Oleh Kelompok 1:
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Karya
ilmiah ini berjudul “Akhlak Kepada Allah SWT, dan Mahabbah”.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun, selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada pembaca.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi segala usaha kita. Aamiin.
Penulis
DAFTAR ISI
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagai
individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung
kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik, maka sejahteralah lahir batinnya,
apabila rusak, maka rusaklah lahir batinnya.
Kewajiban seseorang terletak pada akhlaknya yang baik, akhlak yang baik selalu membuat
orang menjadi aman, tenang, dan tidak adanya perbuatan yang tercela. Seseorang yang
berakhlak mulia selalu melaksanakan kewajiban- kewajibannya. Dia melakukan kewajiban
terhadap dirinya sendiri yang menjadi hak dirinya, terhadap Tuhan yang menjadi hak
Tuhannya, terhadap makhluk lain, dan terhadap sesama manusia.
Ajaran cinta kasih ternyata tidak hanya milik agama Kristen saja. Nabi Muhammad sendiri –
yang notabene pembawa agama Islam– diutus oleh Allah untuk membawa misi sebagai kasih
sayang bagi alam semesta (rahmah lil 'alamin). Lebih jauh lagi, tasawuf sebagai salah satu
bentuk pemahaman dalam Islam telah memperkenalkan ajaran cinta (mahabbah) posisi yang
tinggi.Hal itu terlihat dari bagaimana para ulama sufi, seperti al-Ghazali,
menempatkan mahabbah sebagai salah satu tingkat puncak yang harus dilalui para sufi.
Wajah sejuk dan teduh tasawuf yang mendedahkan cinta, dari dulu sejak zaman Rabi'ah al-
Adawiyah hingga zaman modern sekarang, tak pelak menarik orang-orang yang tertarik
dengan pencarian kebahagiaan dan kebenaran hakiki. Apalagi di zaman modern sekarang
ketika alienasi sosial begitu banyak terjadi, terutama di masyarakat Barat. Alienasi tersebut
terjadi di antaranya karena kemajuan materi ternyata banyak mengorbankan pengorbanan
spiritual. Kemudahan-kemudahan hidup yang dihasilkan oleh kemajuan teknologi modern
membuat banyak orang menjadi ruang bagi rohani dalam dirinya.
Mahabbahadalah cinta, atau cinta yang luhur kepada Tuhan yang dan tanpa syarat,tahapan
menumbuhkan cinta kepada Allah, yaitu: keikhlasan, perenungan, pelatihan spiritual, interaksi
diri terhadap kematian, sehingga tahap cinta adalah tahap tertinggi oleh seorang ahli yang
menyelaminya. Didalamnya kepuasan hati (ridho), kerinduan (syauq) dan keintiman (uns).
8. Tawakal
Tawakal adalah membebaskan diri dari segala kebergantungan kepada selain Allah
dan menyerahkan keputusan segala sesuatunya kepadanya. Allah berfirman dalam
surah Hud: 123, yang arinya :”Dan kepunyaan Allah lah apa yang ghaib di langit dan
di bumi dan kepada-Nya lah dikembalikan urusan- urusan semuanya, maka
sembahlah Dia, dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali- kali Tuhanmu tidah lalai
dari apa yang kamu kerjakan.”
Tawakal harus diawali dengan kerja keras dan usaha maksimal ( ikhtiar ). Tidaklah
dinamai tawakal kalau hanya pasrah menunggu nasib sambil berpangku tangan tanpa
melakukan apa- apa.
B. Mahabbah
1. Pengertian Mahabbah
Mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabbatan, yang secara harfiah berarti
mencintai secara mendalam. Dalam mu’jam al-falsafi, Jamil Shaliba mengatakan
mahabbah adalah lawan dari al-baghd, yakni cinta lawan dari benci. Al mahabbah dapat
pula berarti al wadud yakni yang sangat kasih atau penyayang. Mahabbah pada tingkat
selanjutnya dapat pula berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk
mencapai tingkat ruhaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang mutlak, yaitu cinta
kepada Tuhan.
Pengertian mahabbah dari segi tasawwuf ini lebih lanjut dikemukakan al Qusyairi
sebagai berikut: “almahabbah adalah merupakan hal (keadaan) jiwa yang mulia yang
bentuknya adalah disaksikannya (kemutlakkan) Allah swt oleh hamba, selanjutnya yang
dicintainya itu juga menyatakan cinta kepada yang dikasihi-Nya dan yang seorang hamba
mencintai Allah swt”.
