Anda di halaman 1dari 23

TUGAS KELOMPOK

MAKALAH

Fiqh Zakat

MUSTAHIQ ZAKAT

Disusun Oleh:

Ayu Arindi (12008010)

Shahibul Umam (12008007)

Kelas A

Dosen Pengampu:

Imam Agung Prakoso, S.Sy., M.H

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH (FUAD)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONTIANAK
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT., atas segala limpahan


rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalah ini dengan lancar. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah
kepada beliau Nabi Muhammad SAW., nabi idola dan sumber inspirasi bagi seluruh
umat manusia. Semoga dengan sholawat tadi, kelak di Yaumul qiyamah kita
mendapatkan pengakuan beliau sebagai umat yang mendapat syafa’atul ‘udzmah.
Amin.

Tulisan ini kami buat guna memenuhi tugas dan sebagai salah satu acuan
pembelajaran bagi kami dalam mata kuliah Fiqh Zakat yang berjudul “Mustahiq
Zakat” dengan harapan semoga bisa bermanfaat bagi penulis dan bagi yang lainnya.
Makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan teman-teman dan banyak orang
lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Maka dari itu, kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
penyelesaian makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini tentunya tidak terlepas dari ketidak


sempurnaan. Maka dari itu, kritik dan saran dari teman-teman dan juga para
pembaca kami harapkan guna penyempurnaan penulisan kami yang selanjutnya.

Akhir kata, bila terdapat kesalahan dari berbagai aspek kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya

Pontianak, 28 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN.................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ........................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 5
BAB II .................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN .................................................................................................... 6
A. Pengertian Mustahiq.................................................................................. 6
B. Golongan Penerima Zakat ........................................................................ 7
C. Peran BAZNAZ ........................................................................................ 16
D. Golongan yang tidak berhak menerima zakat ...................................... 17
BAB III ................................................................................................................. 21
PENUTUP ............................................................................................................ 21
A. Kesimpulan ............................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut (Al-Mughjam al-Wasih: 1972), zakat adalah suatu ibadah di
bidang kekayaan, suatu bentuk kekayaan yang diberikan sebagai kekayaan,
pertumbuhan, perkembangan, peningkatan, kemurnian dan kebaikan. Seperti yang
tercantum dalam firman Allah dalam Al-Qur'an yang Mulia, Surah "Taubah" 103
dan Surah "Rum" 39:

َ َ َ ‫ﱠ‬ َ َ ‫ُﺧ ْﺬ ﻣ ْﻦ أ ْﻣ َﻮاﻟﻬ ْﻢ َﺻ َﺪ َﻗ ًﺔ ُﺗ َﻄ ﱢﻬ ُﺮ ُﻫ ْﻢ َو ُﺗ‬


‫ﺗﻚ َﺳﻜ ٌﻦ‬,‫ﻴﻬ ْﻢ ِﺑ َﻬﺎ َو َﺻ ﱢﻞ ﻋﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ۖ ِإن َﺻ‬
ِ ‫ﺰ‬ ِِ ِ
ٌ ‫ﻴﻊ َﻋﻠ‬ ٌ ‫اﻟﻠ ُﻪ َﺳﻤ‬ 4 َ ْ ُ
‫ﻢ‬0 ِ ِ ‫ﻟﻬﻢ ۗ و‬

Artinya : “Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan332) dan


membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu
adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”.
َ ُ َ 4 َْ ََ ‫ﱠ‬ ََُْ F ْ َُْْ َ َ
‫ ٍﺎة‬8‫ َﻳ ْ? ُ>ﻮ ِﻋﻨﺪ اﻟﻠ ِﻪ ۖ َو َﻣﺎ آﺗ ْ;ﺘ ْﻢ ِﻣ ْﻦ ز‬,‫ﺎس ﻓ‬ َ ْ
B ‫ر>ﺎ ِﻟﻴﺮ>ﻮ ِﻓﻲ أﻣﻮ ِال اﻟﻨ‬B ‫وﻣﺎ آﺗ;ﺘﻢ ِﻣﻦ‬
َ ُ ْ K ُ َ َ Oَ 4 َ َ ُ ُ
‫ ِﺌﻚ ﻫ ُﻢ اﻟ ُﻤﻀ ِﻌﻔﻮن‬Nٰ ‫ﺪون َو ْﺟﻪ اﻟﻠ ِﻪ ﻓﺄوﻟ‬R?B ‫ﺗ‬

Artinya : “Riba yang kamu berikan agar berkembang pada harta orang
lain, tidaklah berkembang dalam pandangan Allah. Adapun zakat yang kamu
berikan dengan maksud memperoleh keridaan Allah, (berarti) merekalah orang-
orang yang melipatgandakan (pahalanya)”.

Menarik untuk memikirkan masalah mustahiq zakat dari sudut pandang


Hasbi, namun tentunya tidak menutup kemungkinan untuk membahas masalah

muzakki. Oleh karena itu, guna memperjelas landasan pemikiran fikih


Hasbi dalam penafsiran mustahik zakat dan memperoleh informasi yang
komprehensif tentang persoalan lain yang terkait dengannya, penulis memandang
perlu bekerja sama dengan muzakki dan prasyaratnya. Muzakki tidak bisa terlepas

3
dari pembahasan syarat-syarat wajib yang harus dipenuhi agar dianggap wajib
membayar zakat.

Menurut Abd al-Khaliq an-Nawawi (dalam bukunya “an-Nidzam”, tt, hal.


33), ada enam jenis syarat wajib zakat, yaitu (1). muzakki harus beragama Islam:
(2). muzakki harus bebas. (Tiga). memiliki harta yang sempurna dan memperoleh
nishab; (4). Kepemilikan tidak harus memiliki syarat dasar muzakki (5). Aset
(pelacakan) hingga 1 tahun dan (6). muzakki harus bijaksana dan dewasa. Abdul
Razek Roman memaparkan enam syarat yang mirip dengan pandangan al-Nawawi
di atas, dengan rincian sebagai berikut: Pertama, Islam; Kedua, mandiri. ketiga.
dewasa; Keempat, berakal: Kelima, mencapai nishab; Keenam, harta itu disita
(Razek et al. p. 14-15).

