Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

MUDHARABAH DAN QIRADH

Makalah ini disusun dan diajukan untuk

memenuhi tugas pada mata kuliah Fiqh Muamalah

Nama Dosen Pengampu Mata Kuliah

Anis Widya Khasanah, S.E., M.H.

Disusun oleh :
Amik Suwandi

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


PERGURUAN TINGGI DA’WAH ISLAM
2023 M / 1445 H
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT Yang telah memberikan petunjuk ini
kepada kami, yang mana kami tidak akan pernah mendapatkan petunjuk apabila
Allah SWT tidak menunjukkannya kepada kami. Niscaya sungguh telah datang
Utusan Tuhan kami dengan membawa kebenaran, yang menyerukan kepada kami
bahwasannya surga diwariskan disebabkan amalan yang dikerjakan. Kami
bersaksi tidak ada Tuhan kecuali Allah SWT, dan kami bersaksi bahwa baginda
Nabi Muhammad SAW adalah hamba dan utusan-Nya. Adapun selanjutnya, kami
penulis makalah “MUDHARABAH DAN QIRADH” menyampaikan syukur
kepada Allah SWT atas segala kenikmatan, kemudahan, dan pertolongan-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata
kuliah Metode Penelitian.

Makalah ini disusun dari pengetahuan kami yang terbatas dan lebih
merepresentasikan materi-materi yang sudah banyak disharing oleh para pakar,
tentang “MUDHARABAH DAN QIRADH”.
Semoga makalah yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat. Dan kami
dari penulis mohon maaf atas segala keterbatasan ilmu kami dalam menyusun
makalah ini. Kami penulis meyakini bahwa makalah yang kami susun ini jauh
dari sempurna. Maka sekiranya sangat pantas kami menerima masukan yang
instruktif untuk kemajuan bersama.

Jakarta, 17 Januari 2023

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................
A. Latar Belakang Penulisan Makalah..................................................................................
B. Indentifikasi Masalah........................................................................................................
C. Pembatasan Masalah.........................................................................................................
D. Rumusan Masalah.............................................................................................................
E. Tujuan Penulisan Makalah................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................
A. Pengertian Mudharabah...................................................................................................
B. Dasar Hukum Mudharabah.............................................................................................
C. Rukun dan Syarat Mudharabah.......................................................................................
D. Jenis-Jenis Akad Mudharabah.......................................................................................
E. Kedudukan Mudharabah dan Biaya Pengelolannya......................................................
F. Biaya Pengelolaan ........................................................................................................
G. Penanggug Jawab Resiko Mudharabah.........................................................................
H. Perkara yang Membatalkan Mudharabah......................................................................
I. Macam-Macam Qiradh..................................................................................................
J. Cara Melaksanakan Qiradh...........................................................................................

BAB III PENUTUP.............................................................................................................


A. Kesimpulan.....................................................................................................................
B. Saran...............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegiatan ekonomi (muamalah) sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari
bahkan tanpa disadari, seperti jual-beli, utang piutang, dan pinjam-meminjam, dan
hal itu sering kita lakukan. Meminjamkan sesuatu berarti memberikan pertolongan
kepada orang yang meminjam. Allah swt. Berfirman dalam surah al-ma’un yang
menegaskan bahwa di antara ciri orang yang mendustakan agama Allah, mereka
enggan (menolong dengan) barang berguna.
Ketika muncul istilah bank syariah maka juga dikenal dengan bank bagi hasil,
dikarenaan untuk membedakan dengan bank konvensioanal yang menggunakan
sistem bunga. Mekanisme bagi hasil dalam bank syariah terdapat akad murabahah
dan mudharabah. Mudharabah yaitu akad pemilik modal dengan pengelola modal,
dengan sayarat bahwa keuntungan yang diperoleh kedua belah pihak sesuai
jumlah kesepakatan.1 Dengan minimnya pengetahuan masyarakat tentang konsep
mudharabah, sehingga memunculkan presepsi masyarakat bahwa bank syariah
lebih rumit dan sulit. Sehingga masyarakat masih belum banyak yang
menggunakan jasa bank syariah.
Pelaksanaan atau pemberian pinjam meminjam dari satu pihak kepada pihak
lain merupakan suatu usaha Taqarrub kepada Allah. Dan merupakan hablun
Minannas atau bentuk kasih sayang kepada manusia. Karena bagaimanapun kita
tidak bisa hidup sendiri diatas bumi Allah. Dalam pinjaman itu memberikan
banyak kemudahan dan keringanan kepada yang membutuhkannya.

