Anda di halaman 1dari 29

PERDAGANGAN DAN ETIKANYA DALAM ISLAM

Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Islam

Dosen Pengampu:

Dr. Husnul Khatimah, S.E, M.SI.

Disusun Oleh:
KELOMPOK 3

1. Dera Fatmawati (41183402170200)


2. Erna Oktaviana (41183402170243)
3. Fadila Cindy Shalvira (41183402170182)
4. Fitriyani (41183402170205)
5. Nila Puspita Devi (41183402170188)
6. Putri Widya Suci (41183402170227)
7. Setiawati (41183402170197)
8. Yulistianingsih (41183402170204)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM 45 BEKASI
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupunpikirannya.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yangmembangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Bekasi, 23 Juni 2020

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah........................................................................................................5
C. Tujuan ..........................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN
A.Dasar Hukum Etika Perdagangan Islam ......................................................................6
B.Etika Perdagangan Dalam Islam ..................................................................................8
C. Jenis-jenis Pasar Dalam Perdagangan Islam .............................................................20
D. Perdagangan Yang Di Larang Dalam Islam .............................................................22

BAB III PENUTUP


Kesimpulan ....................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................28

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdagangan atau perniagaan pada umumnya adalah pekerjaan
membeli barang dari suatu tempat dan suatu waktu dan menjual barang
tersebut di tempat dan waktu lainnnya untuk memperoleh
keuntungan.Perdagangan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
kegiatan perekonomian suatu negara.Giatnya aktivitas perdagangan suatu
negara menjadi indikasi tingkat kemakmuran masyarakatnya serta menjadi
tolok ukur tingkat perekonomian negara itu sendiri.Sehingga bisa dibilang
perdagangan merupakan urat nadi perekonomian suatu negara.Melalui
perdagangan pula suatu negara bisa menjalin hubungan diplomatik dengan
negara tetangga sehingga secara tidak langsung perdagangan juga
berhubungan erat dengan dunia politik.
Al-quran, perdagangan dijelaskan dalam tiga bentuk, yaitu tijarah
(perdagangan), bay’ (menjual) dan Syira’ (membeli) dengan tujuan
memperoleh keuntungan. Selain istilah tersebut masih banyak lagi istilah-
istilah lain yang berkaitan dengan perdagangan, seperti dayn, amwal, rizq,
syirkah, dharb, dan sejumlah perintah melakukan perdagangan global.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dagang adalah pekerjaan yang
berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh
keuntungan, jual-beli, niaga. Berdagang sama dengan berjual beli,
berniaga. Bisnis usaha dagang, usaha komersial di dunia perdagangan;
bidang usaha.
Islam secara tegas telah menghalalkan usaha perdagangan,
perniagaan dan atau jual beli. Namun tentu saja untuk orang yang
menjalankan usaha perdagangan secara islam, dituntut menggunakan tata
cara khusus, ada aturan yang mengatur bagaimana seharusnya seorang
muslim berusaha di bidang perdagangan agar mendapatkan berkah dan
ridha Allah SWT di dunia dan akhirat.
Aturan dalam perdagangan islam menjelaskan berbagai etika yang
harus dilakukan oleh para pedagang muslim dalam melaksanakan jual beli.
Diharapkan dengan menggunakan dan mematuhi etika perdagangan islam
tersebut, suatu usaha perdagangan dan seorang muslim akan maju dan
berkembang pesat lantaran selalu mendapat berkah Allah SWT di dunia
dan di akhirat. Etika perdagangan islam menjamin, baik pedagang maupun
pembeli, masing-masing akan saling mendapat keuntungan.
Pada hakikatnya aturan yang paling mendasar untuk menegakkan
yang benar dan yang salah dalam perniagaan adalah menurut fiqh yang

4
bersumber dari Al-qur’an dan sunnah.Kaitannya dengan perniagaan, Islam
telah mengatur relasi manusia dengan sesama dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari termasuk di dalamnya dituntun bagaimana
cara pengelolaan pasar dan segala bentuk mekanismenya. Dalam Islam
pasar sangatlah penting dalam perekonomian. Pasar telah terjadi pada
masa Rasulullah salallahu alaihi wassalam dan Khulafaur Rasyidin dan
menjadi sunnatullah yang telah dijalankan selama berabad-abad. Pasar
adalah tempat dimana terjadi jual beli barang dan jasa. Artinya pasar
adalah tempat umum bagi khalayak. Pasar tidak dimiliki, namun setiap
orang yang datang berhak menggunakan lapaknya, dan berjual beli sampai
malam.
Kebebasan pasar adalah hal pokok dalam membahas perniagaan
islam. Sayangnya pernyataan “kebebasan pasar” telah dicemari oleh para
ekonom-ribawi. Perbedaan terpenting pasar bebas islam dan pasar
kapitalistik adalah hal seperti bunga, pasar uang, surat hutang, kredit
berbunga,bursa efek dianggap sebagai bagian kebebasan pasar maka bagi
kita umat islam riba adalah pelanggaran dan ketidakadilan yang dilarang
oleh Allah dan rasulnya.
Dengan kata lain riba menghancurkan kebebasan. Dalam pasar
bebas islam diperlukan alat tukar yang bebas dipilih oleh khalayak. Perlu
diingat bahwa aspek terpenting dalam islam adalah saling ridha
(antarodhin). Riba, paksaan, hak istimewa, pajak, monopoli, semuanya
meluluhlantakan hakikat kebebasan pasar yang fitrah model madinah.
Berdasrkan latar belakang yang telah diuraikan pada maklah ini
akan dibahas mengenai perdagangan dan etikanya dalam islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perdagangan dan etikanya dalam islam ?
2. Apa saja dasar hukum perdagangan dan etikanya dalam islam?
3. Apa saja jenis-jenis pasar dalam perdagangan islam ?
4. Apa saja perdagangan yang dilarang dalam islam ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perdagangan dan etikanya dalam islam.
2. Untuk mengetahuidasar hukum perdagangan dan etikanya dalam islam
3. Untuk mengetahui jenis-jenis pasar dalam perdagangan islam.
4. Untuk mengetahui perdagangan yang diarang dalam islam.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perdagangan dan Etikanya dalam Islam


Dalam kegiatan perdagangan, pelaku usaha dan konsumen sama-
sama mempunyai kebutuhan dan kepentingan. Pelaku usaha harus
mempunyai tanggungjawab terhadap konsumen, karyawan dan
lingkungan. Untuk itu dalam melakukan kegiatan perniagaan perlu adanya
melaksanakan aturan-aturan dan nilai-nilai yang mengatur kegiatan
perniagaan dalam Islam agar mendapatkan berkah dan ridha Allah SWT di
dunia dan akhirat. Berikut ini akan dibahas mengenai perdangan dan
etikanya dalam islam.
1. Perdagangan dalam Islam
Perdagangan merupakan sebuah aktivitas memperjual-belikan
suatu barang, (Bahasa, 1990: 80), yang dalam istilah arab disebut Al-
Bai’ ‫)البيع‬jual) dan Syira‫ )والشراء‬beli) digunakan dalam definisi yang
sama (Sayid Sabiq, 1996: 47).

Dalam al-Qur’an kata perdagangan juga dapat ditemukan


dalam tiga bentuk.Bentuk kata tersebut, yaitu tijarah (perdagangan),
bai’ (menjual) dan syira’ (membeli).Selain istilah tersebut masih
banyak lagi term-term lain yang berkaitan denganperdagangan, seperti
dayn, amwal, rizq, syirkah, dharb, dan sejumlah perintah melakukan
perdagangan global.