Pembahasan penerima zakat atau kelompok sasaran (sering disebut


mustahik al-zakah atau masharif al-zakal dalam bahasa arab) merupakan aspek
penting dari masalah zakat. Tak heran jika isu muzakki dengan beragam
pendapatnya tak pernah lepas dari ajaran zakat. Dalam Surat Taubah ayat 60, Allah
Yang Maha Mulia menjelaskan secara rinci siapa yang berhak atas zakat. Dan
bagian ini adalah satu-satunya sumber standar yang tidak ada perbedaan pendapat
di antara mayoritas ulama tentang distribusi zakat.

Menurut (Syahril Jamil: 2015) Dasar pemikiran syari’ah yang


mendefinisikan delapan golongan mustahiq zakat adalah bahwa kemiskinan mereka
tidak sepenuhnya disebabkan oleh faktor internal atau kesalahan mereka sendiri,
tetapi lebih banyak disebabkan oleh faktor eksternal. Yaitu, karena sistem dan
norma peradilan yang tidak stabil atau disfungsional yang muncul dari sudut
pandang orang kaya yang tidak menjalankan fungsi mengelola dan memiliki harta
dengan berbagai cara Islam, tetapi mempertahankan hak-hak kelompok Zul’Afa
yang tertanam di dalamnya.

Lembaga ekonomi seperti zakat menurut Hasbi, tidak ada perbedaan


mendasar antara fakir dan miskin. Dia mendefinisikan keduanya sebagai “mereka
yang menginginkan tetapi tidak dapat memuaskan keinginan (kebutuhan) mereka.”

4
Penulis tidak diberitahu mengapa Hasby tidak merinci keduanya. Namun Husbi
mengatakan kedua kelompok itu sama-sama menginginkan uang zakat untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebalikan dari miskin dan miskin adalah kaya
dan kaya. Penyesuaian berarti makanan, minuman, pakaian, dan tempat berlindung
bagi Anda, anak-anak Anda, dan istri Anda. Kami memahami orang-orang yang
memiliki sumber daya di luar kebutuhan dasar mereka. Pemilik berhak atas zakat
jika mereka berbeda dari yang disebutkan di atas.

Maka dengan itu, penulis akan memaparkan sedikit penjelasan mengenai


golongan yang termasuk mustahiq zakat, baznaz dan golongan yang tidak berhak
untuk menerima zakat.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penyusun membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu mustahiq zakat?
2. Siapa saja golongan yg berhak menerima zakat?
3. Bagaimana peran BAZNAZ di Indonesia?
4. Siapa saja Golongan yang tidak berhak menerima zakat?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi mustahiq zakat.
2. Untuk mengetahui golongan yg berhak menerima zakat.
3. Peran BAZNAZ terhadap Indonesia.
4. Mengetahui golongan yang tidak berhak menerima zakat.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mustahiq
Menurut bahasa mustahik zakat terdiri dua kalimat mustahik dan zakat. Kata
mustahik sendiri berasal dari kata bahasa Arab istahaqqo yastahiqqu artinya patut
mendapat. Sedangkan kata mustahik adalah merupakan isim fail yang memiliki arti
yang berhak. Menurut Attabik Ali Agama Islam memberi arahan tentang orang-
orang yang berhak disalurkan zakat seperti dijelaskan dalam surat at-Taubah ayat
60 Allah SWT berfirman sebagai berikut :
‫ﱠ َ ٰ ُ ﱠ‬ Z َ ُK K K َ َ4َ K Oُ
‫اﻟﺼﺪﻗﺖ ِاﻧ َﻤﺎ‬ ‫ﻦ ِﻟﻠﻔﻘ َﺮا ِء‬B ‫َو ِﻓﻰ ﻗﻠ ْ_ ُ> ـ ُﻬ ْﻢ َواﻟ ُﻤﺆﻟﻔ ِﺔ ﻋﻠ ْﻴ َﻬﺎ َواﻟ َﻌ ِﺎﻣ ِﻠ ْﻴ َﻦ َواﻟ َﻤ ٰﺴ ِﻜ ْﻴ‬
َ‫َ ْ َ ﱢ‬K َ ْ َ ْ َ d ْ َ ۗ ْ ‫ ﱢ َ َ ْ َ ً ﱠ‬d ُd َ ۗ ٌْ َ
‫ﺎب‬
ِ ‫ﺎر ِﻣﻴﻦ اﻟﺮ‬B ‫ ِﻞ و ِﻓﻲ واﻟﻐ‬0cِ ‫ﻦ اﻟﻠ ِﻪ ﺳ‬B ‫ ِﻞ واﺑ‬0cِ ‫ﻀﺔ اﻟﺴ‬R?B ‫ﻢ ◌واﻟﻠﻪ اﻟﻠ ِﻪ ﻣﻦ ﻓ‬0‫ﻋ ِﻠ‬
‫ﻗ‬
‫ ٌﻢ‬0ْ ‫َﺣ ِﻜ‬

Artinya: “Sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana bahwa sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah
untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para
mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan”.

Menurut Didin Hafidhuddin, zakat yang disalurkan kepada golongan-


golongan penerima zakat (mustahik) ini dapat bersifat konsumtif dan produktif.
Zakat konsumtif berupa pemenuhan kebutuhan Jurnal Islaminomic, Vol. 6 No. 2,
Agustus 2015 sehari-hari mereka. Sedangkan zakat produktif berupa pemberian
modal usaha kepada golongan penerima zakat (mustahik). Sebagaimana yang
pernah terjadi di zaman Rasulullah berdasarkan riwayat Imam Muslim dari Salim
Bin Abdillah Bin Umar dari Ayahnya, bahwa Rasulullah telah memberikan
kepadanya zakat lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi.
(Hafidhuddin, 2002: 149).

6
Dengan pengertian di atas dapat kita Tarik sebuah kesimpulan bahwa
mustahiq merupakan sebuah golongan tertentu yang berhak menerima zakat
sebagaimana yang telah diatur dalam kitab suci Al-Qur’an.