B. Identifikasi Masalah
1. Minimnya pengetahuan tentang konsep mudharabah atau qirad
menimbulkan persepsi bahwa bank syariah lebih sulit dan rumit.

C. Pembatasan Masalah
1
Muhammad, manajemen pembiayaan syariah (Yogyakarta :UPP AMP YKPN, 2005), hlm. 101.

4
Selanjutnya akan dibahas panjang lebar mengenai hal tersebut. Penulis tidak
banyak menguraikan secara detail dikarenakan menyesuaikan dengan kisi-kisi
yang telah diberikan dosen pengampu, sehingga kami membatasi pembahasan
dalam makalah kami ini hanya seputar mudharabah dan qiradh.

D. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Mudharabah ?
2. Apa Dasar Hukum mudharabah ?
3. Apa saja Rukun Dan Syarat Mudharabah ?
4. Apa saja Jenis-Jenis Akad dalam Mudharabah ?
5. Bagaimana Kedudukan Mudharabah
6. Biaya Pengelolaan Mudharabah ?
7. Siapa Penanggung Jawab Terhadap Resiko Mudharabah ?
8. Apa saja Perkara Yang Membatalkan Mudharabah ?
9. Apa saja macam-macam Qiradh?
10. Bagaimana cara melaksanakannya?
E. Tujuan
1. Mengetahui pengertian mudharabah
2. Mengetahui dasar hukum mudharabah
3. Mengetahui rukun dan syarat mudharabah
4. Mengetahui jenis-jenis akad mudharabah
5. Mengetahui kedudukan mudharabah
6. Biaya pengelolannya
7. Mengetahui penanggug jawab resiko mudharabah
8. Mengetahui perkara yang membatalkan mudharabah
9. Mengetahui macam-macam Qiradh
10. Mengetahui cara melaksanakan Qiradh

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mudharabah
Kata mudharabah berasal dari kata ‫ ضرب يضرب ضربا‬yang berarti bergerak,
menjalankan, memukul, dan lain-lain (lafadz ini termasuk lafadz musytarak
yang mempunyai banyak arti), kemudian mendapat ziyadah (tambahan)
sehingga menjadi ‫ ض>ارب يض>>ارب مض>>اربة‬yang berarti saling bergerak, saling
pergi, atau saling menjalankan. Dalam arti lain ‫ ضارب‬berarti berdagang atau
memperdagangkan, misalnya, ‫ ض>>>>>>>ارب فى الم>>>>>>>ال أو به‬berdagang atau
memperdagangkan.
Mudharabah adalah bahasa penduduk Irak sedengkan qiradh atau
muqaradhah bahasa penduduk hijaz. Namun pengertian keduanya adalah satu
makna. Menurut penduduk hijaz seperti yang dikemukakan oleh Muhammad
bin Ismail :

ِ ‫الريح فِي لُغَ ِة َْأه ِل‬ ِ ِ


‫الح َجا ِز‬ ٍ‫ص‬
ّ ‫ب من‬ ْ َ‫اض بِ َك ْس ِر ال َقا ف َو ُه َو معا ملة العا م ِل بِن‬
ُ ‫َألْ َق َر‬
ِ ِ‫ص ُل فِى الْغَا ل‬
‫ب بِا‬ ُ ‫الريْ ِح يَ ْح‬
ِّ ‫ض َك َما َكاَ َن‬ ِ ‫ َمْأ ُخ ْو َذةٌ ِم َن الض َّْر‬6ً‫ض َاربَة‬
ِ ‫ب فِى االَ ْر‬ َ ‫َوتُ َس َّمى ُم‬

