DISUSUN OLEH :
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat,hidayah dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat
serta salam semoga tercurah limpahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW,beserta
keluarganya,sahabatnya,tabiin,hingga kepada kita semua selaku umatnya hingga akhir zaman.
Makalah yang bertemakan Transaksi Dalam Ekonomi Islam ini tidak lain untuk
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Dasar-Dasar Ekonomi. Kami sadar bahwa dalam
pengerjaan makalah ini jauh dari kesempurnaan,baik dalam penulisan maupun penyampain
materi,dikarenakan kami masih dalam tahap pembelajaran.Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semuanya dan juga bagi kami. Oleh karena itu kelompok kami dengan
lapang dada menerima kritik dan saran yang sifatnya edukatif guna perbaikan dimasa yang
akan datang.
Dengan Kata Pengantar ini kami ucapkan banyak terimakasih kepada dosen mata
kuliah Dasar Dasar Ekonomi,dan juga kepada teman teman dan pihak terutama sumber
sumber yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Kelompok 12
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ...................................................................................................31
B. Saran ...................................................................................................31
ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan mampu menjelaskan tentang transaksi kerja sama
(syirkah).
2. Mengetahui dan mampu menjelaskan tentang transaksi jual beli.
3. Mengetahui dan mampu menjelaskan tentang transaksi lainnya yang ada
pada kegiatan ekonomi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah lain dari musyarakah adalah Syirkah. Kata Syirkah dalam bahasa arab
berasal dari kata syarika (fiil madhi), yasyraku (fiil mudhari’), syarikan/ syirkatan/
syarikatan (mashdar/ kata dasar), artinya menjadi sekutu atau serikat. Secara bahasa
alsyirkah berarti al-Ikhtilat yang artinya percampuran atau persekutuan dua hal atau
lebih, sehingga antara masing-masing sulit dibedakan. Seperti persekutuan hak milik
atau perserikatan usaha.
Yang dimaksud percampuran disini adalah seseorang mencampurkan hartanya
dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan. Sedangkan
menurut istilah, para Fuqaha berbeda pendapat mengenai pengertian syirkah,
diantaranya menurut Sayyid Sabiq, yang dimaksud dengan syirkah ialah akad antara
orang yang berserikat dalam modal dan keuntungan. Menurut Hasbi ash-Shidieqie,
bahwa yang dimaksud dengan syirkah ialah akad yang berlaku antara dua orang atau
lebih untuk ta’awun dalam bekerja pada suatu usaha dan membagi keuntungannya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Musyarakah/ syirkah adalah kerjasama
antara kedua belah pihak untuk memberikan kontribusi dana dengan
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Adapun yang dijadikan dasar hukum oleh para ulama atas kebolehan syirkah,
antara lain:
Hadist riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah, dalam sebuah hadits marfu’
3
bahwa kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu
menyungkur sujud dan bertaubat ”.
Ayat di atas mencela perilaku orang-orang yang berkongsi atau berserikat dalam berdagang
dengan menzalimi sebagian dari pihak mereka dengan menambahkan harta perkongsian
mereka.Menurut penulis, kedua ayat al-Qur’an tersebut di atas jelas menunjukkan bahwa
syirkah pada hakekatnya diperbolehkan oleh risalah-risalah yang terdahulu dan telah
dipraktekkan. Selain itu, landasan dan dasar hukum syirkah juga diatur dalam peratuaran
DSN MUI yaitu fatwa DSN MUI nomor 08 tahun 2000 tentang akad musya>rakah, dimana
akad ini muncul sebagai alternatif pembiayaan yang menguntungkan bagi nasabah dan juga
bank syariah.
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah dari Nabi Saw
bersabda:
“Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman , “Aku jadi yang ketiga antara dua orang yang
berserikat selama yang satu tidak khianat kepada yang lainnya, apabila yang satu berkhianat
kepada pihak yang lain, maka keluarlah aku darinnya.” (HR Abu Dawud)
Syirkah boleh dilakukan antara sesama Muslim, antara sesama kafir dzimmi
atau antara seorang Muslim dan kafir dzimmi. Maka dari itu, seorang Muslim juga
boleh melakukan syirkah dengan orang yang beda agama seperti Nasrani, Majusi dan
kafir dzimmi yang lainnya selagi apa-apa yang di-syirkah-kan adalah usaha yang
tidak diharamkan bagi kaum Muslim.
Seperti dikatakan sebuah hadist oleh Muslim dari Abdullah bin Umar:
“Rasulullah saw pernah mempekerjakan penduduk Khaibar-mereka adalah Yahudi-
dengan mendapatkan bagian hasil panen buah dan tanaman.” (HR Muslim)
4
bahwa syirkah ini boleh karena argumentasi ulama yan memperbolehkan ini
lebih kuat. Jenis syirkah ini juga dibutuhkan manfaatnya bagi masyarakat dan
individu.
