Anda di halaman 1dari 26

ISLAM DAN PERSOALAN

HIDUP DAN KERJA

DOSEN PEMBIMBING
Fakhruddin Arrozi, S.H.I, M.S

Kelompok 9
Aulia Zukhruf Khoirun Nisa 2102050366
Putri Jian Suryani 2102050365

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
LAMONGAN 2022

0 0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
nikmat, rahmat dan hidayah Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Islam Dan Persoalan Hidup Dan Kerja” ini tepat pada waktunya.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Al
Islam Dan Kemuhamadiyahan (AIK) yang telah diberikan. Selanjutnya kami
ucapkan terima kasih kepada Bapak Fakhruddin Arrozi, S.H.I, M.S selaku dosen
mata kuliah AIK yang telah memberi bantuan, arahan, dan petunjuk yang jelas
sehingga mempermudah kami menyelesaikan tugas ini. Terima kasih juga kepada
teman-teman yang telah bekerja sama berdiskusi dan menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para
peembaca yang dapat membangun makalah ini sehingga bisa lebih baik lagi dan
lebih bermafaat bagi para pembaca dan penulis khususnya.

Lamongan, 12 Desember 2022

Penulis

ii

0 0
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................1

1.3 Tujuan...................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................3

2.1 Hakikat Hidup dan Kerja.........................................................................3

2.2 Cara Mengatasi Persoalan Dalam Hidup Menurut Islam.............................4

2.3 Ayat-Ayat Tentang Perintah Bekerja (Al-Qur‟an dan Hadits).....................7

2.4 Rahmat Allah Terhadap Orang Yang Rajin Bekerja..................................10

2.5 Profesionalisme Dalam Bekerja..............................................................13

BAB III PENUTUP.........................................................................................15

3.1 Kesimpulan.........................................................................................15

3.2 Saran...........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................16

iii

0 0
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hidup dan persoalannya merupakan dua hal yang tidak pernah
terpisahkan. Karena tidak ada kehidupan tanpa persoalan. Sifat kehidupan
yang terus bergerak memunculkan permasalahan yang datang silih berganti
sebagai dinamika kehidupan. Manusia dari sejak dilahirkan hingga
kematiannya tidak akan pernah bisa beristirahat dari persoalan yang muncul
di kehidupannya. Masalah biasanya dipahami sebagai kesenjangan antara
harapan dan kenyataan. Pada hakikatnya manusia akan selalu menghadapi
masalah dalam menjalani kehidupannya. Ketika menjalani hidup sehari-hari,
manusia tidak selamanya dalam kondisi bahagia. Namun kadang mengalami
musibah, nikmat, susah, senang, sedih bahkan terkadang merasakan
kesuksesan di luar rencana.
Semuanya itu datang silih berganti seperti sudah ada keteraturan. Dalam
hal rasa, manusia mempunyai interpretasi berbeda-beda tentang apa yang
dirasakan hati. Perasaan senang, susah, enak atau pun tidak enak merupakan
fenomena hati yang sudah biasa terjadi. Meskipun demikian, manusia telah
dianugerahi sejumlah potensi yaitu jasmani, akal dan ruhani. Dengan
mendayagunakan ketiga potensi tersebut, idealnya manusia akan mampu
menyelesaikan seluruh problem kehidupannya. Namun, semua potensi
tersebut tidak memiliki arti apa pun, manakala manusia tersebut tidak
memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah (problem solving).
Makalah ini akan menguraikan tentang Islam dan Persoalan Hidup.
Sehingga para pembacanya mampu membangun etos kerja yang islami
sebagai salah satu langkah menghadapi persoalan kehidupan dunia.

1.2 Rumusan Masalah


Dari uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan
masalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan hakikat hidup dan kerja?

0 0
2. Bagaimana cara mengatasi persoalan dalam hidup menurut islam?
3. Sebutkan Ayat Al-Qur‟an serta Hadist tentang perintah bekerja!
4. Jelaskan rahmat Allah terhadap orang yang rajin bekerja!
5. Bagaimana profesionalisme dalam bekerja ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun
dengan tujuan dapat mengetahui dan mendeskripsikan :
1. Dapat mengetahui maksud dari hakikat hidup dan kerja.
2. Dapat mengatahui cara untuk mengatasi persoalan dalam hidup menurut
islam.
3. Dapat mengetahui Ayat Al-Qur‟an serta Hadist tentang perintah bekerja.
4. Dapat mengetahui tentang rahmat Allah terhadap orang yang rajin
bekerja.
5. Dapat mengetahui profesionalisme dalam bekerja.