‫ف‬ َ َُ َ َ ِ ‫لس َف ِر َْأو ِم َن لض َّْر‬


ِ ‫ب فِى الما ِل و هو التَّص ُّر‬ َّ

“ Qiradh dengan kasrah qaf adalah kerja sama pemilik modal dengan
amil dengan pemabgian laba, dalam istilah ahli hijaz disebut mudharabah
diambil dari kata ‫ ( الضرب فى االرض‬berjalan dimuka bumi ) karena menurut
kebiasaan laba itu diperoleh dengan berjalan-jalan atau mendistribusikan
harta “2

2
Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah, ( Bogor: Ghalia Indonesia, 2011 ),
hlm.187

6
Mudharabah adalah bahasa penduduk irak dan qiradh atau muqaradhah
adalah bahasa penduduk hijaz. Namun pengertian qiradh dan mudharabah
adalah satu makna atau yang disebut muradif. Mudharabah berasal dari kata
al-dharab, yang berarti secara harfiah adalah bepergian atau berjalan.
Sebagaimana firman allah:

ِ ِ‫آخ ُرو َن ُي َقاتِلُو َن فِي َسب‬


‫يل اللَّ ِه‬ ْ َ‫ض َي ْبَتغُو َن ِم ْن ف‬
َ ‫ض ِل اللَّ ِه َو‬ ِ
ْ ‫ض ِربُو َن في‬
ِ ‫األر‬ ْ َ‫آخ ُرو َن ي‬
َ ‫َو‬
“Dan yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah”(al-
muzamil:20).

Selain selain al-dharab, di sebut juga dengan qiradh yang berasal dari
kata al-qardhu, yang berarti al-qath’u (potongan) karena pemilik
memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh
sebagian keuntungan.
Menurut istilah, mudharabah atau qiradh dikemukakan oleh beberapa
ulama’ sebagai berikut:
1. Menurut para fuqaha’, mudharabah ialah akad antara dua pihak
saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya
kepada pihak lain dengan bagian yang sudah ditentukan dari
keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat
yang sudah ditentukan.
2. Menurut hanafiyah, mudharabah adalah memandang tujuan dua
pihak yang berakad yang berserikat dalam keuntungan, karena
harta diserahkan kepada yang lain dan yang lain punya jasa
mengolah harta tersebut.
3. Menurut pendapat malikiyah bahwa, akad perwakilan dimana
pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada lainya untuk
diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (emas dan
perak).

7
4. Imam hanabilah berpendapat bahwa, ibarat pemilik harta
menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang
berdagang dengan bagian dari keuntungan yang diketahui.
5. Sedangkan menurut ulama’ syafi’iyah mudharabah adalah, akad
yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang
lain untuk ditijarahkan.
Setelah diketahui beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para ulama’
diatas, kiranya dapat dipahami bahwa mudharabah atau qiradh ialah akad
pemilik modal dengan pengelola modal tersebut, dengan sayarat bahwa
keuntungan yang diperoleh kedua belah pihak sesuai jumlah kesepakatan.3
Dan dalam buku fiqih muamalah yang di tulis oleh m. Yazid afandi,
mudharabah atau qiradh adalah salah satu bentuk kerjasama pemilik modal
dengan pedagang/ pengusaha/ orang yang mempunyai keahlian untuk
melakukan usaha bersama. Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada
pengusaha/ pedagang untuk usaha tertentu. Jika dari usaha tersebut
mendapatkan keuntungan maka, akan dibagi sesuai dengan kesepakatan
yang telah ditentukan. Sedangkan jika terjadi kerugian maka ditanggung
oleh pemilik modal, dan penguasaha tidak mendapat atas usaha yang
dikeluarkan nya dan disinalah letak keadilan mudharabah.4
B. Dasar Hukum
Melakukan mudharabah atau qiradh hukum nya adalah mubah (boleh).
Dasar hukumnya ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh ibnu majah dari
suhaib r.a., bahwasanya rasul telah bersabda:

‫عن صالح بن صهيب عن أبيه قال قال رسول اهلل صلى اهلل عليه و سلم ثالث فيهن‬

‫البركة البيع إلى أجل والمقارضة وأخالط البر بالشعير للبيت ال للبيع‬

3
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011 ), hlm.138.
4
M. Yazid Afandi, Fiqih Muamalah, ( Yogyakata: Logung Pustaka, 2009 ), hlm.101.