3) Wujuh / Nama baik : Syirkah kontrak bisnis antara dua orang atau lebih yang
memiliki reputasi dan respitise baik.Dimana mereka dipercaya untuk
mengembangkan suatu bisnis tanpa adanya modal.Dalam kontrak ini terdapat
dua orang atau lebih berserikat tanpa modal tetapi dengan jaminan nama baik
dan kepercayaan para pedagang kepada keduanya,kemudian keduanya
mendapatkan keuntungan dari penjualan objek yang dipercayakan kepada
mereka.Ulama Hanafiyah dan Hanabilah membolehkan jenis syirkah
ini,sedangkan Malikiyah dan Syafi’iyah menyebutnya batil karena
mengandung unsur gharar dan tidak didasarkan pada modal dan
pekerjaan.Pendapat yang kuat menyebutkan boleh melakukan Syirkah Wujuh
sepanjang tidak ada unsur gharar dan jelas pekerjaan yang dilakukan dan porsi
keuntungan masing masing.Syirkah Wujuh dipandang mengandung
kemaslahatan.
4) Mudarabah/ qiradh : Transaksi atau perserikatan dua orang atau lebih yang
salah satu pihak memberikan modal dan pihak lainnya melakukan pekerjaan
dan keuntungan dibagi berdua sesuai dengan kesepakatan.Para ulama sepakat
memperbolehkan syirkah ini.Syirkah Mudarabah dibagi menjadi dua yaitu :
Mudarabah Mutlaqah yaitu pemilik modal memberikan modal kepada
pelaksana usaha tanpa pembatasan jeni
usaha,tempatnya,waktunya,dan orang yang diajak untuk kerja sama.
Pelaksana usaha boleh mendayagunakan modal yang menurut
pandangannya akan mendatangkan kemaslahatan sesuai dengan
kebiasaan bisnis.
Mudarabah Muqayyadah yaitu pemilik modal meberikan modal
kepada pelaksana usaha dengan menentukan jenis usaha,tempat,dan
waktunya atau menentukan mitra yang diajak bekerjsama dengan
pelaksana usaha.
5) Da’imah dan Mu’aqqatah : Syirkah Da’ima adalah syirkah yang kepemilikan
porsi ra’s al-mal setiap syarik tidak mengalami perubahan sejak akad syirkah
dimulai sampai dengan berakhirnya akad syirkah,baik jangka waktunya
dibatasi(Syirkah Mu’aqqatah) maupun tidak dibatasi.
6) Musyarakah mutanaqishah : adalah syirkah yang kepemilikan porsi ra’s al-mal
salah satu syarik berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh syarik
lainnya.
5
Rukun dan Syarat Syirkah
1. Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta
maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat yaitu
a) yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus
dapat diterima sebagai perwakilan,
b) yang berkenaan dengan keuntungan yaitu pembagian
keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak, misalnya
setengah, sepertiga dan yang lainnya.
2. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta). Dalam hal ini
terdapat dua perkara yang harus dipenuhi
a) bahwa modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari
alat pembayaran (nuqud) seperti Riyal, dan Rupiah
b) yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad syirkah
dilakukan baik jumlahnya sama maupun berbeda.
3. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadhah bahwa dalam
mufawadhah disyaratkan
a) modal (pokok harta) dalam syirkah mufawadhah harus sama
b) bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah
c) bagi yang dijadikan objek akad disyaratkan syirkah umum,
yakni pada semua macam jual beli atas perdagangan.
Adapun syarat-syarat yang bertalian dengan syirkah inan sama dengan syarat-
syarat syirkah mufawadhah.
Menurut ulama mazhab Malikiyah syarat-syarat bertalian yang bertalian
dengan orang yang melakukan akad ialah merdeka, baligh dan pintar. Syafi’iyah
berpendapat bahwa syirkah yang sah hukumnya hanyalah syirkah inan sedangkan
syirkah yang lainnya batal.
Dijelaskan pula oleh Abd al-Rahman al-Jaziri bahwa rukun syirkah adalah dua
orang yang berserikat, subyek dan objek akad syirkah baik harta maupun kerja.
Syarat-syarat syirkah dijelaskan oleh Idris Achmad berikut ini :
Mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan izin masing-masing anggota
serikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu.
Anggota serikat itu saling mempercayai sebab masing-masing mereka adalah
wakil yang lainnya.
Mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak masing-masing baik
berupa mata uang maupun bentuk yang lainnya.
6
B. Transaksi Jual Beli Islam
Jual beli (al-ba’i) atau bisa disebut dengan perdagangan, dalam etimologi
berarti menjual atau mengganti. Dan menurut Bahasa ialah memindahkan hak milik
terhadap benda dengan akad saling mengganti. Adapun menurut Malikiyah,
Syafi’iyah, dan Hanabilah dalam buku Dr. Mardani yang berjudul Fiqh Ekonomi
Syariah, bahwa jual beli (al-ba’i) yaitu tukar menukar harta dengan harta pula dalam
bentuk pemindahan milik dan kepemilikan.
