Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

EKONOMI ISLAM
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perekonomian Islam
Indonesia
Dosen Pengampu : Adha,S.H.I

Kelompok 3 :

Anisa Ratna Dila 2031811017

Aulia Febrian Putri 2031811036

Dinda Nuryanti 2031811033

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS
SAMARINDA
2022

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT dan solawat serta salam
kita curahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW karena dengan rahmat dan
hidayahnya makalah yang bertema “Ekonomi Islam” ini dapat kami selesaikan
dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tanpa
pertolonganya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan tepat pada
waktunya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Perekonomian Islam Indonesia.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak selaku dosen pengampu
di kelas Perbankan Syari’ah 3 yang telah memberikan arahan dalam menyusun
makalah. Dan kepada teman-teman kelas Perbankan Syari’ah 3 yang telah
memberikan kami motivasi dalam menulis makalah.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada pembaca. Walaupun makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan.
Kami menyadari bahwa makalah ini kurang sempurna. Tidak ada suatu apapun
yang sempurna di dunia, demikian juga makalah ini. Oleh karena itu, Kritik yang
membangun dari pembaca sangat kami harapkan.

Samarinda, September 2022

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................2

DAFTAR ISI.........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................4

A. Latar Belakang.........................................................................................4

B. Rumusan Masalah ...................................................................................7

C. Tujuan.......................................................................................................7

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................8

A. Pengertian Ekonomi Islam......................................................................8

B. Tujuan Dan Prinsip Dasar Ekonomi Islam............................................9

C. Sistem Ekonomi Islam..............................................................................16

D. Perbedaan Sistem Ekonomi Konvensional Dan Sistem Ekonomi Islam 18

BAB III PENUTUP..............................................................................................22

A. KESIMPULAN.........................................................................................22

B. SARAN......................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ekonomi yang berdasarkan ketuhanan
dan etika. Ia terpancar dari etika yang Islamiah. Islam sengaja diturunkan oleh Allah Swt
untuk seluruh umat manusia. Sehingga Ekonomi Islam akan bekerja sekuat tenaga untuk
mewujudkan kehidupan yang baik dan sejahtera bagi manusia. Tetapi hal ini bukanlah
sebagai tujuan akhir, sebagaimana dalam sistem ekonomi yang lain. Ekonomi Islam bertitik
tolak dari Allah sebagai satu-satunya sesembahan dan memiliki tujuan akhir pada Allah juga
(Allah Kaghoyatul Ghoyyah). Penampakan yang sangat mencolok dari Ekonomi Islam adalah
bagaimana proses distribusi kekayaan tersebut dan berbagai hal kegiatan ekonomi diliputi
perasaan atas setiap perilaku kegiatan ekonomi bahwa dirinya selalu diawasi oleh Allah
(muraqabatullah) dan senantiasa bersama Allah (ma iyatullah).1

Manusia dapat bekerja apa saja, yang penting tidak melanggar garis-garis yang telah
ditentukan Allah SWT. Ia bisa melakukan aktifitas produksi, seperti pertanian, perkebunan,
pengolahan makanan dan minuman.Ia juga dapat melakukan aktifitas distribusi, seperti
perdagangan, atau dalam bidang jasa seperti transportasi kesehatan dan sebagainya.2

Produksi adalah kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa yang kemudian
dimanfaatkan konsumen.3Sedangkan distribusi adalah bagaimana produk anda dapat sampai
pada penggguna terakhir (end-user) dengan biaya seminimal mungkin tanpa mengurangi
kepuasan pelanggan.4

1
Akhmad Mujahidin, Ekonomi islam, (Pekanbaru: Al- Mujtahadah press, 2010), h.2-3.
2
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Guna Insani,

2005), h. 169
3
Burhanuddin Abdullah, Ekonomi islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008),

h.230-231
4
Thorik Gunara, Merketing Muhammad, (Bandung:Maddani Prima,2004), h.53

4
Dalam sebuah perusahaan, membuat atau memproduksi barang dan jasa dan
kemudian berusaha menjualnya sebagai bagian dari usaha perusahaan, dan masyarakat
mengkonsumsi barang dan jasa tersebut dengen membelinya dalam bentuk daya beli atau
permintaan efektif.5

Di dalam sebuah perusahaan karyawan diibaratkan sebagai produsen yang


menghasilkan jasa, dan konsumennya adalah orang yang memakai jasa tersebut. Untuk
menghasilkan barang dan jasa, maka dalam sebuah perusahaan dibutuhkan karyawan, yaitu
karyawan yang memilki etika yang bagus dan profesional.

Etika diartikan sebagai suatu perbuatan (standar of conduct) yang memimpin individu
dalam membuat keputusan. Etika adalah sebuah studi mengenai perbuatan yang salah dan
benar dan pilihan moral yang dilakukan oleh seseorang.6

Jadi perilaku yang Etis ialah perilaku yang mengikuti perintah Allah SWT dan
menjauhi larangannya. Dalam Islam, banyak dinyatakan dalam Al- Qur’an dan Hadis tentang
cara berbuat baik kepada sesama muslim antaranya adalah sabda Nabi SAW yang berbunyi:

‫ات@@ق االلهاللهاللهاهلل حيثم@@ا كنت وأتب@@ع الس@@يئة الحلحس@@نة تمتمحه@@ا وخ@@الق الن@@اس‬
‫بخبخلق حسن‬
Artinya:” Bertakwalah engaku kepada Allah dimana pun engkau berada. Ikutilah (perbuatan)
yang buruk dengan (perbuatan) yang baik, niscaya perbuatan yang baik itu akan menghapus
perbuatan yang buruk dan, gaulilah manusia dengan budi pekerti yang baik.7