8
“Ada tiga perkara yang diberkati: jual beli yang ditangguhkan, memberi
modal, dan mencampur gandum dengan jelai untuk keluaraga, bukan untuk
dijual.”

Diriwayatkan dari daruquthni bahwa hakim ibnu hizam apabila ida


memberi modal kepada seseorang, ia mensyaratkan: “harta jangan digunakan
untuk membeli binatang, jangan kamu bawa kelaut, dan jangan dibawa
menyebrangi sungai, apabila kamu lakukan salah satu dari laranganku, maka
kamu harus bertanggung jawab pada hartaku.”

Dalam muwaththa’ Imam Malik, Dari al-A’la Ibn Abd al-Rahman Ibn
Ya’qub, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa ia pernah mengerjakan harta
usman r.a. sedangkan keuntungannya dibagi dua.5

Dan qiradh atau mudharabah menurut Ibn Hajar telah ada sejak zaman
Rasulullah, beliau tahu dan mengakuinya, bahkan sebelum diangkat sebagai
Rasul, Nabi Muhammad S.A.W talah melakukan perjalanan ke syam untuk
menjual barang milik khadijah r.a yang kemudian menjadi istri beliau.

Beberapa hadis di atas mempertegas bahwa, hukum keabsahan transaksi


mudharabah atau muqaradhah. Pada hadis pertama menunjukan bahwa
praktek mudharabah atau muqaradhah menjadi model akad yang diridhoi allah
SWT. Sedangkan hadis kedua menunjukan bahwa terdapat perjanjian yang
dilakukan pada saat akad mudharabah. Dan hadis ketiga mengindikasikan
bahwa prakteknya menggunakan berbagi untung. Dan hadis terakhir
manunjukan rasulullah pernah melakukan mudharabah.6

C. Rukun Dan Syarat Mudharabah


Rukun mudharabah adalah hal-hal yang harus dipenuhi untuk dapat
melakasankan akad mudharabah. Ia adalah pilar bagi terwujudnya akad. Jika
salah satu tidak terpenuhi, maka akad mudharabah tidak bisa terjadi.

Menurut jumhur ulama’ rukun akad mudharabah adalah:


5
Hendi Suhendi, Op.Cit,hlm.139.
6
Ibid, hlm.139

9
1. A’qidain (dua orang yang berakad), yaitu mudharib (pengelola modal)
dan shahib al-mal (orang yang mempunyai modal).
2. Al-mal (modal), sejumlah dana yang dikelola.
3. Al-ribh (keuntungan), laba yang didapatkan untuk dibagi sesuai
kesepakatan.
4. Al-a’mal (usaha) dari mudharib.
5. Sighat (ucapan serah terima).
Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, rukun mudharabah hanya satu
yaitu ijab (ucapan penyerahan modal) dan qabul (ungkapan menerima modal
dan ungkapan perseujuan kedua pihak).
Syarat adalah hal yang harus dipenuhi setelah rukun-rukun terpenuhi.
Keberadaan syarat sangan berkaitan dengan rukun-rukunnya. Maka syarat-
syarat yang ditetapkan dalam akad ini terperinci sesuai dengan rukunnya.
1. Syarat terkait dengan orang yang melakukan akad yaitu (Aqidain)
a. Cakap dalam bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai akid (orang
yang berakad) atau dalam ushul fiqih di sebut ahliyatul al- ada’.
b. Shahib al-mal (pemilik dana) tidak boleh melakukan intervensi kepada
mudharibya dalam mengelola dana. Ia harus memberikan kebebasan
kepada mudharib terhadap hal-hal yang sudah di sepakati. Namun
demikian masih diperkenankan membatasi pada suatu macam barang
tertentu, jika pada saat berlangsungnya akad barang tersebut mudah
ditemukan.
2. Syarat terkait dengan modal
a. Modal harus berupa uang tidak boleh barang. Dan ulama’ syafi’i
memboleh kan emas dan perak karena dapat digunakan modal dan
sama posisinya dengan mata uang.
b. Besar modal harus diketahui secara pasti oleh kedua belah pihak
c. Modal bukan merupakan utang atau pinjaman.
d. Modal diserahkan langsung kepada mudharib dan tunai. Tetapi
madhab hanafi membolehkan untuk sebagian di pegang pemodal asal
tidak mengganggu kelancaran usaha.