Demikian juga menurut pasal 20 ayat 2 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah, ba’i adalah jual beliantara benda, atau pertukaran antar benda dan uang.
Adapun definisi sebagian ulama yang mengatakan jual beli adalah kegiatan menukar
suatu harta dengan harta yang lain dengan cara khusus merupakan definisi yang
bersifat toleran karena menjadikan jual beli sebagai saling menukar, sebab itu pada
dasarnya akad tidaklah harus saling tukar akan tetapi menjadi bagian konsekuensinya,
kecuali jika dikatakan:akad yang mempunyai sifat saling tukar menukar artinya
menurut adanya satu pertukaran.
7
Dalam Alquran :
Qs An-nisa ayat 29
ُ َب َأ ْطي
رواه االبزار والحاكم – ب ؟ قَا َل َع َم ُل ال َّر ُج ِل ِبيَ ِد ِه َو ُك ُّل َب ْي ٍع َم ْب ُر ْو ٍر ُّ سلَّ َم َأ
ْ ي ا ْل َك
ِ س َ صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو
َ سُِئ َل النَّبِ ُّي
8
“Nabi saw pernah ditanya; Usaha (pekerjaan/profesi) apakah yang paling baik (paling
ideal) ?, Rasulullah saw bersabda; pekerjaan (usaha) seseorang dengan tangannya dan
setiap jual beli yang baik.” (HR. Bazzar dan al-Hakim)
Jual beli sendiri memiliki rukun dan syarat dimana rukun dan syarat tersebut
harus terpenuhi, dalam akad sehingga jual beli tersebut dapat dinyatakan sah oleh
syara’.Didalam menentukan rukun jual beli itu sendiri juga terdapat perbedaan
pendapat antar ulama. Menurut pendapat ulama Hanafiyah rukun jual beli hanyalah
ada satu, yakni ijab adalah ungkapan membeli dari pembeli dan qabul adalah
ungkapan menjual dari si penjual.Dari penjelasan tersebut bahwasannya yang
menjadikan rukun dalm suatu jual beli yaitu hanyalah kerelaan atau ridha taradhi dari
kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli.
Namun dalam kompilasi Hukum Ekonomi Syariah terdapat unsur jual beli
yakni, adanya pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian jual beli yang terdiri dari
penjual dan pembeli:
a. Pihak lain yang terlibat dalam perjanjian tersebut.
b. Kemudian objek jual beli terdiri atas benda yang dalam keadaanberwujud
dan benda yang tidak berwujud, yang bergerak maupun yang tidak bergerak, dan
begitupun yang terdaftar ataupun yang tidak terdaftar. Syarat objek yang diperjual
belikan adalah, barang yang dijual belikan ada, barang yangdiperjual belikan harus
diserahkan, barang yang diperjual belikanharus memiliki nilai atau harga tertentu,
barang yang diperjualbelikan harus halal, barang yang diperjual belikan
harusdiketahui oleh pembeli.
c. Kesepakatan, dapat dilakukan dengan tulisan, lisan dan isyarat. Ketiganya
memiliki makna hukum yang sama.Menurut ulama hanafiyah juga bahwasannya
orang yang berakad, barang yang dibeli, dan nilai tukar barang termasuk dalam
syarat-syarat jual beli, bukan rukun jual beli.
Namun jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada
empat,yaitu:
a. Orang yang berakad atau al-muta’aqidain yakni penjual dan pembeli
b. Sighat yaitu lafal ijab dan qabul
c. Adanya barang yang dibeli
d. Ada nilai tukar pengganti barang
Kemudian objek jual beli terdiri atas benda yang dalam keadaan berwujud dan
benda yang tidak berwujud, yang bergerak maupun yang tidak bergerak, dan
9
begitupun yang terdaftar ataupun yang tidak terdaftar. Syarat objek yang diperjual
belikan harus diserahkan, barang yang diperjual belikan harus memiliki nilai atau
harga tertentu barang yang diperjual belikan harus halal, barang yang diperjual
belikan harus diketahui oleh pembeli. Adapula syarat-syarat jual beli sesuai dengan
rukun jual beli yang dikemukakan jumhur ulama diatas sebagai berikut:
1) Berakal, oleh sebab itu, jual beli yang dilakukan anak kecil
yang belum berakal dan orang gila, hukumnya tidak sah.
