Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AGAMA

TUNTUNAN MERAWAT ORANG SAKIT

OLEH :

1. ROZI IRAWAN, AMK NIM : 2221089

2. FITRI YANTI, AMK NIM : 2221138

DOSEN : RIDO RINALDO., SAg., M.Ag

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROGRAM B

STIKES TENGKU MAHARATU PEKANBARU

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan nama ALLAH yang maha pengasih lagi maha penyayang.

Segala puji bagi Allah swt yang dengan nikmatnya menjadi sempurnalah segenap kebaikan, dan
kepadanyalah taufik dan hidayah diharapkan dalam segala urusan dunia dan akhirat. Dengan rahmat yang
diberikan Allah swt memberi penulis petunjuk dan kemudahan dalam menyelasaikan makalah dengan judul
“Tuntunan Merawat Orang yang Sakit” ini. Adapun makalah ini penulis buat sebagai tugas mata kuliah
Agama Islam.

Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Baginda Nabi Muhammad saw yang
telah dipilih Allah swt sebagai rahmat bagi sekalian alam dan pembimbing seluruh makhluk, yang
diturunkan kepadanya Alquran, sehingga cahaya ajarannya dapat menerangi seluruh alam semesta. Semoga
shalawat salam juga tercurah bagi keluarga, sahabat dan umatnya sepanjang masa.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam penulisan makalah ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca .

Pekanbaru, November 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... 1

DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... 2

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................ 3

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 4

1.3 Tujuan .......................................................................................................................................... 4

1.4 Manfaat ........................................................................................................................................ 4

BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sehat dan Sakit.................................................................................................................. 5

2.2 Hukum Merawat Orang yang Sakit.......................................................................................... 6

2.3 Tuntunan Bersuci Bagi Orang yang Sakit................................................................................ 6

2.4 Tuntunan Sholat Bagi Orang yang Sakit ................................................................................ 8

2.5 Hikmah Merawat Orang Sakit................................................................................................. 10

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 12

B. Saran .................................................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seorang hamba terkadang diuji oleh Allah swt dengan sakit yang menimpanya. Sakit tersebut
bisa berupa sakit yang ringan tetapi tidak sedikit pula seorang hamba yang diuji oleh Allah dengan
diberi sakit yang menyebabkan hamba tersebut harus dirawat dirumah sakit.

Ketika sakit badan akan merasakan tidak nyaman bahkan harus menahan rasa sakit. Saat
mendapat anugerah sakit tak selamanya harus disesal, karena dengan sakit selalu mendatangkan
beberapa hikmah. Allah swt menciptakan sakit agar kita bisa merasakan nikmat sehat, nikmat makan
dengan leluasa dan nikmat dapat beraktivitas serta beribadah dengan baik. Insya Allah sakit dapat
menghapus dosa, menutupi kesalahan, dan mengangkat derajat. Abu Hurairah rahimahullah ta’ala
berkata bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “ jika Allah swt menginginkan suatu kebaikan pada
diri seseorang, maka Allah akan memberikan cobaan terhadap mereka terlebih dahulu,” (HR. Bukhari
70.1.548).

Islam sangat memperhatikan dunia kesehatan dan keperawatan guna menolong orang yang sakit
dan meningkatkan kesehatan. Anjuran islam untuk hidup bersih juga menunjukkan obsesi islam untuk
mewujudkan kesehatan masyarakat , sebab kebersihan pangkal kesehatan, dan kebersihan dipandang
sebagai bagian dari iman. Jadi walaupun seseorang sudah menjaga kesehatannya sedemikian rupa,
risiko kesakitan masih besar, disebabkan faktor eksternal yang diluar kemampuannya menghindari.

Sakit bukan berarti kita bisa mengabaikan kewajiban sebagai umat muslim. Diantara kewajiban
agung yang wajib dilakukan orang yang sakit adalah shalat. Banyak sekali kaum muslimin yang
terkadang meninggalkan shalat dengan dalih sakit atau memaksakan diri melakukan shalat dengan tata
cara yang biasa dilakukan orang sehat.

