Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MATA KULIAH IBADAH,AKHLAK DAN MUAMALAH

PERSOALAN HIDUP DAN KERJA MENURUT ISLAM

Dosen Pengampu :

Disusun oleh :

Dimas Rifki Al Fikri 212030100118


Dinnar Salsabilla 212030100123
Frahma Yunia Windaningrum 212030100126
Lukman Rahmawardi 212030100134
Siti Sumiyati 212030100136
Brillianti Dwigta Al Thafani 212030100138
Yusrilda Maharani 212030100141

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU PEDIDIKAN


PRODI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alikum Warahmatullahi Wabarakatuh.segala puji bagi Allah SWT, yang telah


memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga
penulis dapat meneyeselaikan makalah mata kuliah Pendidika Ibadah,Akhlak da Mualamah yang
berjudul “PERSOALAN HIDUP DAN KERJA MENURUT ISLAM” Kemudian shalawat serta
salam kita sampaikan kepada nabi besar kita Muhammad SAW. yang telah meberikan pedoman
hidup yakni Al-Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan
selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.

Demikian makalah ini penulis susun, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dan
banyak terdapat kekurangan, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Sidoarjo ,17 Juni 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
A. Persoalan hidup dan bekerja menurut Islam
B. Rahmat Allah terhadap orang yang rajin bekerja
C. Akhlak dalam berkerja
D. Sikap profesionalisme dalam bekerja

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1) Latar Belakang
Semua manusia membutuhkan harta supaya bisa memenuhi segala kebutuhan dalam
hidup dan salah satu cara untuk mendapatkan harta tersebut adalah dengan bekerja.
Tanpa adanya usaha, manusia tidak akan mendapatkan apapun untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Islam menempatkan bekerja sebagai ibadah untuk
mencari rezeki dari Allah guna menutupi kebutuhan hidupnya. Bekerja untuk
mendapatkan rezeki yang halalan thayiban termasuk ke dalam jihad di jalan Allah yang
nilainya sejajar dengan melaksanakan rukun Islam. Dengan demikian bekerja adalah
ibadah dan menjadi kebutuhan setiap umat manusia. Bekerja yang baik adalah wajib
sifatnya dalam Islam.Sebenarnya kekayaan dalam bentuk materi atau spiritual menjadi
keutamaan dan memiliki nilah lebih jika dibandingkan dengan kemiskinan, akan tetapi
kekayaan dalam bentuk materi sendiri bukan lantas menjadi hal yang paling utama dan
menjadi tujuan akhir hidup manusia. Kekayaan yang diperoleh dengan cara bekerja hanya
menjadi jalan untuk memakmurkan bumi sehingga dalam Al Quran sendiri juga mencela
orang yang hanya bekerja untuk menumpuk harta akan tetapi tidak peduli dengan nasib
lainnya.
Rasulullah, para nabi dan para sahabat adalah para profesional yang memiliki
keahlian dan pekerja keras. Mereka selalu menganjurkan dan menteladani orang lain
untuk mengerjakan hal yang sama. Profesi nabi Idris adalah tukang jahit dan nabi Daud
adalah tukang besi pembuat senjata. Jika kita ingin mencontoh mereka maka yakinkan
diri kita juga telah mempunyai profesi dan semangat bekerja keras. Profesi yang
dikembangkan di lingkungan kita seperti profesi dosen, profesi verifikator keuangan,
profesi ahli hukum, profesi laboran, profesi administratur, profesi supir, dan lainnya
merupakan profesi yang harus kita kerjakan untuk kemaslahatan masyarakat banyak. Satu
langkah setelah meyakini memiliki profesi maka wajib hukumnya kita untuk bekerja
keras. Melengkapi bekerja keras dan profesional adalah praktek bersikap dan berperilaku
mencontoh Rasulullah yaitu bersifat siddiq, fathonah, amanah dan tabligh agar kita
diberikan keselamatan dunia dan akhirat. Sifat siddiq adalah dapat dipercaya dan jujur.
Sifat fathonah adalah harus pintar. Sifat amanah adalah melaksanakan tugas yang
dibebankan dan tabligh adalah mampu melakukan komunikasi yang baik. Wujud dari kita
bekerja selain mendapat rezeki halal adalah pengakuan dari lingkungan atas prestasi kerja
kita. “Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil dan siapa
yang bersusah payah mencari nafkah untuk keluarga maka dia serupa dengan seorang
mujahid di jalan Allah Azza Wajalla (H.R. Ahmad). Allah juga telah menjanjikan kita
mempunyai peluang memperoleh rezeki yang luas asalkan bekerja profesional dan cerdas
melalui etos kerja yang tinggi
2) Rumusan Masalah
1. Apa hakekat dari manusia harus bekerja menurut Islam?
2. Apa rahmat yang akan Allah berikan terhadap orang-orang yang rajin bekerja?
3. Bagaimana standart akhlak yang baik dalam bekerja menurut Islam?
4. Bagaimana standart sikap profesionalisme yang baik dalam bekerja menurut
Islam?
3) Tujuan
1. Mengetahui dan memahami hakekat menjalani persoalan hidup dan keharusan
bekerja menurut Islam.
2. Mengetahui dan memahami rahmat yang akan Allah berikan terhadap orang-
orang yang rajin bekerja.
3. Mengetahui dan memahami standart akhlak yang baik dalam bekerja menurut
Islam.
4. Mengetahui dan memahami standart sikap profesionalisme yang baik dalam
bekerja menurut Islam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Persoalan Hidup dan Bekerja Menurut Islam

