Anda di halaman 1dari 13

Makalah Individu ke-3

MAKALAH
PRODUK HALAL
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kuliah
Mata Kuliah: Isu-Isu Ekonomi Kontemporer
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Hanafiah, M. Hum.,
Dr. Hj. Amelia Rahmaniah,
Dr. Hj. Zulpa Makiah, M. H.,

Oleh
Taupik Rahman
Nim: 230211040116

PROGRAM MAGESTER (S2) HUKUM EKONOMI SYARIAH


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ANTASARI
BANJARMASIN
TAHUN 2023 M/ 1445 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat karunia-Nya.
Ssehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Produk Halal” dengan baik meskipun
masih banyak kekurangannya di dalamnya. Saya juga Mengucapkan terima kasih kepada
Bapa/Ibu dosen Prof Dr. H. Hanafiah M.hum, Dr. Hj. Amelia Rahmaniah, dan Dr. Hj.
Zulpa Makiah, M. H., yang telah membimbing dan memberikan tugas ini.
Saya sangat berharap dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat dalam memberikan
pelajaran, serta pemahaman kepada kita tentang pengertian dari produk halal itu sendiri dan
juga regulasi yang berlaku pada jaminan produk halal yang beredar di Indonesia. Oleh karena
itu, saya mengharapka kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan makalah saya ini di masa
yang akan datang.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita
semua. Saya yakin dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Saran
dan kritik pembaca sangan saya butuhkan untuk memperbaiki makalah ini nantinya.

Banjarmasin, 9 Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i


DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ........................................................................................................................... 1
D. Metode Penulisan ........................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 2
A. Pengertian Produk Halal ............................................................................................................. 2
B. Sertifikasi dan Lebelisasi Halal................................................................................................... 4
C. Bahan Baku Halal ....................................................................................................................... 5
D. Pengaturan dan Hukum ............................................................................................................... 6
BAB III PENUTUPAN ......................................................................................................................... 9
A. Kesimpulan ................................................................................................................................. 9
B. Saran ........................................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pangan, obat-obatan, kosmetika dan produk guna pakai merupakan bagian dari
kebutuhan hidup. Semua kebutuhan tersebut harus terpenuhi secara baik, cukup, aman,
bermutu, dan bergizi. Dari aspek harga, produk kebutuhan juga harus terjangkau oleh
daya beli masyarakat. Selain itu produk-produk kebutuhan tidak boleh bertentangan
dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat. Untuk memenuhi semua hal
tersebut perlu adanya suatu sistem produksi yang memberikan jaminan dan
perlindungan, baik bagi produsen maupun konsumen.
Di sisi lain, para pelaku usaha di bidang produk kebutuhan hidup juga harus
memiliki rasa tanggung jawab terhadap produk-produk yang disebar-luaskan. Baik itu
berkaitan dengan kesehatan maupun kehalalan produk. Masyarakat juga berhak
mengetahui dan mendapatkan informasi yang jelas mengenai setiap komposisi produk
yang disajikan sebelum membeli dan mengkonsumsi. Informasi tersebut terkait dengan
asal bahan, keamanan, mutu, kandungan gizi, dan keterangan lain yang diperlukan
sehingga masyarakat dapat mengambil keputusan berdasarkan informasi yang benar
dan akurat.
B. Rumusan Masalah
Bagiamana jaminan dan langkah yang diambil oleh pemerintah dalam kebijakan
produk halal?
C. Tujuan Masalah
Untuk mengetahui dan memahami jaminan dan langkah pemerintah dalam
peredaran produk halal.
D. Metode Penulisan
Adapun metode yang saya gunakan dalam penulisan makalah ini adalah telaah
kepustakaan sebagai referensi serta acuan, kemudian jurnal, ebook, dan karya ilmiyah
lainnya. Sebagai saran penunjang pencarian materi terkait permasalah yang dibahas
dalam makalah ini.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Produk Halal


