Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“KEWIRAUSAHAAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM”

Oleh :
Nama : Lutfiah Azzahra Ismail
Nim : 50200120016

Dosen pembimbing : DR. Irwan Misbach SE, Msi

Universitas Negeri Alauddin Makassar

Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan islam

Tahun ajaran 2020/2021


Daftar isi

Kata pengantar ……………………………………………………………………i


Daftar isi…………………..……………………………………………………ii
Bab 1 pendahuluan
A. Latar belakang………………………………………………………………1
B. Rumusan masalah………………………………………………………….1
C. Tujuan……………………………………………………………………….1
D. Manfaat…………………………………………………………………1
Bab II pembahasaan
A. . Apa itu kewirausahaan dalam perspektif Islam…………………………………2
B. Konsep kewirausahaan dalam perspektif Islam……………………………….5
C. Budaya dalam Islam………………………………………..6
Bab III penutup
A. Kesimpulan………………………………………………………………..14
B. Saran……………………………………………………………………..14
Daftar pustaka………………………………………………………………15
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat
kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah “Kewirausahaan”.
Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW. yang telah
memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Kewirausahaan di program studi bimbingan dan
penyuluhan islam. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
pembimbing mata kuliah Kewirausahaan yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama proses
perkuliahan mata kuliah ini. Akhirnya kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan
dalam penulisan makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan-perbaikan
selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Mamuju, 23 oktober 2020

Penulis
Bab I
Pendahuluan

A. Latar belakang
Islam menganggap bahwa wirausaha merupakan sebuah ibadah jika dilaksanakan sesuai dengan kaidah
syariat. Inilah bedanya dengan kewirausahaan ala Barat yang hanya cenderung pada keuntungan dunia
semata. Kesuksesan wirausaha dalam pandangan Islam bukan dilihat dari banyaknya keuntungan atau harta
yang didapatkan, akan tetapi bagaimana usaha yang dilakukan itu benar-benar menambah kedekatan dan
keridhoan dari Allah SWT, karena kewirausahaan dalam pandangan Islam dianggap ibadah, maka sudah
tentu akan menimbulkan semangat yang tinggi, optimisme yang berkelanjutan bagi pelakunya karena mereka
beranggapan wirausaha itu akan mendatangkan pahala dan kesuksesan adalah pemberian dari Allah SWT.
Dan mereka tidak akan pesimis dan merasa kecil hati karena ketika Allah takdirkan belum sukses itu
merupakan ketentuan dari Allah dan mereka akan selalu mencari ilmu untuk mengatasi sebab sebab
kegagalannya yang itu pun juga mereka rasakan sebagai ibadah. Bagi pengusaha muslim, mereka akan
mencamkan dalam hati mereka bahwa Allah tidak melihat kepada hasil usahanya tetapi pada proses yang
telah mereka lakukan. Jika mereka berhasil atau sukses mereka mendapatkan keuntungan dunia dan akhirat,
dan jika mereka belum sukses mereka tetap mendapatkan keuntungan akhirat akibat kesabaran dan
ketawakkalannya.
Islam memang tidak memberikan penjelasan secara eksplisit terkait konsep kewirausahaan
(entrepreneurship) ini, namun diantara keduanya mempunyai kaitan yang cukup erat; memiliki ruh atau jiwa
yang sangat dekat, meskipun bahasa teknis yang digunakan berbeda.

B. Rumusan masalah
1. Apa itu kewirausahaan dalam perspektif Islam
3. Konsep kewirausahaan dalam perspektif Islam
4. Nilai-nilai kewirausahaan dalam Islam

C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan pengertian kewirausahaan dalam perspektif Islam.
2. Untuk menjelaskan dan mengidentifikasikan konsep berwirausahan dalam Islam.
3. Untuk menjelaskan nilai-nilai kewirausahaan menurut pandangan Islam

D. Manfaat
Meningkatkan pengetahuan dan wawasan akan ciri dan watak berwirausaha. Selain itu juga, wawasan akan
berwirausaha menurut pandangan Islam semakin jelas dan dapat meningkatkan motivasi dalam
berwirausaha.
BAB II
PEMBAHASAN

