Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEWIRAUSAHAAN

KEWIRAUSAHAAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Nur Fadhila Jaharuddin

70600116015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat dan
anugerah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah KEWIRAUSAHAAN
DALAM PERSPEKTIF ISLAM tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini dilakukan
sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah kewirausahaan di Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan praktikum ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
dijadikan bahan evaluasi.

Makassar, 28 Maret 2019


Penulis,

Nur Fadhila Jaharuddin

2
Daftar Isi

Sampul ................................................................................................................................. 1

Kata pengantar ..................................................................................................................... 2

Daftar isi .............................................................................................................................. 3

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 4


B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................................................. 4

BAB II Pembahasan

A. Konsep Kewirausahaan dalam Perspektif Islam ............................................................. 5


B. Bisnis Adalah Ibadah ...................................................................................................... 11
C. Perbedaan Ciri Bisnis Islam dan Non Islam ................................................................... 11
D. Konsep Rezeki dalam Islam ........................................................................................... 14

BAB III Penutup

A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 15
B. Saran ............................................................................................................................... 15

Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 16

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seorang manusia memiliki kebutuhan yang banyak dalam memenuhi aktivitas-
aktivitasnya. Kebutuhan manusia tidak hanya kebutuhan berupa barang saja melainkan
kebutuhan akan jasa. Kebutuhan akan barang dan jasa akan terpenuhi saat mereka memiliki
kemampuan untuk mencari lalu mengolahnya menjadi yang mereka butuhkan. Laba yang
diperoleh akan digunakan kembali untuk memenuhi kebutuhannya (penjual atau penyedia).
Kegiatan dengan keinginan mencari laba inilah disebut dengan bisnis.
Definisi dari bisnis sendiri adalah kegiatan yang terorganisir dimulai dengan input
berupa mengelola barang lalu diproses setelah itu menghasilkan output berupa barang
setengah jadi atau barang jadi, distribusikan kepada masyarakat dan dari distritribusi ini akan
diperoleh profit atau keuntungan. Al-Qur‟an menjelaskan tentang konsep bisnis dengan
beberapa kata yang diantaranya adalah kata: al Tijarah (berdagang,berniaga),al-bai’u
(menjual), dan tadayantum (muamalah).1
Islam menghalalkan kegiatan usaha perdagangan, perniagaan atau jual beli. Seorang
muslim dalam menjalankan usahanya dituntut untuk menggunakan cara yang khusus, ada
aturan yang mengatur bagaimana seharusnya seorang muslim menjalankan kegiatan
bisnisnya agar mendapatkan berkah dan ridha Allah SWT di dunia dan akhirat. Aturan bisnis
Islam, menjelaskan macam-macam etika yang harus dilakukan oleh para wirausaha muslim
dalam melaksanakan bisnis. Di harapkan dengan menggunakan dan patuh pada etika bisnis
Islam, seorang wirausaha muslim dapat menjaga usahanya lantaran selalu mendapat berkah
Allah SWT baik di dunia dan di akhirat. Etika bisnis Islam memberikan jaminan, baik kepada
pelaku bisnis tersebut maupun pembeli atau pelanggan, masing-masing akan mendapat
keuntungan sesuai dengan yang diinginkan dan dibutuhkan. Oleh karena itu, pada makalah
ini akan membahas mengenai bagaimana kewirausahaan dalam perspektif islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kewirausahaan dalam Perspektif Islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana kewirausahaan dalam perspektif Islam

4
BAB II

PEMBAHASAN

Islam sebagai agama Allah yang sempurna memberikan petunjuk kepada manusia
disegala bidang usaha yang halal, cara berusaha, dan bagaimana manusia harus mengatur
hubungan kerja dengan sesama mereka supaya memberikan manfaat yang baik bagi sesama
dan menciptakan kesejahteraan serta kemakmuran hidup manusia.2

