Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan serta pembelajaran yang dikenal sebagai
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respons (Slavin
2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori ini, yang penting dalam belajar adalah input
yang berupa stimulus dan output yang berupa respons.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pembelajar, sedangkan
respons berupa reaksi atau tanggapan pembelajar terhadap stimulus yang diberikan
oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respons tidak penting
untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Dari hal
tersebut yang dapat diamati adalah stimulus dan respons, oleh karena itu apa yang
diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pembelajar (respons) harus
dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah
laku tersebut.1
1
RK Rusli and MA Kholik, “Hasil Dan Pembahasan Teori Belajar Behavioristik,” Jurnal Sosial Humaniora ISSN 4
(2013): 6.
a) Kelebihan Teori Behavioristik
1. Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan
kondisi belajar.
2. Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid
dibiasakan belajar mandiri. Jika murid menemukan kesulitan baru
ditanyakan pada guru yang bersangkutan.
3. Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan
pengakuan positif dan prilaku yang kurang sesuai mendapat
penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang tampak.
4. Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang
berkesinambungan, dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan
siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir
dalam satu bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan
pembiasaan dan pengulangan yang berkesinambungan tersebut dan
lebih optimal.
5. Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana
sampai pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi
dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu
ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu prilaku yang
konsisten terhadap bidang tertentu.
6. Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya
dan seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul.
7. Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang
membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure-
unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan.
8. Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih
membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan
harus dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung
2
Dr. Dr. GusnariB WahaB, M. Pd dan RosnaWati, S. Pd., M. Pd, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran (Jawa Barat: Penerbit Adab,
2021), hlm. 21-22
b) Kekurangan Teori Behavioristik
1. Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam
bentuk yang sudah siap.
2. Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metode ini.
3. Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan
menghafalkan apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar
yang efektif.
4. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh
behavioristik justru dianggap sebagai metode yang paling efektif
untuk menertibkan siswa.
5. Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat
dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru.
6. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan
mendengarkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara
belajar yang efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu
permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan
oleh siswa.
7. Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen,
tidak kreatif, tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai
individu yang pasif.
8. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher
cenceredlearning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada
hasil yang dapat diamati dan diukur.
9. Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan
terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi
siswa, yaitu guru sebagai center, otoriter, komunikasi berlangsung
satu arah, guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari
murid.
c) Prinsip Aplikasi Teori Behaviosristik Dalam Pembelajaran
3
Mohammad Anam S and Wasis D Dwiyogo, “Teori Belajar Behavioristik Dan Implikasinya Dalam
Pembelajaran,” Universitas Negeri Malang, 2019, 2.