Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ETIKA BISNIS

“Etika Jual Beli Dalam Bisnis Islam”

Oleh Kelompok III :

1. Elys Febrianti (18012014045)


2. Rasnawati (18012014073)
3. Risma Auliawati (18012014008)
4. Nurhayati (18012014044)
5. Muh. Aldi (18012014048)
6. Muh. Syafri (18012014050)
7. Rezky Amalia Sahran (18012014006)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam sebagai agama yang telah diyakini oleh umat manusia


hampir separuh dari penduduk bumi, di mana mereka meyakini adanya
Tuhan yang maha esa dengan mentahuhidkan Allah SWT. Sebagai tuhan
yang tidak beranak dan tidak diperankan serta tidak membutuhkan
bantuan dari makhluknya dan dapat melakukan kekuasaannya tanpa
adanya campur tangan dari yang selainnya. Oleh karena itu, umat islam
kemudian melakukan ritual untuk menghambakan diri kepada Allah SWT
sebagai kewajiban spiritual agar dapat masuk kedalam golongan orang
yang saleh.

Manusia adalah makhluk sosial, yakni tidak dapat hidup sendiri dan
selalu  membutuhkan orang lain dalam memenuhi segala kebutuhan
hidupnya. Terutama dalam hal muamalah, seperti jual beli, baik dalam
urusan diri sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Namun sering kali
dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temui kecurangan-kecurangan
dalam urusan muamalah ini dan merugikan masyarakat. Untuk menjawab
segala problema tersebut, agama memberikan peraturan dan pengajaran
yang sebaik-baiknya kepada kita yang telah diatur sedemikian rupa dan
termaktub dalam Al-Qur’an dan hadits, dan tentunya untuk kita pelajari
dengan sebaik-baiknya pula agar hubungan antar manusia berjalan
dengan lancar dan teratur.

Jual beli adalah kegiatan tukar menukar barang dengan cara


tertentu yang setiap hari pasti dilakukan namun kadang kala kita tidak
mengetahui apakah caranya sudah memenuhi syara’ ataukah belum. Kita
perlu mengetahui bagaimana cara berjual beli menurut syariat..

Oleh karena itu, dalam makalah ini, sengaja kami bahas mengenai
jual beli, karena sangat kental dengan kehidupan masyarakat. Disini pula
akan banyak dibahas mulai dari tata cara jual beli yang benar sampai hal-
hal yang diharamkan atau dilarang, tujuannya untuk mempermudah
praktek muamalah kita dalam kehidupan sehari-hari dan supaya kita tidak
mudah untuk terjerat dalam lingkaran kecurangan yang sangat
meresahkan dan merugikan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan di
bahas adalah :
a. Apa pengertian, hukum, rukun, dan syarat Jual Beli?
b. Apa saja macam-macam Jual Beli?
c. Apa saja hikmah yang terkandung dalam Jual Beli?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan pembahasan yang akan
dicapai dalam makalah ini adalah :
a. Untuk Mengetahui dan Memahami Pengertian, Hukum, Rukun,
dan Syarat Jual Beli
b. Untuk Mengetahui dan Memahami Macam-macam Jual Beli
c. Untuk Mengetahui dan Memahami Hikamh yang Terkandung
Dalam Jual Beli
BAB II

PEMBAHASAN

Etika dalam berbisnis seperti yang telah diteladani Rasulullah yaitu


Nabi Muhammad saw. Di mana sewaktu muda ia berbisnis dengan
memperhatikan kejujuran, kepercayaan dan ketulusan serta keramah-
tamahan. Kemudian mengikutinya dengan penerapan prinsip bisnis
dengan nilai ṣiddīq, amānah, tablīgh, dan faṭānah, serta nilai moral dan
keadilan.

Sekarang ini terdapat kecenderungan berbisnis yang kurang sehat


antar sesama pengusaha muslim atau bahkan dengan yang lainnya,
sebagai contoh misalnya, pengusaha yang menjatuhkan dan menjelek-
jelekkan rekan maupun produk dari apa yang mereka usahakan, sehingga
jika tidak diatasi, tentu akan menimbulkan persoalan di kalangan dunia
usaha yang tidak sehat.