Secara sederhana istilah service mungkin bisa diartikan sebagai “melakukan sesuatu
bagi orang lain”. Akan tetapi tidaklah mudah mencari padanan kata dalam Bahasa Indonesia
yang pas untuk istilah tersebut. Setidaknya ada tiga kata yang bisa mengacu pada istilah
tersebut, yakni jasa, layanan, dan servis. Sebagai jasa service umumnya mencerminkan
produk tidak berwujud fisik (intangible) atau sektor industri spesifik, seperti pendidikan,

5
Buchari Alma, Manajemen Bisnis Syariah, (Bandung:Alfabeta,2009), h.118

6
Ibid.h. 110

7
At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, (Beirut: Dar-Al Kotob Al-Ilmiyah, 1987), h.355

5
kesehatan, telekomunikasi, transportasi, asuransi, perbankkan, perhotelan, kontruksi,
perdagangan, reaksi, dan seterusnya.8

Didalam memberikan pelayanan kepada pelanggan atau konsumen, karyawan harus


bekerja secara profesional dan terampil. Sifat profesional digambarkan dalam Al- Qur’an
Surat Al- Isra’ (17): 84

‫قُ@@لْ ُك@@لٌّ يَّ ْع َم@ ُل َع ٰلى َش @ا ِكلَتِ ٖ ۗه فَ @ َربُّ ُك ْم اَ ْعلَ ُم بِ َم ْن هُ @ َو اَ ْه@ ٰ@دى‬
‫ࣖ َسبِ ْياًل‬
Artinya : Katakanlah (Muhammad), “Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya
masing-masing.” Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.

Ayat diatas menjelaskan bahwa setiap orang yang bekerja itu sesuai dengan
kemampuannya. Artinya seseorang harus bekerja dengan penuh ketekunan dan mencurahkan
semua keahliannya. Maka apa saja yang dilakukan seseorang dalam bekerja yang sesuai
dengan keahliannya maka akan menghasilkan hal-hal yang optimal.

Di samping memberikan pelayanan yang baik, para karyawan juga dituntut untuk
memiliki sikap ramah dan mudah tersenyum. Dengan tersenyum maka akan melahirkan cinta,
kasih sayang dan orang lain akan merasa lebih dihargai.

Dalam meningkatkan pelayanan yang baik perusahaan membutuhkan Sumber Daya


untuk menjalankan kegiatan perusahaan tidak dapat dilihat sebagai bagian yang berdiri
sendiri, tetapi harus dilihat sebagai satu kesatuan yang tangguh membentuk suatu sinergi.
Dalam hal ini peran Sumber Daya Manusia sangat menentukan. Sumber Daya Manusia
merupakan satu-satunya Sumber Daya yang memiliki akal perasaan, keinginan, pengetahuan,

dorongan, daya, dan karya (rasio, rasa, dan karsa). Semua potensi SDM tersebut berpengaruh
terhadap upaya organisasi dalam menentukan tujuan.

Dalam dunia persaingan perusahaan harus memiliki Sumber Daya yang tangguh. Dengan
semakin berkembangnya zaman maka akan semakin banyak persaingan. Oleh karena itu
8
Riv’ai Veitzal, Manajemen Sumber Daya Islami, (Jakarta: Raja Grafiindo Persada, 2009), h.8

6
Setiap perusahaan harus bisa meningkatkan Sumber Daya Manusianya. Di dalam Manajemen
Sumber Daya Manusia bahwa karyawan adalah kekayaan (aset) utama perusahaan sehingga
harus dipelihara dengan baik. Faktor yang menjadi perhatian dalam Manajemen Sumber
Daya Manusia merupakam masalah perusahaan yang paling penting, karena melalui SDM
yang menyebabkan Sumber Daya yang lain dalam perusahaan dapat berfungsi dengan baik.9

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ekonomi islam ?
2. Apa tujuan dan prinsip dasar ekonomi islam ?
3. Bagaimana sistem ekonomi islam ?
4. Apa perbedaan sistem ekonomi konvensional dan sistem ekonomi islam ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian ekonomi islam.
2. Untuk mengetahui tujuan dan prinsip dasar ekonomi islam.
3. Untuk mengetahui sistem ekonomi islam.
4. Untuk mengetahui perbedaan sistem ekonomi konvensional dan sistem
ekonomi islam.

9
Riv’ai Veitzal, Manajemen Sumber Daya Islami, (Jakarta: Raja Grafiindo Persada, 2009), h.8

7
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ekonomi Islam


Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang menyoroti
masalah perekonomian. Sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya.
Hanya dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar
dalam setiap aktifitasnya.
Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi Islam sebagai suatu ilmu yang
mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan
alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas dalam kerangka syariah. Namun, definisi
tersebut mengandung kelemahan karena menghasilkan konsep yang tidak
kompatibel dan tidak universal. Karena dari definisi tersebut mendorong
seseorang terperangkap dalam keputusan yang apriori (apriory judgement) benar
atau salah tetap harus diterima.10
Definisi yang lebih lengkap harus mengakomodasikan sejumlah prasyarat
yaitu karakteristik dari pandangan hidup Islam. Syarat utama adalah memasukkan
nilai-nilai syariah dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu sosial
yang tentu saja tidak bebas dari nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral merupakan
aspek normatif yang harus dimasukkan dalam analisis fenomena ekonomi serta
dalam pengambilan keputusan yang dibingkai syariah.
a. Muhammad Abdul Manan

Islamic economics is a sosial science which studies the economics problems


of a people imbued with the values of Islam. 11 Jadi, menurut Abdul Manan ilmu
ekonomi islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah
ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.

b. M. Umer Chapra

Islami economics was defined as that branch which helps realize human well-
being through and allocation and distribution of scarce resources that is inconfinnity
with Islamic teaching without unduly curbing Individual fredom or creating continued

10
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2011), h. 14
11
Muhammad Abdul Manan, Islamic Economics, Theory and Practice, (India: Idarah Adabiyah, 1980), h. 3.