10
e. Modal yang digunakan sesuai dengan kesepakatan. Mudharib tidak
bisa menggunakan modal di luar persyaratan. Kecuali sahib al-mal
memberikan kebebasan.
f. Pengembalian modal dapat dilakukan pada saat bagi hasil.
g. Pada dasarnya jaminan tidak diperkenankan dalam mudharabah.
Namun, mudharib (pengelola) dana tidak menyimpang dapat sahib al-
mal dapat meminta pihak ketiga untuk menjamin.
3. Syarat terkait dengan keuntungan
a. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan.
b. Sahib al-mal siap mengambil resiko rugi dari modal yang dikelola.
Dan mudharib mendapat resiko tidak memperoleh apa-apa dari
usahanya.
c. Penentuan angka keuntungan dihitung dengan prosentase hasil usaha
yang dikelola oleh mudharib bedasarkan kesepakatan.
d. Sebelum mengambil keuntungan harus di konversikan dalam bentuk
mata uang. Dan harus ada pemisahan modal dengan keuntungan.
e. Mudharib hanya bertanggung jawab atas sejumlah modal yang di
investasikan. Dan komitmen apapun harus melalui persetujuan sahib
al-mal.
f. Mudharib berhak memotong biaya yang berkaitan dengan usaha yang
di ambil dari modal mudharabah.
g. Jika melanggar syarat akad mudharib bertanggung jawab atas kerugian
atau biaya yang diakibatkan pelanggaran.7

D. Jenis-Jenis Akad Mudharabah


Secara umum akad mudharabah dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :

7
M. Yazid Afandi, Fiqih Muamalah, ( Yogyakata: Logung Pustaka, 2009 ), hlm.109.

11
1. Mudharabah mutlaqah adalah penyerahan modal mutlak tanpa syarat.
Mudharabah jenis ini memberi keleluasaan kepada mudharib (pengelola)
dalam mengelola modalnya baik dalam jenis usaha, waktu, kawasan yang
akan digunakan sebagai usahnaya. Namun, harus secara jujur dalam
menyampaikan perkembangan usaha.
2. Mudharabah muqayadah disebut juga dengan istilah restricted
mudharabah atau specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah
muthlaqah yaitu penyerahan modal dengan syarat tertentu. Mudharib
dibatasi dengan spesifikasi jenis usaha, waktu, tempat tertentu sesuai
dengan syarat yang ditetapkan bersama-sama sahib al-mal.
Menurut imam abu hanifah, jika akad mudharabah dibatasi dengan waktu,
dan waktu tersebut habis maka mudharib tidak boleh melakukan transaksi
lagi.8

E. Kedudukan Mudharabah
Hukum mudharabah berbeda-beda karena adanya perbedaan keadaan.
Maka kedudukan modal dalam mudharabah juga tergantung pada keadaan.
Mudharib (pengelola) modal dapat mengelola modal atas izin sahib al-mal,
maka mudharib merupakan wakil sahib al-mal, dan kedudukan modal adalah
sebagai wikalah ‘alaih (objek wakalah).
Ketika harta digunakan oleh mudharib, maka harta tersebut dibawah
kekuasaan mudharib, namun harta tersebut bukan milik nya, sehingga
kedudukan harta tersebut sebagai sebuah titipan.
Ditinjau dari segi akad, mudharabah terdiri dari dari dua pihak, dan jika
terdapat keuntungan maka dibagi sesuai presentase yang di sepakati. Sehingga
mudharabah juga sebagai syirkah karena bersama-sama dalam keuntungan.
Dari segi keuntungan, pengelola mengambil upah dari tenaga yang
dikeluarkan, sehingga dapat dianggap sebagai ijarah (upah megupah atau sewa
menyewa). Apabila mudharib mengingkari persyaratan-persyaratan yang telah