Dalam KBBI bekerja secara etimologi ialah melakukan suatu pekerjaan (perbuatan). Dan
secara terminologi, arti bekerja adalah suatu perbuatan, usaha, tindakan, atau aktivitas
manusia yang dilakukan dengan sengaja untuk memenuhi kebutuhan hidup atau
mencapai suatu tujuan tertentu. Namun secara umum bekerja dalam Islam dapat diartikan
seluruh perbuatan atau usaha manusia baik yang ditujukan untuk dunianya maupun yang
ditujukan untuk akhiratnya.

Bekerja di dalam Islam merupakan sebuah usaha yang dilakukan dengan serius
dengan cara mengerahkan semua pikiran, aset dan juga dzikir untuk memperlihatkan arti
dirinya sebagai hamba Allah yang harus mentaklukkan dunia dan memposisikan dirinya
menjadi bagian masyarakat paling baik.Selain bekerja dinilai sebagai suatu aktivitas yang
menggunakan daya yang dianugerahkan Allah swt. Kepada manusia, secara garis besar,
dianugerahi empat daya pokok. Pertama, daya fisik yang menghasilkan kegiatan fisik dan
keterampilan. Kedua, daya pikir yang mendorong pemiliknya berpikir dan menghasilkan
ilmu pengetahuan. Ketiga, daya kalbu yang menjadikan manusia mampu berhayal,
mengekspresikan keindahan, beriman dan merasa, serta berhubungan dengan Allah, Sang
Pencipta. Dan keempat, daya hidup yang menghasilkan semangat juang, kemampuan
menghadapi tantangan dan menanggulangi kesulitan.

Secara hakiki hukum bekerja di dalam Islam adalah wajib dan bentuk
perwujudtan ibadah yang menjadi bukti pengabdian serta rasa syukur dalam memenuhi
panggilan Ilahi supaya bisa menjadi yang terbaik,sebab bumi sendiri diciptakan sebagai
ujian untuk mereka yang memiliki etos paling baik. “Sesungguhnya Kami telah
menciptakan apa-apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, supaya Kami menguji
mereka siapakah yang terbaik amalnya”. (Al-Kahfi : 7).
Kebudayaan bekerja dalam Islam juga bertumpu pada akhlaqul karimah umat
Islam yang akan menjadikan akhlak untuk sumber energi batin yang treus berkobar dan
membantu setiap langkah kehidupan untuk menuju jalan yang lurus dan semangatnya
adalah minallah, fisabilillah, Illah (dari Allah, dijalan Allah, dan untuk Allah)

