Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MUDARABAH DAN MUSYAKARAH

Dosen Pengampu :

M. Rendi Ramdhani, S.Pd.I., M.Pd.

Disusun oleh :

Siti Yuliani (A.2010661)

Taufiq Nur Rahman (A.2010762)

Hasbunallah Maulana (A.2010520)

Septian Permana (A.2010279)

Eva Sunia (A.2010602)

UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR

FAKULTAS PERTANIAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mudarabah merupakan salah satu aqad kerjasama kemitraan berdasarkan


prinsip profit and loss sharing, dilakukan sekurangkurangnya oleh dua pihak, dimana
pihak pertama memiliki dan menyediakan modal (shahibul mal), sedangkan pihak
kedua memiliki keahlian (skill) dan bertanggungjawab atas pengelolaan
dana/manajemen usaha halal tertentu disebut mudharib. Menurut ulama klasik dalam
perjanjian mudharabah tidak diperlukan dan tidak dibenarkan adanya jaminan. Hal ini
didasarkan pada pemahaman bahwa transaksi mudharabah terjadi karena adanya
kepentingan bersama untuk bermitra usaha yang didasarkan pada sikap saling
membutuhkan dan saling percaya dan terjadinya mudharabah bila mana pemilik
modal sudah merasa yakin dan percaya atas diri orang yang akan mengelola modalnya
itu. Karenanya jaminan yang dibebankan pada pengelola modal dinilai tidak
mencerminkan nilai mudharabah yang sesungguhnya. Dalam perkembangannya pada
praktik ekonomi modern dalam transaksi mudharabah seorang mudharib akan
dibebani dengan jaminan. Hal ini sesuai dengan peraturan Bank Indonesia Nomor:
7/46/PBI/2005 pasal 6 huruf (o) yang menjelaskan bahwa bank dapat meminta
jaminan atau agunan untuk mengantisipasi resiko apabila nasabah tidak dapat
memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam akad karena kelalaian dan/atau
kecurangan. Bentuk pengikat terhadap jaminan kebendaan dalam pembiayaan
mudharabah dapat berupa gadai, hak tanggungan, fidusa dan resi gudang.

Ditetapkannya jaminan dalam transaksi mudharobah lebih didasarkan pada


penerapan metode ijtihad yang tidak dalam maksud mengesampingkan dari hukum
asalnya namun lebih didasarkan pada prinsip penggunaan metode istihsan. Metode ini
pada prinsipnya mengutamakan tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan-
kemaslahatan atau menolak bahaya-bahaya secara khusus sebab dalil umum
menghendaki dicegahnya bahaya itu. Tujuan adanya jaminan dalam transaksi
mudharabah adalah sebagai pengikat agar mitra kerja sama mudharabah beritikad baik
dan bersungguh dalam menjalankan usaha dan amanah sesuai dengan syariat islam.
Ketentuan ini sesaui dengan kaidah usul fiqih yang berbunyi:

‫ ُح ْك ُمفَث َم ْال َمصْ لَ َحة ُ ُو ِجدتَِأيَْنَ َما‬. ‫ال ِل‬

“Dimana terdapat kemaslahatan, disana terdapat hukum Allah”.

1.2 Rumusan Masalah


- Hukum yang terkait keuntungan dan kerugian
- Pengertian Al musyakarah dan landasannya
- Jenis jenis musyakarah
- Rukun, syarat dan hukum musyakarah

BAB II

PEMBAHASAN

A. jaminan dalam mudharabah

Menurut ulama klasik dalam perjanjian mudharabah tidak diperlukan dan tidak
dibenarkan adanya jaminan. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa transaksi
mudharabah terjadi karena adanya kepentingan bersama untuk bermitra usaha yang
didasarkan pada sikap saling membutuhkan dan saling percaya dan terjadinya
mudharabah bila mana pemilik modal sudah merasa yakin dan percaya atas diri orang
yang akan mengelola modalnya itu. Karenanya jaminan yang dibebankan pada
pengelola modal dinilai tidak mencerminkan nilai mudharabah yang sesungguhnya.
Dalam perkembangannya pada praktik ekonomi modern dalam transaksi mudharabah
seorang mudharib akan dibebani dengan jaminan. Hal ini sesuai dengan peraturan
Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 pasal 6 huruf (o) yang menjelaskan bahwa
bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi resiko apabila nasabah
tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam akad karena kelalaian
dan/atau kecurangan Bentuk pengikat terhadap jaminan kebendaan dalam pembiayaan
mudharabah dapat berupa gadai, hak tanggungan, fidusa dan resi gudang.

