PENDAHULUAN
Muamalah dalam arti luas adalah aturan hukum Allah untuk mengatur manusia dalam
kaitanya dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial,sedang muamalah dalam pengertian
sempit menurut rasyid ridha, muamalah adalah tukar menukar barang atau sesuatu yang
bermanfaat dari cara-cara yang telah di tentukan persamaan muamalah dalam arti sempit dan
dalam arti luas adalah sama sama mengatur hubungan manusia dengam manusaia yang lain
dalam kaitan dengan pemutaran harta.
Dalam muamalah ada beberapa metode kerjasama yang sering digunakan. Antara lain metode
syirkah, mudharabah, muzaraah dan musyaqqah. Diantara yang empat merode ini ada
beberapa metode yang sering digunakan bahkan lazim digunakan,
yaitu : syirkah dan mudharabah.Karena kedua metode ini beroprasi dibidang usaha, baik
usaha kecil ( mikro ) sampai dengan usaha besar ( makro ). Sedangkan muzaraah dan
musyaqqah digunakan dalam bidang pertanian.
Karena metode yang sering digunakan dalam muamalah adalah syirkah dan mudharabah,
sesuai juga dengan silabus yang dipercayakan kepada pemakalah oleh dosen pengampu mata
kuliah fiqh muamalah maka pemakalah mencoba menyajikan pembahasan tentang syirkah.
Dalam makalah ini pemakalah membahas mulai dari pengertian macam-macam bentuknya,
rukun syarat, hukum serta beberapa permasalahan yang sering terjadi dalam masalah syirkah
tersebut.
B. PERMASALAHAN
C. PEMBAHASAN
Syirkah secara bahasa adalah masdar dari شاركyaitu شركة- شارك – شـــارك – شركا yang berarti
penyatuan dua dimensi atau lebih menjadi satu kesatuan. Kata ini juga berarti bagian yang
bersyarikat. Syirkah menurut bahasa berarti Al-Ikhtilath atau khalatha ahada minal
malaini yang artinya adalah campur atau percampuran dua harta menjadi satu. Demikian
dinyatakan oleh Taqiyudin, yang dimaksud dengan percampuran di sini adalah seseorang
mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.
Menurut istilah, yang dimaksud dengan syirkah, para fuqaha berpendapat, antara lain:
“Ketetapan hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur
(diketahui)”.[2]
صي ِْن فََأ ْكثَ َر َعلَى ْالت َعاوْ ِن فِى َع َم ٍل اِ ْكتِ َسابِ ٍّى َوا ْقتِ َس ِام اَرْ بَا ِح ِه
َ ُع ْق ٌد بَ ْينَ َش ْخ
“Akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk ta’awun dalam bekerja pada suatu
usaha dan membagi keuntungannya”.[4]
Menurut Idris Ahmad menyebutkan syirkah sama dengan syarikat dagang, yakni dua orang
atau lebih sama-sama berjanji akan bekerja sama dalam dagang, dengan menyerahkan modal
masing-masing, dimana keuntungan dan kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya
modal masing-masing.[5] Sehingga dapat di pahami bahwa yang di maksud syirkah adalah
kerja sama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugikannya
ditanggung bersama. Yang paling ditekankan dalam syirkah yaitu asas kejujuran karena
bertapapun, halini berhubungan dengan bisnis suatu kerjasama dalam usaha tertentu, hal ini
juga telah dicontohkan oleh nabi dengan hadistnya :
انَا: عن ابي ه َُر ْي َرة ََرفَ َعهُ قال, عن اب ْي ِه, صي عن ُم َح َّمدال َزب ِْرقانَ عن ا بي َحيَّانَ الت ْي ِمي ِ َح َّد ثَنَ ُم َح َّم ُد بن ُسلُيمان ال َم
ِ ص ْي
ُ ْ فَإذ خَانَهُ خَ َرج,ُصا ِحبَه
ت ِم ْن بَ ْينِ ِه َما َ الث ُال َشريْك ْي ِن َما ل ْم يَ ُخ ْن اَ َح ُدهُ َما
ِ َث
"Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Sulaiman Al- Mashishi dari Muhammad Al-
Zabriqan dari Abi Hayyana Al-Taimi dari ayahnya dari Abi Hurairah telah berkata
Rasulullah : Aku adalah yang ke tiga dari dua orang yang bersekutu selama salah ssatu
diantara keduanya tidak berkhianat terhadap lainnya dan apabila mereka berkhianat aku
keluar dari mereka" (HR : Abi Daud)
Hadist ini di sebutkan di dalam kitab hadist sebanyak empat kali yaitu di dalam kitab sunnah
Abi Daud (3383), Al-Hakim (52) jus 2, Ad-Daruqutni (303), dan Al-Baihaqi (78) jus 6, tetapi
kami hanya mengambil di dalam kitab sunnah Abi Daud.