Kata tijarah adalah mashdar dari kata kerja yang berarti


menjual dan membeli.Dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran watijaratan,
yang bermakna berdagang, berniaga. Attijaratun walmutjar;
perdagangan atau perniagaan, attijariyyu wal mutjariyyu; yangberarti,
mengenai perdagangan atau perniagaan. Kata tijarah ini disebut
sebanyak 8 kali dalam al-Quran yang tersebar dalam tujuh surat, yaitu
surah al-Baqarah: 16 dan 282, anNisa’: 29, at-Taubah: 24, an-Nur: 37,
Fathir: 29, Shaf: 10 dan al-Jum’ah: 11. Pada surahal-Baqarah disebut
dua kali, sedangkan pada surah lainnya hanya disebut masing-masing
satu kali.

Sedangkan kata ba’a (menjual) disebut sebanyak 4 kali dalam


al-Quran, yaitu 1). Surah al-Baqarah: 254, 2). al-Baqarah: 275, 3).
Surah Ibrahim: 31 dan 4. Surah AlJum’ah: 9. Penyebutan kata ba’a,
terdapat dalam Alquran dalam berbagai variasinya.

6
Selanjutnya term perdagangan lainnya yang juga dipergunakan
al-Qur’an adalah as-syira. Kata ini terdapat dalam 25 ayat. Dua ayat di
antaranya berkonotasi perdagangan dalam konteks bisnis yang
sebenarnya, yaitu yang kisah al-Quran yang menjelaskan tentang Nabi
Yusuf yang dijual. (surah Yusuf ayat 21 dan 22).

Dalam kajian syar’i, perdagangan adalah suatu proses


pertukaran harta atas dasar saling rela atau memindahkan atau
menukarkan hak milik kepada orang lain dibenarkan oleh
syara’.Sedangkan secara terminologi, para ahli fikih menyampaikan
definisi perdagangan yang berbeda-beda antara lain sebagai berikut:
a. Madzhab Hanafiyah
Perdagangan adalah menukarkan harta dengan harta melalui
tata cara tertentu, atau mempertukarkan sesuatu yang disenangi
dengan sesuatu yang lain melalui tatacara tertentu yang dapat
dipahami sebagai al-Bai', seperti melalui ijab dan Ta'athi
(saling menyerahkan).
b. Imam Nawawi
Menyampaikan bahwa definisi perdaganan yaitu
mempertukarkan harta dengan harta untuk tujuan pemilikan.
c. Ibn Qodamah
Menjelaskan definisi perdagangan yaitu mempertukarkan harta
dengan harta untuk tujuan pemilikan dan menyerahkan milik.
d. Menurut al-Qurthubi
At-Tijarah merupakan sebutan untuk kegiatan tukar menukar
barang didalamnya mencakup bentuk jual beli yang di
bolehkan dan memiliki tujuan.

2. Etika Perdagangan dalam Islam


Istilah yang paling dekat dengan etika dalam al-Qur'an adalah
khuluq, Imam Fakhruddin Ar-Razy dalam tafsirnya Mafatihul Ghaib
mendefinisikan khuluq sebagai kemampuan jiwa yang memudahkan
seseorang dalam mengerjakan perbuatanperbuatan terpuji. Sedangkan
Ibn Abbas memberi makna khuluq sebagai ad-Diin, yang diartikan
secara bahasa dengan Agama (Imam Muhammad Fakhrur Ar-Razy,
1981: 80).
Sistem etika Islam secara umum memilki perbedaan mendasar
dibandingkan dengan sistem etika Barat. Pemaparan pemikiran yang
melahirkan sistem etika Barat cenderung memperlihatkan perjalanan
yang dinamis dengan cirinya berubah-ubah dan bersifat sementara

7
sesuai dinamika peradaban yang dominan. Sedangkan dalam Islam
mengajarkan kesatuan hubungan antar manusia dengan penciptanya.
Kehidupan duniawi dan ukhrawi berdasarkan sumber utama yang jelas
yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Etika tidak terlepas dari kata ethos dalam bahasa Yunani yang
berarti kebiasaan (custum) atau karakter (character). Disini etika dapat
dimaknai sebagai dasar moralitas seseorang dan disaat bersamaan juga
sebagai filsuf berprilaku. Selain itu etika juga disebut dengan istilah
“akhlak”.
Dalam pelajaran filsafat etika merupakan bagian daripadanya,
dimana para ahli memberikan ta’rif dalam redaksi kalimat yang
berbeda, antara lain:
a. Etika ialah ilmu tantang tingkah laku manusia prinsip-prinsip yang
disistimatisir tentang tindakan moral yang betul (webster’s Dict).
b. Bagian filsafat yang memperkembangkan teori tentang tindakan,
hujah- hujahnya dan tujuan yang diarahkan kepada makna tindakan
(Ensiklopedi Winkler Prins).
c. Ilmu tentang filsafat moral, tidak mengenai fakta, tetapi tentag
nilai-nilai, tidak mengenai sifat tindakan manusia, tetapi tantang
idenya, karena itu bukan bukan ilmu yang positif tetapi ilmu yang
formatif (New).
d. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia kejenjang
akhlak yang luhur dan meluruskan perbuatan manusia dibawah
pancaran sinar petunjuk Allah Swt, menuju keridhaan-Nya.
Dengan melaksanakan etika Islam niscaya akan selamatlah
manusia dari pikiran-pikiran dan perbuatan- perbuatan yang keliru
dan menyesatkan.

Jika dikaitkan dengan perdagangan, etika perdagangan berati


seperangkap prinsip dan norma dimana para pelaku bisnis harus
berkomitmen dalam bertransaksi, berprilaku, dan berelasi guna
mencapai tujuan-tujuan bisnisnya dengan selamat.

Penggabungan etika dan bisnis dapat berarti memaksakan


norma-norma agama bagi dunia bisnis, memasang kode etik profesi
bisnis, merevisi sistem dan hukum ekonomi, meningkatkan
keterampilan dan memenuhi tuntutan-tuntutan etika pihak-pihak luar
untuk mencari aman, dan sebagainya. Bisnis yang beretika adalah
bisnis yang memiliki komitmen ketulusan dalam menjaga kontrak
sosial yang sudah berjalan.

8
Etika bisnis seorang muslim dibentuk oleh iman yang menjadi
pandangan hidupnya, yang memberi norma-norma dasar untuk
membangun dan membina segala aktivitas muamalahnya. Seorang
muslim dituntut oleh imannya untuk menjadi orang yang bertakwa dan
bermoral amanah, berilmu, cakap, cerdas, cermat, hemat, rajin, tekun
dan bertekad bekerja sebaik mungkin untuk menghasilkan yang
terbaik. Etika perdagangan berarti seperangkat prinsip dan norma di
mana para pelaku bisnis harus komit dalam bertransaksi, berperilaku,
dan berelasi guna mencapai tujuan-tujuan bisnisnya dengan selamat.
Selain itu etika bisnis juga dapat berarti pemikiran, atau refleksi atau
moralitas dalam ekonomi dan bisnis, yaitu refleksi tentang perbuatan
baik, buruk, terpuji, tercela, benar, salah, wajar, pantas dari perilaku
seseorang dalam berbisnis atau bekerja.

Manusia muslim, individu maupun kelompok dalam lapangan


ekonomi atau bisnis di satu sisi diberi kebebasan untuk mencari untung
sebesar-besarnya. Namun di sisi lain, ia terikat dengan iman dan etika
sehingga ia tidak bebas mutlak dalam menginfestasikan modalnya,
atau membelanjakan hartanya.