B. Golongan Penerima Zakat


Golongan penerima zakat ada delapan seperti yang telah disebutkan oleh
firman Allah Swt. Artinya : “miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf),
untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang,
untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai
kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana," (QS at-Taubah
[9]: 60).

Menurut Muhammad Sayyid Sabiq (Sunan Abu Daud, Jilid 1 : 281), Zayyad
bin Harits ash-Shada i ra. berkata, "Aku mendatangi Rasulullah untuk berjanji setia
kepada beliau. Lalu ada seseorang datang kepada beliau. Orang tersebut berkata,
'Berilah aku zakat.' Beliau bersabda,
‫َ ﱠ‬4 َ ‫ﻢ َﻳ ْﺮ‬iK ‫ ُﺤ‬k ‫ َﻧﺒ ﱟﻲ‬nَ ‫اﻟﺼ َﺪ َﻗﺎت ﻓﻲ َﻏ ْﻴﺮە َو‬
‫ض ﻟ ْﻢ اﻟﻠﻪ ِإن‬ ‫ َﻢ َﺣ ﱠﺘﻰ ﱠ‬i‫َﻓ َﺠ ﱠﺮأ َﻫﺎ ُﻫ َﻮ ﻓ ْﻴ َﻬﺎ َﺣ‬
ِ ِ ِB ِ ِ ِ
ْ َ َ O َ K َ ْ َ ُ َ ْ َ ‫َ ﱠ‬
،‫ﺣﻘﻚ أﻋﻄ ْﻴﺘﻚ اﻷ ْﺟ َﺮاء ِﺗﻠﻚ ِﻣ ْﻦ ﻛﻨﺖ ﻓ ِﺈن أ ْﺟ َﺮ ٌاء‬.

“Sesungguhnya Allah tidak ridha hukum Nabi dan orang lain dalam zakat hingga
Dia memberikan hukum sendiri. Dia membagi zakat untuk delapan golongan. Jika
kamu termasuk bagian dari golongan tersebut, aku akan memberikan hakmu”.

Golongan penerima zakat ada delapan di antara lain sebagai berikut:

1. Orang Fakir dan Miskin

Mereka adalah orang-orang yang kebutuhannya tidak tercukupi.


Kebalikan dari mereka adalah orang-orang kaya, yaitu orang-orang yang
kebutuhannya tercukupi.

Di dalam pembahasan di depan telah dijelaskan bahwa kadar yang


menjadikan seseorang menjadi kaya adalah tercapainya nisab setelah
tercukupinya kebutuhan pokok dirinya dan anak-anaknya, berupa kebutuhan

7
makan, minum, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, alat kerja dan sejenisnya
dari hal-hal yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan ini. Setiap orang
yang tidak memiliki kadar nisab adalah orang fakir yang berhak menerima
zakat.

Mu’adz ra. Meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. Bersabda,


َُ ُ ْ َ ُ
.‫ ِﺎﺋ ِﻬ ْﻢ َوﺗ َﺮ ﱡد َﻋﻠﻰ ﻓﻘ َﺮ ِاﺋ ِﻬ ْﻢ‬0َ ‫ﻮﻋ ُﺪ ِﻣ ْﻦ أﻏ ِﻨ‬‫ﺗ‬

“Zakat diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dibagikan


kepada orang-orang fakir di antara mereka.“

Berdasarkan hadis di atas, orang yang membayar zakat adalah orang kaya
yang memiliki kadar nisab. Sebaliknya, orang yang berhak menerima zakat
adalah yang tidak memiliki kadar harta yang dimiliki orang kaya.

Tidak ada perbedaan yang berarti antara fakir dan miskin dari segi
kebutuhan, kekurangan, dan hak mendapat zakat. Pengumpulan orang fakir dan
miskin dengan menggunakan athaf (kata sambung) yang cenderung
membedakan antara keduanya di dalam ayat di atas tidak bertentangan dengan
apa yang telah kami katakan tersebut. Hal itu karena orang-orang miskin-mereka
adalah bagian dari orang-orang fakir- memiliki sifat yang khusus. Sifat khusus
ini sudah cukup untuk menjadi pembeda di antara keduanya.

Sebuah hadis menyebutkan bahwa orang miskin adalah orang fakir yang
menjaga diri dari meminta-minta dan kefakiran mereka jarang diketahui oleh
manusia lain. Ayat Al-Qur’an menyebutkan mereka barangkali agar orang-orang
menjadi tahu dan sadar akan keberadaan mereka karena kefakiran mereka tidak
terlihat.

Abu Hurairah ra. Meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. Bersabda,


‫ﱠ‬ َ ْ| ُ ْ| َ َ ‫َ ﱡ ﱠ ُ ﱠ‬ 4 K َ ْ
‫ ِإﻧ َﻤﺎ‬،‫ اﻟﻠﻘ َﻤﺔ َواﻟﻠﻘ َﻤﺘ ِﺎن‬n‫ﺲ اﻟ ُﻤ ْﺴ ِﻜ ْﻴ ُﻦ اﻟ ِﺬي ﺗ ُﺮد ُە اﻟﺘ ْﻤ َﺮة َواﻟﺘ ْﻤ َﺮﺗ ِﺎن َو‬ •‫ﻟ‬
F K َ ‫ َ ﱠ‬O ْ َ َ ُْْ ْ َُْ ُ ‫َََ ﱠ‬ 4 ُ ْ َK
.‫ﺎس ِإﻟ َﺤﺎﻓﺎ‬ ‫ﺴﺄﻟﻮن اﻟﻨ‬ƒ n ‫ﺘﻢ؛‬c‫ﻴﻦ اﻟ ِﺬي ﻳﺘﻌﻔﻒ اﻗﺮءوا ِإن ِﺷ‬ ‫اﻟﻤﺴ ِﻜ‬

8
“Orang miskin bukanlah orang yang meminta-minta lalu pergi dengan
membawa satu kurma atau dua kurma, satu suapan atau dua suapan. Orang
miskin adalah orang yang menjaga diri dari meminta-minta. Jika kalian suka,
bacalah firman Allah, ‘Mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain,”
(QS al-Baqarah [2]: 273), 258

Kadar Zakat yang Diberikan kepada Orang Fakir di antara tujuan zakat
adalah mencukupi orang fakir dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Oleh
sebab itu, ia layak diberi zakat yang dapat mengubah status kefakirannya
menjadi orang yang kaya atau kebutuhannya tercukupi secara berlanjut. Hal itu
tentunya tergantung dengan perbedaan kondisi dan situasi setiap individu. Umar
ra. Berkata, “Jika kalian memberikan zakat, buatlah orang yang diberi zakat
menjadi kaya.”