A. kewirausahaan dalam perspektif Islam


Islam memang tidak memberikan penjelasan secara eksplisit terkait konsep tentang kewirausahaan
(entrepreneurship) ini, namun di antara keduanya mempunyai kaitan yang cukup erat; memiliki ruh atau jiwa
yang sangat dekat, meskipun bahasa teknis yang digunakan berbeda. Dalam Islam digunakan istilah kerja
keras, kemandirian (biyadihi), dan tidak cengeng. Setidaknya terdapat beberapa ayat al-Qur’an maupun
Hadis yang dapat menjadi rujukan pesan tentang semangat kerja keras dan kemandirian ini, seperti; “Amal
yang paling baik adalah pekerjaan yang dilakukan dengan cucuran keringatnya sendiri, ‘amalurrajuli biyadihi
(HR.Abu Dawud)” ;
“Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah”; “al yad al ‘ulya khairun min al yad al sufla”( HR.Bukhari
dan Muslim)(dengan bahasa yang sangat simbolik ini Nabi mendorong umatnya untuk kerja keras supaya
memiliki kekayaan, sehingga dapat memberikan sesuatu pada orang lain), atuzzakah. (Q.S. Nisa : 77)
“Manusia harus membayar zakat (Allah mewajibkan manusia untuk bekerja keras agar kaya dan dapat
menjalankan kewajiban membayar zakat)”. Dalam sebuah ayat Allah mengatakan, “Bekerjalah kamu, maka
Allah dan orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan kamu”(Q.S. at-Taubah : 105). Oleh karena itu,
apabila shalat telah ditunaikan maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia (rizki) Allah.
(Q.S. al-Jumu’ah : 10) Bahkan sabda Nabi, “Sesungguhnya bekerja mencari rizki yang halal itu merupakan
kewajiban setelah ibadah fardlu” (HR.Tabrani dan Baihaqi). Nash ini jelas memberikan isyarat agar manusia
bekerja keras dan hidup mandiri.
Bekerja keras merupakan esensi dari kewirausahaan. Prinsip kerja keras, menurut Wafiduddin, adalah
suatu langkah nyata yang dapat menghasilkan kesuksesan (rezeki), tetapi harus melalui proses yang penuh
dengan tantangan (reziko). Dengan kata lain, orang yang berani melewati resiko akan memperoleh peluang
rizki yang besar. Kata rizki memiliki makna bersayap, rezeki sekaligus reziko (baca; resiko). Dalam
sejarahnya Nabi Muhammad, istrinya dan sebagian besar sahabatnya adalah para pedagang dan entrepre
mancanegara yang pawai. Beliau adalah praktisi ekonomi dan sosok tauladan bagi umat. Oleh karena itu,
sebenarnya tidaklah asing jika dikatakan bahwa mental entrepreneurship inheren dengan jiwa umat Islam itu
sendiri. Bukanlah Islam adalah agama kaum pedagang, disebarkan ke seluruh dunia setidaknya sampai abad
ke -13 M, oleh para pedagang muslim.
Dari aktivitas perdagangan yang dilakukan, Nabi dan sebagian besar sahabat telah meubah pandangan
dunia bahwa kemuliaan seseorang bukan terletak pada kebangsawanan darah, tidak pula pada jabatan yang
tinggi, atau uang yang banyak, melainkan pada pekerjaan. Oleh karena itu, Nabi juga bersabda “Innallaha
yuhibbul muhtarif” (sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang bekerja untuk mendapatkan
penghasilan). Umar Ibnu Khattab mengatakan sebaliknya bahwa, “Aku benci salah seorang di antara kalian
yang tidak mau bekerja yang menyangkut urusan dunia. Keberadaan Islam di Indonesia juga disebarkan oleh
para pedagang. Di samping menyebarkan ilmu agama, para pedagang ini juga mewariskan keahlian
berdagang khususnya kepada masyarakat pesisir. Di wilayah Pantura, misalnya, sebagian besar
masyarakatnya memiliki basis keagamaan yang kuat, kegiatan mengaji dan berbisnis sudah menjadi satu
istilah yang sangat akrab dan menyatu sehingga muncul istilah yang sangat terkenal jigang (ngaji dan
dagang).
Sejarah juga mencatat sejumlah tokoh Islam terkenal yang juga sebagai pengusaha tangguh, Abdul Ghani
Aziz, Agus Dasaad, Djohan Soetan, Perpatih, Jhohan Soelaiman, Haji Samanhudi, Haji Syamsuddin, Niti
Semito, dan Rahman Tamin. Apa yang tergambar di atas, setidaknya dapat menjadi bukti nyata bahwa etos
bisnis yang dimiliki oleh umat Islam sangatlah tinggi, atau dengan kata lain Islam dan berdagang ibarat dua
sisi dari satu keping mata uang. Benarlah apa yang disabdakan oleh Nabi, “Hendaklah kamu berdagang
karena di dalamnya terdapat 90 persen pintu rizki” (HR. Ahmad). Adapun Motif Berwirausaha Dalam
Bidang Perdagangan menurut ajaran agama Islam, yaitu:
1. Berdagang buat Cari Untung
Pekerjaan berdagang adalah sebagian dari pekerjaan bisnis yang sebagian besar bertujuan untuk mencari
laba sehingga seringkali untuk mencapainya dilakukan hal-hal yang tidak baik. Padahal ini sangat dilarang
dalam agama Islam. Seperti diungkapkan dalam hadis : “ Allah mengasihi orang yang bermurah hati waktu
menjual, waktu membeli, dan waktu menagih piutang.” Pekerjaan berdagang masih dianggap sebagai suatu
pekerjaan yang rendahan karena biasanya berdagang dilakukan dengan penuh trik, penipuan, ketidakjujuran,
dll.
2. Berdagang adalah Hobi
Konsep berdagang adalah hobi banyak dianut oleh para pedagang dari Cina. Mereka menekuni kegiatan
berdagang ini dengan sebaik-baiknya dengan melakukan berbagai macam terobosan.Yaitu dengan open
display (melakukan pajangan di halaman terbuka untuk menarik minat orang), window display (melakukan
pajangan di depan toko), interior display (pajangan yang disusun didalam toko), dan close display (pajangan
khusus barang-barang berharga agar tidak dicuri oleh orang yang jahat).
3. Berdagang Adalah Ibadah
Bagi umat Islam berdagang lebih kepada bentuk Ibadah kepada Allah swt. Karena apapun yang kita
lakukan harus memiliki niat untuk beribadah agar mendapat berkah. Berdagang dengan niat ini akan
mempermudah jalan kita mendapatkan rezeki. Para pedagang dapat mengambil barang dari tempat grosir dan