Islam selalu memerintahkan umatnya untuk senantiasa bekerja secara halal, tetap
menjalin hubungan dengan orang lain untuk kepentingan dan keuntungan kehidupan
manusia. Oleh karena itu, dibidang usaha dan wiraswasta islam benar-benar memberi
prtunjuk yang jelas agar dapat dijadikan pedoman melakukan usaha dan wiraswasta yang
baik.2

A. Konsep Kewiirausahaan dalam Islam


Kewirausahaan kini menjadi sebuah fenomena yang menarik masyarakat, banyak orang
ingin menjadi wirausahawan dengan iming-iming keberlimpahan materi. Islam memang tidak
memberikan penjelasan secara spesifik mengenai konsep kewirausahaan (entrepreneurship),
namun keduanya memiiki hubungan yang cukup erat, memiliki jiwa atau roh yang sangat
dekat meskipun bahasa teknis yang berbeda. Dalam islam digunakan istilah kerja keras,
kemandirian (biyadihi), dan tidak cengeng. Dalam hadis dan Al-Qur’an juga dapat menjadi
rujukan pesan tentang semangat bekerja keras dan kemandirian ini seperti “Amal yang paling
baik adalah pekerjaan yang dilakukan dengan cucuran keringatnya sendiri, ‘amalurrajuli
biyadihi’’ ; “tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah” ; “al yad al ‘ulya khairun min al
yad al sufa’ (dengan bahasa yang sangat simbolik ini Nabi mendorong umatnya untuk kerja
keras supaya memiliki kekayaan, sehingga dapat memberikan sesuatu pada orang lain)2
Bekerja keras merupakan esensi dari kewirausahaan. Prinsip kerja keras, menurut
Wafiduddin adalah suatu langkah nyata yang dapat menghasilkan kesuksesan (rezeki), tetapi
harus melalui proses yang penuh dengan tantangan (resiko). Dengan kata lain, orang yang
berani melewati resiko akan memperoleh peluang rezeki yang besar. Kata rezeki memiliki
makna bersayap, rezeki sekaligus resiko. Dalam sejarah Nabi Muhammad, istrinya dan
sebagian besar sahabatnya adalah para pedagang dan entrepreneur mancanegara yang pawai.
Beliau adalah praktisi ekonomi dan sosok teladan bagi umat. Oleh karena itu, sebenarnya
tidaklah asing jika dikatakan bahwa mental entrepreneurship inheren dengan jiwa umat Islam