Adapun anak kecil yang telah mumayiz, menurut ulama
hanfiyah, apabila akad yang dilakukannya membawa
keuntungan bagi dirinya, seperti menerima hibah, wasiat, dan
sedekah, maka akadnya sah. Sebaliknya, apabila akad itu
membawa kerugian bagi dirinya, seperti meminjamkan
hartanya kepada orang lain, mewakafkan, atau
menghibahkannya, maka tindakan hukumnya tidak boleh
dilaksanakan. Apabila transaksi yang dilakukan anak kecilyang
telah mumayiz mengandung manfaat dan mudarat sekaligus,
seperti jual beli, sewa menyewa, dan perserikatan dagang,
maka transaksi ini hukumnya sah jika walinya mengizinkan.
Dalam kaitan ini, wali anak kecil yang telah mumayiz ini
benar-benar mempertimbangkan kemaslahatan anak kecil itu.
Jumhur ulama perpendirian bahwa orang yang melakukan akad
jual beli itu harus telah baligh dan berakal.Apabila orang yang
berakad itu masih mumayiz, maka jual belinya tidak sah,
sekalipun mendapat izin dari walinya.
10
dalam syarat-syarat orang yang melakukan akad yang
telah disebutkan diatas.
11
Barangnya harus ada, atau tidak ada ditempat, namun pihak dari
penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.
Semisalnya ada sebuah toko karena tidak memungkinkan untuk memajang
barang seluruhnya maka sebagian yang lain diletakkan pedagang di gudang
atau masih di pabrik, tetapi secara untuk meyakinkan barang tersebut boleh di
hadirkan sesuai dengan persetujuan pembeli dan penjual. Dapat dimanfaatkan
dan bermanfaat bagi manusia. Oleh karena itu bangkai, khamar, dan darah
tidaklah sah menjadi objek dalam jual beli, dikarenakan dalam pandangan
syara’ benda-benda seperti itu tidaklah bermanfaat bagi orang muslim. Adalah
milik seseorang, barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak boleh
diperjual belikan, seperti semisal memperjual belikan ikan dilaut atau emas
dalam tanah, karena ikan dan emas ini belum dimiliki oleh penjual. Di
perbolehkan untuk di serahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang
telah disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.
Secara garis besar dalam islam dikenal beberapa bentuk dan jenis jual beli adapun
secara gelobalnya jual beli dibagi kedalam dua bagian besar
Jual beli sahih yaitu apabila jual beli itu disyar'iatkan memenuhi rukun dan syarat
yang telahhh ditentukan
a. Menyakiti si penjual
b. Menyempitkan gerakan pasar
c. Merusak ketentuan umum
Batal adalah tidak terwujudnya pengaruh amal pada perbuatan di dunia karena
melakukan perintah syara' dengan meninggalkan syarat dan rukun yang
mewujudkannya. Jual beli yang batal adalah apabila salah satu rukunnya dan
syaratnya tidak terpenuhi
~macam-macam jual beli yang batal dan jenisnya adalah
a. Jual beli buah yang belum muncul di pohonnya
b. Menjual barang yang tidak bisa diserahkan pada pembeli
c. Jual beli yang mengandung unsur penipuan
d. Jual beli Takaran dalam islam
12
C. Transaksi Ekonomi Lainnya dalam Ekonomi Islam
1. Wadiah
Pengertian Wadiah
Wadiah secara istilah menurut Ihkwan Abidin Basri (2007) adalah
akad seseorang kepada pihak lain dengan menitipkan suatu barang untuk
dijaga secara layak (menurut kebiasaan). Atau ada juga yang mengartikan
wadiah secara istilah adalah memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk
menjaga hartanya/ barangnya dengan secara terang-terangan atau dengan
isyarat yang semakna dengan itu”.
Dalam bidang ekonomi syariah, wadiah adalah titipan nasabah yang
harus dijaga dan dikembalikan setiap saat nasabah yang bersangkutan
menghendaki. Bank bertanggungjawab atas pengembalian titipan tersebut.
Pengertian Wadiah Secara Terminologi yaitu Ulama mahzab Hanafi
mengartikan wadiah adalah memberikan wewenang kepada orang lain untuk
menjaga hartanya. Contohnya seperti ada seseorang menitipkan sesuatu pada
seseorang dan si penerima titipan menjawab ia atau mengangguk atau dengan
diam yang berarti setuju, maka akad tersebut sah hukumnya. “mengikut
sertakan orang lain dalam memelihara harta baik dengan ungkapan yang jelas
maupun isyarat” Sedangkan mahzab Maliki, Syafi’i, Hanabilah mengartikan
wadiah adalah mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan
cara tertentu. “mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan
cara tertentu“.
Rukun Wadiah
13
2) Sighat
Sighat adalah akad, adapun syaratnya adalah lafadz dari kedua belah
pihak dan tidak ada penolakannya dari pihak lainnya. Dan lafadz tersebut
harus dikatakan di depan kedua belah pihak yang berakad (Mudi’ dan wadii’) .
3) Orang yang berakad
Orang yang berakad ada dua pihak yaitu Orang yang menitipkan (Mudi’) dan
Orang yang dititipkan (Wadii’). Adapun syarat dari orang yang berakad
adalah :
a) Baligh
b) Berakal
c) Kemauan sendiri, tidak dipaksa.
