Anda di halaman 1dari 20

JINAYAH DAN JARIMAH

Makalah
Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah : Fiqih Muamalah, Jinayah, dan Siyasah
Dosen Pengampu : Ulul Huda, S. Pd. I., M. Si.

Disusun Oleh :
1. Titi Umi Azizah ( 214110402215 )
2. Putri Ayu Setiasih ( 214110402206 )
3. Farhan Abror ( 214110402061 )

3 PAI F

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UIN PROFESOR KIAI HAJI SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah,
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yg
berjudul ”Jinayah Tentang Jarimah Hudud dan Tazir”, Tak lupa juga kita
sampaikan serta salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad saw yang
telah mengayomi kita semua dengan cinta, kasihsayang, serta perjuangan beliau
sehingga kita bisa mengirup udara segar ini penuh dengan nokmat yang tak akan
mampu kita hitung.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam pembuatan dan penyusunan makalah


ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu saran dan kritik yang sifatnya
membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan
umumnya bagi pembaca.

Pemakalah

8 Oktober 2022

ii
DAFTAR ISI

HALAM JUDUL. ............................................................................................ i


KATA PENGANTAR. .................................................................................... ii
DAFTAR ISI. ................................................................................................... iii
BAB I. .............................................................................................................. 1
PENDAHULUAN. .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang. .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah. ............................................................................... 1
C. Tujuan. ................................................................................................. 1
BAB II . ............................................................................................................ 3
PEMBAHASAN. ............................................................................................. 3
A. Definisi Jariyah dan Jarimah. ............................................................... 3
B. Unsur-unsur Jarimah. ........................................................................... 6
C. Hubungan Antara Jarimah dengan Larangan. ...................................... 6
D. Bentuk-bentuk Jarimah. ....................................................................... 8
E. Jenis-jenis Jarimah. .............................................................................. 10
BAB III. ........................................................................................................... 16
PENUTUP........................................................................................................ 16
A. Kesimpulan . ........................................................................................ 16
B. Saran..................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA. ..................................................................................... 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tebing terjal yang masih harus didaki oleh


cendekiawan Islam adalah masalah penerapan hukum pidana yang
sesuai dengan Syariat Islam. Di dunia Islam Sendiri hanya segelintir
negara yang menerapkan hukum Pidana Islam. Sedangkan lainnya
masih menerapkan hukum peninggalan penjajah. Hal terbesar yang
perlu dirubah adalah stereotip negatif terhadap Hukum Pidana Islam
sendiri. Banyak orang yang menganggap hukum Pidana Islam tidak
sesuai lagi dengan era ini. Hukum ini terlalu kejam. Kita tidak tahu
apakah anggapan ini muncul dari orang yang berpendidikan(pernah
mempelajari aspek-aspek dalam Hukum Pidana Islam) atau tidak.

Pada kesempatan kali, penulis sebagai penyaji makalah akan


membahas segelintir kecil dari pengetahuan hukum dalam Hukum
Pidana Islam yaitu tentang Jarimah hudud dan tazir mengenai
pengertian, unsur, dan pembagiannya, jarimah hudud zina, qazaf, dan
hukumnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian jinayah dan jarimah?
2. Apa saja unsur-unsur jarimah?
3. Bagaimana hubungan jarimah dengan larangan syara’?
4. Apa saja bentuk-bentuk jarimah?
5. Apa saja jenis-jenis jarimah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui makna jinayah dan jarimah
2. Untuk mengetahui unsur-unsur jarimah
3. Agar mengetahui bagaimana hubungan jarimah dengan larangan
syara’

1
4. Untuk mengetahui bentuk-bentuk jarimah
5. Untuk mengetahui jenis-jenis jarimah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jinayah dan Jarimah


1. Jinayah
Jinayah artinya perbuatan dosa, perbuatan salah atau jahat.
Jinayat adalah masdar ( kata asal ) dari kata kerja ( fi’il madhi )
janaa” “ yang mengandung arti berbuat dosa atau berbuat jahat.
Orang yang melakukan kejahatan disebut” ‫“ اال‬apabila si pelaku
adalah laki-laki, sedangkan pelakunya adalah perempuan maka
disebut dengan “ ‫“ ْال َجـانِـ َي ِة‬1