Sifat yang diajarkan Islam dengan segala akhlak yang mulia


(mahmudah) merupakan sifat yang sebenarnya itu pula yang mesti
diterapkan oleh para pengusaha podusen maupun konsumen atau baik
penjual maupun pembeli sifat-sifat seperti ‘berlaku jujur (al-amānah),
berbuat baik kepada kedua orang tua (birral-wālidain), memelihara
kesucian diri (al-iffah), kasih sayang (al-rahmān dan al-barrī), berlaku
hemat (al-iqtiṣād), menerima apa adanya dan sederhana ( qan ā ’ah dan
zuhud ), perikelakuan baik (Iḥsān) , kebenaran (ṣiddīq), pemaaf (‘afu),
keadilan (’adl), keberanian (ayajā’ah), malu (hayā’), kesabaran (ṣabr),
berterima kasih (Syukūr) , penyantun (hindun), rasa sepenanggungan
(muwāsaṭ), kuat (quwwah) ’’ adalah sifat yang mesti ditetapkan oleh umat
Islam secara umum di masyarakat, dan sifat itu pula yang menjadikan
Nabi Muhammad sebagai sorang pedagang yang berhasil tatkala
melakukan perjalanan niaga baik untuk barang bawaan pamannya
ataupun Khadijah sebelum menjadi istrinya.
Contoh yang diberikan oleh Muhammad sebelum dan setelah
menjadi nabi dengan sifat-sifat kebaikan yang disebutkan dalam
pernyataannya bahwa Dia tidak diutus kecuali untuk menyempurnakan
akhlak mulia, adalah suatu ha yang termat besar sifatnya dalam
sumbangsihnya membangun peradaban dunia hingga kini. Kemuliaan
yang telah dicontohkan beliau menjadi simbol atau kode dari etika atau
akhlak yang mesti dijadikan tauladan bagi siapa saja terlebih bagi umat
Islam yang mau berhasil dalam kehidupan secara umum atau dalam
berniaga.

2.1 Pengertian Jual Beli

Jual beli menurut bahasa disebut ‫البيع‬, merupakan masdar dari kata
‫ت‬ُ ْ‫ ِبع‬diucapkan  ‫اع‬
َ ‫ َب‬- ‫ َي ِب ْي ُع‬  bermakna memiliki dan membeli. Adapun menurut
istilah syara’ adalah: 

‫مقابلة مال بما ل قابلين للتصرف بايجاب وقبول على الوجه المأذ ون فيه‬

Artinya: “Menukar suatu barang dengan barang (alat tukar yang


syah) dengan ijab qabul dan berdasarkan suka sama suka.” 

Di dalam Al-Qur’an juga disebutkan bahwa jual beli harus dilakukan


berdasarkan suka sama suka.

…‫…التأكلوااموالكم بينكم با لباطل اال ان تكون تجارة ان تكون تجارة ان تراض منكم‬

Artinya: “Janganlah kamu makan harta yang ada di antara kamu


dengan jalan batal, melainkan dengan jalan jual beli suka sama
suka.”(QS. An Nisa’: 29)

2.2 Hukum Jual Beli

Jual beli hukum asalnya jâiz atau mubah/boleh (halal) berdasarkan


dalil dari al-Quran, hadis dan ijma’ para ulama.

…‫…التأكلوااموالكم بينكم با لباطل اال ان تكون تجارة ان تكون تجارة ان تراض منكم‬
Artinya: “ janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu “ (QS. An Nisa’29)

‫وأحل هللا البيع وحرم الربا‬

Artinya: “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”

(Qs. Al Baqarah 275).