0 0
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Hidup dan Kerja


Bekerja merupakan suatu cara bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidup baik fisik, psikologis maupun sosial. Dalam sistem perekonomian
Islam1. Bekerja dapat dimaknai sebagai berikut:
a. Bekerja sebagai peneguhan eksistensi kekhalifahan manusia di bumi.
(QS.67:15)
b. Bekerja merupakan usaha yang berstatus kewajiban untuk memenuhi
kebutuhan hidup.
c. Bekerja adalah ibadah; bukan hanya mengandung manfaat sosial akan
tetapi juga bernilai ritual, karena bekerja bagi manusia menjadi salah satu
unsur kemaslahatan sosial yang ditentukan oleh Allah SWT. (QS.62:10)
d. Bekerja merupakan perjuangan (jihad) manusia untuk mempertahankan
kehidupannya. (QS.73:20) Meski di dalam Islam Allah telah memberi
ketentuan rizki yang diterima oleh ciptaan-Nya dimuka bumi ini, akan
tetapi Allah mendidik manusia untuk melakukan usaha dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya
Berdasarkan motifnya, Manusia memiliki pandangan yang berbeda-beda
dalam memaknai pekerjaan mereka. Setidaknya ada empat motif dalam hal
ini2, antara lain:
1. Bekerja untuk hidup (to live) merupakan fenomena kebanyakan orang,
motif utamanya fisik material. Bahwa, pekerjaannya sekedar untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Bekerja untuk memperbanyak relasi (to love). Orang yang mempunyai
pandangan ini, selain memaknai pekerjaan sebagai tempat mencari harta,
ia juga menggunakan kesempatan bekerja untuk memperluas pergaulan.
Motif utamanya adalah relasi-sosial atau komunikasi antar sesama
(interhuman relations).
1
Nurohman, Dede. Memahami Dasar-Dasar Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011)
2
Supriyadi, Anis F. 2017. Buku Ajar Al-Islam dan Kemuhammadiyahan 2. Sidoarjo : Umisda
Press

0 0
3. Bekerja untuk belajar (to learn). Motif utamanya intelektual. Orang tipe
ketiga ini memaknai pekerjaannya sebagai tempat menambah pengalaman
mencari ilmu, dan menguji kemampuan.
4. Bekerja untuk berbagi kenikmatan dan mewariskan kebaikan (to leave a
legacy). Orang tipe keempat ini memaknai pekerjaannya sebagai ibadah
kepada Allah SWT. motif utamanya lebih mengarah kepada spiritualitas.
Pekerjaan apapun yang dimilikinya, selalu memotivasi dirinya untuk
berbuat kebaikan dan memberikan manfaat kepada lingkungan sekitarnya.
Tipe inilah yang terbaik di dalam agama Islam sebagaimana Rasulullah
SAW bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling
bermanfaat untuk yang lainnya” (HR. Thabrani).

2.2 Cara Mengatasi Persoalan Dalam Hidup Menurut Islam


Dalam menjalani kehidupannya sebagai hamba Allah SWT. Manusia
kerap dihadapi oleh berbagai masalah. Masalah dapat dipahami sebagai salah
satu bagian dari setiap perjuangan yang tidak dapat dihindari oleh setiap
manusia. Islam mengajarkan bahwa barang siapa berjuang sekuat tenaga
sesungguhnya dia telah berusaha untuk dirinya sendiri. Setiap masalah yang
diberikan terkadang terasa sangat berat, sehingga masih banyak manusia yang
merasa sangat menderita manakala mendapatkan permasalahan. Sebagian
manusia bahkan memilih untuk mengakhiri hidupnya karena menganggap
ketidakmampuannya untuk bertahan dan menghadapi masalah yang sedang
dihadapi3.
Dalam Q.S. al-„Ashr/103: 1-3, Allah SWT. berfirman:

‫ِ خ ِسر ِا َّل ا ِلاذي ن ٰامن وا وِعُلموا ال ِب ْ َِل ّق‬ ‫ن‬‫ا ولْ َع ِْصر ِا ا‬
َ َ َ ْ ُ ََ ْ ْ ُ َ َ
‫ْص‬ ‫ِ َ سا ف‬
‫ّٰصلِ ٰح َِتتوَ َوا‬ ْ‫ْا ّلن‬
‫ا‬ ‫ْي‬ ‫ل‬َ ‫ن‬
‫و‬
ِ ْ ‫ِەتو وا صا اص‬
‫ب‬ ْ َ ََ َ
‫و ِبل‬
“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-
menasehati supaya menetapi kesabaran.”