Masyarakat muslim tidak bebas tanpa kendali dalam


memproduksi segala sumber daya alam, memproduksikannya atau
mengonsumsinya. Ia terikat dengan akidah dan etika mulia, disamping
juga dengan hukum-hukum islam. Etika bisnis merupakan benteng
yang dapat melindungi pelaku bisnis dari godaan memperoleh
keutungan yang tidak wajar, godaan untuk menang sendiri dalam
sebuah arena yang sesungguhnya diperuntukan bagi kegiatan saling
mengisi dan bukan arena saling menghabisi. Dalam setiap aktivitas
bisnis, aspek etika merupakan hal mendasar yang harus selalu di
perhatikan, misalnya berbisnis dengan baik, didasari iman dan takwa,
sikap baik budi, jujur dan amanah, kuat kesesuaian upah, tidak menipu,
tidak merampas, tidak mengabaikan sesuatu, tidak semena-mena
(proporsional), ahli dan profesional, serta tidak melakukan pekerjaan
yang bertentangan dengan hukum Allah atau syariat islam. Etika bagi
seseorang terwujud dalam kesadaran moral (moral conciousness) yang
memuat keyakinan “benar dan tidak” sesuatu. Ia akan salah bila
melakukan sesuatu yang di yakininya tidak benar berangkat dari
norma-norma moral dan perasaan self-respect (menghargai diri) bila ia
meninggalkannya. Adapun Etika yang harus di miliki dalam sebuah
perdagangan adalah:

9
1. Shidiq (Jujur)
Seorang pedagang wajib berlaku jujur dalam melakukan
usaha jual beli. Jujur dalam arti luas yaitu tidak berbohong, tidak
menipu, tidak memanipulasi fakta, tidak bekhianat, serta tidak
pernah ingkar janji dan lain sebagainya. Sikap jujur diperlukan
karena berbagai tindakan tidak jujur, selain merupakan perbuatan
yang jelas-jelas berdosa, jika biasa dilakukan dalam berdagang
juga akan berpengaruh negatif kepada kehidupan pribadi dan
keluarga pedagang itu sendiri. Bahkan lebih jauh lagi, sikap dan
tindakan yang seperti itu akan mempengaruhi kehidupan
bermasyarakat.
Dalam Al Qur’an, keharusan bersikap jujur dalam
berdagang, berniaga dan atau jual beli, sudah diterangkan dengan
sangat jelas dan tegas. Keharusan bersikap jujur tersebut terdapat
pada beberapa ayat yang berkaitan dengan pelaksanaan timbangan,
sebagaimana firman Allah SWT:

۟ ُ‫اٱَلليَتِي ِمإاَّل بٱلَّتِى ِهىَأَحْ َسنُ َحتَّ ٰىيَ ْبلُغَأ َ ُش َّدهۥُ َۖوأَوْ ف‬
ِۖ ‫وا ْٱل َك ْيلَ َو ْٱل ِمي َزانَبِ ْٱلقِس‬
ُ‫ْطاَل نُ َكلِّفُنَ ْفسًاإِاَّل ُو ْس َعهَ ۖا َوإِ َذاقُ ْلت‬ ۟
ِ ِ ْ ‫َواَل تَ ْق َربُوا َم‬
ٰ ۚ ۟ ۖ ۟ ُ‫ْمفَٱ ْع ِدل‬
َّ ‫وا َولَوْ َكانَ َذاقُرْ بَ ٰى َوبِ َع ْه ِدٱللَّ ِهأَوْ فُوا َذلِ ُك ْم َو‬
َ‫ص ٰى ُكمبِ ِهۦلَ َعلَّ ُك ْمتَ َذ َّكرُون‬

Artinya : “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan


adil”. (Q.S Al An’aam(6): 152)”.

Dengan hanya menyimak ayat tersebut di atas, maka kita


sudah dapat mengambil kesimpulan bahwa; sesungguhnya Allah
SWT telah menganjurkan kepada seluruh umat manusia pada
umumnya, dan kepada para pedagang khususnya untuk berlaku
jujur dalam menimbang, menakar dan mengukur barang dagangan.
Penyimpangan dalam menimbang, menakar dan mengukur yang
merupakan wujud kecurangan dalam perdagangan, dapat
mengakibatkan kerugian dan kerusakan yang pada manusia.
Meskipun tidak begitu nampak dibandingkan dengan tindak
kejahatan yang lehih besar lagi seperti perampokan, perampasan,
pencu rian, korupsi, manipulasi, pemalsuan dan yang lainnya,
nyatanya tetap diharamkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
Karena kebiasaan melakukan kecurangan menimbang, menakar
dan mengukur dalam dunia perdagangan akan menjadi cikal bakal
dari bentuk kejahatan lain yang jauh lebih besar. Sehingga nampak
pula bahwa adanya pengharaman serta larangan dari islam tersebut,
merupakan pencerminan dari sikap dan tindakan yang begitu bijak

10
yakni, pencegahan sejak dini dari setiap bentuk kejahatan manusia
yang akan merugikan manusia itu sendiri.
Disamping itu, tindakan penyimpangan atau kecurangan
menimbang, menakar dan mengukur dalam dunia perdagangan,
merupakan suatu perbuatan yang sangat keji dan culas, lantaran
tindak kejahatan tersebut bersembunyi pada hukum dagang yang
telah disahkan baik oleh pemerintah maupun masyarakat, atau
mengatasnamakan jual beli atas dasar suka sama suka, yang juga
telah disahkan oleh agama.
Jika penampokan, pencurian, pemerasan, perampasan,
sudah jelas merupakan tindakan memakan harta orang lain dengan
cara batil, yang dilakukan dengan jalan terang-terangan. Namun
tindak penyimpangan dan atau kecurangan dalam menimbang,
menakar dan mengukur barang dagangan, merupakan kejahatan
yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sehingga para
pedagang yang melakukan kecurangan tersebut, pada hakikatnya
adalah juga pencuri, perampok dan perampas dan atau penjahat,
hanya mereka bersembunyi dibalik lambang keadilan yakni,
timbangan, takaran dan ukuran yang mereka gunakan dalam
perdagangan. Dengan demikian tidak ada bedanya, mereka sama-
sama penjahat. Maka alangkah kejinya tindakan mereka itu.
Sehingga wajar, jika Allah SWT dan Rasul-Nya mengharamkan
perbuatan tersebut, dan wajar pula jika para pelakunya diancam
Allah SWT akan menerima azab dan siksa yang pedih di akhirat
kelak, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an:

)٣( َ‫) َوإِ َذا َكالُوهُ ْم أَوْ َو َزنُوهُ ْم ي ُْخ ِسرُون‬٢( َ‫اس يَ ْستَوْ فُون‬
ِ َّ‫) الَّ ِذينَ إِ َذا ا ْكتَالُوا َعلَى الن‬١( َ‫َو ْي ٌل لِ ْل ُمطَفِّفِين‬
)٦(        َ‫) يَوْ َم يَقُو ُم النَّاسُ لِ َربِّ ْال َعالَ ِمين‬٥( ‫) لِيَوْ ٍم َع ِظ ٍيم‬٤( َ‫ك أَنَّهُ ْم َم ْبعُوثُون‬َ ِ‫أَال يَظُ ُّن أُولَئ‬

Artinya : “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang,


(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang
lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah
orang-orang ini menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan
dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika)
manusia berdiri menghadap Tuhan Semesta Alam ini.” (Q.S Al
Muthaffifiin (83): 1-6).

Selain ancaman azab dan siksa di akhirat kelak bagi orang-


orang yang melakukan berbagai bentuk penyimpangan dan

11
kecurangan dalam menakar, menimhang dan mengukur barang
dagangan mereka, sesungguhnya Al Qur’an juga telah menuturkan
dengan jelas dan tegas kisah orang-orang madyan yang terpaksa
harus menerima siksa dunia dari Allah SWT, lantaran menolak
peringatan dari Nabi mereka Syuaib as. Sebagamana firman Allah
SWT:

‫واال َک ۡیلَ َو ۡال ِم ۡی َزانَ َواَل ت َۡبخَ ُس‬ ٰ ‫اعبُد‬


ۡ ُ‫ُوااللّہَ َمالَ ُکمۡ ِّم ۡنا ِ ٰلہغ َۡیرُہٗ ؕقَ ۡد َجٓا َء ۡت ُکمۡ بَیِّنَۃٌ ِّم ۡن َّربِّ ُکمۡ فَا َ ۡوف‬ ۡ ‫َواِ ٰلی َم ۡدیَنَا َ َخاہُمۡ ُش َع ۡیبًاؕقَالَ ٰیقَ ۡو ِم‬
ٍ
ٰ َ‫صاَل ِحہ‬
َ‫اؕذلِ ُکمۡ خ َۡی ٌرلَّ ُکمۡ ا ِ ۡن ُک ۡنتُمۡ ُّم ۡؤ ِمنِ ۡین‬ ِ ‫واالنَّا َسا َ ۡشیَٓا َءہُمۡ َواَل تُ ۡف ِسد ُۡوافِیااۡل َ ۡر‬
ۡ ِ‫ضبَ ۡع َدا‬

Artinya : “Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan


saudara mereka Syuaib. Ia berkata:”Hai kaumku, sembahlah
Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.
Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari
Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan
janganlah membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan
memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-
betul kamu orang-orang yang beriman”. (Q.S Al A’raaf(7): 85).

