Anda di halaman 1dari 15

MUDHARABAH DAN MUJARAAH

Matakuliah :Fiqih

Dosen Pengampu : Erik Rahman Gumir M.H.

Kelompok:2

Agung Romadon (2221020204)

Rian Ahmadi (2221020153)


Wulandi (2221020192)

Kelas: E

Semester (1)

HUKUM TATA NEGARA


FAKULTASH SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN 2022 M/ 1443
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah- Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Mudharabah Dan Muzaraah".
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Fiqih.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Konsep fiqih bagi para
pembaca dan juga bagi penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Erik Rahman
Gumir M.H. selaku Dosen Fikih yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 2


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan Masalah .................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 2

A. Pengertiian Mudharabah ...................................................................... 2


B. Syarat Sah Mudharaba ......................................................................... 5
C. Hukum Mudharabah ............................................................................ 6
D. Arti, Landasan, dan Sifat Mujara'ah .................................................... 7
E. Rukun Mujara'ah dan Sifat Akad ......................................................... 8

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 11

Kesimpulan ............................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar belakang

Mudharabah atau qiradh termasuk salah satu bentuk akad rkah (perkongsian). Istilah
mudharabah digunakan oleh orang Irak, dangkan orang Hijaz menyebutnya dengan istilah giradh.
Dengan mikian, mudharabah dan qiradh adalah dua istilah untuk maksud yang sama.

Secara etimologi, majara'ah adalah wajan ( ‫ ) ﻣﻔﺎﻋﻠﺔ‬dari kata ( ‫ﻟﺸﺮﻉ‬


‫ ) ﺍ‬yang sama artinya
dengan ( ‫( ) ﺍﻹﻧﺒﺎﺕ‬menumbuhkan). Mujara'ah dinamai pula dengan al-mukhabarah dan
muhaqalah. Orang-orang Irak memberikan istilah mujara'ah dengan al-qarah.

B.Rumusan masalh
a. Apa yang dimaksud dengan mudharabh?
b. Apa yang dimaksud dengan muzaraah?
c. Pengertian hukum mudharaba dan muzaraah
C.Tujuan masalh
a. Kenapa mudharabah diperlukan?
b. Kenapa mzaraah di perlukan?
c. Apa tujuan mudharabah dan muzaraah?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertiian Mudharabah

Mudharabah atau qiradh termasuk salah satu bentuk akad rkah (perkongsian). Istilah
mudharabah digunakan oleh orang Irak, dangkan orang Hijaz menyebutnya dengan istilah giradh.
Dengan mikian, mudharabah dan qiradh adalah dua istilah untuk maksud yang sama.

diambil dari kata ( ‫ﻟﻘﺎﺽ‬ ‫ )ﺍ‬Menurut bahast, girah ang berarti ‫ﻟﻘﺮﺽ‬ ‫ ﺍ‬yag berarti ‫ﻟﻘﻄﻊ‬ ‫ﺍ‬
(potongan), sebab pemilik memberikan potongan ari hartanya untuk diberikan kepada pengusaha
agar mengusahakan rta tersebut, dan pengusaha akan memberikan potongan dari laba yang
peroleh. Bisa juga diambil dari kata maanadhah yang berarti ‫ﻟﻤﺴﺎﻭﺍﺓ‬‫( ﺍ‬kesamaan), sebab pemilik
modal dan pengusaha emiliki hak yang sama terhadap laba.

Orang Irak menyebutnya dengan istilah madharabahscrip) ‫ﻟﺮﻳﺢ‬ ‫ﻟﻌﺎﻗﺪﻳﻦ ﻳﻀﺮﺏ ﺑﺴﻬﻢ ﺍ‬ ‫ﻛﻞ ﻣﻦ ﺍ‬
sebub (‫ﻟﻤﻀﺎﺭﺑﺔ‬ ‫( ) ﺍ‬setiap yang melakukan akad memiliki bagian dari laba), atau pengusaha..1

2.Landasan Hukum Mudharabah


Landasan Hukum Mudharabah Para imam madzhab sepakat bahwa hukum mudharabah
adalah boleh, walaupun di dalam Al-Qur’an tidak secara khusus menyebutkan tentang
mudharabah dan lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam
ayat dan hadits sebagai berikut :

a.Al-quran

Artinya : Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah
(QS. Al-Muzammil : 20)