B. Rahmat Allah terhadap orang yang rajin bekerja

A. Islam dan Persoalan Hidup dan Kerja


Hakekat hidup dan kerja, rahmat Allah terhadap orang yang rajin bekerja, akhlak dalam
bekerja, keharusan professionalisme dalam bekerja.
1. Rahmat Allah Terhadap Orang Yang Rajin Bekerja
Umar bin Khattab khalifah ke dua setelah Abu bakar siddiq berkata “aku benci orang
berpangku tangan, tanpa ada aktifitas kerja, baik kerja untuk dunia atau untuk
kepentingan di akherat kelak” Dalam hal ini khalifah umar sangat menghargai dan
menyenangi orang yang rajin bekerja dan beraktifitas Sebagai muslim yang ta’at,
Umarselalu mendorong umat Islam untuk memiliki semangat bekerja dan beramal, serta
menjauhkan diri dari sifat malas. Selain itu umat manusia juga diperintahkan untuk
bekerja keras (istifragh ma fi al- wus’i ), yakni mengerahkan segenap daya dan
kemampuan yang ada dalam merealisasikan setiap pekerjaan yang baik dengan motivasi
mendapatkan pahala dan pertolongan dari Allah, dalam penekanan bahwa pekerjaan
tersebut dilakukan dengan cara benar dan baik.
Istifragh ma fil wus’i dapat juga diartikan sebagai mobilisasi serta optimalisasi sumber
daya, sebab Allah SWT telah menyediakan fasilitas segala sumber daya yang diperlukan
melalui hukum taskhir, yakni menundukkan seluruh isi langit dan bumi untuk manusia,
tinggal peran manusia sendiri dalam memobilisasi serta mendayagunakannya secara
optimal dalam rangka melaksanakan apa-apa yang ridhai Allah SWT.
Rosulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah senang jika seorang diantara
kamu mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan tekun” (Mursi, 1997: 38). Jadi
kerja yang dilakukan dengan baik dan benar, penuh kesungguhan, perfect, serta
istifragh ma fil  wus’i   dan tujuan akhirnya adalah karena mengharap ridho
Allah (lillahi ta’aala) tidak  hanya mendapatkan harta yang berupa materil
saja tetapi akan memperoleh harta yang berupa inmateril (pahala, ampunan dan
bertemu allah) sebagaima sabda Rosulullah SAW: “Barangsiapa mencari dunia
dengan halal, menjaga diri dari minta- minta, berusaha untuk keluarganya dan
belas kasih kepada tetangganya, maka ia bertemu Allah dengan wajah seperti
bulan purnama” (Al-Qalami 2003:126). Rasulullah bersabda “Ya Allah aku
berlindung kepada-Mu dari lemah pendirian, sifat malas, penakut, kikir,
hilangnya kesadaran, terlilit hutang dan dikendalikan orang lain. Dan akau
berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dan dari fitnah (ketika hidup dan mati).
(H.R Bukhari dan Muslim)Orang muslim yang akan berhasil dalam hidupnya
adalah kemampuannya meninggalkan perbuatan yang melahirkan
kemalasan/tidak produktif dan digantinya dengan amalam yang bermanfa’at.
Sabda Rasulullah Saw. Dari Abu hurairah“ Sebaik-baik Islamnya seseorang
adalah meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfa’at” (HR. Tarmizi). Kerja
juga merupakan salah satu sebab atau sarana syar’i untuk memiliki harta secara
individual. Telah nyata bahwa komitmen Islam sangat menekankan keharusan
bekerja
bagi manusia di bumi dalam rangka mencari rezeki yang diberikan Allah supaya
manusia dalam konteks melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi
untuk beribadah kepada Allah (Muslich, 2004: 48), sebagaimana tergambar
dalam sabda Rosulullah SAW: “Barang siapa merasa letih di malam hari karena
bekerja dengan tangannya, maka malam itu ia memperoleh ampunan
Allah”(Mursi, 1997: 10).

Bekerja bagi seorang muslim adalah dalam rangka mendapatkan rezki yang
halal dan memberikan manfa’at yang sebesar-besarnya bagi masyarakat sebagai
ibadahnya kepada
Allah swt. Firman-Nya :“Apabila shalat telah ditunaikan, maka bertebaranlah
kamu dimuka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-
banyaknya agar kamu beruntung” (al-Jmu’ah: 10) Dalam pandangan Islam
bekerja merukapan bagian dari ibadah, maka aplikasi dan implementasinya
perlu diikat dan dilandasi oleh akhlak/etika, yang senantiasa disebut etika
profesi. Etika/akhlaq yang mencerminkan sifat terpuji, yaitu Shiddiq, istiqamah,
futhanah, amanah dan tablig. Dari uraian diatas, dapat difahami,
bahwa seorang muslim yang akan mendapat kasih sayang dari Allah swt adalah
apabila orang itu jauh dari sifat malas, senang melakukan kegiatan-kegiatan
yang bermanfa’at, rajin bekerja, tidak menyia-nyiakan waktu, menyadari bahwa
semua aktifitas yang dilakukan adalah dalam rangka beribadah kepada Allah
Swt.