2. Amil Zakat

Amil zakat adalah orang ditunjuk oleh imam atau wakilnya (pemerintah)
untuk mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya. Termasuk amil zakat adalah
para penjaga zakat, para penggembala kambing zakat, dan para pencatat datanya.

Pendapat Imam Syafi’I amiluun adalah orang-orang yang diangkat untuk


memungut zakat dari pemilik-pemiliknya atau orang yang bertugas untuk
mengumpulkan zakat (Asnaini, 2008 : 54).

Sedangkan Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa amiluun merupakan


semua orang yang bekerja dalam perlengkapan administrasi urusan zakat, baik
urusan pengumpulan, penyimpanan, pencatatan, perhitungan maupun yang
mencatat keluar masuk zakat dan membagi pada paramustahiqnya (Yusuf
Qardhawi, 2002 : 545).

Dengan penjelasan di atas menurut para ahli maka dapat di jelaskan


bahwa amil zakat merupakan sekelompok orang yang bertugas untuk mengurus,
mencatat dan lain sebagainya yang bersangkutang dengan perlengkapan
administrasi serta amil bertugas membagikan zakat kepada penerima yang
berhak menurut ketentuan Islam.

9
“Sesungguhnya zakat tidak patut untuk Muhammad dan keluarga
Muhammad. Sesungguhnya zakat adalah kotoran manusia. “263 Di dalam
riwayat yang lain disebutkan,
َ َ َ
.‫ ِﻵ ِل ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ‬n‫ ﺗ ِﺤ ﱡﻞ ِﻟ ُﻤ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َو‬n ...

“... Tidak halal untuk Muhammad dan keluarga Muhammad.”

Abu Said ra. Meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. Bersabda,

،‫ﺎرم‬
َ ْ
‫ﻏ‬ ‫و‬ ‫أ‬ ، ‫ﻪ‬ ‫ﺎﻟ‬ ‫ﻤ‬
َ ََ ْ
َ k ‫اﻫﺎ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺘ‬ ‫ﺷ‬ ‫إ‬ ‫ﻞ‬ ‫ﺟ‬ُ ‫ أ ْو َر‬،‫ ﻟ َﺨ ْﻤ َﺴﺔ؛ ﻟ َﻌﺎﻣﻞ َﻋﻠ ْﻴ َﻬﺎ‬n‫اﻟﺼ َﺪ َﻗ ُﺔ ﻟ َﻐ ﱢﻲ إ ﱠ‬
‫ َﺗﺤ ﱡﻞ ﱠ‬nَ
ٍB ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ْ َ ْ َ ْ َ َ ‫ُ ﱢ‬ 4 ْ َ َ ْ
" .‫ ِﻪ ِﻣﻨ َﻬﺎ ﻓﺄﻫﺪى ِﻣﻨ َﻬﺎ ِﻟﻐ ِﻨ ﱞﻲ‬0ْ ‫ﻴﻦ ﺗ ُﺼﺪق ﻋﻠ‬ ‫ﻜ‬ ‫ﺴ‬
Ž ِ ِ
ْ ‫ أ ْو ﻣ‬،‫اﻟﻠﻪ‬
ِ ‫ ِﻞ‬0cِ ‫ﺎز ِﻓﻲ ﺳ‬B ‫أو ﻏ‬
Zakat tidak halal untuk orang kaya, kecuali lima orang: (1) amil zakat,
(2) Orang yang membeli harta zakat dengan hartanya, (3) orang yang
menanggungutang, (4) orang yang ikut perang di jalan Allah, (5) dan orang
miskin yang mendapat zakat lalu menghadiahkannya kepada orang kaya. “

Sesungguhnya zakat untuk amil adalah sebagai upah atas kerjanya.


Abdullah bin Sa’di meriwayatkan bahwa ia datang kepada Umar ibnu Khaththab
dari Syam. Setelah ia sampai, Umar bertanya kepadanya, “Benarkah bahwa
kamu melakukan tugas untuk kaum muslimin lalu kamu diberi upah atas
kerjamu itu dan kamu tidak mau menerimanya?” Sa’di menjawab, “Benar,
karena aku memiliki beberapa kuda dan budak. Aku sudah tercukupi. Apa yang
aku lakukan itu telah aku relakan sebagai amal tanpa pamrih untuk kaum
muslimin.”

3. Mualaf

Mualaf adalah orang yang hatinya perlu dilunakkan (dalam arti yang
positif) untuk memeluk agama Islam, atau untuk dikukuhkan karena
keislamannya yang lemah atau untuk mencegah tindakan buruknya terhadap
kaum muslimin atau karena ia membentengi kaum muslimin.