1
Muhammad Asy-Syarbini, Mugni Al-Muhtaj, juz II. hlm. 309

2
b. Hadist
Di antara hadis yang berkaitan dengan mudharabah adalah hadis yang diriwayatkan oleh
Ibn Majah dari Shuhaib bahwa Nabi SAW bersabda:

‫ﻟﺸﻌﻴﺮﻟﻠﺒﻴﺖ ﻻﻟﻠﺒﻴﻊ‬
‫ﻟﺒﺮ ﺑﺎ‬
‫ﻟﻤﻘﺎﺭﺿﺔ ﻭﺧﻠﻂ ﺍ‬
‫ﻟﻰ ﺃﺟﻞ ﻭﺍ‬
‫ﻟﺒﻴﻊ ﺇ‬
‫ﺍ‬: ‫ﻟﺒﺮﻛﺔ‬
‫ﺛﻼﺙ ﻓﻴﻬﻦ ﺍ‬
Artinya:"Tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual-beli yang ditangguhkan,
melakukan qiradh (memberi modal kepada orang lain), dan yang mencampurkan gandum dengan
jelas untuk keluarga, bukan untuk diperjualbelikan." (HR. Ibn Majah dari Shuhaib)
Dalam hadis yang lam diriwayatkan oleh Thabrani dari Th Abbas bahwa Abbas Ibn
Abdul Muthalib jika memberikan harta untuk mudharabah, dia mensyaratkan kepada pengusaha
untuk tidak melewati lautan, menuruni jurang, dan membeli hati yang lembab Jika melanggar
persyaratan tersebut, ia harus menanggungnya. Persyaratan tersebut disampaikan kepada
Rasulullah SAW dan beliau membolehkannya.

c. Ijma
Di antara ijma' dalam mudharahah, adanya riwayat yang menyatakan bahwa jemaah dari
sahabat menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah. Perbuatan tersebut tidak ditentang
oleh sahabat lainnya."2

d.Qiyas
Mudharabah diqiyaskan kepada al-musyaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola
kebun). Selain Di antara manusia, ada yang miskin danada pula yang kaya. Di satu sisi, banyak
orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin
yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian, adanya mudharabah ditujukan
antara lain untuk memenuhi kebutuhan kedua golongan di atas, yakni untuk kemaslahatan
manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.3

3.Rukun Mudharabah
Para ulama berbeda pendapat tentang rukun mudharabah. Ulama Hanafiyah berpendapat
bahwa rukum mudharabah adalah ijab dan qabul, yakni lafazh yang menunjukkan ijab dan qabul
dengan menggunakan mudharabah, muqaridhah, muamalah, atau kata-kata yang searti
dengannya.

2
Alauddin Al-Kasani, Bada's Ash-Shana' fi Tartib Asy-Syara', juz Vl, hlm. 79

3
Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun mudharabah ada tiga. yaitu dua orang yang
melakukan akad (al-aqidani), modal (ma'qud alaih), dan shighat (ijab dan qabul). Ulama
Syafi'iyah lebih memerinci lagi menjadi lima rukun, yaitu modal, pekerjaan, laba, shighat, dan
dua orang yang akad.4
4.Jeenis Jenis Mudharabah
Jenis-Jenis Mudharabah Madharahah ada dua macam, yaitu mudharahah mutlak (al muthalaq)
dan mudharabah terikat (al-muqayyad)".
a. Al muthalaq (mutlak)
Mudharahah mutlak adalah penyerahan modal seseorang kepad pengusaha tanpa
memberikan batasan, seperti berkata, "Saya serahkan sang mi kepadamu untuk
diusahakan, sedangkan lahanya akan dibagi di antara kita, masing-masing setengah atau
sepertiga, dan lain-lain.
b. Al muqayyad (terikat)

adalah penyerahan modalseseorang kepada pengusaha dengan memberikan batasan,


seperti persyaratan bahwa pengusaha harus berdagang di daerah Bandung atau harus
berdagang sepatu, atau membeli barang dari orang tertentu, dan lain-lain.

Ulama Hanafiyah dan Imam Ahmad membolehkan memberibatasan dengan waktu dan
orang, tetapi ulama Syafi'iyah dan Malikiyah melarangnya.
Ulama Hanafiyah dan Ahmad pun membolehkan akad apabila dikaitkan dengan masa
yang akan datang, seperti, Usahakan modal int mulai bulan depan, sedangkan ulama Syafi'iyah
dan Malikiyah melarangnya.