5
itu sendiri. Bukanlah islam adalah agama kaum pedagang, disebarkan ke seluruh dunia
setidaknya sampai abad ke-13 M, oleh para pedagang muslim.2
Dari aktivitas perdagangan yang dilakukan, Nabi dan sebagian besar sahabat telah
mengubah pandangan dunia bahwa kemuliaan seseorang bukan terletak pada kebangsawan
darah, tidak pula pada jabatan yang tinggi, atau uang yang banyak, melainkan pada
pekerjaan.2
Oleh karena itu, Nabi juga bersabda “Innallaha yuhibbul muhtarif” yang artinya
sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang bekerja untuk mendapatkan penghasilan.
Sementara Umar Ibnu Khattab mengatakan sebaliknya bahwa “Aku benci salah seorang di
antara kalian yang tidak mau bekerja yang menyangkut dunia”.2
Keberadaan islam di Indonesia juga disebarkan oleh para pedagang. Disamping
menyebarkan ilmu agama, para pedagang ini juga mewariskan keahlian berdagang khususnya
kepada masyarakat pesisir. Diwilayah Pantura, misalnya, sebagian besar masyarakatnya
memiliki basis keagamaan yang kuat, kegiatan mengaji dan berbisnis sudah menjadi suatu
istilah yang sangat akrab dan menyatu sehingga muncul istilah yang sangat terkenal jigang
(ngaji dan dagang). Sejarah juga mencatat sejumlah tokoh islam terkenal yang juga sebagai
pengusaha tangguh yaitu Abdul Ghani Aziz, Agus Dassad, Djohan Soetan, Perpatih, Jhohan
Soelaiman, Haji Samanhudi, Haji Syamsuddin, Niti Semito, dan Rahman Tamin.2
Apa yang tergambar diatas, setidaknya dapat menjadi bukti nyata bahwa etos bisnis
yang dimiliki oleh umat Islam sangatlah tinggi atau dengan kata lain, islam dan berdagang
ibarat dua sisi dari satu keping mata uang. Benarlah apa yang disabdakan oleh Nabi,
“Hendaklah kamu berdagang karena didalamnya terdapat 90 persen pintu reseki”.2
Jika ditinjau dari asal katanya, entrepreneurship merupakan istilah bahasa perancis
yang memiliki arti “between taker “ atau “go-between”. Contoh yang sering digunakan
untuk menggambarkan pengertian “go between” atau “perantara” ini adalah pada saat
Marcopolo yang mencoba merintis jalur pelayaran dagang ke timur jauh. Untuk melakukan
perjalanan dagang tersebut, Marcopolo tidak menjual barangnya sendiri. Dia hanya
membawa barang seorang pengusaha melalui penandatanganan kontrak. Dia setuju
menandatangani kontrak untuk menjual barang dari pengusaha tersebut. Dalam kontrak ini
dinyatakan bahwa si pengusaha memberi pinjaman dagang kepada Marcopolo. Dari
penjualan barang tersebut, Marcopolo mendapat bagian 25%termasuk asuransi. Adapun
pengusaha memperoleh keuntungan lebih dari 75%. Segala macam risiko dari perdangangan
tersebut ditanggungoleh pedagang, dalam hal ini Marcopolo. Jadi masa iru wiraswasta
digambarkan sebagai usaha, dalam hal contoh ini perdagangan, yang menggunakan modal

6
orang lain, dan memperoleh bagian (yang lebih kecil daripada pemilik modal) dari usaha
tersebut. Disini, segala risiko usaha tersebut menjadi tanggungan wiraswastawan. Pemilik
modal tidak menanggung risiko apa pun.2
Jika kita ikut perkembangan makna pengertian entrepreneurship, memang mengalami
perubahan, namun sampai saat ini, pendapta Joseph Schumpeter pada 1912 masih diikuti
banyak kalangan, karena lebih luas. Menurut Schumpeter, seorang entrepreneurship tidak
selalu pedagang (businessman) atau seorang menejer; ia adalah orang uni yang
berpembawaan pengambil risiko dan memperkenalkan produk-produk inovatif dan teknolohi
baru ke dalam perekonomian.2
Rasulullah SAW sangat menghargai orang yang giat bekerja dan mempunyai etos kerja
yang tinggi. Rasulullah SAW yang mulia dikabarkan mencium tangan sahbat Saad bin
Muadz tatkala melihat tangan Saad sangat kasar akibat bekerja keras, seraya berkata,
“Kaffani yuhubbuhumallau ta’ala ” inilah dua tangan yang dicintai Allah ta‟ala‟. Bila orang
yang giat bekerja dipuji, sebaliknya Islam juga sangat mencela orang malas. Suatu ketika
sahabat Umar bin Khattab datang ke masjid diluar waktu shalat lima waktu. Dilihatnya ada
dua orang yang terus menerus berdo‟a di masjid Umar menghampiri mereka seraya bertanya
“sedang apa kalian, sedangkan orang-orang di sana kini tengah sibuk bekerja?”, mereka
menjawab, “Yaa Amirul Mu‟miniin, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
bertawakkal kepada Allah.” Mendengar perkataan itu marahlah Umar “kalian adalah orang-
orang yang malas bekerja sedangkan langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak.3
Dalam konsep Islam kegiatan yang berkaitan dengan kewirausahaan harus memiliki
beberapa point penting, yang dipaparkan berikut ini :
1. Mencapai target hasil : profit materi dan benefit non-materi
Seorang pengusaha islam membentuk suatu usaha baru dengan tujuan yang tidak
hanya mencari profit (qimah madhiyah atau nilai materi) setinggi tingginya, tetapi harus
juga memperoleh dan memberikan benefit (manfaat) non-materi kepada internal usahanya
dan eksternal (lingkungan masyarakat), seperti terciptanya suasana persaudaraan,
kepedulian sosial, dan sebagainya. Benefit yang dimaksud tidaklah semata memberikan
manfaat kebendaan, juga dapat bersigat non-materi. Islam memandang bahwa suatu amal
perbuatan tidak hanya berorientasi pada qimah madiyah. Masih ada tiga orientasi lainnya,
yakni qimah insaniyah, qimah khuluqiyah dan qimah ruhiyah. Dengan orientasi qimah
insaniyah, berarti pengelola usaha (wirausahawan) juga dapat memberikan manfaat yang
bersifat kemanusiaan melauli membuka kesempatan kerja sehingga mengurangi
jumlah pengangguran, bantuan sosial (sedekah) sehingga dapat meratakan pendapatan

