliki ciri-ciri yaitu :
a. Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah.
b. Bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin dan bersikap
tegas terhadap orang-orang kafir.
c. Mereka berjihad di jalan Allah
d. Tidak takut kepada celaan pencela

v
2. Ayat Al-Qur’an Tentang Tasawuf Secara Implisit
Makna implisit adalah makna universal yang disembunyikan oleh
bahasa. Konsep makna ini bersifat konotatif (kias) sebagai representasi
dari bahasa emotif. Implisit : makna/maksud diajukan tidak secara
langsung dan sembunyi-sembunyi.
Ada pun ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi landasan tasawuf secara
inplisit dapat dilihat dari tingkatan (maqam) dan keadaan (ahwal) para
sufi yaitu :
Tingkatan Zuhud yakni tercantum dalam surah An-Nisaa’ ayat 77
yaitu :

‫َأَلْم َتَر ِإَلى ٱَّلِذ يَن ِقيَل َلُهْم ُك ُّفٓو ۟ا َأْيِدَيُك ْم َو َأِقيُم و۟ا ٱلَّص َلٰو َة َو َء اُتو۟ا ٱلَّز َكٰو َة َفَلَّم ا ُك ِتَب َع َلْيِهُم‬
‫ٱْلِقَتاُل ِإَذ ا َفِريٌق ِّم ْنُهْم َيْخ َش ْو َن ٱلَّناَس َكَخ ْش َيِة ٱِهَّلل َأْو َأَشَّد َخ ْش َيًةۚ َو َقاُلو۟ا َر َّبَنا ِلَم َكَتْبَت‬
‫َع َلْيَنا ٱْلِقَتاَل َلْو ٓاَل َأَّخ ْر َتَنٓا ِإَلٰٓى َأَج ٍل َقِريٍبۗ ُقْل َم َٰت ُع ٱلُّد ْنَيا َقِليٌل َو ٱْل َء اِخَر ُة َخْيٌر ِّلَمِن ٱَّتَقٰى‬
‫َو اَل ُتْظ َلُم وَن َفِتياًل‬
Artinya : “Katakanlah kesenangan didunia ini hanya sementara dan
akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa…”
Tingkatan Tawakkal yaitu dalam surah At-Thalak ayat 3 yaitu:
‫ۙ َو َم ْن َّيَّتِق َهّٰللا َيْج َع ْل َّلٗه َم ْخ َر ًجا‬
Artinya: “Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah niscaya Allah
mencukupkan (keperluannya).”
Tingkatan Syukur dalam Q.S. Ibrahim ayat 7 yaitu:
‫َو ِاْذ َتَاَّذ َن َر ُّبُك ْم َلِٕىْن َشَكْر ُتْم َاَلِز ْيَد َّنُك ْم َو َلِٕىْن َكَفْر ُتْم ِاَّن َع َذ اِبْي َلَش ِد ْيٌد‬
Artinya: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti akan Kami
menambahkan (nikmat) kepadamu.”
Tingkat Sabar berlandaskan Q.S. Al-Baqarah ayat 155 yaitu:

‫َو َلَنْبُلَو َّنُك م ِبَش ْى ٍء ِّم َن ٱْلَخ ْو ِف َو ٱْلُجوِع َو َنْقٍص ِّم َن ٱَأْلْم َٰو ِل َو ٱَأْلنُفِس َو ٱلَّثَم َٰر ِتۗ َو َبِّش ِر‬
‫ٱلَّٰص ِبِر يَن‬
Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.