menjual ditempatnya. Dengan demikian masyarakat yang ada disekitarnya tidak perlu jauh untuk membeli
barang yang sama. Sehingga nantinya akan terbentuk patronage buying motive yaitu suatu motif berbelanja
ketoko tertentu saja.
Berwirausaha memberi peluang kepada orang lain untuk berbuat baik dengan cara memberikan pelayanan
yang cepat, membantu kemudahan bagi orang yang berbelanja, memberi potongan, dll. Perbuatan baik akan
selalu menenangkan pikiran yang kemudian akan turut membantu kesehatan jasmani. Hal ini seperti yang
diungkapkan dalam buku The Healing Brain yang menyatakan bahwa fungsi utama otak bukanlah untuk
berfikir, tetapi untuk mengembaliakn kesehatan tubuh. Vitalitas otak dalam menjaga kesehatan banyak
dipengaruhi oleh frekwensi perbuatan baik. Dan aspek kerja otak yang paling utama adalah bergaul,
bermuamalah, bekerja sama, tolong menolong, dan kegiatan komunikasi dengan orang lain.
4. Perintah Kerja Keras
Kemauan yang keras dapat menggerakkan motivasi untuk bekerja dengan sungguh-sungguh. Orang akan
berhasil apabila mau bekerja keras, tahan menderita, dan mampu berjuang untuk memperbaiki nasibnya.
Menurut Murphy dan Peck, untuk mencapai sukses dalam karir seseorang, maka harus dimulai dengan kerja
keras. Kemudian diikuti dengan mencapai tujuan dengan orang lain, penampilan yang baik, keyakinan diri,
membuat keputusan, pendidikan, dorongan ambisi, dan pintar berkomunikasi. Allah memerintahkan kita
untuk tawakkal dan bekerja keras untuk dapat mengubah nasib. Jadi intinya adalah inisiatif, motivasi, kreatif
yang akan menumbuhkan kreativitas untuk perbaikan hidup. Selain itu kita juga dianjurkan untuk tetap
berdoa dan memohon perlindungan kepada Allah swt sesibuk apapun kita berusaha karena Dialah yang
menentukan akhir dari setiap usaha.
5. Perdagangan/ Berwirausaha Pekerjaan Mulia Dalam Islam
Pekerjaan berdagang ini mendapat tempat terhormat dalam ajaran Islam, seperti disabdakan Rasul :
“ Mata pencarian apakah yang paling baik, Ya Rasulullah?”Jawab beliau: Ialah seseorang yang bekerja
dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih.” (HR. Al-Bazzar).
Dalam QS.Al-Baqarah:275 dijelaskan bahwa Allah swt telah menghalalkan kegiatan jual beli dan
mengharamkan riba. Kegiatan riba ini sangat merugikan karena membuat kegiatan perdagangan tidak
berkembang. Hal ini disebabkan karena uang dan modal hanya berputar pada satu pihak saja yang akhirnya
dapat mengeksploitasi masyarakat yang terdesak kebutuhan hidup.
Perilaku Terpuji dalam Perdagangan/ Berwirausaha Menurut Imam Ghazali, ada 6 sifat perilaku yang terpuji
dalam perdagangan, yaitu :
1. Tidak mengambil laba lebih banyak.
Membayar harga yang sedikit lebih mahal kepada pedagang yang miskin. Memurahkan harga dan
memberi potongan kepada pembeli yang miskin sehingga akan melipatgandakan pahala. Bila membayar
hutang, maka bayarlah lebih cepat dari waktu yang telah ditetapkan. Membatalkan jual beli bila pihak
pembeli menginginkannya. Bila menjual bahan pangan kepada orang miskin secara cicilan, maka jangan
ditagih apabila orang tersebut tidak mampu membayarnya dan membebaskan ia dari hutang apabila
meninggal dunia.
2. Manajemen Utang Piutang
Hutang ini sudah melekat pada kehidupan masyarakat kita. Dosa hutang tidak akan hilang apabila tidak
dibayarkan. Bahkan orang yang mati syahidpun dosa utangnya tidak berampun. Jadi jika seseorang
meninggal, maka ahli warisnya wajib melunasi hutang tersebut. Tapi jika orang tersebut telah berusaha
membayarnya, tetapi memang betul-betul tidak mampu, dan ia kemudian meninggal dunia, maka Rasul saw
menjadi penjaminnya. Seperti dalam hadis berikut :
“ Barang siapa dari umatku yang punya hutang, kemudian ia berusaha keras untuk membayarnya, lalu ia
meninggal dunia sebelum lunas hutangnya, maka aku sebagai walinya.” (HR. Ahmad).
3. Demonstration Effect Menyebabkan Faktor Modal Menjadi Beku
Demonstration Effect atau pamer kekayaan akan dapat mengundang kecemburuan social, orang lain
menjadi iri, mengundang pencuri/perampok, membuat modal masyarakat menjadi beku dan membuat
masyarakat tidak produktif. Nabi saw menganjurkan agar kita menggunakan uang untuk kepentingan yang di
ridhoi Allah, terutama untuk tujuan pengembangan produktivitas yang digunakan untuk kepentingan umat.
Dalam sebuah hadist disebutkan :
“ Barang siapa mengurus anak yatim yang mempunyai harta, maka hendaklah ia memperdagangkan harta ini
untuknya, jangan biarkan harta itu habis termakan sedekah (zakat).” (HR. At-Tarmidzi dan Ad-Daruquthni).
Dalam hadist tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila kita memiliki modal, maka janganlah disimpan
begitu saja, tetapi harus digunakan untuk sesuatu yang menghasilkan.
4. Membina Tenaga Kerja Bawahan
Hubungan antara pengusaha dan pekerja harus dilandasi oleh rasa kasih sayang, saling membutuhkan,
dan tolong menolong. Hal ini dapat dilihat dari hubungan dalam bidang pekerjaan. Pengusaha menyadiakan
lapangan kerja dan pekerja menerima rezeki berupa upah dari pengusaha. Pekerja menyediakan tenaga dan
kemampuannya untuk membantu pengusaha untuk menyelesaikan pekerjaan yang diperintahkan. Majikan
mempunyai hak untuk memerintah bawahan dan mendapat keuntungan. Majikan juga mnemiliki kewajiban
yaitu membayar upah karyawan sesegera mungkin dan melindungi karyawannya. Seperi dalam hadist
berikut :
“ Berikanlah kepada karyawanmu upahnya sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah)
Sebagai majikan kita juga harus menyayangi dan memperlakukan bawahan dengan baik karena itu
bertentangan dengan ajaran islam.