Dalam kitab Al-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islamiy disebutkan :

ُ‫لـ َما ْال َمرْ ُء ا ا ْكـتَـ َسبَه‬

“ Jinayat: sebutan untuk suatu perbuatan buruk (kejahatan ) yang


dilakukan seseoran g dan apa yang diusahakan . ” 2

Sedangkan menurut istilah :

َ‫ ا ٌء ْالفِـ ْعـ ُل لَى اَ ْو ا ٍل اَ ْو لِك‬, ‫ْال ِجـنَا َيـةُ ِلفِـ ْعـ ٍل ا‬

“ Jinayat adalah sebutan untuk perbuatan yang di haramkan menurut


hukum syara’, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, atau
lainnya. ”3

Jadi pengertian jinayat adalah semua perbuatan yang


diharamkan, perbuatan atau tindakan yang dilarang atau dilarang

1 Rahmat Hakim. Hukum Pidana Islam. (Bandung : Pustaka Setia, 2000), hlm. 12.
2 Ahmad Wardi Muslich. Pengantar dan Azas Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayat). (Jakarta : Sinar
Grafika, 2004), hlm. 1.

3 Ibid, hlm. 1.

3
oleh Syara’ dan jika dilakukan perbuatan semacam itu akan
membahayakan agama, jiwa, akal, harta, dan lainnya.

Menurut aliran (madzhab) Hanafi, ada pemisahan dalam


pengertian jinayat . Kata “ jinayat ” hanya di peruntukkan bagi
semua yang dilakukan manusia dengan objek anggota badan dan
jiwa saja, salah melukai atau membunuh. Adapun perbuatan yang
berkaitan dengan objek atau sasarannya barang atau harta benda,
maka disebut dengan ghashab . Oleh karena itu, pembahasan
mengenai pencurian dipisahkan dari pembahasan jinayat . Adapun
mazhab lain, seperti imam Syafi’i, Maliki dan Hambali, tidak
membuat pemisahan antara perbuatan jahat dengan juwa dan
anggota badan dengan kejahatan harta benda. Oleh karena itu,
pembahasan mengenai kedua hal itu dirangkum dalam hal jinayat . 4

Tanpa memperluas perbedaan tersebut, inti dari kata jinayat


merupakan perbuatan jahat, salah, atau pelanggaran yang inklusif
(mencakup) segala kejahatan, baik terhadap jiwa atau anggota
badan. Makan dari itu, kejahatan terhadap harta benda bisa dengan
otomatis termasuk dalam pembahasan jinayat , tanpa perlu ada
pemisahan diantara keduanya.

2. Jarimah

Pada dasarnya, kata jarimah mengandung arti buruk, jelek,


atau dosa, sehingga makna kata dari jarimah sekilas hampir sama
dengan arti jinayat . Secara bahasa, jarimah berasal dari kata “ “ yang
merupakan sinonim dari kata “ “dan” “artinya berusaha dan bekerja,
hanya saja pengertian usaha disini artinya tidak baik atau usaha yang
dibenci. 5

4 Rahmat Hakim. Op.Cit., hlm. 13.


5 Ibid, hlm. 13.

4
Pengertian jarimah sebagaimana dikemukakan oleh Imam
Al-Mawardi :

َ ‫اَ ْل َج‬
‫ـرائِـ ُم اتٌ هللاُ الَى ا ا‬

“ Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’


yang diancam oleh Allah SWT dengan hukuman had dan ta’zir. ”

Dalam hal ini, seperti halnya jinayat . Kata jarimah pun mencakup p
erbuatan ataupun tidak melakukan, mengerjakan atau
meninggalkan, aktif atau pasif. Oleh karena itu, perbuatan jarimah
bukan saja mengerjakan perbuatan yang tidak jelas dilarang oleh
peraturan, tetapi juga dianggap sebagai jarimah jika seseorang
meninggalkan perbuatan yang menurut perbuatan harus dikerjakan.