vi
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS Al-
Baqoroh:155).
Tingkatan Ridha berdasarkan Q.S. Al-Bayinah ayat 8 yaitu:
‫َج َز ٓاُؤ ُهۡم ِع ۡن َد َر ِّبِهۡم َج ّٰن ُت َع ۡد ٍن َتۡج ِرۡى ِم ۡن َتۡح ِتَها اَاۡلۡن ٰه ُر ٰخ ِلِد ۡي َن ِفۡي َهۤا َاَبًداؕ‌ َر ِض َى ُهّٰللا‬
ٗ ‫َع ۡن ُهۡم َو َر ُض ۡو ا َع ۡن ُهؕ‌ ٰذ ِلَك ِلَم ۡن َخ ِش َى َر‬
‫َّبه‬
Artinya :“Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ’Adn yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-
lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-
Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada
Tuhannya.”
3. Hadist Tentang Tasawuf Secara Eksplisit
Dalam hadis juga banyak dijumpai keterangan-keterangan yang
berbicara tentang kehidupan rohaniah manusia. Di antaranya adalah
sebagai berikut:
”Senantiasa seorang hamba itu mendekatkan diri kepada-Ku dengan
amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Maka tatkala
mencintainya, jadilah Aku pendengarnya yang dia pakai untuk
mendengar dan lidahnya yang dia pakai untuk berbicara dan tangannya
yang dia pakai untuk mengepal dan kakinya yang dia pakai untuk
berusaha ; maka dengan-Ku-lah dia mendengar, melihat, berbicara,
berpikir, meninju dan berpikir.”
Dari hadis ini dapat dipahami bahwa manusia dan Tuhan dapat
bersatu. Diri manusia dapat lebur dalam diri Tuhan yang selanjutnya
dikenal dengan istilah fana, yakni fana’-nya makhluk sebagai yang
mencintai kepada Tuhan seperti yang dicintainya. Fana adalah
menghilangnya daripada pengenalan ghair, baqa adalah pengetahuan
Tuhan, yang di dapat oleh seorang yang sudah menghilangnya
pengetahuan tentang ghair. Dalam hal ini nafs kita dalam jalan fana
(ubudiyyah yakni penghambaan, ibadah) dan Tuhan dalam jalan baqaa
(rububiyyah yakni penguasaan).

vii
4. Hadist tentang tasawuf secara inplisit
Dari Umar bin Khattab ra., katanya : Aku mendengar Rasul Allah
SAW bersabda :”Semua amal perbuatan itu hanyalah dinilai menurut
masing-masing niatnya, dan setiap orang hanyalah menurut apa yang
diniatkan. Maka barang siapa yang hijrahnya itu kepada keridhaan Allah
dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan
barangsiapa yang hijrahnya untuk keduniaan atau wanita yang akan
dikawininya, maka hijrahnya itu pun diberi penilaian untuk tujuan apa ia
hijrah tadi”. (H.R. Al-Bukhari).
Dari Ibnu Mas’ud ra. Dari Rasul Allah, bersabda : sesungguhnya jujur
itu mendorong untuk beramal saleh, dan sesungguhnya amal saleh itu
menunjukkan jalan ke surga. Dan seorang yang benar-benar/terus-
menerus berbuat jujur (sehingga menjiwai dan berbudi), ditetapkan disisi
Allah sebagai ahli jujur. Dan sesungguhnya dusta itu mendorong untuk
berbuat keji dan perbuatan keji itu menyampaikan ke neraka. Dan seorang
yang benar-benar/terus-menerus berdusta, ditetapkan disisi Allah sebagai
ahli dusta. (Mutafaq Alaih).
Dalam Hadist Qudsi juga dijelaskan yaitu: “Tidaklah para hamba
yang beribadah kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai
daripada yang telah Aku fardhukan kepadanya. Dan hamba yang
beribadah kepada-Ku dengan perbuatan-perbuatan sunat, maka Aku juga
mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku adalah
pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatan yang ia
gunakan untuk melihat, tangan yang ia pakai memegang dan kaki yang ia
gunakan untuk berjalan. Dan jika ia memohon perlindungan kepada-Ku,
maka Aku akan melindunginya”.
Hadis ini menjelaskan bahwa sesungguhnya seorang hamba mampu
meninggalkan syahwat dan tenggelam dalam ketaatan, sehingga ia hanya
menggunakan anggota badannya sesuai dengan tujuan penciptaannya,
sebagai taufik dan hidayah Allah SWT.

