Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KONSEP SYIRKAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Muamalah

yang dibina oleh

Mahrus Ali M.E.

Oleh Kelompok 7

Nabila Saharani (22383032045)

Lailatul Fitria (22383032158)

Riyan Sahudi (22383031147)

Khairus Sabiqin ZA (22383031161)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

IAIN MADURA

MEI 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
Rahmat, Taufiq, serta Hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat
diselesaikan.

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Muamalah
dengan judul “Konsep Syirkah” di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN
Madura Prodi Ekonomi Syariah.

Terima kasih kami sampaikan kepada bapak Mahrus Ali M. E, selaku Dosen
mata kuliah Fiqih Muamalah yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi
lancarnya tugas ini.

Demikianlah makalah ini kami susun, penulis menyadari meskipun


penulisan makalah ini telah kami upayakan semaksimal mungkin tentu masih
terdapat kekurangan dan kekeliruan yang tidak disengaja, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan dan
penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca
dan penulis serta memperoleh Ridho Allah SWT. Amin.

Pamekasan, 10 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................................ 4
A. Latar Belakang................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah........................................................................................... 4
C. Tujuan............................................................................................................. 5
BAB II
PEMBAHASAN.................................................................................................. 6
A. Pengertian dan Dasar Hukum Syirkah............................................................ 6
B. Syarat dan Rukun Syirkah............................................................................... 7
C. Macam-Macam Syirkah.................................................................................. 9
D. Berakhirnya Syirkah....................................................................................... 10
BAB III
PENUTUP............................................................................................................ 12
A. Kesimpulan..................................................................................................... 12
B. Saran............................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Syirkah adalah bentuk kerjasama Islami antara dua pihak atau lebih
yang menyatukan sumber daya dan keterampilan mereka untuk bekerja sama
guna mencapai tujuan bersama. Ini adalah bentuk kemitraan bisnis yang legal
dan religius di bawah hukum Islam, dan dilakukan untuk membangun
kepercayaan dan solidaritas antara berbagai pihak. Syirkah penting bagi Islam
karena memperkuat nilai berbagi dan tanggung jawab bersama, dan
memungkinkan upaya bersama untuk menghasilkan hasil yang lebih efektif dan
berdampak.
Konsep dasar Syirkah adalah dua atau lebih individu bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama dan berbagi risiko dan keuntungan. Ini berfokus pada
menciptakan hubungan yang saling menguntungkan antara individu yang
terlibat dan didasarkan pada nilai-nilai berbagi, keadilan dan saling
menguntungkan. Ini adalah bentuk usaha patungan dan bisa sangat bermanfaat
bagi semua pihak yang terlibat. Ini juga dapat memberikan rasa persatuan dan
komunitas antara berbagai pihak yang terlibat, yang merupakan sesuatu yang
sangat penting dalam hukum Islam.
Dari pernyataan di atas maka dengan ini kami mencoba untuk
membahas mengenai materi Syirkah yang meliputi tentang Pengertian Syirkah,
Dasar Hukum Syirkah, Syarat dan Rukun Syirkah, Macam-macam Syirkah,
serta Berakhirnya Syirkah untuk membagi ilmu dari hasil membaca dan diskusi
kelompok kami.

B. Rumusan Masalah
A. Bagaimana Pengertian dan Landasan Hukum Syirkah?
B. Bagaimana Syarat dan Rukun Syirkah?
C. Apa Saja Macam-Macam Syirkah?
D. Bagaimana Berakhirnya Syirkah?

4
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian dan Landasan Hukum Syirkah
2. Untuk mengetahui Syarat dan Rukun Syirkah
3. Untuk mengetahui Macam-Macam Syirkah
4. Untuk mengetahui Bagaimana Berakhirnya Syirkah