Antara mahabbah dan ma’rifah ada persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah
tujuan untuk memperoleh kesenangan batiniah yang sulit dilukiskan dengan kata-kata,
tetapi hanya dirasakan oleh jiwa.
Selain itu juga mahabbah merupakan hal keadaan mental seperti senang, perasaan sedih,
perasaan takut dan sebagainya. Mahabbah berlainan dengan maqam, hal bersifat
sementara, datang dan pergi bagi para sufi dalam perjalanan mendekatkan diri pada Allah
swt menggambarkan keadaan dekatnya seorang sufi dengan Tuhan. Perbedaannya
mahabbah menggambarkan hubungan dengan bentuk cinta, sedangkan ma’rifah
menggambarkan hubungan dalam bentuk pengetahuan dengan hati sanubari.
Al-mahabbah dapat berarti kecenderungan pada sesuatu yang sedang berjalan, dengan
tujuan untuk memperoleh kebutuhan yang bersifat material maupun spiritual, seperti
cintanya seseorang yang kasmaran pada sesuatu yang dicintainya.Mahabbah pada tingkat
selanjutnya berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat
tertinggi yang tertinggi dengan tercapainya gambaran Yang Mutlak, yaitu cinta kepada
Tuhan.Kata mahabbah selanjutnya digunakan untuk menunjukkan suatu paham atau aliran
dalam tasawuf.Mahabbah obyeknya lebih ditujukan pada Tuhan.Jadi, Mahabbah artinya
cinta yang mendalam dalam ruhiah pada Tuhan.
Keutamaan mahabbah dijelaskan Rasul dalam haditsnya: “Diriwayatkan dari Anas bin
Malik ra: Seorang lelaki yang berasal dari pedalaman bertanya kepada Rasulullah saw:
Kapankah berlakunya Kiamat? Rasulullah saw bersabda: Apakah persediaan kamu untuk
menghadapinya? Saya menjawab: Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah saw
bersabda: Kamu akan tetap bersama orang yang kamu cintai ”. Selain itu Mahabbah dapat
mengantarkan yang memiliki kecintaan tersebut di antara penghuni langit.Sebab para
malaikat akan selalu mencintai orang-orang yang dicintai oleh Allah atas kedekatannya
dengan-Nya, juga mereka selalu mematuhi perintah Allah”.
4. Macam-Macam Mahabah
Dalam Qur’an cinta memiliki 8 pengertian berikut ini penjelasannya:
1. Mahabbah mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan“nggemesi”.
Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selaluberdua, enggan berpisah dan
selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak
bisa berfikir lain.
2. Mahabbah rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut,siap
berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih
memperhatikan orang yang dicintainya dibandingterhadap diri sendiri. Baginya yang
penting adalah kebahagiaan sangkekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat
memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya.
Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian
darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya.
Dari itu maka dalam al Qur’an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham ,yakni
orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang berasal dari garba
kasih sayang ibu, disebut rahim (dari katarahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi
oleh suasana psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim.Selanjutnya
diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu ber
silaturrahim, atau silaturrahmi artinya menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang
diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia
akhirat.
3. Mahabbah mail, adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga
menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis
mail ini dalam al Qur’an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh
cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang
lama.
4. Mahabbah syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan
memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) bisa
seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyadari apa yang dilakukan. Al
Qur’an menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha,
istri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.
5. Mahabbah ra’fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkannorma-norma
kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk
salat, membelanya meskipun salah. Al Qur’an menyebut term ini ketika mengingatkan
agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam
hal ini kasus hukuman bagi pezina (Q/24:2).
6. Mahabbah shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilakupenyimpang
tanpa sanggup mengelak. Al Qur’an menyebut term ni ketikamengkisahkan bagaimana
Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon
dimasukkan penjara saja),sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam
perbuatanbodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min aljahilin
(Q/12:33)
7. Mahabbah syauq (rindu). Term ini bukan dari al Qur’an tetapi darihadis yang
menafsirkan al Qur’an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5dikatakan bahwa barangsiapa rindu
berjumpa Allah pasti waktunya akantiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan
dalam doa ma’tsurdari hadis riwayat Ahmad; wa as’aluka ladzzata an nadzori ila
wajhikawa as syauqa ila liqa’ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya
memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu.Menurut Ibn
al Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbin waNuzhat al Musytaqin, Syauq
(rindu) adalah pengembaraan hati kepadasang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan
kobaran cinta yangapinya berada di dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wa iltihab
naruha fi qalb al muhibbi.
8. Mahabbah kulfah. yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-
hal yang positip meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu,
membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut al Qur’an ketika
menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan
kemampuannya, layukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286).
