Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Hukum Bisnis Syariah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..................................................................3
A. Latar Belakang...............................................................................3
B. Rumusan Masalah..........................................................................3
C. Tujuan Masalah..............................................................................4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................5
BAB I
2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerja adalah kata yang tidak bias dipisahkan dari kehidupan manusia di
dunia ini. Islam memberikan ruang yang sedemikian luas dan menganggap
penting semua kerja yang produktif. Kerja yang produktif diberikan dalam
sebuah ibadah untuk memberikan kesempatan tersebut. Dalam pandangan
Abdul Hadi, kerja manusia adalah sumber nilai yang riil. Jika seseorang tidak
memiliki pekerjaan, maka dia tidak akan berguna dan tidak memiliki nilai,
adalah sebuah ungkapan yang telah diproklamirkan Islam sejak lebih dari satu
milineum yang lalu sebelum para ahli ekonomi klasik menemukan fakta-fakta
yang ada. Dalam pandangan Al-Qur’an, kerja dan amal adalah yang
menentukan posisi dan status seseorang dalam kehidupan. Kerja adalah satu-
satunya kriteria, disamping Iman, dimana manusia bias dinilai untuk
mendapatkan pahala, penghargaan, dan ganjaran.
Bisnis dalam kehidupan ini merupakan kegiatan yang sangat penting bagi
masyarakat dalam menjalani kehidupan mereka. Sekarang ini bisnis banyak
dilakukan dengan cara-cara yang tidak benar, tidak ada kejujuran dalam
menjalani kegiatan tersebut. Banyak kekurangan yang terjadi dalam dunia
bisnis dan bagian-bagian yang berkaitan dengan bisnis tersebut. Oleh karena
itu dalam makalah ini kita akan membahas bekerja dan berbisnis dalam
pandangan Islam.
B. Rumusan Masalah
3
7. Bagaimana upaya mencapai bisnis secara syariah ?
8. Bagaimana mekanisme berbisnis secara syariah ?
9. Bagaimana prinsip bersaing dalam bisnis syariah secara sehat ?
C. Tujuan Pembahasan
BAB II
4
PEMBAHASAN
5
c. Umar bin Khattab r.a., menghimbau agar kaum muslimin untuk
memperbaiki ekonomi mereka dengan melakukan kegiatan
yang produktif.
d. Umar bin Khattab r.a., memberi dukungan maknawi dan materi
terhadap seseorang yang sedang atau ingin melakukan kegiatan
produksi.
e. Umar bin Khattab r.a., bukan saja mengimbau menusia untuk
melakukan kegiatan produksi, namun beliau sendiri melakukan
kegiatan produksi.
f. Umar bin Khattab r.a., menghimbau kepada wali anak yatim
agar meniagakan harta anak yatim sehingga makin
berkembang.1
1
Mardani, Hukum Bisnis Syariah (Jakarta: PrenadaMedia Group,2014), hal. 76.
6
5. Dilarang pembelanjaan harta dalam bentuk hura-hura.
6. Dilarang pembelanjaan harta secara berlebihan untuk hal yang mubah.
7. Seorang Muslim harus yakin bahwa menafkahkan harta untuk berinfak
tidak akan membuatnya miskin, karena Allah menjanjikan akan
mengganti harta yang diinfakkan
8. Investasi yang paling menguntungkan adalah infak di jalan Allah.
7
yaitu : “Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah S.A.W.
melarang kami untuk menshalatkan orang yang mempunyai utang,
tetapi tidak meninggalkan harta untuk melunasinya.” Dalam Hadis
lain : “Orang yang mati sahid diampuni dosanya, kecuali utang.” (HR.
Muslim dari Ibnu Umar).2
B. Jenis dan Bentuk Bisnis
2
Mardani, Hukum Bisnis Syariah (Jakarta: PrenadaMedia Group,2014), hal. 88.
3
Mahmudah, Isam dan Bisnis Kontemporer, ( jember: Stain Jember Press, 2014 ), 15-16.
8
Pada masa dulu, kegiatan bisnis ini dilakukan pada tingkat
keluarga, secara tertutup. Keluarga-keluarga pada saat itu menanam
tanaman guna memenuhi kebutuhan bahan makanan, membuat pakaian
sendiri, membuat rumah sendiri degan bantuan tetangga dan sebagainya.
Usaha mereka terbatas hanya pada bidang yang sangat kecil. Pada saat
itu beum terpikirkan oleh mereka untuk membuat usaha yang bersifat
komersial, degan meminjam modal untuk produksi berskala besar.