Abdul Qadir Audah menjelaskan masalah ini dengan


mengatakan”( " ٌ‫ َمـحْ ـظُ ْـو َرات‬larangan) seperti yang termaktub dalam
definisi diatas, beliau mengatakan sebagai berikut :

‫اِ َّما اانُ ٍل ا ٍل‬

Yang dimaksud mahdhurat (larangan) : melakukan suatu perbuatan


yang dilarang atau meninggalkan suatu perbuatan yang diperintah. ”

Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa kata mahdhurat


mengandung dua pengertian . Pertama: Dilarang melakukan,
artinya dilarang melakukan perbuatan yang dilarang . Kedua: L
arangan untuk tidak meninggalkan perbuatan yang diperintahkan
atau hanya diam saja tanpa melakukan perbuatan yang telah
diperintahkan .6

Dalam suatu perbuatan baru bisa dianggap sebagai tindak


pidana apabila unsur-unsurnya telah terpenuhi. Unsur-unsur ini ada
yang umum dan ada yang khusus. Tidak umum berlaku untuk semua

6 Ibid, hlm. 14.

5
jarimah, sedangkan khusus hanya berlaku untuk masing-masing
jarimah dan berbeda antara jarimah yang satu dengan jarimah yang
lain.

B. Unsur-Unsur Jarimah
1. Unsur Formal

Adanya nash, yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu


yang disertai ancaman hukuman atas perbuatan-perbuatan diatas.
Unsur ini dikenal dengan (al ruknu al-syar’i).

2. Unsur Moriel

Adanya perbuatan yang membentuk jinayah, baik


melakukan perbuatan yang dilarang atau meniggalkan perbuatan
yang diharuskan. Unsur ini dikenal dengan (al-ruknu al-madi).

3. Unsur Material

Pelaku kejahatan adalah orang yang dapat menerima


khithab atau dapat memahami taklif..unsur ini dikenal dengan (al-
ruknu al-adabi). 7

C. Hubungan Jarimah dengan Larangan Syara’

Suatu tindak kejahatan disebut jarimah (tindak pidana, peristiwa


pidana atau delik) apabila perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi
orang lain atau masyarakat baik jasad (anggota badan atau jiwa), harta
benda, keamanan, tata aturan masyarakat, perasaan atau hal-hal lain yang
harus dipelihara dan dijunjung tinggi keberadaannya. Jadi, yang
menyebabkan suatu perbuatan tersebut dianggap sebagai jarimah adalah
dampak dari perilaku tersebut yang menyebabkan kerugian bagi pihak lain,
baik dalam bentuk materi (jasad, nyawa atau harta benda) maupun non

7
Ahmad Wardi Muslich. Op.Cit., hlm. 2.

6
materi atau gangguan non fisik, seperti ketenangan, ketentraman, harga diri,
adat istiadat dan lain sebagainya. 8

Penyebab yang merugikan tersebut di antranya adalah tabiat


manusia yang cenderung pada sesuatu yang menguntungkan bagi dirinya
walaupun hasil dari perbuatan tersebut merugikan orang lain. Oleh karena
itu dibutuhkan adanya sebuah peraturan atau undang-undang. Akan tetapi,
kehadiran Anda, hal tersebut menjadi tidak berarti tanpa adanya dukungan
yang dapat menekan dan membuat seseorang untuk mematuhi aturan
tersebut. Dukungan yang dimaksud adalah penyertaan ancaman hukuman
atau sanksi.

Tanpa adanya persyaratan yang menyertai atau perintah, harapan


akan terciptanya kemaslahatan umum yang diharapkan akan sulit
direalisasikan. Dalam upaya menciptakan hanya ancaman, keamanan,
kenyamanan, kehidupan bermasyarakat yang dibutuhkan tidak bergantung
pada diri sendiri, niat baik, kejujuran dan sebagainya dari anggota
masyarakat, namun juga harus didukung dengan adanya sanksi hukum.

Hukuman, ancaman, sanksi memang bukan merupakan sesuatu yang


maslahat (baik), bahkan hukuman itu akan berakibat buruk, menyakiti,
menyengsarakan, membelenggu kebebasan bagi si pelaku kejahatan.
Namun bila dibandingkan dengan kepentingan orang banyak, kehadirannya
beserta bantuannya diperlukan untuk mencapai kemaslahatan banyak orang.

