Oleh:
FERDINA
14059034
Bismillahirrohmanirrohiim..
Indonesia merupakan Negara mayoritas islam dimana seharusnya kental dengan nilai
ajaran islam dan sudah selayaknya Indonesia menjadi pelopor dan kiblat pengembangan
keuangan syariah di dunia. Namun masih sedikitnya pertumbuhan serta perkembangan
perbankan syariah di Indonesia dikarenakan salah satu alasan nya yaitu prersepsi masyarakat
inonesia sendiri yang menganggap bank konvesional atau bank syariah sama saja tidak ada
bedanya. Nah persepsi tersebut tidak lepas dari peran perbankan syariah itu sendiri dengan
melakukan penyuluhan atau seminar dengan tujuan memberikan pengetahuan kepada masyarakat
Indonesia.
Untuk menerapkan perbankan syariah di Indonesia hal ini bukan merupakan impian
yang mustahil untuk diwujudkan karena potensi Indonesia untuk menjadi global player
keuangan syariah sangat besar, diantaranya: (i) jumlah penduduk muslim yang besar menjadi
potensi nasabah industri keuangan syariah; (ii) prospek ekonomi yang cerah, tercermin dari
pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (kisaran 6,0%-6,5%) yang ditopang oleh fundamental
ekonomi yang solid; (iii) peningkatan sovereign cr edit rating Indonesia menjadi investment
grade yang akan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor keuangan domestik,
termasuk industri keuangan syariah; dan (iv) memiliki sumber daya alam yang melimpah yang
dapat dijadikan sebagai underlying transaksi industri keuangan syariah.
Dengan adanya potensi masyarakat menjadi global player dalam keuangan syariah
merupakan sebagai peluang bagi Indonesia untuk lebih meningkan upaya dalam menyemarakkan
keuangan syariah di Indonesia. Adapun tatacara atau akad-akad yang dipenuhi dalam melakukan
transaksi. Sebelum memasuki akad-akadnya alangkah baiknya mengetahui pengertian akan itu
sendiri. Dalam konteks akad, rukun akad berarti sesuatu yang menentukan dapat berlangsung
atau tidak dapat berlangsungnya suatu akad kontrak, dan sekaligus menentukan sah atau tidak
sahnya suatu akad . Sementara kata akad juga berasal dari bahasa Arab, al-Aqd secara bahasa
berarti al-rabthu, yaitu mengikat atau ikatan. Dikatakan rabatha al-Syai rabthan, berarti ia
mengikat sesuatu dengan kuat.
Selanjutnya, Dalam menghimpun/menyalurkan dana dari dan ke masyarakat, perbankan
syariah menggunakan pelbagai jenis akad yang dapat dikelompokkan menjadi enam pola akad ,
yaitu: (1) Akad dengan pola titipan, seperti wadah yad amnah dan wadah yad dhamnah; (2)
Akad dengan pola bagi hasil, seperti mudhrabah dan musyrakah; (3) Akad dengan pola jual
beli, seperti murbahah, salam, dan istishn; (4) Akad dengan pola sewa, seperti ijrah dan
ijrah wa iqtin atau ijrah muntahiyah bi al-tamlk (IMBT); (5) Akad dengan pola pinjaman,
seperti qard; (6) Akad dengan pola lainnya, seperti waklah, kaflah, hiwlah, rahn, dan lain-
lain.
Salah satu akad yang ada melakukan transaksi perbankan syariah yaitu Akad dengan pola
bagi hasil, seperti mudhrabah dan musyrakah. Mudharabah dan musyarakah atau yang sering
dikenal dengan istilah profit and loss sharing (PLS) adalah dua model perkongsian yang
direkomendasikan dalam Islam karena bebas dari sistem riba.
1. Definisi Mudharabah
Mudharabah berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata dharab yang bermakna memukul,
bergerak, pergi, mewajibkan, mengambil bagian, berpartisipasi. Dalam kaitannya dengan
pengertian mudharabah maka yang lebih cocok adalah mengambil bagian dan berpartisipasi.