Etos berasal dari bahasa yunani, dapat diartikan sesuatu yang dapat
diyakini, cara berbuat, sikap serta persepsi terhadap nilai bekerja. Adapu
etos kerja adalah sikap atau pandangan terhadap kerja yang dimiliki
seseorang, suatu kelompok mausia atau suatu bangsa.5
Dalam ungkapan lain, etos kerja dalam islam adalah cara kerja
yang diyakini seorang muslim bahwa bukan hanya untuk memuliakan
dirinya, atau untuk menampakkan kemanusiannya, tetapi juga sebagai
manifestasi amal sholeh, karena ia memiliki ibadah yang sangat luhur.
4
Buchori Alma, Manajemen Bisnis Syariah, ( Jakarta: Alfabeta, 2009 ), 116.
5
Mardani, Hukum Bisnis Syariah, ( Jakarta: Prenada Media Group, 2014 ), 88.
9
6. Memiliki komitmen dan mereka tidak mengenal kata menyerah dalam
bekerja.
a. Kafa’ah, yaitu cakap atau ahli dalam bidang pekerjaan yang dilakukan.
Kafa’ah dapat diperoleh melalui:
1. Pendidikan.
2. Pelatihan dan
3. Pegalaman.
b. Himmatul ‘amal, yaitu memiliki semangat atau etos kerja yag tinggi.
Himmatul ‘amal diraih dengan jalan menjadikan motivasi ibadah sebagai
pendorong utama dalam bekerja.
c. Amanah, diperoleh dengan menjadikan tauhid sebagai pengontrol utama
tingkah laku.
Sifat amanah akan melahirkan pekerja atau pebisnis yag mempunyai sifat
dan sikap sebagai berikut:
1. Tidak memberi hadiah atau komisi dalam lobi bisnis.
2. Tidak makan riba.
3. Tidak ingkar janji.
4. Input, proses, output bebas dari barang dan jasa haram.
5. Tidak suap.
6. Tidak menipu.
7. Tidak korupsi.
8. Tidak dzalim.
1. Kejujuran.
2. Kepercayaan.
10
3. Ketulusan.6
1. Menerima upah/gaji.
a. Hadits, Apabila sala seorang diantara kalian mengontrak ( tenaga )
seorang ajir ( pekerja/pegawai ) hendakah ia memberitahukan tentang
upahnya. ( H.R Ad-Daruquthni dari Ibnu Mas’ud )
b. Hadits, Nabi SAW melarang mengotrak seorang ajir hingga upanya jelas
bagi ajir tersebut. ( H.R Ahmad dari Abu Sa’id ).7
2. Dalam kotrak perjanjian kerja, hendaklah ditetapkan jenis pekerjaannya,
da tidak boleh dibebani dengan pekerjaan yang diluar kapasitasnya.8
3. Memperoleh pembinaan SDM muslim.
Pembinaan dimaksud bertumpu pada tiga aspek.
a. Syakhshiyah islamiyah atau kepribadian muslim.
Yaitu,perpaduan antara aqliyah islamiyah dan nafsiyah islamiyah.
Aqliyah islamiyah adalah berfikir dengan asas islam atau berfikir
dengan menjadikan islam sebagai satu-satunya standart umum bagi
segala pemikiran tentang kehidupan. Adapun nafsiyah islamiyah
adalah sikap jiwa yang menjadikan segaa kecendrungan
berpedoman pada asas islam, atau menjadikan islam sebahai satu-
satunya standart umum bagi segala pemuasan kebutuhan manusia.
b. Skill dan keahlian dan keterampilannya.
Pembinaan keahlian dan keterampilan dilaksanakan sebagai proses
yang berkelanjutan melalui pendidikan da pelatihan.
c. Pembinaan kepemimpinan.
Rasulullah bersabda: “ Ketahuilah bahwa setiap kamu adalah
pemimpi dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas
6
Mardani, Hukum Bisnis Syariah, ( Jakarta: Prenada Media Group, 2014 ), 89-90.
7
Mardani, Hukum Bisnis Syariah, ( Jakarta: Prenada Media Group, 2014 ), 91.
8
Mardani, Hukum Bisnis Syariah, ( Jakarta: Prenada Media Group, 2014 ), 92.
11
kepemimpinannya. Setiap kepala Negara adalah pemimpin dan ia
bertanggung jawab atas kepemimpinannya ( rakyat ). Seorang
perempuan adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan
anak-anaknya, ia bertanggung jawab atas kepemimpinannya.