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Syirkah


Secara bahasa Al-Syirkah berarti Al-Ikhtilat berarti “percampuran atau
persekutuan dua hal atau lebih, sampai-sampai antara masing-masing sulit
dibedakan. Seperti persekutuan hak kepunyaan atau perserikatan usaha”. 1
Yang dimaksud percampuran (difusi) disini ialah “seseorang
mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sampai-sampai tidak mungkin
guna dibedakan. Sedangkan berdasarkan pendapat istilah, para Fuqaha bertolak
belakang mengenai definisi Syirkah, diantara-Nya berdasarkan pendapat
Sayyid Sabiq, yang dimaksud dengan Syirkah ialah “akad antara orang yang
berserikat dalam modal dan keuntungan”.2
Berdasarkan pendapat Hasbi ash-Shidieqie, bahwa yang dimaksud
dengan Syirkah ialah “akad yang berlaku antara dua orang atau lebih guna
ta’awun dalam bekerja pada suatu usaha dan membagi keuntungannya”.3 Dari
beberapa definisi diatas, pada intinya definisi Syirkah sama, yakni kerjasama
antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yakni keuntungan dan kerugiannya
ditanggung bersama.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh para pemikir Islam tentang
Syirkah maka dapat dipahami bahwa Syirkah ialah perjanjian antara dua orang
atau lebih yang berserikat dalam hal modal guna memperoleh keuntungan,
dengan mengerjakan akad baik guna mengembangkan hartanya maupun guna
menghasilkan hartanya (keuntungan).4
Adapun yang dijadikan dasar hukum oleh para ulama atas kebolehan
Syirkah, antara lain:
Firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat Shad ayat 24:
َ‫ع ٰلى َبعض اِّل الذِين‬ َ ‫ض ُهم‬ُ ‫ط ۤاءِ لَ َيبغِي َبع‬
َ َ‫اجه َواِن َكثِي ًرا مِنَ ال ُخل‬ ِ ‫ظلَ َمكَ ِبس َُؤا ِل نَع َجتِكَ ا ِٰلى نِ َع‬
َ ‫قَا َل لَقَد‬
َ ‫ت َو َقلِيل ما هُم َو‬
َ ‫ظن د َٗاودُ اَن َما فَتَ ّٰنهُ فَاستَغف ََر َربهٗ َوخَر َرا ِك ًعا واَن‬
‫َاب‬ ّٰ ‫ٰا َمنُوا َوعَمِ لُوا ال‬
ِ ٰ‫ص ِلح‬

1
Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), 191.
2
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah: Jilid 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 317.
3
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta : Rajawali Pers, 2014), 125.
4
Akhmad Farroh Hasan, Fiqh Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer (Teori dan Praktek),
(Malang : UIN-Maliki Press, 2019), 74.

6
Artinya:
"Daud berkata: “(Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu
dengan meminta kambingmu itu guna ditambahkan kepada kambingnya. dan
Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian
mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini).
dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun
kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat”. (Q.S Shad: 24)
Maksud dari ayat diatas bahwa, Ayat ini merujuk pada dibolehkannya
praktik akad musyarakah. Lafadz “al-khulatha” dalam ayat ini bisa diartikan
saling bersekutu/partnership, bersekutu dalam konteks ini adalah kerjasama dua
atau lebih pihak untuk melakukan usaha perniagaan. Berdasarkan pemahaman
ini, jelas sekali bahwa pembiayaan musyarakah mendapat legalitas dari syariah.
Pada ayat ini juga dijelaskan bahwa Nabi Daud memutuskan perkara
tersebut dengan mengatakan bahwa tergugat telah berbuat aniaya kepada
penggugat, karena yang digugat itu telah mengambil kambing penggugat untuk
dimiliki, sehingga kambingnya menjadi bertambah banyak. Pada ayat ini tidak
dijelaskan lebih lanjut apakah Nabi Daud sesudah mendapat keterangan dari
penggugat, meminta keterangan juga kepada tergugat. Juga tidak diterangkan
apakah jawaban Nabi Daud itu didasarkan atas bukti-bukti yang memberi
keyakinan. Menurut pengertian yang tampak dalam ayat, Nabi Daud hanyalah
memberi jawaban sesudah mendapat keterangan dari pihak penggugat saja. 5

B. Syarat dan Rukun Syirkah


Menurut ulama Hanafiyah syarat musyarakah terbagi atas dua bagian,
yaitu syarat umum dan khusus.
a. Syarat Umum Musyarakah ‘Uqud
1) Sebagai perwakilan
Bagi setiap orang yang melaksanakan perjanjian hendaknya
saling memberikan kewenangan kepada serikat kerjanya untuk

5
Soleh, Mudakir, Komparasi Konsep Persekutuan Dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata
Dan Konsep Syirkah Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, (Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang, 2017), 101-102.

7
mengelola saham, baik pada waktu membeli, menjual, bekerja dan
sebagainya.
2) Pembagian keuntungan harus jelas
Bagian keuntungan masing-masing orang yang melaksanakan
perjanjian harus jelas, seperti setengah, seperempat, sepertiga, atau 20:
20, 30: 30, 40: 60 dan sebagainya, sebab kalau pembagian keuntungan
tidak jelas berakibat pada pembatalan perjanjian.
3) Keuntungan merupakan kelaziman umum
Keuntungan merupakan bagian yang lazim dalam perserikatan/
perseroan, tidak ditentukan, seperti pihak A mendapat dua puluh persen
dan pihak B mendapat tiga puluh persen dan sebagainya. Karena
perserikatan mengharuskan adanya penyertaan dalam keuntungan,
sedangkan penentuan akan terjadi menghilangkan perserikatan.
b. Syarat Khusus Musyarakah al-Amwal
Syarat khusus musyarakah al-amwal, baik dalam musyarakah ‘inan
maupun muwafadah adalah sebagai berikut:
1) Saham perserikatan/perseroan harus jelas dan ada
Menurut jumhur ulama bahwa saham dalam perserikatan harus
ada, tidak boleh berupa utang atau harta yang jelas, baik waktu
melaksanakan perjanjian maupun waktu jual beli.
2) Saham perserikatan/perseroan harus berharga
Fuqaha (ulama mazhab empat) sepakat bahwa saham harus
berupa sesuatu yang berharga secara umum, misalnya uang. Oleh sebab
itu tidak sah saham musyarakah dengan barang-barang yang bergerak
dan tetap.6

