Anda di halaman 1dari 3

KERUGIAN DI ATAS RENCANA

KEINDAHAN
HASIL REKLAMASI KABUPATEN MAJENE

Reklamasi menjadi sebuah solusi dalam


mengembangkan daerah perkotaan. Perkembangan yang
dimaksud adalah perkembangan kecantikan kota serta
perubahan fungsi ruang kota yang lama menjadi fungsi
ruang yang baru. Ketika berbicara tentang reklamasi,
bukanlah hal baru yang dilakukan di Indonesia. Sudah
banyak daerah dan kota-kota besar di Indonesia yang
melakukan reklamasi, contohnya adalah reklamasi yang
dilakukan di Jakarta dan Makassar. Jika melihat
pertumbuhan kedua kota tersebut, maka dapat disaksikan
adanya perebutan ruang kota sebelum dan setelah
reklamasi dilakukan.
Reklamasi dilakukan bukan hanya di kota-kota
besar, namun juga di daerah-daerah kabupaten dan bukti
yang paling hangat pada tahun 2019 ini adalah reklamasi
yang dilakukan di Kabupaten Majene oleh Pemerintah
Daerah setempat. Reklamasi yang dilakukan tersebut
tidak beda jauh dengan reklamasi yang dilakukan di
Indonesia, yaitu untuk memperindah ruang kota dan
menjadi salah satu ikon Kabupaten Majene yang dapat
memberikan pemasukan pendapatan daerah.
Jika kita melihat dari sisi yang lain, maka akan
kita temukan kerugian akibat dari pelaksanaan proyek
reklamasi ini, diantaranya adalah banyaknya kerugian
yang dialami nelayan sekitar pantai reklamasi khususnya
di daerah Cilallang Kabupaten Majene. Daerah ini
adalah salah satu pemasok hasil laut di Kabupaten
Majene, jika Pemerintah Kabupaten melakukan
reklamasi di sepanjang pantai Cillalang ini maka sama
halnya Pemerintah menghapuskan mata pencaharian
masyarakat yang berada di pesisir pantai.
Seperti yang dijelaskan di atas, jika kita melihat
dari aspek ekonomi masyarakat sekitar pantai akan
kehilangan mata pencahariannya karena reklamasi yang
dilakukan akan menyebabkan kerusakan pada kapal-
kapal nelayan. Kerusakan ini terjadi karena pada proses
pengerjaan proyek ini tidak memperhatikan
pembangunan penangkal ombak. Sehingga kapal-kapal
nelayan rusak akibat hempasan ombak yang
dihempaskan akibat pembangunan proyek ini.
Ketika kapal-kapal tidak lagi dapat bersandar di
tepi pantai ini, maka jelas mereka akan mencari tempat
sandar kapal yang lain. Seperti itulah yang tejadi pada
masyarakat nelayan Majene, mereka banyak yang
beraktifitas di daerah Donggala Sulawesi Tengah. Jika
hal seperti ini terus menerus dibiarkan untuk terjadi
maka istilah yang disebutkan oleh Cristian Pelras dalam
bukunya yang berjudul Manusia Bugis bahwa “Pelaut
ulung bukanlah orang Bugis melainkan orang-orang
Mandar” tidak akan disaksikan lagi oleh para generasi
selanjutnya di Kabupaten Majene. Cerita itu akan
menjadi sekedar kenangan yang tak bisa kita saksikan
lagi gambaran realnya.
Jika ditinjau dari aspek budaya, maka akibat dari
reklamasi itu akan membunuh kebudayaan yang ada di
masyarakat pesisir Mandar. Lopi Sandeq dan
ketangguhannya menjadi hanya sebuah cerita yang
ditemukan di buku-buku sejarah dan budaya.
Selain dari kerugian dari aspek ekonomi dan
kebudayaan, kerusakan pada ekosistem laut pun akan
terjadi. Karena dengan adanya reklamasi ini, maka akan
terjadi perubahan lingkungan yang ada di laut dan akan
memusnahkan ekosistem laut.
Oleh karena itu, saya sebagai masyarakat Majene
yang akan merasakan dampak dari pembangunan proyek
reklamasi ini tidak begitu bersenang hati dengan
pembangunan proyek itu, sesuai dengan dampak yang
akan ditimbukan di atas. Jika alasan menambah
kecantikan kota dan pemasukan lewat pariwisata, maka
saya menyarankan tidak dengan melakukan reklamasi
karena itu hanya akan membunuh potensi pariwisata di
Majene serta akan membunuh mata pencahariaan
masyarakat yang selama ini selalu menjadi icon
kebanggan Kabupaten Majene.

Anda mungkin juga menyukai