5. Sifat Mudharabah
Ulama fiqih sepakat bahwa akad dalam mudharabah sebelum dijalankan oleh pekerja
termasuk akad yang tidak lazim. Apabila sudah dijalankan oleh pekerja, di antara ulama terdapat
perbedaan pendapat, ada yang berpendapat termasuk akad yang lazim, yakni dapat diwariskan
seperti pendapat Imam Malik, sedangkan menurut ulama Syafi'iyah, Malikiyah, dan Hanabilah,
akad tersebut tidak lazim, yakni tidak dapat diwariskan

4
Muhammad Asy-Syarbini, Op Cit, juz II. hlm. 310

4
6.Mudharib (Pengusaha) Lebih dari Seorang
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa jika mudharib lebih dari seorang, laba dibagikan
berdasarkan hasil pekerjaan mereka. Dengan kata lain, keuntungan di antara sesama pengusaha
tidak boleh disamakan, tetapi menurut kadar usaha dan hasil usahanya.

B. Syarat Sah Mudharaba


Syarat-syarat sah mudharabah berkaitan dengan agidani (dua orang yang akan akad),
modal, dan laba.

1.Syarat Agidani
Disyaratkan bagi orang yang akan melakukan akad, yakni pemilik modal dan pengusaha
adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil sebab mudharib mengusahakan harta pemilik
modal, yakni menjadi wakil Namun demikian, tidak disyaratkan harus muslim. Mudharabah
dibolehkan dengan orang kafir dzimmi atau orang kafir yang dilindungi di negara Islam.
Adapun ulama Malikiyah memakruhkan mudharabah dengan kafir dzimmi jika mereka
tidak melakukan riba dan malarangnya jika mereka melakukan riba.

2.Syarat Modal
a. Modal harus berupa uang, seperti dinar, dirham, atau sejenisnya. yakni segala sesuatu
yang memungkinkan dalam perkongsian (Asy Syirkab).5
b. Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran.
c. Modal harus ada, bukan berupa utang, tetapi tidak berarti harus ada di tempat akad. Juga
dibolehkan mengusahakan harta yang dititipkan kepada orang lain, seperti mengatakan,
"Ambil harta saya di si fulan kemudian jadikan modal usahakan!"
d. Modal harus diberikan kepada pengusaha. Hal itu dimaksudkan agar pengusaha dapat
mengusahakannya, yakni menggunakan harta tersebut sebagai amanah.

3. Syarat-Syarat Laba
a. Laba Harus Memiliki Ukuran
Mudharabah dimaksudkan untuk mendapatkan laba. Dengan demikian, jika laba tidak
jelas, mudharabah batal. Namun demikian, pengusaha dibolehkan menyerahkan laba sebesar Rp
5.000,00 misalnya untuk dibagi di antara keduanya, tanpa menyebutkan ukuran laba yang akan
diterimanya.

5
Wahbah Al-Juhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, juz IV, hlm. 844

5
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa apabila pemilik modal mensyaratkan bahwa
kerugian harus ditanggung oleh kedua orang sang akad, maka akad rusak, tetapi mudharabah
tetap sah. Hal ini karena dalam mudharahah, kerugian harus ditanggung oleh pemilik modal.
Sedangkan apabila pemilik modal mensyaratkan laba harus diberikan semuanya kepadanya, hal
itu tidak dikatakan mudharabah, tetapi pedagang.

Sebaliknya, jika pengusaha mensyaratkan laba harus diberikan kepadanya, menurut ulama
Hanafiyah dan Hanabilah, hal itu, termasuk qaradh, tetapi menurut ulama Syafi'iyah termasuk
mudharabah yang rusak. Pengusaha diberi upah sesuai usahanya. sebab mudharabah
mengharuskan adanya pembagian laba. Dengan demikian, jika laba disyaratkan harus dimiliki
seseorang. akad menjadi rusak.
Ulama Malikiyah membolehan pengusaha mensyaratkansemua laba untuknya." Begitu
pula, semua laba boleh untuk pemilikmodal sebab termasuk tabarru (derma).

b.Laba Harus Berupa Bagian yang Umum (Masyhur)


Pembagian laba harus sesuai dengan keadaan yang berlaku secara umum, seperti
kesepakatan di antara orang yang melangsungkan akad bahwa setengah laba adalah untuk
pemilik modal, sedangkan setengah lainnya lagi diberikan kepada pengusaha. Akan tetapi, tidak
dibolehkan menetapkan jumlah tertentu bagi satu pihak dan sisanya bagi pihak lain, seperti
menetapkan laba 1.000 bagi pemilik modal dan menyerahkan sisanya bagi pengusaha