7
masyarakat khususnya menegah kebawah, dan bantuan lainnya. Qimah
khuluqiyah mengandung pengertian bahwa nilai-nilai akhlaqul karimah (khlak mulia)
menjadi suatu kemestian yang harus muncul dalam setiap aktivitas pengelolaan usaha,
misalnya dapat mengelola produk-produk dengan bahan baku dan cara perolehan yang
halal dan thayib, bersaing dengan perusahaan atau usaha lain dengan cara yang sehat dan
dapat menjalin hubungan ukhuwah baik dengan karyawan maupun dengan mitra bisnis
yang lain. Qimah ruhiyah berarti perbuatan tersebut atau usaha yang dilakukannya
dimaksudkan untuk mencari keberkahan dan keridhaan Allah SWT. 3,4
2. Menegakkan Keadilan dan Kejujuran
Keadilan dan kejujuran merupakan hal yang sangat dijunjung dalam Islam sebagai
pengusaha dalam melayani membelinya. Muhammad SAW telah memberikan contoh
berdagang dengan cara mengutamakan kejujuran keadilan, artinya tidaklah ada bagian dari
barang yang dijualnya baik komposisi, kualitas dan harganya yang Ia sembunyikan,
dengan sikap kejujuran beliau para pelanggannyapun merasa senang dan puas. Sikap jujur
dan adil pada hakikatnya akan melahirkan kepercayaan (trust) dari pihak pelanggan.
Rasulullah SAW bersabda : “Pedagang yang jujur lagi terpercaya adalah bersama-sama
nabi, orang-orang shiddiqiin, dan para syuhada.” (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majjah).4,5
3. Ihsan dan Jihad dalam Bekerja
Islam tidak semata-mata memerintah kerja dan berusaha, tetapi juga memerintahkan
bekerja dengan profesional dan bersungguh-sungguh. Hendaknya seorang muslim bekerja
dengan ketekunan, kesungguhan, konsisten, dan kontinue. 6
Ihsan dalam bekerja bukan perkara sunat, bukan keutamaan, bukan pula urusan spele
dalam pandangan Islam, tetapi suatu kewajiban agama bagi setiap muslim. Dalam sebuah
hadits sahih dikemukakan :

“Sesungguhnya Allah mewajibkan ihsan (baik) dalam segala hal. Jika kalian membunuh
(hewan), maka bunuhlah dengan baik, jika menyembelih, sembelihlah dengan cara yang
baik. Hendaknya seseorang diantara kamu menajamkan pisaunya dan menistirahatkan
sembelihannya.”5
Barangsiapa yang menyianyiakan ihsan di dalam bekerja, maka sungguh ia telah
menyia-nyiakan kewajiban agama, kewajiban bagi hamba-Nya yang mu‟min. Rasulullah
bersabda :