8
macroeconomic and ecological imbalances. Jadi, menurut Chapra ekonomi Islam
adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya relisasi kebahagiaan manusia
melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor
yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memeberikan kebebasan individu atau
tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan
lingkungan.12

a. Menurut Syed Nawab Haider Naqvi


Ilmu ekonomi Islam, singkatnya merupakan kajian tentang perilaku
ekonomi orang Islam representatif dalam masyarakat muslim modern.13
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam
adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang,
menganalisis, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan
ekonomi dengan cara-cara yang Islami.
Menurut Abdul Mannan, ilmu ekonomi Islam tidak hanya mempelajari
individu sosial melainkan juga manusia dengan bakat religius manusia itu
sendiri.14 Ilmu Ekonomi Syari‟ah adalah ilmu yang mempelajari aktivitas
atau perilaku manusia secara aktual dan empirikal, baik dalam produksi,
distribusi, maupun konsumsi berdasarkan Syari‟at Islam yang bersumber
Al-Qur‟an dan As-Sunnah serta Ijma‟ para ulama dengan tujuan untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.15
B. Tujuan dan Prinsip Dasar Ekonomi Islam
Tujuan Ekonomi Islam Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk:
a. Memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia.
b. Nilai Islam bukan semata hanya untuk kehidupan muslim saja tetapi seluruh
makluk hidup dimuka bumi.
c. Esensi proses ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang
berlandaskan nilai-nlai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah).

12
Mustafa Edwin Nasution dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 16
13
Syed Nawab Haider Naqvi, Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, terj. M. Saiful Anam dan Muhammad Ufuqul
Mubin, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 28
14
Muhammad Abdul Mannan, Teori Dan Praktik Ekonomi Islam, (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf, 1997),
h. 20-22.
15
Abdul Mannan, Hukum Ekonomi Syari’ah Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama, (Jakarta :
Kencana Prenada Media Group), h. 29.

9
Ekonomi Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh
ekonomi, sosial, budaya, dan politik dari bangsa. Ekonomi Islam mampu mampu
menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga dalam perjalanannya tanpa
meninggalkan sumber teori Ekonomi Islam.

Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam


Prinsip-prinsip ekonomi Islam yang merupakan bangunan ekonomi Islam
didasarkan atas lima nilai universal yakni : tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan),
nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah) dan ma’ad (hasil). Kelima nilai ini
menjadi dasar inspirasi untuk menyusun teori-teori ekonomi Islam. 16 Namun teori
yang kuat dan baik tanpa diterapkan menjadi sistem, akan menjadikan ekonomi
Islam hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa member dampak pada kehidupan
ekonomi. Karena itu, dari kelima nilai-nilai universal tersebut, dibangunlah tiga
prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi Islami.
Ketiga prinsip derivatif itu adalah multitype ownership, freedom to act, dan social
justice.
Di atas semua nilai dan prinsip yang telah diuraikan di atas, dibangunlah
konsep yang memayungi kesemuanya, yakni konsep Akhlak. Akhlak menempati
posisi puncak, karena inilah yang menjadi tujuan Islam dan dakwah para Nabi,
yakni untuk menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak inilah yang menjadi
panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan aktivitasnya. Nilai-
nilai Tauhid (keEsaan Tuhan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah
(pemerintah, dan ma’ad (hasil) menjadi inspirasi untuk membangun teori-teori
ekonomi Islam :
1. Prinsip Tauhid
Tauhid merupakan pondasi ajaran Islam. Dengan tauhid, manusia
menyaksikan bahwa “Tiada sesuatupun yang layak disembah selain Allah
dan “tidak ada pemilik langit, bumi dan isinya, selain Allah” karena Allah
adalah pencipta alam semesta dan isinya dan sekaligus pemiliknya,
termasuk pemilik manusia dan seluruh sumber daya yang ada. Karena itu,
Allah adalah pemilik hakiki. Manusia hanya diberi amanah untuk memiliki
untuk sementara waktu, sebagai ujian bagi mereka. Dalam Islam, segala
16
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: III T, 2002),h.17

10
sesuatu yang ada tidak diciptakan dengan sia-sia, tetapi memiliki tujuan.
Tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya.
Karena itu segala aktivitas manusia dalam hubungannya dengan alam dan
sumber daya serta manusia (mu’amalah) dibingkai dengan kerangka
hubungan dengan Allah. Karena kepada-Nya manusia akan
mempertanggungjawabkan segala perbuatan, termasuk aktivitas ekonomi
dan bisnis.17
2. ‘Adl
Allah adalah pencipta segala sesuatu, dan salah satu sifat-Nya adalah
adil. Dia tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap makhluk-Nya secara
dzalim. Manusia sebagai khalifah di muka bumi harus memelihara hukum
Allah di bumi dan menjamin bahwa pemakaian segala sumber daya
diarahkan untuk kesejahteraan manusia, supaya semua mendapat manfaat
daripadanya secara adail dan baik. Dalam banyak ayat, Allah
memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Islam mendefinisikan adil
sebagai tidak menzalimi dan tidak dizalimi. Implikasi ekonomi dari nilai
ini adalah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar
keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain atau merusak alam.
Tanpa keadilan, manusia akan terkotak-kotak dalam berbagai golongan.
Golongan yang satu akan menzalimi golongan yang lain, sehingga terjadi
eksploitasi manusia atas manusia. Masing-masing beruasaha mendapatkan
hasil yang lebih besar daripada usaha yang dikeluarkannya karena
kerakusannya.
Keadilan dalam hukum Islam berarti pula keseimbangan antara
kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia (mukallaf) dengan
kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban itu. Di bidang usaha
untuk meningkatkan ekonomi, keadilan merupakan “nafas” dalam
menciptakan pemerataan dan kesejahteraan, karena itu harta jangan hanya
saja beredar pada orang kaya, tetapi juga pada mereka yang
membutuhkan.18
3. Nubuwwah