8
Muhammad syfi’i antonio. Bank syari’ah: dari teori ke praktik. (Jakarta: gema insani press.
2001), Hal. 95

12
ditentukan dan terjadi kecacatan atau kerugian maka penguasaan dan
pengelolaan harta tersebut di anggap ghasab.9

F. Biaya Pengelolaan Mudharabah


Biaya bagi mudharib diambil dari hartanya sendiri demikian juga jika
melakukan perjalanan untuk kepentingan mudharabah. Karena jika mengambil
biaya dari keuntungan dikhawatirkan baya tersebut lebih besar atau sama besar
dengan keuntungan.
Namun jika pemilik modal mengizinkan mudharib untuk menggunakan dan itu
merupakan kebiasaan, maka boleh menggunakan modal mudharabah. Dan
menurut imam malik bahwa biaya-biaya boleh dibebankan kepada modal jika
masih memungkinkan dalam mendapat keuntungan.10

G. Penanggung Jawab Terhadap Resiko Mudharabah


Dalam penerapan sistem mudharabah, tidak ada sesuatu ketentuan mengenai
sesuatu yang bisa dijadikan sebagai jaminan bagi penanaman modal, karena
jaminan dalam sistem mudharabah ditetapkan dalam bentuk kepercayaan.
Jika terjadi musibah yang menimpa terhadap barang sebagai modal yang
diserahkan kepada si pelaksana, sedangkan penanam modal (investor) tidak
mempercayai atas pernyataan-pernyataan yang dikemukakan dari sipelaksana,
maka untuk meyakinkannya, pihak investor boleh meminta kepada si pelaksana
untuk bersumpah, sehingga pihak investor merasa yakin akan pernyataan-
pernyataan yang dikemukakan oleh si pelaksana. Adapun bentuk jaminan pada
kredit produktif, bisa barang bergerak atau barang tidak bergerak. Dengan
demikian, dapat diketahui bahwa bank dapat memberikan kreditnya harus secara
mutlak ada jaminan, namun jaminan tersebut dapat berupa kepercayaan. Menurut
M.Umer Chapra, bahwa dalam perbankan syariah islam menghadapi dua resiko
yaitu :

9
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011 ), hlm.141.
10
Ibid, hlm. 142.

13
1. Risiko “ moral “ yang terjadi karena masalah kerugian dari muharib, atau
perolehan laba bersih yang lebih rendah dari yang sebenarnya diperoleh
(aktual) karena kurangnya kejujuran dan intergritas.
2. Risiko “ bisnis “ yang terjadi karena perilaku kekuatan-kekuatan pasar
yang berbeda dari yang diharapkan.
Bila dicermati, terdapat perbedaan mengenai penanggung resiko antara sistem
mudharabah dengan sistem kredit lain. Dalam mudharabah, pihak yang
menanggung resiko adalah penanam modal sendiri ( investmen ), sedangkan
dalam kredit produktif, pihak yang menanggung resiko adalah pihak bank.11