Dari hadist diatas menjelaskan bahwa serikat itu adalah kerja sama atau perseroan dalam hal
ِ َانَا ث,gambaran
bisnis baik antara dua belah pihak maupun lebih dari dua orang الث ُال َشريْكين
yang diberikan oleh hadist diatas adalah implikasi yang harus diutamakan dalam syirkah
adalah kejujuran, maka tidak boleh ada perkhianayan antara kedua belah pihak.
Perkhianatan yang dilakukan dapat merugikan pihak-pihak yang terkait, jika ada indikasi-
indikasi atau telah terjadinya pengkhianatan maka pihak yang berserikat dapat keluar dari
perserikatas tersebut.
Penjelasan yang gamblang dari hadist tersebut mengisyaratkan kita untuk tidak melakukan
perkhianatan baik dalam hal modal maupun keuntungan, didalam Islam ini disebut tindakan
kezhaliman, sebagaimana firman allah:
"dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka
berbuat zalim kepada sebahagian yang lain. (QS. Shaad : 24)
Pada dasarnya prinsip yang dikembangkan dalam syirkah adalah prinsip keadilan dalam
kemitraan antara pihak yang terkait untuk meraih keuntungan prinsip ini dapat di temukan
dalam prinsip Islam ta’awun danukhuwah dalam sektor bisnis, dalam hal ini syirkah
merupakan bentuk kerjasama antara pemilik modal untuk mendirikan suatu usaha bersama
yang lebih besar, atau kerja sama antara pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam
menjalankan usaha yang tidak memilki modal atau yang memerlukan modal tambahan,
bentuk kerja sama antara pemilik modal dan pengusaha merupakan suatu pilihan yang lebih
efektif untuk meningkatkan etos kerja.
Rukun syirkah diperselisihkan oleh para ulama, menurut ulama’ Hanafiyah bahwa rukun
syirkah ada dua macam, yaitu ijab dan kabul, sebab ijab Kabul (akad) yang menentukan
adanya syirkah.[6]
Di dalam kitab bidayatul mujtahid dijelaskan bahwa rukun syirkah ialah:
Syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah. Secara garis besar syarat dari syirkah
ialah harta dan aqad. Sedangkan menurut Hanafiyah dibagi kepada empat bagian, yaitu:
1. Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun dengan
yang lainnya, dalam hal ini ada dua syarat, yaitu; a) yang berkenaan dengan benda yang
diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan, b) yang berkenaan dengan
keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak, misalnya setengah, sepertiga dan yang
lainnya.
2. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta), dalam hal ini terdapat dua perkara
yang harus dipenuhi yaitu; a) bahwa modal yang dijadikan objek syirkah adalah dari alat
pembayaran (nuqud), seperti junaih, riyal dan rupiah, b) yang dijadikan modal (harta
pokok)ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama maupun berbeda.
Menurut Malikiyah syarat-syarat yang pertalian dengan orang yang melakukan akad ialah
merdeka, baligh, dan pintar (rusyd).