viii
Hadis ini memberi pengertian, bahwa dasar kecintaan Allah kepada
hamba-Nya adalah melalui perbuatan-perbuatan yang sunat. Oleh karena
itu, selama seorang hamba beribadah kepada-Nya melalui ibadah-ibadah
sunat hingga sampai pada tingkatan cinta kepada-Nya, maka pada saat itu
dia mampu tenggelam dengan melihat kesucian Allah, tidak melihat
sesuatupun kecuali Allah berada di sisinya. Pengalaman semacam ini
merupakan derajat terakhir bagi orang-orang yang menuju akhirat dan
jalan pertama bagi orang yang ingin sampai kepada Allah. Dengan
mengikuti sunah tercapailah ma’rifat, dengan melakukan perbuatan
fardhu tercapailah qurbah (dekat dengan Allah) dan dengan selalu
melaksanakan perbuatan sunat tercapailah mahabbah Allah.
Dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW, juga terdapat petunjuk
yang menggambarkan bahwa beliau adalah sufi. Nabi Muhammad telah
mengasingkan diri ke Gua Hira menjelang datangnya wahyu. Beliau
menjauhi pola hidup kebendaan yang pada waktu itu diagung-agungkan
oleh orang Arab tengah tenggelam didalamnya, seperti dalam peraktek
perdagangan dengan prinsip menghalalkan segala cara.
B. Contoh Perilaku Rasul Dan Sahabat Dalam Kajian Tasawuf
Benih-benih tasawuf sudah ada sejak dalam kehidupan nabi
Muhammad SAW. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa dalam
hidup, ibadah dan perilaku nabi Muhammad SAW.
Peristiwa dan Perilaku Hidup Nabi. Sebelum diangkat menjadi Rasul,
berhari-hari beliau berkhalawat (mengasingkan diri) di Gua Hira, terutama
pada bulan Ramadhan disana nabi banyak berzikir dan bertafakur dalam
rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Pengasingan diri Nabi SAW digua Hira ini merupakan acuan utama
para sufi dalam melakukan khalawat. Kemudian puncak kedekatan Nabi SAW
dengan Allah SWT tercapai ketika melakukan Isra Mikraj. Di dalam Isra
Mikraj itu nabi SAW telah sampai ke Sidratulmuntaha (tempat terakhir yang
dicapai nabi ketika mikraj di langit ke tujuh), bahkan telah sampai kehadiran
Ilahi dan sempat berdialog dgn Allah. Dialog ini terjadi berulang kali, dimulai

ix
ketika nabi SAW menerima perintah dari Allah SWT tentang kewajiban shalat
lima puluh kali dalam sehari semalam. Atas usul nabi Musa AS, Nabi
Muhammad SAW memohon agar jumlahnya diringankan dengan alasan
umatnya nanti tidak akan mampu melaksanakannya. Kemudian Nabi
Muhammad SAW terus berdialog dengan Allah SWT. Keadaan demikian
merupakan benih yang menumbuhkan sufisme dikemudian hari.
Perikehidupan (sirah) nabi Muhammad SAW juga merupakan benih-
benih tasawuf yaitu pribadi nabi SAW yang sederhana, zuhud, dan tidak
pernah terpesona dengan kemewahan dunia. Dalam salah satu Doanya ia
memohon: ”Wahai Allah, Hidupkanlah aku dalam kemiskinan dan matikanlah
aku selaku orang miskin” (HR.at-Tirmizi, Ibnu Majah dan al-Hakim).
“Pada suatu waktu Nabi SAW datang kerumah istrinya, Aisyah binti
Abu Bakar as-Siddiq. Ternyata dirumahnya tidak ada makanan. Keadaan ini
diterimanya dengan sabar, lalu ia menahan lapar dengan berpuasa”
(HR.Abu Dawud, at-Tirmizi dan an-Nasa-i) .
Ibadah Nabi Muhammad SAW. Ibadah nabi SAW juga sebagai cikal
bakal tasawuf. Nabi SAW adalah orang yang paling tekun beribadah. Dalam
satu riwayat dari Aisyah RA disebutkan bahwa pada suatu malam nabi SAW
mengerjakan shalat malam, didalam salat lututnya bergetar karena panjang
dan banyak rakaat salatnya. Tatkala rukuk dan sujud terdengar suara tangisnya
namun beliau tetap melaksanakan salat sampai azan Bilal bin Rabah terdengar
diwaktu subuh. Melihat nabi SAW demikian tekun melakukan salat, Aisyah
bertanya: ”Wahai Junjungan, bukankah dosamu yang terdahulu dan yang
akan datang diampuni Allah, mengapa engkau masih terlalu banyak
melakukan salat?” nabi SAW menjawab:” Aku ingin menjadi hamba yang
banyak bersyukur” (HR.Bukhari dan Muslim).
Selain banyak salat nabi SAW banyak berzikir. Beliau berkata:
“Sesungguhnya saya meminta ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya
setiap hari tujuh puluh kali” (HR.at-Tabrani).
Dalam hadis lain dikatakan bahwa Nabi SAW meminta ampun setiap
hari sebanyak seratus kali (HR.Muslim). Selain itu nabi SAW banyak pula