Ditetapkannya jaminan dalam transaksi mudharobah lebih didasarkan pada


penerapan metode ijtihad yang tidak dalam maksud mengesampingkan dari hukum
asalnya namun lebih didasarkan pada prinsip penggunaan metode istihsan. Metode ini
pada prinsipnya mengutamakan tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan-
kemaslahatan atau menolak bahaya-bahaya secara khusus sebab dalil umum
menghendaki dicegahnya bahaya itu. Tujuan adanya jaminan dalam transaksi
mudharabah adalah sebagai pengikat agar mitra kerja sama mudharabah beritikad baik
dan bersungguh dalam menjalankan usaha dan amanah sesuai dengan syariat islam.
Ketentuan ini sesaui dengan kaidah usul fiqih yang berbunyi:

‫ ُح ْك ُمفَ ث َم ْال َمصْ لَ َحة ُ ُو ِجدتَِأيَْنَ َما‬. ‫ال ِل‬

“Dimana terdapat kemaslahatan, disana terdapat hukum Allah”.


B. Hukum yang berkaitan dengan usaha mudharabah
Secara umum, dasar hukum mudharabah lebih mencerminkan pada anjuran
untuk melakukan usaha. Hal ini tampak pada dasar hukum mudaharabah sebagai
berikut:

1. Al-Qur’an
ِ ْ‫ال ِّل فَضْ ِل ِم ْنيَ ْبتَ ُغونَ ْلْ َر‬
َ‫ضفِي يَضْ ِربُونَ َوآ َخرُون‬
“…Dan dari orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah
SWT…” (al- Muzzammil:20)14.

Argumen dari surat al-Muzzammil: 20 di atas adalah kata yadribun yang sama
dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan uasaha.

2. Al-Hadits
‫ب زا ُر ثاَبِت بْنُ بِ ْش ُر َحد ثنَا ْالخَ لَّ ُل ع َِل ي‬ َ ‫حْ َم ِن ال ر َع ْب ِدع َْن ْالقَا ِس ِم بْنُ نَصْ ُر َحد ثنَا ْال‬
‫صل ى ال ِّل َرسُو ُل قَا َل قَا َل أبَِي ِه‬ َ ُّ‫بْنُ ْال َح َسنُ َحد ثنَا ْالبَ َرفِي ِه ن ث َََّل ث َو َسل َم َعلَ ْي ِه الل‬

َ ُ‫ير الْ بُ ِر َوأخَْ لََّط‬


ُ ‫ضة‬ ِ ‫ت بِال ش ِع‬ ِ ‫صالِحِ ع َْن داَ ُو َد ب ِْن ا لِ ْلبَي ِْع لِ ْلبَ ْي‬ ُ ‫ع َْن‬
َ ‫صهَ ْي ب ْب ِن‬
ُ ‫أج ل ِإلَى ْالبَ ْي ُع َكة‬ َ ‫ار‬ َ َ‫َو ْال ُمق‬
“Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ali Al Khallal berkata, telah
menceritakan kepada kami Bisyr bin Tsabit Al Bazzar berkata, telah menceritakan
kepada kami Nashr bin Al Qasim dari 'Abdurrahman bin Dawud dari Shalih bin
Shuhaib dari Bapaknya ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Tiga hal yang di dalamnya terdapat barakah; jual beli yang memberi
tempo, peminjaman, dan campuran gandum dengan jelai untuk di konsumsi
orangorang rumah bukan untuk dijual (HR Ibnu Majah no. 2280, kitab at-Tijarah).