 Sifat-Sifat Seorang Wirausaha


Sifat yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha yang sesuai dengan ajaran agama Islam adalah :
1. Sifat Takwa, Tawakkal, Zikir, dan Syukur
Sifat ini harus dimiliki oleh wirausahawan karena dengan sifat-sifat itu kita akan diberi kemudahan dalam
menjalankan setiap usaha yang kita lakukan. Dengan adanya sifat takwa maka kita akan diberi jalan keluar
penyelesaian dari suatu masalah dan mendapat rizki yang tidak disangka. Dengan sikap tawakkal, kita akan
mengalami kemudahan dalam menjalankan usaha walaupun usaha yang kita jalani memiliki banyak saingan.
Dengan bertakwa dan bertawakkal maka kita akan senantiasa berzikir untuk mengingat Allah dan bersyukur
sebagai ungkapan terima kasih atas segala kemudahan yang kita terima. Dengan begitu, maka kita akan
merasakan tenang dan melaksanakan segala usaha dengan kepala dingin dan tidak stress.
2. Jujur
Dalam suatu hadist diriwayatkan bahwa :”Kejujuran akan membawa ketenangan dan ketidakjujuran akan
menimbulkan keragu-raguan.”(HR. Tirmidzi). Jujur dalam segala kegiatan yang berhubungan dengan orang
lain maka akan membuat tenang lahir dan batin.
3. Niat Suci dan Ibadah
Bagi seorang muslim kegiatan bisnis senantiasa diniatkan untuk beribadah kepada Allah sehingga hasil
yang didapat nanti juga akan digunakan untuk kepentingan dijalan Allah.
4. Azzam dan bangun Lebih Pagi
Rasul saw mengajarkan agar kita berusaha mencari rezeki mulai pagi hari setelah shalat subuh. Dalam
sebuah hadist disebutkan bahwa :” Hai anakku, bangunlah!sambutlah rizki dari Rabb-mu dan janganlah
kamu tergolong orang yang lalai, karena sesungguhnya Allah membagikan rizki manusia antara terbitnya
fajar sampai menjelang terbitnya matahari.”(HR. Baihaqi)
5. Toleransi
Sikap toleransi diperlukan dalam bisnis sehingga kita dapat menjadi pribadi bisnis yang mudah bergaul,
supel, fleksibel, toleransi terhadap langganan dan tidak kaku.
6. Berzakat dan Berinfak
“ Tidaklah harta itu akan berkurang karena disedekahkan dan Allah tidak akan akan menambahkan orang
yang suka memberi maaf kecuali kemuliaan. Dan tidaklah seorang yang suka merendahkan diri karena Allah
melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.”(HR. Muslim). Dalam hadist tersebut telah diungkapkan
bahwa dengan berzakat dan berinfak maka kita tidak akan miskin, melainkan Allah akan melipat gandakan
rizki kita. Dengan berzakat, hal itu juga akan membersihkan harta kita sehingga harta yang kita peroleh
memang benar-benar harta yang halal.
7. Silaturahmi
Dalam usaha, adanya seorang partner sangat dibutuhkan demi lancarnya usaha yang kita lakukan.
Silaturrahmi ini dapat mempererat ikatan kekeluargaan dan memberikan peluang-peluang bisnis baru.
Pentingnya silaturahmi ini juga dapat dilihat dari hadist berikut :”Siapa yang ingin murah rizkinya dan
panjang umurnya, maka hendaklah ia mempererat hubungan silaturahmi.”(HR. Bukhari).

B. Konsep kewirausahaan dalam perspektif Islam


Nabi Muhammad SAW mengajarka melakukan berwirausaha dan transaksi dilakukan secara jujur, adil
dan jangan membuat konsumen kecewa. Allah SWT berfirman dalam Surat Ar-Ra’d:11:
‫ت ِّم ۢ ْن بَي ِْن يَ َد ْي ِه َو ِم ْن خَ ْلفِ ٖه يَحْ فَظُوْ نَهٗ ِم ْن اَ ْم ِر هّٰللا ِ ۗاِ َّن هّٰللا َ اَل يُ َغيِّ ُر َما بِقَوْ ٍم َح ٰتّى يُ َغيِّرُوْ ا َما بِا َ ْنفُ ِس ِه ۗ ْم َواِ َذٓا اَ َرا َد هّٰللا ُ بِقَوْ ٍم س ُۤوْ ًءا فَاَل َم َر َّد لَهٗ ۚ َو َما لَهُ ْم‬
ٌ ‫لَهٗ ُم َعقِّ ٰب‬
‫َّال‬
ٍ ‫و‬ ‫ن‬ ْ ‫م‬ِ ِٖ‫ه‬ ‫ن‬ ْ‫و‬ ُ
‫د‬ ‫ن‬ ْ ‫م‬
ِّ
Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak
ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Selain dalam Al-Qur’an, dalam hadits dijelakan. Nabi Muhammad SAW bersabda “Berusaha untuk
mendapatkan penghasilan halal merupakan kewajiban, disamping sejumlah tugas lain yang telah
diwajibkan”. (H.R. Baihaqi). Dalam HR.Bukhari, Nabi Muhammad SAW bersabda “Tidak ada satupun
makanan yang lebih baik daripada yang dimakan dari hasil keringat sendiri”.
Konsep berwirausaha dalam islam dikenal dengan istilah tijarah (berdagang atau bertransaksi). Konsep
berwirausaha dalam Islam yang mengacu pada konsep wirausaha Nabi Muhammad SAW yang perlu ditiru
dan diterapkan umat muslim, sebagai berikut:

1. Shiddiq (Benar dan Jujur)


Shiddiq artinya adalah berkata benar dan jujur. Seorang wirausaha islam harus mampu meniru sifat
Rasulullah SAW yaitu berkata benar, bertindak benar atau diam saja (jika tidak mampu berkata dan
bertindak benar). Artinya baik pemimpin ataupun karyawan dalam berwirausaha harus bisa berperilaku benar
dan jujur kepada setiap keputusan dan tindakan, jujur terhadap konsumen, pesaing sehingga usaha yang
dijalankan dikelola dengan prinsip kebenaran dan kejujuran. Jujur dalam hal berkaitan dengan pada saat
bertransaksi dengan nasabah, mengedepankan kebenaran informasi, menjelaskan keunggulan barang. Jika
ada kelemahan atau cacat pada produk, maka disampaikan kepada calon pembeli. Dalam berwirausaha
kejujuran sangat penting karena bentuk kesungguhan dan ketepatan (mujahadah dan itqan) dalam hal
ketepatan waktu, janji, pelayanan, pelaporan, mengakui kelemahan dan kekurangan, menjauhkan diri dari
berbuat bohong dan menipu (baik kepada diri sendiri, teman sejawat, perusahaan maupun mitra kerja).
2. Amanah (Dapat Dipercaya)
Amanah yaitu sifat kepercayaan baik dari dari sisi internal maupun eksternal. Amanah dan bertanggung
jawab merupakan kunci sukses dalam menjalankan wirausaha. Memiliki sifat amanah akan membentuk
kredibilitas yang tinggi dan sikap penuh tanggung jawab pada setiap diri seorang muslim. Sifat amanah
memainkan peranan yang fundamental dalam ekonomi dan bisnis, karena tanpa kredibilitas dan tanggung
jawab ,kehidupan ekonomi dan bisnis akan hancur. Tugas manusia adalah amanah dari Allah yang harus
dipertanggungjawabkan.
Implikasi dari cara pandang ini adalah pengakuan sekecil apapun upaya dan perbuatan manusia, baik atau
buruk, tetap mendapat perhatian dari Allah dan akan mendapatkan balasan yang kembali pada dirinya
sendiri. Sekecil apapun upaya dan perbuatan manusia, baik atau buruk, tetap mendapat perhatian dari Allah
dan akan mendapatkan balasan yang kembali pada dirinya sendiri. Manusia bebas memilih jalan yang salah,
musyrik, munkar yang akan mengantarkannya pada kerusakan, kesesatan dan kehancuran moral. Sebagai
konsekuensinya, jika manusia berbuat kebaikan, maka dia diberi pahala dan kehidupan yang baik.
3. Tabligh (Argumentatif/Komunikatif)
Tabligh yaitu kemampuan menyampaikan, kemampuan berkomunikasi efektif. Wirausaha yang efektif
merupakan kempuan menyampaikan komunikasi. Kewajiban semua Nabi untuk menyampaikan kepada
manusia apa yang diterima dari Allah berupa wahyu yang menyangkut didalamnya hukum agama. Dalam
sudut pandang kewirausahaan berbasis syariah, tuhan telah memberikan kemampuan Istimewa pada
manusia, tentu sudah sepantasnya manusia juga memilih jalan hidup yang istimewa dengan kemampuan
yang dimilikinya.
Para wirausahawan harus mampu melatih diri dalam menyampaikan ide dan produk bisnisnya, harus
mampu menyampaikan dan mempromosikan keunggulan-keunggulan produk dengan menarik dan tepat
sasaran, serta mampu mengkomunikasikannya secara tepat dan mudah dipahami oleh siapapun yang
mendengarkannya. Hal yang paling penting harus mampu menjembatani antara pihak perusahaan dan pihak
customer.
4. Fathonah (Cerdas dan Bijaksana)
Sifat fathonah merupakan memiliki kecerdasan dalam berbisnis. Dalam hal ini, pengusaha yang cerdas
merupakan pengusaha yang mampu memahami, menghayati dan mengenal tugas dan tanggung jawab
bisnisnya dengan sangat baik. Dalam kewirausahaan berbasis syariah, Allah menghendaki manusia bersikap
cerdas dalam menyikapi kehidupan. Allah telah menyediakan dan memudahkan alam ini bagi manusia. Allah
juga telah menganugerahi manusia potensi berupa berbagai kemampuan mengelola dan mengatur alam.
Manusia cerdas adalah manusia yang pandai memanfaatkan alam untuk memenuhi kebutuhan fisik dan
psikisnya seraya tetap mengharapkan ridho dari Allah SWT.
Dalam berwirausaha sifat fathanah adalah bahwa semua kegiatan-kegiatan dalam suatu perusahaan harus
dilakukan dengan kecerdasan, dengan memanfaatkan potensi akal dan pikiran yang ada untuk mencapai
tujuan. Memiliki sifat jujur, benar, dan bertangguang jawab tidak cukup dalam mengelola bisnis secara
profesional. Para pelaku wirausaha juga harus memiliki sifat fathanah, yaitu sifat cerdas, cerdik, dan
bijaksana agar usahanya labih efektif dan efisien.
C. Budaya dalam Islam

Kata budaya secara bahasa dapat diartikan sebagai pola pikiran atau adat istiadat." Budaya juga dapat
ditafsirkan sebagai tingkah laku, nilai-nilai dan tindakan yang dilakukan oleh sekelompok manusia. Bisnis
Islam yaitu pelaku usaha yang menerapkan nilai-nilai syariat Islam. Sebagaimana per- nyataan di atas bahwa
Islam mengatur semua aspek kehidupan manusia ter-masuk kewirauhasaan. Dan bahkan aturan Islam
mengenai prinsip-prinsip keusahaan sangat erat sekali, sehingga menjadi budaya. Adapun budaya bis-nis Islam
tersebut adalah seperti berikut:

1. Menerapkan Akhlak Pelaku Usaha

Akhlak atau moral, atau seringkali disebut juga karakter, tidak dapat dipisahkan dari kegiatan wirausaha.
Dalam berdagang misalnya, Islam me-wajibkan setiap pedagang untuk melakukan berbagai macam kebajikan
seperti jujur, menepati janji, menakar sesuai dengan ukurannya dan seb-againya. Terkait dengan moral
pedagang, Islam memberikan aturan yang sangat banyak, karena dalam kegiatan perdagangan rentan sekali
terjadi ke-curangan; baik kecurangan yang terjadi antara sesama pedagang, pedagang dengan konsumen, atau
pedangan dengan pemodal (seperti terjadi asimetri informasi).13 Pelaku usaha dalam perjalanannya pasti akan
dihadapkan de-ngan berbagai macam ujian dalam perniagaan. Karena bagaimanapun suatu usaha pasti
mengalami fluktuasi dalam penghasilan, kadang untung banyak, dan bahkan kadang mengalami kerugian yang
besar. Maka dari itulah si-fat usahawan muslim harus mencakup barni menanggung risiko, berdikari,
mempunyai ciri kepimpinan, murah hati, optimis, cakap, perihatin, pecaya diri dan masih banyak lagi.
Rasulullah Saw berhasil sebagai pedagang karena beliau memperaktikkan ciri tersebut dalam kehidupan sehari-
hari. Beliau dapat dijadikan sebagai teladan bagi para pedagang di dunia karena terbukti di masa itu semua
masyarakat Arab mengenal beliau dari kejujuran beliau dan kebajikan yang ditunjukkan kepada semua orang
dalam berdagang.
Keuntungan dalam berdagang menjadi objektif di sisi Rasulullah, yaitu keuntungan ketika berada di sisi
Allah dan mendapat keredaan Allah. Allah berfirman yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, maukah Aku
tunjuk-kan sesuatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab neraka?. Yaitu, kamu beriman
kepada Allah dan Rasulnya, serta kamu berjuang mem-bela dan menegakkan agama Allah dengan harta benda
dan diri kamu; yang demikian itulah yang lebih baik bagi kamu, jika kamu hendak mengetahui (hakikat yang
sebenarnya)". (QS. Al-Saf: 1 0- 1 1)
Kandungan ayat di atas menunjukkan bahwa keuntungan manusia dalam berdagang tidak lepas dari
kehendak Allah Swt. Dia yang melapang-kan dan menyempitkan rezeki hambaNya dan keuntungan di sisi
Allah adalah keuntungan yang bermaknafalah (untung di dunia dan di akhirat). Untuk mencapai keuntungan
falah ini seorang pedagang muslim harus berusaha bersungguh-sungguh yang disertai dengan mengaplikasikan
akhlak baik kepada Allah dan kepada sesama manusia, dalam hal ini semua terikat dengan garis ibadah
mandhah dan ibadah muamalah. Berikut adalah antara contoh akhlak yang banyak disebutkan dalam al-Quran
dan Hadis:

a. Leadership dan Manajemen yang Baik


Kepimpinan dan manajemen yang baik merupakan nilai yang uta-ma dalam budaya kewirausahaan.
Seorang pengusaha harus memiliki sikap kepimpinan dan mampu mengurus perdagangannya dengan baik dan
teratur. Kewirausahaan Ditinjau dari Perspektif Islam mestinya dihayati dan diterapkan dalam semua aspek
kegiatan seorang hamba Allah, tidak hanya ditujukan pada seorang usahawan saja. Ciri kepemimpinan dan
Manajemen yang baik ini penting kerana setiap hamba Allah mempunyai tanggungjawab masing-masing dan
kelak akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah Swt. Sehingga mereka harus mampu memimpin dan
mengurus tanggungjawabnya dengan baik dan teratur. Terkait dengan hal ini Rasulullah bersabda:
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai per-tanggung jawaban atas yang
dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami
adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di
dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga terse-
but. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung
jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut". (HR. Bukhari, no: 844)
Selain hadis tentang kepemimpinan di atas, banyak ayat-ayat yang menyinggung betapa perlunya
pengurusan yang baik dan teratur. Ini termasuklah proses perancangan, pengorganisasian, pengurusan sum-ber
daya manusia, pengawasan dan sebagainya. Allah berfirman dalam Surat al-Anfal ayat 8 yang artinya: "Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang
ditambat untuk berperang hingga kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka
yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya"
Ayat ini menunjukkan pentingnya perancangan yang rapih dari semua aspek sebelum menghadapi atau
menjalankan suatu aktivitas. Tindakan tanpa mempunyai perancangan yang baik akan hanya me-nyebabkan
kerugian yang besar. Dan segi proses membuat keputusan pula Allah telah memberikan garis panduan yang
jelas dan telah diprak-tikkan oleh Rasulullah sendiri dalam pemerintahannya.

b. Berani Menghadapi Risiko

Risiko merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dari aktivi-tas bisnis dan kewirausahaan. Risiko
inilah yang akan menentukan ka-dar keuntungan yang akan diperoleh. Maka dari itu seorang pengusaha
muslim haruslah bersedia dan berani menghadapi berbagai kemung-kinan dalam perniagaan yang
dijalankannya. Kebiasaan Bangsa Arab adalah berdagang yang menghadapi berbagai macam risisko, terutama
risiko cuaca dan musim yaitu musim panas dan musim dingin.
Rasulullah dan sahabat telah menunjukkan bagaimana beliau be-serta umat mukminin saat itu
menghadapai banyak risiko dalam men-egakkan kalimah Allah. Mereka maju di medan perang dengan jumlah
tentera yang jauh lebih sedikit berbanding kaum Musyrikin dalam pe-rang Badr, namun demikian hal itu
tidak diartikan bahwa umat Islam harus berani tanpa pikir panjang. Keberanian haruslah disertai dengan
strategi dan perancangan yang baik.
Sebuah kisah yang dapat dijadikan contoh adalah kisah Abdul Rahman Auf ketika beliau menolak
tawaran saudara barunya dari kaum Ansar untuk diberikan sebahagian hartanya. Abdul Rahman me-milih
untuk berniaga walaupun beliau tahu risikonya jika mengalami kerugian. Jika beliau seorang yang takutkan
risiko tentunya beliau akan memilih untuk menerima harta Saad Ibn Rabi'. Walaupun begitu oleh kerana
sahabat Abdur Rahman bin Auf sadar dengan kecakapan dan kemampuan bisnisnya maka beliau memilih
untuk pergi ke pasar dan berniaga di sana hingga akhirnya menjadi sahabat yang terkaya di masa itu.14
c. Amanah

Amanah juga nilai yang amat penting dalam bidang kewirausa-haan. Amanah merupakan salah satu sifat
mulia para nabi dan para rasul. Rasulullah sendiri telah menunjukkan contoh terbaik sehingga digelar al-Amin.
Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil".
(QS. An-Nisa': 58)
Allah telah mendidik Nabi Muhammad Saw supaya bersifat ama-nah melalui pekerjaan beliau sebelum
menjadi pedagang yaitu sebagai pengembala kambing. Sifat inilah yang mendorong siti Khadijah se-hingga
sanggup melimpahkan tanggungjawab besar dan memilih Rasu-lullah untuk mengurus barang dagangannya ke
Syam. Sebagai balasan keberhasilan Rasulullah Saw yang mendapat keuntungan paling besar berbanding
pedagang yang lain, Siti Khadijah kagum dan terus memi-nang beliau dan menikah dengan beliau.

