Anda di halaman 1dari 9

JARIMAH ZINA

Dosen Pengampu :

Disusun Oleh

Kelompok

HAMDI ZATNIKA 220100009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

( TARBIYAH) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-

HIKMAH JAKARTA SELATAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya semata, kami dapat menyelesaikan Makalah dengan
judul: “JARIMAH ZINA”. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya sampai
hari penghabisan.

Penulisan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok atas tersusunnya makalah
ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
lebih menyempurnakan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi pembaca

Jakarta, 7 Januari 2023

Kelompok 10

i
DAFTAR ISI

KATA PEGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................. 1
C. Tujuan Masalah ..................................................................................... 1

BAB II PENDAHULUAN

A. Pengertian Jarimah zina...............................................................................

B.

BAB II PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................14
B. Saran..............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fiqh Jinayah adalah pengetahuan tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan perbuatan

yang dilarang dan hukumannya. Selain membahas tentang berbagai macam tindak pidana, fiqh

jinayah juga membahas hukuman-hukuman bagi masing-masing pelanggaran. Jadi, segala

perbuatan yang melanggar aturan Islam (Al-Qur’an) akan dikenakan sanksi yang sudah

ditetapkan baik dalam Al-Qur’an dan Hadits, maupun oleh ulil amri atau hakim sendiri.

Dikalangan fuqaha’ lazimnya menyamakan istilah Jinayah dengan Jarimah (delik) tanpa

mengadakan perbedaan khusus lagi.

Konsep jinayah sangat berkiatan erat dengan masalah “larangan” karena setiap perbuatan

yang terangkum dalam konsep jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh

syara’. Larangan ini timbul karena perbuatan-perbatan itu mengancam sendi-sendi kehidupan

masyarakat. Oleh karena itu dengan adanya larangan, maka keberadaan dan kelangsungan

hidup bermasyarakat dapat dipertahankan dan dipelihara.

Paling tidak ada lima jenis kejahatan yang dikenai hukuman – hukuman (hudud) tertentu

dari syar’i,yaitu pembunuhan (al qatl) dan pelukaan (al jarh), zina dan

pelacuran (sifah), pencurian, Kejahatan atas kehormatan (qadzf), dan meminum minuman keras

(khamr).

Pada makalah ini penulis membatasi pembahasannya pada masalah jarimah zina dan tuduhan

zina

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian jarimah zina ?
2. Apa Saja Jenis-jenis jarimah zina ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian jarimah zina
2. Untuk mengetahui jenis-jenis jarimah zina
1
BAB II

PEMBAHASA

A. PENGERTIAN JARIMAH ZINA .

Zina secara harfiah berarti fah> is} hah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam

pengertian istilah adalah hubungan kelamin antara seorang lelaki dengan seorang

perempuan yang satu sama lain tidak terikat dalam hubungan perkawinan.1 Ibnu

Rusyd mendefinisikan zina sebagai persetubuan yang dilakukan bukan karena nikah

sah atau semua nikah dan bukan karena pemilikan hamba sahaya.2 Namun dalam hal

ini tidak menjadi persoalan apakah salah seorang atau kedua belah pihak telah

memiliki pasangan hidupnya masing-masing ataupun belum menikah sama sekali.

Kata “zina” ini dikenakan baik terhadap seorang atau keduamya telah menikah

ataupun belum. Islam menganggap zina bukan hanya sebagai dosa besar, melainkan

juga sebagai suatu tindakan yang akan membuka gerbang berbagai perbuatan

memalukan lainnya, misalnya akan menghancurkan landasan keluarga yang sangat

mendasar, akan mengakibatkan terjadinya banyak perselisihan dan pembunuhan,

meruntuhkan nama baik dan kekayaan, serta menyebarluaskan sejumlah penyakit

baik jasmani maupun rohani.3

1
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 37
2
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 69.
3
Abdurrahmad Doi, Tindak Pidana Syariat Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 31.

2
B. UNSUR – UNSUR JARIMAH ZINA

1. Persetubuhan yang diharamkan

Persetubuhan yang dianggap sebagai zina atau persetubuhan yang haram adalah

persetubuhan pada farji wanita bukan istrinya atau hambanya dan masuknya zakar tersebut

seperti masuknya ember ke dalam sumur dan tetap dianggap zina.4

Disamping itu, kaidah untuk menentukan persetubuhan sebagai zina adalah

persetubuhan yang terjadi bukan pada miliknya sendiri. Dengan demikian apabila persetubuhan

terjadi dalam lingkungan hak milik sendiri karena ikatan perkawinan, maka persetubuhan itu

tidak dianggap sebagai zina, walaupun persetubuhanya diharamkan karena suatu sebab. Hal ini

karena hukum haramnya persetubuhan tersebut datang belakangan karena adanya suatu sebab

bukan karena zatnya. Contoh; Menyetubuhi istri yang sedang haid, nifas, atau sedang berpuasa