17
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Wali Pers, 2007),h.14-15
18
Ibid, h.16

11
Karena sifat rahim dan kebijaksanaan Allah, manusia tidak dibiarkan
begitu saja di dunia tanpa mendapat bimbingan. Karena itu diutuslah para
Nabi dan Rasul untuk menyampaikan petunjuk dari Allah kepada manusia
tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia, dan mengajarkan
jalan untuk kembali (taubat) keasal-muasal segala sesuatu yaitu Allah.
Fungsi Rasul adalah untuk menjadi model terbaik yang harus diteladani
manusia agar mendapat keselamatan di dunia dan akhirat. Untuk umat
Muslim,Allah telah mengirimkan manusia model yang terakhir dan
sempurna untuk diteladani sampai akhir zaman, Nabi Muhammad Saw.
Sifat-sifat utama sang model yang harus diteladani oleh manusia pada
umumnya dan pelaku ekonomi serta bisnis pada khususnya adalah Sidiq
(benar, jujur), amanah ( tanggung jawab, dapat dipercaya, kredibilitas),
fathonah (kecerdikan, kebijaksanaan, intelektualitas) dan tabligh
(komunikasi keterbukaan dan pemasaran).
4. Khilafah
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman bahwa manusia diciptakan untuk
menjadi khalifah dibumi artinya untuk menjadi pemimpin dan pemakmur
bumi. Karena itu pada dasarnya setiap manusia adalah pemimpin. Nabi
bersabda: “setiap dari kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai
pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya”. Ini berlaku bagi semua
manusia, baik dia sebagai individu, kepala keluarga, pemimpin masyarakat
atau kepala Negara. Nilai ini mendasari prinsip kehidupan kolektif
manusia dalam Islam (siapa memimpin siapa). Fungsi utamanya adalah
untuk menjaga keteraturan interaksi antar kelompok termasuk dalam
bidang ekonomi agar kekacauan dan keributan dapat dihilangkan, atau
dikurangi.19
Dalam Islam pemerintah memainkan peranan yang kecil tetapi sangat
penting dalam perekonomian. Peran utamanya adalah untuk menjamin
perekonomian agar berjalan sesuai dengan syari’ah, dan untuk memastikan
tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak manusia. Semua ini dalam
kerangka mencapai tujuan-tujuan syari’ah untuk memajukan kesejahteraan
manusia. Hal ini dicapai dengan melindungi keimanan, jiwa, akal,
kehormatan, dan kekayaan manusia.
19
Ibid, h.20-21

12
Status khalifah atau pengemban amanat Allah itu berlaku umum bagi
semua manusia, tidak ada hak istimewa bagi individu atau bangsa tertentu
sejauh berkaitan dengan tugas kekhalifahan itu. Namun tidak berarti
bahwa umat manusia selalu atau harus memiliki hak yang sama untuk
mendapatkan keuntungan dari alam semesta itu. Mereka memiliki
kesamaan hanya dalam hal kesempatan, dan setiap individu bisa
mendapatkan keuntungan itu sesuai dengan kemampuannya. Individu-
individu diciptakan oleh Allah dengan kemampuan yang berbeda-beda
sehingga mereka secara instinktif diperintahh untuk hidup bersama,
bekerja bersama, dan saling memaafkan keterampilan mereka masing-
masing. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa Islam memberikan
superioritas (kelebihan) kepada majikan terhadap pekerjaannya dalam
kaitannya dengan harga dirinya sebagai manusia atau dengan statusnya
dalam hukum. Hanya saja pada saat tertentu seseorang menjadi majikan
dan pada saat lain menjadi pekerja.20
Pada saat lain situasinya bisa berbalik, mantan majikan bisa menjadi
pekerja dan sebagainya dan hal serupa juga bisa diterapkan terhadap budak
dan majikan.
5. Ma’ad
Walaupun seringkali diterjemahkan sebagai kebangkitan tetapi secara
harfiah ma’ad berarti kembli. Dan kita semua akan kembali kepada Allah.
Hidup manusia bukan hanya di dunia, tetapi terus berlanjut hingga alam
akhirat. Pandangan yang khas dari seorang Muslim tentang dunia dan
akhirat dapat dirumuskan sebagai: Dunia adalah ladang akhirat”. Artinya
dunia adalah wahana bagi manusia untuk bekerja dan beraktivitas (beramal
shaleh), namun demikian akhirat lebih baik daripada dunia. Karena itu
Allah melarang manusia hanya untuk terikat pada dunia, sebaba jika
dibandingkan dengan kesenangan akhira, kesenangan dunia tidaklah
seberapa.
Setiap individu memiliki kesamaan dalam hal harga diri sebagai
manusia. Pembedaan tidak bisa diterapkan berdasarkan warna kulit, ras,
kebangsaan, agama, jenis kelamin atau umur. Hak-hak dan kewajiban-
kewajiban eknomik setiap individu disesuaikan dengan kemampuan yang
20
Ibid, h.22