C.Hukum Mudharabah
Hukum mudharabah terbagi dua, yaitu mudharabah sahih dan mudharabah fasid.
a.sahih
b.fasid6

6
The Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid, juz 11, him. 335

6
D. Mujara'ah
1. Arti, Landasan, dan Sifat Mujara'ah
a. Pengertian Mujara'ah
Secara etimologi, majara'ah adalah wajan ( ‫ ) ﻣﻔﺎﻋﻠﺔ‬dari kata ( ‫ﻟﺸﺮﻉ‬
‫ ) ﺍ‬yang sama artinya
dengan ( ‫( ) ﺍﻹﻧﺒﺎﺕ‬menumbuhkan). Mujara'ah dinamai pula dengan al-mukhabarah dan
muhaqalah. Orang-orang Irak memberikan istilah mujara'ah dengan al-qarah.

b. Landasan Hukumn
7
Imam Hanafi dan Jafar tidak mengakui keberadaan mujara'ah dan menganggapnya fasid.
Begitu pula Imam Syafi'i, tetapi sebagian ulama Syafi'iyah mengakuinya dan mengaitkannya
dengan musayqah (pengelolaan kebun) dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan, tetapi
mereka, tidak membolehkan mukhabarah sebab tidak ada landasan yang membolehkannya."
Di antara alasan yang dikemukakan oleh ulama Hanafiyah, Jafar, Imam Syafi'i adalah
hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir Ibn Abdullah bahwa Rasulullah SAW. Melarang
mukhabarah Demikian pula dalam hadis Ibn Umar yang juga diriwayatkan oleh Muslim bahwa
Rasulullah SAW melarang mujara'ah
Golongan ini berpendapat bahwa kerja sama Nabi dengan orang Khaibar dalam
mengelola tanah bukan termasuk mukhaharah atau mujara'ah, melainkan pembagian atas hasil
tanaman tersebut dengan membaginya, seperti dengan sepertiga atau seperempat dari hasilnya
yang didasarkan anugerah (tanpa biaya) dan kemaslahatan. Hal itu dibolehkan.
Abu Yusuf dan Muhammad (sahabat Imam Abu Hanifah). Imam Malik, Ahmad, dan Abu
Dawud Azh-Zhahin berpendapat bahwa mujara'ah dibolehkan. Hal itu didasarkan pada hadis
yang diriwayatkan oleh Jama'ah dari Ibn Umar bahwa Nabi SAW. bermuamalah dengan ahli
Khaibar dengan setengah dari sesuatu yang dihasilkan dari tanaman, baik buah-buahan maupun
tumbuh tumbuhan. Selain itu, mujara'ah dapat dikategorikan perkongsian antara harta dan
pekerjaan, sehingga kebutuhan pemilik dan pekerja dapat terpenuhi. Tidak jarang pemilik tidak
dapat memelihara tanah, sedangkan pekerja mampu memeliharanya dengan baik, tetapi tidak
memiliki tanah. Dengan demikian, dibolehkan sebagaimana dalam mudharabah.

E Rukun Mujara'ah dan Sifat Akad


Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun mujara'ah adalah ijab dan qabul yang
menunjukkan keridaan di antara keduanya.
Ulama Hanabilah berpendapat bahwa mujara'ah dan musyaqah tidak memerlukan qabul
secara lafazh, tetapi cukup dengan mengerjakan tanah. Hal itu sudah dianggap qabul.

7
Muhammad Asy-Syarbini, Mugni Al-Muhtar, juz 11, hlm, 323-325

7
Tentang sifat mujara'ah, menurut ulama Hanafiyah, merupakan sifat-sifat perkongsian
yang tidak lazim. Adapun menurut ulama Malikiyah, diharuskan menaburkan benih di atas tanah
supaya tumbuh tanaman atau dengan menanam tumbuhan di atas tanah yang tidak ada bijinya.
Menurut pendapat paling kuatperkongsian harta termasuk mujara'ah dan harus menggunakan

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa mujara'ah dan musyaqah adalah dua akad yang tidak lazim
sehingga setiap yang melangsungkan akad dapat membatalkan keduanya Akad pun dapat
dianggap batal jika salah seorang aqid meninggal dunia

2. Syarat-Syarat Mujara'ah
a. Menurut Abu Yusuf dan Muhammad
Abu Yusuf dan Muhammad (sahabat Abu Hanifah), ber pendapat bahwa mujara'ah
memiliki beberapa syarat yang berkaitan dengan aqid (orang yang melangsungkan akad),
tanaman, tanah yang ditanami, sesuatu yang keluar dari tanah, tempat akad alat bercocok tanam,
dan waktu bercocok tanam.