Dalam mazhab Hanafi baligh dan telah berakal tidak dijadikan syarat
dari orang yang berakad, jadi anak kecil yang dizinkan oleh walinya boleh
untuk melakukan akad wadiah ini.
˜َ س˜ َأ ْ˜ن˜ تَ˜ ْ˜ح˜ ُك˜ ُم˜ و˜ا˜ بِ˜ ا ْ˜̃ل˜ َع˜ ْد˜ ِل˜ ۚ˜ ِإ َّن˜ هَّللا ِ ˜ِإ َّن˜ هَّللا َ˜ يَ˜ ْأ ُم˜ ُر˜ ُك˜ ْم˜ َأ ْ˜ن˜ تُ˜˜َؤ ُّد˜ و˜ا˜ ̃ا َأْل َم˜ ا˜نَ˜ ا
ِ ˜ت˜ ِإ ̃لَ˜ ٰ˜ى˜ َأ ْه˜ لِ˜ هَ˜ ا˜ َو˜ ِإ َذ˜ ا˜ َح˜ َك˜ ْم˜ تُ˜ ْم˜ بَ˜ ْي˜ َ˜ن˜ ̃ا ل˜نَّ˜ ا
˜ِ ˜َنِ˜ ِع˜ َّم˜ ا˜ يَ˜ ِع˜ ظُ˜ ُك˜ ْم˜ بِ˜ ِه˜ ۗ˜ ِإ َّن˜ هَّللا َ˜ َك˜ ا˜ َ˜ن˜ َس˜ ِم˜ ي˜ ًع˜ ا˜ ب
ص˜ ي˜ ًر˜ ̃ا
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Artinya : Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
14
Jenis-jenis Wadiah
Berdasarkan sifat akadnya, wadiah dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:
15
Wadiah yad dhamanah adalah Akad penitipan barang di mana
pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang dapat
memanfaatkan barang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap
kehilangan atau kerusakan barang. Semua manfaat dan keuntungan yang
diperoleh dalam penggunaan barang tersebut menjadi hak penerima
titipan.
Sesuai dengan hadis Rasulullah SAW “Diriwayatkan dari Abu
Rafie bahwa Rasulullah SAW pernah meminta seseorang untuk
meminjamkannya seekor unta. Maka diberinya unta qurban (berumur
sekitar dua tahun), setelah selang beberapa waktu, Rasulullah SAW
memerintahkan Abu Rafie untuk mengembalikan unta tersebut kepada
pemiliknya, tetapi Abu Rafie kembali kepada Rasulullah SAW seraya
berkata,” Ya Rasulullah, unta yang sepadan tidak kami temukan, yang ada
hanya unta yang besar dan berumur empat tahun. Rasulullah SAW berkata
“Berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang
terbaik ketika membayar.” (H.R MUSLIM) .
16
5) Pemilik harta / modal / barang dapat menarik kembali titipannya
sewaktu- waktu
2. Al-Ijarah
Menurut bahasa kata ijarah berasal dari kata “alajru”yang
berarti “al-iwadu” (ganti) dan oleh sebab itu “ath-thawab”atau (pahala)
dinamakan ajru (upah).Lafal al-ijarah dalam bahasa arab berarti upah, sewa,
jasa, atau imbalan. Al-ijarah merupakan salah satu bentuk muamalah dalam
memenuhi keperluan hidup manusia, seperti sewa-meyewa, kontrak, atau
menjual jasa perhotelan dan lain-lain.
Secara terminology, ada beberapa definisi al-ijarah yang
dikemukakan para ulama fiqh. Menurut ulama Syafi‟iyah, ijarah adalah akad
atas suatu kemanfaatan dengan pengganti. Menurut Hanafiyah bahwa ijarah
adalah akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang di ketahui dan di
sengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.