x
melakukan iktikaf dalam mesjid terutama dalam bulan Ramadan.
Akhlak Nabi Muhammad SAW. Akhlak nabi SAW merupakan acuan
akhlak yang tidak ada bandingannya. Akhlak nabi SAW bukan hanya dipuji
oleh manusia, tetapi juga oleh Allah SWT. Hal ini dapat dilihat dalam firman
Allah SWT yang artinya: “Dan sesungguhnya kami (Muhammad) benar-
benar berbudi pekerti yang agung”.(QS.Al Qalam:4) ketika Aisyah ditanya
tentang Akhlak Nabi SAW, Beliau menjawab: Akhlaknya adalah Al-
Qur’an”(HR.Ahmad dan Muslim). Tingkah laku nabi tercermin dalam
kandungan Al-Qur’an sepenuhnya.
Dalam diri nabi SAW terkumpul sifat-sifat utama, yaitu rendah hati,
lemah lembut, jujur, tidak suka mencari-cari cacat orang lain, sabar, tidak
angkuh, santun dan tidak mabuk pujian. Nabi SAW selalu berusaha
melupakan hal-hal yang tidak berkenan di hatinya dan tidak pernah berputus
asa dalam berusaha.
Oleh karena itu, Nabi SAW merupakan tipe ideal bagi seluruh kaum
muslimin, termasuk pula para sufi. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT
dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang artinya:”Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut nama Allah.”.
Kehidupan Empat Sahabat Nabi Muhammad SAW.
1. Abu Bakar as-Siddiq.
Pada mulanya ia adalah salah seorang Kuraisy yang kaya. Setelah
masuk islam, ia menjadi orang yang sangat sederhana. Ketika menghadapi
perang Tabuk, Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat, Siapa yang
bersedia memberikan harta bendanya dijalan Allah SWT. Abu Bakar lah
yang pertama menjawab:”Saya ya Rasulullah.” Akhirnya Abu Bakar
memberikan seluruh harta bendanya untuk jalan Allah SWT. Melihat
demikian, Nabi SAW bertanya kepada: ”Apalagi yang tinggal untukmu
wahai Abu Bakar?” ia menjawab:”Cukup bagiku Allah dan Rasul-Nya.”