Rukun Syirkah ialah sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu
berlangsung. Rukun Syirkah berdasarkan pendapat beberapa ulama’:

a. Berdasarkan pendapat ulama Hanafiyah rukun Syirkah ada dua yakni: ijab
dan qabul. Jika ada yang menambahkan selain ijab dan qabul dalam rukun

6
Abu Azam Al Hadi, Fikih Muamalah Kontemporer, (Depok: Rajawali Pers, 2017), 32-33.

8
Syirkah seperti adanya kedua orang yang berakad dan objek akad itu masuk
dalam syarat Syirkah.
b. Berdasarkan pendapat Abdurrahman al-Jaziri, rukun Syirkah meliputi dua
orang yang berserikat, shigat, objek akad Syirkah baik itu berupa harta
maupun kerja.7

C. Macam-Macam Syirkah
Musyarakah Al-Syirkah dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a) Syirkah al-milk (perserikatan/perseroan dalam kepemilikan)
b) Syirkah al-‘uqud (perserikatan/perseroan akad/kontrak)8

Musyarakah al-milk dibagi menjadi 2 (dua) macam:

1) Musyarakah/Syirkah ihtiyari (persekutuan/perseroan yang didasarkan


pilihan orang yang bersekutu). Yaitu perseroan yang muncul akibat
tindakan hukum orang yang bersekutu, seperti dua orang yang sepakat
membeli suatu barang, atau mereka menerima harta hibah, wasiat, atau
wakaf dari orang lain, kemudian kedua orang tersebut menerima pemberian
hibah, wasiat, atau wakaf tersebut dan menjadi hak mereka secara bersama.
2) Musyarakah/Syirkah al-ijbar (persekutuan/perseroan paksaan). Yaitu
perserikatan/perseroan yang ditetapkan oleh dua orang atau lebih yang tidak
didasarkan atas perbuatan keduanya, seperti dua orang yang mewariskan
sesuatu, maka yang diberi waris menjadi serikat mereka.
Hukum kedua jenis persekutuan ini bagi seseorang yang berserikat
seolah-olah sebagai orang lain. 9 Oleh karenanya, salah seorang di antara
mereka yang berserikat tidak boleh mengelola harta perserikatannya tanpa
seizin dengan serikatnya, karena keduanya tidak memiliki wewenang untuk
menentukan bagian masing-masing.
Musyarakah/Syirkah al-‘aqud dibagi menjadi 4 (empat) macam:10

7
Akhmad Farroh Hasan, Fiqh Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer, 76
8
Ali al-Khafif, Ahkam al-Mu’amallat al-Syar’iyyah, (Beirut: Dar al-Fikr al-‘Arabi, t.tp), 458.
9
Abu Bakar Ibn Mas’ud al Kasani, Bada’i al-Sana’i fi Tartib al-Shara’i, jilid 6, (Mesir: Al-
Syirkah al-Matba’ah, t.tp.), 56.
10
Ibn Rushd. Bidayat al-Mujtahid wa al-Nihayat al-Muqtasid. Jilid 2, (Beirut: Dar al-Fikr, 1978)
251

9
1) Musyarakah/Syirkah al-‘inan, adalah kontrak antara dua orang atau lebih.
Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartipasi
dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian
sebagaimana yang disepakati di antara mereka. Akan tetapi, porsi masing-
masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus
sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka.
2) Musyarakah/Syirkah al-mufawadah, yaitu kontrak kerja sama antara dua
orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan
dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan
kerugian secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis
musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja tanggung
jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.
3) Musyarakah/Syirkah al-abdan, adalah kontrak kerja sama antara dua orang
seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi
keuntungan dari pekerjaan yang menjadi kesepakatan bersama. Misalnya
kerja sama penjahit untuk menerima order pembuatan seragam pada sebuah
sekolahan.
4) Musyarakah/Syirkah al-wujuh, yaitu kontrak antara dua orang atau lebih
yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka
membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang
tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian
berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh setiap mitra
kerja. Jenis musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian
secara kredit berdasar pada jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini
biasanya disebut juga sebagai masyarakat piutang.11

D. Berakhirnya Syirkah
Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal berikut.
1. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang
lainnya sebab Syirkah adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari

11
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001),
93.