Berdasarkan hadits diatas, dapat di pahami bahwa praktek karjasama


mudharabah di perbolehkan dalam Islam dan terkandung keberkahan atau
kemanfaatan di dalamnya.

3. Ijma’
Diriwayatkan oleh sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib)
harta anak yatim sebagai mudharabah dan tidak seorangpun mengingkari mereka.
Karenannya, hal itu dipandang sebagai ijma‟.

4. Qiyas
Transaksi mudharabah diqiyaskan dengan transaksi musaqah (mengambil upah
untuk menyiram tanaman). Ditinjau dari segi kebutuhan manusia, karena sebagian
orang ada yang kaya dan ada yang miskin, terkadang sebagian orang memiliki harta
tetapi tidak berkemampuan memproduktifkannya dan ada juga orang yang tidak
mempunyai harta tetapi mempunyai kemampuan memproduktifkannya. Karena itu,
syariat membolehkan muamalah ini supaya kedua belah pihak dapat mengambil
manfaatnya.
C. Batasan Tindakan terhadap harta mudharabah dan Tindakan sahibul
MAL dalam mudharabah

Istilah bagi hasil kerapkali disebut dalam ekonomi syari’ah dengan istilah
Mudharabahkannya dengan akad antara dua pihak saling menanggung, salah satu
pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian
yang telah ditentukan dari keuntungan sesuai dengan persyaratan. Menurut Jumhur,
mudharabah adalah bagian dari musyarakah. Dalam merumuskan pengertian
mudharabah, Wahbah AzZuhaily dalam bukunya al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu
mengemukakan: Pemilik modal menyerahkan hartanya kepada pengusaha untuk
diperdagangkan dengan pembagian keuntungan yang disepakati dengan ketentuan
bahwa kerugian ditanggung oleh pemilik modal, sedangkan pengusaha tidak dibebani
kerugian sedikitpun, kecuali kerugian berupa tenaga dan kesungguhannya. M.
Algaoud dan Mervyn K. Lewis, dalam bukunya menjelaskan bahwa, mudharabah
sebagai sebuah perjanjian di antara paling sedikit dua pihak, dimana satu pihak,
pemilik modal (shahib al-mal atau rabb al-mal), mempercayakan sejumlah dana
kepada pihak lain, pengusaha (mudharib), untuk menjalankan suatu aktivitas atau
usaha. Menurut Fazlur Rahman, syirkah mudharabah atau qiradh, yaitu berupa
kemitraan terbatas adalah perseroan antara tenaga dan harta, seseorang (pihak
pertama/ pemilik modal/mudharib) memberikan hartanya kepada pihak lain (pihak
kedua/pemakai/pengelola/dharib) yang digunakan untuk bisnis, dengan ketentuan
bahwa keuntungan (laba) yang diperoleh akan dibagi oleh masingmasing pihak sesuai
dengan kesepakatan. Bila terjadi kerugian, maka ketentuannya berdasarkan syarat”
bahwa kerugian dalam mudharabah dibebankan kepada harta, tidak dibebankan
sedikitpun kepada pengelola, yang bekerja. Ibnu Rusyd dari mazhab Maliki
menyatakan bahwa dalam Islam akad mudharabah dibolehkan, karena bertujuan untuk
saling membantu antara rab almal (investor) dengan pengelola dagang (mudharib).
Kebolehan akad mudharabah merupakan suatu kelonggaran yang khusus . Meskipun
mudharabah tidak secara langsung disebutkan oleh al-Qur’an atau Sunnah, ia adalah
sebuah kebiasaan yang diakui dan dipraktikkan oleh umat Islam sejak periode awal
era Islam. Adapun landasan hukum mudharabah ini adalah Firman Allah yang artinya
”.... dan sebagian mereka berjalan di bumi mencari karunia Allah....” Selain itu
terdapat juga “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perdagangan) dari Tuhanmu....” Menurut , para fuqaha menyatakan kehalalan
mudharabah ini berdasarkan riwayat-riwayat tertentu yang dinisbatkan kepada
beberapa Sahabat seperti Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib tetapi tidak ada Hadits
sahih mengenai mudharabah yang dinisbatkan kepada Nabi. Secara umum
Mudharabah terbagi kepada dua jenis yaitu:

a. Mudaharabah muthlaq, yakni mudharabah yang cakupan sangat luas dan tidak
terikat kepada syarat-syarat tertentu seputar materi usaha; waktu, dan daerah bisnis.
Disini dana yang diterima dari shahibul maal (Pemilik Harta) ke mudharib (Penerima
Dana) yang memberikan kekuasaan yang sangat besar.
b. Mudharabah muqayyad, yakni mudharabah yang terikat kepada syarat-syarat
tertentu mengenai batasan materi usaha, waktu, atau tempat usaha. Di sini pembatasan
ini seringkali mencerminkan shahibul maal memasuki dunia usaha. Untuk sahnya
mudharabah maka harus terpenuhi rukun dan syarat mudharabah. Mudharabah adalah
ijab dan qabul yang tepat; sedangkan menurut Jumhur ulama ada tiga rukunnya,
yakni:

a. dua pihak yang berakad (pemilik modal dan pengusaha/mudharib)

b. materi yang diperjanjikan, mencakup modal usaha dan keuntungan

c. sighat (ijab dan qabul). mudharabah ini yakni harta/modal, Pekerja/ pengusaha,
keuntungan, sighat (ijab dan qabul) serta dua pihak yang ber-akad.

Berdasarkan rukun mudharabah tersebut, maka persyaratan yang harus dipenuhi :

a. Pemodal dan Pengelola. Dua pihak yang mengadakan kontrak mudharabah


maka persyaratan yang harus dipenuhi: 1) Pemodal dan pengelola harus
melakukan transaksi dan sah secara hukum baik hukum positif maupun hukum
Islam. 2) Keduanya harus mampu bertindak sebagai wakil dan kafil dari
masing-masing pihak
b. Sighat atau akad. Penawaran dan penerimaan harus diucapkan kedua belah
pihak untuk tujuan (kemauan) dan kesempurnaan kontrak. Sighat ini harus
memenuhi persyaratan sebagi berikut: 1) secara eksplisit maupun implisit
menunjukkan tujuan kontrak. 2) sighat menjadi tidak sah jika salah satu pihak
menolak syarat-syarat. 3) Kontrak boleh dilakukan secara lisan ataupun verbal.
Dan dapat juga dilakukan secara tertulis dan ditandatangani. Akademi Fiqih
Islam dari Organisasi Konferensi Islam (OKI) membolehkan pula pelaksanaan
kontrak melalui korespondensi, atau dengan cara-cara komunikasi modern
seperti faksimili.
c. Modal. Dana yang diberikan dari pemilik dana kepada penerima dana unuk
tujuan investasi dalam aktivitas mudharabah harus memenuhi persyaratan
sebagai beriku : 1) modal harus diketahui jumlah dan jenisnya. 2) modal yang
diberikan harus tunai, namun beberapa ulama membolehkan modal
mudharabah berbetuk asset perdagangan inventory. Pada waktu akad nilai
asset tersebut serta biaya yang telah terkandung di dalamnya (historical cost)
harus dianggap sebagai modal mudharabah.
d. Keuntungan, yaitu jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal yang
merupakan tujuan akhir mudharabah terikat dengan syarat yakni 1)
keuntungan harus dibagi dua. 2) Porsi keuntungan masing-masing pihak harus
diketahui pada waktu berkontrak, dan proporsinya harus dari keuntungan. 3)
kalau jangka waktu akad mudharabah relatif lama, tiga tahun ke atas nisbah
keuntungan dapat disepakati untuk ditinjau dari waktu ke waktu. 4) kedua
belah pihak juga harus menyepakati biaya – biaya apa saja yang ditanggung
pemodal dan biaya – biaya apa saja yang ditanggung pengelola. Kesepakatan
ini penting karena biaya akan mempengaruhi nilai keuntungan.
Dalam mudharabah masing-masing pihak dapat membatalkan transaksi ini. Para
Ulama sepakat tentang legalitas Mudharabah. Mudharabah dapat dilakukan
dengan mediasi uang atau barang yang dinilai sebagai uang, asal memenuhi syarat
sebagai alat pembayaran. Terkadang dengan perdagangan dan adanya transaksi ini
tidak sah karena ketika keduanya telah berpisah, maka modal pokok akan berubah
pada saat harga barang ditetapkan.Terkadang harganya naik dan kemudian
terkadang pemiliknya mendapat keuntungan atau tambahan keuntungan atas
modal. Namun terkadang harganya dapat berkurang yang kemudian dapat
menyebabkan ia melakukan kerja sama dengan orang lain, sementara dalam harta
yang sama ia sedang melakukan kerja sama. Hal yang demikian tentu dapat
memicu terjadinya perselisihan.