Ayat tersebut di atas, hendaknya menjadi peringatan bagi


kita, bahwa ternyata perbuatan curang dalam menimbang, menakar
dan mengukur barang dagangan, sama sekali tidak memberikan
keuntungan, kehahagiaan bagi para pelakunya, bahkan hanya
menimbulkan murka Allah. Sedangkan azab dan siksa serta
hukuman bagi para pelaku kejahatan tersebut, nyatanya tidak selalu
diturunkan Allah SWTI kelak dii akhirat saja, namun juga
diturunkan di dunia. Oleh sebab itu, Rasulullah SAW dalam
banyak haditsnya, kerap kali mengingatkan para pedagang untuk
berlaku jujur dalam berdagang.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
”Wahai para pedagang, hindarilah kebohongan”. (HR. Thabrani).

“Seutama-utama usaha dari seseorang adalah usaha para


pedagang yang bila berbicara tidak berbohiong, bila dipercaya
tidak berkhianat, bila berjanji tidak ingkar, bila membeli tidak
menyesal, bila menjual tidak mengada -gada, bila mempunyai
kewajiban tidak menundanya dan bila mempunyai hak tidak
menyulitkan”. (HR. Ahmad, Thabrani dan Hakim).

12
“Pedagang dan pembeli keduanya boleh memilih selagi belum
berpisah. Apabila keduanya jujur dan terang-terangan, maka jual
belinya akan diberkahi. Dan apabila keduanya tidak rnau berterus
terang serta berbohong, maka jual belinya tidak diberkahi.” (HR.
Bukhari dan Muslim).

Rasulullah SAW menegaskan pula, bahwa pedagang yang


jujur dalam melaksakan jual beli, di akhirat kelak akan
ditempatkan di tempat yang mulia. Suatu ketika akan bersama-
sama para Nabi dan para Syahid. Suatu ketika di bawah Arsy, dan
ketika lain akan berada di suatu tempat yang tidak terhalang
baginya masuk ke dalam surga.

Sabda Rasulullah SAW:


“Pedagang yang jujur serta terpercaya (tempatnya) bersama para
Nabi, orang-orang yang jujur, dan orang-orang yang mati Syahid
pada hari kiamat”. (HR. Bukhari, Hakim, Tirmidzi dan Ibnu
Majjah).

“Pedagang yang jujur di bawah Arsy pada hari kiamat”. (HR. Al-
Ashbihani)
“Pedagang yang jujur tidak terhalang dari pintu-pintu surga”.
(HR. Tirmidzi).

Allah Ta’ala berfirman (dalam hadits Qudsi):


“Aku yang ketiga (bersama) dua orang yang berserikat dalam
usaha (dagang) selama yang seorang tidak berkhianat (curang)
kepada yang lainnya. Apabila berlaku curang, maka Aku keluar
dari mereka.” (HR. Abu Dawud)

“Sesama Muslim adalah saudara. Oleh karena itu seseorang tidak


boleh menjual barang yang ada cacatnya kepada saudaranya,
namun ia tidak menjelaskan cacat tersebut.” (HR. Ahmad dan lbnu
Majaah).

“Tidak halal bagi seseorang menjual sesuatu barang dengan tidak


menerangkan (cacat) yang ada padanya, dan tidak halal bagi
orang yang tahu (cacal) itu, tapi tidak menerangkannya.” (HR.
Baihaqie). “Sebaik-baik orang Mu‘min itu ialah, mudah cara

13
menjualnya, mudah cara membelinya, mudah cara membayarnya
dan mudah cara menagihnya.” (HR. Thabarani).

2. Amanah (Tanggung jawab)


Setiap pedagang harus bertanggung jawab atas usaha dan
pekerjaan dan atau jabatan sebagai pedagang yang telah dipilihnya
tersebut. Tanggung jawab disini artinya, mau dan mampu menjaga
amanah (kepercayaan) masyarakat yang memang secara otomatis
terbeban di pundaknya.
Dalam pandangan Islam setiap pekerjaan manusia adalah
mulia. Berdagang, berniaga dan atau jual beli juga merupakan
suatu pekerjaan mulia, lantaran tugasnya antara lain memenuhi
kebutuhan seluruh anggota masyarakat akan barang dan atau jasa
untuk kepentingan hidup dan kehidupannya. Dengan demikian,
kewajiban dan tanggungjawab para pedagang antara lain
menyediakan barang dan atau jasa kebutuhan masyarakat dengan
harga yang wajar, jumlah yang cukup serta kegunaan dan manfaat
yang memadai. Dan oleh sebab itu, tindakan yang sangat dilarang
oleh islam sehubungan dengan adanya tugas, kewajiban dan
tanggung jawab dari para pedagang tersebut adalah menimbun
barang dagangan.
Menimbun barang dagangan dengan tujuan meningkatkan
pemintaan dengan harga selangit sesuai keinginan penimbun
barang, merupakan salah satu bentuk kecurangan dari para
pedagang dalam rangka memperoleh keuntungan yang berlipat
ganda. Menimbun barang dagangan, terutama barang-barang
kehutuhan pokok dilarang keras oleh islam. Lantaran perbuatan
tersebut hanya akan menimbulkan keresahan dalam masyarakat.
Dalam prakteknya, penimbunan barang kebutuhan pokok
masyarakat oleh pedagang akan menimbulkan atau akan diikuti
oleh berhagai hal yang negatif seperti, harga-harga barang di pasar
melonjak tak terkendali, barang-barang tertentu sulit didapat,
keseimbangan permintaan dan penawaran terganggu, munculnya
para spekulan yang memanfaatkan kesempatan dengan mencari
keuntungan di atas kesengsaraan masyarakat dan lain sebagainya.
Ada banyak hadits Rasulullah yang menyinggung tentang
penimbunan barang dagangan, baik dalam bentuk peringatan,
larangan maupun ancaman, yang antara lain sebagai berikut:
Sabda Rasulullah (yang artinya):

14
“Allah tidak akan berbelas kasihan terhadap orang-orang yang
tidak mempunyai belas kasihan terhadap orang lain.” (HR.
Bukhari).

“Barangsiapa yang melakukan penimbunan terhadap makanan


kaum Muslimin, Allah akan menimpanya dengan kerugian atau
akan terkena penyakit lepra.” (HR. Ahmad).

“Orang yang mendatangkan barang dagangan untuk dijual, selalu


akan memperoleh rejeki, dan orang yang menimbun barang
dagangannya akan dilaknat Allah.” (HR. lbnu Majjah).

“Barangsiapa yang menimbun makanan, maka ia adalah orang


yang berdosa.” (HR. Muslim dan Abu Daud). “Barangsiapa yang
menimbun makanan selama 40 hari, maka ia akan lepas dari
tanggung jawab Allah dan Allah pun akan cuci tangan dari
perbuatannya.” (HR. Ahmad)
3. Tidak Menipu
Dalam suatu hadits dinyatakan, seburuk-buruk tempat
adalah pasar. Hal ini lantaran pasar atau termpat di mana orang jual
beli itu dianggap sebagal sebuah tempat yang di dalamnya penuh
dengan penipuan, sumpah palsu, janji palsu, keserakahan,
perselisihan dan keburukan tingkah polah manusia lainnya.
Sabda Rasulullah SAW:

“Sebaik-baik tempat adalah masjid, dan seburk-buruk tempat


adalah pasar”. (HR. Thabrani).