10
Menurut (Sayyid Sabiq, 2017 : 151), Para pakar fiqih telah membagi
kelompok mualaf menjadi mualaf muslim dan mualaf kafir. Mualaf muslim ada
empat kelompok, antara lain sebagai berikut:

a. Para tokoh kaum muslimin yang memiliki pengikut atau teman dari orang-
orang kafir. Dengan diberikannya zakat, orang-orang kafir yang mengikuti
mereka dapat diharapkan masuk Islam. Hal itu seperti Abu Bakar
memberikan zakat kepada Adi bin Hatim dan Zabraqan bin Badr walaupun
keislaman dua muslim ini baik. Keduanya adalah orang yang dihormati oleh
kaumnya.
b. Orang-orang muslim yang imannya lemah, tapi dihormati dan ditaati oleh
kaumnya. Dengan diberikannya zakat kepada mereka, keimanan mereka
diharapkan dapat menjadi kuat dan kukuh serta mau saling menasihati untuk
ikut jihad di jalan Allah dan lain sebagainya. Mereka adalah seperti orang-
orang yang diberi hadiah yang banyak oleh Rasulullah Saw. Dari harta
rampasan perang Hawadzan. Mereka adalah sebagian penduduk Mekah
yang dibebaskan oleh Nabi Saw. Pada penaklukan Kota Mekah. Di antara
mereka ada yangmunafik dan ada yang lemah imannya. Setelah Nabi Saw.
Memberi hadiah yang banyak kepada mereka, mereka menjadi kukuh iman
dan melaksanakan ajaran Islam dengan baik.
c. Kelompok muslimin yang berada di perbatasan negeri musuh. Dengan
diberikannya zakat kepada mereka, diharapkan mereka gigih dalam
membentengi kaum muslimin ketika musuh menyerang negeri Islam.
Penulis Tafsir al-Manar (Rasyid Ridha) berkata, “Aku berpendapat bahwa
perbuatan seperti itu (mendistribusikan zakat untuk kelompok muslim yang
berada di perbatasan musuh) memiliki makna penempatan pasukan (di
kawasan yang sangat strategis). Kelompok muslim yang melakukan tugas
tersebut dimasukkan oleh para pakar fiqih sebagai kelompok yang berhak
mendapat bagian zakat melalui jalur sabilillah (jalan Allah), seperti pasukan
muslim yang ikut dalam sebuah peperangan. Pada zaman sekarang, yang
lebih berhak mendapat santunan lagi adalah kaum muslimin yang diincar

11
oleh kaum kafir dengan tujuan memasukkan mereka ke dalam wilayah
negeri kafir atau membuat mereka murtad dari agama Islam.
d. Kaum muslimin yang dibutuhkan bantuannya untuk mengambil zakat dari
orang-orang yang tidak mau membayarnya, kecuali melalui kekuatan dan
pengaruh kaum muslimin tersebut. Sebetulnya ketika mereka tidak mau
membayar zakat, pemerintah Islam berhak memerangi mereka. Akan tetapi,
dengan cara tersebut kerugiannya lebih kecil dan kemaslahatannya lebih
besar.

Adapun mualaf kafir ada dua kelompok, antara lain sebagai berikut:

a. Orang yang diharap keimanannya dengan pemberian zakat kepadanya,


seperti Shafwan bin Umayyah yang telah diberi jaminan keamanan oleh
Nabi Saw. Pada penaklukan Mekah. Beliau memberikan kesempatan
kepadanya selama empat bulan agar mengamati aktivitas umat Islam secara
langsung dan menentukan pilihan sendiri berdasarkan pengamatannya
tersebut.
b. Orang kafir yang dikhawatirkan melakukan tindakan buruk terhadap Islam.
Namun, ketika mereka diberi hadiah, dapat diharapkan mereka menahan
tindakan buruknya tersebut. Ibnu Abbas ra. Berkata, “Sesungguhnya ada
kaum yang datang kepada Nabi. Jika beliau memberi hadiah kepada mereka,
mereka memuji Islam. Mereka akan berkata, ‘Ini adalah agama yang baik.’
Jika beliau tidak memberi hadiah kepada mereka, mereka mencela Islam
dan mencemoohnya. Di antara mereka adalah Sufyan bin Harb, Aqra’ bin
Habis, dan Uyainah bin Hishn. Nabi Saw. Telah memberi seratus unta
kepada mereka masing-masing.”

Hanafiyyah berpendapat bahwa bagian mualaf telah gugur karena Allah


telah menjadikan agama Islam kuat. Uyainah bin Hishn, Aqra’ bin Habis, dan
Abbas bin Mirdas pernah datang kepada Abu Bakar ra. Untuk meminta bagian
zakat kepadanya. Abu Bakar ra. Menulis sebuah surat agar mereka bawa kepada
Umar ra...

12
4. Budak

Budak di sini mencakup budak mukâtab dan budak biasa. Harta zakat
dapat diberikan kepada budak mukatab agar dapat menebus dirinya dan dapat
digunakan untuk membeli budak lalu memerdekakannya. Bara berkata,
"Seseorang datang kepada Nabi lalu berkata, 'Tunjukkanlah aku amal yang dapat
mendekatkanku kepada surga dan menjauhkanku dari neraka.' Beliau bersabda,

‫ﱠ َ ُ ﱢ‬ ْ
,‫ﺔ‬0‫أﻋﺘﻖ اﻟ‘ َﺴ َﻤﺔ َوﻓﻚ اﻟﺮﻗ‬

“Merdekakanlah budak dan lepaskanlah budak.”

Ia bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bukankah kedua hal itu sama?’


Beliau menjawab,
َ ُ َ‫ْ ُ ﱠََ ْ ََْ َ ْ َ َ َ ُ ﱠ‬
.‫اﻟﺮﻗ َ“ ِﺔ أ ْن ﺗ ِﻌ ْﻴ َﻦ ِﺑﺜ َﻤ ِﻨ َﻬﺎ‬ ‫ ِﻌﺘ ِﻘﻬﺎ وﻓﻚ‬kِ ‫ﺮد‬B ‫ ِﻋﺘﻖ اﻟﺮﻗ“ ِﺔ أن ﺗﻨﻔ‬،‫ﻻ‬

“Keduanya tidak sama, memerdekakan budak artinya seluruh biaya


memerdekakan kamu tanggung sendiri, sedangkan melepaskan budak berarti
kamu membantu harganya supaya merdeka.

5. Orang yang Berhutang (Gharimin)

Mereka adalah orang yang menanggung utang dan belum mampu


membayarnya. Mereka ada beberapa macam. Ada yang berutang demi
mendamaikan pertikaian; atau menanggung utang orang lain, lalu hartanya
habis; atau berutang untuk memenuhi kebutuhannya atau untuk maksiat, namun
ia telah tobat darinya. Mereka semua berhak menerima zakat sekadar yang dapat
melunasi utang mereka.

