FAKULTAS PERTANIAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial, yakni tidak dapat hidup sendiri dan
selalu membutuhkan orang lain dalam memenuhi segala kebutuhan
hidupnya. Terutama dalam hal muamalah, seperti jual beli, baik dalam
urusan diri sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Namun sering kali
dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temui kecurangan-kecurangan
dalam urusan muamalah ini dan merugikan masyarakat. Untuk menjawab
segala problema tersebut, agama memberikan peraturan dan pengajaran
yang sebaik-baiknya kepada kita yang telah diatur sedemikian rupa dan
termaktub dalam Al-Qur’an dan hadits, dan tentunya untuk kita pelajari
dengan sebaik-baiknya pula agar hubungan antar manusia berjalan
dengan lancar dan teratur.
Oleh karena itu, dalam makalah ini, sengaja kami bahas mengenai
jual beli, karena sangat kental dengan kehidupan masyarakat. Disini pula
akan banyak dibahas mulai dari tata cara jual beli yang benar sampai hal-
hal yang diharamkan atau dilarang, tujuannya untuk mempermudah
praktek muamalah kita dalam kehidupan sehari-hari dan supaya kita tidak
mudah untuk terjerat dalam lingkaran kecurangan yang sangat
meresahkan dan merugikan masyarakat.
PEMBAHASAN
Jual beli menurut bahasa disebut البيع, merupakan masdar dari kata
تُ ْ ِبعdiucapkan اع
َ َب- َي ِب ْي ُع bermakna memiliki dan membeli. Adapun menurut
istilah syara’ adalah:
مقابلة مال بما ل قابلين للتصرف بايجاب وقبول على الوجه المأذ ون فيه
……التأكلوااموالكم بينكم با لباطل اال ان تكون تجارة ان تكون تجارة ان تراض منكم
……التأكلوااموالكم بينكم با لباطل اال ان تكون تجارة ان تكون تجارة ان تراض منكم
Artinya: “ janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu “ (QS. An Nisa’29)
Syaratnya adalah :
1. Brakal, agar dia tidak terkecoh. Orang yang gila atau bodoh
tidak sah jual belinya.
2. Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa).
3. Tidak mubazir (pemboros), sebab harta orang yang mubazir itu
si tangan walinya.
4. Baligh (berumur 15 tahun ke atas/dewasa). Anak kecil tidak sah
jual belinya. Adapun anak-anak yang sudah mengerti tetapi
belum sampai umur dewasa, menurut pendapat sebagian
ulama, mereka diperbolehkan berjual beli barang yang kecil-
kecil karena kalau tidak diperbolehkan, sudah tentu menjadi
kesulitan dan menetapkan peraturan yang mendatangkan
kesulitan kepada pemeluknya
2.3.2 Uang dan Benda yang di beli
Syaratnya adalah :
1. Suci. Barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan
uang untuk dibelikan, seperti kulit binatang atau bangkai yang
belum disamak.
2. Ada manfaatnya. Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada
manfaatnya. Dilarang pula mengambil tukarannya karena hal itu
termasuk dalam arti menyia-nyiakan (memboroskan) harta yang
terlarang.
3. Barang itu dapat diserahkan. Tidak sah menjual suatu barang
yang tidak dapat diserahkan kepada yang membeli, misalnya
ikan dalam laut, barang rampasan yang masih berada ditangan
yang merampasnya, barang yang sedang dijaminkan, sebab
semua itu mengandung tipu daya (kecohan).
4. Barang itu diketahui oleh si penjual dan si pembeli. Zat, bentuk,
kadar (ukuran), dan sifat-sifatnya jelas sehingga antara penjual
dan pembeli keduanya tidak saling kecoh-mengecoh.
2.3.3 Akad (Ijab dan Kabul)
Rukun jual beli ada tiga yaitu; akad (ijab Kabul), orang-orang yang
berakad (penjual dan pembeli), dan ma’kud alaih (objek akad). Akad ialah
ikatan antara penjual dan pembeli, jual beli belum dikatan sah sebelum
ijab dan Kabul dilakukan, sebab ijab Kabul menunjukan kerelaan
(keridhaan), pada dasarnya ijab Kabul dilakuhkan dengan lisan, tapi kalau
tidak mungkin, seperti bisu atau yang lainnya, maka boleh ijab Kabul
dengan surat-menyurat yang mengandung arti ijab dan kabul.
a. Jual beli benda yang kelihatan, yaitu jual beli yang pada waktu
akad, barangnya ada di hadapan penjual dan pembeli.
b. Jual beli salam, atau bisa juga disebut dengan pesanan. Dalam
jual beli ini harus disebutkan sifat-sifat barang dan harga harus
dipegang ditempat akad berlangsung.
c. Jual beli benda yang tidak ada, Jual beli seperti ini tidak
diperbolehkan dalam agama Islam.
2. Ghairu Shahih, yaitu jual beli yang tidak memenuhi salah satu
syarat dan rukunnya.
b. Bathil, adalah jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat
jual beli, dan ini tidak diperkenankan oleh syara’. Misalnya:
1. Jual beli atas barang yang tidak ada ( bai’ al-ma’dum ), seperti
jual beli janin di dalam perut ibu dan jual beli buah yang tidak
tampak.
2. Jual beli barang yang zatnya haram dan najis, seperti babi,
bangkai dan khamar.
3. Jual beli bersyarat, yaitu jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan
dengan syarat-syarat tertentu yang tidak ada kaitannya dengan jual
beli.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jual beli itu diperbolehkan dalam Islam. Hal ini dikarenakan jual beli
adalah sarana manusia dalam mencukupi kebutuhan mereka, dan
menjalin silaturahmi antara mereka. Namun demikian, tidak semua jual
beli diperbolehkan. Ada juga jual beli yang dilarang karena tidak
memenuhi rukun atau syarat jual beli yang sudah disyariatkan. Rukun jual
beli adalah adanya akad (ijab kabul), subjek akad dan objek akad yang
kesemuanya mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan itu
semua telah dijelaskan di atas.Walaupun banyak perbedaan pendapat
dari kalangan ulama dalam menentukan rukun dan syarat jual beli, namun
pada intinya terdapat kesamaan, yang berbeda hanyalah perumusannya
saja, tetapi inti dari rukun dan syaratnya hampir sama.
DAFTAR PUSTAKA
Http://evendimuhtar.blogspot.com/2015/07/jual-beli-dalam-islam.html