d. Sabar

Sifat sabar ini juga merupakan sifat para rasul dan nabi-nabi. Ini dijelaskan dalam maksud ayat berikut:
"Dan sesungguhnya telah di-dustakan rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap
pendustaan dan penganiayaan terhadap mereka, sampai datang pertolon-gan Allah kepada mereka". (QS. Al-
An'am: 34).
Sebagai manusia biasa, para usahawan dituntut untuk sentiasa memohon kepada Allah agar sentiasa
diperteguhkan kesabaran dalam menghadapi pelbagai masalah. Sabar dalam Islam mencakup sabar dalam
melaksanakan perintah dan sabar dalam meninggalkan segala la-rangan Allah Swt. Allah berfirman yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu , sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar". (QS. Al-Baqarah: 153)

e. Bersedekah

Konsep sedekah merupakan konsep yang luas dan penting dalam ekonomi Islam. Sedekah bukan
semata-mata ditujukan untuk mendapatkan pahala dari Allah Swt, tetapi lebih dari itu adalah menjaga kestabilan
ekonomi umat Islam. Pengusaha muslim haruslah menyadari hak harta orang lain yang dititpkan Allah pada
mereka. Allah berfirman yang artinya: "Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian". (QS. Al-Zariyat: 19)
Terkait dengan budaya sedekah ini para sahabat Rasulullah Saw sanggup menyumbangkan sebahagian
besar keuntungan mereka ke ja-lan Allah, yaitu ditujukan untuk keperluan kaum muslimin; baik bagi fakir
miskin dan keperluan peralatan perang dijalan Allah. Umar bin Khattab menyedekahkan sumur, perkebunan
untuk kaum muslimin. Abdur Rahman bin Auf menyedekahkan hewan tung-gangan beserta angkutannya
untuk kaum muslimin, dan masih banyak kisah sedekah kaum muslimin.

2. Konsep Ubudiyah

Islam sebagai agama yang syumultidak memisahkan segala urusan perda-gangan dengan nilai-nilai agama.
Perniagaan bukan saja dianggap sebagai pekerjaan atau profesi semata, tetapi juga memiliki nilai ibadah dalam
ajaran Islam dan akan mendapat pahala dari Allah Swt. Karena berniaga sama hal-nya dengan menggapai rizki
Allah yang dikaruniakan untuk masing-masing hambaNya. Hanya saja jangan sampai dalam menggapai rizki
Allah tersebut melenakan atau melalaikan ibadah yang lain. Sehingga seorang usahawan muslim tidak boleh
menjadikan keuntungan material dijadikan standar ke-suksesan di sisi Allah Swt. Objektif akhir haruslah
difokuskan ke arah men-capai keredhaan Allah. Hal ini telah ditegaskan Allah melalui firmanNya yang
artinya: Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan
semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama-tama menyerahkan diri" (QS. al-An'am: 162-163).
Manusia yang mengemban tugas sebagai khalifah yang berkewajiban untuk mengatur dan memakmurkan
bumi Allah, haruslah sentiasa menu-ruti segala perintah dan meninggalkan segala laranganNya. Manusia
tidak mempunyai kuasa yang mutlak dalam semua hal, bahkan segala-galanya adalah dalam pengetahuan dan
ketentuan Allah. Inilah yang menjadikan banyak konsep yang berbeda antara entrepreneur Islam dan
konvensional. Allah telah berfirman yang bermaksud: "Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan
Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan, dan dia telah menciptakan segala
sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya" (QS. Al-Furcian: 2)
Kefahaman dan penghayatan konsep ubudiyah ini akan memberikan dampak yang nyata dalam prestasi
seseorang individu. Seseorang muslim yang menyadari hal ini akan bekerja bersungguh-sungguh dan
mengamalkan budaya kerja. Mereka akan mematuhi segala arahan dalam melaksanakan tanggungjawab dan
menghindari perkara-perkara yang dilarang. Ini akan memudahkan suatu organisasi dalam mencapai
objektifnya dengan cepat dan tepat.

3. Jaringan Perniagaan yang Kuat

Antar pengusaha muslim seharusnya mempunyai jaringan/link yang kuat agar mereka dapat saling tolong-
menolong dan memperkuat antara satu dengan yang lainnya. Ini dinyatakan dengan jelas dalam kandungan
hadis yang berbunyi: Rasulullah Saw bersabda, "Muslim sesama muslim adalah seperti sebuah bangunan yang
saling kuat memperkuat antara satu sama
lain.......................... " (HR. Bukhari no. 459)
Pada praktiknya, antar pengusa muslim di era global ini rata-rata gagal memperkokoh kesatuan, dalam hal
ini mereka saling berkompetisi dalam banyak aspek; produk, manajemen, harga dan bahkan menjurus pada
kekayaan. Jika berbisnis didasarkan pada kompetisi kekayaan, maka upaya penyatuan umat tidak akan terjadi.
Karena dasar kompetisi adalah salah, yai-tu saling mengunggulkan kekayaan dan kejayaan, maka yang terjadi
adalah persaingan yang menghalalkan segala cara demi pencapaian kekayaan.

4. Pengelolaan Perusahaan dengan Baik

Mengurusi perusahaan atau perniagaan yang melibatkan banyak orang haruslah dilakukan dengan baik dan
adil. Kepengurusan perusahaan seperti ini biasanya melibatkan pemodal (penanam saham), karyawan, dan
men-datangkan staff ahli sebagai manajer perusahaan, sehingga dalam hal ke-uangan haruslah ada sistem audit
guna menghindari kecurangan pengelola. Dalam masalah kepengurusan ini, banyak difokuskan pada hal-hal
berkenaan dengan tanggungjawab masing-masing anggota manajemen, akauntabilitas, keterbukaan, kesepakatan
dan kepimpinan. Hal ini penting untuk memasti-kan setiap individu dalam organisasi menjalankan tugas
masing-masing dan tidak menyalahgunakan kuasa yang ada untuk kepentingan peribadi.