Berikut ini adalah dalil-dalil yang menunjukkan hal tersebut. Anas ra.
Meriwayatkan bahwa Nabi Saw. Bersabda, (Sayyid Sabiq, 2017 : 157).

َ ْ ُ ْ َْ َ ََ ‫ َ ُ ﱠ‬K َ َ
‫ﻊ أ ْو ِﻟ ِﺬي ﻏ ْ ٍﺮم ُﻣﻔ ِﻄﻊ أ ْو ِﻟ ِﺬي د ٍم‬B ‫ﺮ ُﻣﺪ ِﻗ‬Ž ‫ث؛ ِﻟ ِﺬي ﻓﻘ‬,‫ ِﻟﺜ‬n‫ ﺗ ِﺤ ﱡﻞ اﻟ َﻤ ْﺴﺘﻠﺔ ِإ‬n
‫ﻊ‬Ž ‫ُﻣ ْﻮ ِﺟ‬

13
“Meminta-minta itu tidak boleh, kecuali untuk tiga orang: (1) orang
yang amat fakir, (2) orang yang utangnya sampai melebihi batas, (3) dan orang
yang menanggung diyat (kerabat atau temannya).

Abu Said al-Khudri ra. Berkata, “Pada masa Rasulullah, ada seseorang
yang mendapat musibah akibat musnahnya buah-buahan yang telahia beli
sehingga utangnya menumpuk. Maka dari itu, Nabi Saw. Bersabda,

“Bersedekahlah kalian kepadanya.” Sesuai dengan perintah Nabi Saw.


Itu, orang-orang bersedekah kepadanya. Namun, sedekah mereka belum mampu
melunasi utangnya.”

Para ulama mengatakan bahwa hamâlah adalah beban utang yang


ditanggung seseorang guna membiayai penyelesaian pertikaian. Orang-orang
Arab pada zaman dahulu apabila terjadi pertikaian atau peperangan yang
mengharuskan pembayaran diyat atau denda lainnya, salah seorang di antara
mereka menanggung denda tersebut dan membayamnya agar pertikaian itu
selesai. Tidak diragukan lagi, hal itu merupakan akhlak yang mulia.

Apabila mereka mengetahui bahwa salah seorang di antara mereka


menanggung beban biaya tersebut, mereka segera memberikan bantuan
kepadanya untuk membebaskan tanggungannya. Jika orang tersebut meminta
bantuan kepada orang lain, hal ini tidak dianggap perbuatan yang mengurangi
kehormatannya, bahkan dianggap satu kebanggaan. Dalam menerima zakat,
gârim tidak disyaratkan tidak mampu membayar tanggungannya. Ia boleh
menerimanya walaupun hartanya cukup untuk membayar tanggungannya.

6. Jalan Allah (Sabilillah)

Yang dimaksud jalan Allah adalah jalan yang menyampaikan seseorang


kepada keridhaan-Nya berupa ilmu dan amal. Menurut jumhur ulama, yang
dimaksud dengan jalan Allah di sini adalah peperangan. Bagian jalan Allah
diberikan kepada pasukan relawan yang tidak mendapat gaji tetap dari negara.
Mereka berhak mendapat zakat, baik mereka berasal dari orang kaya maupun
orang miskin. Di awal telah disebutkan hadis Rasulullah Saw.,

14
"Zakat tidak halal untuk orang kaya, kecuali lima orang: (1) orang yang
ikut perang di jalan Allah...." Haji tidak termasuk jalan Allah yang mendapat
bagian zakat karena haji diwajibkan atas orang yang mampu. Selain orang
mampu tidak diwajibkan melaksanakan haji.

Rasyid Ridha mengatakan di dalam al-Manâr, "Bagian jalan Allah dapat


didistribusikan untuk pengamanan jalan, penyediaan air, makanan, dan fasilitas-
fasilitas kesehatan untuk orang-orang haji jika tidak ada tempat pendistiribusian
yang lain."

7. Ibnu Sabil
Secara istilah ibnu sabil adalah orang yang terputus dari hartanya, baik
di luar negerinya atau di dalam negerinya. Bahasa sederhananya ibnu sabil
merupakan orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan, khususnya harta dan
tidak mampu untuk meneruskan untuk Kembali ke rumahnya (Abdul Bakir,
2021 : 30).

Para ulama telah sepakat bahwa seorang musafir yang jauh dari
kampung halamannya berhak menerima zakat sekadar yang dapat membantu
untuk mencapai tujuannya jika bekalnya tidak mencukupi. Namun, para ulama
menyaratkan perjalanan yang dilakukan itu adalah perjalanan dalam rangka taat
kepada syara’ dan bukan untuk maksiat. Tetapi, mereka berselisih mengenai
perjalanan yang mubah. Menurut pendapat yang terpilih di kalangan Syafi’iyah,
orang yang melakukan perjalanan mubah boleh menerima zakat, walaupun
perjalanannya ini untuk tamasya.

Menurut Syafi’iyah, ibnu sabil ada dua macam. Pertama, orang yang
melakukan perjalanan di negerinya sendiri. Kedua, orang yang melakukan
perjalanan di negeri orang lain. Kedua macam ibnu sabil itu berhak menerima
zakat, meskipun ada orang yang siap mengutanginya untuk mencukupi
kebutuhannya dan di negerinya ada dana yang cukup untuk membayar utang
tersebut. Menurut Malik dan Ahmad, ibnu sabil yang berhak menerima zakat
adalah yang melakukan perjalanan sampai melewati batas negerinya. Jika ada

15
orang yang siap mengutanginya dan di kampung halamannya ada harta yang
cukup untuk membayar utang tersebut, maka ia tidak berhak menerima zakat.

C. Peran BAZNAZ
Pengelolaan zakat di Indonesia sebelum tahun 90-an memiliki beberapa
ciri khas, seperti diberikan langsung oleh muzakki. Jika melalui amil zakat hanya
terbatas pada zakat fitrah dan zakat yang diberikan pada umumnya hanya bersifat
konsumtif untuk keperluan sesaat. Jenis zakat hanya terbatas pada harta-harta
yang secara eksplisit dikemukakan secara rinci dalam Al-Qur’an maupun Hadits
Nabi. Dalam pemberdayaannya, zakat tidak hanya dapat dimanfaatkan untuk hal-
hal yang bersifat konsumtif, tetapi juga untuk sesuatu yang bersifat produktif.
Dengan pemanfaatan zakat untuk kegiatan yang produktif akan memberikan
income (pemasukan) bagi para penerima zakat dalam kelangsungan hidupnya.