17
ِ ِ ِ ِ
َات يُ ْر ض ْع َن َْأو اَل َد ُه َّن َح ْو لَ نْي ِ َك ام لَ نْي ِ ۖ˜ ل َم ْن ََأر اد ُ َو الْ َو ال َد
˜ۚوفِ ود لَ ه ِر ْز ُق ه َّن و كِ س و ُت ه َّن بِ الْ م ع ر ِ َّ َأن يُتِ َّم
ُْ َ ُ َْ َ ُ ُ ُاع ةَ ۚ˜ َو َع لَ ى الْ َم ْو ل َ ض َ الر ْ
ِ ِ
ٌ ُض َّار َو ال َد ةٌ بِ َو لَ د َه ا َو اَل َم ْو ل
ُود لَ ه َ ُس ِإ اَّل ُو ْس َع َه ا ۚ˜ اَل ت ٌ ف َن ْف ُ َّاَل تُ َك ل
اض ِم ْن ُه َم ا ِ ِ ِِ
ٍ ص ا اًل َع ْن َت َر َ ك ۗ˜ فَ ِإ ْن ََأر َاد ا ف َ بِ َو لَ د ه ۚ˜ َو َع لَ ى الْ َو ِار ِث ِم ثْ ُل َٰذ ل
َأن تَ ْس َت ْر ِض عُ وا َْأو اَل َد ُك ْم فَ اَلْ ْاح َع لَ ْي ِه َم ا ۗ˜ َو ِإ ْن ََأر ْد مُتَ َاو ٍر فَ اَل ُج ن ُ َو تَ َش
ِ
اع لَ ُم واْ اح َع لَ ْي ُك ْم ِإ ذَ ا َس لَّ ْم تُ ْم َم ا آ َت ْي تُ ْم بِ الْ َم ْع ُر وفۗ˜ َو َّات ُق وا اللَّ هَ َو
َ َُج ن
ِ َ َُأن اللَّ ه مِب َ ا َت ع م ل
ٌون بَص ري َْ َ َّ
Artinya : Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban
ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang
ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya
dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.
An-Nahl ayat 97
b. Berdasarkan Hadist
Abu Hurairah Rasulullah Saw bersabda yang artinya :
18
“Ðari Abdullah bin „Umar ia berkata: telah bersabda Rasulullah
“berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering”. (HR. Ibnu
Majah)
Dalam hadist riwayat Bukhari yang artinya :
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Bahwasanya Rasulullah SAW,
pernah berbekam,kemudiaan memberikan kepada tukang bekam
tersebut upahnya”. (HR Bukhari)
c. Berdasarkan Ijma’
Para ulama sepakat bahwa ijarah itu dibolehkan dan
tidak ada seorang ulama pun yang membantah kesepakatan (ijma‟)
ini.Jelaslah bahwa Allah SWT telah mensyariatkan ijarah ini yang
tujuannya untuk kemaslahatan umat, dan tidak ada larangan untuk
melakukan kegiatan ijarah. Jadi, berdasarkan nash al-Qur‟an,
Sunnah (hadis) dan ijma‟ tersebut di atas dapat ditegaskan bahwa
hukum ijarah atau upah mengupah boleh dilakukan dalam islam
asalkan kegiatan tersebut sesuai dengan syara‟.
Rukun Ijarah Menurut Hanafiyah, rukan dan syarat ijarah hanya ada satu,
yaitu ijab dan qabul, yaitu pernyataan dari orang yang menyewa dan
meyewakan.Sedangkan menurut jumhur ulama, Rukun-rukun dan syarat
ijarah ada empat, yaitu Aqid (orang yang berakad), sighat, upah, dan manfaat.
Ada beberapa rukun ijarah di atas akan di uraikan sebagai berikut:
Orang yang melakukan akad ijarah ada dua orang yaitu mu’jir dan
mustajir. Mu’jir adalah orang yang memberikan upah atau yang
menyewakan. Sedangkan Musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk
melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu.
2) Sighat (Akad)
Yaitu suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa ijab dan
qabul adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang
berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad ijarah.
19
3) Ujroh (upah)
Ujroh yaitu sesuatu yang diberikan kepada musta’jir atas jasa yang
telah diberikan atau diambil manfaatnya oleh mu’jir. Dengan syarat
hendaknya :
4) Manfaat
20
menyewa ternak untuk diambil keturunannya, telurnya,
bulunya ataupun susunya.
Syarat Ijarah
1) Syarat bagi kedua orang yang berakad adalah telah baligh dan
berakal (Mazhab Syafi‟i Dan Hambali).
21
Macam-macam Ijarah
3. Ju’alah
Menurut Alquran
˜ص˜ َو˜ ̃ا َع˜ نَ˜ ْف˜ قِ˜ ُد˜ قَ˜ ا˜لُ˜ و˜ا ِ ˜َِ˜ز˜ ِ˜ع˜ ي˜ ٌم˜ بِ˜ ِه˜ َ˜و˜ َأ نَ˜ ا˜ بَ˜ ِع˜ ي˜ ٍر˜ ِح˜ ْم˜ ُل˜ بِ˜ ِه˜ َج˜ ا˜ َء˜ َو˜ ̃لِ˜ َم˜ ْ˜ن˜ ا ْ˜̃ل˜ َم˜ ̃ل
ُ ˜ك
22
Artinya : “Penyeru-penyeru itu berkata, "Kami kehilangan gelas piala Raja,
dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan
(seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya".
Menurut Hadist
Dalil al Ju’alah dalam hadits adalah hadis riwayat Imam Bukhari dari
Abu Sa‟id al Khudri tentang kisah sekelompok sahabat yang sedang safar
kemudian me-ruqyah pemimpin sebuah kampung yang digigit ular dengan
surat al Fatihah.