2.3 Rukun dan Syarat Jual Beli

2.3.1 Penjual dan Pembeli

Syaratnya adalah :

1. Brakal, agar dia tidak terkecoh. Orang yang gila atau bodoh
tidak sah jual belinya.
2. Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa).
3. Tidak mubazir (pemboros), sebab harta orang yang mubazir itu
si tangan walinya.
4. Baligh (berumur 15 tahun ke atas/dewasa). Anak kecil tidak sah
jual belinya. Adapun anak-anak yang sudah mengerti tetapi
belum sampai umur dewasa, menurut pendapat sebagian
ulama, mereka diperbolehkan berjual beli barang yang kecil-
kecil karena kalau tidak diperbolehkan, sudah tentu menjadi
kesulitan dan menetapkan peraturan yang mendatangkan
kesulitan kepada pemeluknya
2.3.2 Uang dan Benda yang di beli

Syaratnya adalah :

1. Suci. Barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan
uang untuk dibelikan, seperti kulit binatang atau bangkai yang
belum disamak.
2. Ada manfaatnya. Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada
manfaatnya. Dilarang pula mengambil tukarannya karena hal itu
termasuk dalam arti menyia-nyiakan (memboroskan) harta yang
terlarang.
3. Barang itu dapat diserahkan. Tidak sah menjual suatu barang
yang tidak dapat diserahkan kepada yang membeli, misalnya
ikan dalam laut, barang rampasan yang masih berada ditangan
yang merampasnya, barang yang sedang dijaminkan, sebab
semua itu mengandung tipu daya (kecohan).
4. Barang itu diketahui oleh si penjual dan si pembeli. Zat, bentuk,
kadar (ukuran), dan sifat-sifatnya jelas sehingga antara penjual
dan pembeli keduanya tidak saling kecoh-mengecoh.
2.3.3 Akad (Ijab dan Kabul)

Rukun jual beli ada tiga yaitu; akad (ijab Kabul), orang-orang yang
berakad (penjual dan pembeli), dan ma’kud alaih (objek akad). Akad ialah
ikatan antara penjual dan pembeli, jual beli belum dikatan sah sebelum
ijab dan Kabul dilakukan, sebab ijab Kabul menunjukan kerelaan
(keridhaan), pada dasarnya ijab Kabul dilakuhkan dengan lisan, tapi kalau
tidak mungkin, seperti bisu atau yang lainnya, maka boleh ijab Kabul
dengan surat-menyurat yang mengandung arti ijab dan kabul.

2.4 Macam-macam Jual Beli

Jual beli dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu :

1. Ditinjau dari segi bendanya dapat dibedakan menjadi :

a. Jual beli benda yang kelihatan, yaitu jual beli yang pada waktu
akad, barangnya ada di hadapan penjual dan pembeli.

b. Jual beli salam, atau bisa juga disebut dengan pesanan. Dalam
jual beli ini harus disebutkan sifat-sifat barang dan harga harus
dipegang ditempat akad berlangsung.

c. Jual beli benda yang tidak ada,  Jual beli seperti ini tidak
diperbolehkan dalam agama Islam.

2. Ditinjau dari segi pelaku atau subjek jual beli :


a. Dengan lisan,  akad yang dilakukan dengan lisan atau
perkataan. Bagi orang bisu dapat diganti dengan isyarat.

b. Dengan perantara, misalnya dengan tulisan atau surat


menyurat. Jual beli ini dilakukan oleh penjual dan pembeli, tidak
dalam satu majlis akad, dan ini dibolehkan menurut syara’.

c. Jual beli dengan perbuatan, yaitu mengambil dan memberikan


barang tanpa ijab kabul. Misalnya seseorang mengambil mie instan
yang sudah bertuliskan label harganya. Menurut sebagian ulama
syafiiyah hal ini dilarang karena ijab kabul adalah rukun dan syarat
jual beli, namun sebagian syafiiyah lainnya seperti Imam Nawawi
membolehkannya.