3
Tarmizi (2013) „Problem Solving Dalam Perspektif‟, Miqot, XXXVII(1), pp. 87–108.

4
0 0
Dalam Q.S. al-Baqarah/2: 286, Allah SWT. berfirman:

‫َ َّلي َكِ ُّلفٱ َّالَلن ْفسا ِإا َّل و َلا َك ْت وَلعي ها ام ْت َّل‬
َ َْ َ ََ ُ ً ُ ُ
‫ْٱكَت سب َبارنَا‬ ‫ْس َعها ام سَب‬
َ
‫ك ََما َْلحَتوَُۥَلعى‬
َ ‫َ ِ ًْصار‬
َ ‫ِناي سَنآ َْأ و َْأخ‬
‫طْأ َن َۚبرا نَا َّول َْتم‬ ْ ِ ‫ت َ ؤا‬
ِ‫خ ذَٓن‬ ُ
‫ٱلِاذي َن‬ ‫إن‬
‫َْ َل ْع ي نَٓا ِإ‬

‫ن ۚا‬
َ ‫ح‬
ٓ َ ‫ف عناا ٱْوغ َوٱْر‬
َ ‫َّل‬
َ َ ُ ‫طاَقَلةنَا ِبوۦ ۖ َوٱ‬ ‫َو َّل ََُِتّمْلنَا‬ َۚ ‫ِ من َْقبِ لَنا‬
‫َأن َت‬
‫ِْ فرَلنَا‬ ‫ْع‬ َ ‫م َا‬ ‫ا برَنا‬
ْ‫ْ َٰمَلَنواى َفٱن ُْص رَنَلعى ٱل‬

‫َِ ْق وٱمل َْٰكفِري َن‬


“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya
dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka
berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa
atau kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada
kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang
yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami
apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah
kami dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami
terhadap kaum yang kafir.”

Dalam Q.S. al-A„râf/7: 42, Allah berfirman:


ۚ ِ ٰ
َ
‫ت ّلنُ َ ّكلَُفن‬ َ ِ ‫َاو ِلاذي ْ َن َ ٰام ُن ْوا َِوعَُلموا ال ّٰصِل ٰح‬
‫ح ُب َاْلناِة‬ ٰ ‫سا ِاآَُّلو ُْاوسَعَٰلهاى ِ َك َا ْص‬ً ‫ْف‬
‫ُْىم ِفي َْ ها ٰخ ِل ُْد َو ن‬
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh,
Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar
kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di
dalamnya.”
Berdasarkan ketiga ayat di atas, dapat dipahami bahwa setiap manusia
yang hidup pasti akan menghadapi masalah. Namun, Allah tidaklah
membebani manusia dengan masalah yang tidak sanggup dipikul oleh
mereka. Karena Dia telah menganugerahkan beragam kemampuan untuk

0 0
mampu menyelesaikan masalah hidupnya. Tentu saja, kemampuan ini
tergantung sejauh mana manusia berhasil mengaktualisasikan potensi dirinya.
Ajaran Islam sangat menekankan supaya manusia tetap optimis dalam
menghadapi persoalan serta yakin bahwa setiap persoalan pasti memiliki
solusi yang akan membawa kebaikan bagi dirinya di masa mendatang."4
Perintah kepada manusia agar tetap optimis dalam menghadapi persoalan
kehidupan tersebar di beberapa surat dan ayat dalam Al-Qur'an5. Masih dalam
pandangan Islam, setiap individu yang mempunyai sikap optimis akan
merasakan kebahagiaan dalam dirinya serta mampu mengatasi stress yang
dirasakan dengan baik. Di samping itu, optimisme juga memiliki pengaruh
positif terhadap kerja kognitif yang akan menghasilkan kesuksesan."
Optimisme dalam Islam diikuti dengan keyakinan akan pertolongan Allah,
sehingga kendala dan gangguan kehidupa dapat dilalui dengan mudah6.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa optimisme bukanlah bentuk
kepecayaan diri berlebih. Akan tetapi ia adalah sebuah spirit dan motivasi
seseorang untuk berusaha keras dalam mengatasi persoalan yang dihadapi.
Dengan harapan mendapatkan solusi sesuai yang diinginkan. Hal menarik
dari sikap optimisme adalah apa yang diutarakan Toha Assegaf yang
mengatakan bahwa kesehatan fisik individu memiliki keterkaitan dengan
sikap optimisme. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa berprasangka baik
kepada Allah SWT untuk mendapat kesembuhan merupakan bagian dari
sikap optimisme yang dapat membantu mempercepat proses kesembuhan7.
Artinya bahwa berprasangka baik merupakan bagian dari cara menanamkan
sifat optimisme, bukan sebatas persoalan kesembuhan dari penyakit semata,
namun juga dari berbagai bentuk problematika kehidupan.
Semangat dalam berusaha mendapatkan sesuatu yang diinginkan akan
membangung jiwa optimisme, dapat menyehat- kan badan, serta dapat
meselaraskan emosi sehingga sportifitas tetap terjaga. Berbeda halnya mental
4
Adil Fathi Abdullah. 2004. Membangun Positive Thingking Secara Islam, Jakarta : Gema Insani
Press,
5
pp. 83.
Waskito. 2013. The Power of Optimism, Jakarta : Pustaka Kautsar, pp. 241.
6
Ibrahim Elfiky, Terapi Berpikir Positif (Biarkan Mukjizat dalam Diri Anda Melekat Agar Hidup
Lebih
7
Sukses dan Lebih Bahagia.
Mohammad Ali Thoha Assegaf. 2004. 365 Tips Sehat ala Rasulullah, Jakarta : Mizan Publika,
pp. 31.