8
“Sesungguhnya Allah mencintai jika seseorang melakukan seuatu pekerjaan hendaknya
dilakukannya secara itqan (profesional).”
4. Prinsip Kehati-hatian 5,6
a. Hati-hati dalam Bersumpah
Rasulullah SAW berpesan :
“Jauhilah oleh kalian semua sumpah-sumpah dalam berdagang, karena ia akan
membuat laris dagangan, tetapi akan menghilangkan keberkahan laba.”
b. Hati-hati dalam Berpromosi
Rasulullah SAW berpesan :
“Meyakinkan pembeli dengan berbohong adalah haram” (H.R. Ath Thabrani).
5. Amanah
Amanah juga dinilai yang amat sangat penting dalam kewirausahaan. Amanah
merupakan salah satu sifat mulia para nabi dan para rasul. Rasulullah sendiri telah
menunjukkan contoh terbaik sehingga digelar Al-Amin. Allah berfirman: “Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
apabila menetapkan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila menetapkan
hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil”. (QS. An-Nisa’:58)
Allah telah mendidik Nabi Muhammad Saw supaya bersifat amanah melalui
pekerjaan beliau sebelum beliau menjadi pedagang yaitu sebagai pengembala kambing.
Sifat inilah yang mendorong Siti Khadijah sehingga sanggup melimpahkan tanggungjawab
besar dan memilih Rasulullah untuk mengurus barang dagangannya ke Syam. Sebagai
alasan keberhasilan Rasulullah Saw yang mendapat keuntungan paling besar berbanding
dengan pedagang lainnya, Siti Khadijah kagum dan terus meminang beliau dan menikah
dengan beliau.3
6. Sabar
Sifat sabar juga merupakan sifat para Rasul dan Nabi-nabi. Ini dijelaskan dalam
maksud ayat berikut ini: “Dan sesungguhnya telah didustakan rasul-rasul sebelum kamu,
akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan terhadap mereka,
sampai datang pertolongan Allah kepada mereka” (QS. Al-An’am:34)
Sebagai manusia biasa, para usahawan dituntu untuk senantiasa memohon kepada
Allah agar senantiasa diperteguhkan kesabaran dalam menghadapi berbagai masalah.

9
Sabar dalam Islam mencakup dalam melaksanakan perintah dan sabar dalam
meninggalkan segala larangan Allah Swt. Alaah berfirman yang artinya: “Hai orang-
orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah:153)
7. Bertanggung Jawab
Wirausahawan muslim haruslah memiliki sifat amanah atau terpercaya dan
bertanggung jawab. Dengan sifat amanah wirausahawan muslim akan bertanggungjawab
atas segala yang dia lakukan dalam hal muamalahnya. Bertanggungjawab dengan selalu
menjaga hak-hak manusia dan hak-hak Allah dengan tidak melupakan kewajiban sebagai
manusia sosial dan makhluk ciptaan Allah Swt. Konsep tanggung jawab adalah konsep
yang berkaitan dengan konsep kebebasan. Kebebasan yang dilakukan seseorang akan
dimintai pertanggungjawaban, semakin luas kehendak bebas yang dilakukan maka
semakin luas pula tanggung jawab moral yang akan dia jalani. Tanggung jawab
mempunyai kekuatan yang dinamis dalam kehidupan sosial masyarakat. Dengan adanya
konsep tanggung jawab manusia akan sangat berhati-hati dengan apa yang dia lakukan
karena segala perbuatan mengandung konsekuensi yang harus dijalankan. Islam juga
memberikan kebebasan pada pemeluk agamanya dengan konsekuensi yang harus dia
lakukan sendiri.3,5
8. Produk Yang dijula Halal dan Tidak melakukan praktek mal bisnis
Perinsip yang harus dipegang oleh seorang pembisnis muslim adalah menjual
barang/produk halal. Predikat halal harus dipenuhi oleh setiap produk/barang yang kita
konsumsi. Predikat ini harus dinilai dari cara mendapatkanya dan kehalalan barang itu
sendiri. Misalnya, dari penilaian cara mendapatkanya, suatu barang akan menjadi haram
jika cara mendapatkanya dengan cara mencuri, walaupun barang itu adalah barang yang
memang dihalalkan. Selain itu, suatu barang dikatakan haram memang karena barang itu
telah dinyatakan haram oleh Allah dalam Al-Quran dan hadist seperti babi, minuman keras
dan lain-lain. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim sekaligus pembisnis, kita harus
peduli terhadap hal ini. Kita harus membeli dan menjual barang halal.3,5
Praktek mal bisnis adalah praktek-praktek bisnis yang tidak terpuji karena
merugikan pihak lain dan melanggar hukum yang ada. Perilaku yang ada dalam praktek
bisnis mal sangat bertentangan dengan nila-nilai yang ada dalam Al-Qur‟an.5,6
9. Konsep Ubudiyah
Islam sebagai agama yang Syumul tidak memisahkan segala urusan perdagangan
dengan nilai-nilai agama. Perniagaan bukan saja dianggap sebagai pekerjaan atau profesi