Berbuat jarimah mungkin menguntungkan bagi si pelaku dan ini


memang sesuai dengan kecenderungan manusia untuk memilih yang terbaik
bagi dirinya, namun sebaliknya malah merugikan pihak lain. Tindakan
mencuri, menipu, berzina, tidak menunaikan zakat, mungkin
menguntungkan bagi pelaku tindak pidana atau pelaku jarimah , baik yang
bersifat materi maupun non materi. Akan tetapi, semua itu sama sekali lagi
yang tidak pertimbangan Syara’ dalam tindakan pidana atau

8 Rahmat Hakim. Op.Cit., hlm. 17.

7
jarimahtersebut. Artinya, bukan keuntungan pribadi menjadi bahan
pertimbangan bahwa mencuri, berzina, tidak mengeluarkan zakat,
melainkan perilaku merekalah yang berdampak buruk dan merugikan
banyak masyarakat, merusak tatanan dan melanggar kesusilaan yang
menjadi dasar hal tersebut dilarang oleh Syara’.

Jadi, dasar pertimbangan suatu perbuatan dianggap sebagai jarimah


atau tindak pidana, karena tidak menguntungkan bagi individu, tetapi
adanya konotasi larangan tersebut, merugikan kepentingan sosial. Maka,
kesimpulan diadakannya peraturan, baik berupa perintah maupun larangan,
tentu disertai dengan sanksi-sanksinya semata-mata bagi kepentinagan
oraang banyak, bukan kepentingan orang per orang.

Dalam hal ini, Allah SWT sebagai pembuat syari’at, pembuat


peraturan, sama sekali tidak menerima keuntungan. Andaikata seluruh isi
alam ini mentaati semua peraturanya. Sebaliknya, kedurhakaan seisi alam
ini pun tidak akan membuat Allah SWT merugi. 9

D. Bentuk-Bentuk Jarimah

Berdasarkan sudut pandang atau aspek yang ditonjolkan, jarimah


dibagi menjadi macam-macam bentuk dan jenisnya. Berdasarkan aspeknya
jarimah terbagi menjadi lima, antara lain sebagai berikut :

1. Dilihat dari Pelaksanaanya

Aspek yang ditonjolkan dari perbuatan jarimah ini adalah


bagaimana si pelaku melaksanakan jarimah tersebut. Apakah
jarimah itu dilaksanakan dengan perbuatan yang terlarang ataukah
si pelaku tidak melakukan perbuatan yang diperintahkan. Jika
pelaku melakukan perbuaatan yang terlarang, berarti ia telah
melakukan jarimah secara ijabiyyah (aktif melakukan perbuatan
jarimah ) atau dalam hukum positif disebut dengan delict

9 Ibid, hlm. 17-19.

8
commisionis . Si pelaku jarimah ini telah melakukan perbuatan
maksiat, melakukan perbuatan yang dilarang, seperti mencuri,
berzina, mabuk-mabukan, membunuh dan lain sebagainya. Bentuk
kebalikannya adalah jarimah salabiyah (si pelaku pasif) dalam
hukum positif disebut delict ommisionis . Seperti tidak melakukan
sholat, tidak membayar zakat dan lain sebagainya. Sebagian ulama’
dalam dengan suatu aspek ini, memmunculkan bentuk campuran
ijaabiyah (aktif) dengan salabiyah (pasif), seperti kasus ada
seseorang yang bermaksud membunuh tawanan, namun tidak
dilakukan dengan cara membunuhnya, melainkan dengan menahan
si korban di suatu tempat tanpa dia makan dan minim sampai si
tawanan meninggal dunia. 10