H. Perkara Yang Membatalkan Mudharabah


1. Pembatalan, Larangan Berusaha, dan Pemecatan
Mudharabah menjadi batal dengan adanya pembatalan mudharabah,
larangan untuk mengusahakan (tasharuf) dan pemecatan. Semua ini jika
memenuhi syarat pembatalan dan larangan, yakni orang yang melakukan
akad mengetahui pembatalan dan pemecatan tersebut, serta modal telah
diserahkan ketika pembatalan atau larangan.
2. Salah seorang Aqid Meninggal dunia
Jumhur ulama berpendapat bahwa mudharabah batal, jika salah seorang
akad meninggal dunia, baik pemilik modal, maupun pengusaha.
Sedangkan ulama Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah tidak batal
dengan meninggalnya salah seorang yang melakukan akad, tetapi dapat
diserahkan kepada ahli warisnya, jika dapat dipercaya.
3. Salah seorang Aqid Gila
ahwa gila membatalkan mudharabah, sebab gila atau sejenisnya
membatalkan keahlian dalam mudharabah.
4. Pemilik Modal Rusak
Apabila pemilik modal murtad (keluar dari Islam) atau terbunuh dalam
keadaan murtad, atau tergabung dengan musuh serta karena diputuskan

11
Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah, ( Bogor: Ghalia Indonesia, 2011 ),
hlm.193

14
oleh hakim atas pemberontakan hal itu membatalkan mudharabah sebab
bergabung dengan musuh sama saja dengan mati.
5. Modal rusak ditangan Pengusaha
Jika harta rusak sebelum dibelanjakan, mudharabah menjadi batal. Hal ini
karena modal harus dipegang oleh pengusaha. Jika modal rusak,
mudharabah batal. Begitu pula nudharabah dianggap rusak jika modal
diberikan kepada orang lain atau dihabiskan sehingga tidak tersisa untuk
diusahakan.12
I. Macam-macam Qiradh
Qiradh dapat dilakukan oleh perorangan, dapat pula dilakukan oleh
organisasi atau lembaga lain dengan nasabahnya. Dalam kehidupan modern,
qiradh dapat berupa kredit candak kulak, KPR, dan KMKP.

a) Kredit Candak Kulak


Kredit candak kulak ialah pinjaman modal yang diberikan kepada
para pedagang kecil dengan sistem pengembalian sekali dalam seminggu
dan tanpa tanggungan atau jaminan. Biasanya kredit candak kulak
dilakukan oleh KUD (koperasi unit daerah). Kredit jenis itu bertujuan
untuk membantu masyarakat kecil agar dapat memiliki jenis usaha
tertentu, misalnya berjualan makanan ringan, membuat tempe kedelai,
atau usaha lain yang memerlukan biaya relatif ringan. Dengan cara seperti
ini, diharapkan mereka pada saatnya nanti dapat terangkat
dari masyarakat prasejahtera menjadi sejahtera dan tidak
menggantungkan nasibnya kepada orang lain.

b) KPR
KPR (kredit pemilikan rumah) bertujuan membantu masyarakat yang
belum memiliki rumah. Bank menyediakan fasilitas berupa perumahan,
dari yang bertipe sederhana hingga mewah. Masyarakat yang berniat
untuk memiliki rumah terssebut diwajibkan membayar uang muka yang
besarnya bervariasi, sesuai dengan tipe rumah yang diinginkan.

12
Syafe’i, rachmad. 2002. Fiqih Muamalah. (Bandung : Pustaka Setia), Hal. 238

15
Selanjutnya, pada jangka waktu tertentu orang itu membayar angsuran
sesuai dengan perjanjian yang dibuat kedua belah pihak. Dengan
demikian, diharapkan masyarakat tidak terlalu berat untuk memiliki
rumah.

c) KMKP
KMKP (kredit modal karya permanen) dilaksanakan baik oleh negara
maupun bank swasta. Pada saat ini, kredit jenis ini sudah tidak ada, yang
ada sekarang adalah KUK (kredit usaha kecil). Kredit ini hanya melayani
masyarakat yang sudah mampu sehingga lebih bersifat pengembangan
usaha yang sudah ada. Oleh karena, itu sasaran yang dibina juga terbatas.