D. hukum mengenai untung rugi, pengertian musyarakah, jenis jenisnya dan


rukun, syarat, serta huku musyarakah
Musyarakah atau sering disebut syarikah atau syirkah berasal dari fi’il
madhiyang mempunyai arti: sekutu atau teman peseroan, perkumpulan, perserikatan
(Munawwir, 1984: 765). Syirkah dari segi etimologi (‫ كرشي – اكرش – ةكرشو‬- ‫ )كرش‬berarti:
berarti: ‫ طالتخال‬mempunyai arti: campur atau percampuran. Maksud dari percampuran
disini adalah seseorang mencampurkan hartanya dengan hartaorang lain sehingga
antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya sulituntuk dibedakan lagi
(AlJaziri, 1990: 60).Definisi syirkah menurut mazhab Maliki adalah suatu izin
bertasharruf bagi masing-masing pihak yang bersertifikat. Menurut mazhab Hambali,
syirkah adalah persekutuan dalam hal hak dan tasharruf. Sedangkan menurut Syafi’i,
syirkah adalah berlakunya hak atas sesuatu bagi dua pihak atau lebih dengan tujuan
persekutuan (Ghufron A, 2002: 192). Sayyid Sabiq mengatakan bahwa syirkah adalah
akad antara orang Arab yang berserikat dalam hal modal dankeuntungan (Sabiq, 1987:
193). M. Ali Hasan mengatakan bahwa syirkah adalah suatu perkumpulan atau
organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama
dengan penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar
sukarela secara kekeluargaan (Hasan, 2003:161). Jadi, syirkah adalah kerjasama
antara dua orang atau lebih dalam suatu usaha perjanjian guna melakukan usaha
secara bersamasama serta keuntungan dan kerugian juga ditentukan sesuai dengan
perjanjian.

2.Jenis dan macam-macam musyarakah


Pembahasan mengenai macam-macam syirkah, para ulama fiqih memberikan
beberapa macam syirkah, sebagian ulama ada yang memperoleh syirkah tertentu dan
ada yang melarang syirkah tertentu pula. Ulama fiqih membagi syirkah dalam dua
bentuk, yaitu syirkah amlak dan syirkah uqud. (Alma, 2003: 251).
1. Syirkah Amlak (perserikatan dalam kepemilikan)Syirkah Amlak berarti eksistensi
suatu perkongsian tidak perlu suatu kontrak dalam membentuknya, tetapi terjadi
dengan sendirinya serta mempunyai ciri masing-masing anggota tidak mempunyai
hak untuk mewakilkan dan mewakili terhadap partnernya. Bentuk syirkah amlak ini
terbagi menjadi dua yaitu:

a. Syirkah Ikhtiari, ialah terjadinya suatu perkongsian secara otomatis tetapi bebas
untuk menerima atau menolak. Otomatis berarti tidak memerlukan kontrak untuk
membentuknya. Hal ini dapat terjadi apabila dua orang ataulebih mendapatkan hadiah
atau wasiat bersama dari pihak ketiga

2. Syirkah Jabari, ialah terjadinya suatu perkongsian secara otomatis dan paksa,tidak
ada alternatif untuk menolaknya. Hal ini terjadi dalam proses warismewaris,
manakala dua saudara atau lebih menerima warisan dari orang tua mereka
(Muhammad, 2003: 34).

