Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TENAGA KERJA, UPAH, DAN PENETAPAN HARGA


DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Ekonomi Makro Islam
Dosen Pengampu : Novi Febrianty, M.E

Disusun Oleh :
1. Adinda Octaviana Maharani (402210005)
2. AdistyPriyulis Tiana (402210006)
3. Arina Lutfiana Sari (402210030)

KELAS PS A
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesikan makalah yang berjudul “Tenaga Kerja, Upah,
dan Penetapan Harga dalam Perspektif Ekonomi Islam” tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dosen mata kuliah Ekonomi Makro
Islam.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Novi Febrianty, M.E , selaku dosen mata
kuliah Ekonomi Makro Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dan membimbing dalam penulisan makalah ini sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan lancar.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah ini.
Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini memberikan manfaat kepada pembaca dan penulis
sendiri. Amin.

Magetan, 8 November 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
COVER ..................................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….. 3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ......................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 4
C. Tujuan....................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 6
A. Tenaga Kerja dalam Perspektif Ekonomi Islam ....................................................... 6
B. Penetapan Harga dalam Perspektif Ekonomi Islam ................................................. 10
C. Studi Kasus ............................................................................................................... 15
BAB III PENUTUP .................................................................................................................. 16
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 17

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tenaga kerja merupakan aspek penting yang terdapat dalam struktur ekonomi
suatu perusahaan maupun organisasi. Tenaga kerja merupakan pihak yang dimanfaatkan
kinerjanya. Oleh sebab itu, diperlukan jaminan atas kinerja dari tenaga kerja yaitu dalam
bentuk upah. Upah berperan sebagai pengikat antara pemilik dan tenaga kerja. Masalah
tenaga kerja memang suatu masalah yang sangat kompleks, maju mundurnya bisnis
perusahaan pada khususnya dan perekonomian pada umumnya, tidak lepas dari peran
tenaga kerja.Permasalahan tenaga kerja juga menjadi suatu kajian penting dalam Islam.
Tenaga kerja dalam perspektif Islam termasuk ke dalam kegiatan yang digolongkan
sebagai kegiatan ijarah. Pengertian tenaga kerja dapat diibaratkan sebagai sewaan,
dikarenakan tenaga kerja dalam system pekerjaannya telah dimanfaatkan keahliannya.
Upah disini dijadikan sebagai bentuk tanggung jawab dari pihak penyewa serta bentuk
jaminan bagi pihak yang disewa keahliannya.
Dalam sebuah perusahaan juga harus menetapkan harga suatu produk. Harga
merupakan salah satu variable pemasaran atau penjualan. Islam member kebebasan
dalam menetapkan harga selagi tidak ada dalil yang melarangnya, dan selama harga
tersebut atas dasar keadilan. Harga adalah factor utama dalam mengalokasikan sumber
daya pelaku ekonomi. Mekanisme penetapan harga adalah cara pertimbangan yang
digunakan untuk menentukan bagaimana suatu produk yang di jual bisa laku di pasaran.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tenaga kerja dalam perspektif ekonomi Islam?
2. Bagaimana penetapan harga dalam persektif ekonomi Islam?
C. Tujuan
1. Mengetahui tenaga kerja dalam perspektif ekonomi Islam
2. Mengetahui penetapan harga dalam perspektif ekonomi Islam

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tenaga Kerja Dalam Perspektif Ekonomi Islam