C. Akhlak dalam berkerja


Dalam islam memandang bahwa bekerja adalah salah satu kewajiban bagi setiap insan,
karena dengan bekerja seseorang dapat memperoleh penghasilan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup dirinya, keluarganya, serta dapat memberilan maslahat bagi
masyarakat di sekitar. Oleh karena itu, dalam islam mengkategorikan bekerja merupakan
suatu ibadah. Adapun tujuan bekerja dalam islam, yaitu diantaranya:
1. Bekerja untuk keridaan Allah SWT.
2. Bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.
3. Bekerja untuk memenuhi nafkah keluarga.
4. Bekerja untuk kepentingan amal sosial (sedekah).
5. Bekerja untuk kepentingan ibadah.
6. Bekerja untuk menolak kemungkaran

Agar suatu pekerjaan atau usaha dapat bernilai ibadah, setelah berniat (ihsan dan
jihad) maka landasan akhlak dalam melakukannya adalah suatu keharusan. Hal tersebut
yang disebut etika pekerjaan yang bersifat universal, berlaku sepanjang zaman, baik
dalam jenis pekerjaan ataupun usaha apapun, dalam masyarakat manapun, sehingga tidak
hanya milik umat Islam saja tetapi milik seluruh umat manusia. Dalam Islam, etika
pekerjaan ini terkumpul dalam 5 akhlak pokok:

1. Shiddiq
Shiddiq (Honest) berarti memiliki kejujuran serta selalu melandasi keyakinan, ucapan
dan perbuatan dengan nilai-nilai kebenaran. Tidak ada kontradiksi dan pertentangan
yang disengaja antara ucapan dengan tindakan. Dalam dunia kerja dan usaha,
kejujuran akan tampil dalam bentuk kesungguhan dan ketepatan (mujahadah dan
itqon) berupa ketepatan waktu, janji, pelayanan, laporan, mengakui kelemahan diri
sendiri untuk diperbaiki serta tidak berbohong dan menipu
2. Istiqomah
Istiqomah (Consistency) memiliki arti konsisten, yaitu komsistem dalam nilai-nilai
kebaikan meskipun menghadapi godaan serta tantangan. Istiqomah dalam dunia kerja
akan tampil dalam bentuk kesabaran dan keteguhan sehingga menghasilkan suatu
karya yang optimal. Profesional yang istoqomah akan mendapatkan ketenangan
dalam bekerja dan berkarya sehingga lebih mudah mendapatkan solusi dari persoalan
yang dihadapi
3. Fathonah.
Fathonah (Competency) memiliki arti mengerti, memahami dan menghayati segala
sesuatu yang sudah menjadi tugas dan kewajibannya. Profesional dengan etika
fathonah memiliki kreativiti yang tinggi dan mampu menelurkan innovasi. Kreativiti
dan inovasi tersebut merupakan salah satu bentuk asset manakala profesional tersebut
selalu berusaha menambah pengetahuan dalam berbagai bidang, tidak terbatas dalam
bidang kerja/usahanya saja tetapi dalam lingkup yang lebih luas.
4. Amanah
Amanah (Accountability) memiliki arti bertanggungjawab, yaitu bertanggungjawab
dalam melakukan setiap tugas dan kewajiban yang sudah diamanahkan. Seorang
profesional yang amanah akan memiliki prinsip bahwa setiap jabatan yang
diamanahkan dan setiap tugasan yang diberikan kepadanya nantinya akan
dipertanggungjawabkan tidak hanya kepada atasan atau pemegang saham perusahaan
tetapi juga kepada Allah SWT kelak
5. Tabligh.
Tabligh (Teach by Role Model) memiliki arti memberi penyampaian sekaligus
mengajak lingkungan kerjanya (peer group dan subordinate) dalam melaksanakan
tugas selalu mempraktikkan nilai-nilai kebenaran. Profesional yang bertabligh dengan
cara memberikan contoh yang baik ini akan membentuk suatu pasukan yang solid
dibawah koordinasinya.
Adapun adab dan etika dalam bekerja dalam islam, diantaranya yaitu meliputi:
a) Bekerja dengan ikhlas hanya karena Allah SWT.