3. Syirkah Uqud

Syirkah Uqud yaitu sebuah perserikatan antara dua pihak atau lebih dalamhal usaha,
modal dan keuntungan. Mengenai syirkah al-uqud ini para ulamamembagi menjadi
bermacam-macam jenis, Fuqaha Hanafiyah membedakanjenis syirkah menjadi tiga
macam yaitu, syirkah al-amwal, syirkah al-a’mal,syirkah alwujuh, masing-masing
bersifat syirkah al-mufawadhah dan ‘Inan.Dan fuqaha Hanabilah membedakan
menjadi lima macam syirkah yaituSyirkah al-’inan, syirkah al-mufawadhah, syirkah
al-abdan dan syirkah al-wujuh serta syirkah al-mudharabah dan yang terakhir menurur
fuqahaMalikiyah dan Syafi’iyah membedakanya menjadi empat jenis syirkah yaitu
syirkahal-’inan, syirkah al-mufawadhah, abdan dan wujuh. (Al-Zuhailiy,1989:
794).Dari paparan para fuqaha di atas, pembagian dari jenis syirkah tersebut dapat
dihimpun menjadi dua kategori, kategori pertama merupakan kategoridari pembagian
segi materi syirkah yaitu syirkah al-amwal, a’mal, abdan danwujuh, sedangkan
kategori kedua adalah kategori dari segi pembagian posisi dankomposisi saham. Yaitu
syirkah al-’inan, syirkah al-mufawadhah dan syirkahal-Mudharabah.Dari berbagai
jenis syirkah di atas maka akan lebih jelas bila dijelaskan dari masing-masing jenis
syirkah tersebut:

1. Syirkah al-amwal adalah persekutuan antara dua pihak pemodal atau lebihdalam
usaha tertentu dengan mengumpulkan modal bersama dan membagikeuntungan dan
resiko kerugian berdasarkan kesepakatan (A Masadi, t.th:194).

2. Syirkah al-a’mal adalah kontrak kerjasama dua orang seprofesi untuk menerima
pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu misalnya kerjama
dua orang arsitek untuk mengerjakan satu proyek. Syirkah ini disebut juga Syirkah
abdan atau Syirkah sana’i (Antonio, 1999:132).

3. Syirkah al-wujuh adalah persekutuan antara dua pihak pengusaha untukmelakukan


kerjasama dimana masing-masing pihak sama sekali tidakmenyertakan modal dalam
bentuk dana tetapi hanya mengandalkan wajah (wibawa dan nama baik). Mereka
menjalankan usahanya berdasarkankepercayaan pihak ketiga keuntungan yang
dihasilkan dibagi berdasarkankesepakatan bersama. Syirkah al-’inan adalah sebuah
persekutuan dimana posisi dan komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamnya
adalah belum tentu sama baik dalam hal modal pekerjaan maupun dalam hal
keuntungandan resiko kerugian (A Masadi, t.th: 194).

4. Syirkah al-mufawadhah adalah sebuah persekutuan dimana posisi dankomposisi


pihak-pihak yang terlibat didalamya adalah sama baik dalam hal modal keuntungan
dan resiko kerugian (A Masadi, t.th: 194).

5. Syirkah al-mudharabah adalah persekutuan antara pihak pemilik modal dengan


pihak yang ahli dalam melakukan usaha, dimana pihak pemodalmenyediakan seluruh
modal kerja. Dengan demikian mudharabah dapat dikatakan sebagai perserikatan
antara pemodal pada satu pihak dan pekerja

pada pihak lain. Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian


ditanggung oleh pihak shahibul mal (A Masadi, t.th: 195).

3.Syarat dan rukun musyarakah


Adapun mengenai syarat-syarat syirkah menurut Idris Ahmad adalah:

1) mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan izin masing-masing anggota serikat


Volume 2, No.2, Desember 2014,kepada pihak yang akan mengendalikan harta
serikat,

2) anggota serikat itu saling mempercayai, sebab masing-masing mereka adalah wakil
dari yang lain,

3) mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak masing-masing,baik


berupa mata uang maupun bentuk yang lain (Ahmad, 1969: 66).