“Siapa saja menipu, maka ia tidak termasuk golonganku”.


(HR. Bukhari).

Setiap sumpah yang keluar dan mulut manusia harus


dengan nama Allah. Dan jika sudah dengan nama Allah, maka
harus benar dan jujur. Jika tidak henar, maka akibatnya sangatlah
fatal. Oleh sehab itu, Rasulululah SAW selalu memperingatkan
kepada para pedagang untuk tidak mengobral janji atau berpromosi
secara berlebihan yang cenderung mengada-ngada, semata-mata
agar barang dagangannya laris terjual, lantaran jika seorang
pedagang berani bersumpah palsu, akibat yang akan menimpa
dirinya hanyalah kerugian.
Sabda Rasulullah SAW:

15
“Jangan bersumpah kecuali dengan nama Allah. Barangsiapa
bersumpah dengan nama Allah, dia harus jujur (benar).
Barangsiapa disumpah dengan nama Allah ia harus rela (setuju).
Jika tidak rela (tidak setuju), niscaya lepaslah ia dari pertolongan
Allah.” (HR. lbnu Majaah dan Aththusi).

“Ada tiga kelompok orang yang kelak pada hari kiamat Allah
tidak akan berkata-kata, tidak akan melihat, tidak akanpula
mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih. Abu Dzarr
berkata, “Rasulullah mengulang-ulangi ucapannya itu, dan aku
hertanya,” Siapakah mereka itu, ya Rasulullah?” Beliau
menjawab, “Orang yang pakaiannya menyentuh tanah karena
kesombongannya, orang yang menyiarkan pemberiannya
(mempublikasikan kebaikannya), dan orang yang menjual
dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim).

“Sumpah dengan maksud melariskan barang dagangan adalah


penghapus barokah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

“Berhati-hatilah, jangan kamu bersumpah dalam penjualan. Itu


memang melariskan jualan tapi menghilangkan barokah
(memusnahkan perdagangan).” (HR. Muslim).

Sementara itu, apa yang kita alami selama ini, jual beli,
perdagangan dan atau perniagaan di zaman sekarang terutama di
pasar-pasar bebas tidak banyak lagi ditemukan orang yang mau
memperhatikan etika perdagangan islam. Bahkan nyaris, setiap
orang-penjual maupun pembeli tidak mampu lagi membedakan
barang yang halal dan yang haram, dimana sudah dikatkan oleh
Rasulullah SAW bahwa keadaan ini sesungguhnya akan terjadi,
sebagaimana dinyatakan dalam haditsnya, dari Abu Hurairah, dari
Nabi SAW, bersabda:
“Akan datang pada manusia suatu zaman yang seseorang tidak
memperhatikan apakah yang diambilnya itu dan barang yang
halal atau haram.” (HR. Bukhari).

Memang sangat disayangkan, bahwa hal seperti ini harus


terjadi. Sementara tidak hanya sekali saja Rasulullah SAW
memberi peringatan kepada para pedagang untuk berbuat jujur,
tidak menipu dalam berjual beli agar tidak merugikan orang lain.
Sebagaimana pernyataan beberapa hadits di bawah ini:

16
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda:
“Janganlah seseorang menjual akan suatu barang yang telah
dibeli oleh orang lain”. (HR. Bukhari). Dari lbnu Umar: Bahwa
seorang laki-laki menyatakan pada Nabi SAW bahwa ia tertipu
ketika berjual heli. Maka Nabi menyatakan: “Jika engkau
berjualbeli maka katakanlah: Tidak boleh menipu”. (HR.
Bukhari).
4. Menepati Janji
Seorang pedagang juga dituntut untuk selalu menepati
janjinya, baik kepada para pembeli maupun diantara sesama
pedagang, terlebih lagi kepada Allah SWT. Janji yang harus
ditepati oleh para pedagang kepada para pembeli misalnya tepat
waktu pengiriman, menyerahkan barang yang kwalitasnya,
kwantitasnya, warna, ukuran dan atau spesifikasinya sesuai dengan
perjanjian semula, memberi layanan purna jual, garansi dan lain
sebagainya. Sedangkan janji yang harus ditepati kepada sesama
para pedagang misalnya, pembayaran dengan jumlah dan waktu
yang tepat.
Sementara janji kepada Allah yang harus ditepati oleh para
pedagang muslim misalnya adalah shalatnya. Sebagaimana firman
Allah dalam Al Qur’an:
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di
muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-
banyaknya supaya kamu beruntung. Dan apabila mereka melihat
perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju
kepadaNya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri
(berkhutbah). Katakanlah: ”Apa yang di sisi Allah adalah lebih
baik daripada permainan dan perniagaan”, dan Allah sebaik-baik
pemberi rezki” (Q.S Al Jumu’ah (62):10-11)
Dengan demikian, sesibuk-sibuknya urusan dagang, urusan
bisnis dan atau urusan jual beli yang sedang ditangani sebagai
pedagang muslim janganlah pernah sekali-kali meninggalkan
shalat. Lantaran Allah SWT masih memberi kesempatan yang
sangat luas kepada kita untuk mencari dan mendapatkan rejeki
setelah shalat, yakni yang tercermin melalui perintah-Nya, yaitu
bertebaran di muka bumi dengan mengingat Allah SWT sebanyak-
banyaknya supaya beruntung.

5. Murah Hati

17
Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW menganjurkan agar
para pedagang selalu bermurah hati dalam melaksanakan jual beli.
Murah hati dalam pengertian; ramah tamah, sopan santun, murah
senyum, suka mengalah, namun tetap penuh tanggungjawab.
Sabda Rasulullah SAW:
“Allah berbelas kasih kepada orang yang murah hati ketika ia
menjual, bila membeli dan atau ketika menuntut hak”. (HR.
Bukhari).

“Allah memberkahi penjualan yang mudah, pembelian yang


mudah, pembayaran yang mudah dan penagihan yang mudah”.
(HR. Aththahawi).
6. Tidak Melupakan Akhirat
Jual beli adalah perdagangan dunia, sedangkan
melaksanakan kewajiban syariat islam adalah perdagangan akhirat.
Keuntungan akhirat pasti lebih utama ketimbang keuntungan
dunia. Maka para pedagang muslim sekali-kali tidak boleh terlalu
menyibukkan dirinya semata-mata untuk mencari keuntungan
materi dengan meninggalkan keuntungan akhirat. Sehingga jika
datang waktu shalat, mereka wajib melaksanakannya sebelum
habis waktunya. Alangkah baiknya, jika mereka bergegas bersama-
sama melaksanakan shalat berjamaah, ketika adzan telah
dikumandangkan. Begitu pula dengan pelaksanaan kewajiban
memenuhi rukun islam yang lain. Sekali-kali seorang pedagang
muslim hendaknya tidak melalaikan kewajiban agamanya dengan
alasan kesibukan perdagangan.
Disamping itu, ada beberapa hal yang terkait dengan etika
perdagangan islam, yaitu:
a. Penjual berusaha memberikan pelayanan yang terbaik kepada
konsumen, sehingga konsumen akan merasa telah berbelanja sesuai
syariah islam, dimana konsumen tidak membeli barang sesuai
keinginan tetapi menurut kebutuhan.
b. Penjual menjalankan bisnisnya secara jujur yakni kualitas barang
yang dijual sesuai dengan harganya, dan pembeli tidak dirangsang
untuk membeli barang sebanyak-banyaknya.
c. Hal yang paling baik bukan masalah harga yang diatur sesuai
mekanisme pasar, namun status kehalalan barang yang dijual
adalah lebih utama. Dengan konsep perdagangan syariah,
konsumen yang sebagian besar masyarakat awam akan merasa
terlindungi dari pembelian barang dengan tidak sengaja yang

18
mengandung unsur haram yang terkandung di dalamnya. Barang-
barang yang dijual dengan perdagangan syariah juga diperoleh
dengan cara tidak melanggar hukum diantaranya bukan barang
selundupan, memiliki izin SNI dan sebagian lagi memiliki label
halal.
d. Sesungguhnya barang dan komoditi yang dijual haruslah berlaku
pada pasar terbuka, sehingga pembeli telah mengetahui keadaan
pasar sebelum melakukan pembelian secara besar-besaran. Penjual
tidak diperkenankan mengambil keuntungan dari ketidaktahuan
pembeli akan keadaan pasar dan harga yang berlaku.