0 0
yang mudah menyerah dalam menghadapi persoalan akan cenderung berputus
asa dan pesimis untuk mendapatkan sebuah harapan. Al-Qur'an menilai
individu yang memiliki sifat pesimis dalam menghadapi persoalan adalah
orang yang berputus asa dari rahmat Allah. Mereka yang mempunyai jiwa
optimis berpendapat bahwa dalam menjalani kehidupan pasti akan
dihadapkan dengan berbagai persoalan yang tidak mungkin dihindari. Namun
mereka berpandangan bahwa persoalan tersebut mempunyai jalan keluar yang
perlu diusahakan.
Sebagaimana yang telah diungkapkan di atas, bahwa Seligman adalah
tokoh yang mencoba untuk merubah sisi negatif diri manusia kepada sisi
positif berpendapat bahwa sikap individu yang mempunyai sikap optimisme
memiliki kekebalan tubuh lebih baik dibandingkan dengan individu yang
berjiwa pesimistik." Conversano berpendapat bahwa mereka yang memiliki
sifat optimis dalam menjalani kehidupan memiliki kekebalan tubuh dua kali
lipat dibandingkan dengan mereka yang pesimis8. Sedangkan James Kalat
berpendapat bahwa sikap putus asa dapat mempengaruhi sisitem kekebalan
tubuh. Hal dikarenaan sistem kekebalan tubuh terkoneksi langsung dengan
pola pikir individu9.
Dengan memahami teori di atas, maka dapat dikatakan bahwa kontrol diri
(self control) memiliki korelasi erat dalam membangun sikap optimisme dan
dengan sikap optimisme individu akan tetap semangat dalam berusaha untuk
mendapat hal yang diharapkan.

2.3 Ayat-Ayat Tentang Perintah Bekerja (Al-Qur’an dan Hadits)


Berikut ayat Al-Qur‟an tentang perintah bekerja keras.
1. QS. At-Taubah ayat 105
۟
‫ل ُك ْم َُوروسُلوُۥ َٱو ُْل ْم ِؤمُنو َن‬
َ ‫سر ى ٱ َّلا ُل ََعم‬
َ ‫ي‬ ‫ف‬
َ ‫ا‬ ‫َوقُِ ل َٱُْعلمو‬
‫س َ ُدّرو َن إِ َٰل َٰعِِلم‬ُ ‫َوت‬

‫ْي َِبٱو لشا ٰ َهِ دَةُفيَنُِّئب ُكم‬ ‫ٱ ْلغ‬


‫كُتمَتعَْمُلو َن‬ ِ
ْ ‫َِاُبن‬

8
Conversano, 2020. “Optimism and Its Impact on Mental and Physical Well Being”.
9
James W. Kalat. Biopsikologi.. pp. 163

7
0 0
“Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”
(QS At-Taubah: 105).
2. QS. Al-Ankabut ayat 17
۟ ۟
‫َفْٱبَتغ ُوا ِعَندٱ َّلاِلٱ ّل ِْرز َق َوْٱعُبدو َُه ٱو ْش ُكورا َٓل ُۥوِ ۖ َِل ْإ يوت‬
‫ُْ َرجُعوَن‬
“Maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah
kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan.” (QS al-
Ankabut:17).
3. QS. Al-Jumu’ah ayat 10
۟ ِ ۟ ِ
‫ف ِْضلٱ َّلا َِلٱوْذ‬
َ ‫م‬ ‫ن‬‫ا‬ ‫و‬ ‫غ‬‫ت‬ ‫ب‬ ‫و‬
ُ َ َْ ْ‫ٱ‬ ‫ض‬ ِ ‫ر‬ َ ‫ل‬ ْ ‫ٱ‬ ‫ف‬ ِ ‫ا‬ ‫شرو‬
ُ ‫ت‬
ِ
َ ‫َفِإاذقُ ضَيِتٱلُ اصَٰلفٱوةن‬
۟
‫ُكو را ٱل اَل‬

‫كم ُت ْفِل ُحو َن‬


ُ ‫َث ِكًرايلَاعاْل‬
“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka
bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyaknya
supaya kamu beruntung.” (QS al-Jumu‟ah: 10).
4. QS. Ash-Shaffat ayat 61

‫لِمْثِل َا َٰىذ َفْليَ ْ ِع َملالَْعاِمُل َو ن‬


“Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang
bekerja.” (QS Ash-Shaffat: 61).