Kata halal berasal dari bahasa Arab berakar dari kata halla yang artinya “lepas”
atau “tidak terikat”. Secara etimologi kata halal berarti hal-hal yang boleh dan dapat
dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan yang melarangnya, atau bisa
juga diartikan sebagai segala sesuatu yang bebas dari bahaya dunia dan akhirat. Dalam
konteks pangan, makanan halal adalah makanan yang boleh dikomsumsi, diproduksi
dan dikomersialkan. Sedangkan pengertian halal dalam definisi ini adalah segala
sesuatu yang bebas dari bahaya dunia dan akhirat.1
Sedangkan dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk
halal adalah:2
“Produk adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman,
obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang
gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat”.
“Produk Halal adalah Produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan
syariat Islam”.
“Proses Produk Halal yang selanjutnya disingkat PPH adalah rangkaian
kegiatan untuk menjamin kehalalan Produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan,
penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian Produk”.

Menurut ajaran Islam, umat muslim diwajibkan mengkonsumsi yang halal, suci,
dan toyib baik itu dari segi bahan baku, kemasan dan nama sesuai dengan syariat agama
dan hukumnya. Berdasarkan ayat suci Al-Qur’an Surah al-Baqarah ayat 168:
ُ َ ُ َ ٗ َّ ٰ َّ ُ ُ ُ ََّ َ َ ًٰ َ َْ َّ ُ ُ ُ َّ َ ُّ َ ٰٓ
‫اس كل ْوا مِما مفى الا ْر مض حللا ط مي ًبا َّولا تت مبع ْوا خط ٰو مت الش ْيط منِۗ مانه لك ْم عد ٌّو ُّم مب ْين‬ ‫يايها الن‬

Artinya; “Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik
dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu
merupakan musuh yang nyata”.3

Berkenaan dengan ajaran Islam, setiap muslim wajib menyelidiki dan


memperhatikan terhadap makanan dan minuman, serta barang yang akan dinimatinya.
Makanan yang dimakan bukan sekedar akan menjadi najis semata.4 Makan juga diserap

1
Endang Irawan Supriyadi, “Regulasi Kebijakan Produk Makanan Halal di Indonesia” Jurnal Sosial
Dan Humaniora, Vol. 2, No. 1, 2020, h 21.
2
UU No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, Pasal 1 ayat 1-3.
3
Q.S Al-Baqarah [2]: 168.
4
Farid wajidi, Kebijakan Hukum produk Halal (Jakarta; Sinar grafika) 2021, h 2.

2
dan dimetabolisme ke dalam tubuh dan sistem pencernaan dan beredar keseluruh tubuh.
Bahkan sebelum makan masuk ke dalam tubuh perlu dipertimbangkan leih dari sekedar
halal dan haramnya.
Oleh karena itu, Imam al-Ghazali berpendapat perlu mengadakan bimbingan
dan penelitian untuk menemukan perbedaan danatara halal, mubah, subhat, makruh,
haram, dan zabiha.5 Berdasarkan bukti dan penjelasan bimbingan dan penelitian ini
diperlukan karena kesempitan untuk memperoleh makan dan barang tidak menjadi
alasan untuk tidak mencari kebenaran. Rasulullah SWA bersabda; Halal itu jelas dan
haram itu julas pula, namun di antara keduanya ada hal-hal yang subhat (tidak jelas
halal dan haramnya). Siapa yang menghindari syubahat karena takut berdosa berarti ia
bersungguh-sungguh menghindari hal yang haram, dan siapa yang berani syubhat maka
dia hampir terjatuh ke hal haram.
Meski sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam, namun masih
banyak ditemui orang dengan seenaknya mengkonsumsi yang belum jelas kehalalannya
bahkan ada yang haram. Padahal umat Islam diperintahkan untuk memakan makanan
yang halal dan bergizi serta meninggalkan makanan yang haram. Halal dan haram
makanan, masing-masing Dia maksudkan untuk mewujudkan maslahat dan
memusnahkan mudharat bagi umat manusia.
Untuk mendapatkan produk halal dan baik, paling tidak harus memperhatikan
(lima) unsur berikut:6
1. Halal zatnya, dilihat dari kehalalan zatnya, makanan yang dikonsumsi manusia,
yaitu nabati, hewani, dan jenis olahannya.
2. Halal cara memperolehnya, makanan yang halal untuk dikonsumsi harus halal juga
cara memperolehnya, jika haram cara dapatnya maka haram pula untuk
dikonsumsi.
3. Halal cara memproses, yakni sebagimana hewan yang halal tidak mesti langsung
di makan tetapi harus di sembelih, dikuliti dan di masak.
4. Halal pada penyimpanannya, semua makanan handaknya disimpan di tempat aman
dan terhidan dari najis.