2. Dilihat dari Niatnya

Pembagian jarimah dari sudut pandang ini, terbagi dalam


dua bagian. Pertama adaalah jarimah yang ( jarimah al-makshudah )
yang diniati direncanakan. Bentuk kedua jarimaah yang tidaak
ciptakan ( jarimah ghair makshudah ), bentuk jarimah ini terjadi
karena adanya suatu hal, misalnya seseorang melempar batu untuk
mengusir binatang itu, mengenai suatu hal dan hal lain itu suatu hal.
Kemudian karena kelalaian, yaitu suatu perbuatan yang sama sekali
tidak sengaja, baik perbuatan itu sendiri maupun hasil dari
perbuatannya, contohnya adalah sengaja membakar sekeliling, tanpa
sepengetahuaan api itu membakar rumah atau lainnya.11

3. Dilihat dari Objeknya

10 Ibid, hlm. 23.

11
Ibid, hlm. 24-25.

9
Aspek yang dapat membedakan bentuk jarimah adalah aspek
korban. Dalam hal ini dapat dibedakan apakah hasil dari jaarimah
tersebut mengenai individu atau kelompok masyarakat. Jika yang
menjadi korbaan itu disebut sebagai jarimah individu dan jika yang
menjadi korban itu masyarakat jarimah masyarakat . sebagian ulama
berpendapat, bila korban individu, jarimah tersebut menjadi hak
individu, namun bila korbannya masyarakat, jarimah tersebut
menjadi hak jama’ah (hak Allah).

4. Dilihat dari Motifnya

Dalam keseharian, sering kali mendengar kata-kata tindak


pidana yang dilakukan dengan masalah kenegaraan, pemerintahan
atau sesuatu yang sifatnya politis. Jarimah politik adalah jarimah
yang dilakukan dengan maksud-maksud politis dan biasanya
dilakukan oleh orang-orang yang memiliki tujuan politik untuk
melawan pemerintahan, seperti pemberontakan bersenjata dengan
tujuan politik. Sedangkaan jarimh-jaarimah yang tidak bermuatan
disebut jarimah biasa , seperti mencuri ayam atau barang-barang
lainnya atau menganiaya orang.

5. Dilihat dari Bobot Hukuman

Para ulama’ membagi masalah jinayat menjadi tiga bagian.


Pembagian ini berdasarkan bobot hukuman yang dikenakan
terhadap pelaku jarimah , sedangkan hukuman itu sendiri didasarkan
atas ada tidaknya dalam nash Al-Qur’an atau As-Sunnah.

E. Jenis-jenis Jarimah
Umumnya para ulama’ membagi jenis jarimah dalam tiga bagian,
antara lain sebagai berikut :
1. Jarimah Hudud

Secara etimologi, hudud yang merupakan bentuk jamak dari


ْ
kata had yang berarti ( ‫ال َم ْن ُع‬larangan, pencegahan). Adapun secara

10
terminologi, Al-Jurjani mengartikan sebagai sanksi yang telah
ditentukan dan yang wajib dilaksanakan secara haq karena Allah
SWT.12

Sementara itu, sebagian ahli fiqh sebagaimana dikutip oleh


Abdul Qadir Audah, berpendapat bahwa telah ada sanksi yang telah
ditentukan secara syara’. Ditentukan bentuk (jumlahnya), juga
ditentukan hukumnya secara jelas, baik melalui Al-Qur’an atau As-
Sunnah.

Dengan demikian, telah atau hudud mencakup semua


jarimah , baik hudud , qishash maupun diyat dan ta’zir , sebab sanksi
keseluruhannya telah ditentukan secara syara’.

Para ulama’ membuat kaidah dalam menghadapi kasus-


kasus yang termasuk kelompok hudud , yaitu :

‫ا اا ٌم ْالعَـ ْفـ ِو ا ال‬

“Kesalahan dalam memaafkan seorang imam lebih baik daripada


kesalahan dalam menjatuhkan sanksi.”