Akhirnya, mereka pun merasa berat dan merasa terbebani dengan ibadah shalat. Untuk itu,
solusinya adalah mengetahui hukum-hukum dan tata cara bersuci dan shalat bagi orang yang sakit
sesuai petunjuk Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan penjelasan para ulama.

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sehat dan sakit ?


2. Apa saja hukum merawat orang yang sakit ?
3. Bagaimana tatacara bersuci bagi orang yang sakit ?
4. Bagaimana tatacara sholat bagi orang yang sakit ?
5. Apa saja hikmah merawat orang sakit ?

1.3 Tujuan

Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan
khusus.
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pendidikan Agama.
Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Mengetahui apa saja hukum merawat orang yang sakit.
2. Mengetahui bagaimana tatacara bersuci bagi orang yang sakit.
3. Mengetahui bagaimana tatacara sholat bagi orang yang sakit.
4. Mengetahui apa saja hikmah merawat orang sakit.

1.4 Manfaat

1. Sebagai sarana ilmu untuk memperoleh pengatahuan dan pengalaman.


2. Sebagai penambah wawasan dalam memahami tentang tuntunan merawat orang yang sakit dalam
pandangan islam.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian sehat dan sakit

Sehat adalah suatu keadaan atau kondisi seluruh badan serta bagian-bagiannya terbebas dari
sakit. Mengacu kepada Undang-Undang kesehatan no 23 tahun 1992 sehat adalah keadaan sejahtera
dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan seseorang dapat hidup secara sosial dan ekonomis.
Menurut World Health Organization (WHO) sehat adalah keadaan sempurna baik fisik, mental,
maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan / cacat.
Sakit adalah lawan dari sehat. Sakit adalah keadaan tubuh atau jiwa yang mengalami gangguan
fisik atau mental sehingga timbul rasa atau perasaan yang tidak nyaman dan tidak bisa melakukan
pekerjaan sehari-hari.
Sehat dan sakit merupakan karunia Allah swt, tak ada kekuatan yang bisa menghalanginya.
Apabila mendapatkan anugerah sakit, kita tidak boleh berdiam diri tanpa usaha untuk sembuh, tetapi
kita dituntut untuk ikhtiar semaksimal mungkin. Adapaun hasilnya tetap merupakan ketentuan Allah
swt.
Sebenarnya jika seorang muslim menderita sakit, dia tidak boleh bersedih hati seratus persen,
karena sakit berarti diangkatnya dosa-dosa seorang hamba dan dikaruniai rahmat-rahmat lainnya.
Sebagaimana sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, “Tidaklah seorang muslim tertimpa
derita dari penyakit atau perkara lain kecuali Allah hapuskan dengannya (dari sakit tersebut)
kejelekan-kejelekannya (dosa-dosanya) sebagaimana pohon menggugurkan daunnya.”
Ajaran Islam yang selalu menekankan agar setiap orang memakan makanan yang baik dan halal
menunjukkan apresiasi Islam terhadap kesehatan, sebab makanan merupakan salah satu penentu sehat
tidaknya seseorang. “Wahai sekalian manusia, makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi. Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa yang baik-baik yang Kami
rezekikan kepadamu (QS al-Baqarah: l68, l72).

Islam juga sangat menganjurkan kehati-hatian dalam bepergian dan menjalankan pekerjaan,
dengan selalu mengucapkan basmalah dan berdoa. Agama islam sangat melarang perilaku nekad dan
ugal-ugalan, seperti bekerja tanpa alat pengaman atau ngebut di jalan raya yang dapat membahayakan
diri sendiri dan orang lain. “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”
(al-Baqarah:: l95). Hal ini karena sumber penyakit dan kesakitan, tidak jarang juga berasal dari
pekerjaan dan risiko perjalanan. Sekarang ini kecelakaan kerja masih besar disebabkan kurangnya
pengamanan dan perlindungan kerja. Lalu lintas jalan raya, darat, laut dan udara juga seringkali

6
diwarnai kecelakaan, sehingga kesakitan dan kematian karena kecelakaan lalu lintas ini tergolong besar
setelah wabah penyakit dan peperangan.

Jadi walaupun seseorang sudah menjaga kesehatannya sedemikian rupa, risiko kesakitan masih

besar, disebabkan faktor eksternal yang di luar kemampuannya menghindari. Termasuk di sini karena

faktor alam berupa rusaknya ekosistem, polusi di darat, laut dan udara dan pengaruh global yang

semakin menurunkan derajat kesehatan penduduk dunia. Karena itu Islam memberi peringatan

antisipatif, jagalah sehatmu sebelum sakitmu, dan jangan abaikan kesehatan, karena kesehatan itu

tergolong paling banyak diabaikan orang.

2.2 Hukum Merawat Orang yang Sakit

ISLAM menaruh perhatian yang besar sekali terhadap dunia kesehatan dan keperawatan guna
menolong orang yang sakit dan meningkatkan kesehatan. Kesehatan merupakan modal utama untuk
bekerja, beribadah dan melaksanakan aktivitas lainnya.
Bagi orang yang sehat, ketika ada saudara atau tetangga yang sakit maka itu bisa menjadi ladang
pahala dengan menjenguk orang yang sakit tersebut. Al-Bara ibnu Azib rahimahullah ta’ala berkata
bahwa Rasulullah saw memerintahkan kepada umatnya untuk mengerjakan tujuh perkara yakni
mengantar jenazah, menjenguk orang yang sedang sakit, mendatangi undangan, menolong orang yang
teraniaya, menepati sumpah, menjawab salam dan menyambut doa orang yang bersin,” ( HR. Bukhari
13.2.331). Dalam salah satu hadits juga diriwayatkan bahwa para malaikat mendoakan orang yang
menjenguk orang yang sakit. Sedangkan menjenguk orang yang sakit begitu ditekankan apalagi
merawat orang yang sakit, pasti akan dikaruniakan pahala dan pahala yang luar biasa.
Hukum merawat orang yang sakit adalah fardhu kifayah untuk sebagian orang tertentu misalnya
kerabat, tetangga yang berdampingan rumahnya, orang yang telah lama menjalin persahabatan, dan
orang yang memiliki kompetensi di bidang pengobatan dan perawatan kesehatan tidak lain adalah
institusi beserta individu perawat yang mengabdi di dalamnya. Islam tidak membedakan apakah ia
dokter, paramedis atau perawat, sepanjang ia mengabdi di bidang pengobatan dan perawatan penyakit,
maka ia merupakan orang mulia. Adapun masyarakat secara umum hukumnya sunnah muakad.

2.3 Tuntunan bersuci bagi orang yang sakit

Bersuci (Ath-thaharah) menurut terminologi syara’ adalah bersih atau suci dari najis baik najis
faktual semisal tinja maupun najis secara hukmi, yaitu hadas.
Anjuran islam untuk hidup bersih juga menunjukkan obsesi Islam untuk mewujudkan kesehatan
masyarakat, sebab kebersihan pangkal kesehatan, dan kebersihan dipandang sebagai bagian dari iman.

7
Itu sebabnya ajaran islam sangat melarang pola hidup yang mengabaikan kebersihan, seperti buang
kotoran dan sampah sembarangan, membuang sampah dan limbah di sungai/sumur yang airnya tidak
mengalir dan sejenisnya, dan islam sangat menekankan kesucian (al-thaharah), yaitu kebersihan atau
kesucian lahir dan batin. Dengan hidup bersih, maka kesehatan akan semakin terjaga, sebab selain
bersumber dari perut sendiri, penyakit seringkali berasal dari lingkungan yang kotor.

Tuntunan bersuci bagi orang yang sakit :

1. Orang islam diwajibkan oleh Allah swt dalam keadaan suci sebelum melakukan sholat. Bersuci
dengan menggunakan air, berwudhu jika berhadas kecil dan mandi jika berhadas besar.
Menurut salah satu firman Allah swt yang ditetapkan dalam Alqur’an, “ Hai orang yang beriman,
apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku, dan sapulah kepalamu dan basuhlah kakimu sampai dengan kedua mata kaki dan jika kamu
junub, maka mandilah dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang
air besar atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah
dengan tanah yang baik (bersih), sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan meyempurnakan
nikmatNya bagimu, supaya kamu bersyukur,” ( Alqur’an 5:6)
2. Bila tidak mampu bersuci sendiri maka dapat dibantu orang lain.
3. Jika pada tubuh terdapat luka yang digips, diperban dan luka yang tidak bisa kena air karena
dikhawatirkan dapat memperlambat kesembuhan, maka boleh tayamum.
Untuk keperluan bersuci, disyariatkan mengusapkan perban dan sejenisnya yang digunakan untuk
membalut anggota tubuh yang luka. “ barangsiapa memiliki luka yang diperban, maka ia cukup
berwudhu dengan mengusap perban dan membasuh bagian sekitarnya”, (HR. Ibnu Umar)
Hukum mengusap perban adalah wajib, baik di dalam mandi maupun wudhu sebagai ganti dari
membasuh anggota tubuh yang luka.
4. Cara bertayamum ialah menepukkan kedua tangannya ketanah yang suci sekali letakkan dengan
membuka lebar jari-jarinya, kemudian mengusap wajahnya lalu mengusap telapak tangannya.
5. Jika sebagian tubuh yang harus disucikan terluka, maka dibasuh dengan air jika membahayakan
cukup diusap sekali saja jika membahayakan juga maka bisa bertayamum.
6. Dibolehkan bertayamum pada dinding yang mengandung debu yang suci.
7. Orang yang sakit wajib menggunakan pakaian yang suci dalam melaksanakan solat jika tidak
memungkainkan maka solat apa adanya dan solatnya sah.
8. Orang yang sakit juga wajib solat ditempat yang suci jika tidak mungkin maka cara sholat
ditempat apa adanya dan sholatnya sah.  
 

8
2.4. Tuntunan Sholat Bagi Orang Sakit

Tata Cara Shalat Bagi Orang Sakit Adalah Sebagai Berikut :

1. Diwajibkan bagi orang yang sakit untuk shalat dengan berdiri apabila mampu dan tidak khawatir
sakitnya bertambah parah, karena berdiri dalam shalat wajib merupakan rukun shalat.

Allah azza wa jalla berfirman:

‫و ُموا‬M‫قا ¸نت¸ي ان لل¸ و ُق‬.…‫ا‬

”Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’ ”(QS. Al-Baqarah: 238)

Diwajibkan juga bagi orang yang mampu berdiri walaupun dengan menggunakan tongkat, bersandar ke
tembok atau berpegangan tiang, berdasarkan hadits Ummu Qais radliyallahu’anha yang berbunyi:
”Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika berusia lanjut dan lemah, beliau
memasang tiang di tempat shalatnya sebagai sandaran.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan al- Albani
dalam Silsilah ash-Shahihah 319)
Demikian juga orang bungkuk diwajibkan berdiri walaupun keadaannya seperti orang rukuk.

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, ”Diwajibkan berdiri bagi seorang dalam segala caranya,
walaupun menyerupai orang ruku’ atau bersandar kepada tongkat, tembok, tiang, ataupun manusia.”

2. Orang yang mampu berdiri namun tidak mampu ruku’ atau sujud, ia tetap wajib berdiri. Ia harus
shalat dengan berdiri dan melakukan ruku’ dengan menundukkan badannya. Bila ia tidak mampu
membungkukkan punggungnya sama sekali, maka cukup dengan menundukkan lehernya, kemudian
duduk, lalu menundukkan badan untuk sujud dalam keadaan duduk dengan mendekatkan wajahnya ke
tanah sebisa mungkin.

3. Orang sakit yang tidak mampu berdiri, maka ia melakukan shalatnya dengan duduk, berdasarkan
hadits ’Imron bin Hushain dan ijma’ para ulama. Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan, ”Para
ulama terlah berijma’ bahwa orang yang tidak mampu shalat berdiri maka dibolehkan shalat dengan
duduk”.

4. Orang yang sakit yang khawatir akan bertambah parah sakitnya atau memperlambat
kesembuhannya atau sangat susah berdiri, diperbolehkan shalat dengan duduk. Syaikh Ibnu Utsaimin
rahimahullah berkata: ”Yang benar adalah, kesulitan (masyaqqah) membolehkan seseorang
mengerjakan shalat dengan duduk. Apabila seorang merasa susah mengerjakan shalat berdiri, maka ia
boleh mengerjakan shalat dengan duduk berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala: ‘Bila tetap
tidak mampu, ia melakukan sujud dengan meletakkan kedua telapak tangannya ke tanah dan menunduk
untuk sujud. Bila tidak mampu, hendaknya ia meletakkan tangannya di lututnya dan menundukkan
kepalanya lebih rendah dari pada ketika ruku’.
9
5. Orang sakit yang tidak mampu melakukan shalat berdiri dan duduk, cara melakukannya adalah
dengan cara berbaring, boleh dengan miring ke kanan atau ke kiri, dengan menghadapkan wajahnya ke
arah kiblat. Ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam hadits ’Imran bin al-
Husain radliyallahu’anhu: ”Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka duduklah dan bila
tidak mampu juga maka berbaringlah.” (HR. Al-Bukhori no.1117). Dalam hadits ini Nabi
Shallallahu’alaihi wa sallam tidak menjelaskan pada sisi mana seseorang harus berbaring, ke kanan
atau ke kiri, sehingga yang utama adalah yang termudah bagi keduanya. Apabila miring ke kanan lebih
mudah, itu yang lebih utama baginya dan apabila miring ke kiri itu yang termudah maka itu yang lebih
utama. Namun bila kedua-duanya sama mudahnya, maka miring ke kanan lebih utama dengan dasar
keumuman hadits ’Aisyah radliyallahu’anha yang berbunyi: ”Dahulu Rasulullah shallallahu’alaihi wa
sallam menyukai mendahulukan sebelah kanan dalam seluruh urusannya, dalam memakai sandal,
menyisir dan bersucinya.” (HR. Muslim no.396).

Melakukan ruku’ dan sujud dengan isyarat merendahkan kepala ke dada, ketentuannya sujud lebih
rendah daripada ruku’. Apabila tidak mampu menggerakkan kepalanya, maka para ulama berbeda
pendapat dalam tiga pendapat :

a. Melakukannya dengan mata. Apabila ruku’, ia memejamkan matanya sedikit kemudian


mengucapkan kata ”sami’allahu liman hamidah” lalu membuka matanya. Apabila sujud
maka memejamkan matanya lebih dalam.

b. Gugur semua gerakan namun masih melakukan shalat dengan perkataan.

c. Gugur kewajiban shalatnya. Inilah adalah pendapat yang dirajihkan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah merajihkan pendapat kedua dengan
menyatakan, ”Yang rajih dari tiga pendapat tersebut adalah gugurnya perbuatan saja, karena
ini saja yang tidak mampu dilakukan.

6. Orang yang tidak mampu berbaring, boleh melakukan shalat dengan terlentang dan
menghadapkan kakinya ke arah kiblat, karena hal ini lebih dekat kepada cara berdiri. Misalnya bila
kiblatnya arah barat maka letak kepalanya di sebelah timur dan kakinya di arah barat.
7. Apabila tidak mampu menghadap kiblat dan tidak ada yang mengarahkan atau membantu
mengarahkannya, maka hendaklah ia shalat sesuai keadaannya tersebut, berdasarkan firman Allah
subhanahu wa ta’ala: ”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”
(QS. Al-Baqarah/ 2:286).
8. Orang sakit yang tidak mampu shalat dengan terlentang maka shalatnya sesuai keadaannya
dengan dasar firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut
kesanggupanmu” (QS. At-Taghobun: 16)
10
9. Orang yang sakit dan tidak mampu melakukan shalat dengan semua gerakan di atas (ia tidak
mampu menggerakkan anggota tubuhnya dan tidak mampu juga dengan matanya), hendaknya dia
melakukan shalat dengan hatinya. Shalat tetap diwajibkan selama akal seorang masih sehat.
10. Apabila shalat orang yang sakit mampu melakukan perbuatan yang sebelumnya tidak mampu,
baik keadaan berdiri, ruku’ atau sujud, maka ia wajib melaksanakan shalatnya dengan
kemampuan yang ada dan menyempurnakan yang tersisa. Ia tidak perlu mengulang yang telah
lalu, karena yang telah lalu dari shalat tersebut telah sah.
11. Apabila orang yang sakit tidak mampu melakukan sujud di atas tanah, hendaknya ia cukup
menundukkan kepalanya dan tidak mengambil sesuatu sebagai alas sujud. Hal ini didasarkan
hadits Jabir radliyallahu’anhu yang berbunyi: ”Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menjenguk
orang sakit, beliau melihatnya sedang mengerjakan shalat di atas (bertelekan) bantal, beliau pun
mengambil dan melemparnya. Kemudian ia mengambil kayu untuk dijadikan alas shalatnya, Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam pun mengambilnya dan melemparnya. Beliau shallallahu’alaihi wa
sallam bersabda: ”Shalatlah di atas tanah apabila engkau mampu dan bila tidak maka dengan
isyarat dengan menunduk (al- Imaa’) dan jadikan sujudmu lebih rendah dari ruku’mu.”

Inilah sebagian hukum yang menjelaskan tata cara shalat bagi orang sakit, mudah-mudahan dapat
memberikan bimbingan kepada mereka. Dengan harapan, setelah ini mereka tidak meninggalkan
shalat hanya karena sakit yang dideritanya.

2.4 Hikmah Merawat Orang Sakit

Apabila seseorang menjenguk saudaranya yang muslim (yang sedang sakit), maka (seakan-akan)
dia berjalan sambil memetik buah-buahan Surga sehingga dia duduk, apabila sudah duduk maka
diturunkan kepadanya rahmat dengan deras. Apabila menjenguknya di pagi hari maka tujuh puluh ribu
malaikat mendo’akannya agar mendapat rahmat hingga waktu sore tiba. Apabila menjenguknya di sore
hari, maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi tiba.” (HR. at-
Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad).

Contoh terdekat adalah ketika ibumu sakit. Sebagai seorang anak, Anda harus bergiliran
merawatnya. Ketika kita masih kecil, ibu rela melakukan apa saja jika kamu sakit. Dia rela begadang
semalaman agar Anda tetap sehat. Saat ibumu sakit, inilah saatnya untuk membalas semua jasa dan
kebaikan yang telah dicurahkan. Katakanlah ibumu memiliki lima anak dan masing-masing sibuk dengan
pekerjaan dan kehidupannya. Jadi kita harus membuat jadwal agar semua orang bisa mengurus ibu.

Begitu besar nikmat Allah SWT merawat ibu dan ayah yang sedang sakit. Beruntunglah jika kita

11
yang terpilih. Anda bisa memandikan, mengambil wudhu untuk sholatnya, memberikan kata-kata
penyemangat dan penyemangat kepada ibu agar tidak putus asa dan berpikir baik tentang ujian Allah.