5. QS. Az-Zumar ayat 39

‫اعملُو‬ ِ
َْ ‫ق َْل َيق َْوم‬
ُ
“Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku
akan bekerja(pula), maka kelak kamu akan mengetahui.” (QS Az-Zumar:
39).

8
0 0
Berikut ini hadist tentang perintah bekerja.
1. Hadist pertama

ُ ‫سلا َمي‬ ِ ‫ِا‬ ِ ِ


‫ق‬ َ ‫س ع ُت َ َر ُسوهللا َ ىصله للَُاَلع ْيوَ َو‬
ْ َ :‫َع ْن ُع َ َم َر َر ضه يللَُاعُْنوقََال‬
‫ل ْو‬
َ ‫ ل‬:‫ُو‬

‫خًااص‬ ِ
َ ِ ‫ُكم‬ ْ ‫ت اوك َُل و َنَلىع َاحق َُّتوكِلو ََلر‬
َ ‫َان ْا َُكم‬
‫ر َتغ ُْ دو‬,‫زَق َكَاميَ ُْ ُرازقلط َا ْي‬ ‫هللِا‬

َ ِ‫ت َو ُ ُروحب‬. َ
‫طا ًَن‬
Artinya: "Dari Umar Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku pernah
mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalau
kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, maka
niscaya Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana Allah
memberi rezeki kepada burung; ia pergi pagi hari dalam keadaan
perutnya kosong, lalu pulang pada sore hari dalam keadaan kenyang”.
[HR Tirmidzi, no. 2344; Ahmad (I/30); Ibnu Majah, no. 4164]
2. Hadist kedua

‫ُ ًفْاورَل‬
‫َم ْن َْام َسى َكا َّل ِم ْن عَِمل ََيدْيِ و َْام‬
‫َس َى ْغم‬
Artinya: “Barangsiapa yang di waktu sore merasa capek (lelah) lantaran
pekerjaan kedua tangannya (mencari nafkah) maka di saat itu diampuni
dosa baginya.” (HR. Thabrani).
3. Hadist ketiga

‫عمِ َِليدهِ َوإِا ِنا نَه ِبللِا‬


َ َ ْ ‫م ْن َْأ ن َْي‬
ِ ‫َحد ط ََ ع ًاما‬ ‫َما َأ َك‬
‫ُك ل ن‬ ‫َل َأ‬
‫دَاُ َود‬
َ ‫يرا‬
ً ْ ‫طخ‬ َ ّ‫َُق‬
‫ِم‬

‫س َل م كا ِم ْن َعِملَيِِده‬ ‫َلَع ِْي‬


َ ُ ‫ا‬
‫َن َْي ُكُل‬
Artinya: “Tidak ada seseorang yang memakan satu makanan pun yang
lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya (bekerja) sendiri. Dan
sesungguhnya Nabi Allah Daud as. memakan makanan dari hasil
usahanya sendiri.” (HR. Bukhari).
9

0 0
4. Hadist keempat

‫ِم ن وامأَْ ن ََفقال ار َن ْف ِسِ و‬ ‫جل َْكسًبا‬


َ ْ ُ ُ ‫سبالا ر‬
َ ‫َما َك‬
‫جُ َلعى‬
َ ُ ‫َعِمل َِيدِه‬ ‫ي َب‬
َ ‫ط‬
ْ ‫َأ‬

‫لو َوَلدِ ِه َو َخا ِدِموف َ َُهو‬


ِ ِ‫أَوى‬
ْ َ
‫َصد قَة‬
Artinya: “Tidak ada yang lebih baik dari usaha seorang laki-laki kecuali
dari hasil tangannya (bekerja) sendiri. Dan apa saja yang dinafkahkan
oleh seorang laki-laki kepada diri, istri, anak dan pembantunya adalah
sedekah.” (HR. Ibnu Majah).
5. Hadist kelima
ِ‫موسى ا صىله للا َعليوِو سلام آ جَرن ْف سو ثَِا ِن ِسنِ ي َأ و ع ْشار َعلى‬ ‫إ ِ ان‬
َ ً َ ْ َ ْ َ ُ َ َ َ َ َ ْ ُ َ َ ُْ
‫ف ْرِج َوِ وطََعاِم‬
َ ‫ِعا فة‬

ِ‫ب ْط ِنو‬
َ
Artinya: “Sesungguhnya Nabi Musa as. mempekerjakan dirinya sebagai
buruh selama delapan tahun atau sepuluh tahun untuk menjaga
kehormatan dirinya dan untuk mendapatkan makanan (halal) bagi
perutnya.” (HR. Ibnu Majah).