3. Macam-macam Syirkah
Ranah-ranah kajian syirkah sangatlah luas, apa lagi pada zaman sekarang ini banyak para
pemilik modal untuk melakukan syirkah dalam istilah modernnya relation bisine atau lainnya,
tetapi kalau kita kaji secara fiqh secara garis besar syirkah itu dibagi menjadi dua macam :
Yang dimaksud dengan syirkah milk adalah “ibarat dua orang atau lebih memilikkan suatu
benda kepada yang lain tanpa ada akad syirkah”.
1) syirkah milk jabar (berkumpulnya dua orang atau lebih dalam pemilikan suatu benda
secara paksa) dan
2) syirkah milk ikhtiyar (berkumpul dua orang atau lebih dalam pemilikan benda dengan
ikhtiyar keduanya).
Syirkah Uqud (Transaksional)
1. Syirkah ‘Inan
Yang dimaksud dengan syirkah ‘inan ialah mengeluarkan semua harta untuk digabung
menjadi satu, kemudian dikelola secara bersama-sama dan hasilnya dibagi dua sebagaimana
kadar harta yang dikeluarkan. Menurut para ulama’ ini adalah model syirkah yang
diperbolehkan.
2. Syirkah wujuh
Yang dimaksud dengan syirkah wujuh ialah kerjasama antar tiga pihak yang mana pihak
kedua dan ketiga tidak mengeluarkan modal, dan hasilnya dibagi bersama. Disini asas yang
ditekankan adalah al-Siddiq wa Al-Amanah.
Saya contohkan misalnya, pihak A dan B dan C bekerja sama, modal yang digunakan yaitu
modal si A, sedangkan si B dan C ikut mengelola usaha tersebut tanpa mengeluarkan modal.
3. Syirkah Mufawadhah
Yaitu kerjasama dua orang atau lebih untuk melakukan usaha dengan persyaratan sebagai
berikut.
a) Modal harus sama banyak, bila ada salah satu diantara mereka lebih banyak modalnya
maka syirkah tersebut tidak sah.
4. Syirkah Abdan
Kerjasama dua orang atau lebih untuk melakukan usaha atau pekerjaan atau lebih mudahnya
persekutuan dua orang atau lebih untuk menerima kerja yang akan dikerjakan secara
bersama-sama dan hasilnya dibagi bersama, seperti pemborong bangunan. Instalasi listrik,
atau pekerjaan diantara dua penjahit.
Seperti yang telah diketahui bahwa dalam mengkaji fiqh muamalah kita tidak boleh terpaku
kepada salah satu imam saja, dikarenakan dalam perkembangannya fiqh bisa saja berubah
dengan pemahaman ulama’-ulama’ salaf, banyaknya pendapat yang di utarakan oleh para
imam mazhab kita.
Kalau kita perhatikan, dari segi pembagian bentuk-bentuk syirkah diatas, banyaknya macam-
macam syirkah, yang menjadi pertanyaan apakah hukum-hukum yang telah diutarakan oleh
para imam tersebut bisa di implementasikan dalam kehidupan modern sekarang ini, berikut
pendapat-pendapat para ulama’ mazhab terkait dengan hukum masing-masing syirkah
tersebut.
Dari kalangan hanafi menyetujui (membolehkan) keempat macam syirkah uqud tersebut,
sedangkan ulama’ syafi’iyah atau imam Syafi’i melarang syirkah abdan, mufawadah, dan
wujuh. Syafi’iyahberpendapat bahwa syirkah yang sah hukumnya hanyalah syirkah inan,
sedangkan syirkah yang lainnya batal.[9]
Maliki menyepakati syirkah abdan, ‘inan, mufawadah dan melarang syirkah wujuh.
Hanbaliyah syirkah ‘inan, wujuh dan abdan dan melarang syirkah mufawadah.