Adapun menurut istilah ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli,
namun di sini penulis hanya mengutip beberapa bendapat saja antara lain:
a. Menurut Sayyid Sabiq Mudharabah adalah akad antara dua pihak dimana salah satu
pihak mengeluarkan sejumlah uang (sebagai modal) kepada pihak lainnya untuk
diperdagangkan, dan laba dibagi dua sesuai dengan kesepakatan.
b. Antonio mengutip pendapat al-Syarbasyi sebagai berikut: Mudharabah adalah akad
kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shabib al-mal) menyediakan
seluruh modal, sedangkan pihak lain menjadi pengelola, dan keuntungan usaha secara
dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola.
c. Lewis dan Algaoud mendefinisikan mudharabah sebagai sebuah perjanjian di antara
paling sedikit dua pihak dimana satu pihak, pemilik modal (shahib al-mal atau rab al-
mal), mempercayakan sejumlah dana kepada pihak lain, pengusaha (mudharib), untuk
menjalankan suatu aktivitas atau usaha. Konsekuensinya para pemberi pinjaman
memperoleh bagian tertentu dari keuntungan/kerugian proyek yang telah mereka biayai.
d. Adiwarman mengutip pendapat M. Anwar Ibrahim bahwa Mudharabahadalah
persetujuan kongsi antara harta dari salah satu pihak dengan kerja dari pihak lain, dimana
satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya
untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni si pelaksana usaha, dengan tujuan untuk
mendapatkan untung.
Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mudharabah adalah akad antara
dua belah pihak atau lebih, antara pemilik modal (shahib al-mal) dengan pengelola usaha
(mudhararib) dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang dibagi berdasarkan
kesepakatan yang tertuang di dalam kontrak, dimana bila usaha yang dijalankan mengalami
kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian si pengelola usaha (profit and lost sharing).
Artinya : dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
Allah. (Q.S. al-Muzammil: 20)
Artinya : tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu (Q.S. al-Baqarah : 198)
:
Artinya : Diriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Sayyidina Abbas ibn Abd al-Muthalib
jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan
agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang
berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang
bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Kemudian hal tersebut
disampaikan kepada Rasulullah SAW dan beliau membolehkannya. (H.R.
Thabrani).
Artinya : Dari Shalih ibn Shuhaib bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, Tiga hal
yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan
rumah, bukan untuk dijual. (H.R. Ibn Majah).
4. Jenis-jenis Mudharabah
Secara umum mudharabah dibagi menjadi dua macam, yaitu: mudharabah
muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. Berikut ini akan dikemukakan kedua macam
pembagian mudharabah di atas.
a. Mudharabah Muthlaqah
Yang dimaksud dengan mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara pemodal
(shahib al-mal) dan pengusaha (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis sehingga disebut juga sebagai akad mudharabah
tidak terikat. Dalam mudharabah muthlaqah ini shahib al-mal memberikan kekuasaan yang
sangat besar kepada mudharib dalam mengelola modal dan usahanya.
Salah satu contoh mudharabah mutlaqah adalah kerjasama antara nasabah penabung
dengan bank, melalui produk tabungan, giro, dan deposito syariah.
b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau biasa disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified
mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, dimana pengelola usaha (mudharib)
dibatasi dengan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Dengan adanya batasan ini seringkali
mencerminkan kecenderungan umum pemilik modal (shahib al-mal) dalam memasuki jenis
dunia usaha sehingga pengelola terikat dengan batasan yang diberikan oleh pemilik dana.
Contoh mudharabah muqayadah adalah jika sebuah perusahaan ingin memberikan
bantuan produktif kepada warga binaan, namun membutuhkan peran lembaga keuangan sebagai
penyalur dan pengelola. Maka perusahaan tersebut dapat melakukan perjanjian mudharabah
muqayadah dengan pihak lembaga keuangan syariah.
Pada prakteknya, pelaksanaan akad mudharabah muqayadah oleh LKS dapat dilakukan
dengan dua cara berbeda, yaitu dengan pola channelingdan executing.