2.4 Rahmat Allah Terhadap Orang Yang Rajin Bekerja


Rajin bekerja dalam Islam konteksnya lebih pada makna tidak malas
bekerja, pekerja keras bukan workaholic. Dua konteks tersebut mempunyai
perbedaan definisi, workaholic istilah lainnya adalah pecandu kerja, gila
kerja, sehingga seluruh hidupnya hanya dihabiskan untuk pekerjaannya,
sedangkan pekerja keras (hardworker) adalah orang yang berkontribusi
maksimal untuk pekerjaannya tetapi tidak melalaikan kehidupan sosial
lainnya Seorang pekerja keras lebih memaknai pekerjaannya sebagai suatu
usaha untuk bertahan hidup dan menjaga kehormatannya, dalam Islam
bersikap iffah (menjaga kehormatan diri) telah diajarkan Rasulullah SAW
salah satunya melalui hadis larangan menjadi peminta-minta. Hadis
diriwayatkan Abdullah bin Umar, Rasulullah bersabda :

‫ِف َو َْْلم‬ َ‫ي ْوام ِْل قيَ َاِمةل‬ َ ‫زا ل ا ل ر ج ل ي س‬


َ ‫مَاي َ ُ ا ُ ُ َ ْ ُاا َس َحاََّتَِْاَيِت‬
‫ْي س ْجِهِ و ُْم زعَُة‬ ‫ا للناا‬
َ
10

0 0
Dalam hadis lain yang diriwayatkan Hubsyi bin Junadah, Rasulullah SAW
bersabda:

‫ل ا ْ َْل م َر‬ ْ ‫ِ م ْ ق ر َ َا‬


ُ ‫ف َا كاَّ َنَاا َي ُك‬ َ ‫ْ َمن‬
‫س َا ْنْ َِغريَ ف‬
“Barangsiapa meminta-minta padahal dirinya tidak fakir, maka dia seolah-
olah memakan bara api” (HR. Imam Ahmad)
Dalam Islam Rasulullah SAW mengharamkan perbuatan meminta-minta,
kecuali dalam tiga keadaan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW kepada
sahabat Qobishoh

‫َر ُجل ََتام َل‬ ‫حد ِ َث‬ ّ ‫َ َيَقبِي َُص ة إِاناَْلم ْسأَ ََل ّة ََل َِ ُت‬
َ ‫ل َْل‬
‫َحًاَلةََفحل ْا تَُلو‬ ‫َلَثة‬ ‫ِ ّإَلا‬

‫َح‬
‫سل َُة حا َّتِ ييصبه ا ُاُث ُْي ِس ُك َ َور ُجل َأ َاصب ْتُو‬
ََ ُ َ َ ‫اَْلم ْأ‬
ُ‫َْتا ُم َلو ََف حا ْلتَلو‬
‫جا ِئ َحة ْا جَتا‬
َ

‫– َوَر ُجل‬
‫س داد ًا ِم ْن‬ ِ َ‫سل َُة حا َّتي ِصيبقِوا ما ِم ن ع َأوقَا‬
َ ْ َ ْ ً َ َ ُ َ َ ‫الَْم ْأ‬
ُ‫ََأَاصب ْتو‬ ‫َْعيش‬ ‫ل‬ – ‫ْي ش‬

َ ‫ِمن َْق ِوِم وَل‬


‫ق ْد ََأا صَبْتًُفَ َلنَ َفاَقةََفحا ْلُتلَو‬ ْ ‫اقة َح ُقوَم َث ِ َذ ِوى‬ َ ‫َف‬
‫ا َِْْلا‬ ‫َل َثة م‬ ‫ّاَ َتي‬
‫ْن‬

‫ِسا ِم َن‬ ِ ِ ‫ي ِصَيبقَِو ًا ما ِم ْن َع َْأوقَ َا‬ َ َ ‫الَْم ْأ‬


َ َ ‫س داد ًا م ْن‬
َ ُ ‫سل َُة َحا ّت‬
‫و ُى‬ ‫َعْيش – َف‬ ‫ل‬ – ‫ْي ش‬
‫ان‬ ‫ا‬
‫م‬

