Oleh:
Darajat Ali Firdaus
1173020030
i
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................ii
Daftar Isi...............................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah1...................................................................................3
C. Tujuan........................................................................................................3
D. Sistematika Penulisan................................................................................3
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sikap konsumen di Indonesia cenderung sensitif terhadap suatu
produk makanan atau minuman, kedudukan soal halal dan haram memang
harus menjadi dasar pertimbangan dalam menyikapi era globalisasi yang
berkaitan dengan kompetisi antar produsen yang mempunyai ambisi besar
untuk meraih keuntungan ekonomi dengan pasaran produknya.
Dalam Islam mengajarkan untuk mengkonsumsi makanan yang
halal dan baik sebagaimana dalam al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 88
dijelaskan:
َي َأنتُم بِِۦه ُم ۡؤ ِمنُون ْ ُوا ِم َّما َر َزقَ ُك ُم ٱهَّلل ُ َح ٰلَاٗل طَيِّبٗ ۚا َوٱتَّق
ٓ وا ٱهَّلل َ ٱلَّ ِذ ْ َُو ُكل
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya .(QS. Al-Maidah : 88).
َُوا نِ ۡع َمتَ ٱهَّلل ِ ِإن ُكنتُمۡ ِإيَّاهُ ت َۡعبُ ُدون ۡ وا ِم َّما َر َزقَ ُك ُم ٱهَّلل ُ َح ٰلَاٗل طَيِّبٗ ا َو
ْ ٱش ُكر ْ ُفَ ُكل
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja
menyembah. .(QS. Al-Maidah : 87)
B. Rumusan Masalah
1
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih, Semarang: Dina Utama Semarang, Cet.ke-1,
1994, hal.313 4
3
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka tujuan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut,
1. Untuk mengetahui prinsip islam terhadap produksi dan konsumsi
halal.
2. Untuk mengetahui ruang lingkup jaminan kehalalan dalam proses
produksi.
3. Untuk mengetahui pelaksanaan sistem sertifikasi jaminan halal
produk.
D. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara umum dari penelitian ini
secara menyeluruh perlu adanya sistematika penulisan yang dibuat oleh
penulis. Dengan demikian, sistematika penulisan yang dimaksud adalah
sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan gambaran umum secara keseluruhan serta bentuk
metodologis dari penulis yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB III : PEMBAHASAN
Bab ini membahas mengenai Sistem Sertifikasi Jaminan Halal Produk di
Indonesia.
BAB IV : PENUTUP
4
Bab ini merupakan rangkaian akhir dari penulisan makalah yang meliputi:
kesimpulan, Implikasi dan saran. Sedangkan pada akhir makalah ini berisi
daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat hidup.
BAB II
PEMBAHASAN
2
Thobieb Al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram bagi Kesehatan Jasmani dan Kesucian
Rohani, Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, Cet. ke-1, hal. 97-100
6
3
Qamaruddin Shaleh, et. Al., Ayatul Ahkam Ayat-ayat larangan dan Perintah dalam
AlQur’an Pedoman Menuju Akhlak Muslim, Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2004, hal. 476-
477
7
6
Sumardi, A. (2009). Porf. Mr. Soediman Kartohadiprodjo tentang Pancasila Sebagai
Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Jakarta
10
Para ulama adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidak mewariskan
dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa
mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang banyak (H.R Abub
Daud).
7
Sholeh, M. A. (2016). Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia:
Penggunaan Prinsip Pencegahan dalam Fatwa. Jakarta: Emir Cakrawala.
11
8
Sopa. (2013). Sertifikasi Halal Majelis Ulama Indonesia: Studi Atas Fatwa Halal MUI
Terhadap Produk Makanan, Obat-Obatan dan Kosmetika . Jakarta: Gaung Persada Press Group
(GP Press).
12
bagi yang memperoleh sertifikat “HALAL” dan penolakan bagi yang tidak
memperoleh sertifikat “HALAL”.
Fatwa Halal juga dipatuhi oleh produsen pangan. Pihak produsen
umumnya menanggapi positif keberadaan sertifikasi halal tersebut.
Darwies Ibramim, direktur pengembangan usaha PT Indofood Sukses
Makmur, memberikan penlaian pentingnya Sertifikat Halal karena bagi
perusahaannya sertifikat itu mempunyai arti yang strategis lantara
mayoritas konsumen produknya adalah umat Islam. Oleh karena itu,
pihaknya sudah mengusulkan adanya Sertifikat Halal itu kepada
Departemen Agama dan Departemen Kesehatan pasca isu lemak babi tang
terjadi pada tahun 1988.
Sertfikat Halal juga dipatuhi oleh konsumen yang mayoritas
beragama Islam. Hal ini terlihat jelas dalam kasus lemak babi 1988 dan
Ajinomoto tahu 2000. Dalam kedua kasus tersebut, jelas terlihat peran
ulama dalam menentramkan umat melalui fatwa yang dikeluarkannya.
Dengan demikian, tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa Majelis
Ulama Indonesia (MUI) telah memainkan perannya sebagai pemberi fatwa
kepada umat Islam dan pemerintah, baik diminta maupun tidak diminta
sebagaimana disebutkan dalam Wawasan Majelis Ulama Indonesia dan
Pedoman Dasar MUI (Pasal 4) meskipun pada hakikatnya fatwa ulama itu
tidak mengikat sebagaimana keputusan Pengadilan Agama dan Undang-
Undang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka di bawah ini dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Kedudukan sertifikasi halal dalam sistem hukum Nasional di
Indonesia mempunyai kedudukan yang sentral, karena sertifikasi halal
termaktub dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan
Produk Halal yang secara sistem hukum merupakan bagian dari sistem
hukum, yaitu substansi hukum yang mempunyai kekuatan hukum dan
kepastian hukum serata bersifat imperatif. Dan hal ini sebagai upaya
perlindungan konsumen dalam hukum Islam.
Fatwa halal yang dihasilkan oleh MUI ditaati dan dipatuhi oleh
pemerintah dan umat Islam. Pemerintah mematuhinya seperti tercermin
dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Ketaatan pemerintah
terhadap fatwa halal MUI terlihat dalam peraturan perundangundangan
yang berlaku dan kebijakankebijakan yang dibuat pemerintah berkaitan
dengan persoalan kehalalan pangan. Hal ini tercermin dalam Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen dan terakhir Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih, Semarang: Dina Utama Semarang,
Cet.ke-1, 1994
Qamaruddin Shaleh, et. Al., Ayatul Ahkam Ayat-ayat larangan dan Perintah
dalam AlQur’an Pedoman Menuju Akhlak Muslim, Bandung: CV. Penerbit
Diponegoro, 2004,
Sopa. (2013). Sertifikasi Halal Majelis Ulama Indonesia: Studi Atas Fatwa Halal
MUI Terhadap Produk Makanan, Obat-Obatan dan Kosmetika . Jakarta:
Gaung Persada Press Group (GP Press).
iv