Setelah telusuri faktor-faktor yang menyebabkan para imam tersebut melarang masing-
masing syirkah tersebut, maka sulit bagi penulis untuk melacaknya, dikarenakan referensi
yang terbatas, tetapi kalau ditinjau dari sejarah pembentukan hukum tersebut tidak terlepas
dari faktor perekonomian dan budaya syirkah di daerah masing.
5. Mengakhiri Syirkah
a. Salah satu pihak membatalkannya, meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnya,
sebab syirkah adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua belah pihak yang
tidak ada kemestian untuk dilaksanakan apabila salah satu pihak tidak menginginkannya lagi,
hal ini menunjukan pencabutan kerelaan syirkah oleh salah satu pihak.
b. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian mengelola harta),
baik karena gila maupun yang lainnya.
c. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota syirkah lebih dari dua orang,
yang batal hanyalah yang meninggal dunia saja.
d. Salah satu pihak ditaruh dibawah pengampuan, baik karena boros yang terjadi pada waktu
perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang lainnya.
e. Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa atas harta yang menjadi
saham syirkah.
f. Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah, bila modal
tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta hingga tidak dapat dipisah-pisahkan lagi,
yang menanggung resiko adalah para pemiliknya sendiri, apabila harta lenyap setelah terjadi
percampuran yang tidak bisa dipisah-pisah lagi, maka menjadi resiko bersama.
Pemberdayaan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pemberdayaan ekonomi terhadap
anggota syirkah, sebagai bagian dari masyarakat yang membutuhkan penanganan untuk
mendorong peningkatan pendapatan atau profit usaha. Sehingga mampu meningkatkan taraf
hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.
a. Perkongsian modal yang mulanya milik masing-masing individu dalam jumlah kecil
menjadi bertambah besar jumlahnya karena prinsip bagi hasil.
b. Adanya unit simpan pinjam melalui pengelolaan syirkah, sehingga para anggota lebih
mudah dalam mengakses modal usaha
c. Pada aqad syirkah lebih adil kerena pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan,
sedangkan kerugian ditanggung berdasarkan jumlah modal masing-masing, jadi tidak ada
pihak yang dirugikan
d. Dapat menikmati peningkatan bagi hasil, pada saat keuntungan usaha anggota meningkat.
Syirkah ini juga memiliki manfaat kegunaannya baik didunia dan akhirat. Seperti cara tukar
menukar benda yang bersumber dari panca indra manusia, yang unsur adalah hak-hak dan
kewajiban, misalnya jujur,hasad,dengki,dan dendam oleh karena itu jual beli benda maupaun
bagaimana bekerja sama bagi muslim bukan hanya sekedar memperoleh keuntungan yang
sebesar besarnya,tetapi secara vertikal bertujuan untuk memperoleh ridha Allah dan secara
bertujuan untuk mencari keutungan. Sehingga benda benda yang perjual belikan maupun
yang dikerjasamakan akan senantiasa dirujukan kepada aturan-aturan Allah dan juga
keridhaan kedua belah pihak yang melakukan kerja sama, ijab qabul dan lain-lain wajib
diikuti dan dilaksanakan oleh keduanya.
D. KESIMPULAN
1. Syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan
dan kerugikannya ditanggung bersama.
2. Rukun syirkah yaitu harta, akad, dan dua orang yang berserikat. Syarat-syarat yang
pertalian dengan orang yang melakukan akad ialah merdeka, baligh, dan pintar (rusyd).
3. Macam-macam syirkah yaitu syirkah milk dan syirkah uqud (syirkah ‘inan, syirkah
wujuh, syirkah mufawadlah, syirkah abdan).