5
Ibid., h 4-5.
6
Bagian Proyek Sarana Dan Prasarana Produk Halal Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Penyelenggaraan Haji, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonensia, Jakarta: Departemen Agama, 2003, h 16-
17.

3
5. Halal dalam penyajiannya, dalam menyajikan makanan dan penyalurannya
hendaklah terhindar dari najis dan kotoran.
Berdasarkan pemaparan di atas tadi maka menurut hemat penulis bahwa produk
halal adalah suatu kegiatan dalam menyajikan atau mengolah makanan untuk di
konsumsi dengan memperhatikan kehalalan dan kebersihan dalam mengolah bahan
dengan bersandar kepada ajaran islam sebagai regulasinya.
B. Sertifikasi dan Lebelisasi Halal
Produk yang beredar di Indonesia sangat beraneka ragam baik produk lokal
maupun produk impor dari luar negeri. Pada setiap produk tersebut perlu adanya
penanda halal untuk memudahkan konsumen dalam memilih produk halal. Oleh karena
itu perlu adanya sertifikasi dan labelisasi produk dalam memberikan jaminan produk
halal kepada masyarakat khususnya warga muslim. Sertifikasi dan labelisasi
merupakan dua hal yang berbeda namun saling memiliki keterkaitan.
Sertifikasi halal adalah suatu proses untuk memperoleh sertifikat halal melalui
beberapa tahap untuk membuktikan bahwa bahan, proses produksi dan Sistem Jaminan
Halal (SJH) memenuhi standar LPPOM MUI.7 Sertifikasi halal merupakan bentuk
pengujian terhadap makanan mulai dari persiapan, penyembelihan, pembersihan,
proses, perawatan, pembasmian kuman, penyimpanan, dan pengangkutan.8
Pasca Implementasi undang-undang Jaminan Produk Halal Nomor 33 tahun
2014, Sertifikasi halal didefinisikan sebagai pengakuan kehalalan suatu produk yang
dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa tertulis yang dikeluarkan oleh Majelis
Ulama Indonesia. Di Indonesia lembaga yang otoritatif melaksanakan Sertifikasi Halal
sebelum berlakunya UU JPH yang dilaksanakan secara voluntary adalah Majelis Ulama
Indonesia (MUI) yang secara teknis ditangani oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-
obatan, dan Kosmetika (LPPOM).
Labelisasi halal adalah pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada
kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk yang dimaksud berstatus sebagai
produk halal. Kegiatan labelisasi halal dikelola oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan (Badan POM). Undang–Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan yang
merupakan ketentuan tentang pangan memuat kewajiban pencantuman label pada

7
LPPOM MUI, Panduan Umum Sistem Jaminan Halal LPPOM MUI Jakarta: Lembaga Pengkajian
Pangan Obat-Obatan Dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia.
8
Binti Masruroh, “Pengaruh Citra Merek, Kesadaran, Sertifikasi, dan Bahan Baku Halal terhadap
Minat Beli Produk Halal” El-mal: Jurnal kajian Ekonomi & Bisnis Islam Vol. 3 No. 4 2022, h 872.