xi
Diriwayatkan bahwa selama enam hari dalam seminggu Abu Bakar
selalu dalam keadaan lapar. Pada suatu hari Rasulullah SAW pergi
kemesjid. Disana Nabi SAW bertemu Abu Bakar dan Umar bin Khattab,
kemudian ia bertanya:”Kenapa anda berdua sudah ada di mesjid?”
Kedua sahabat itu menjawab:”Karena menghibur lapar.”
Diceritakan pula bahwa Abu Bakar hanya memiliki sehelai pakaian. Ia
berkata:”Jika seorang hamba begitu dipesonakan oleh hiasan dunia,
Allah membencinya sampai ia meninggalkan perhiasan itu.” Oleh karena
itu Abu Bakar memilih takwa sebagai ”pakaiannya.” Ia menghiasi dirinya
dengan sifat-sifat rendah hati, santun, sabar, dan selalu mendekatkan diri
kepada Allah SWT dengan ibadah dan zikir.
2. Umar bin Khattab
Umar bin Khattab yang terkenal dengan keheningan jiwa dan
kebersihan kalbunya, sehingga Rasulullah SAW berkata:” Allah telah
menjadikan kebenaran pada lidah dan hati Umar.” Ia terkenal dengan
kezuhudan dan kesederhanaannya. Diriwayatkan, pada suatu ketika
setelah ia menjabat sebagai khalifah, ia berpidato dengan memakai baju
bertambal dua belas sobekan
Diceritakan, Abdullah bin Umar, putra Umar bin Khatab, ketika masih
kecil bermain dengan anak-anak yang lain. Anak-anak itu semua
mengejek Abdullah karena pakaian yang dipakainya penuh dengan
tambalan. Hal ini disampaikannya kepada ayahnya yang ketika itu
menjabat sebagai khalifah. Umar merasa sedih karena pada saat itu tidak
mempunyai uang untuk membeli pakaian anaknya. Oleh karena itu ia
membuat surat kepada pegawai Baitulmal (Pembendaharaan Negara)
diminta dipinjami uang dan pada bulan depan akan dibayar dengan jalan
memotong gajinya.
Pegawai Baitulmal menjawab surat itu dengan mengajukan suatu
pertanyaan, apakah Umar yakin umurnya akan sampai bulan depan. Maka
dengan perasaan terharu dengan diiringi derai air mata , Umar menulis
lagi sepucuk surat kepada pegawai Baitul Mal bahwa ia tidak lagi

xii
meminjam uang karena tidak yakin umurnya sampai bulan yang akan
datang.
Disebutkan dalam buku-buku tasawuf dan biografinya, Umar
menghabiskan malamnya beribadah. Hal demikian dilakukan untuk
mengibangi waktu siangnya yang banyak disita untuk urusan kepentingan
umat. Ia merasa bahwa pada waktu malamlah ia mempunyai kesempatan
yang luas untuk menghadapkan hati dan wajahnya kepada Allah SWT.
3. Usman bin Affan
Usman bin Affan yang menjadi teladan para sufi dalam banyak hal.
Usman adalah seorang yang zuhud, tawaduk (merendahkan diri dihadapan
Allah SWT), banyak mengingat Allah SWT, banyak membaca ayat-ayat
Allah SWT, dan memiliki akhlak yang terpuji. Diriwayatkan ketika
menghadapi Perang Tabuk, sementara kaum muslimin sedang
menghadapi paceklik, Usman memberikan bantuan yang besar berupa
kendaraan dan perbekalan tentara.
Diriwayatkan pula, Usman telah membeli sebuah telaga milik seorang
Yahudi untuk kaum muslimin. Hal ini dilakukan karena air telaga tersebut
tidak boleh diambil oleh kaum muslimin.

Dimasa pemerintahan Abu Bakar terjadi kemarau panjang. Banyak


rakyat yang mengadu kepada khalifah dengan menerangkan kesulitan
hidup mereka. Seandainya rakyat tidak segera dibantu, kelaparan akan
banyak merenggut nyawa. Pada saat paceklik ini Usman menyumbangkan
bahan makanan sebanyak seribu ekor unta.
Tentang ibadahnya, diriwayatkan bahwa usman terbunuh ketika
sedang membaca Al-Qur’an. Tebasan pedang para pemberontak
mengenainya ketika sedang membaca surah Al-Baqarah ayat 137 yang
artinya:…”Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia lah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” ketika itu ia tidak
sedikitpun beranjak dari tempatnya, bahkan tidak mengijinkan orang