13
dimilikinya dan dengan peranan-peranan normatif masing-masing dalam
struktur sosial. Berdasarkan hal inilah beberapa perbedaan muncul antara
orang-orang dewasa, di satu pihak, dan orang jompo atau remaja di pihak
lain atau antara laki-laki dan perempuan.21 Kapan saja ada perbedaan-
perbedaan seperti ini, maka hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka
harus diatur sedemikian rupa, sehingga tercipta keseimbangan.
Islam tidak mengakui adanya kelas-kelas sosio-ekonomik sebagai
sesuatu yang bertentangan dengan prinsip persamaan maupun dengan
prinsip persaudaraan (ukhuwah). Kekuatan ekonomi berbeda dengan
kekuatan sosio- politik, karena adanya fakta bahwa tujuan-tujuan besar dan
banyak rinciannya ditekankan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, dank arena
dilestarikannya metode- metode yang digunakan oleh umat Muslim untuk
menetapkan hukum mengenai hal-hal rinci yang tidak ditentukan
sebelumnya dinilai sebagai kebaikan dan kemalasan dinilai sebagai
kejahatan. Dalam kepustakaan Islam modern orang bisa menemukan
banyak uraian rinci mengenai hal ini. Al- Qur’an mengemukakan kepada
Nabi dengan mengatakan : “ Dan katakanlah (Muhammad kepada umat
Muslim): “Bekerjalah”. “ Nabi juga telah melarang kaumnya mengemis
kecuali dalam keadaan kelaparan. Ibadah ayang paling baik adalah
bekerja, dan pada saat yang sama bekerja merupakan hak dan kewajiban .
kewajiban masyarakat dan badan yang mewakilinya adalah menyediakan
kesempatan-kesempatan kerja kepada para individu. Buruh yang bekerja
secara manual layak mendapatkan pujian sebagaimana diriwayatkan Nabi
Saw. Pernah mencium tangan orang bekerja seperti itu. Monastisisme dan
asketisisme sangat dilarang dalam Islam; Nabi Saw. Diriwayatkan pernah
bersabda bahwa orang-orang yang menyediakan makanan dan keperluan-
keperluan lain untuk dirinya (dan keluarganya) lebih baik menghabiskan
waktunya untuk beribadah tanpa mencoba berusaha mendapatkan
penghasilan untuk kehidupannya sendiri. Dan sebagai konsekuensinya,
menjadi Imam sholat dan berkhutbah dalam Islam merupakan pekerjaan
suka rela yang tidak perlu dibayar. Nabi Saw. Pernah memohon kepada
Allah Swt. Untuk berlindung diri agar beliau, antara lain, tidak terjangkit
penyakit lemah dan malas.
21
bid, h.23

14
Kehidupan adalah proses dinamis menuju peningkatan. Ajaran Islam
memandang kehidupan manusia didunia ini seolah berpacu dengan waktu.
Umur manusia sangat terbatas dan banyak sekali peningkatan yang harus
dicapai dengan rentan waktu yang sangat terbatas ini. kebaikan dan
kesempurnaan merupakan tujuan dalam proses ini. Nabi Saw pernah
menyuruh seorang penggalian kubur untuk memperbaiki lubang yang
dangkal disuatu kuburan meskipun hanya permukaannya saja. Beliau
menetapkan aturan bahwa “Allah menyukai orang yang bila dia
melakukan suatu pekerjaan, maka ia harus melakukannya dengan cara
yang sangat baik.
Selain pemaparan di atas, prinsip-prinsip mendasar dalam ekonomi
Islam mencakup antara lain yaitu :
1. Landasan utama yang harus dijadikan pegangan bagi seseorang
khusunya dalam dunia perekonomian adalah Iman, menegakkan
akal pada landasan Iman, bukan iman yang harus didasarkan pada
akal/pikiran. Jangan biarkan akal/pikiran terlepas dari landasan
Iman. Dengan demikian prinsip utama ekonomi Islam itu bertolak
kepada kepercayaan/keyakinan bahwa aktifitas ekonomi yang kita
lakukan itu bersumber dari syari’ah Allah dan bertujuan akhir
untuk Allah.
2. Prinsip persaudaraan atau kekeluargaan juga menjadi tolak ukur.
Tujuan ekonomi Islam menciptakan manusia yang aman dan
sejahtera. Ekonomi Islam mengajarkan manusia untuk bekerjasama
dan saling tolong menolong. Islam menganjurkan kasih saying
antar sesame manusia terutama pada anak yatim, fakir miskin, dan
kaum lemah.
3. Ekonomi Islam memerintahkan kita untuk bekerja keras, karena
bekerja adalah sebagai ibadah. Bekerja dan berusaha merupakan
fitrah dan watak manusia untuk mewujudkan kehidupan yang baik,
sejahtera dan makmur di bumi ini.
4. Prinsip keadilan sosial dalam distribusi hak milik seseorang, juga
merupakan asas tatanan ekonomi Islam. Penghasilan dan kekayaan
yang dimiliki seseorang dalam ekonomi Islam bukanlah hak milik

15
mutlak, tetapi sebagian hak masyarakat, yaitu antara lain dalam
bentuk zakat, shadaqah, infaq dan sebagainya.
5. Prinsip jaminan sosial yang menjamin kekayaan masyarakat
Muslim dengan landasan tegaknya keadilan.22