‫سًتحا‬
ُ ْ ِ ِ َ ‫الْم أ‬
‫سح ًتا َصا‬ ُ ْ َ‫س َلَة َي َقبِي‬ ْ َ
‫َُْيك َُل ها ح ُبَها‬ ‫ُص‬
‫ة‬
“Wahai Qobishoh, sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal kecuali untuk
tiga orang: 1). Seseorang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh
mengemis sampai ia melunasinya, 2). Seseorang yang ditimpa musibah
hingga habis hartanya, ia boleh mengemis sampai ia mendapatkan sandaran
hidup, dan 3). Seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga
orang yang berakal dari kaumnya berkata, Si Fulan benar-benar telah
tertimpa kesengsaraan, maka boleh baginya meminta-minta sampai
mendapatkan sandaran hidup. Selain ketiga golongan itu Wahai Qobishoh,
adalah haram dan orang yang memakannya berarti memakan harta yang
haram” (HR. Muslim No.1044).

11

0 0
Memahami hadis di atas, mengemis merupakan perbuatan yang harus
dihindari kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak, sebagaimana
digambarkan oleh Rasulullah SAW pada tiga keadaan tersebut. Dalil-dalil di
atas menjadi suatu bukti bahwa Islam mengajarkan tentang etos kerja yang
baik bagi pemeluknya. Hasil yang dicapai tidak selalu berorientasi pada harta
yang banyak, tetapi konteksnya lebih pada rahmah dan barokah. orang
muslim yang akan berhasil dalam hidupnya adalah kemampuannya
meninggalkan perbuatan yang melahirkan kemalasan atau tidak produktif dan
digantinya dengan amalam yang bermanfa‟at. sabda rasulullah saw. bekerja
bagi seorang muslim adalah dalam rangka mendapatkan rezki yang halal dan
memberikan manfa‟at yang sebesar-besarnya bagi masyarakat sebagai
ibadahnya kepada Allah swt. Dalam pandangan islam bekerja merupakan
bagian dari ibadah, maka aplikasi dan implementasinya perlu diikat dan
dilandasi oleh akhlak atau etika, yang senantiasa disebut etika profesi. Etika
atau akhlak yang mencerminkan sifat terpuji, yaitu shidiq, istiqomah,
Amanah, tabligh, fatanah.
Rahmah dimaknai sebagai kasih sayang Allah kepada segenap makhluk-
Nya. Kasih sayang di dunia berupa anugerah, hidayah, rizki dan perlindungan
Allah, sedangkan di akhirat rahmat Allah salah satunya berupa Syurga10.
Barokah dalam Kitab Sharah Shahih Muslim karya Imam an-Nawawi
dijelaskan memiliki dua arti kata,
1. Tumbuh, berkembang dan bertambah.
2. Kebaikan yang berkesinambungan. Imam al-Ghazali memberi makna
bertambahnya kebaikan11.
Dari uraian diatas, dapat difahami, bahwa seorang muslim yang akan
mendapat kasih sayang dari Allah swt. Adalah apabila orang itu jauh dari
sifat malas, senang melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfa‟at, rajin
bekerja, tidak menyia-nyiakan waktu, menyadari bahwa semua aktifitas yang
dilakukan adalah dalam rangka beribadah kepada Allah swt. pada intinya

10
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Vol.1, Cet. Ke-
VIII,
11
(Jakarta: Lentera Hati, 2006)
Mujieb, M. Abdul. dkk., Ensiklopedia Tasawuf Imam al-Ghazali, Cet.ke-1(Jakarta: Hikmah,
2009)

12

0 0
konsep rajin bekerja dalam Islam merupakan sikap pekerja keras yang ketika
melaksanakan pekerjaannya tidak melupakan hak-hak Allah SWT. apabila hal
ini dilaksanakan secara dinamis maka disitulah akan berlaku rahmat dan
barokahNya.