Yang Artinya:
23
lakukan apa yang diperintahkan Rasululloh SAW kepada kita.‟ Lalu
menghadaplah mereka kepada Rosululloh SAW dan menceritakan apa yang
terjadi kepada Nabi SAW. Setelah Nabi mendengar hal tersebut kemudian
Beliau bertanya, „Bagaimana kalian tahu bahwa surat al Fatihah adalah ayat
ruqyah? Sungguh tepat sekali apa yang kalian lakukan!” Kemudian Nabi
SAW melanjutkan perkataannya. „ Sekarang bagilah hasil yang kalian
dapatkan dan sertakan aku dalam pembagian tersebut. Mak saat itu tertawalah
Rosululloh SAW dengan hal tersebut.” (HR.al Bukhori: 2276)
Hadist inilah yang menjadi dalil yang sangat sharih (jelas) akan
bolehnya Ju’alah dalam Islam dan berserikat/bagi hasil terhadap imbalan
yang diberikan. Apa yang dilakukan sahabat tersebut adalah satu amalan
yang sama sekali tidak diingkari oleh Nabi SAW. Tidak adanya pengingkaran
tersebut mengindikasikan bahwa amalan itu merupakan amalan yang sah dan
tidak diharamkan dalam Islam. Kemudian dikuatkan dalam akhir hadits
bahwa Nabi SAW berharap agar disertakan dalam pembagian.
Syarat-syarat Ju’alah
24
akad tersebut tidak jelas. Begitu juga tidak boleh upah yang
dijanjikan dalam Ju’alah dari sesuatu yang haram seperti
khamr, daging babi, atau barang-barang curian. Hendaknya
upah yang diberikan sebanding dengan beratnya amal
pekerjaan.
a. Baligh.
b.Aqil/Berakal.
c. Rosyid/Rasional. Oleh karena itu, tidak sah Ju’alah dari orang yang belum baligh
(kecil) atau orang gila ataupun orang yang tidak bisa berfikir secara rasional.
25
4. Sharf
Dasar Hukum
Praktek al-sharf hanya terjadi dalam transaksi jual beli, di mana praktek ini
diperbolehkan dalam Islam berdasarkan firman Allah QS. al-Baqarah ayat
275
26
Artinya :
Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa dalam satu perbuatan hukum terdapat
unsur-unsur yang harus dipenuhi agar perbuatan tersebut bisa dikatakan sah.
Begitu pula dengan pertukaran mata uang asing unsur-unsur tersebut harus
dipenuhi. Unsur-unsur tersebut disebut rukun, yang mana pertukaran mata
uang asing dapat dikatakan sah apabila terpenuhi rukun-rukunnya, dan
smasing-masing rukun tersebut memerlukan syarat yang harus terpenuhi
juga. Dalam pertukaran mata uang asing yaitu memiliki 4 (empat) rukun:
27
Maksudnya yaitu transaksi tukar menukar dilakukan sebelum kedua belah
pihak berpisah. Hal ini berlaku pada penukaran mata uang yang berjenis sama
maupun yang berbeda, oleh karena itu kedua belah pihak harus melakukan
serah terima sebelum keduanya berpisah meninggalkan tempat transaksi dan
tidak boleh menunda pembayaran salah satu antara keduanya. Apabila
persyaratan ini tidak dipenuhi, maka jelas hukumnya tidak sah. Hal ini sesuai
dengan dalil yang bersumber dari hadis nabi seperti yang telah disebutkan
terakhir di atas yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Begitu pula dengan
hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa’ad al-Khudhri, bahwasannya Rasulullah
bersabda: ”janganlah kalian menjual emas dengan emas, kecuali sama rata,
dan janganlah melebihkan salah satu diantara keduanya. Dan janganlah kalian
menjual perak dengan perak, kecuali sama rata, dan janganlah kalian
melebihkan salah satu antara keduanya. Dan janganlah kalian menjual -emas
dan perak- yang telah ada dengan yang belum ada.”
Pertukaran uang yang nilainya tidak sama rata maka hukumnya haram, syarat
ini berlaku pada pertukaran uang yang satu atau sama jenis. Sedangkan
pertukaran uang yang jenisnya berbeda, maka dibolehkan. Misalnya yaitu
menukar mata uang dolar Amerika dengan dolar Amerika, maka nilainya
harus sama. Namun apabila menukar mata uang dolar Amerika dengan rupiah,
maka tidak disyaratkan al-tamatsul. hal ini praktis diperbolehkan mengingat
nilai tukar mata uang dimasing-masing negara di dunia ini berbeda. Dan
apabila diteliti, hanya ada beberapa mata uang tertentu yang populer dan
menjadi mata uang penggerak di perekonomian dunia, dan tentunya
masingmasing nilai mata uang itu sangat tinggi nilainya
Apabila terdapat khiyar syarat pada akad al-sharf baik syarat tersebut dari
sebelah pihak maupun dari kedua belah pihak, maka menurut jumhur ulama
hukumnya tidak sah. Sebab salah satu syarat sah transaksi adalah serah terima,
sementara khiyar syarat menjadi kendala untuk kepemilikan sempurna. Hal ini
tentunya dapat mengurangi makna kesempurnaan serah terima. Menurut
28
ulama Hambali, al-sharf dianggap tetap sah, sedangkan khiyar syaratnya
menjadi sia-sia.