4
pangan yang dikemas minimal enam unsur, dimana unsur yang satunya adalah
keterangan tentang halal. Keterangan atau label halal pada suatu produk dapat menjadi
acuan bagi konsumen Muslim untuk memilih dan membeli produk tersebut.
Sertifikasi produk halal merupakan serangkaian proses yang harus dilalui
pelaku usaha baik perseorangan ataupun badan usaha berbentuk badan hukum atau
bukan badan hukum untuk mendapatkan sertifikat halal. Sertifikat halal diperoleh
melalui beberapa tahapan pemeriksaan untuk membuktikan bahwa bahan baku, proses
produksi, dan sistem jaminan halal produk pada suatu perusahaan sudah sesuai dengan
standar yang ditetapkan LPPOM MUI.9 Sertifikasi dilakukan dengan melakukan
serangkaian pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor yang kompeten dibidangnya
untuk kemudian ditetapkan status kehalalannya. Apabila syarat-syarat halal terpenuhi,
maka produsen bisa mendapatkan sertifikat halal untuk produknya. Sertifikat halal ini
kemudian digunakan oleh produsen sebagai syarat untuk dapat mencantumkan label
halal dan nomor registrasi halal pada kemasan produk. Label halal inilah yang biasanya
digunakan oleh pelaku usaha dalam rangka memenuhi kewajiban mereka untuk
memberikan informasi kepada konsumen mengenai kehalalan produknya.
C. Bahan Baku Halal
Indonesia dalam penetapan kehalalan menggunakan sistem traceability artinya
status halal tidak hanya dilihat dari produk akhir namun juga dari semua lini proses
produksi dari mulai penyiapan bahan baku hingga produk jadi.10 Sistem inilah yang
kemudian menjadi pijakan bagi para pelaku usaha, bahwa dalam menyiapkan produk
hingga dapat diperoleh status halal tidak hanya berfokus pada produk akhir namun
harus dimulai dari menyiapkan bahan baku yang bebas najis dan aman dari potensi
najis.
Industri pangan yang meliputi industri makanan maupun minuman, merupakan
salah satu industri yang memiliki perhatian serius terhadap status kehalalan bahan baku
produksi karena dapat berdampak pada status kehalalan suatu produk yang dihasilkan.
Pada dasarnya, halal merupakan sesuatu yang dibolehkan menurut ketentuan syariat
Islam, sedangkan haram adalah segala sesuatu yang dilarang menurut ketentuan syariat
Islam. Apabila dikaitkan dengan produk pangan maka pangan yang halal adalah pangan

9
Warto, “Sertifikasi Halal dan Implikasinya Bagi Bisnis Produk Halal di Indonesia” Journal of Islamic
Economics and Banking Vol. 2 No. 1 Tahun 2020, h 101.
10
Syazwan Ab Talib & Remie Mohd Johan, “Issues in Halal Packaging” CsCanada; International
Business and Management, Vol. 5, No. 2, 2012, h 94.

5
yang dibolehkan untuk dikonsumsi oleh syariat, dilain pihak pangan haram merupakan
pangan yang tidak diperkenankan untuk dikonsumsi oleh syariat dan berakibat dosa
bagi pelakunya.11
Status kehalalan produk pangan secara umum dibagi menjadi dua yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berkaitan dengan
dzat bendanya seperti bangkai, darah, daging babi.12 Binatang yang disembelih dengan
nama selain Allah SWT, binatang buas yang bertaring maupun burung berkuku tajam,13
sesuatu yang buruk,14 hewan jalalah yaitu hewan yang mengkonsumsi bahan/barang
najis,15 binatang yang diperintah dan dilarang untuk dibunuh,16 dan segala makanan dan
minuman yang membahayakan.17 Faktor eksternal sendiri adalah faktor yang berkaitan
dengan aspek lain di luar komponen benda tersebut seperti hasil kejahatan dan
tercampur dengan materi haram. Kedua faktor tersebut wajib dipahami oleh pelaku
usaha sehingga dalam proses produksi dan produk pangan yang dihasilkan dapat
terjamin kehalalannya.
D. Pengaturan dan Hukum
Pasca berlakunya UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU
JPH) dan PP No. 31 Tahun 2019 tentang JPH berimplikasi berubahnya sistem prosedur
dan registrasi sertifikasi halal dari bersifat sukarela (voluntary) menjadi wajib
(mandatory) mulai 17 Oktober 2019. Selain itu, UU JPH melahirkan badan baru
bernama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian
Agama. UU JPH ini mengamanatkan terhitung 17 Oktober 2019, semua produk wajib
bersertifikat halal oleh BPJPH. Sebelum PP JPH terbit, proses sertifikasi halal masih
dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun setelah PP JPH terbit, maka
kewenangan penerbitan sertifikasi halal berada sepenuhnya di BPJPH selaku lembaga
dibidang sektor jaminan produk halal.18
Berdasarkan UU JPH 2014 dan PP 2019, BPJPH menggantikan peranan
LPPOM MUI dalam proses sertifikasi halal namun perubahan tersebut tidak disertai
kesiapan BPJPH sehingga berpotensi menghambat proses sertifikasi halal yang selama