Tenaga kerja merupakan sumber daya utama bagi keberlangsungan suatu
produksi dalam perusahaan. Keberadaan tenaga kerja sangat diperlukan dalam kegiatan
produksi, terutama yang tingkat produktivitasny amemerlukan tingkat efisiensi dalam
prosesnya. Apabila dalam suatu produksi, semakin banyak tenaga kerja yang dibutuhkan
maka semakin besar juga beberapa hal yang perlu diperhatikan didalamnya, yaitu
mengenai jaminan mereka sebagai tenaga kerja.1
Dalam tenaga kerja, selain memanfaatkan fisik manusia juga memanfaatkan
kemampuan non fisik, seperti ide dan kreativitas. Tujuan utama bekerja adalah untuk
memenuhi kebutuhan sehari - hari. Tenaga kerja memiliki unsur-unsur didalamnya, yaitu
seperti intelektual, keterampilan, kejujuran, ketakwaan, tanggung jawab, dan sebagainya.
Ketenagakerjaan dalam perspektif Islam digolongkan kedalam kegiatan ijarah (sewa-
menyewa) dalam hal jual beli jasa.
Hal yang sering didengar dalam pemanfaatan tenaga kerja adalah melalui kontak
tenaga kerja (ijarah) dan diberikan imbalan atau upah (ujrah) kepadanya. Menurut
Suhedi, ijarah adalah menukar sesuatu dengan adanya imbalan, dimana seorang musta’jir
(orang yang menyewa/mengontrak tenaganya) memberi Imbalan atau upah atas
2
pertukaran jasa dari seoran gajir (orang yang disewa/dikontrak tenaganya). Hubungan
antara musta’jir dengan ajir telah diatur dalam Islam yaitu menjunjung nilai-nilai Islam
dalam berakhlak dan adanya pemenuhan hak dan kewajiban tenaga kerja kepad
amusta’jir.

Menurut Chaudhry (2012: 192-197), hak dan kewajiban tenaga kerja sebagai berikut:

1
Nur Aksin, “Upah dan Tenaga Kerja (Hukum Ketenagakerjaandalam Islam)”,Jurnal Meta
Yuridis Vol. 1 No. 2, 2018, h. 73
2
HanifahYuliatulHijriah dan Elfira Maya Adiba, “Pasar Tenaga Kerja:
SebuahTinjauanDalamPerspektif Islam”, The International Journal of Applied Business Vol. 3
No. 1, April 2019, h. 27
5
1. Hak-hak Tenaga Kerja
a. Memperlakukan tenaga kerja dengan baik yaitu dengan menjunjung persaudaraan dan
kesamaan antar umat muslim tanpa membeda-bedakan golongan, ras, dan status
sosial.
b. Kemuliaan dan kehormatan harus senantiasa melekat pada tenaga kerja.
c. Islam mengharuskan kepastian dan kesegeraan dalam pembayaran upah, artinya
dalam pembuatan kontrak kerja secara tertulis dengan pemberitahuan ketentuan upah
secara jelas di awal kontrak kerja adalah wajib adanya dan pembayarannya tidak
ditunda-tunda.
d. Tidak membebani pekerja dengan pekerjaan yang berat di luar kekuatan fisiknya.
e. Penjaminan Kesehatan yang cukup bagi tenaga kerja oleh majikan.

2. Kewajiban Tenaga Kerja


a. Memenuhi kewajiban yang tertuang dalam perjanjian kerja dengan sungguh-sungguh,
jujur, dan komitmen tinggi.
b. Tenaga kerja terikat untuk selalu setia dan menjaga amanah dalam bekerja.
c. Menjaga fisik untuk mencapai efisiensi tenaga kerja dan lebih produktif.

Terdapat konsep pasar tenaga kerja. Pasar adalah sebagai tempat bertemunya
permintaan dan penawaran suatu produk yang memiliki nilai tambah. Pasar sebagai
tempat jual beli barang dan jasa sebagai output dari sebuah proses produksi, sedangkan
tenaga kerja sebagai input dalam proses produksi yang menghasilkan output barang dan
jasa.3 Menurut Huda el al, pasar tenaga kerja adalah suatu keadaan dimana terdapat
penawaran tenaga kerja yang berasal dari Angkatan kerja dan permintaan tenaga kerja
yang berasal dari perusahaan. Kebutuhan tenaga kerja sebagai bentuk permintaan dapat
mengalami peningkatan dan penurunan.

Pasar tenaga kerja memegang peranan penting dan menjadi factor penentu
terhadap kinerja perekonomiaan negara. Secara teoritis pasar tenaga kerja akan
menentukan skema penawaran agregat. Skema agregat akan menentukan besarnya
pendapatan nasional dan mempengaruhi harga umum dalam kondisi seimbang.

3
Ibid, h. 28
6
Berikut adalah kurva penawaran agregat yang mendapat pengaruh dari pasar
tenaga kerja dalam pandangan ekonomi konvensional.