Dalam melakukan segala sesuatu baik bekerja lainnya harus didahului dengan adanya
niat, karena bekerja merupakan kewajiban dari Allah SWT yang harus dilakukan oleh
setiap hamba. Dengan bekerja, manusia dapat menunikan kewajiban-kewajiban islam
seperti zkat, infaq, shadaqah, dan lain sebagainya.

b) Itqon, tekun, serta bersungguh-sungguh dalam bekerja.


Bekerja dengan bersungguh-sngguh dapat dilakukan dengan cara datang ke tempat
kerja tepat waktu, menyelesaikan apa yang sudah menjadi kewajibannya sampai
selesai, tidak mengabaikan pekerjaannya, serta tidak menunda-nunda pekerjaan.
Menurut sebuah riwayat hadits, riwayat Aisyah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, dia
itqon menyempurnakan dalam pekerjaannya." (HR. Thabrani).
c) Jujur dan Amanah.
Salah satu penerapan jujur dan amanah dalam melakukan pekerjaan dapat dilakukan
dengan cara tidak melakukan perbuatan curang, tidak mengambil sesuatu yang bukan
haknya, selalu berusaha obyektif dalam menilai sesuatu hal, dan lain sebagainya.
Seperti dalam hadit yang diriwayatkan At Turmudji: Dari Abu Said Al-Khudri RA,
beliau berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Pebisnis yang jujur lagi dipercaya
(anamah) akan bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada'.
d) Menjaga etika sebagai seorang muslim.
Etika seorang muslim yang harus dijaga diantaranya seperti etika dalam
bermuamalah, etika dalam bergaul, etika dalam bersosial, dan lain sebagaunya.
Dalam bekerja, seorang muslim juga dituntu untuk bertutur kata dengan sopan, bijak
dalam bersikap, makan serta minum sesuai dengan ketentuan lainnya, berhadapan
dengan pelanggan dengan cara yang baik, serta apabila ada rapat harus bersikap yang
terpuji dan lain sebagainya yang dapat menunjukkan diri sebagai seorang yang
beriman.
e) Tidak melanggar prinsip-prinsip syariah.
Tidak melanggar prinsip-prinsip syariah dapat dikelompokkan dalam beberapa
hal, yaitu diantaranya:
1. Dari sisi substansi atau zat menurut pekerjaannya, misalnya tidak
diperbolehkan memproduksi barang-barang haram, menyebarlaskan
kefasadan seperti penebar kebencian, pornografi serta permusuhan, riba,
risywah atau suap dan lain sebagainya.
2. Dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan, seperti
tidak menutup aurat, tidak adanya batasan antara laki-laki dengan perempuan,
serta membuat fitnah dalam persaingan dan lain sebagainya
f) Menghindari syubhat.
Menghindari syubhat ini contihnya seperti bekerja sama dengan pihak-pihak yang
secara umum diketahui kedzhaliman atau pelanggarannya terhadap aturan syariah,
adanya pemberian dari pihak luar yang terdapat indikasi adanya suatu kepentingan
tertentu.Syubhat dalam pekerjaan dapat berasal dari faktor eksternal maupun faktor
internal.
g) Menjaga ukhuwah Islamiyah antara sesama muslim.
Dalam bekerja atau berusaha seharusnya janganlah sampai melahirkan
perpecahan diantara sesama muslim. Seperti dalam hadist "Dan janganlah kalian
menjual barang yang sudah dijual kepada saudara kalian" (HR. Muslim).