1. Syarat aqid (orang yang melangsungkan akad)


a. mumayyiz, tetapi tidak disyaratkan baligh.
b. Imam Abu Hanifah mensyaratkan bukan orang murtad, tetapi ulama Hanafiyah tidak
mensyarat kannya.

2. Syarat tanaman
Di antara para ulama terjadi perbedaan pendapat tetapi kebanyakan menganggap lebih
baik jika diserahkan kepada pekerja. Syarat dengan garapan
a. memungkinkan untuk digarap, yakni apabila ditanamitanah tersebut akan
menghasilkan.
b. jelas.
C. ada penyerahan tanah.
3.Syarat-syarat tanaman yang dihasilkan
a. jelas ketika akad.
b. diharuskan atas kerja sama dua orang yang akad.
C. ditetapkan ukuran di antara keduanya, seperti sepertiga, setengah, dan lain-lain.

8
d. hasil dari tanaman harus menyeluruh di antara dua orang yang akan melangsungkan akad.
Tidakdibolehkan mensyaratkan bagi salah satu yang melangsungkan akad hanya
mendapatkan sekadar pengganti biji.
4. Tujuan akad
Akad dalam mujara'ah harus didasarkan pada tujuan syara' yaitu untuk memanfaatkan
pekerja atau memanfaatkan tanah.

5. Syarat alat bercocok tanam


Dibolehkan menggunakan alat tradisional atau modern dengan maksud sebagai
konsekuensi atas akad. Jika hanya bermaksud menggunakan alat, dan tidak dikaitkan dengan
akad, mujara'ah dipandang rusak.

7. Syarat mujara'ah
Dalam mujara'ah diharuskan menetapkan waktu. Jika waktu tidak ditetapkan, mujara'ah
dipandang tidak sah.

 Ulama Malikiyah
Syarat-syarat mujara'ah menurut ulama Malikiyah adalah"
a. kedua orang yang melangsungkan akad harus menyerah kan benih,
b. hasil yang diperoleh harus disamakan antara pemilik tanah dan penggarap
c. benih harus berasal dari kedua orang yang melangsungkan akad.

 Ulama Syafi'iyah
Ulama Syafi'iyah tidak mensyaratkan persamaan hasil yang diperoleh oleh kedua aqid
dalam mujara'ah yang mengikuti atau berkaitan dengan musyaqah. Mereka berpendapat bahwa
mujara'ah adalah pengelolaan tanah atas apa yang keluar dari bumi, sedangkan benihnya berasal
dari pemilik tanah.

 Ulama Hanabilah
Ulama Hanabilah sebagaimana ulama Syafi'iyah, tidak men syaratkan persamaan antara
penghasilan dua orang yang akad Namun demikian, mereka mensyaratkan lainnya benih berasal

9
dari pemilik, tetapi diriwayatkan bahwa Imam Ahmad membolehkan benih berasal dari
penggarap.8

8
Syarh Al-Kabir, juz 11. him. 372 dst

10
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Mudharabah atau qiradh termasuk salah satu bentuk akad rkah (perkongsian). Istilah
mudharabah digunakan oleh orang Irak, dangkan orang Hijaz menyebutnya dengan istilah giradh.
Dengan mikian, mudharabah dan qiradh adalah dua istilah untuk maksud yang sama.

Secara etimologi, majara'ah adalah wajan ( ‫ ) ﻣﻔﺎﻋﻠﺔ‬dari kata ( ‫ﻟﺸﺮﻉ‬


‫ ) ﺍ‬yang sama artinya
dengan ( ‫( ) ﺍﻹﻧﺒﺎﺕ‬menumbuhkan). Mujara'ah dinamai pula dengan al-mukhabarah dan
muhaqalah. Orang-orang Irak memberikan istilah mujara'ah dengan al-qarah.
Landasan Hukum Mudharabah Para imam madzhab sepakat bahwa hukum mudharabah
adalah boleh, walaupun di dalam Al-Qur’an tidak secara khusus menyebutkan tentang
mudharabah dan lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha.

11
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Ibn Hazm, Al-Muhalla fi Al-Fiqih:Ash-Zhahiri, Almon Mesir.


Nana Masduki, Fiqh Muamalah, (diktat),: IAIN Sunan Gunung D Bandung, 1987

12

Anda mungkin juga menyukai