Para ulama memperselisihkan mengenai rukun syirkah, menurut ulamaHanafiyah


rukun syirkah ada dua yaitu ijab dan qabul. Sebab ijab qabul (akad)yang menentukan
adanya syirkah. Adapun mengenai dua orang yang beraka dan harta berada di luar
pembahasan akad seperti dalam akad jual beli (Al-Jaziri,1990: 71). Dan Jumhur ulama
menyepakati bahwa akad merupakan salah satuhal yang harus dilakukan dalam
syirkah.

Adapun rukun syirkah menurut para ulama meliputi;

1. Sighat (Ijab dan Qabul). Adapun syarat sah dan tidaknya akad syirkahtergantung
pada sesuatu yang di transaksikan dan juga kalimat akad hendaklah mengandung
arti izin buat membelanjakan barang syirkah dari peseronya.
2. Al-‘Aqidain (subjek perikatan). Syarat menjadi anggota perserikatan yaitu:

a) orang yang berakal,

b) baligh,

c) merdeka atau tidak dalam paksaan.Disyaratkan pula bahwa seorang mitra


diharuskan berkompeten dalammemberikan atau memberikan kekuasaan
perwakilan, dikarenakan dalammusyarakah mitra kerja juga berarti mewakilkan
harta untuk diusahakan(Tim Pengembangan Perbankan Syariah, 2001: 182).

3. Mahallul Aqd (objek perikatan). Objek perikatan bisa dilihat meliputi


modalmaupun kerjanya. Mengenai modal yang disertakan dalam suatu perserikatan
hendaklah berupa:

a) modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak,atau yang nilainya sama, b)
modal yang dapat terdiri dari aset perdagangan,

c) modal yang disertakan oleh masing-masing pesero dijadikan satu, yaitu menjadi
harta perseroan, dan tidak dipersoalkan lagi dari mana asal-usul modal itu (Pasaribu
1996: 74).Dilihat dari segi peranan dalam pekerjaan, partisipasi para mitra dalam
pekerjaan musyarakah adalah sebuah hukum dasar dan tidak dibolehkan dari salah
satu dari mereka untuk mencantumkan ketidak ikutsertaan dari mitralainnya, seorang
mitra diperbolehkan melaksanakan pekerjaan dari yang lain.Dalam hal ini ia boleh
mensyaratkan bagian keuntungan tambahan lebih bagi dirinya.

4. hukum musyarakah
Dasar hukum Musyarakah yaitu: pertama:

a. Al – QUR AN

Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman dalam surat Shaad ayat 24

Artinya:“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat


itusebagian mereka berbuat dhalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal sholeh.” (Depag,1997: 735-736).

T.M. Hasbi Ash Shidieqy (2000: 3505) menafsirkan bahwa kebanyakan orang yang
bekerjasama itu selalu ingin merugikan mitra usahanya, kecuali mereka yang beriman
dan melakukan amalan yang sholeh karena merekalahyang tidak mau mendhalimi
orang lain. Tetapi alangkah sedikitnya jumlah orangorang seperti itu. Dan juga dalam
surat An-Nisa’ ayat 12 yang artinya:

“Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu
Dalam yang sepertiga itu,sesudah dipenuhi wasiat yang di buat olehnya atau sesudah
dibayarutangnya dengan tidak memberi madhorot

(Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari’at yang benar-benardari Allah,
dan Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Penyantun.”(Depag,1997: 117)M. Quraish
Shihab menerangkan bahwa bagian waris yang diberikan kepada saudara seibu baik
laki-laki maupun perempuan yang lebih dari seorang,maka bagiannya adalah sepertiga
dari harta warisan, dan dibagi rata sesudah wasiat dari almarhum ditunaikan tanpa
memberi madhorot kepada ahli waris (Shihab, 2002: 366). Dari kedua ayat diatas
menunjukan bahwa Allah SWT mengakui adanya perserikatan dalam kepemilikan
harta. Hanya saja surat Shaadayat 24 menyebutkan perkongsian terjadi atas dasar akad
(ikhtiyari). Sedangkansurat An-Nisa menyebutkan bahwa perkongsian terjadi secara
otomatis (Jabr)karena waris (Antonio, 1999: 130).