10
semata, tetapi juga memiliki nilai ibadah dalam ajaran Islam dan akan mendapat pahala
dari Allah Swt. Karena berniaga sama halnya dengan menggapai riski Allah yang
dikaruniakan untuk masing-masing hambanya. Hanya saja jangan sampai dalam
menggapai riski Allah tersebut melenakan atau melalaikan ibadah lai. Sehingga usahawan
muslim tidak boleh menjadikan keuntungan material sebagai standar kesuksesan disisi
Allah Swt. Kefahaman dan penghayatan konsep ubudiah ini akan memberikan dampak
nyata dalam prestasi seorang individu.3
10. Kreatif dan Inovatif
Kreatif artinya memiliki kemampuan untuk membuat atau menciptakan,
menghasilkan dan mengembangkan sesuatu ide asal. Sedangkan inovasi adalah sifat yang
berarti menemukan hal baru dalam sesuatu ide yang sudah ada. Seorang pengusaha harus
selalu mengenal peluang, memiliki ide kreatif dan inovatif. Sifat inovatif ini sangat
ditekankan dalam Islam mengingat bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dibumi ini
adalah untuk dimanfaatkan oleh manusia. Hal ini dinyatakan dalam ayat yang dimaksud
“Dialah (Allah) yang menjadikan untuk kamu segala sesuatu yang ada dibumi” (QS. Al-
Baqarah: 29). Ayat ini menjelaskan bahwa segala sesuatu ini untuk dimanfaatkan manusia
yang berarti manusia diharapkan mengasah daya fikirnya supaya mampu mengubah
sumber daya alam menjadi produk yang dapat memenuhi kebutuhan mereka.3
B. Bisnis Adalah Ibadah
Ibadah diartikan sebgai pengadbian diri kepada Allah Swt yaitu dalam melaksanakan
segala aktifitas seharian seorang hamba (umat Islam) tidak lepas dari menggapai ridha Allah
Swt dan cintanya. Umat Islam sudah berikrar sejak dialam ruh menggapai ridha Allah swt
dan Dai adalah Tuhan Yang patut disembah. Sehingga segala perintah harus dilaksanakan
dan menjauhi larangannya. Dalam sebuah hadits menyatakan:5,6
“Semua perbuatantergantung niatnya, dan pahal bagi tiap-tiap(perbuatan) orang
menurut apa yang diniatkannya: Siapa yang niat berhijrah karena dunia yang ingin
digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah
menurut apa yang diniatkannya”
Bisnis adalah bagian hidup umat Islam yang harus ditujukan kepada Allah Swt dan
sebagai ladang kebaikan. Niat yang baik akan membawa perilaku yang baik kepada sesama
dan juga memperoleh ibadah disisiNya.
C. Perbedaan Ciri Bisnis Islam dan Non-Islam
Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma menyebutkan
ciri-ciri dari bisnis Islam dan bisnis non-Islam dalam sebuah ilustrasi sebagai berikut:3,4