C. Sistem Ekonomi Islam


Sejarah ekonomi Islam berawal dari di angkatnya Muhammad sebagai utusan
Allah pada usia ke 40. Rasulullah mengeluarkan berbagai kebijakan yang selanjutnya
diikuti dan diteruskan oleh pengganti-penggantinya yaitu Khulafaur Rasyidin.
Pemikiran ekonomi Islam didasarkan atas Al-Qur’an dan al-hadits.
Rasulullah membentuk majelis syura yang sebagian bertugas mencatat wahyu,
kemudian pada 6 H sekretaris telah terbentuk. Demikian juga delegasi ke negara-
negara lain. Masalah kerumahtanggaan diurus oleh Bilal. Orang-orang ini
mengerjakan tugas dengan sukarela tanpa gaji. Tentara formal tidak ada di masa ini,
tentara tidak mendapat gaji tetap, Mereka mendapat ghanimah sebelum turunnya
Surat Al-Anfal ayat 41 yang menjelaskan orang-orang yang berhak mendapat bagian
ghanimah.

ِ
ُ ‫َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَنَّ َم@@ا َغنِ ْمتُ ْم ِّم ْن َش@ ْي ٍء فَ@ا َ َّن هّٰلِل ِ ُخ ُم َس@هٗ َولِلر‬
‫َّس@وْ ل َولِ@ ِذى ْالقُ@@رْ ٰبى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َم ٰس@ ِكي ِْن َواب ِْن‬

‫ان يَوْ َم ْالتَقَى ْال َج ْم ٰع ۗ ِن َوهّٰللا ُ ع َٰلى ُكلِّ َش @ ْي ٍء‬ ‫هّٰلل‬


ِ َ‫ال َّسبِ ْي ِل اِ ْن ُك ْنتُ ْم ٰا َم ْنتُ ْم بِا ِ َو َمآ اَ ْن َز ْلنَا ع َٰلى َع ْب ِدنَا يَوْ َم ْالفُرْ ق‬
‫قَ ِد ْي ٌر‬
Artinya : Dan ketahuilah, sesungguhnya segala yang kamu peroleh sebagai rampasan
perang, maka seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, orang miskin
dan ibnu sabil, (demikian) jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang
Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu pada hari
bertemunya dua pasukan. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.23

Pada masa Rasulullah, sistem ekonomi yang diberlakukan adalah sistem


ekonomi yang telah disyariatkan dalam Islam. Sistem ekonomi di zaman rasulullah
sangat kompleks dan sempurna meskipun pada masa setelahnya tetap dilakukan
22
Muh. Said, Pengantar Ekonomi Islam dasar-dasar dan penngembangan, (Pekanbaru :Suska Press,2008), h.5-
11
23
Surat Al-Anfal ayat 41

16
perbaikan. Jenis-jenis kebijakan baik pendapatan dan pengeluaran keuangan di masa
Rasulullah lebih terfokus pada masa perang dan kesejahteraan rakyat. Tidak seperti
saat ini bahwa kebijakankebijakan ekonomi lebih difokuskan pada pencarian
keuntunga. Sejarah ekonomi Islam pada dasarnya bersumber dari ide dan praktik
ekonomi yang dilakukan oleh Muhammad Saw dan para Khulafaur Rasyidin serta
pengikut-pengikutnya sepanjang zaman. Diversivikasikan praktik ekonomi yang
dilakukan masyarakat Muslim setelah masa Muhammad Saw., bisa dianggap sebagai
acuan sejarah ekonomi Islam selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Perekonomian di zaman Khulafaur Rasyidin banyak diwarnai dengan
perluasan wilayah kekuasaan dan inovasi-inovasi dalam bidang ekonomi. Seperti pada
zaman Khalifa Umar bin Khattab di mana beliau memfungsikan secara optimal BMT
dan membentuk Diwan Islam yang pertama. Salah seorang ekonom pada periode
pertama adalah Abu Yusuf. Kitabnya yang berjudul Al-Kharaj, banyak membahas
ekonomi publik, khususnya tentang perpajakan dan peran negara dalam pembangunan
ekonomi. Kitab ini mencakup berbagai bidang antara lain: tentang pemerintahan,
keuangan negara, pertanahan, perpajakan dan peradilan.
Pada periode berikutnya, hadir Al-Ghazali dengan kitabnya yang berjudul Ihya
‘Ulum alDin. Bahasan ekonomi Al-Ghazali mencakup aspek luas, secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi: pertukaran dan evolusi pasar, produksi, barter dan
evolusi uang, serta peranan negara dan keuangan publik. Kemudian diikuti dengan
lahirnya Mohd Iqbal, dalam karyanya, Puisi dari Timur, ia menunjukkan tanggapan
Islam terhadap kapitalisme Barat dan reaksi ekstrem dari komunisme. Sedangkan
pada periode kontemporer hadirlah ekonom-ekonom, seperti Umer Chapra, Mannan
dan lain-lain.
Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran ekonomi Islam sudah lahir sejak jaman
Rasulullah, dan mempunyai aturan yang baik dan jelas. Banyak pemikiran-pemikiran
tersebut yang di adopsi oleh sistem perekonomian Barat, dan banyak pula yang
kemudian seperti terlahir dari Barat, karena banyak hal yang disemukan.24

D. Perbedaan Sistem Ekonomi Konvensional dan Sistem Ekonomi Islam

24
Aminal,”Perbandingan ekonomi konvensional dan ekonomi islam”,Turast: Jurnal penelitian & pengabdian
Vol.5, No.2, Juli-Desember 2017

17
            Muhammad Syafi'i Antonio, Ph.D salah seorang pakar ekonomi Isalam di
Indonesia menulis dalam salah satu bukunya,25 bahwa perekonomian masyarakat luas
– bukan hanya masyarakat muslim – akan menjadi baik bila menggunakan kerangka
kerja atau acuan norma-norma Islami. Islam mendorong penganutnya berjuang untuk
mendapatkan materi/harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti rambu-rambu
yang telah ditetapkan.