3. Ditinjau dari segi hukumnya :

Jual beli dinyatakan sah atau tidak sah bergantung pada


pemenuhan syarat dan rukun jual beli yang telah dijelaskan di atas.
Dari sudut pandang ini, jumhur ulama membaginya menjadi dua,
yaitu:

1. Shahih, yaitu jual beli yang memenuhi syarat dan rukunnya

2. Ghairu Shahih, yaitu jual beli yang tidak memenuhi salah satu
syarat dan rukunnya.

Sedangkan fuqoha atau ulama Hanafiyah membedakan jual beli


menjadi tiga, yaitu:

a. Shahih, yaitu jual beli yang memenuhi syarat dan rukunnya

b. Bathil, adalah jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat
jual beli, dan ini tidak diperkenankan oleh syara’. Misalnya:

1. Jual beli atas barang yang tidak ada ( bai’ al-ma’dum ), seperti
jual beli janin di dalam perut ibu dan jual beli buah yang tidak
tampak.
2. Jual beli barang yang zatnya haram dan najis, seperti babi,
bangkai dan khamar.

3. Jual beli bersyarat, yaitu jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan
dengan syarat-syarat tertentu yang tidak ada kaitannya dengan jual
beli.

4. Jual beli yang menimbulkan kemudharatan, seperti jual beli


patung, salib atau buku-buku bacaan porno.

5. Segala bentuk jual beli yang mengakibatkan penganiayaan


hukumnya haram, seperti menjual anak binatang yang masih
bergantung pada induknya.

c. Fasid, yaitu jual beli yang secara prinsip tidak bertentangan


dengan syara’ namun terdapat sifat-sifat tertentu yang menghalangi
keabsahannya. Misalnya

1. Jual beli barang yang wujudnya ada, namun tidak dihadirkan


ketika berlangsungnya akad.

2. Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota atau pasar,


yaitu menguasai barang sebelum sampai ke pasar agar dapat
membelinya dengan harga murah

3. Membeli barang dengan memborong untuk ditimbun, kemudian


akan dijual ketika harga naik karena kelangkaan barang tersebut.

4. Jual beli barang rampasan atau curian.

5. Menawar barang yang sedang ditawar orang lain. Rasulullah


bersabda:

)‫الَ َيس ُْو ُم الرَّ ُج ُل َعلَى َس ْو ِم أَ ِخ ْي ِه (رواه البخارى و مسلم‬

Artinya : “Tidak boleh seseorang menawar di atas tawaran


saudaranya” (HR.Bukhari & muslim ).

2.5 Hikmah yang Terkandung Dalam Jual Beli


Allah mensyari’atkan jual beli sebagai penberian keluangan dan
keleluasaan dari-Nya untuk hamba-hamba-Nya, yang membawa hikmah
bagi manusia diantaranya :

1. Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat


yang menghargai hak milik orang lain.
2. Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar
kerelaan.
3. Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang
haram atau secara bathil.
4. Penjual dan pembeli sama-sama mendapat rezeki Allah
5. Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jual beli itu diperbolehkan dalam Islam. Hal ini dikarenakan jual beli
adalah sarana manusia dalam mencukupi kebutuhan mereka, dan
menjalin silaturahmi antara mereka. Namun demikian, tidak semua jual
beli diperbolehkan. Ada juga jual beli yang dilarang karena tidak
memenuhi rukun atau syarat jual beli yang sudah disyariatkan. Rukun jual
beli adalah adanya akad (ijab kabul), subjek akad dan objek akad yang
kesemuanya mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan itu
semua telah dijelaskan di atas.Walaupun banyak perbedaan pendapat
dari kalangan ulama dalam menentukan rukun dan syarat jual beli, namun
pada intinya terdapat kesamaan, yang berbeda hanyalah perumusannya
saja, tetapi inti dari rukun dan syaratnya hampir sama.
DAFTAR PUSTAKA

As-Sa'di, Abdurrahman, dkk. 2008. Fiqih Jual-Beli. Jakarta:


Senayan Publishing

Http://evendimuhtar.blogspot.com/2015/07/jual-beli-dalam-islam.html

Muhammad dan Lukman Fauroni, visi alquran tentang Etika


Bisnis,Jakarta: Salemba Diniyah, 2002.

Rasyid, Sulaiman. 2013. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Anda mungkin juga menyukai