11
Islam Ruang Lingkup Non-Islami

Aqidah Islam Asas Sekularisme (nilai-nilai


materialisme)
Dunia-akherat Motivasi Dunia
Profit dan benefet
Profit, pertumbuhan,
keberlangsungan, Orientasi
keberlangsungan
pertumbuhan, keberkahan
Bisnis adalah kebutuhan
Bisnis bagian dari ibadah Etos Kerja
duniawi
Maju dan produktif, Maju dan produktif
konsekuensi keimanan dan Sikap Mental sekaligus konsumtif,
manifestasi kemusliman konsekuensi aktualisasi diri
Cakap dan ahli dibidangnya,
Cakap dan ahli Keahlian konsekuensi dari motivasi
reward dan punishment
Tergantung kemauan
individu (pemilik modal),
Terpercaya dan amanah Amanah
tujuan menghalalkan segala
cara.
Halal Modal Halal dan haram
Sesuai akad kerja atau
Sesuai akad kerja SDM sesuai keinginan pemilik
modal
Halal dan haram Halal dan
Halal Sumber Daya
haram
Visi dan misi terkait erat Visi dan misi ditetapkan
dengan misi penciptaan Menejemen Strategik berdasarkan pada
manusia di dunia kepentingan material
Tidak ada jaminan halal
bagi setiap input, proses dan
Jaminan halal setiap input, output, mengedepankan
proses dan output, Menejemen Operasi produktivitas dalam koridor
produktivitas Islami manfaat. Tidak ada jaminan
halal bagi setiap input,
proses dan output,

12
mengedepankan
produktivitas dalam koridor
manfaat
Jaminan halal bagi setiap Tidak ada jaminan halal
masukan, proses dan Menejemen Keuangan bagi setiap masukan, proses
keluaran keuangan dan keluaran keuangan
Pemasaran dalam koridor Pemasaran menghalalkan
Menejemen Pemasaran
jaminan halal segala cara
Profesionalisme dan
SDM profesional, SDM
berkepribadian Islami, SDM
adalah faktor produksi,
adalah pengelola bisnis, Menejemen SDM
SDM bertanggungjawab
bertanggung jawab pada
pada diri dan majikan
diri, majikan dan Allah Swt
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa ciri-ciri dari bisnis Islam sangatlah berbeda
dengan bisnis konvensional yang hanya mengejar keuntungan saja. Sedangkan dalam bisnis
yang berdasarkan syariah, pelaku bisnisnya sangat berhati-hati dalam melakukan kegiatan
bisnisnya. Dari asas sampai menejemen SDM yang digunakan, bisnis berbasis syariah selalu
menjalankan kewajiban dan haknya antar sesama manusia dan kepada Allah SWT.
Pengaturan kegiatan ekonomi Islam dalam hal berbisnis, menggunakan Instrumen hukum
menurut agama Islam agar kegiatan usaha berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada
dalam agama Islam. Larangan dalam persaingan usaha dapat dilihat dari instrumen fiqih
muamalah, larangan- larang tersebut yaitu:7
1. Larangan menimbun harta. Seorang pedagang tidak boleh menimbun barang dagangannya
untuk dijual kembali dengan harga yang jauh lebih tinggi.
2. Larangan menetapkan harga. Menurut agama Islam harga yang ada dipasar ditentukan
oleh pasar sendiri bukan oleh penjual barang tersebut.
3. Tidak boleh menetapkan harga barang dagangan dibawah harga yang ada dipasar.
4. Jual beli yang bersyarat ( ta’alluq ).
Islam menghalalkan kegiatan usaha perdagangan, perniagaan atau jual beli. Seorang
muslim dalam menjalankan usahanya dituntut untuk menggunakan cara yang khusus, ada
aturan yang mengatur bagaimana seharusnya seorang muslim menjalankan kegiatan
bisnisnya agar mendapatkan berkah dan ridha Allah SWT di dunia dan akhirat. Aturan bisnis
Islam, menjelaskan macam-macam etika yang harus dilakukan oleh para wirausaha muslim