10
kedua belah pihak yang tidak ada kemestian untuk dilaksanakan apabila
salah satu pihak tidak menginginkannya lagi. Hal ini menunjukkan
pencabutan kerelaan Syirkah oleh salah satu pihak.
2. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian
mengelola harta), baik karena gila maupun karena alasan lainnya.
3. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota Syirkah lebih dari
dua orang, yang batal hanyalah yang meninggal saja Syirkah berjalan terus
pada anggota-anggota yang masih hidup Apabila ahli waris anggota yang
meninggal menghendaki turut serta dalam Syirkah tersebut, maka dilakukan
perjanjian beru bagi ahli waris yang bersangkutan.
4. Salah satu pihak ditaruh di bawah pengampuan, baik karena boros yang
terjadi pada waktu perjanjian Syirkah tengah berjalan maupun sebab yang
lainnya.
5. Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta
yang menjadi saham Syirkah. Pendapat ini dikemukakan oleh mazhab
Maliki, Syafi'i, dan Hanbali Hanafi berpendapat bahwa keadaan bangkrut
itu tidak membatalkan perjanjian yang dilakukan oleh yang bersangkutan.
6. Modal para anggota Syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama
Syirkah. Bila modal tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta
hingga tidak dapat dipisah pisahkan lagi, yang menanggung risiko adalah
para pemiliknya sendiri. Apabila harta lenyap setelah terjadi percampuran
yang tidak bisa dipisah-pisahkan lagi, menjadi risiko bersama. Kerusakan
yang terjadi setelah dibelanjakan, menjadi risiko bersama. Apabila masih
ada sisa harta, Syirkah masih dapat berlangsung dengan kekayaan yang
masih ada.12

12
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, 134.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam bidang
usaha atau modal yang masing-masing dari harta yang melakukan Syirkah
tersebut berbaur menjadi satu tanpa ada perbedaan satu dengan yang lainnya
yang keuntungan dan kerugiannya di tanggung bersama sesuai kesepakatan
yang telah di laksanakan. Mengenai landasan hukum tentang Syirkah ini
terdapat dalam al-qur’an, sunnah dan ijma.
Adapun rukun Syirkah ada dua yaitu, ucapan (sighah) penawaran
dan penerimaan (ijab dan qabul) dan pihak yang berkontrak. Dan mengenai
syaratnya ada tiga yaitu, pertama, ucapan: berakad dianggap sah jika
diucapkan secara verbal atau ditulis. Kontrak musyarakah dicatat dan
disaksikan. Kedua, pihak yang berkontrak: disyaratkan mitra harus
kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan. Ketiga,
objek kontrak (dana dan kerja): modal yang diberikan harus tunai, emas,
perak atau yang bernilai sama. Para ulama menyepakati hal ini.
Kemudian macam-macam Syirkah ada dua macam yakni syirkah
milk dan syirkah ‘uqûd. Adapun yang membatalkan Syirkah ada yang
secara umum dan ada pula yang secara khusus, seperti yang telah dijelaskan
diatas.

B. Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan melalui makalah ini, yaitu
agar pembaca dapat memahami serta mempelajari isi dari makalah yang
berjudul “Konsep Syirkah” yang sekiranya dapat menambah wawasan, dan
pembaca dapat mengidentifikasi tentang Pengertian Syirkah, Dasar Hukum
Syirkah, Syarat dan Rukun Syirkah, Macam-macam Syirkah, serta
Berakhirnya Syirkah.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar Ibn Mas’ud al Kasani, Bada’i al-Sana’i fi Tartib al-Shara’i, jilid
6, (Mesir: Al-Syirkah al-Matba’ah, t.tp.)
Abu Azam Al Hadi, Fikih Muamalah Kontemporer, (Depok: Rajawali Pers,
2017)
Akhmad Farroh Hasan, Fiqh Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer
(Teori dan Praktek), (Malang : UIN-Maliki Press, 2019)
Ali al-Khafif, Ahkam al-Mu’amallat al-Syar’iyyah, (Beirut: Dar al-Fikr al-
‘Arabi, t.tp)
Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2002)
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta : Rajawali Pers, 2014)
Ibn Rushd. Bidayat al-Mujtahid wa al-Nihayat al-Muqtasid. Jilid 2, (Beirut:
Dar al-Fikr, 1978)
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta:
Gema Insani, 2001)
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah: Jilid 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006)
Soleh, Mudakir, Komparasi Konsep Persekutuan Dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata Dan Konsep Syirkah Dalam Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah, (Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang, 2017)

13

Anda mungkin juga menyukai