J. Prosedur Qiradh
Dalam pinjaman, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Pinjaman harus dimilikki melalui penerimaan (Ijab Qabul), sehingga
ketika pihak peminjam menerima pinjamannya, maka ia menjadi
penanggung jawab. Pinjaman boleh ditentukan batas waktunya dan pihak
yang meminjami tidak berhak menagih sebelum habis masa perjanjian.
2. Jika barang pinjaman itu masih tetap seperti sewaktu dipinjamkan maka
harus dikembalikan dalam keadaan semula. Sedangkan jika berubah
pengembaliannya dengan barang yang serupa, kalau tidak ada, cukup
seharga barang yang dipinjam.
3. Bila pengangkutan uang (barang) untuk pembayaran uang itu tidak
terjamin keamanannya., maka pembayaran boleh dilaksanakkan diluar
ketentuan semula, sesuai dengan kehendak yang meminjamkan.
4. Pihak yang meminjamkan diharamkan mengambil riba dalam pinjaman
tersebut.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana
pemilik modal ( shahibul mal ) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola
(mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Sedangkan biaya
pengelolaan mudharabah pada dasarnya dibebankan kepada pemilik modal,
namun tidak masalah biaya diambil dari keuntungan apabila pemilik modal
mengizinkan atau berlaku menurut kebiasaan.
Dan untuk  Rukun Mudharabah  sendiri yaiut A’qidain (dua orang yang
berakad), Al-mal (modal), Al-ribh (keuntungan), Al-a’mal, Sighat. sedangkan
Syarat sah mudharabah: Modal atau barang yang diserahkan berbentuk uang tunai,
orang yang melakukan akad di isyaratkan mampu melakukan tasharruf, Modal
harus diketahui dengan jelas, Keuntungan yang akan menjadi milik pengelola dan
pemilik modal harus jelas presentasenya, Melafazkan ijab dari pemilik modal.
Secara umum mudharabah terbagi dua jenis yaitu Mudharabah muthaqah dan
Mudharabah muqayyadah. Dan untuk penerapan sistem mudharabah, tidak ada
sesuatu ketentuan mengenai sesuatu yang bisa dijadikan sebagai jaminan bagi
penanaman modal. Hukum Kedudukan Mudharabah berbeda-beda karena adanya
perbedaan-perbedaan keadaan. Maka kedudukan harta yang dijadikan modal
dalam mudharabah (qiradh)  juga tergantung pada keadaan.
Mudharabah bisa batal karena Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa
syarat mudharabah Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai
pengelola modal atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan
tujuan akad dan Apabila Salah seorang Aqid Gila, Apabila pemilik modal
murtad,atau salah seorang pemilik modal meninggal dunia, mudharabah menjadi
batal.
Qiradh yaitu memberikan modal dari seseorang kepada orang lain untuk modal
usaha, sedangkan keuntungan untuk keduanya menurut perjanjian antara
keduanya pada waktu akad, dibagi dua atau tiga. Rukun qiradh yaitu: sighat; dua

17
pihak yang berakad; harta; pekerjaan; dan keuntungan. Sedangkan syaratnya
yaitu: Kadar pinjaman itu harus diketahui dengan timbangan atau bilangan; Jika
barang pinjaman itu berupa binatang, maka harus diketahui sifat dan umurnya;
Pinjaman itu hendaknya dari orang yang memang sah memberikan pinjaman.
Macam-macam qirah yaitu: kredit candak kulak, KPR, dan KMKP.

B. Saran
Dengan bertambahnya wawasan dalam mudharabah, diharapkan akademisi
maupun praktisi dapat memajuakan sistem perbankan syariah di indonesia yang
masih berkembang sehingga masayrakat lebih mengetahui akad mudharabah dan
yakin dalam menggunakan jasa perbankan syariah.

18
DAFTAR PUSTAKA

Afandi,M. Yazid Fiqih Muamalah. 2009. Logung Pustaka :Yogyakata.


Antonio, Muhammad syfi’i. Bank syari’ah: dari teori ke praktik. 2001. Gema
Insani Press :Jakarta.
Muhammad, manajemen pembiayaan syariah. 2005. UPP AMP
YKPN :Yogyakarta
Sahrani, Sohari dkk. Fikih Muamalah. 2011. Ghalia Indonesia : Bogor.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. 2011. Raja Grafindo Persada :Jakarta.
http://evendimuhtar.blogspot.com/2015/06/qiradh.html

19

Anda mungkin juga menyukai