Ramadhan. Persetubuhan ini dilarang tetapi tidak dianggap sebagai zina.5

Apabila persetubuhan tidak memenuhi ketentuan tersebut maka tidak dianggap sebagai

zina yang dikenai hukuman had, melainkan suatu perbuatan maksiat yang diancam dengan

hukuman ta’zir, walaupun perbuatanya itu merupakan pendahuluan dari zina. Contoh;

mufakhadzah (memasukkan penis di antara dua paha), atau memasukanya ke dalam mulut, atau

sentuhan-sentuhan diluar farji. Demikian pula perbuatan – perbuatan maksiat yang lain yang

merupakan pendahuluan dari zina dikenakan hukuman ta’zir. Contohnya seperti berciuman,

berpelukan, bersunyi-sunyi dengan wanita asing tanpa ikatan yang sah. Perbuatan ini

merupakan rangsangan terhadap perbuatan zina dan harus dikenai hukuman ta’zir.6

Dasar hukumnya adalah (QS al Israa’:32);

‫َو ال َتْق َرُبوا الِّز َنا ِإَّنُه َك اَن َف اِح َش ًة َو َساَء َسِبيال‬

“dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan

4
Ibid
5
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam h. 8
6
Ibid., 8-9.

3
yang keji dan merupakan suatu jalan yang buruk”(Terjemahan Qur’an Surat al Israa’:32)

C. HUKUMAN JARIMAH ZINA

Hukuman zina itu ada dua macam, tergantung pada keadaan pelakunya apakah sudah

berkeluarga (muhshon) atau belum berkeluarga (Ghair muhshon).

a. Hukuman untuk zina Ghair muhshon

Zina Ghair muhshon adalah zina yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang

belum berkeluarga. Hukuman untuk zina Ghair muhshon ini ada dua macam, yaitu:

1) Hukuman dera

Apabila jejaka dan gadis melakukan perbuatan zina, mereka dikenai hukuman dera

seratus kali. Hal ini didasarkan pada Qur’an Surat An-Nuur ayat 2 dan hadits Nabi Muhammad;

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang

dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu

untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan

hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang

beriman.”{Al Qur’an Surat An-Nuur [24]:2}7

Hukuman dera adalah hukuman had yaitu hukuman yang sudah ditentukan oleh syara’.

Oleh karena itu hakim tidak boleh mengurang, menambah, menunda pelaksanaanya atau

menggantinya dengan hukuman yang lain. Disamping telah ditentukan oleh syara’ hukuman

hada adalah hak Allah sehingga pemerintah maupun individu tidak boleh memberikan

pengampunan.

2) Hukuman pengasingan

Hukuman yang kedua untuk zina muhshan adalah hukuman pengasingan selama satu

tahun. Menurut Imam Abu Hanifah, hukuman pengasingan tidak wajib dilaksanakan. Akan

tetapi, mereka membolehkan bagi Imam untuk menggabungkan antara dera seratus kali dan

pengasingan apabila hal itu dipandang maslahat. Dengan demikian, menurut hukuman
7
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam…, 29.

4
pengasingan itu bukan hukuman had, melainkan hukuman takzir. Jumhur ulama yang terdiri

atas Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad berpendapat bahwa hukuman

pengasingan harus dilaksanakan dengan demikian, menurut Jumhur hukuman pengasingan

ini termasuk hukuman had, dan bukan hukuman takzir.8

bersama-sama dengan hukuman dera seratus kali..

b. Hukuman Untuk Zina Muhshon

Zina muhshan adalah zina yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang sudah

berkeluarga (bersuami/beristri). Hukuman untuk pelaku zina muhshan ini ada dua macam,

yaitu

1) Dera seratus kali, dan

2) Rajam.

Hukuman dera seratus kali didasarkan kepada Alquran Surah Annur ayat 2 dan hadis

Rasulullah saw. yang telah dikemukakan di atas. Hukuman rajam ditetapkan bagi pelaku zina

muhsan, baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Hukuman rajam adalah hukuman mati

dengan jalan dilempari batu atau sejenisnya. Hukuman rajam merupakan hukuman yang telah

diakui dan diterima oleh hampir semua fukaha.Fukaha menyepakati keberadaan hukuman

rajam. Alasan mereka, hukuman rajam pernah dijatuhkan oleh Rasulullah Saw dan oleh ijmak

sahabat sesudahnya. Adapun di antara hadis yang berkaitan dengan hal ini adalah9 “Tidak halal

darah (jiwa) seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga hal: kufur sesudah iman,

zina sesudah kawin, dan pembunuhan bukan karena pembunuhan”

8
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam h. 30
9
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam h 47
5
D. PEMBUKTIAN JARIMAH ZINA

Pembuktian menurut istilah bahasa Arab berasal dari kata "al-bayyinah" yang artinya

suatu yang menjelaskan. Bayyinah dalam istilah fuqaha, sama dengan syahadah / kesaksian,

tetapi Ibnu Al Qayyim memaknai Bayyinah dengan segala

Anda mungkin juga menyukai