B. Dasar Hukum Perdagangan dan Etikanya dalam Islam


1. Al-Qur’an

Sebagaimana yang diketahui bahwa al-qur’an adalah sumber


nilai dan sumber dari segala sumber untuk pegangan hidup umat
islam.Dalam al-Quran disebutkan bahwa perdagangan merupakan
salah satu jalan mencari rezeki yang diperintahkan oleh Allah dengan
cara yang ma’ruf. Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa’ 29:
ْ
ٍ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَأ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل إِاَّل أَ ْن تَ ُكونَ تِ َجا َرةً ع َْن تَ َر‬
‫اض ِم ْن ُك ْم ۚ َواَل‬
‫تَ ْقتُلُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم ۚ إِ َّن هَّللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling


memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu. (An-Nisa’: 29).

Tidak curang, sejauh dengan dorongan untuk bersikap jujur dan benar, Islam
sangat mencela timbulnya kecurangan dalam praktik bisnis, sehingga
menimbulkan bahaya dan kerugian kepada orang lain. Seperti mengurangi
timbangan dan takaran, sejalan dengan perintah menyempurnakan takaran
dan timbanga. Allah sangat mengecam orang yang berlaku curang hal
tersebut dijelaskan dalam QS AlMutaffifin ayat 1 - 3:

19
Artinya: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, “(yaitu) orang-
orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dipenuhi, “Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain,
mereka mengurangi. (QS Al-Mutaffifin Ayat 1 - 3).

‫سبِٱإْل ِ ْث ِم َوأَنتُ ْم‬ ۟ ُ‫وابِ َهٓاإِلَىٱ ْل ُح َّكا ِملِتَأْ ُكل‬


ِ ‫وافَ ِريقًا ِّم ْنأ َ ْم ٰ َوٱِللنَّا‬ ۟ ُ‫َواَل تَأْ ُكلُ ٓو ۟اأَ ْم ٰ َولَ ُكمبَ ْينَ ُكمبِٱ ْل ٰبَ ِطلِ َوتُ ْدل‬
َ‫تَ ْعلَ ُمون‬

Artinya : “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta


sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu
mengetahui”. (Q.S. Al-Baqarah: 188).

َ ‫سبِيلِ َك ْىاَل يَ ُكونَدُولَ ۢةًبَ ْينَٱأْل‬ َّ ‫س ِكينِ َوٱ ْبنِٱل‬ َ ٰ ‫سولِ َولِ ِذىٱ ْلقُ ْربَ ٰى َوٱ ْليَ ٰتَ َم ٰى َوٱ ْل َم‬ُ ‫سولِ ِهۦ ِم ْنأَهْٱِل ْلقُ َر ٰىفَلِلَّ ِه َولِل َّر‬
ُ ‫َّمٓاأَفَٓا َءٱللَّ ُه َعلَ ٰى َر‬
ۚ
۟ ُ‫وا َوٱتَّق‬ ۟ ‫سولُفَ ُخ ُذو ُه َو َمانَ َه ٰى ُك ْم َع ْن ُهفَٱنتَ ُه‬
ِ ‫ش ِديدُٱ ْل ِعقَا‬
‫ب‬ َ ‫واٱللَّ ۖ َهإِنَّٱللَّ َه‬ ُ ‫ْغنِيَٓا ِء ِمن ُك ۚ ْم َو َمٓا َءاتَ ٰى ُك ُمٱل َّر‬

Artinya : “ Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah


kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk
kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang
kaya saja diantara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu,
Maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Amat keras hukumannya. (QS. Al-Hasyr : 7).

•ُ‫س• ٰ• َذ• لِ• َك• بِ• أَ• نَّ• ُه• ْم• قَ• ا•ل‬ ِّ •ۚ •‫ط• ا•نُ• ِم• نَ• ا• ْل• َم‬
َ •‫ا•لَّ• ِذ• ي•نَ• يَ• أْ• ُك• لُ• و•نَ• ا•ل• ِّر• بَ• ا•اَل يَ• قُ• و• ُم• و•نَ• إِ• اَّل َك• َم• ا•يَ• قُ• و• ُم• ا•لَّ• ِذ• ي•يَ• تَ• َ•خ• بَّ• طُ• ُه• ا•ل•ش•َّ• ْي‬
•َ‫ظ• ةٌ• ِم• ْن• َ•ر• بِّ• ِه• فَ• ا• ْن• تَ• َه• ٰ•ى• فَ• ل‬ َ •‫و•ا•إِ• نَّ• َم• ا•ا• ْل• بَ• ْي• ُع• ِم• ْث• اُل ل• ِّر• بَ• ۗا• َ•و• أَ• َ•ح• اَّل ل•لَّ• ُه• ا• ْل• بَ• ْي• َع• َو• َ•ح• َّر• َم• ا•ل• ِّر• بَ• ۚا• فَ• َم• ْن• َ•ج• ا• َء• ُه• َم• ْ•و• ِ•ع‬
•‫ص• َ•ح• ا•بُ• ا•ل•نَّ• ا• ۖ• ِر• ُه• ْم• فِ• ي• َه• ا• َ•خ• ا•لِ• ُد• و• َن‬ •ْ •َ‫س• لَ• فَ• َو• أَ• ْم• ُر• ُه• إِ•لَ• ى•ا•ل•لَّ• ۖ•ِه• َ•و• َم• ْن• َع• ا• َد• فَ• أُ•و• ٰلَ• ئِ• َك• أ‬َ •‫ُه• َم• ا‬

Artinya : “ Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat


berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti

20
(dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya
dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang
itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.
(Al-Baqarah: 275).

2. Hadist
Di dalam hadits juga banyak berbicara mengenai
perdaganagan/jual beli di antaranya adalah hadis berikiut yang artinya:
Dari rifa’ah, ia berkata rasulullah saw bersabda,
“sesungguhnya para pedagang akan di bangkitkan pada hari
kiamat kelak sebagai orang yang banyak melakukan
kajahatan, kecuali orang yang bertakwa kepada Allah berbuat
baik dan jujur (dalam perkataannya).” (HR. Abu Dawud).

Rasulullah juga turut menjelaskan dalam hadis sahihnya


tentang perdangan yang tidak dibenarkan. Bagaimana sikap yang
semetinya dikembangkan para pedagang. Berikut adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Al-Ashbahani yang artinya:
Dari Mu’az bin Jabal, bahwa Rasulullah saw bersabda,
”Sesungguhnya sebaikbaik usaha adalah usaha perdagangan
yang apabila mereka berbicara tidak berdusta, jika berjanji
tidak menyalahi, jika dipercaya tidak khianat, jika membeli
tidak mencela produk, jika menjual tidak memuji-muji barang
dagangan, jika berhutang tidak melambatkan pembayaran,
jika memiliki piutang tidak mempersulit.” (H.R.Baihaqi dan
dikeluarkan oleh As-Ashbahani).

Dalam hadits yang lain Rasulullah juga bersabda bersabda


tentang pintu rizki. Menurut Rasulullah rizki perdagangan merupakan
pintu kedekatan kita pada rizki. Berikut sabda Rarulullah yang artinya:

“Hendaklah kamu berdagang, karena di dalamnya terdapat


90% pintu rezeki.” (H.R.Ahmad).