Orang yang memiliki serta menghayati akhlak dalam bekerja memiliki ciri-ciri:

1. Kecanduan terhadap waktu.


Orang yang memiliki akhlak dalam bekerja akan merasakan kehampaan yang luar
bias ajika waktu yang dilaluinya tidak diisi dengan kreasi, kalimat kerjanya terputus.
Bagi mereka, waktu merupakan suatu asset ilahiyah yang sangat berharga yang
merupakan ladang subur yang membutuhkan ilmu dan amal untuk diolah serta dipetik
hasilnya pada waktu yang lain.
2. Memiliki moralitas yang bersih (ikhlas)
Mereka akan merasa takut jika suatu pekerjaan yang dilatarbelakangi oleh motivasi
atau pamrihselain melaksanakan Amanah walaupun akan menjadi komoditas semata-
mata.
3. Kecanduan kejujuran.
Apabila terdapat suatu Tindakan yang menyimpang dari nilai rohani kejujurannya,
berarti ia telah menghianati dirinya sendiri dihadapan Allah SWT.
4. Memiliki komitmen (aqidah, abad, itikad)
Komitmen merupakan keyakinan yang mengikat (abad) sede,ikian kukuhnya
sehingga dapat membelenggu seluruh hati nuraninya yang kemudian menggerakkan
perilakunya menuju kea rah tertentu yang diyakininya (itikad).
5. Istiqomah, kuat pendirian.
Yaitu suatu kemampuan untuk bersikap secara taat asas, pantang menyerah serta
komitmennya walaupun haruis berhadapan dengan resiko yang dapat membahayakan
dirinya sendiri.
6. Kecanduan disiplin.
Yaitu suatu kemampuan untuk mengendalikan dirinya sendiri dengan tenang serta
tetap taat walaupun dalam situasi yang sangat menekan.
7. Tipe orang yang bertanggung jawab.
Sikap serta Tindakan seseorang dalam menerima sesuatu sebagai bentuk Amanah
dengan penuh rasa cinta ia ingin menunaikannya dalam bentuk pilihan-pilihan
smelahirkan amal prestatif.