Kurva penawaran agregat diatas berbentuk miring keatas, artinya kenaikan tingkat
harga keseluruhan dalam perkonomian cenderung meningkatkan jumlah penawaran
barang dan jasa, sedangkan penurunan dalam tingkat harga cenderung akan mengurangi
jumlah penawaran barang dan jasa. P = Pe maka Y akan sama denganYn,
halinidikarenakanasumsi yang digunakan pada terjadinya keseimbangan antara keadaan
upah dan harga yang membentuk tingkat pengangguran alamiah. Tingkat pengangguran
alamiah dapat menentukan besaran jumlah tenaga kerja dan output yang dihasilkan,
dimana pengangguran yang meningkat mampu menurunkan output.

Berikut adalah gambar kurva permintaan dan penawaran tenaga kerja dari
pandangan Islam yang didasarkan dengan system ujrah.

Gambar di atas menunjukkan SR adalah total sumber daya yang ditawarkan. Sesudah
sejumlah SU darinya dipekerjakan dengan ujrah U yang merupakan titik potong antara
kurva penawaran dan kurva permintaan DD, maka sisanya yakni SR – SU menjadi jumlah
sumber daya kewirausahaan yang ditawarkan. Sumber daya sejumlah SU – SR tidak

7
ekonomis jika dipekerjakan dengan ujrah sebesar U karena opportunity cost-nya lebih
tinggi daripada yang para pengusaha itu bersedia bayarkan.

Kurva penawaran agregat dalam ekonomi Islam menerangkan volume produk


nasional yang akan diproduksi pada tingkat harga yang berbeda-beda. Dalam Islam tidak
mengenal monopoli di setiap pasar sehingga uang atau upah nominal yang harus
dibayarkan kepada tenaga kerja mampu fleksibel dapat bergerak, sebab penentuan apakah
mereka bekerja atau tidak, didasarkan semata-mata kepada upah nyata yang ditawarkan.

Dalam bahasa Arab upah sering disebut dengan istilah ajrun atau ajran yang berarti
member hadiah. Kata ajran mengandung dua arti, yaitu balasan atas pekerjaan dan
pahala. Upah menurut istilah adalah uang dan sebagainya yang dibayarkan sebagai
imbalan atau balasan jasa atau bayaran atas tenaga yang dikeluarkan untuk mengerjakan
sesuatu.

Menurut Ekonomi Islam, konsep upah terbagi menjadi 2 prinsip, yaitu sebagai
berikut:4

1. Prinsip Keadilan
Prinsip utama keadilan terletak pada kejelasan aqad (transaksi) dan komitmen atas
dasar kerelaan melakukannya. Selama pekerja mendapatkan upah secara penuh, maka
kewajiban juga harus dipenuhi. Hal ini dijelaskan secara detail dalam peraturan kerja
yang menjelaskan tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak. Syeikh Qardhawi
mengatakan bahwa bekerja yang baik merupakan kewajiban pekerja atas hak upah
yang diperolehnya, demikian juga member upah kepada pekerja merupakan
kewajiban perusahaan atas hak hasil kerja pekerja yang diperolehnya.
2. Prinsip Kelayakan
Layak berhubungan dengan besaran yang diterima, layak disini bermakna cukup segi
pangan, sandang, dan papan. Hubungan antara majikan dan pekerja bukan hanya
sekedar hubungan pekerjaan formal, melainkan pekerja sudah dianggap keluarga
majikan. Hal ini diriwayatkan dari H.R. Muslim oleh Abu Dzar. Hal
tersebutsangatjarangdilakukan pada saatini. Upahmenurut Islam sangat besar
4
Hendy Herijanto dan Muhammad Nurul Hafiz, “Pengupahan Perspektif Ekonomi Islam Pada
Perusahaan Outsourcing”, Jurnal Islaminomic Vol. 7 No. 1, April 2016, h. 13
8
kaitannya dengan konsep moral, upah dalam Islam tidak hanya sebatas materi, tetapi
menembus batas kehidupan, yakni berdimensi batas akhirat.

Menurut ulama Hanafiyah, rukunujrah (upah) ada 2 yaitu ijab (ungkapan


menyewakan) dan qabul (persetujuan terhadap sewa-menyewa). Sedangkan menurut
jumhur ulama, rukun ujrah ada 4 yaitu orang yang berakad, sewa atau imbalan, shighat
(ijab-qabul), dan manfaat.