2.5 Profesionalisme Dalam Bekerja


Profesional dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti mutu, kualitas
dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang
professional. profesonal berarti berkualitas, bermutu dan ahli dalam satu
bidang pekerjan yang menjadi profesinya. suatu pekerjaan yang dilaksanakan
oleh seseorang yang memang ahlinya, tentu akan mendapatkan hasil yang
bermutu dan baik. sebaliknya suatu pekerjaan yang dilaksanakan oleh
seseorang yang bukan profesinya, akan mendapatkan hasil yang tidak
bermutu dan bahkan akan berantakan. Rasulullah Saw bersabda : “apabila
menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah
kehancurannya.” Menurut sabda Rasul ini, seseorang dalam bekerja, apapun
pekerjaannya, kalau ingin mengharpkan hasil yang berkualitas dan baik, maka
dia harus profeisinal atau ahli dalam pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya itu.
Profesionalitas sangat dibutuhkan terutama dalam dunia pekerjaan. Sikap
profesional melahirkan suatu kerja maksimal yang tidak dilandasi oleh
keterpaksaan melainkan berdasar pada panggilan jiwa yang berkaitan dengan
keahlian dan profesi yang diembannya. firmam Allah dalam Al Baqarah 208:
(Hai orang yang beriman, masuklah kamu kedalam kedamaian atau islam
secara menyeluruh, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan, karena
setan itu adalah musuhmu yang nyata) tersirat dalam ayat ini, bahwa aktifitas
apapun yang dilakukan menuntut pelakunya untuk berilmu secara mendalam
dan menyeluruh (kaffah) seuai dengan profesinya.
Aktualisasi profesionalisme dalam Islam bisa dilihat dari beberapa prinsip
yang terdapat dalam nash, diantaranya:
1. Pekerjaan harus dilaksanakan berdasarkan pengetahuan yang qualified.
(QS. al-Isra‟[17]:36)

13

0 0
2. Pekerjaan harus diberikan sesuai dengan bidang keahliannya. (QS. an-
Nisa‟[4]:58)
3. Dikerjakan dengan cara yang sungguh-sungguh. (QS. al-Insyirah [94]: 7-8)
4. Tidak dzalim baik terhadap diri sendiri maupun orang lain baik selaku
pimpinan ataupun karyawan (QS. ash-Shura [42]:39)

14

0 0
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bekerja merupakan suatu cara bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidup baik fisik, psikologis maupun sosial. Kerja dalam kehidupan dapat
dimaknai sebagai peneguhan eksistensi kekhalifahan manusia di bumi, usaha
yang berstatus kewajiban untuk memenuhi kebutuhan hidup, mengandung
manfaat sosial akan tetapi juga bernilai ritual, perjuangan (jihad) manusia
untuk mempertahankan kehidupannya. Rajin bekerja dalam Islam konteksnya
lebih pada makna pekerja keras bukan workaholic. Pekerja keras
(hardworker) adalah orang yang berkontribusi maksimal untuk pekerjaannya
tetapi tidak melalaikan kehidupan sosial lainnya. Dalam Islam, rajin bekerja
menjadi penting kaitannya dengan bertahan hidup dan menjaga kehormatan.
Maka inti dari konsep pekerja keras yang mendapat rahmat Allah adalah 288
orang yang rajin bekerja tetapi tidak melalaikan hak-hak Allah SWT.

3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna. Masih banyak
kesalahan dari penulisan kelompok kami, karena kami manusia dimana

hadist dalam dosa dan salah “‫طِاَءاول ِّنْ سَيِان‬


َ ‫َساُن َ ُّمل ا َْل‬ ْ ‫ ْ” َاِ َّل‬. saran Untuk
‫ن‬
tempatnya
dapat berisikan kritik terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi
terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah dijelaskan.

15

0 0
DAFTAR PUSTAKA

1
Nurohman, Dede. Memahami Dasar-Dasar Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Teras,
2011)
2
Supriyadi, Anis F. 2017. Buku Ajar Al-Islam dan Kemuhammadiyahan 2.
Sidoarjo : Umisda Press
3
Tarmizi (2013) „Problem Solving Dalam Perspektif‟, Miqot, XXXVII(1), pp. 87–
108.
4
Adil Fathi Abdullah. 2004. Membangun Positive Thingking Secara Islam,
Jakarta : Gema Insani Press, pp. 83.
5
Waskito. 2013. The Power of Optimism, Jakarta : Pustaka Kautsar, pp. 241.
6
Ibrahim Elfiky, Terapi Berpikir Positif (Biarkan Mukjizat dalam Diri Anda
Melekat Agar Hidup Lebih Sukses dan Lebih Bahagia.
7
Mohammad Ali Thoha Assegaf. 2004. 365 Tips Sehat ala Rasulullah, Jakarta :
Mizan Publika, pp. 31.
8
Conversano, 2020. “Optimism and Its Impact on Mental and Physical Well
Being”.
9
James W. Kalat. Biopsikologi.. pp. 163
10
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an,
Vol.1, Cet. Ke-VIII, (Jakarta: Lentera Hati, 2006)
11
Mujieb, M. Abdul. dkk., Ensiklopedia Tasawuf Imam al-Ghazali, Cet.ke-
1(Jakarta: Hikmah, 2009)

16

0 0

Anda mungkin juga menyukai