11
Sadewa Aziz Diamonda, “Pelatihan Bahan Baku Pangan Halal Bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil di
Solo Raya” Transformatif: Jurnal Pengabdian Masyarakat, Vol. 3, No. 2, 2022, h 175.
12
Q S. Al-Baqarah [2]: 17
13
H R. Bukhari No. 5530 dan Muslim No. 1932
14
Q S. Al-‘Araf [7]: 157
15
H R. Abu Daud No. 3785 dan At-Tirmidzi No. 1824
16
H R. Bukhari No. 3136 dan HR. Abu Daud No. 5267
17
Q S. Al-Baqarah [2]: 195
18
Warto, “Sertifikasi Halal dan Implikasinya Bagi Bisnis Produk Halal di Indonesia... h, 103.

6
ini sudah berjalan. Untuk menghindari hal tersebut maka Menteri Agama mengeluarkan
Keputusan Menteri Agama RI No. 982 tahun 2019 mengenai layanan sertifikasi halal.
Isi keputusan tersebut menegaskan bahwa dalam menyelenggarkan pelayanan
sertifikasi halal BPJPH akan bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
dalam hal penetapan fatwa kehalalan produk dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-
obatan, dan Kosmetik MUI (LPPOM-MUI) dalam hal pemeriksaan dan pengujian
kehalalan produk. Berdasarkan KMA RI No. 982 tahun 2019 tentang layanan sertifikasi
halal tersebut maka skemasertifikasi halal adalah sebagai berikut.
Sesuai keputusan Menteri Agama tentang Layanan Sertifikasi Halal ditetapkan
bahwa BPJPH melayani produsen yang mengajukan permohonan sertifikat halal dan
menerbitkan sertifikat halal. LPPOM MUI bertugas melakukan pemeriksaan dan
pengujian kehalalan produk. Komisi Fatwa MUI bertugas melaksanakan pengkajian
ilmiah terhadap hasil pemeriksaan dan pengujian kehalalan produk. Jika hasil audit
tidak disetujui maka akan dilakukan perbaikan dan tindaklanjut pemeriksaan, jika
disetujui Komisi Fatwa maka akan di fatwakan sebagai produk halal.19
Masa berlakunya sertifikasi halal yang diterbitkan oleh Majelis Ulama
Indonesia, yaitu:20
1. Sertifikasi halal hanya berlaku selama dua tahun, sedangkan untuk daging yang
diekspor, surat keterangan diberikan dalam setiap pengapalan
2. Tiga bulan sebelum berakhir masa berlakunya sertifikat LPPOM, MUI akan
mengirimkan surat pemberitahuan kepada produsen yang bersangkutan untuk
segera mendaftar kembali.

19
Keputusan Mentri Agama RI No. 982 tahun 2019 Tentang Layanan Sertifikasi Halal
20
Siti Indah Purwaning Yuwana, “Literasi Produk Bersertifikasi Halal Dalam Rangka Meningkatkan
Penjualan Pada UMKM” Jurnal Pengabdian Masyarakat Madani, Vol. 1, No. 2, 2021, h 111.

7
Pertama kali sertifikat halal berlaku selama 2 tahun. Namun dengan adanya
Ketetapan Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdasarkan Nomor Kep-49/DHN-
MUI/V/2021, mengalami perubahan masa berlakunya menjadi 4 tahun. Sertifikat halal
memiliki masa berlaku selama 4(empat) tahun sejak diterbitkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), terkecuali jika ada perubahan
komposisi dari bahannya.