Para penerima zakat akan terbantu untuk mendapatkan lapangan pekerjaan


yang akan meningkatkan kesejahteraan bagi dirinya dan keluarganya dan
selanjutnya berdampak bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Oleh
karena itu, apabila zakat dikelola dengan baik, maka zakat akan dapat
dipergunakan sebagai sumber dana yang potensial yang berasal dari masyarakat
sendiri dan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.
Pengelola zakat ini akan optimal apabila dapat dilakukan secara bersama-sama
antara pemerintah, masyarakat dan lembaga pengelola zakat. Peran pemerintah
tidak mungkin dapat diandalkan sepenuhnya dalam mewujudkan kesejahteraan,
karena itulah peran dari lembaga-lembaga tersebut.

Khusus di Jakarta, pada tahun 2001 sudah ada beberapa Organisasi


Pengelola Zakat (OPZ) yang sudah dikukuhkan oleh pemerintah yaitu: Dompet
Dhuafa, Republika, Yayasan Amanah, Tafakkul, Rumah Zakat Indonesia, Pos
Keadilan Peduli Ummah, Lazis Muhammadiyah, Baitulmaal Muamalat,
Hidayatullah, Persatuan Islam, dan bamuis BNI. Disamping Lembaga Amil Zakat
(LAZ) tersebut, pemerintah juga membentuk suatu Organisasi Pengelola Zakat

16
(OPZ) pemerintah di Jakarta, yaitu: Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).
Dengan berdirinya Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai lembaga
pengelola zakat tingkat nasional yang dinisbahkan dapat melakukan peran
koordinatif diantara lembaga pengelola zakat dan diharapkan bisa terbangun
sebuah sistem zakat nasional yang baku, yang bisa diaplikasikan oleh semua
pengelola zakat.

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan badan resmi dan


satusatunya yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI
No. 08 tahun 2001 yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan
zakat, infaq, dan sedekah tingkat nasional. “Organisasi Pengelola Zakat
merupakan sebuah institusi yang bergerak di bidang pengelolaan dana zakat,
infaq, dan sadaqah”. Definisi menurut UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat pada Pasal 1, ayat 1 adalah: kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

D. Golongan yang tidak berhak menerima zakat


Menurut Prihatini dkk (2005), terdapat lima golongan yang tidak berhak
menerima zakat. Meskipun dalam beberapa sumber lain menyebutkan terdapat
tujuh golongan. Lima golongan orang yang tidak berhak menerima zakat, yaitu:

1. Orang kaya
Pemberian zakat kepada orang kaya akan merusak tujuan zakat yaitu
untuk mencukupi fakir dan miskin. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
“Tidak halal sedekah-sedekah bagi orang kaya”. Dan ucapanya pada Mu’az bin
Jabal: “Zakat itu diambil dari orang kaya di antara mereka dan diberikan pada
orang fakirnya”.
“Orang yang berhak menerima zakat meskipun kaya ada lima yaitu
Amil, muallaf, orang yang berperang, orang yang berhutang karena
mendamaikan sengketa dan ibnu sabil yang memiliki harta di
kampung/negaranya” (Al-Mughni)

17
Ibnu Majah juga meriwayatkan hadis yang artinya : “ Tidak halal
sedekah bagi orang kaya kecuali lima jenis orang kaya berikut ini, yaitu
pejuang (mujahid) fi sabilillah, orang yang berutang, orang yang membeli
sedekah tersebut (dari fakir miskin) dengan hartanya, orang kaya yang
memiliki tetangga miskin lalu ia bersedekah kepada tetangganya yang miskin
itu lalu si miskin menghadiahkanyya kembali kepada si kaya, amil sedekah
(zakat).” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).

2. Yang kuat dan mampu bekerja

Bagi orang yang kuat dan mampu bekerja, mengeluarkan zakat adalah
sesuatu yang dianggap mampu untuk dilakukan. Sehingga, golongan ini tidak
boleh mengharapkan dan menunggu atas zakat dan sedekah. Jika orang tersebut
kuat namun tidak bisa bekerja, maka dia dapat diberikan zakat secukupnya.
Dalam hadits dikatakan:

”Tidak ada bagian dalam zakat buat orang kaya yang mampu bekerja”.
(HR. an-Nasa’i dan Abu Dawud)

3. Orang yang tidak beragama dan orang kafir yang memerangi Islam

Beberapa sumber menyebutkan, dalam golongan ini termasuk orang fasik


dan ahli bid’ah, sekalipun mereka adalah fakir miskin. Namun, madzhab Hanafi
memperkenankan ahli bid’ah menerima zakat selama termasuk dalam delapan
mustahik dan bid’ahnya tidak sampai menyebabkannya menjadi murtad (keluar
dari agama Islam). Dalam al-Qur’an surat al-Mumtahanah ayat 9, Allah
berfirman:
O O ْ ‫ﱢ‬ O Oَ َ 4 َ ُd O ْ ‫ﱠ‬
‫ﺎر— ْﻢ‬B ˜َ ‫ ْﻢ ﱢﻣ ْﻦ ِد‬8‫ﻦ َواﺧ َﺮ ُﺟ ْﻮ‬B ‫ ْﻢ ِﻓﻰ اﻟﺪ ْﻳ‬8‫ﻦ اﻟ ِﺬ ْﻳ َﻦ ﻗﺎﺗﻠ ْﻮ‬B ‫ ُﻢ اﻟﻠﻪ ﻋ‬i‫ِاﻧ َﻤﺎ َﻳﻨ ٰﻬﯩ‬
َ d ُ َ Z› O َ 4 َ ۚ ُ 4 َ ْ O ْ š› َ َ
‫ﯩﻚ ﻫ ُﻢ اﻟﻈ ِﻠ ُﻤ ْﻮن‬ž ‫ ْﻢ ان ﺗ َﻮﻟ ْﻮﻫ ْﻢ َو َﻣ ْﻦ ﱠﻳﺘ َﻮﻟ ُﻬ ْﻢ ﻓﺎوﻟ‬i‫َوﻇﺎﻫ ُﺮ ْوا ﻋﻠﻰ ِاﺧ َﺮ ِاﺟ‬

Artinya:“Sesungguhnya Allah hanyalah melarang kamu menjadikan


sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan
mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu.