6. Syirkah ini memiliki manfaat kegunaannya dan keuntungan baik didunia dan akhirat.
E. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sajikan, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi
pembaca. Pemakalah juga mengharapkan kritik dan saran serta masukan yang membangun
dari dosen pengampu dan seluruh audiens yang turut bersama pemakalah dalam acara
presentase mempertanggung jawabkan isi makalah ini. Jika ada kesalahan atau kekurangan
dalam penyusunan makalah ini, kami mohon maaf sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah a-Mushlih, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta, 2004
Abdurrahman I. Doi, Shari’ah : The Islamic Law, A. S. Noor Deen, Kuala Lumpur, 1990
Muhammad Syarbini Al-Katib, al-Iqna’ fi Hall al-Alfadz Abi Syuja’, Dar al-Ihya’ al-Kutub
al-Arabiyah, Indonesia, t.t
D. Tujuan Konstitusi
Secara garis besar konstitusi bertujuan untuk membatasi tindakan sewenang-
wenangpemerintah, menjamin hak-hak pihak yang diperintah (rakyat) dan menetapkan
pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Sehingga pada hakekatnya tujuan konstitusi
merupakan perwujudan paham tentang konstitusionalisme yang berate pembatasan terhadap
kekuasaan pemerintah diastu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga Negara maupun
setiap penduduk dipihak lain.
Tujuan konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wanang pemerintah dan
menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasan yang
berdaulat. Menurut Bagir Manan, hakekat dari konstitusi merupakan perwujudan paham
tentang konstitusi atau konstitusionalisme, yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah
di satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk di pihak
lain.
Sedangkan, menurut Sri Soemantri, dengan mengutip pendapat Steenbeck, menyatakan
bahwa terdapat tiga materi muatan pokok dalam konstitusi, yaitu:
1. Jaminan hak-hak manusia;
2. Susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar;
3. Pembagian dan pembatasan kekuasaan.
Dalam paham konstitusi demokratis dijelaskan bahwa isi konstitusi meliputi:
1. Anatomi kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hukum.
2. Jaminan dan perlindungan hak-hak asasi manusia.
3. Peradilan yang bebas dan mandiri.
4. Pertanggungjawaban kepada rakyat (akuntabilitas publik) sebagai sendi utama dari asas
kedaulatan rakyat.
Keempat cakupan isi konstitusi di atas merupakan dasar utama dari suatu pemerintah
yang konstitusional. Namun demikian, indikator suatu negara atau pemerintah disebut
demokratis tidaklah tergantung pada konstitusinya. Sekalipun konstitusinya telah menetapkan
aturan dan prinsip-prinsip diatas, jika tidak diimplementasikan dalam praktik
penyelenggaraan tata pemerintahan, ia belum bisa dikatakan sebagai negara yang
konstitusional atau menganut paham konstitusi demokrasi.
Tujuan-tujuan adanya konstitusi tersebut, secara ringkas dapat diklasifikasikan menjadi
tiga tujuan, yaitu :
1. Konstitusi bertujuan untuk memberikan pembatasan pembatasan sekaligus pengawasan
terhadap kekuasaan politik;
2. Konstitusi bertujuan untuk melepaskan control kekuasaan dari penguasa sendiri;
3. Konstitusi berjuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam
menjalankan kekuasaannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Konstitusi dalam arti sempit, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang
Dasar.
2. Konstitusi dalan arti luas, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang Dasar
dan hukum dasar yang tidak tertulis / Konvensi
3. Dalam praktiknya, konstitusi dustur terbagi menjadi dua bagian yaitu tertulis (undang-
undang) dasar dan yang tidak tertulis, atau dikenal juga dengan konvensi.
4. Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga
Negara.
5. Konstitusi sebagaimana disebutkan merupakan aturan-aturan dasar yang dibentuk dalam
mengatur hubungan antar Negara dan warga Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairul. 1999. Konstitusi dan kelembagaan Negara. Jakarta: CV. Novindo Pustaka
Mandiri.
Daud, Abu Busroh dan Abubakar Busro. 1983. Asas-asas Hukum Tata Negara. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Thaib, Dahlan,et.al. 2001. Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.