Menurut Suparno Eko, system pembayaran upah yang umum diterapkan yaitu:

1. Sistem waktu
Dalam system waktu, upah dapat ditentukan dalam bentuk upah per jam, per hari, per
minggu, atau per bulan. Sistem waktu di terapkan jika prestasi kerja sulit di ukur per
unitnya. Keuntungan system waktu adalah administrasi pengupahan mudah dan
besarnya upah tetap.
2. Sistem hasil (output)
Besarnya upah ditetapkan atas satuan unit yang dihasilkan pekerja, seperti per potong,
meter, liter, dan kilogram. Dalam system hasil, besarnya upah yang dibayar selalu
didasarkan kepada banyaknya hasil yang dikerjakan bukan kepada lamanya waktu
mengerjakan.
3. Sistem Borongan
Suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan pada volume
pekerjaan dan lama mengerjakannya. Sistem Borongan, pekerja biasa mendapat balas
jasa besar atau kecil tergantung atas kecermatan kalkulasi mereka.
B. Penetapan Harga Dalam Perspektif Ekonomi Islam
Islam sangat konsen pada masalah keseimbangan harga, terutama pada bagaimana
peran Negara dalam mewujudkan kestabilan harga dan bagaimana mengatasi masalah
ketidakstabilan harga. Para ulama berbeda pendapat mengenai boleh tidaknya Negara
menetapkan harga. Sebagian ulama menolak peran Negara untuk menetapkan harga,
sebagian ulama lain membenarkan Negara untuk menetapkan harga. 5
Setelah perpindahan (hijrah) Rasulullah SAW ke Madinah, maka beliau menjadi
pengawas pasar (muhtasib). Pada saat itu, mekanisme pasar sangat dihargai. Salah satu

5
Rozalinda, Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi, h. 169

9
buktinya yaitu Rasulullah SAW menolak untuk membuat kebijakan dalam penetapan
harga, pada saat itu harga sedang naik karena dorongan permintaan dan penawaran yang
dialami. Bukti autentik tentang hal ini adalah suatu hadis yang diriwayatkan oleh enam
imam hadis (kecuali Imam Nasa‟i)6. Dalam hadis tersebut diriwayatkan sebagai berikut :
Artinya: “Manusia berkata saat itu, „Wahai Rasulullah harga (saat itu) naik, maka
tentukanlah harga untuk kami‟. Rasulullah SAW bersabda: „Sesungguhnya Allah adalah
penentu harga, Ia adalah penahan, Pencurah, serta Pemberi rezeki. Sesungguhnya aku
mengharapkan dapat menemui Tuhanku Diana salah seorang di antara kalian tidak
menuntutku karena kezaliman dalam hal darah dan harta.”
Nabi tidak menetapkan harga jual, dengan alasan bahwa dengan menetapkan
harga akan mengakibatkan kezaliman, sedangkan zalim adalah haram. Karena jika harga
yang ditetapkan terlalu mahal, maka akan menzalimi pembeli; dan jika harga yang
ditetapkan terlalu rendah, maka akan menzalimi penjual.
Mekanisme penentuan harga dalam Islam sesuai dengan Maqashid al-Syariah,
yaitu merealisasikan kemaslahatan dan menghindari kerusakan di antara manusia.
Seandainya Rasulullah saat itu langsung menetapkan harga, maka akan kontradiktif
dengan mekanisme pasar. Akan tetapi pada situasi tertentu, dengan dalih Maqashid al-
Syariah, penentuan harga menjadi suatu keharusan dengan alasan menegakkan
kemaslahatan manusia dengan memerangi distorsi pasar (memerangi mafsadah atau
kerusakan yang terjadi di lapangan).
Dalam konsep Islam, yang paling prinsip adalah harga ditentukan oleh
keseimbangan permintaan dan penawaran. Keseimbangan ini terjadi bila antara penjual
dan pembeli bersikap saling merelakan. Kerelaan ini ditentukan oleh penjual dan pembeli
dan pembeli dalam mempertahankan barang tersebut. Jadi, harga ditentukan oleh
kemampuan penjual untuk menyediakan barang yang ditawarkan kepada pembeli, dan
kemampuan pembeli untuk mendapatkan harga barang tersebut dari penjual. Akan tetapi
apabila para pedagang sudah menaikkan harga di atas batas kewajaran, mereka itu telah
berbuat zalim dan sangat membahayakan umat manusia, maka seorang penguasa
(Pemerintah) harus campur tangan dalam menangani persoalan tersebut dengan cara

6
Ika Yunia Fauzia, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid Al-Syariah, (Jakarta: Penerbit Kencana
Prenadamedia Grup, 2014), h. 201-204.