Macam-macam Al-Sharf
Dalam Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah menjelaskan tentang macam-
macam pertukaran, antara lain:
1. Transaksi Spot
Transaksi spot adalah pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan
pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam
jangka waktu dua hari. Misalnya kontrak jual beli suatu mata uang spot
dilakukan atau ditutup pada tanggal 12 juni 2002, penyerahan dan
penyelesaian kontrak tersebut dilakukan pada tanggal 14 juni 2002. Apabila
tanggal 14 juni 2002 tersebut kebetulan hari libur atau hari sabtu, maka
penyelesaiannya adalah pada hari kerja berikutnya. Tanggal penyelesaian
transaksi seperti ini disebut value date. Penyerahan dana dalam transaksi spot
pada dasarnya dapat dilakukan dalam beberapa cara berikut ini:
a. Value today, yaitu penyerahan dana dilakukan pada tanggal (hari) yang
sama dengan tanggal (hari) diadakannya transaksi (kontrak).
b. Value tomorrow, yaitu penyerahan dana dilakukan pada hari kerja
berikutnya atau hari keja setelah diadakannya kontrak.
c. Value spot, yaitu penyerahan dilakukan dua hari kerja setelah tanggal
transaksi.
2. Transaksi Forward
Transaksi forward isebut juga dengan transaksi berjangka yang pada
prinsipnya adalah transaksi sejumlah mata uang tertentu dengan sejumlah
mata uang lainnya dengan penyerahan pada waktu yang akan datang. Kurs
ditetapkan pada waktu kontrak dilakukan, tetapi pembayaran dan penyerahan
baru dilakukan pada saat kontrak jatuh tempo. Transaksi forward ini biasanya
29
sering digunakan untuk tujuan hedging dan spekulasi. Hedging atau
pemagaran resiko yaitu transaksi yang dilakukan semata-mata untuk
menghindari resiko kerugian akibat terjadinya perubahan kurs.
3. Transaksi Swap
Transaksi swap adalah transaksi pembelian dan penjualan bersamaan
sejumlah tertentu mata uang dengan 2 tanggal valuta (penyerahan) yang
berbeda. Pembelian dan penjualan mata uang tersebut dilakukan pada bank
lain yang sama. Jenis transaksi swap yang umum adalah spot terhadap
forward. Dealer membeli suatu mata uang dengan transaksi spot dan secara
simultan menjual kembali jumlah yang sama kepada bank lain yang sama
dengan kontrak forward. Karena itu dilakukan sebagai suatu transaksi tunggal
dengan bank lain yang sama, dealer tidak akan menghadapi resiko valas yang
tidak diperkirakan. Seperti dijelaskan di atas bahwa pada prinsipnya transaksi
swap merupakan transaksi tukar pakai suatu mata uang untuk jangka waktu
tertentu.
4. Transaksi Option
Transaksi option yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli
atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta
asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu.
BAB III
30
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
31
Syafe’I,Rahma.2004.Fiqh Muamalah.Bandung: CV. Pustaka Setia.
Sudarsono,Heri.2003.Bank dan Lembangan Keuangan Syariah: Diskripsi dan
Ilustrasi.Yogyakarta: Ekonosia.
Rusdy,Ibnu.1995.Bidayatul al- Mujtahid.Jakarta: Pustaka Amini.
Departemen Agama Republik Indonesia, Qur’an dan Terjemah, ( Bogor: Toha Putra,
2000),
Soemirta,Andri.2019.Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah Di Lembaga
Keungan dan Bisnis Kontemporer.Jakarta Timur: Prenadamedia Group.
Setiawan,Deny.2013.Kerja Sama Syirkah dalam Ekonomi Islam.Jurnal
Ekonomi,21(3),4-5.
Ascara.2008.akad dan produk bank syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Qamarul,huda.2011.Fiqh Muamalah.Yogyakarta: Sukses Offset
Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, Sapiuddin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta:
Kencana Perdana Media Grup,2010), hal. 73
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006, hal.203
Hasan, Ahmad. Mata Uang Islami. (Jakarta: PT. Grafindo Persada. 2005)
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh’ Al-Islami wa Adillatuh, (Damsyik: Dar Al-Fikr, 1985),
636.
Abd. Al-Rahman Al-Jazairi, Al-Fiqh’ Ala Al- Madzahib Al-Arba’ah, (Bairut: Dar Al-
Kutub AlIlmiyah, 2006), Cet. III, 505.
32