2) Dasar Filosofi
Dalam mengelaborasi dasar-dasar filosofis ajaran tentang cinta (mahabbah) ini,
al-Ghazali merupakan ulama tasawuf yang pernah melakukannya dengan cukup
bagus. Menurut beliau, ada tiga hal yang mendasari tumbuhnya cinta dan bagaimana
kualitasnya, yaitu sebagai berikut:
a. Cinta tidak akan terjadi tanpa proses pengenalan (ma’rifat) dan pengetahuan
(idrak)
Manusia hanya akan mencintai sesuatu atau seseorang yang telah ia kenal.
Karena itulah, benda mati tidak memiliki rasa cinta. Dengan kata lain, cinta
merupakan salah satu keistimewaan makhluk hidup. Jika sesuatu atau seseorang
telah dikenal dan diketahui dengan jelas oleh seorang manusia, lantas sesuatu itu
menimbulkan kenikmatan dan kebahagiaan bagi dirinya, maka akhirnya akan
timbul rasa cinta. Jika sebaliknya, sesuatu atau seseorang itu menimbulkan
kesengsaraan dan penderitaan, maka tentu ia akan dibenci oleh manusia.
c) Mencintai diri orang yang berbuat baik meskipun kebaikannya tidak dirasakan
Mencintai kebaikan juga merupakan watak dasar manusia. Ketika seseorang
mengetahui bahwa ada orang yang berbuat baik, maka ia pun akan menyukai
orang yang berbuat baik tersebut, meskipun kebaikannya tidak dirasakannya
langsung. Seorang penguasa yang baik dan adil, tentu akan disukai rakyatnya,
meskipun si rakyat jelata tidak pernah menerima langsung kebaikan sang
penguasa. Sebaiknya, seorang pejabat yang lalim dan korup, tentu akan dibenci
oleh rakyat, meski sang rakyat tidak mengalami langsung kelaliman dan korupsi
sang pejabat.
Hal ini pun pada gilirannya akan mengantar kepada cinta terhadap Allah.
Karena bagaimanapun, hanya karena kebaikan Allah tercipta alam semesta ini.
Meski seseorang mungkin tidak langsung merasakannya, kebaikan Allah yang
menciptakan seluruh alam semesta ini menunjukkan bahwa Allah memang pantas
untuk dicintai. Kebaikan Allah yang menciptakan artis Dian Sastrowardoyo nan
cantik jelita namun tinggal di Jakarta, misalnya, adalah kebaikan yang tidak
langsung dirasakan seorang Iwan Misbah yang tinggal nun jauh di Ciwidey.
A. Kesimpulan
Seorang muslim itu harus berahlak baik kepada Allah SWT. Karena kita sebagai manusia
yang di ciptakan oleh Allah dan untuk menyembah kepada Allah, sesuai dengan firman Allah
SWT yang artinya dan tidaklah Kami (Allah) ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepada-Ku.
Dalam melaksanakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah, terutama melaksanakan
ibadah-ibadah pokok, seperti shalat, zakat, puasa, haji, haruslah menjaga kebersihan badan dan
pakaian, lahir dan batin dengan penuh keikhlasan. Tentu yang tersebut bersumber kepada al-
Qur'an yang harus dipelajari dan dipelihara kemurnianya dan pelestarianya oleh umat Islam
Mahabbah adalah suatu keadaan jiwa yang mencintai Tuhan sepenuh hati sehingga sifat-
sifat yang dicintai (Tuhan) masuk kedalam diri yang mencintai. Tujuan Mahabbah adalah untuk
memperoleh kebutuhan yang bersifat material maupun spiritual, seperti cintanya seseorang
yang kasmaran pada sesuatu yang dicintainya, Sedang Ma’rifah bertujuan sebagai pengetahuan
mengenai Tuhan melalui hati sanubari.
Inti ajaran mahabbah adalah merupakan sikap dari jiwa yang mengisyaratkan ke
pengabdian diri atau pengorbanan diri sendiri dengan cara mentransendenkan ego, dan
menggantinya dengan cinta.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://hisbulah.blogspot.com/2011/03/akhlak-seorang-muslim-kepada-allah-swt.html
2. Abu Bakr Muhammad al-Kalabadzi, at-Ta’arruf li Mazhab Ahl at-Tashawwuf, (tk.:
Maktabah al-Kulliyat al-Azhariyyah, 1969).
3. Mustofa, Drs”akhlak tasawuf” 1997; pustaka setia . bandung
4. http://faridbloger.blogspot.com/2014/05/makalah-akhlaq-terhadap-allah-swt.html