D. Sikap profesionalisme dalam bekerja


Setiap orang dimungkinkan memiliki pekerjaan namun tidak semua pekerjaan itu sama
jenisnya karena hal tersebut diukur dari tingkat kesulitan dan pendidikan yang ditempuh
oleh orang itu untuk memperoleh pekerjaan itu sendiri. Adapun profesi adalah suatu
pekerjaan yang menuntut keahlian tertentu pelakunya. Jadi dapat diisyaratkan profesi
merupakan pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu
pengetahuan khusus. Tetapi pada penerapannya perlu penguasaan teori sistematis yang
mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek
tersebut dalam cakupan pekerjaan itu sendiri(Hasibuan, 2017).
Profesionalisme adalah bentuk kepercayaan yang telah dipercayakannya dengan
tulus untuk mencari ridha Allah dan bertekad untuk melakukan yang terbaik dengan
menyadari bahwa pengawasan Allah lebih tajam daripada kontrol manusia. Seseorang
dikatakan profesional jika ia mahir dalam bidang pekerjaan dimana ia memperoleh
prestasi atau hasil dari pekerjaan tersebut.
Landasan Profesionalisme dalam Islam
Islam adalah ajaran yang memberikan konsep yang sangat luas mencakup semua aspek
kehidupan.3 Kepastian tuntutan berbagai aspek dalam Islam itu unik karena memiliki tiga
landasan,4 yaitu iman sebagai landasan profesionalisme, Islam sebagai ekspresi
operasional, dan Ihsan sebagai darjat yang tinggi:
1) Iman Sebagai Landasan Profesionalisme
Iman kepada keberadaan Allah, Malaikat, al-Kitab, Rasul, Hari Akhir dan qada-
qadar. Orang beriman akan melakukan aktifitasnya sebagai bentuk ketundukan,
ketaatan kepada sang Kholiq sebagai bentuk penyembahan. Dalam konteks ibadah,
maka konsep Islam menyatakan bahwa sem pekerjaan tidak termasuk perbuatan
untuk memuaskan atasan, pelanggan, atau pujian manusia. Ibadah adalah usaha
mengejar semua upaya hanya untuk mencapai posisi tertinggi di hadapan Allah. Ini
akan mengawali dengan melihat atas peraturan Allah, mengutamakan pengabdian,
dan berkorban kepada Allah SWT.
2) Islam Sebagai Ekspresi Operasional
Seseorang yang bekerja secara profesional dengan memegang teguh hukum Islam
(syariah Islam) dalam segala persoalan mahdah9 ataupun ghayr mahdah. Ajaran
Islam yang luas, dalam, dan sempurna memberikan arahan yang jelas, dan sesuai
dengan sifat manusia, seratus persen berhubungan dengan akhlaq Islam. Jadi, tidak
ada yang bisa lepas dari ajaran Islam.Namun, Islam tidak mengajarkan pemisahan
antara urusan agama dan urusan kehidupan. Oleh karena itu tidaklah benar yang
mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara ekonomi dan agama, antara politik dan
agama, antara masyarakat sosial dan agama sebagaimana yang disamarkan oleh
orientalis.
Karakter Profesionalisme Islam
Profesionalisme dalam Islam terkait dengan sebuah kaedah fiqh."Hukum asal suatu
perbuatan terikat dengan hukum syar'i." Ini memiliki rmakna setiap perilaku yang ada
pada setiap manusia, secara langsung semuanya terikat dengan peraturan-peraturan yang
telah diturunkan oleh Allah Yaitu hukum Syariah Islam. Hal ini bisa dijelaskan beberapa
karakteristik profesionalisme Islam, sebagai berikut;
1) Kafa'ah (Mampu)
Ciri profesional dalam Islam adalah pekerja memiliki Kafa'ah yaitu adanya
keahlian dan efisiensi dalam bidang pekerjaan yang dilakukan. Kafa'ah atau
kemampuan dan efisiensi didapatkan melalui pendidikan, latihan-latihan, serta
pengalaman. Berkenaan dengan keahlian dan efisiensi, Islam menetapkan bahwa
seseorang yang akan dilantik untuk kedudukan, jabatan, atau tugas-tugas tertentu.
Apabila berkaitan dengan kepentingan orang banyak, maka orang yang mempunyai
kemampuan dan efisiensi melakukan tugas tersebut.
2) Himmah al-a’mal (Semangat Kerja)
Pekerja yang rofessional mesti memiliki semangat kerja, hal itu muncul kerana
adanya motivasi kerja. Jika motivasinya tidak berhenti dan berterusan, maka yang
tampak adalah semangat kerjanya tinggi. Padahal Islam mengajar kita selalu bekerja
keras, serta bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga dan kemampuannya dalam
menjalankan pelbagai pekerjaan yang menjadikan motivasi ibadah sebagai pendorong
utama di samping motivasi anugerah (reward) dan hukuman (punishment) dan
kejayaan material.
Seseorang dikatakan mempunyai sikap rofessional jika dia selalu bersemangat
dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan pelbagai pekerjaan yang menjadi
tugasnya. Islam sangat menggalakkan setiap muslim bekerja keras, serta bersungguh-
sungguh mencurahkan tenaga, memanaj masa31 dan kemampuanya dalam
menjalankan pelbagai pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya.
3) ‘Awfu bi al-‘Uqud (Memegang Perjanjian)
Pekerjaan senantiasa melibatkan interaksi dengan orang lain, baik sebagai teman
sejawat maupun konsumen. Dalam realita bisnis selalu disertai pelbagai komitmen
untuk mendapat faedah. Salah satu usaha menjaga komitmen itu adalah dengan
membuat aqad, perjanjian atau kerjasama, nota persepahaman atau nota kesepakatan.
Untuk keperluan ini, biasanya dihadirkan saksi-saksi untuk menguatkan dan
keterangan peristiwa penting tersebut(Ghozali, 2018).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ghozali, M. (2018). Konsep Profesionalisme Terhadap Pekerjaan dalam Perspektif Islam.
Proceedings of the 5th International Conference on Management and Muamalah,
2018(ICoMM), 59–73.
Hasibuan, A. (2017). Etika Profesi Profesionalesme Kerja. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.
Adam, Z., & Kassim, F. (2008). Kemahiran kerja berpasukan: Etika dalam pekerjaan dari
perspektif Islam. In Seminar Kemahiran Kebangsaan Kemahiran Insaniah Dan Kesejahteraan
Sosial (pp. 18-19).

Kurniawan, R. (2019). Urgensi bekerja dalam Alquran. Jurnal Transformatif (Islamic


Studies), 3(1), 42-67.

Pulungan,S.(2014). ETOS KERJA DAN ETIKA PROFESI DALAM PANDANGAN ISLAM. WAHANA INOVASI
VOLUME 3 No.2 JULI-DES 2014 ISSN : 2089-8592

Anda mungkin juga menyukai