Seorang pelayan/hamba sahaya adalah pemimpin atas harta
tuannya dan ia bertanggung jawab atas kepemimpinannya.
Ketahuilah bahwa setiap kamu dala pemimpin dan masing-masing
mempertanggung jawabkan kepemimpinannya.. ( H.R Bukhari,
Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dari Ibnu Umar ).9
E. Tujuan Bekerja Dalam Islam
Dalam ekonomi islam, perspektif kerja dan produktivitas adalah utuk
mencapai tiga sasara, yaitu :
1. Mencukupi kebutuhan hidup ( al-asyba’ ).
2. Meraih laba yang wajar ( al-arbah )
3. Menciptaka kemakmuran lingkungan sosial maupun alamiah ( al-a’mar )
12
3. Bekerja untuk kemaslahatan masyarakat.
4. Bekerja untuk kemanfaatan seluruh makhluk hidup.
5. Bekerja untuk memakmurkan bumi.
6. Bekerja untuk kerja.10
F. Sifat dan Karakter Yang Dibutuhkan Oleh Pebisnis (Syari’ah)
Untuk menjadi seorang pebisnis yang berhasil diperlukan sekian banyak
syarat, utamanya yang berkaitan dengan sifat dan karakter. Tanpa menghiasi
dengannya, maka seseorang tidak akan berhasil dalam upaya menjadi pebisnis
yang sukses. Sifat dan karakter itu misalnya :
1. Mulailah dengan niat yang baik.
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda : “Sesungguhnya amal itu harus
dengan niat.”
2. Jadilah produktif.
3. Utamakan yang paling penting.
4. Berpikirlah untuk menang bersama (win-win).
5. Usahakanlah memahami pihak lain sebelum berusah memberi
pemahaman.
6. Wujudkan sinergi.
7. Asahlah diri.
Menurut M. Azrul Tanjung et al., ada beberapa sifat yang harus di miliki
pebisnis ketika akan melakukan usaha, yaitu :
1. Niat, yaitu hanya untuk ibadah kepada Allah S.W.T.
2. Mencari pekerjaan yang halal. Hal ini sesuai dengan firman Allah
S.W.T.
3. Bersungguh-sungguh dan tidak putus asa.
4. Bekerja dengan jujur. Hal ini sesuai dengan Hadis Rasulullah S.A.W :
“Hendaklah kamu berpegang kepada kebenaran, karena
sesungguhnya kebenaran itu mengarah kepada kebaikan, dan
kebaikan itu membawa ke surga; dan hendaklah kalian bersifat benar
10
Mardani, Hukum Bisnis Syariah, ( Jakarta: Prenada Media Group, 2014 ), 94-95.
13
dan memilih kebenaran hingga tertulis di sisi Allah sebagai orang
yang sangat benar; dan hendaklah kalian jauhi kedustaan, karena
sesungguhnya kedustaan itu mengarah kepada kedurhakaan, dan
kedurhakaan membawa ke neraka; dan janganlah tetap berdusta dan
memilih kedustaan hingga tertulis di sisi Allah sebagai pendusta.”
(HR. Bukhari-Muslim).
5. Bersyukur kepada Allah.
Adapun menurut Prof. Dr. M. Quraish shihab, bebrapa hal lain yang
perlu dimiliki oleh seorang pebisnis, yaitu :
f. Optimisme.
g. Belajar dari pengalaman.
Pengalaman merupakan guru terbaik. Nabi Muhammad S.A.W
mengingatkan dalam hadisnya : “Seorang Muslim tidak akan tersengat
dua kali dalam lubang yang sama” (HR. Bukhari-Muslim).
14
1. Skill.
2. Takwa.
Pedagang Muslim bukan hanya mengklaim dirinya selaku Muslim,
melainkan perlu merealisasikan ketakwaannya, termasuk dalam bidang
usahanya, dengan jalan memelihara diri agar tindak-tanduk jual beli
yang dilakukannya tidak menyimpang dari peraturan Allah dan Rasul-
Nya. Faktor takwa ini menjadi jaminan keberhasilan dan keberkahan
usaha dan pekerjaan.
3. Kejujuran (Shiddiq).
Kejujuran dan selalu berdiri tegak di atas prinsip kebenaran akan
mendatangkan keberkahan bagi pedagang. Misalnya dalam menukur,
menakar, menimbang, semuanya ditegakkan dengan jujur. Apabila
berjanji, selalu ditepati dan apabila diberi amanah, selalu ditunaikan
dengan baik. Pedagang yang demikian itu diridhai Allah karena
melaksanakan perintah-Nya. Pedagang yang jujur akan bertambah
relasinya karena para pelanggan selalu menaruh kepercayaan
kepadanya. Adapun kecurangan dan keculasan, sekalipun kadang-
kadang menghasilkan keuntungan yang besar, tidak akan
mendatangkan berkah, karena para relasi dan pelanggan yang merasa
dikhianati tidak akan berhubungan lagi dengan pedagang yang curang
itu. Tindakan seperti ini akan mempersempit dan mengurangi
rezekinya sendiri.
