1. Definisi Mudharabah
Istilah mudharabah dipakai oleh orang Irak, sementara orang Hijaz
menyebutnya dengan istilah qiradh. Orang Irak menyebutnya dengan
istilah mudharabah sebab.
(كل من العقدين يضرب بسهم الربحsetiap yang mengerjbakal akad
mempunyai bagian dari laba), atau pengusaha mestinya menyedibakal
perjalanan dalam mengusahbakal harta modal tersebut. Perjalanan
tersebut dinambakal ضربا ىف السفر
Dengan demikian istilah mudharabah dan qiradh ialah dua istilah untuk
maksud yang sama. Berdasarkan pendapat bahasa mudharabah atau
qiradh diambil dari kata( (القراضyang berarti ( القطعpotongan), sebab
yang mempunyai memberikan potongan dari hartanya untuk diberikan
kepada penguasa agar mengusahbakal harta tersebut, dan pengusaha
bakal memberikan potongan dari laba yang diperoleh.
Mengenai definisi mudharabah berdasarkan pendapat istilah, Konsensus
ulama fiqih terjadi perbedaan pendapat, salah satunya ialah:
عقد بني طرفني على ان يدفع احدمها نقد اىل: واملقصود هبا هنا
االخر ليتجر فيهو على ان يكون الربح بينهما حسب ما يتفقان عليه
Artinya:
“Yang dimaksud dengan mudharabah di sini ialah suatu akad diantara
kedua belah pihak di mana salah satu pihak memberikan uang (modal)
kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan ketentuan bahwa
keuntungan diabgi di antara mereka berdua sesuai dengan kesepakatan
mereka.”
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa mudharabah ialah suatu
akad atau perjanjian antara dua orang atau lebih, di mana pihak pertama
memberikan modal usaha, sementara pihak menyedibakal tenaga
dan keahlian, dengan ketentuan dibagi diantara mereka sesuai dengan
kesepakatan yang mereka tetapkan bersama.
Secara umum mudharabah dibagi menjadi du jenis:
a. mudharabah secara mutlak atau bebas. Yakni ialah format kerja
sama antara yang mempunyai modal dengan pengelola modal yang
cakupannya sangant luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis
usaha, masa-masa dan wilayah atau lokasi bisnis.
b. mudharabah terikat. Jenis ini ialah kebalikan dari mudharabah
187
Rahcnat Syafi’i, Fiqih Muamalah, ( Bandung: CV Pustaka Setia. 2001), hlm 224.
106 Fiqh Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer (Teori dan Praktek)
muthlaqah. Yakni pengelola modal dibatasi dengan batasan jenis
usaha, Masa atau Lokasi usaha.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami mudharabah terdapat unsur
syirkah atau kerja sama yakni kerja sama antara harta dengan tenaga.
Selain itu juga terdapat unsur syirkah (keyang mempunyaian bersama)
dalam urusan keuntungan. Namun bilamana terjadi kerugian tersebut
ditanggung oleh yang mempunyai modal, sementara pengelola tidak
dibebani kerugian, karena ia sudah rugi tenaga tanpa keuntungan.
Mudharabah dan Aplikasinya 107
108 Fiqh Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer (Teori dan Praktek)
البيع اىل اجل واملقارضة وخلط الرب بالشعري للبيت:ثالث فيهن الربكة
.الللبيع
Artinya
“Tiga perkara yang mengandung berkah ialah jual beli yang
ditangguhkan, mengerjakan qiradh (memberi modal kepada orang lain),
dan yang mencampurkan gandum dengan jelas untuk keluarga, bukan
untuk diperjualbelikan.” (HR. Ibn Majjah dari Shuhaib)
4. Rukun-Rukun Mudharabah
Para ulama bertolak belakang mengenai Rukun-Rukun mudharabah,
diantaranya:
a. semua Ulama berasumsi bahwa rukun mudharabah terdapat tiga
yakni:
1) ‘Aqidani, yakni yang mempunyai modal dan pengelola
(mudharib)
188
Ahmad Wardhi Muslihc, Fiqih Muamalah, ( Jakarata: Amzah, 2010). Hlm. 373
110 Fiqh Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer (Teori dan Praktek)
2) Ma’qud ‘alaih, yakni modal, tenaga (pekerjaan) dan keuntungan
3) Shighat, yakni ijab dan qabul
b. Berdasarkan pendapat Ulama Hanafiyah bahwa rukun mudharabah
ialah ijab, qabul, yakni lafadz yang menunjukan ijab dan qabul
dengan menggunbakal lafadz mudharabah, muqaradhah, muamalah
serta lafadz- lafadz lain yang artinya sama dengan lafadz- lafadz
tersebut. Misalnya: yang mempunyai modal berkata “saya investasi
ke padamu dengan mudharabah, dengan peraturan keuntungan yang
diperoleh dibagi berdua dengan nisbah setengah, seperempat atau
sepertiga.”