13
dalam melaksanakan bisnis. Di harapkan dengan menggunakan dan patuh pada etika bisnis
Islam, seorang wirausaha muslim dapat menjaga usahanya lantaran selalu mendapat berkah
Allah SWT baik di dunia dan di akhirat. Etika bisnis Islam memberikan jaminan, baik
kepadapelaku bisnis tersebut maupun pembeli atau pelanggan, masing-masing akan mendapat
keuntungan sesuai dengan yang diinginkan dan dibutuhkan.
D. Konsep Rezeki Dalam Islam
Rezki mengandung konsep yang sangat luas dalam Islam, tidak hanya dari sekedar
harta kekayaan seperti emas, uang, sawah, mobil, gedung dan lainnya, namun rezeki pula
dapat berupa suasana hati yang tentram, pemahaman suatu ilmu, dipercaya banyak orang,
kesehatan jasamani maupun rohani, lingkungan yang nyaman, cuaca yang cerah, akhlak
yang baik, dapat berguna dan menolong sesama manusia, khusyuk dan sebagainya. Dengan
demikian rezeki adalah seluruh kenikmatan yang dapatdiperoleh seseorang akan manfaatnya,
bukan hanya dunia tapi juga untuk akhirat kelak. Adapun segala harta kekayaan dunia hanya
merupakan titpan Allah dan akhirnya akan kembali kepada Allah Swt.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Islam menghalalkan kegiatan usaha perdagangan, perniagaan atau jual beli. Seorang
muslim dalam menjalankan usahanya dituntut untuk menggunakan cara yang khusus, ada
aturan yang mengatur bagaimana seharusnya seorang muslim menjalankan kegiatan
bisnisnya agar mendapatkan berkah dan ridha Allah SWT di dunia dan akhirat sebagaiaman
cerminan konsep berdagang yang pernah dilakukan oleh Rasullullah Saw.
Dalam konsep Islam kegiatan yang berkaitan dengan kewirausahaan harus memiliki
beberapa point penting, yakni: mencapai target hasil : profit materi dan benefit non-materi,
menegakkan Keadilan dan Kejujuran, Ihsan dan Jihad dalam Bekerja , Prinsip Kehati-hatian,
Amanah, Sabar, Bertanggung Jawab, Produk Yang dijula Halal dan Tidak melakukan praktek
mal bisnis, Konsep Ubudiyah serta Kreatif dan Inovatif.
Bisnis pula diartikan sebgai pengadbian diri kepada Allah Swt yaitu dalam
melaksanakan segala aktifitas seharian seorang hamba (umat Islam) tidak lepas dari
menggapai ridha Allah Swt dan cintanya.
B. Saran
Hendaklah para pengusaha mengerti bagaimana islam memandang kewirausahaan dan
apa saja kiat bisnis atau usaha yang sesuai dengan ajaran Islam sebagaiman yang telah
dilakukan oleh Rasulullah Saw.

15
Daftar Pustaka

1. Zaroni, Akhmad Nur. Bisnis Dalam Perspektif Islam (Telaah Aspek Keagamaan Dalam
Kehidupan Ekonomi), Mazahib Vol. IV, No. 2, Desember 2007, h. 177-179.
2. Anwar, Muhammad. Pengantar Kewirausahaan Teori dan Aplikasi. Edisi I. Jakarta:
Kencana; 2014
3. Yusanto, MI., M. Karebet Widjajakusuma. Menggagas Bisnis Islami. Jakarta: Gema
Insani Press; 2002. hlm.9
4. Afif, Mufti. Kewirausahaan Ditijau Dari Perspektif Islam. Raisal Vol III No 1. Januari-
Juni 2016
5. Trim, Bambang. Business Wisdom of Muhammad SAW : 40 Kedahsyatan Bisnis Ala Nabi
SAW. Bandung: Madania Prima; 2008.
6. Qaradhawi, Yusuf. Daurul Qiyam wal Akhlaq fil Iqtishadil Islami. Kairo : Maktabah
Wahbah; 1995.
7. Rokan, Mustafa Kamal. Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di Indonesia,
Edisi Pertama. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

16

Anda mungkin juga menyukai