4. Niat Suci.
Salah satu faktor yang menentukan keberkahan usaha adalah niat
melakukan usaha itu. Apabila niatnya salah arah, usahanya pun akan
membelok ke arah jalan yang salah. Sebaliknya, apabila niatnya luhur
dan suci, arah usahanya akan baik. Rasulullah S.A.W bersabda :
“Sesungguhnya pekerjaan-pekerjaan itu tergantung niat. Dan
sesungguhnya bagi setiap orang akan memperoleh sesuai dengan apa
yang dia niatkan.” (HR. Bukhari-Muslim)
15
5. Azam.
Kemauan keras untuk terus maju (azam) memegang peranan penting
dalam dunia usaha. Pengusaha-pengusaha yang berhasil adalah mereka
yang tidak pernah patah semangat dalam membina perusahaannya.
6. Tekun (istikamah).
Setiap pekerjaan membutuhkan ketekunan (istikamah) dan kesabaran.
7. Tawakal.
Keuntungan dagang, bukanlah suatu hal yang dapat dipastikan
datangnya dan kalkulasi matematik. Oleh karena itu Islam
mengajarkan tawakal.
8. Berangkat lebih pagi.
Bangun dan bergerak lebih pagi akan mendatangkan keberkahan usaha
dagang. Hal ini sesuai dengan doa Nabi Muhammad S.A.W. : “Ya
Allah berilah keberkahan bagi umatku (atas usahanya yang dilakukan
pagi hari)” (HR. Tirmidzi)
9. Dzikrullah.
10. Toleransi (samahah).
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda : “Allah mengasihi orang-orang
yang longgar apabila menjual dan apabila membeli dan jika menagih
utang.”
11. Bersyukur.
12. Zakat dan infak.
13. Qana’ah
Qana’ah adalah merasa puas dan menerima apa adanya dari anugerah
Allah S.W.T, karena itu termasuk akhlak kepada-Nya.
Nabi Muhammad S.A.W bersabda : “Bukanlah kekayaan itu karena
banyaknya harta, tetapi kekayaan yang sebenarnya ialah kekayaan
jiwa.”
14. Memperluas Silaturahmi.
16
Selain syarat-syarat diatas, yang juga tidak kalah pentingnya adalah
menjaga amanah. Karena sikap amanah akan memberikan dampak positif
bagi diri pelaku, perusahaan, masyarakat, bahkan Negara. Sebaliknya
sifat khianat akan berdampak buruk, bagi suatu usaha.
Menurut Wiku Suryomurti, dalam berinvestasi (berbisnis), kita patut
meneladani prinsip moral yang dijalankan oleh Nabi Muhammad S.A.W.
Prinsip-prinsip moral tersebut adalah empat sifat utama Nabi,
yaitu :shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah.
a. Shiddiq (berkata benar).
Investasi (bisnis) dilakukan pada asset yang kondisi dan asal
muasalnya disampaikan secara benar, demikian pada proses
pengelolaannya dan pembagian hasilnya.
b. Amanah (dapat dipercaya).
Artinya, Investasi (bisnis) dikembangkan oleh orang-orang yang
mampu mengemban amanah.
c. Tabligh (menyampaikan).
Bila diartikan sebagai transparansi atau good governance. Dalam
investasi (bisnis), pihak-pihak yang berkepentingan harus saling
terbuka dan tidak menyembunyikan informasi.
d. Fathanah (pandai).
Dengan pengetahuan investasi (bisnis) yang baik dan kecerdasan
mengelola aset investasi yang tinggi, potensi resiko yang dapat
mengakibatkan kerugian akan dapat diminimalisasi.
17
semata-mata urusan harta dan peut tapi berkaitan erat dengan urusan
akhirat.
2. Akhlaq yang mulia.
Menjaga sikap dan perilaku dalam berbisnis adalah prinsip penting bagi
seorang pebisnis Muslim. Ini karena Islam sangat menekankan perilaku
(akhlaka) yang baik dalam setiap kesempatan, termasuk dalam berbisnis.