Berikut adalah Jenis Mudharabah Muqayadah
a. Mudharabah Muqayadah On balance Sheet adalah polaexecuting. Dilakukan setelah
pemodal menetapkan syarat akad mudharabah, dan para pihak telah menyepakati syarat
serta pembagian keuntungan usaha. Kemudian dana milik pemodal yang telah diserahkan
kepada LKS, dipisahkan dari kelompok dana mudharabah tidak terikat dan dibuatkan
bukti investasi khusus. Dengan cara ini, maka setoran dana pemodal dan pembiayaan
dicatat didalam laporan neraca keuangan bank, sehingga disebut mudharabah muqayadah
on balance sheet.
b. Mudharabah Muqayadah off balance sheet merupakan praktek akad mudharabah
dengan skema channeling. Sebab, penyaluran dana langsung dari shahibul maal kepada
nasabah, sehingga tidak ada catatan pembiayaan nasabah oleh bank. Pada jenis
mudharabah ini bank menerima komisi dan bank melakukan pencatatan pada rekening
administrasi, bukan pada neraca keuangan bank. Sehingga akad ini disebut mudharabah
muqayadah off balance sheet.
5. Macam-macam Mudharabah
1. Mudharabah bilateral
Bentuk mudharabah ini adalah akad mudharabah antar dua pihak saja. Yaitu satu
pihak sebagai shahibul maal dan satu pihak lainnya bertindak sebagai mudharib. Bentuk
mudharabah ini juga merupakan mudharabah klasik, yang sudah dipraktekkan sejak
awal-awal masa Islam, oleh para sahabat dan tabiin.
2. Mudharabah multilateral
Pada bentuk mudharabah ini, shahibul maal dapat lebih dari 1 pihak, sedangkan
mudharib (pengelola usaha) hanya satu pihak.
Perhitungan bagi hasil dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung bagian pendapatan
keuntungan shahibul maal. Setelah itu, keuntungan untuk masing-masing shahibul
maal dibagi berdasarkan proporsi modal yang disetorkan.
Sehingga, jika bagian shahibul maal pada contoh mudharabah sebelumnya adalah Rp. 10
Juta. Maka keuntungan untuk shahibul maal pertama adalah Rp. 4 Juta (40% x Rp. 10
juta). Dan bagian shahibul maal kedua sebesar sisanya.
3. Mudharabah bertingkat
Mudharabah bertingkat atau re-mudharabah adalah bentuk mudharabah antara 3
pihak. Yaitu satu pihak sebagai shahibul maal, pihak kedua bertindak
sebagai mudharib antara dan pihak terakhir sebagai mudharib akhir.
Contoh mudharabah bertingkat adalah jika pada contoh kasus usaha konveksi pada
mudharabah bertingkat sebelumnya, shahibul maalmembutuhkan pihak lain untuk
mengetahui kelayakan dan kemampuan mudharib dalam menjalankan usaha hingga
meraih keuntungan.
Untuk itu, Shahibul maal membuat akad mudharabah dengan mudharibantara dengan
kesepakatan nisbah bagi hasil sebesar 50:50 (50% keuntungan untuk mudharib antara).
Dan jangka waktu selama 6 bulan.
Mudharib antara kemudian membuat perjanjian mudharabah dengan mudharib akhir yang
akan mengelola usaha konveksi, dengan jangka waktu selama 6 bulan. Dengan nisbah
bagi hasil sebesar 30:70 (30% untuk mudharib antara).
Pada Akhir masa akad mudharabah, jika keuntungan mudharib akhir adalah Rp. 10 Juta,
maka bagian keuntungan mudharib antara adalah Rp. 3 juta (30% x Rp. 10 juta).
Pendapatan mudharib antara harus dibagi dengan shahibul maal sebesar perjanjian nisbah
yang disepakati. Sehingga shahibul maal memperoleh pendapatan bagi hasil sebesar Rp.
1.5 juta (50% x Rp. 3 juta).
Dengan demikian, esensi dari kontrak mudharabah adalah kerja sama untuk
mencapai profit (keuntungan) berdasarkan akumulasi dasar dari pekerjaan dan modal, dimana
keuntungan ditentukan melalui kedua komponen ini. Resiko juga
menentukan profit dalam mudharabah. Pihak investor menanggung resiko kerugian dari modal
yang telah diberikan, sedangkan pihak mudharib menanggung resiko tidak mendapatkan
keuntungan hasil pekerjaan dan usaha yang telah dijalankannya.
DAFTAR PUSTAKA
https://ayahaca.wordpress.com/2011/06/06/34/
https://www.sharinvest.com/pengertian-dan-contoh-akad-mudharabah/