C. Jenis-jenis Pasar Dalam Perdagangan Islam

21
Dalam Perdagangan islam pada masa Nabi Muhammad dikenal
beberapa pasar di jazirah arab yakni:

N Nama Festival Dagang Waktu


o
1 Dumatul Jandal (terletak di ujung utara Hijaz 1-30 Rabiul awal
dan dekat Perbatasan syiriah)
2 Musyaqqar (sebuah kota terkenal di hijar, 1-30 Jumada Al-Ula
Sekarang di sebut Al-ahsa)
3 Suhar (Sebuah Kota di oman) 20-25 Rajab
4 Dhaba (Salah satu kota dari dua laut Oman) 30- ? rajab
5 Syir ( Sebuah kota di pantai laut arabia) 1-15 Syaban
6 Aden (Terletak di yaman, pasar ini banyak di 1-10 Ramadhan
datangi orang dari timur dan selatan kota
makkah)
7 Sana (Ibu kota Yaman/ yang ramai dan 10-30 Ramadhan
diadakan pada bulan ramadhan)
8 Rabiyah ( Kota di Hadramaut) 15-30 Dzul qa`dah
9 Ukaz (dekat Thalif) basar ini melebihi 15-30 Dzul qa`dah
kemegahan pasar-pasar lainnya dalam hal
hubungan dagang, sastra dan lainnya
10 Dzul Majaz (sebuh tempat di antara akaz dan 1-7 Dzulhijah
makkah)
11 Mina (perpindahan pasar dzul majaz) 9-11 dzulhijah
12 Nazat (Wilayah Khaibar) 10-30 Muharam
13 Hijr (Sebuah kota di yamamah) 10-30 Muharam

22
Pada saat ini, umat muslim akan bisa dilayani dengan lebih baik
dengan didirikannya pasar-pasar daripada dengan didirikannya lebih
banyak mesjid. Dampak yang akan dialami dalam kehidupan dan
kesejahteraan umat muslim akan jauh melampaui dimensi sosial dan
politik yang dilimiliki oleh aktivitas seputar mesjid pada saat ini. Memang
benar dewasa ini kondisi yang ada menyulitkan kita untuk menerapkan
hukum dan aturan pasar sesuai dengan syari’at secara utuh, akan tetapi
kondisi seperti ini terjadi pula pada mesjid. Di dunia barat, banyak majelis
masjid menerima keluhan-keluhan dari pemerintah setempat yang merasa
terganggu dengan suara adzan, sementara di daerah-daerah lain, masih
banyak mesjid yang lahannya merupakan lahan yang disewa dari non
muslim.
Dalam mempelajari permasalahan Pasar Islam Terbuka, jangan
sampai kita dipusingkan atau merasa rendah diri karena istilah “pasar” itu
sendiri. Karena bahkan dalam bentuk yang paling sederhananya, Pasar
Islam Terbuka melampaui mal-mal masa kini dalam hal aksesibilitas,
fasilitas, pilihan dan kemudahan-kemudahannya. Walaupun tata letak dan
perencanaan pasar akan berbeda, tergantung kepada lokasi dan kondisi
geografi, beberapa area dan peruntukan yang akan dijelaskan di bawah ini
merupakan yang paling umum dan didapati di mana-mana:
1. Area parkir
2. Gudang dan penyimpanan
3. Workshop
4. Berbagai macam area penjualan
5. Fasilitas perkantoran
6. Area untuk pameran dan acara-acara seni dan kebudayaan
7. Fasilitas transportasi umum
8. Pengadilan
9. Kantor pasar
10. Mesjid

Area-area tersebut di atas akan tergantung kepada besarnya area


pasar, iklim dan tradisi lokal nantinya akan berpengaruh kepada
pengaturan tata letak area penjualan. Contohnya, kita dapat saja mendapati
bahwa area penjualan sayuran, buah-buahan dan bahan makanan lainnya
terpisah dengan area penjualan pakaian, barang pecah-belah dan alat
rumah tangga, elektronik, meubel, perhiasan dan barang-barang mewah,
makanan jadi, alat-alat pertukangan, alat transportasi dan kendaraan serta
area lelang. Baik pedagang kecil lokal maupun importir besar (walaupun
tidak selalu berada dalam lokasi yang berdampingan) akan berada dalam

23
satu area pasar, keduanya pun dapat bertemu langsung dengan masyarakat
dan pembeli.

Elemen-elemen penting dalam suatu Pasar Islam Terbuka adalah:


1. Tidak adanya biaya sewa untuk area penjualan.
2. Hanya berjualan pada area yang telah ditentukan.
3. Tidak berdagang di workshop, kantor dan gudang.
4. Semua bentuk perdagangan dan transaksi terbuka untuk diawas.
5. Tidak ada area, kios, maupun toko yang permanen. Pemesanan
tempat tidakdiperkenankan.
6. Semua kios/area penjualan berdasarkan “yang paling pertama
hadir, mendapat tempat yang terbaik”. Sama seperti sholat
berjama’ah di masjid, dimana yang datang paling awal
mendapatkan shaf yang terdepan.
7. Tidak menjual barang-barang illegal dan haram.
8. Berada dalam pengawasan seorang Muhtasib.
9. Praktek riba tidak diperkenankan.

Penanggung jawab pasar hanya bertindak jika ada seseorang yang


jelas-jelas melanggar hak orang lain atau ketika terjadi ketidakadilan
dalam setiap hal. Pentingnya peranan politik, perdagangan dan strategis
umat muslim dalam memegang kendali jalur distribusi perdagangan, baik
secara lokal maupun internasional, tidak dapat diremehkan dan merupakan
suatu elemen yang penting.

D. Perdagangan Yang Di Larang Dalam Islam


1. Talqi – Jalab
Talqi-jalab adalah suatu kegiatan yang umum dilakukan oleh
orang-orang Madinah, yaitu manakala para petani membawa hasil
ke kota, lalu menjualnya kepada orang-orang di kota, kemudian
orang kota tersebut menjual hasil panen tersebut, dengan harga
yang mereka tetapkan sendiri. Rosululloh tidak menyukai cara
perdagangan seperti ini, karena beliau menganggap perbuatan
tersebut mencurangi seseorang.
2. Perdagangan melalui Al-Hadir-Libad
Ada beberapa orang bekerja sebagai agen-agen penjualan hasil
panen dan semua hasil panen dijual melalui mereka. Mereka
memperoleh keuntungan baik dari penjual maupun dari pembeli
dan seringkali mencabut keuntungan sebenarnya yang harus
diterima petani dan kepada para pembeli tidak diberi harga yang

24
benar dan wajar. Rosululloh melarang bentuk perdagangan dengan
menarik keuntungan dari penjual dan pembeli.
3. Perdagangan dengan cara Munabazah
Dalam perdagangan secara munabazah, seseorang menjajakan
pakaian yang dia miliki untuk dijual kepada orang lain dan
penjualan tersebut menjadi sah, meskipun orang tersebut tidak
memegang atau melihat barang tersebut. Berarti bahwa penjual
langsung melemparkan barang kepada pembeli dan penjualan itu
sah. Pembeli tidak ada kesempatan untuk memeriksa pakaian
tersebut atau harganya. Ada kemungkinan penipuan atau
kecurangan atau penggmbaran yang keliru dalam bentuk
perdagangan seperti ini, sehingga Rosululloh melarang
perdagangan dengan cara munabazah.
4. Perdagangan dengan cara Mulamasah
Dalam perdangangan secara mulamasah, seseorang menjual sebuah
pakaian dengan boleh memegang tapi tanpa perlu membuka atau
memeriksanya. Hal ini juga dilarang Rosululloh karena
keburukannya sama seperti munabazah.
5. Perdagangan dengan cara Habal-Al-Habala
Bentuk perdagangan ini sangat umum di negara Arab pada waktu
itu. Dalam perdagangan ini,seseorang menjual seekor unta betina
dengan berjanji membayar apabila unta itu melahirkan seekor anak
unta jantan atau betina. Cara perdagangan seperti inipun dilarang
oleh Rosululloh karena mengandung unsur perkiraan atau
spekulasi.
6. Perdagangan dengan cara Al-Hasat
Dalam bentuk perdagangan seperti ini, penjual akan
menyampaikan kepada pembeli bahwa apabila pembeli
melemparkan pecahan-pecahan batu kepada penjual, maka
penjualan akan dianggap sah. Cara seperti ini juga diharamkan oleh
Rosululloh karena sama buruknya dengan perdagangan secara
munabazah dan mulamasah.
7. Perdagangan dengan cara muzabanah
Dalam bentuk perdagangan ini, buah-buahan ketika masih di atas
pohon sudah ditaksir dan dijual sebagai alat penukar untuk
memeperoleh kurma dan anggur kering, atas sederhananya menjual
buah-buahan segar untuk memperoleh buah-buahan kering.
Rosululloh melarang cara seperti ini karena didasari atas perkiraan
dan dapat merugikan satu pihak jika perkiraan ternyata salah.