10
menetapkan harga standar. Dengan maksud untuk melindungi hak-hak milik orang lain,
mencegah terjadinya penimbunan barang dan menghindari dari kecurangan para
pedagang. Inilah yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab.7
Ulama Zahariyyah, sebagian ulama Malikiyah, sebagian ulama Syafiiyah,
sebagian ulama Hanabilah dan imam Asy-Syaukani menyatakan berdasarkan hadits di
atas tersebut menyatakan walaupun kondisi apapun penetapan harga oleh pemerintah
tidak dapat dibenarkan, jika dilakukan hukumnya haram.8 Pematokan harga merupakan
suatu kezoliman. Menurut mereka, baik harga itu melonjak tinggi yang disebabkan oleh
tingginya permintaan, maupun ulah spekulan maupun faktor alam, segalah bentuk
campur tangan pemerintah dalam penetapan harga tidak boleh. Apabila pemerintah ikut
campur tangan dalam penetapan harga komoditi, berarti unsur penting dari jual beli yaitu
antaradin minkum para pihak akan hilang.9
Mazhab Hambali dan Syafi‟i menyatakan bahwa Negara tidak mempunyai hak
untuk menetapkan harga. Dalil yang dijadikan pegangan adalah hadis riwayat Anas Ibnu
Malik di atas. Jumhur ulama berpendapat penetapan harga oleh pemerintah hukumnya
haram berdasarkan hadits riwayat anas di atas. Namun, Ibnu Taimiyah menolak jumhur
ulama yang mengharamkan secara mutlak penetapan harga tersebut. Sejumlah ahli fiqhi
Islam mendukung kebijakan pengaturan harga, walaupun baru dilaksanakan dalam situasi
genting dan menekankan perlunya kebijakan harga yang adil.
Dalam pembahasan harga serta hal-hal yang terkait mengungkapkan pendapat
para ekonom Muslim yaitu Abu Yusuf, Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah beserta Ibnu Khaldun.
1. Abu Yusuf
Seperti ahli ekonomi Islam yakni Abu Yusuf ulama pertama yang menyinggung
mekanisme pasar, ia meneliti peningkatan dan penurunan produksi dalam kaitannya
dengan perubahan harga. Fenomena umum inilah yang kemudian dikritisi oleh Abu
Yusuf. Pemahamannya tentang hubungan antara harga dan kuantitas hanya
memperhatikan kurva demand. Fenomena yang berlaku pada amasa Abu Yusuf dapat
dijelaskan dalam teori permintaan yang mana teori ini menjelaskan hubungan antara
harga dengan banyaknya kuantitas yang diminta Menunjukkan bahwa pengaruh harga

7
Lukman Hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, (Surakarta: Penerbit Erlangga, 2012), h.169-170.
8
Nasrun Haroen, Fiqhi Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), h. 142
9
Rozalinda, Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi, h. 170