Pemikiran beliau tersebut menggugah kita untuk menelaah lebih dalam


tentang ekonomi Islam. Apa sebenarnya yang membedakan antara ekonomi Islam
dengan ekonomi konvensional “ala Barat” ? Apabila kita cermati lebih jauh, ternyata
terdapat perbedaan yang mendasar (fundamental different) antara ekonomi Islam dan
konvensional. Perbedaan-perbedaan yang mendasar tersebut dapat kita klasifikasikan
kedalam beberapa aspek, yaitu:

1.  Sumber (Epistemology)
Sebagai sebuah ad-din yang syumul, sumbernya berasaskan kepada
sumber yang mutlak yaitu al-Quran dan al-Hadits. Kedudukan sumber yang
mutlak ini menjadikan Islam itu sebagai suatu agama yang istimewa dibanding
dengan agama-agama ciptaan lain. Al-Quran dan al-Hadits ini menyuruh kita
mempraktekkan ajaran wahyu tersebut dalam semua aspek kehidupan
termasuk mu'amalah. Perkara-perkara asas mu'amalah dijelaskan di dalam wahyu
yang meliputi perintah dan larangan.
Perintah seperti makan dan minum menjelaskan tentang tuntutan
keperluan asasi manusia. Penjelasan Allah swt tentang kejadian-Nya untuk
dimanfaatkan oleh manusia, menunjukkan bahwa alam ini disediakan untuk
dibangun oleh manusia sebagai khalifah Allah.
Larangan-larangan Allah seperti riba, perniagaan babi, judi, arak dan lain-
lain karena perkara-perkara tersebut merusak fungsi manusia sebagai khalifah
tadi. Oleh karena itu, rujukan untuk menusia dalam semua keadaan termasuk
persoalan ekonomi ini adalah lengkap. Kesemuanya itu menjurus kepada suatu
tujuan yaitu keseimbangan rohani dan jasmani manusia berdasarkan tauhid.
Sedangkan ekonomi konvensional tidak bersumber atau berlandaskan wahyu.
Oleh karena itu ia lahir dari pemikiran manusia yang bisa berubah berdasarkan

25
Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syari'ah: Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani (Cet.ke-11), 2007,
hal.10

18
waktu atau masa sehingga diperlukan maklumat yang baru. Itu bedanya antara
sumber wahyu dengan sumber akal manusia atau juga dikenal sebagai falsafah
yang lepas bebas dari ikatan wahyu.

2.  Tujuan Kehidupan
Tujuan ekonomi Islam membawa kepada konsep al-falah. Falah berasal
dari bahasa Arab dari kata kerja aflaha-yuflihu yang berarti kesuksesan, kemulian
atau kemenangan. Dalam pengertian literal, falah adalah kemuliaan dan
kemenangan, yaitu kemuliaan dan kemenangan dalam hidup.
Istilah falah menurut Islam diambil dari kata-kata al-Quran,26 yang sering
dimaknai sebagai keberuntungan jangka panjang, dunia dan akherat, sehingga
tidak hanya memandang aspek material namun justru lebih ditekankan pada aspel
spiritual. Dalam konteks dunia, falah merupakan konsep yang multi dimensi. Ia
memiliki implikasi pada aspek perilaku individu/mikro maupun perilaku
kolektif/makro.
Tujuan yang tidak sama akan melahirkan implikasi yang berbeda.
Ekonomi konvensional tidak mempertimbangkan aspek ketuhanan dan
keakhiratan tetapi lebih mengutamakan untuk kemudahan manusia di dunia saja.
Oleh karena itu, ekonomi sekuler ini hanya bertujuan untuk kepuasan di dunia.
3.  Konsep Harta
Dalam Islam, harta yang dimiliki manusia bukanlah tujuan hidup tetapi
memiliki beberapa maksud dan tujuan, yaitu :
1) Harta sebagai amanah (as a trust) dari Allah swt. Manusia hanyalah pemegang
amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada. Dalam
istilah Einstein, manusia tidak mampu menciptakan energi; yang mampu
manusia lakukan adalah mengubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi
lain. Pencipta awal segala energi adalah Allah swt.

26
Dalam beberapa ayat menggunakan kata muflihun (QS. Al-Imran (3): 104; al-A'raf (7): 8 dan 157; at-Taubah
(9): 88; al-Mu'minun (23): 102; an-Nur (24): 51). Ayat yang lain menggunakan kata aflah ( QS. Al-Mu'minun
(23): 1; asy-Syams (91): 9).

19
2) Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan menusia bisa menikmatinya
dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. Manusia memiliki kecenderungan yang
kuat untuk memiliki, menguasai dan menikmati harta.
3) Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal cara
mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam
ataukah tidak.
4) Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan
melaksanakan muamalah di antara sesama manusia, melalui kegiatan zakat,
infak dan sedekah.
Tujuan hidup sebenarnya ialah seperti firman Allah swt dalam QS. Al-
An'am ayat 162:

    )۱۶۲ : ‫ (االنعام‬   َ‫اي َو َم َماتِي هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِمين‬ َ ‫قُلْ ِإ َّن‬
@َ َ‫صاَل تِي َونُ ُس ِكي َو َمحْ ي‬

"Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku


hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam."
 