Adapun lafadz qabul yang digunakan oleh mudharib atau pengelola
ialah lafadz: saya ambil ( (اخذتatau saya setuju ( (رضيتatau saya
terima ()قبلتdan semacamnya. Bilamana ijab dan qabul sudah
tepenuhi maka akad mudharabah sudah sah.
c. Berdasarkan pendapat Ulama Syafi’iyah bahwa rukun mudharabah
ada lima, yakni:
1) Modal
2) Shighat
3) Aqidain (kedua orang yang akad).
4) Tenaga (pekerjaan)
5) Keuntungan ‘189
5. Hukum Mudharabah
Hukum mudharabah terbagi menjadi dua yakni:
a. Hukum Mudharabah Fasid
Beberapa urusan dalam mudharabah fasid yang yang mempunyai
modal memberikan upah kepada pengusaha antara lain:
1) Yang mempunyai modal menyerahkan syarat kepada pengusaha
dalam membeli, memasarkan atau mengambil barang.
2) Yang mempunyai modal menghruskan pengusaha untuk
bermusyawarah sampai-sampai pengusaha tidak bekerja kecuali
atas izin darinya.
189
Abdul Aziz Muahmmad Amzah, Fiqh Muamalah, ( Jakarta: Amzah, 2014 ), hlm. 370
Muchamad Pemadi, Sejarah dan Doktrin Bank Islam, (Jogjakarta: kutub, 2005), hlm. 90
190
112 Fiqh Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer (Teori dan Praktek)
Syarat-syarat yang urgen menyangkut akad mudharabah bagi perbankan
Islam ialah:
1. Bank menerima investasi atau dana dari Konsumen atas dasar
mudharabah.
2. Bank berhak menanamkan dana yang didepositkan oleh nasabah
langsung dalam format investasi dan keperluan overhead cost dari Bank
tersebut, atau menawarkan dana tersebut kepada para pengusaha Bank.
3. Bank boleh menggabungkan keuntungan dari investasi-investasi lain dan
sekian banyak keuntungan.
4. Bank sebagai penginvestasi mempunyai hak untuk memberikan syarat-
syarat atas penggunaan yang berhubungan dengan jenis dari kegiatan-
kegiatan itu.
5. Bank tidak boleh meminta garansi dari nasabah.
6. Tanggung jawab dari Bank dalam kedudukannya sebagai yang
mempunyai dana, terbatas hanya sampai modal yang disediakan.
7. Nasabah berbagi keuntungan dengan Bank sesuai komparasi yang sudah
disepakati. 191
Hikmah sistem mudharabah bagi perbankan ialah:
1. Bank bakal menikmati peningkatan bagi hasil ketika usaha nasabah
dapat keuntungan.
2. Bank tidak harus membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara
tetap, namun disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha Bank
sehingga Bank tidak bakal pernah mengalami negative spread.
3. Pengembalian pokok pembiayaan dicocokkan dengan cash flow atau
tabungan usaha nasabah sehingga nasabah tidak merasa diberatkan.
4. Bank bakal lebih selektif dan soluktif dalam menggali usaha yang benar-
benar, aman dan menguntungkan antara keduanya.
5. Prinsip bagi hasil bertolak belakang dengan bunga tetap bilamana Bank
bakal menagih penerimaan pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga
tetap berapapun keuntungan yang didapatkan nasabah, meskipun terjadi
krisis ekonomi (Merugi).
Sutan Remi Syahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan
191