xiii
mendekatinya. Ketika ia rebah berlumur darah, mushaf (kumpulan
lembaran) Al-Qur’an itu masih tetap berada ditangannya.
4. Ali bin Abi Talib
Ali bin Abi Talib yang tidak kurang pula keteladanannya dalam dunia
kerohanian. Ia mendapat tempat khusus di kalangan para sufi. Bagi
mereka Ali merupakan guru kerohanian yang utama. Ali mendapat
warisan khusus tentang ini dari Nabi SAW. Abu Ali ar-Ruzbari , seorang
tokoh sufi, mengatakan bahwa Ali dianugerahi Ilmu Laduni. Ilmu itu,
sebelumnya, secara khusus diberikan Allah SWT kepada Nabi Khaidir
AS, seperti firmannya yang artinya:…”dan telah Kami ajarkan padanya
ilmu dari sisi Kami.” (QS.Al Kahfi:65).
Kezuhudan dan kerendahan hati Ali terlihat pada kehidupannya yang
sederhana. Ia tidak malu memakai pakaian yang bertambal, bahkan ia
sendiri yang menambal pakiannya yang robek.
Suatu waktu ia tengah menjinjing daging di Pasar, lalu orang
menyapanya:”Apakah tuan tidak malu memapa daging itu ya
Amirulmukminin (Khalifah)?” Kemudian dijawabnya:”Yang saya bawa
ini adalah barang halal, kenapa saya harus malu?”.

xiv
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan.
Dari uraian di atas maka penulis dapat menarik berbagai poin
kesimpulan yang merupakan intisari dari pembahasan ini, yaitu :
Al-Qur’an merupakan dasar-dasar para sufi dalam bertasawuf
kedudukannya sebagai ilmu tentang tingkatan (maqam) dan keadaan (ahwal).
Selain Al-Qur’an dan Hadis juga merupakan landasan dalam tasawuf
sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah di Gua Hira yakni
tafakkur, beribadah, dan hidup sebagai seorang zahid, Beliau hidup sangat
sederhana, terkadang mengenakan pakaian tambalan, tidak makan dan minum
kecuali yang halal, dan setiap malam senantiasa beribadah kepada Allah SWT.
Dikalangan para sahabat juga banyak yang mempraktekkan tasawuf
sebagaimana yang dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Untuk menjadi seorang sufi kita harus bisa meninggalkan segala yang
menyangkut dengan sifat kebendaan dan senantiasa bertaubat serta
mendekatkan diri kepada-Nya untuk mencapai ridha Allah SWT.
Benih-benih tasawuf sudah ada sejak dalam kehidupan nabi
Muhammad SAW. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa dalam
hidup, ibadah dan perilaku nabi Muhammad SAW.
Peristiwa dan Perilaku Hidup Nabi. Sebelum diangkat menjadi Rasul,
berhari-hari beliau berkhalawat (mengasingkan diri) di Gua Hira, terutama
pada bulan Ramadhan disana nabi banyak berzikir dan bertafakur dalam
rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
B. Saran
Kami menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami meminta kritik yang
membangun dari para pembaca

xv
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon dan Mukhtar Solihin. 2006 Ilmu Tasawuf, Bandung : Pustaka
Setia,

Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung :


Diponegoro

Rahmat, Jalaluddin. 2001. Meraih Cinta Ilahi ; Pencerahan Sufistik,


Bandung:Remaja Rosdakarya

Sayyid Abi Bakar Ibnu Muhammad Syatha, 2002. Missi Suci Para Sufi,
Yogyakarta : Mitra Pustaka

Shayk Ibrahim Gazuri Ilahi, 1996. Anal Haqq, Jakarta : Raja Grafindo Persada

Shihab, Quraish, 2001. Tafsir al-Misbah, Jakarta : Lentera Hati

xvi

Anda mungkin juga menyukai