Merealisasikan perintah Allah yang sebenarnya ini akan membawa kepada
ketenangan hidup yang hakiki. Setiap muslim percaya bahwa Allah swt
merupakan Pencipta yang mampu memberikan ketenangan hakiki. Maka dari itu
harta bukanlah tujuan utama kehidupan tetapi adalah sebagai jalan bagi mencapai
nikmat ketenangan kehidupan di dunia hingga alam akherat.
Hal ini berbeda dengan ekonomi konvensional yang meletakkan
keduniaan sebagai tujuan yang tidak mempunyai kaitan dengan Tuhan dan
akherat sama sekali. Untuk merealisasikan tujuan hidup, mereka membentuk
sistem-sistem yang mengikuti selera nafsu mereka guna memuaskan kehendak
materil mereka semata, tanpa memperdulikan nilai-nilai dogmatis normatif.
Mereka mengutamakan kepentingan individu dan golongan tertentu serta
menindas golongan atau individu yang lemah dan berprinsip siapa kuat dialah
yang berkuasa (survival of the fittest). Selain itu juga, dalam sistem ekonomi
konvensional manusia bebas untuk melakukan aktifitas ekonomi dengan motivasi
keuntungan (profit) dan kepemilikan pribadi (private ownership) yang sebesar-
besarnya.27

27
Muhammad Taqi Usmani, An Introduction To Islamic Finance, Pakistan: Maktaba Ma'ariful Qur'an, 2005,
hal. 17.

20
21
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pengertia ekonomi islam
Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang menyoroti
masalah perekonomian. Sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya. Hanya
dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar dalam setiap
aktifitasnya.

2. Tujuan dan prinsip dasar ekonomi islam


Tujuan Ekonomi Islam Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk:
a. Memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia.
b. Nilai Islam bukan semata hanya untuk kehidupan muslim saja tetapi seluruh
makluk hidup dimuka bumi.
c. Esensi proses ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang
berlandaskan nilai-nlai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah).

Prinsip-prinsip ekonomi Islam yang merupakan bangunan ekonomi Islam


didasarkan atas lima nilai universal yakni :
a. tauhid (keimanan),
b. ‘adl (keadilan),
c. nubuwwah (kenabian),
d. khilafah (pemerintah) dan
e. ma’ad (hasil).

3. Sistem ekonomi islam


Pemikiran ekonomi Islam sudah lahir sejak jaman Rasulullah, dan mempunyai
aturan yang baik dan jelas. Banyak pemikiran-pemikiran tersebut yang di
adopsi oleh sistem perekonomian Barat, dan banyak pula yang kemudian seperti terlahir
dari Barat, karena banyak hal yang disemukan.

4. Perbedaan sistem ekonomi konvensional dan sistem ekonomi islam


a. Sumber
b. Tujuan kehidupan

22
c. Konsep harta

B. SARAN
Dengan adanya pembahasan mengenai “Ekonomi Islam” di dalam makalah ini,
diharapkan para pembaca dapat memahami tentang Ekonomi Islam tersebut dan dapat
menjadi tambahan ilmu pengetahuan untuk para pembaca.

23
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Mujahidin, Ekonomi islam, (Pekanbaru: Al- Mujtahadah press, 2010), h.2-3.

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Guna Insani,

2005), h. 169

Burhanuddin Abdullah, Ekonomi islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008),

h.230-231

Thorik Gunara, Merketing Muhammad, (Bandung:Maddani Prima,2004), h.53

Buchari Alma, Manajemen Bisnis Syariah, (Bandung:Alfabeta,2009), h.118

At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, (Beirut: Dar-Al Kotob Al-Ilmiyah, 1987), h.355

Riv’ai Veitzal, Manajemen Sumber Daya Islami, (Jakarta: Raja Grafiindo Persada, 2009), h.8

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada, 2011), h. 14
Muhammad Abdul Manan, Islamic Economics, Theory and Practice, (India: Idarah
Adabiyah, 1980), h. 3.
Mustafa Edwin Nasution dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana,
2006), h. 16
Syed Nawab Haider Naqvi, Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, terj. M. Saiful Anam dan
Muhammad Ufuqul Mubin, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 28
Muhammad Abdul Mannan, Teori Dan Praktik Ekonomi Islam, (Yogyakarta : PT. Dana
Bhakti Wakaf, 1997), h. 20-22.
Abdul Mannan, Hukum Ekonomi Syari’ah Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama,
(Jakarta : Kencana Prenada Media Group), h. 29.
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: III T, 2002),h.17
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Wali Pers, 2007),h.14-15
Aminal,”Perbandingan ekonomi konvensional dan ekonomi islam”,Turast: Jurnal penelitian
& pengabdian Vol.5, No.2, Juli-Desember 2017
Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syari'ah: Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani
(Cet.ke-11), 2007, hal.10

24
Dalam beberapa ayat menggunakan kata muflihun (QS. Al-Imran (3): 104; al-A'raf (7): 8 dan
157; at-Taubah (9): 88; al-Mu'minun (23): 102; an-Nur (24): 51). Ayat yang
lain menggunakan kata aflah ( QS. Al-Mu'minun (23): 1; asy-Syams (91):
9)

Muhammad Taqi Usmani, An Introduction To Islamic Finance, Pakistan: Maktaba Ma'ariful


Qur'an, 2005, hal. 17.

25

Anda mungkin juga menyukai