25
8. Perdagangan dengan cara Muhaqolah
Dalam sistem muhaqolah ini, panen yang belum dituai dijual untuk
memperoleh hasil panen yang kering. Rosululloh melarang cara
perdagangan seperti ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Abdullah Ibn Umar, Abu Said al Khudri dan Said Ibn Mussayyib.
Bentuk ini sama dengan bentuk muzabanah dengan semua
kemudharatannya.
9. Perdagangan tanpa hak pemilikian
Perdagangan barang-barang khususnya yang tidak tahan lama,
tanpa perolehan hak milik juga dilarang oleh Rosululloh karena
mengandung unsur keraguan dan penipuan. Diriwayatkan oleh Ibn
Umar bahwa Rosululloh bersabda:
“Siapapun yang membeli gandum tidak berhak menjualnya
sebelum memperoleh hak miliknya.”
10. Perdagangan dengan cara Sarf
Perdagangan dengan cara sarf berarti menggunakan transaksi di
mana emas dan perak dipakai sebagai alat tukar untuk memperoleh
emas dan perak. Rosululloh bersabda bahwa pertukaran emas
dengan emas merupakan riba kecuali dari tangan ke tangan, kurma
dengan kurma adalah riba kecuali dari tangan ke tangan, dan garam
dengan garam adalah riba kecuali dari tangan ke tangan.
11. Perdagangan dengan cara Al-Ghoror
Perdagangan yang dilakukan dengan cara melakukan penipuan
terhadap pihak lan.
12. Misrot
Misrot adalah hewan yang mempunyai susu, tapi susunya tidak
diperas. Kebanyakan orang apabila berkeinginan menjual binatang
ini terlebih dahulu diperah selama beberapa hari untuk menipu
pembeli. Ini adalah salah satu cara dimana pembeli binatang
merasa ditipu dan diminta untuk membayar dengan harga yang
lebih mahal.
13. Najsh
Sederhananya, najsh itu bermakna terjadinya sesuatu kenaikan
harga karena seseorang telah mendengar bahwa harga barang
tersebut telah naik, lalu membelinya tetapi tidak karena ingin
membelinya melainkan karena ingin menjualnya kembali dengan
menetapkan harga yang lebih tinggi, atau berminat terhadap barang
yang dijual dengan tujuan untuk menipu orang lain.
14. Penjualan dengan sumpah

26
Penjual menjual barangnya (dalam harga tinggi) dengan
melakukan sumpah tentang tingginya kualitas barang tersebut.
15. Pemalsuan
Rasulullah melarang pemalsuan barang-barang yang akan dijual
sebagaiman yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori.
16. Perdagangan dengan cara menyembunyikan
Cara seperti ini yaitu menyembunyikan gandum dan barang-barang
lainnya untuk menaikkan harga dengan sengaja.
17. Monopoli
Monopoli akan muncul manakala pusat kontrol pasokan (supply)
barang atau jasa dipegang oleh satu orang atau sekelompok orang.
Mereka yang mengontrol pasokan barang atau jasa dan
menetapkan harga yang menguntungkan baginya, tetapi
keuntungannya tidak bermanfaat bagi masyarakat.

27
BAB III

KESIMPULAN

Perniagaan atau bisnis dalam perspektif Islam adalah perniagaan yang


dilakukan berdasarkan etika dan normanorma agama, dan bukan hanya sekadar
mengejar keuntungan. Perniagaan yang didasarkan pada etika dan norma-norma
agama akan menciptakan dan mewujudkan kehidupan manusia yang damai dan
dinamis, demikian pula sebaliknya. Keberuntungan perdagangan secara hakiki di
dunia akan berlanjut di akhirat nanti. Al-Qur`an sebagai pedoman utama umat
Islam telah memberikan rambu-rambu bagaimana manusia dapat memperoleh
harta, karena sesungguhnya aktivitas manusia dalam memperoleh harta tidak
hanya berhubungan dengan sesama manusia, tetapi hakikatnya juga berhungan
dengan Allah. Pada hakikatnya aturan yang paling mendasar untuk menegakkan
yang benar dan yang salah dalam perniagaan adalah menurut fiqh yang bersumber
dari Al-qur’an dan sunnah. Islam memang menghalalkan usaha perdagangan,
perniagaan dan atau jual beli. Namun tentu saja untuk orang yang menjalankan
usaha perdagangan secara islam, dituntut menggunakan tata cara khusus, ada
aturan mainnya yang mengatur bagaimana seharusnya seorang muslim berusaha
di bidang perdagangan agar mendapatkan berkah dan ridha Allah SWT di dunia
dan akhirat.
Secara lebih khusus aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam kegiatan
perdagangan dalam Islam adalah tentang tatacara dalam berdagang tersebut dan
hal-hal yang dilarang dalam berdagang. Semuanya itu harus selaras dan simultan
diterapkan dalam praktek berdagang sesuai nilai-nilai Islam yang ada. Secara
umum perdagangan dalam Islam adalah terpenuhinya kebutuhan secara wajar dan
berkeadilan sebagai sarana ibadah kepada Allah.
Beberapa adab dalam berdagang sehingga tercipta masyarakat yang
haramoni dan sejahtera dan mendapat ridha dari Allah SWT yaitu diantaraya
Amanah, Ihsan, Bekerjasama/Bermusyawarah antara penjual dan pembeli ,
Tekun, Menjauhi perkara yang haram, Melindungi penjual dan pembeli.
Orientasi yang harus dibangun dalam melakukan kegiatan berdagang
adalah mengarahkannya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Kegiatan
berdagang itu sendiri harus dalam ukuran-ukuran yang proporsional, dengan
menghindari pemborosan, kemewahan, dll. Larangan dalam hal yang berdagang
tersebut berkaitan dari aspek-aspek yang akan dapat menimbulkan hal-hal negatif
bahkan fatal dalam kehidupan ekonomi, di antaranya: timbulnya banyak penyakit,
kelaparan atau kemiskinan, terjadi atau bertambahnya pengangguran, rendanya
kualitas sumberdaya manusia.

28
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Abdullah Yusuf. 1993. Quran Terjemahan dan Tafsirnya, terj. Ali Audah. Jakarta:
Pustaka Firadaus

Agustianto, Perdagangan Dalam al-Quran, http://www.scribd.com/doc/4685619/


perdagangan–dalam–alquran.

Hadimulyo. 1997. Etika Bisnis dalam Jurnal Ulumul Quran. No. 3/VII/’97

http://repository.radenintan.ac.id/101/3/Bab_II.pdf

http://repository.uin-suska.ac.id/19769/8/8.%20BAB%20III%20%281%29.pdf

https://pustakamediasyariah.blogspot.com/2015/05/makalah-pes-perdagangan-dalam-
islam.html

29

Anda mungkin juga menyukai