8
BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
1. Produk Halal adalah Produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat
Islam. Untuk mendapatkan produk halal dan baik, paling tidak harus
memperhatikan 5 (lima) unsur berikut; halal zatnya, halal cara memperolehnya,
halal cara memprosesnya, halal cara mendistribusikannya, dan halal dari segi
penyajiannya.
2. Sertifikasi halal adalah suatu proses untuk memperoleh sertifikat halal melalui
beberapa tahap untuk membuktikan bahwa bahan, proses produksi dan Sistem
Jaminan Halal (SJH) memenuhi standar LPPOM MUI. Apabila syarat-syarat halal
terpenuhi, maka produsen bisa mendapatkan sertifikat halal untuk produknya.
3. Status kehalalan produk pangan secara umum dibagi menjadi dua yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berkaitan
dengan dzat bendanya seperti bangkai, darah, daging babi. Faktor eksternal sendiri
adalah faktor yang berkaitan dengan aspek lain di luar komponen benda tersebut
seperti hasil kejahatan dan tercampur dengan materi haram.
4. Pasca berlakunya UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH)
dan PP No. 31 Tahun 2019 tentang JPH berimplikasi berubahnya sistem prosedur
dan registrasi sertifikasi halal dari bersifat sukarela (voluntary) menjadi wajib
(mandatory) mulai 17 Oktober 2019.
B. Saran
Dengan adanya regulasi dalam pengaturan produk halal yang yang dikeluarkan
oleh kementerian agama, serta dikuatkan dengan putusan MA terkait dengan sertifikasi
halal produk. Maka dengan ini, sebagai warga negara kita harusnya mematuhi aturan
yang dibuat dengan tujuan untuk menjaga dan memelihara rasa aman dan kenyamanan
dalam mengkonsumsi barang yang sudah siap saji.

9
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Proyek Sarana Dan Prasarana Produk Halal Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam Penyelenggaraan Haji, 2003 Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonensia,
Jakarta: Departemen Agama.
Diamonda, Sadewa Aziz 2022 “Pelatihan Bahan Baku Pangan Halal Bagi Pelaku Usaha Mikro
dan Kecil di Solo Raya” Transformatif: Jurnal Pengabdian Masyarakat, Vol. 3, No.
2.
Keputusan Mentri Agama RI No. 982 tahun 2019 Tentang Layanan Sertifikasi Halal
LPPOM MUI, Panduan Umum Sistem Jaminan Halal LPPOM MUI Jakarta: Lembaga
Pengkajian Pangan Obat-Obatan Dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia.
Masruroh, Binti 2022 “Pengaruh Citra Merek, Kesadaran, Sertifikasi, dan Bahan Baku Halal
terhadap Minat Beli Produk Halal” El-mal: Jurnal kajian Ekonomi & Bisnis Islam
Vol. 3 No. 4.
Q.S Baqarah [2]: 168.
Supriyadi, Endang Irawan 2020 “Regulasi Kebijakan Produk Makanan Halal di Indonesia”
Jurnal Sosial Dan Humaniora, Vol. 2, No. 1.
Talib, Syazwan Ab & Remie Mohd Johan, 2012. “Issues in Halal Packaging” CsCanada;
International Business and Management, Vol. 5, No. 2.
UU No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, Pasal 1 ayat 1-3.
wajidi, Farid 2021 Kebijakan Hukum produk Halal (Jakarta; Sinar grafika).
Warto, 2020 “Sertifikasi Halal dan Implikasinya Bagi Bisnis Produk Halal di Indonesia”
Journal of Islamic Economics and Banking Vol. 2 No. 1.
Yuwana, Siti Indah Purwaning 2021 “Literasi Produk Bersertifikasi Halal Dalam Rangka
Meningkatkan Penjualan Pada UMKM” Jurnal Pengabdian Masyarakat Madani,
Vol. 1, No. 2.

10

Anda mungkin juga menyukai