3. Usaha yang halal.
Seorang pebisnis Muslim tentunya tidak ingin jika darah dagingnya
tumbuh dari barang haram, ia pun tak ingin memberi makan keluarganya
dari sumber yang haram karena akan sungguh berat konsekuensinya di
akhirat nanti.
4. Menunaikan hak.
Seorang pebisnis Muslim selayaknya bersegera dalam menunaikan
haknya, seperti hak karyawannya mendapat gaji, tidak menunda
pembayaran tanggugan atau hutang, dan yang terpenting adalah hak Allah
dalam soal harta seperti membayar zakat yang wajib. Juga hak-hak orang
lain dalam perjanjian yang telah disepakati.
5. Menghindari riba dan segala saranannya.
Seorang Muslim tentu meyakini bahwa riba termasuk dosa besar, yang
sangat keras ancamannya. Maka pebisnis Muslim akan berusaha keras
untuk tidak terlihat sedikit pun dalam kegiatan usaha yang mengandung
unsur riba.
6. Tidak memakan harta orang lain.
Tidak halala bagi seorang Muslim untuk mengambil harta orang lain
secara tidak sah. Allah dengan tegas telah melarang hal ini dalam kitab-
Nya.
7. Komitmen terhadap peraturan dalam bingkai syari’at.
Seorang pebisnis Muslim tidak akan membiarkan dirinya terkena sanksi
hukuman undang-undang hokum positif yang berlaku di tengah
masyarakat.
8. Tidak membayakan atau merugikan orang lain.
18
Rasulullah telah memberikan kaidah penting dalam mencegah hal-hal
yang membahayakan, dengan sabdanya “Tidak dihalkan melakukan
bahaya atau hal yang membahayakan orang lain”.
9. Loyal terhadap orang yang beriman.
Pebisnis Muslim sekaliber apapun tetaplah bagian dari umat Islam.
Sehingga sudah selayaknya ia melakukan hal-hal yang membantu
kukuhnya pilar-pilar masyarakat Islam dalam skala internasioanl, regional,
maupun local.
10. Mempelajari hokum dan adab mu’amalah Islam
Dunia bisnis yang merupakan interaksi antara berbagai tipe manusia
sangat berpotensi menjerumuskan para pelakunya ke dalam hal-hal yang
diharamkan.11
G. Upaya Mencapai Bisnis Yang Meguntungkan.
Dalam perspektif islam, bisnis yang menguntungkan harus mengandung tiga
elemen dasar, yaitu:
1. Menanam investasi yang terbaik
11
Mardani, Hukum Bisnis Syariah (Jakarta: PrenadaMedia Group,2014), hal. 105.
19
3. Menepati prilaku yang benar.
Prilaku yang baik yang dapt melahirkan aktivitas yang baik, termasuk
transaksi yang baik dan dapat dipandang sebagai salah satu investasi bisnis
yag benar-benar menguntungkan. Sebab, akan mendatangkan kedamaian di
dunia dan keselamatan diakhirat. Islam menekankan kepada setiap orang yang
beriman untuk menjaga amanah, menepati janji, berbuat adil, melakukan
ibadah rutin.12
Ada beberapa prinsip bersaing secara sehat dalam bisnis syariah, yaitu:
12
Saim Segaf Al-djufri, Isamic Business Strategy For Entrepreneurship,( Jakarta Timur: Lini Zikrul
Media Intele11ktual, 2006 ), 36-39.
13
Mardani, Hukum Bisnis Syariah, ( Jakarta: Prenada Media Group, 2014 ), 106-107.
20
3. Pembisnis muslim harus memperhatikan hukum-hukum isam yang
berkaitan dengan akad-akad bisnis.14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
14
Mardani, Hukum Bisnis Syariah, ( Jakarta: Prenada Media Group, 2014 ), 107.
21
Bekerja merupakan kegiatan yang di lakukan manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam bekerja seorang Muslim harus
memiliki prinsip-prinsip dan etos kerja yang tinggi serta menjadikan
pekerjaan sebagai ibadah kepada Allah S.W.T.
Pada sisi yang lain, sebagai seorang Muslim juga sudah seharusnya
dalam bekerja selalu didasari oleh etos kerja islami yang berporoskan
pada tiga tanggung jawab, yaitu kepada Allah S.W.T. , terhadap diri
sendiri dan terhadap orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
22
Yusanto, Muhammad Ismail. Menggagas Bisnis islam. Jakarta: Gema Insani
Press.
Mahmudah. 2014. Islam Dan Bisnis Kontempore. Jember: Stain Jember Press.
23