b.HADIST

dalam hadis dinyatakan sebagai berikut: “Dari AbuHurairah, ia berkata: Rasulullah


SAW bersabda: Allah SWT berfirman: Akuadalah pihak ketiga dari dua orang yang
sedang berserikat selama salah satudari keduanya tidak khianat terhadap saudaranya
(temannya). Apabila diantaramereka ada yang berkhianat, maka Aku akan keluar dari
mereka”(H.R AbuDawud), (As-Sidiqqy, 2001: 175)Hadis ini menerangkan bahwa
jika dua orang bekerja sama dalam satu usaha, maka Allah ikut menemani dan
memberikan berkah-Nya, selama tidakada teman yang mengkhianatinya. Koperasi
akan jatuh nilainya jika terjadi penyelewengan oleh pengurusnya. Inilah yang
diperingatkan Allah SWT,bahwa dalam berkoperasi masih banyak jalan dan cara yang
memungkinkanuntuk berkhianat terhadap sesama anggotanya. Itulah koperasi yang
dijauhi ataudiangkat berkahnya oleh Allah SWT, maka kejujuran harus diterapkan
kembali.Dengan melihat hadis tersebut diketahui bahwa masalah serikat
(koperasi)sudah dikenal sejak sebelum Islam datang, dan dimuat dalam buku-buku
ilmufiqh Islam. Dimana koperasi termasuk usaha ekonomi yang diperbolehkan dan
termasuk salah satu cabang usaha.

C., Ijma’

Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni yang dikutip Muhammad Syafi’i Antonio
dalam bukunya Bank Syari’ah dari Teori ke

Praktik, telah berkata: “Kaum muslimin telah berkonsesus terhadap legitimasi


musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan dalam beberapa elemen
darinya (Antonio, 2001: 91).

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Akad mudharobah dan musyarakah merupakan akad bermuamalah yang


diperbolehkan dalam islam. Mudharobah dan musyakarah menggunakan prinsip bagi
hasil.Akad mudharobah diterapkan pada penghimpunan dana maupun pembiayaan.
Pada penghimpunan dana misalnya ada tabungan mudharabah dan deposito
mudharobah.

Perbedaan antara musyarakah dan mudharabah terletak pada kerja sama atau
kesepakatan nya . Pada Mudharabah kerja sama dilakukan dengan cara salah satu
pihak memberikan modal saja, dan pihak lain yang mengelola nya . Dan apabila ada
kerugian, maka hal tersebut akan ditanggung oleh pemodal. Sedangkan dalam
musyarakah, kerja sama dilakukan dengan cara kedua belah pihak mengeluarkan
modal dan juga mengelolanya secara bersama-sama . Dan apabila ada kerugian, maka
kerugian tersebut akan ditanggung oleh kedua belah pihak.

Akad mudharobah dan musyakarah bisa diterapkan dalam bidang


perdagangan,pertanian, perternakan, industry, dan lain lain.
DAFTAR PUSTAKA

Afidah S. 2014. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Pemberian Bonus pada Produk
Simpanan Berkah Plus (Deposito Mudharabah) di BMT “Taruna Sejahtera”, Jatisari,
Mijen, Kota Semarang

Hulam T. 2010. Jaminan dalam Transaksi Akad Mudharabah Pada Perbankan Syariah”.
Jurnal Mimbar Hukum, Nomor 3

Vogel, Frank E. dan Samuel L. Hayes III, 2007, Hukum Keuangan Islam Konsep, 7HRUL
GDQ 3UDNWLN, (pen. M. Sobirin Asnawi, Siwi Purwandari dan Waluyati Handayani),
Nusamedia, Bandung.

Wilson, Rodney, 1988, Bisnis Menurut ,VODP 7HRUL GDQ 3UDNWHN, Intermasa,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai