Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGOBATAN ALTERNATIF

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Masail Fiqhiyah

Dosen pengampu : Arif Rahman

Disusun Oleh:

Bagus maulana Ibrahim

Kotrunnada

Kholisoh

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA INDONESIA
2022

1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji serta syukur marilah kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan begitu banyak nikmat yang mana makhluk-Nya pun tidak akan menyadari begitu
banyak nikmat yang telah didapatkan dari Allah SWT. Selain itu, penulis juga merasa sangat
bersyukur karena telah mendapatkan hidayah-Nya baik iman maupun islam.

Dengan nikmat dan hidayah-Nya pula kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini
yang merupakan tugas mata kuliah Masail Fiqhiyah. Penulis sampaikan terima kasih sebesar-
besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah Masail Fiqhiyah: bapak arif Rahman dan semua
pihak yang turut membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari dalam makalah ini masih begitu banyak kekurangan-kekurangan baik
dari isinya maupun struktur penulisannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran positif untuk perbaikan dikemudian hari.

Demikian semoga makalah ini memberikan manfaat umumnya pada para pembaca
dan khususnya bagi penulis sendiri. Aamiin yaa Robbal‟alamin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bogor, 09 November 2022

Penulis,

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan Masalah......................................................................................................................5
BAB II................................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................................6
A. Dalil Al-qur’an dan Hadits Pengobatan Alternatif...............................................................................6
B. Pendapat para ulama Indonesia mengenai pengobatan alternatif.......................................................7
BAB III................................................................................................................................................................12
PENUTUP...........................................................................................................................................................12
A. Kesimpulan............................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................................13

3
BAB I
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.

Dunia pengobatan semenjak dahulu selalu berjalan seiring dengan kehidupan umat manusia.
Sebagai makhluk hidup, manusia amatlah akrab dengan berbagai macam penyakit ringan maupun
berat. Keinginan untuk berlepas diri dari segala jenis penyakit itulah yang mendorong manusia
berupaya menyingkap berbagai metode pengobatan, mulai dari mengonsumsi berbagai jenis tumbuhan
secara tunggal ataupun yang sudah terkomposisikan, yang diyakini praktis, lezat dan variatif.
Sayangnya, kebanyakan tidak menyadari bahwa produksi makanan semacam ini seringkali terpaksa
menggunakan berbagai jenis bahan kimia berbahaya, seperti borax (bahan pembuat detergen) dan
formaline (bahan pembersih tingkat tinggi) sebagai bahan pengawet, water glass (bahan pembuat
sabun colek) sebagai pengenyal makanan seperti mie dan sejenisnya, bahan pewarna tekstil (untuk
membuat warna lebih cerah, seperti roti, krupuk, dan sejenisnya) yang disinyalir bisa menyebabkan
kanker, belum lagi berbagai bahan kimia pengemulsi, perencah, pelezat dan lainnya yang kesemuanya
amat merusak kesehatan. Orang-orang dahulu, ketika makan dan minum berasal dari bahan tunggal
(gandum, beras, juice buah dan sejenisnya), ketika terserang penyakit cukup menggunakan obatobatan
yang berasal dari bahan tunggal pula. Madu, telur ayam, daun ketela dan berbagai jenis bahan tunggal
lain sudah cukup me ngobati berbagai jenis penyakit yang mereka derita. Namun orang-orang sekarang
sudah banyak mengonsumsi berbagai jenis makanan berkomposisi kimia, menjadi sering terserang
penyakit komplikasi yang beragam. Sehingga obat-obatan yang diperlukan juga obat-obatan
berkomposisi kimia berat. Teknologi pengobatan manusia pun semakin disibukkan dengan berbagai
penelitian untuk menemukan berbagai formula obat-obatan baru untuk mengatasi berbagai jenis
penyakit aneh yang muncul belakangan. Sistem pengobatan dengan pembedahan, dengan sinar ultra
violet, sinar-x, pencangkokan, dan berbagai metode pengobatan canggih lainnya pun diujicobakan oleh
banyak orang. Teknologi medis boleh saja merambati modernisasi dan sophisticasi (pengalaman dalam
soal-soal duniawi) yang sulit diukur. Namun perkembangan jenis penyakit juga tidak kalah cepat
beregenerasi. Sementara banyak manusia yang tidak menyadari bahwa Allah tidak pernah menciptakan
manusia dengan ditinggalkan begitu saja. berkhasiat menyembuhkan jenis penyakit tertentu, atau
sistem pemijatan, pembekaman hingga operasi dan pembedahan. Semuanya dilakukan dengan try and
error. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, dan seiring dengan meningkatnya heterogensi
lingkungan masyarakat, teknologi pertanian, teknologi produksi makanan juga mengalami peningkatan
tajam. Budaya konsumerisme dan materialisme meng arah kan manusia untuk mengonsumsi ber bagai
jenis makanan yang dianggap Setiap kali penyakit muncul, pasti Allah juga menciptakan obatnya.
Hanya ada manusia yang mengetahuinya dan ada yang tidak mengetahuinya. Kenyataan lain yang
harus disadari oleh manusia bahwa apabila Allah secara tegas memberikan petunjuk pengobatan,4 maka
petunjuk pengobatan itu sudah pasti lebih bersifat pasti bernilai absolut. Dan memang demikianlah
kenyataannya. Islam yang diajarkan oleh Rasullah Saw., bukan saja memberi petunjuk tentang pri
kehidupan dan tata cara ibadah kepada Allah secara khusus yang akan membawa keselamatan dunia
dan akhirat, tetapi juga memberikan banyak petunjuk praktis dan formula-formula umum yang dapat
digunakan untuk menjaga keselamatan lahir dan batin, termasuk yang berkaitan dengan terapi atau
pengobatan. Petunjuk praktis dan kaidah-kaidah medis tersebut banyak sekali didemonstrasikan oleh
Rasullah Saw. dan diajarkan kepada para sahabat. Bila kesemua formula dan kaidah praktis itu
dipelajari secara seksama, tidak syak lagi bahwa kaum Muslimin dapat mengembangkannya menjadi
sebuah sistem dan metode pengobatan yang tidak ada duanya. Dengan demikian terlihat korelasi yang
erat antara sistem pengobatan Ilahi dengan sistem pengobatan manusia. Sejatinya umat Islam
menghidupkan kembali kepercayaan terhadap berbagai jenis obat dan pengobatan yang diajarkan oleh
Rasulullah sebagai metode terbaik mengatasi berbagai macam penyakit. Sebut saja madu, jintan hitam,
air mawar, cuka buah, air zamzam, kurma dan berbagai jenis makanan dan minuman sehat lainnya.
Pengobatan seperti bekam (bisa hampir diserupakan dengan sistem pengobatan akupuntur, pijat
refleksi dan sejenisnya), kompres, sistem karantina, ruqyah (pengobatan dengan bacaan ayat Alquran)
dan lainnya.

B. Rumusan Masalah.

1. Dalil Al-Qur’an dan hadits mengenai tentang pengobatan alternatif


2. Pendapat Para Ulama Indonesia mengenai tentang pengobatan alternatif

C. Tujuan Penulisan Masalah.

1. Mengetahui Dalil Al-Qur’an dan hadits mengenai tentang pengobatan alternatif


2. Mengetahui Pendapat Para Ulama Indonesia mengenai tentang pengobatan alternatif

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dalil Al-qur’an dan Hadits Pengobatan Alternatif

Pengobatan adalah suatu kebudayaan untuk menyelamatkan diri dari dari penyakityang
mengganggu hidup. Kebudayaan tidak saja dipengaruhi oleh lingkungan, tetapi jugaoleh kepercayaan
dan keyakinan, karena manusia telah merasa di alam ini ada sesuatu yanglebih kuat dari dia, baik yang
dapat dirasakan oleh pancaindera maupaun yang tidak dapatdirasakan dan bersifat ghaib. Pengobatan
ini pun tidak lepas dari pengaruh kepercayaan atauagama yang di anut manusia.
Pengobatan alternatif disebut oleh orang arab dengan istilah al-ruqyah yang sering diucapkan oleh
orang jawa dengan sebutan pengobatan rukyah : yaitu pengobatan alternatif yang menggunakan
mantra-mantra yang berbahasa local kuno. Kemudian abd al-qadir ahmad ata memberikan definisi
rukyah dengan mengatakan :

Pengobatan alternatif adalah pengobatan dengan menggunakan mantra yang dibacakan untuk
menyembuhkan penyakit orang yang sedang sakit

Sedangkan penggunaan ilmu pellet adalah mantra-mantra yang diamalkan oleh orang yang
berkeinginan untuk melunakkan hati Wanita yang diinginkanya, yang disebut oleh orang arab dengan
istilah al-tiwalah.

Hukumnya Pengobatan altrenatif ada yang yang menggunakan jamu-jamuan memijat dan ada juga
yang menggunakan mantra-mantra. Penggunaan jamu-jamuan dan memijit bertujuan untuk
menormalkan organ tubuh yang sakit, dengan cara meminum jamu serta memijit organ tubuh yang
keseleo atau mengembalikan posisi organ yang sedang sakit. Sedangkan menggunakan mantra inilah
yang sering bersumber dari ilmu yang menggunakan jasa jin, maka inilah yang disebut dengan ilmu
pelet.

Orang yang membutuhkan jasa pelet, biasanya mendatangi dukun pelet, yang disebut oleh orang
arab sebagai istilah al-kahin yang bentuk jamanya adalah al-kahhanah yaitu dukun yang memelihara
jin, yang sering digunakan untuk membantu mengobati suatu penyakit atau menyantet seseorang yang
diinginkannya. Jasa dukun tersebut biasanya mempersyaratkan biaya yang cukup mahal. Atau biasanya
juga meminta hewan kurban untuk disajikan kepada jin yang dipeliharanya.

Pengobatan alternatif dengan menggunakan jamu-jamuan untuk memberikan konsumsi atau


minuman yang memang mengandung unsur pengobatan suatu penyakit tertentu, dibolehkan dalam
islam. Begitu juga halnya pengobatan dengan cara memijit organ tubuh yang sakit, dibolehkan juga,
karena upaya tersebut, dapat menorrmalkan urat-urat saraf yang tergangu atau dapat melancarkan
peredaran darah yang tersumbat. 6

Tetapi pengobatan yang dilakukan oleh dukun(kahin) yang menggunakan jasa jin, dilarang dalam
islam, karena dikategorikan sebagai Tindakan musyrik yang sangat dilarang dalam islam, sebagaimana
keterangan dalam al-qur’an
‫ت َويَقُوْ لُوْ نَ لِلَّ ِذ ْينَ َكفَرُوْ ا ٰهُٓؤاَل ۤ ِء اَ ْه ٰدى ِمنَ الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا َسبِ ْياًل‬
ِ ْ‫ت َوالطَّا ُغو‬
ِ ‫ب يُْؤ ِمنُوْ نَ بِ ْال ِج ْب‬
ِ ‫ص ْيبًا ِّمنَ ْال ِك ٰت‬
ِ َ‫اَلَ ْم تَ َر اِلَى الَّ ِذ ْينَ اُوْ تُوْ ا ن‬

Artinya : Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Kitab

(Taurat)? Mereka percaya kepada Jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir
(musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya daripada orang-orang yang beriman.

Sabri Muhammad musa dan Muhammad fayiz kamil dalam kitab tafsir asasu al-bayan,
menafsirkan kata al-jibtu dengan makna al-sanamu (berhala) al-kahin (dukun) dan al-sahir (tukang
sihir) makai slam melarang umatnya melakukan, meminta bantuan atau mempelajari ilmu tersebut,
maka hukumnya haram bagi umat islam.

B. Pendapat para ulama Indonesia mengenai pengobatan alternatif.

Ketika umat Islam salah paham tentang takdir dengan kepasrahan fatalis tanpa usaha sehingga
mereka bertanya kepada Nabi apa perlu berobat bila datang takdir sakit, beliau menjawab: “Ya. Wahai
hamba-hamba Allah, berobatlah, karena Allah ‘Azza wa Jalla tidak menaruh penyakit kecuali menaruh
padanya obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu kerentaan.” (HR. Ahmad) Demikian pula Abu Khizamah
menanyakan kepada Nabi tentang ruqyah (bacaan doa dan al-Qur’an) untuk menyembuhkan, obat-
obatan untuk berobat dan pelindung untuk pengamanan apakah semua itu dapat menolak takdir Allah,
maka beliau menjawab bahwa semua ikhtiar itu juga termasuk takdir Allah.

Dalam sebuah kisah diriwayatkan bahwa Nabi Ibrahim pernah menanyakan kepada Allah dari
mana asalnya penyakit dan obat, dijawab oleh Allah “dari-Ku”, Nabi Ibrahim menanyakan, “Lalu
bagaimana dengan seorang dokter/tabib?” maka Allah menjawab: “Ia hanyalah seorang perantara yang
dikirimkan melalui tangannya suatu obat” Oleh karena itu siapapun yang memberi obat, itu bukan
masalah. Bisa saja dokter, tabib, sinshe ataupun ahli pengobatan tradisional dan lainnya. Yang penting,
misinya pengobatan dan tercapainya kesembuhan. Kita bisa pilih sendiri mana yang berkenan di hati
kita, sebab obat mereka masing-masing biasanya berbeda, asalkan tidak mengandung bahan-bahan
yang najis, haram ataupun membahayakan serta cara-cara yang haram. Rasulullah berpesan:
“Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit sekaligus obat, dan telah menciptakan obat bagi
setiap penyakit, maka berobatlah dan jangan berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Dawud)

Biasanya, praktek dokter yang banyak diatur secara ketat dalam kode etik dan peraturan resmi
7
untuk melindungi pasien meskipun demikian tidak jarang terjadi mal praktek karena berbagai faktor,
tetapi tidak demikian praktik pengobatan lainnya yang begitu rawan, riskan, kurang terukur dan teruji
secara klinis dan medis. Oleh karena itu diperlukan kehati-hatian ekstra untuk berobat kepada selain
kepada dokter. Betapa banyaknya paranormal, dukun, oknum yang dianggap ‘orang pintar’, ahli
pengobatan alternatif, tempat bersyariat dan sebagainya yang sebenarnya penipu dengan berkedok
sakti, keramat, dan mujarab serta dalam iklan maupun opini yang digetoktularkan mentahbiskan
dirinya mampu mengobati berbagai macam penyakit dengan cara-cara yang ghaib, supranatural atau
dengan tenaga batin (baca; sihir), mantera, jampi, jimat, hipnotis, magic, hawa murni aura dan lain
sebagainya yang tidak ada sangkut pautnya dengan ilmu kedokteran, meskipun ada sementara mereka
setelah semua sesumbar itu mencatut nama Allah dengan kiat klise untuk berkelit ataupun
menuansakan kesan agamis “dengan izin Allah” .

Berobat dengan cara ghaib, ajaib dan supranatural ini memang biasanya mudah menyeret
masyarakat awam kepada kemusyrikan. Hampir semua dukun dan paranormal memakai kedok agama,
dengan menekankan pada yang berobat bahwa yang memberi kesembuhan hanyalah Allah. Kesesatan
model begini tidak dilakukan oleh dokter. Tidak jarang dukun meminta syarat atau imbalan berupa
sesajen, misalnya meminta agar yang berobat menyembelih ayam putih atau hitam, membawa telur
ayam, menaburkan bunga dan keanehan-keanehan lainnya serta berbagai pantangan dan petuah sakral
yang hukumnya jelas-jelas haram.

Rasulullah bersabda: “Bukanlah dari golongan kami, seorang yang menggunakan petunjuk setan


atau burung dan sebagainya, atau praktek sihir untuk menerka nasib, jodoh, penyakit dan obatnya.
Maka barangsiapa mendatangi seorang dukun yang melakukan praktek-praktek demikian lalu ia
percaya akan keterangannya, orang ini adalah orang yang telah mendustakan, dan tidak percaya
dengan apa-apa yang diwahyukan kepada Muhammad saw”.

Ibnu Abbas mengomentari tentang orang-orang yang menggunakan ilmu huruf (rajah) dan ilmu
nujum untuk mengetahui ilmu ghaib bahwa mereka itu tidak akan menemui nasib yang baik kelak di
sisi Allah. Hal itu biasanya para ‘orang pintar’ yang mentahbiskan dirinya (secara lisan maupun
perbuatan) mampu menyembuhkan segala penyakit menganggap seakan dirinya suci dan kuasa
meskipun diembel-embeli dengan izin Allah. “Janganlah kamu melagak-lagakkan dirimu orang suci.
Dialah yang paling mengetahui siapa yang lebih bertaqwa.” (QS. An-Najm:32).

Seorang muslim yang kuat imannya tidak akan mungkin tergoda untuk penasaran dan tergoyahkan
oleh kepercayaan yang sesat kepada ‘kemampuan’ dukun ataupun paranormal. Sebab, seorang yang
beriman kuat justru sebaliknya akan berharap dan berlindung hanya kepada Allah serta memohon
keselamatan dan pertolongan hanya kepada-Nya sambil tetap optimis dan berikhtiar dengan cara-cara
yang sudah ditentukan al-Qur’an dan Sunnah Nabi, berobat dengan cara yang lazim dan wajar sesuai
ketentuan syariah, serta tidak menempuh jalan pintas melalui cara-cara ghaib dan supranatural yang
aneh-aneh dan sesat itu.

8
Banyak hadits yang melarang kaum muslimin melakukan pengobatan dengan tamaim (tamimah),
yaitu suatu jimat, isim, atau benda apapun yang digantungkan pada seseorang untuk mengusir jin,
penyakit mata, gangguan ghaib, sawan dan lain-lain. Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya jampi-jampi,
jimat dan tiwalah (guna-guna, susuk atau pelet) adalah syirik.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Baihaqi dan
Hakim)

Pengobatan yang sering dilakukan paranormal dengan rapalan, bacaan, mantera, dan komat-kamit
lainnya sambil kadangkala memegang bagian tertentu pasien ataupun juga kadang dilakukan dari jarak
jauh, maka jampi-jampi dan bacaan-bacaan semacam ini terlarang hukumnya terutama yang tidak
dimengerti artinya. Hal itu berbeda dengan pengobatan ala sunnah yang dilakukan dengan bacaan yang
dapat dimengerti artinya dan berasal dari al-Qur’an ataupun hadits Nabi (ma’tsur dari Nabi) apa yang
lebih sering dikenal sebagai metode ruqyah maka hal itu justru hukumnya sunnah dan terpuji tanpa
meninggalkan pengobatan klinis dan medis, seperti doa atau bacaan yang beliau ajarkan: “Ya Allah
Tuhan manusia, hilangkanlah penyakit ini, sembuhkanlah, (karena) Engkaulah Maha Penyembuh.
Tidak ada penawar kecuali penawar-Mu, penawar yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Ahmad
dan Bukhari)

Para ulama mengatakan bahwa bacaan pengobatan atau jampi-jampi yang diperbolehkan syariah
harus memenuhi tiga syarat. Pertama, dengan menyebut nama Allah Ta’ala. Kedua, dengan bahasa
Arab atau bahasa lainnya yang dapat dipahami maknanya, Ketiga, dengan keyakinan bahwa jampi-
jampi itu tidak berpengaruh kecuali dengan takdir Allah Ta’ala dan tidak menjerumuskan kepada
syirik.

Pengobatan alternatif dan konsultasi supranatural melalui jimat-jimat yang digantungkan ataupun
dikenakan sebagai penangkal, penghilang penyakit atau pembawa berkah dan perlindungan, dan
sebagainya, semuanya dilarang oleh Islam, sebab hal itu telah melakukan syirik dan bergantung kepada
benda. Ketika sebuah rombongan yang terdiri dari sepuluh orang menghadap Nabi saw untuk berbaiat
kepada beliau dan menyatakan masuk Islam, lalu beliau membaiat yang sembilan orang dan menahan
yang seorang. Ketika ditanya mengapa menahan yang seorang, beliau menjawab, “di pundaknya
terdapat jimat.” Kemudian laki-laki itu memasukkan tangannya ke dalam bajunya dan memotong
jimatnya. Setelah itu baru Rasulullah mau membaiatnya, seraya bersabda: “Barang siapa yang
menggantungkan jimat, berarti ia telah melakukan perbuatan syirik.” (HR. Ahmad dan Hakim).
Artinya, menggantungkan jimat dan hatinya bergantung kepadanya berarti berbuat syirik.

Demikian pula ketika Nabi saw melihat gelang kuningan di pangkal lengan seseorang, beliau
mempertanyakannya, “Apa ini?” orang itu menjawab, “saya memakai ini karena terserang penyakit di
pundak saya sebagai jimat.” Kemudian beliau bersabda: “Ingatlah, sesungguhnya jimat itu hanya
menambah lemah tubuhmu, karena itu buanglah segera! Sebab jika engkau mati sedang jimat itu
masih menempel di tubuhmu, engkau tidak akan beruntung sama sekali.” (HR. Ahmad)

9
Para sahabat juga sangat membenci jimat, sehingga ketika melihat seorang laki-laki yang
menggantungkan benang sebagai jimat, Hudzaifah membacakan ayat: “Dan kebanyakan mereka tidak
beriman kepada Allah melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-
sembahan lain).” (QS. Yusuf:106) Sa’id bin Jubair berkata: “Barangsiapa yang melepaskan satu jimat
dari leher seseorang, maka (pahalanya) seperti memerdekakan seorang budak.” Ibrahim An-Nakha’i,
tokoh generasi tabi’in berkata: “Para sahabat membenci semua bentuk jimat (isim dan lainnya), baik
yang Al-Qur’an maupun bukan dari Al-Qur’an..”

Memang, masih ada beberapa ulama yang memperbolehkan penggunaan jimat bila berasal dari
ayat-ayat Al-Qur’an meskipun sebagian besar ulama tetap melarangnya dan pendapat mayoritas ulama
yang mengharamkan penggunaan segala bentuk jimat termasuk dari jimat dari ayat al-Qur’an adalah
yang lebih kuat alasannya berdasarkan dalil-dalil di antaranya bahwa: 1. Hadits-hadits yang
melarang tamaim (jimat-jimat) itu bersifat umum, tidak membedakan antara berbagai jenis tamaim.
Ketika menolak seseorang yang memakainya, Nabi saw tidak menanyakan padanya apakah jimatnya
itu dari ayat Al-Qur’an atau tidak. 2. Pelarangan mutlak itu lebih logis sebagai upaya antisipasi
(saddan lidzdzari’ah) kemungkinan makin meluasnya penggunaan jimat yang dapat menjerumuskan
kepada syirik. Sebab orang yang menggantungkan Al-Qur’an menjadi jimat suatu saat akan
menggantungkan benda lain sebagai jimat pula. Sehingga orang lain tidak tahu apakah jimat yang
dipakainya dari Al-Qur’an atau bukan. 3. Perbuatan seperti sama dengan merendahkan dan
menghinakan Al-Qur’an secara materi maupun maknawi, karena orang yang memakainya akan
membawanya ke tempat-tempat najis, tempat buang hajat, dalam kondisi jenabat, atau digunakan oleh
wanita haidh di samping merendahkan fungsi al-Qur’an untuk dibaca, diamalkan dan diajarkan guna
memberi petunjuk manusia dan bukan dieksploitasi fisik dan materi tulisannya untuk kepentingan
duniawi dan jasmani.

Karena itu, pendapat yang mengatakan bahwa semua jimat itu terlarang sangat tepat. Bahkan Nabi
saw telah menyumpah orang-orang yang memakai jimat dalam doanya: “Barang siapa yang
menggantungkan jimat, mudah-mudahan Allah tidak menyempurnakan urusannya; dan barang siapa
yang menggantungkan benda keramat (sebagai penangkal), mudah-mudahan Allah tidak memberi
perlindungan kepadanya.”

Nabi saw justru menekankan pada pengobatan fisik dan terapi medis secara natural dan bukan
menganjurkan pengobatan alternatif supranatural dengan sabdanya: “Sesungguhnya penawar itu ada
tiga perkara: minum madu, berbekam dan menempelkan besi panas pada bagian yang sakit.” (HR.
Bukhari) Beliau tidak menyebutkan pengobatan dengan jimat atau jampi, beliau justru hanya
menyebutkan hal-hal yang alamiah (natural). Pengobatan natural tersebut bisa melalui metode obat
dalam melalui mulut, seperti madu, yang sekarang dapat berupa injeksi atau sejenisnya, metode
berbekam (mengeluarkan darah) yang sekarang bisa diwujudkan dengan operasi dan metode
menempelkan besi panas pada bagian yang sakit, yang sekarang bisa dengan sistem penyinaran.

Semua pengobatan natural seperti itu dianjurkan oleh Islam dan disyariatkan oleh Rasulullah.
1
0
Kalau sedang menderita sakit beliau juga berobat seperti berbekam atau memanggil tabib. Demikian
pula para sahabat dan generasi sesudahnya. Jadi, yang lebih utama bagi kita ialah mengikuti sunnah
Rasulullah saw dan menjauhi cara-cara yang bertentangan dengan syariah apalagi semua itu rekayasa
para penipu untuk mengeruk keuntungan dari orang-orang yang menderita dengan dalih jasa sosial.
Adapun dalam kasus tertentu ternyata pengobatan alternatif dapat menyembuhkan suatu penyakit,
maka seharusnya kita lebih percaya kepada ketentuan Allah dalam pengobatan melalui lisan Rasul-
Nya: “Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kamu dalam hal yang diharamkannya.”
(HR. Bukhari)

Kemanjuran dan kenyataan empirik ataupun pengalaman nyata sesuatu tidak otomatis menjadi
bukti kebenarannya, sebab hal itu boleh jadi merupakan ujian iman, istidraj (perangkap Allah bagi
orang-orang yang dimurkai-Nya melalui keberhasilan), atau sebenarnya hal itu karena sugesti, obsesi,
atau ilusi dan bukan sesuatu yang hakiki. Hal itu sebagaimana pengalaman empiris sebelumnya dari
beberapa sahabat yang menggunakan khamer untuk diminum sebagai pengobatan, maka nabi
melarangnya dengan menegaskan: “Sesungguhnya ia bukannya obat melainkan penyakit.” (HR.
Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi) Bahkan dalam riwayat lain Nabi justru mendoakan orang yang
melakukan pengobatan haram tersebut agar Allah tidak menyembuhkannya.(HR.As-Suyuthi)

Dengan demikian, jika orang yang dianggap pintar tersebut sebenarnya adalah orang shalih, taat
ibadah, aqidahnya lurus dan tidak komersial serta pengobatannya sesuai dengan ketentuan tersebut di
atas, maka hal itu dibolehkan dengan tetap meyakini bahwa yang memberikan kesembuhan adalah
Allah melalui perantaraan doa ikhlas dari orang shalih maupun diri sendiri berdasarkan doa dan ayat-
ayat al-Qur’an. Namun sebaliknya jika pemberi jasa pengobatan alternatif atau yang dikenal dengan
‘orang pintar’ adalah tidak shalih dalam ibadah maupun akhlaq dan diragukan aqidah serta
keterbebasannya dengan dunia syirik ataupun jin, meskipun ia memberikan bacaan doa ataupun ayat
al-Qur’an maka hukumnya haram. Dalam hal berlaku untuk semua jenis pengobatan alternatif
termasuk masalah pengobatan santet dan sihir. 

1
1
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan.

Pengobatan alternatif adalah pengobatan dengan menggunakan mantra yang dibacakan untuk
menyembuhkan penyakit orang yang sedang sakit

Hukumnya Pengobatan altrenatif ada yang yang menggunakan jamu-jamuan memijat dan ada juga
yang menggunakan mantra-mantra. Penggunaan jamu-jamuan dan memijit bertujuan untuk
menormalkan organ tubuh yang sakit, dengan cara meminum jamu serta memijit organ tubuh yang
keseleo atau mengembalikan posisi organ yang sedang sakit. Sedangkan menggunakan mantra inilah
yang sering bersumber dari ilmu yang menggunakan jasa jin, maka inilah yang disebut dengan ilmu
pelet.

Para ulama mengatakan bahwa bacaan pengobatan atau jampi-jampi yang diperbolehkan syariah
harus memenuhi tiga syarat. Pertama, dengan menyebut nama Allah Ta’ala. Kedua, dengan bahasa
Arab atau bahasa lainnya yang dapat dipahami maknanya, Ketiga, dengan keyakinan bahwa jampi-
jampi itu tidak berpengaruh kecuali dengan takdir Allah Ta’ala dan tidak menjerumuskan kepada
syirik.

1
2
DAFTAR PUSTAKA

https://alhikmah.ac.id/hukum-pengobatan-alternatif/
Mahjuddin, prof. H masail al-fiqh, kasus kasus actual dalam hukum islam, Jakarta, kalam mulia, 2012.

1
3

Anda mungkin juga menyukai