5. Kreatif dan Inovatif

Kreatif artinya memiliki kemampuan untuk membuat atau mencip-takan, menghasilkan dan
mengembangkan sesuatu ide asal. Sedangkan ino-vatif adalah sifat yang berarti menemukan hal Baru dalam
suatu ide yang sudah ada. Seorang pengusaha harus selalu mengenal peluang, memiliki ide kreatif dan inovatif.
Sifat inovatif ini sangat ditekankan dalam Islam meng-ingat bahwa Allah menciptakan segala sesuatu di bumi
ini adalah untuk di-manfaatkan oleh manusia. Hal ini dinyatakan melalui ayat yang bermaksud:
"Dialah (Allah) yang menjadikan untuk kamu segala yang ada di bumi" (QS. Al-Baqarah: 29).
Ayat tersebut menjelaskan bahawa Allah menciptakan segala seseuatu ini untuk dimanfaatkan manusia,
yang berarti manusia diharapkan meng-asah daya fikirnya supaya mampu mengubah sumber daya alam
menjadi produk yang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Demikianlah fungsi akal manusia yang dikurniakan
Allah Swt sebagai keistimewaan mahlukNya. ini haruslah digunakan sebaik-baiknya untuk kemudahan
semua pihak. Senada dengan perintah berinovasi dan kreatif ini, terdapat sebuah riwayat yang mengisahkan
perjalanan Rasulullah di tengah-tengah kaum yang se-dang berkarya, berikut hadisnya:
Dari Anas bahwa Nabi Saw pernah melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan (menyatukan) pohon
kurma lalu beliau bersabda: "Sekiranya mereka tidak melakukannya, kurma itu akan (tetap) baik." Tapi setelah
itu, ternyata kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak. Hingga suatu saat Nabi Saw melewati mereka lagi
dan melihat hal itu beliau bertanya: "Ada apa dengan pohon kurma kalian?" Mereka menjawab; "Bukankah anda
telah men-gatakan hal ini dan hal itu?" Beliau lalu bersabda: "Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian".
(HR. Muslim).
Hadis ini menunjukkan Rasulullah tidak menghalang umatnya melak-sanakan sesuatu yang baru dan
memperbaiki kaedah lama untuk menam-bahkan hasil. Dalam dunia masa kini pelbagai teknologi dan proses
modern telah diperkenalkan dalam menghasilkan produk yang lebih baik dan mudah dipasarkan. Hal ini
seharusnya menjadi tumpuan pengusaha muslim bukan saja dengan mempelajari bidang tersebut tetapi juga
mencoba menciptakan teknologi baru yang lebih baik. Dengan demikian keilmuan dan tekonologi umat Islam
mampu melebihi umat agama lain di dalam semua aspek.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berwirausaha adalah merupakan kegiatan sosial yang dapat membantu sesama makhluk yang saling
ketergantungan antara satu sama lain. Islam sangat menganjurakan manusia untuk berusaha memperoleh rezki
yang telah Allah janjikan dengan jalan usaha. Diantara sekian banyak cara dalam berwirausaha, perdagangan
adalah salah satunya yang juga merupakan dunia usaha yang pernah ditekuni oleh Rasulullah SAW. Beliau telah
memberikan contoh terhadap ummat bagaimana pedagang itu semestinya. Bahkan dalam Al-Quran secara tidak
langsung telah dituangkan tuntunan dalam bemuamalah khususnya dalam perdagangan. Semangat berwirausaha
telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Beliau sejak muda telah berwirausaha dari menggembala kambing
hingga berdagang ke negeri Syam. Semangat dan kerja keras Beliau menjadi panutan dan motivasi bagi kaum
muslimin untuk senantiasa mengais rezeki dengan jalan berwirausaha.
Disamping berdagang adalah untuk menjawab kebutuhan ekonomi, bahkan berwirausaha sangat dianjurkan
dalam Islam sebagaimana sabda Rasulullah SAW. “Mata pencarian apakah yang paling baik, Ya
Rasulullah?”Jawab beliau: Ialah seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang
bersih.” (HR. Al-Bazzar). Namun demikian, sepantasnyalah seorang pedagang melestarikan sifat-sifat terpuji
seperti yang dikemukan oleh Imam Al-Ghazali, yaitu : sifat taqwa, zikir dan syukur, tidak mengambil laba
secara berlebihan, sifat jujur, niat untuk ibadah, azzam dan bangun lebih pagi, toleransi, silaturrahim, dan
sebagainya.
B. Saran
Tidak dapat kita pungkiri, bahwa tuntutan ekonomi sering membawa kesenjangan dalam berbagai hal
menyangkut perdagangan. Tidak jarang pedagang yang melakukan kecurangan dalam berdagang, serta
melanggar etika-etika perdagangan yang telah di ajarkan oleh Alla dan RasulNya. Disamping itu, ada pula orang
yang pesimis dalam berusaha dan bekerja. Sementara Allah dan RasulNya sangat mencintai orang-orang yang
giat dalam bekerja dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan mereka. Oleh sebab itu, melalui makalah ini kami
menyarankan kepada para pembaca agar mempedomani Al-Quran dan Hadits serta berpedoman kepada disiplin
ilmu fiqih tentang tata cara bermuamalah. Menyarankan kepada para wirausaha untuk meluruskan niat dalam
berusaha agar usaha yang digeluti bernilai ibadah, sehingga tidak hanya mendapat imbalan renzi yang mulia,
tetapi juga mendapat imbalan pahala disisi Allah.
Daftar pustaka

https://medanmerdeka-com.cdn.ampproject.org/v/s/medanmerdeka.com/kolom/entrepreneurship-dalam-
perspektif-islam/
https://meilanikasim-wordpress-com.cdn.ampproject.org/v/s/meilanikasim.wordpress.com/2009/11/21/makalah-
pengelolaan-kewirausahaan-menurut-ajaran-agama-islam/

Mufti Afif, Lc., MA. Dosen Universitas Darusalam Go n to r

https://www-kompasiana-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.kompasiana.com/

https://www.maxmanroe.com/pengertian-kewirausahaan.html

Anda mungkin juga menyukai