11
terhadap jumlah permintaan suatu komoditi adalah negatif, apabila terjadi kelangkaan
barang maka harga cenderung akan tinggi dan juga sebaliknya apabila barang tersebut
melimpah maka harga akan cenderung turun atau lebih rendah. Sehingga hukum
permintaan mengatakan bila harga komoditi naik akan menyebabkan penurunan
jumlah komoditi yamg dibeli dan juga jika harga turun maka konsumen akan
meningkatkan jumlah komoditi yang akan dibeli . Abu Yusuf menyatakan: “Kadang-
kadang makanan berlimpah tetapi tetap mahal dan kadang-kadang makanan sangat
sedkit tetapi murah.”10
2. Al-Ghazali
Al-Ghazali telah menjabarkan secara rinci akan peranan aktivitas perdagangan
dan timbulnya pasar yang harganya bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan
penawaran. Menurut Al-Ghazali pasar merupakan bagian dari “ keteraturan alami”
secara rinci ia juga menerangkan bagaimana evolusi terciptanya pasar.
Al-Ghazali tidak menjelaskan permintaan dan penawaran dalam terminologi
modern, beberapa paragraf dalam tulisannya jelas menunjukkan bentuk kurva
penawaran dan permintaan. Untuk kurva penawaran naik dari kiri bawah ke kanan
atas dinyatakan oleh nya sebagai “jika petani tidak mendapatkan pembeli dan dan
barangnya, ia akan menjualnya pada harga yang lebih murah” Al-Ghazali juga telah
memahami konsep elastisitas permintaan: “Mengurangi margin keuntungan dengan
menjual pada harga yang lebih murah akan meningkatkan volume penjualan dan ini
pada gilirannya akan meningkatkan keuntungan”.
3. Ibnu Taimiyah
Masyarakat pada masa Ibnu Taimiyah beranggapan bahwa peningkatan harga
merupakan akibat ketidakadilan dan tindakan melanggar hukum dari pihak penjual
atau mungkin sebagai akibat manipulasi pasar. Anggapan ini dibantah oleh Taimiyah
dengan tegas ia menyatakan bahwa harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan
penawaran. Selanjutnya ia menyatakan bahwa naik dan turunnya harga tidak selalu
disebabkan oleh tindakan tidak adil dari sebagian orang yang terlibat transaksi.
Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam
jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan oleh selera

10
Adiwarman R. Karim. Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada) h. 19

12
dan pendapatan. Besar kecilnya kenaikan harga bergantung pada besarnya perubahan
penawaran dan atau permintaan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai aturan, kenaikan
harga yang terjadi merupakan kehendak Allah.
4. Ibnu Khaldun
Dalam bukunya Al-Muqoddimah ia menulis satu bab berjudul “Harga-harga di
Kota” yang mana Ibnu Khaldun membagi jenis barang menjadi dua jenis yakni
barang kebutuhan pokok dan barang pelengkap. Menurutnya bila suatu kota
berkembang dan selanjutnya populasinya bertambah banyak (kota besar) maka
perdagangan barangbarang kebutuhan pokok mendapatkan prioritas. Supplay bahan
pokok penduduk kota besar jauh lebih besar dari pada supplay bahan pokok penduduk
kota kecil. Menurut Ibnu Khaldun penduduk kota besar memiliki supplay bahan
pokok yang melebihi kebutuhannya sehingga harga bahan pokok dilkota besar relatif
lebih murah. Sementara itu supplay bahan pokok di kota kecil relatif kecil, karena itu
orang-orang khawatir kehabisan makanan, sehingga harganya relatif mahal. Naiknya
disposable income dapat meningkatkan marginal propensity to consume tehadap
barang-barang mewah dari setiap penduduk kota tersebut. Hal ini menciptakan
permintaan baru atau peningkatan permintaan terhadap barang-barang mewah,
akibatnya harga barang mewah akan meningkat pula. Pada bagian lain dari bukunya,
khaldun menjelaskan pengaruh naik dan turunnya penawaran terhadap harga, ia
mengatakan: “Ketika barang-barang yang tersedia sedikit, harga-harga akan naik.
Namun, bila jarak antar kota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, akan
banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang akan melimpah, dan
harga-harga akan turun”. Dengan demikian, maka sebagaimana Ibnu Taimiyah Ibnu
Kahaldun juga sudah mengidentifikasikan kekuatan permintaan dan penawaran
sebagai penentu keseimbangan harga.11

11
Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid alSyari’ah, h.
217-222.