Oleh karena itu, jika terjadi keraguan, ketidak yaqinan,


kekurangan bukti dan lainnya, hindarilah penjatuhan hudud tersebut,
seperti yang termaktub dalam aturan berikut ini :

ِ ‫اا ْالحُـد ُْودَ ال ُّشبْـ َها‬


‫ت‬

“Hindarilah hukuman (hudud) karena adanya keraguan.” 13

12
M. Nurul Irfan dan Masyrofah. Fiqih jinayat. (Jakarta : AMZAH, 2013), hlm. 13-14.

13 Rahmat Hakim. Op.Cit., hlm. 26-27.

11
Adapun jarimah yang termaksud dalam kelompok hudud
menurut para ulama’ ada tujuh macam jarimah , yaitu :

a. Jarimah zina (termasuk homoseksual dan lesbian).


b. Jarimah Qadzf ( menuduh orang yang baik-baik berbuat zina).
c. Jarimah Syrb Al-Khamr (minum-minuman keras).
d. Jarimah Al-Bagyu (pemberontakan).
e. Jarimah Al-Riddah (murtad).
f. Jarimah Al-Sariqah (pencurian).
g. Jarimah Al-Hiraabah (perampokan).
2. Jarimah Qishash – Diyat

Secara etimologis, qishash berasal dari kata – - ‫ا‬yang berarti


mengikuti, jejak atau langkah.

Sebagaimana firman Allah SWT :

‫ا َل لِكَ ا ا ارْ تَـدَّا لَى اا ا‬

“Musa berkata , : “Itulah tempat yaang kita cari.” Lalu keduanya,


jejak jejak mereka semula.” (QS. Al-Kahfi : 64)

Adapun arti qishash secara terminologi yang dikemukakan


oleh Al-Jurjani, yaitu mengenai tindakan (sanksi hukum) kepada si
pelaku, sama seperti tindakan yang dilakukan oleh si pelaku tersebut
terhadap si korban.

Dalam hukum pidana Islam dikenal delik pidana qishash .


Secara harfiah qishash artinya atau membalas. Qishash yang
dimaksud dalam hukum pidana Islam adalah pembalasan setimpal
yang dikenakan kepada si pelaku pidana sebagai sanksi atas
perbuatannya.

Diyat pada dasarnya adalah bagian dari qishash .


Maksudnya, dalam pembahasan qishash yang telah lalu, dikatakan
bahwa musta h iq al-qishash memiliki hak untuk menentukan sama

12
ada memilih qishas, perdamaian, atau memaafkan. Dengan
ketentuan ini, diyat adalah pilihan kedua yaitu perdamaian. Ketika
mustahiq al-qishâsh memilih untuk berdamai, maka ia berhak
mendapatkan diyat dalam arti para pelaku kejahatan kewajiban
membayar diyat musta h iq al – qishâsh .

Lain halnya qishash , diyat berarti denda dalam bentuk benda


atau harta berdasarkan ketentuan yang harus dibayar oleh si pelaku
pidana kepada pihak korban sebagai sanksi atas pelanggaran yang
telah dilakukan.

Sanksi hukum bagi orang yang dibunuh diserahkan kepada


manusia, dalam arti manusia sebagai subjek hukum memiliki hak
untuk memilih sanksi dari dua alternatif, yaitu :

a. Pembunuhan atau si pelaku diberikan hukuman yang setimpal,


yaitu mendapat balasan yang sama seperti yang telah diperbuat
si pelaku terhadap si korban.
b. Pembunuhan atau si pelaku harus membayar diyat kepada
keluarga korban.

Ibnu Rusyd seperti yang dikutip oleh Arif Furqan,


mengelompokkan qishash menjadi dua, yaitu :

a. Qishash An-Nafs ( qishash yang membuat korbannya


meninggal).
b. Qishash Ghairu An-Nafs ( qishash karena melakukan tindakan
atau pencederaan).

Sanksi hukum qishash yang diberlakukan terhadap


pembunuhan sengaja (terencana) terdapat dalam firman Allah SWT
:

‫ص ْالقَـتْلَى‬ َ ‫ا الَّ ِذيْـنَ ا لَ ْيكُـ ُم ْالقِـ‬


ُ ‫صا‬

13
“Wahai orang-orang yang beriman, kamu wajib memperhatikan
qishash tentang orang-orang yang dibunuh.” (QS. Al-Baqarah: 178)

Ayat ini berisi tentang hukuman qishash bagi pembunuh


yang melakukan kejahatannya secara sengaja dan pihak keluarga
korban tidak memaafkan si pelaku. Jika ternyata dari pihak keluarga
korban memaafkan si pelaku, maka sanksi qishash tidak akan
berlaku dan beralih menjadi hukuman diyat. 14

Untuk memastikan keselamatan dan keamanan yang


berkaitan dengan nyawa dan anggota badan lainnya, qishash
dipandang lebih menjamin dari hukuman lainnya. Sehingga
seseorang akan berpikir dua kali untuk membunuh.