Terapi spiritual

Orang sakit membutuhkan terapi spiritual. Agar berhasil merawat dan mengelola orang sakit, Anda
juga perlu memiliki nilai kasih sayang yang tinggi dalam diri Anda agar dapat menempatkan pada posisi
orang yang sakit.

Orang sakit umumnya sensitif. Perlu sopan santun, dan lemah membut terhadap nya.
Jika Anda orang yang dekat dengan pasien, Anda perlu berperan agar ia tidak merasa terbebani, atau
tertekan. Ini karena emosi orang yang sakit mudah tersulit. Perlu bicara dengan nada tenang.

Jangan pernah memarahi atau bersikap keras terhadapnya. Sesungguhnya dosa-dosa orang sakit
yang sabar akan diampuni oleh Allah SWT asal sabardan dengan damai dapat membantu mereka tenang
dengan ujian-Nya.

12
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam perspektif Islam, setiap penyakit merupakan cobaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada
hamba-Nya untuk menguji keimanannya. Sabda Rasulullah SAW yang artinya “Dan sesungguhnya bila
Allah SWT mencintai suatu kaum, dicobanya dengan berbagai cobaan. Siapa yang ridha menerimanya,
maka dia akan memperoleh keridhoan Allah. Dan barang siapa yang murka (tidak ridha) dia akan
memperoleh kemurkaan Allah SWT” (H.R. Ibnu Majah dan At Turmudzi).
Kondisi sehat dan kondisi sakit adalah dua kondisi yang senantiasa dialami oleh setiap manusia.
Allah SWT tidak akan menurunkan suatu penyakit apabila tidak menurunkan juga obatnya, sebagaimana
hadis yang diriwayatkan oleh  Abu Hurairah ra dari Nabi saw bersabda:
‫َما َأ ْن َز َل هَّللا ُ دَا ًء ِإاَّل َأ ْن َز َل لَهُ ِشفَا ًء‬
Allah SWT tidak menurunkan sakit, kecuali juga menurunkan obatnya (HR  Bukhari)
Bila dalam kondisi sakit, umat Islam dijanjikan oleh Allah SWT berupa penghapusan dosa apabila
ia bersabar dan berikhtiar untuk menyembuhkan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit, umat muslim
tetap wajib mengerjakan shalat pada waktunya dan melaksanakannya menurut kemampuannya.
B. SARAN
Tiada gading yang tidak retak. Tentunya sebagai hamba yang dhaif, penulis menyadari dalam
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca.

13
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Azzam, Abdul Aziz. Abdul Wahhab, Sayyed Hawwas. 2018. Fiqih Ibadah, Jakarta: Amzah .

Waris Maqsood, Ruqaiyyah. Muhammad Iqbal. 2004. Buku Pintar Sholat, Jakarta : Inovasi.

Hadzami, Muhammad Syafi’i. 2010. Taudhihul Adillah, Jakarta : Kompas Gramedia.

Rifa’i, Moh. 2021. Risalah Tuntunan Sholat Lengkap, Semarang : PT. Karya Toha.

Barakati, Septian Muna. 2014.”Perawatan Orang Sakit dan Adab Mengunjungi Orang
Sakit”,https://www.slideshare.net/septianbarakati/makalah-perawatan-orang-sakit-dan-adab-mengunjungi-
orang-sakit-42313193, diakses pada 15 November 2022 pukul 10.25.

Nadya. 2013.”Konsep Sehat dan Sakit”, https://uin-alauddin.ac.id/tulisan/detail/konsep-sehat-dan-sakit ,


diakses pada 15 November 2022 pukul 13.00.

Hidayatullah, 2021.” Berkah dan Nikmat Merawat Orang Sakit’, https://hidayatullah.com/kajian/oase-


iman/read/2021/08/27/214565/berkah-dan-nikmat-merawat-orang-sakit.html, diakses pada 15 November
13.30.

14
15

Anda mungkin juga menyukai