13
Konsep mekanisme pasar dalam Islam dibangun atas prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Ar-Ridha, yakni segala transaksi yang dilakukan haruslah atas dasar kerelaan antara
masing-masing pihak (freedom contract). Hal ini sesuai dengan al-Qur‟an Surat an- Nisa‟
ayat 29.12
2. Berdasarkan persaingan sehat (fair competition). Mekanisme pasar akan terhambat
bekerja jika terjadi penimbunan (ihtikar) atau monopoli. Monopoli setiap barang yang
penahanannya akan membahayakan konsumen atau orang banyak.
3. Kejujuran (honesty), kejujuran merupakan pilar yang sangat penting dalam Islam, sebab
kejujuran adalah nama lain dari kebenaran itu sendiri. Islam melarang tegas melakukan
kebohongan dan penipuan dalam bentuk apapun. Sebab, nilai kebenaran ini akan
berdampak langsung kepada para pihak yang melakukan transaksi dalam perdagangan
dan masyarakat secara luas.
4. Keterbukaan (transparancy) serta keadilan (justice). Pelaksanaan prinsip ini adalah
transaksi yang dilakukan dituntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan kehendak
dan keadaan yang sesungguhnya. Tujuan penetapan harga, intervensi.
C. Studi Kasus
Home Industry Tas Famili Purwokerto
Home Industry Tas Famili Purwokerto dalam menetapkan besaran upah bagi
karyawannya berdasarkan waktu kerja dan hasil produksi setiap karyawan. Sedangkan
sistem pengupahannya Home Industry Tas Famili Purwokerto menggunakan sistem upah
borongan. Dimana tiap karyawannya diberi upah berdasarkan jumlah hasil produk yang
bisa diproduksinya, setiap karyawan mendapatkan upah dengan jumlah yang berbeda.
Sistem ini telah sesuai dengan syariat Islam yang menganjurkan agar upah yang diterima
oleh pekerja sesuai denga tenaga yang telah diberikan. Pekerja atau karyawan tidak boleh
dirugikan, ditipu bahkan dieksploitasi tenaganya, karena mengingat keadaan pekerja yang
berada pada posisi perekonomian lemah. Upah yang diterima oleh setiap karyawan di
Home Industry Tas Famili Purwokerto jumlahnya tidak sama, karena setiap karyawan
mempunyai keahlian atau kemampuan yang berbeda-beda dalam menghasilkan produksi.

12
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: CV Toha Putra, 2013), h. 113

14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam tenaga kerja, selain memanfaatkan fisik manusia juga memanfaatkan
kemampuan non fisik, seperti ide dan kreativitas. Tujuan utama bekerja adalah untuk
memenuhi kebutuhan sehari - hari. Tenaga kerja memiliki unsur-unsur didalamnya,
yaitu seperti intelektual, keterampilan, kejujuran, ketakwaan, tanggung jawab, dan
sebagainya. Ketenagakerjaan dalam perspektif Islam digolongkan kedalam kegiatan
ijarah (sewa-menyewa) dalam hal jual beli jasa.
Hukum asal harta yaitu tidak ada penetapan harga (al-tas‟ir), dan ini merupakan
kesepakatan para ahli fikih. Imam Hambali dan Imam Syafi‟i melarang untuk
menetapkan harga karena akan menyusahkan masyarakat sedangkan Imam Maliki
dan Hanafi memperbolehkan penetapan harga untuk barang-barang sekunder.
Mekanisme penentuan harga dalam Islam sesuai dengan Maqashid al-Syariah, yaitu
merealisasikan kemaslahatan dan menghindari kerusakan di antara manusia.

15
DAFTAR PUSTAKA

Nur Aksin. 2018. Upah dan Tenaga Kerja ( Hukum Ketenagakerjaan dalam Islam).
Jurnal Mate Yuridis. Vol. 1, No. 2: 72-79.

Hanifah Yuliatul Hijriah dan Elfira Maya Adiba. 2019. Pasar Tenaga Kerja: Sebuah
Tinjauan Dalam Perspektif Islam. The International Journal of Applied Business. Vol. 3, No. 1:
24-37.

Hendy Herijanto dan Muhammad Nurul Hafiz. 2016. Pengupahan Perspektif Ekonomi
Islam Pada Perusahaan Outsourcing. Jurnal Islaminomic. Vol. 7, No. 1: 11-34.

Rozalinda. 2015. Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi. Cet.2,
Jakarta: Rajawali Pers.

Fauzia, Ika Yunia. 2014. Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid Al-Syariah,
Jakarta: Penerbit Kencana Prenadamedia Grup.

Hakim, Lukman. 2012. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, Surakarta: Penerbit Erlangga.

Agama RI, Kementerian. 2013. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: CV Toha Putra

http://ejournal.staialazhar.ac.id/index.php/ajie/article/view/30

16

Anda mungkin juga menyukai