3. Jarimah Ta’zir

Ta’zir adalah bentuk mashdar dari kata - yang secara


etimologi berarti ,‫ال ْال َمـ ْن ُع‬yaitu menolak dan mencegah. Ta’zir
menurut arti kata adalah At-Ta’dib artinya memberi pengajaran.
Dalam fiqh jinayat , ta’zir merupakan suatu bentuk jarimah yang
bentuk atau macam jarimah serta hukum (sanksi) yang ditentukan
oleh penguasa (pemerintah).

Menurut Ibnu Manzhur dalam kitab Lisan Al-‘Arab, ta’zir


adalah hukuman yang tidak termasuk , bekerja mencegah pelaku
kejahatan dari melakukan kejahatan dan menahannya dari
melakukan maksiat.

Sedangkan menurut Abu Zahra dalam kitab Al-Jarimah wa


Al-‘Uqubah fi Fiqh Al-Islami, ta’zir sanksi adalah-sanksi hukum
yang tidak disebutkan oleh syara’ (Allah SWT dan Rasulullah SAW)

14
M. Nurul Irfan dan Masyrofah. Op.Cit., hlm. 5.

14
tentang jenis dan hukumannya dan syara’ ukuran dan hukumannya
kepada ulil amri atau hakim yang mampu menggali hukum.

Jadi, jarimah jenis ini sangat berbeda dengan jarimah hudud


dan jarimah qishash atau diyat yang telah ditentukan oleh Syara’.
Tidak ditentukan macam dan hukuman pada jarimah ta’zir , sebab
jarimah ini berkaitan dengan perkembangan masyarakat serta
kemaslahatannya. Karena hal itu, jarimah ta’zir juga sering disebut
dengan jarimah kemaslahatan umum.15

Syara’ tidak menentukan macam-macam hukuman untuk


setiap jarimah ta’zir , melainkan hanya menyebutkan hukuman, dari
yang paling ringan sampai paling berat dan ketentuan ruang lingkup
dari jarimah ta’zir serta pembagiannya. Dan hakim diberi kebebasan
untuk memilih mana yang sesuai.

15 Rahmat hakim. Op.Cit., hlm. 30-31.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Jinayat adalah semua perbuatan yang diharamkan, perbuatan atau
tindakan yang dilarang atau dilarang oleh Syara’ dan jika
dilakukan perbuatan semacam itu akan membahayakan agama,
jiwa, akal, harta, dan lainnya.
Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’
yang diancam oleh Allah SWT dengan hukuman had dan ta’zir.
2. Unsur-unsur jarimah diantaranya ada unsur formal, moriel, dan
materiil.
3. Bentuk-bentuk jarimah diantaranya dilihat dari pelaksanaannya,
niatnya, objeknya, motifnya, dan dari bobot hukuman.
4. Jenis-jenis jarimah antara lain jarimah hudud, jarimah qishash-
diyat, dan jarimah ta’zir.
B. Saran
Pemakalah menyadari bahwa makalah ini belum sepenuhnya tepat,
baik dari segi isi maupun penulisan. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun tentang pembahasan
makalah ini.

16
DAFTAR PUTAKA

Ali, Zainuddin. 2007. Hukum Pidana Islam . Jakarta : Sinar Grafika.

Hakim, Rahmat. 2000. Hukum Pidana Islam . Bandung : Pustaka Setia.

Nurul Irfan, M dan Masyrofah. 2013. Fiqih Jinayat . Jakarta : AMZAH.

Wardi Muslich, Ahmad. 2004. Pengantar dan Azas Hukum Pidana Islam (Fiqih
Jinayat) . Jakarta : Sinar Grafika.

17

Anda mungkin juga menyukai