18
Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim”

4. Setiap orang yang ditanggung nafkahnya oleh muzakki.

Orang-orang yang ditanggung nafkahnya oleh muzakki antara lain


seorang anak, istri, orang Tua, kerabat, pengikut (pembantu atau budak yang
masih milik tuannya) dan lainnya. Golongan Ini merupakan hasil kesimpulan
dari hadits-hadits berikut ini:

“Dan dari Ibnu Abbas, ia berkata: Apabila kerabat itu orang yang tidak
engkau tanggung, maka berikanlah mereka itu sebagian dari zakat hartamu,
tetapi jika engkau tanggung mereka, maka janganlah beri mereka itu, dan
janganlah engkau berikan harta zakat itu kepada orang yang menjadi
tanggunganmu.” (HR. Atsram Dalam sunnahnya)

“Sesungguhnya yang paling baik itu adalah makannya seseorang dari


usahanya Sendiri dan sesungguhnya usaha anaknya termasuk usahanya sendiri.”

“Menyerahkan zakat kepada orang yang menjadi tanggungan sama saja


menyerahkan zakat kepada dirinya sendiri.”

5. Keluarga Rasulullah SAW

Az-Zibari (2006) menyebutkan bahwa sebagian ulama fiqh di antaranya


Syafi’i Berpendapat bahwa ahlul bait yaitu Bani Hasyimdan Bani Muthalib.
Sebagian lainnya, termasuk Abu Hanifah menyatakan bahwa ahlul bait hanyalah
Bani Hasyim saja.

Pelarangan pemberian zakat kepada ahlul bait ini didasarkan pada dalil-
dalil al-Qur’an dan hadits berikut ini:
OO ٓ‫ۗ ُ ﱠ‬ ‫ﻠﻮا ﱣ‬O ‫اﻟﺬ ْﻳ َﻦ ›ا َﻣ ُﻨ ْﻮا َو َﻋﻤ‬4 ‫اﻟﻠ ُﻪ ﻋ َ“ َﺎد ُە‬
d ُ ‫ ْ َُ ﱢ‬4 َ ٰ
‫ ْﻢ‬£‫ﻠ‬N¤ ‫اﻟﺼ ِﻠ ٰﺤ ِﺖ ﻗ ْﻞ ¦ ا ْﺳ‬ ِ ِ ِ ‫ذ ِﻟﻚ اﻟ ِﺬي ﻳ¡ﺸﺮ‬
َd ‫ ﱠ‬F ٗ ْ ‫ًَ ﱠ‬ ْ َْ ۗ ُK َ‫ ﱠ‬K ‫ﱠ‬ َ
‫ﺰد ﻟﻪ ِﻓ ْﻴ َﻬﺎ ُﺣ ْﺴﻨﺎ ِۗان اﻟﻠﻪ‬B ‫ﺮف َﺣ َﺴﻨﺔ ﻧ‬B ‫ اﻟ َﻤ َﻮدة ِﻓﻰ اﻟﻘ ْﺮ ٰﺑﻰ َو َﻣ ْﻦ ﱠ˜ﻘﺘ‬n‫ﺮا ِا‬F ‫ ِﻪ ا ْﺟ‬0ْ ‫ﻋﻠ‬
O َ َُ
‫ﻏﻔ ْﻮ ٌر ﺷﻜ ْﻮ ٌر‬

19
“Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-
hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: “Aku
tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang
dalam kekeluargaan”. Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami
tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. As-Syura’ ayat 23)

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata Mustahiq berasal dari bahasa arab, maf’ul dari kata istahaqqo –
yastahiqqu yang berarti berhak mendapat.18 Adapun pengertian mustahiq zakat
ialah orangorang yang berhak menerima zakat.
Ashnaf yang boleh menerima zakat ada 8 golongan, yaitu orang faqir, orang
miskin, amil zakat, mualaf, riqab (budak mukatab), gharim (orang yang memiliki
hutang), ibnu sabil (musafir), fii sabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah).
Ashnaf yang tidak boleh diberi zakat ada 5 golongan, yaitu orang kaya,
budak bukan mukatab, bani hasyim dan bani muthalib, budak yang dimerdekakan
oleh bani hasyim dan bani muthalib, orang yang wajib dinafkahi oleh orang yang
mengeluarkan zakat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bakir, Seputar Fi Sabilillah dan Seputar Ibnu Sabil : Seri Hukum Zakat,
Hikam Pustaka, 2021

Asnaini, Zakat dalam Perspektif Hukum Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008,
hlm.

Komariah Nova Damayanti, Zakat Produktif dan Kemandirian Mustahik, urnal


Islaminomic, Vol. 6 No. 2, Agustus 2015

Putri Balqis Dalimunthe, Peran Baznaz dalam Meningkatkan Kesejahteraan


Masyarakat Melalui Produktif di Kabupaten Labuhan Batu, 2020

Syahril Jamil, Prioritas Mustahiq Zakat Menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash
Shiddieqy, Jurnal Istinbath No. 16, Juni 2015

Yusuf Qardhawi, Fiqih Zakat, Edisi Indonesia Hukum Zakat, diterjemahkan oleh
Salman Harun, Didin Hafidhuddin dan Hasanuddin, Jakarta : PT. Pustaka
Litera Antar Nusa dan Badan Amil Zakat dan Infak/Shodakoh DKI Jakarta,
2002

Source: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Badan_Amil_Zakat_Nasional diakses pada


tanggal 01 Maret 2020.

22

Anda mungkin juga menyukai