Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah mukallaf dan
harus dikerjakan baik bagi mukimin maupun dalam perjalanan. Shalat merupakan rukun Islam
kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat,
sehingga barang siapa mendirikan shalat ,maka ia mendirikan agama (Islam), dan barang siapa
meninggalkan shalat,maka ia meruntuhkan agama (Islam).

Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17
rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim
mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga ,shalat –shalat sunah.

Perawat memberikan pelayanan yang holistik mencakup semua aspek, salah satu nya
adalah aspek spiritual. Oleh karena itu kami tertarik untuk membahas tentang bagaimana peranan
perawat dalam bidang spiritual.

PEMBAHASAN

Shalat Orang Yang Sakit

Seorang hamba terkadang diuji oleh Allah dengan sakit yang menimpanya, sakit tersebut
bisa berupa sakit yang ringan tetapi tidak sedikit pula seorang hamba yang diuji oleh Allah
dengan diberi sakit yang menyebabkan hamba tersebut harus dirawat dirumah sakit sehingga
menghabiskan hari-harinya dengan beristirahat diatas dipan. Dalam keadaan demikian, kaum
muslimin dibagi menjadi dua golongan yang berkenaan tentang kewajiban shalat yang harus
dilakukannya sebagai seorang muslim, pertama enggan melaksanakan shalat karena alasan
sakitnya -baik sakit ringan atau berat- dan kedua memaksakan diri shalat layaknya ketika masih
sehat sehingga sakitnya tambah parah atau tidak kunjung sembuh.
Syari’at Islam dibangun di atas dasar ilmu dan kemampuan orang yang dibebani. Tak ada
satupun beban syari’at yang diwajibkan kepada seseorang di luar kemampuannya. Allah azza wa
jalla sendiri menjelaskan hal ini dalam firman-Nya:

‫ف‬
‫ا‬
‫ ك لا‬7ُ‫وسعا اها لا نا ُلال ي‬
‫¸لِّ سا‬ ‫ْف‬

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS.al-Baqoroh:


286)

Allah subhanahu wa ta’ala juga memerintahkan kaum muslimin untuk agar bertaqwa sesuai
dengan kemampuan mereka. Allah berfirman,

‫وا‬7ُ‫ق‬7‫اتا‬
‫ ْم‬7ُ‫ماا س ْ عت‬
‫ الال ط‬7‫تا‬

“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (QS. At-Taghobun: 16)

Orang yang sakit tidak sama dengan orang yang sehat. Masing-masing harus berusaha
melaksanakan kewajibannya menurut kemampuannya. Dari sini, nampaklah keindahan dan
kemudahan syariat Islam.

Diantara kewajiban agung yang wajib dilakukan orang yang sakit adalah shalat. Banyak
sekali kaum muslimin yang terkadang meninggalkan shalat dengan dalih sakit atau memaksakan
diri melakukan shalat dengan tata cara yang biasa dilakukan orang sehat.

Akhirnya, mereka pun merasa berat dan merasa terbebani dengan ibadah shalat. Untuk
itu, solusinya adalah mengetahui hukum-hukum dan tata cara shalat bagi orang yang sakit sesuai
petunjuk Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan penjelasan para ulama.

Hukum-Hukum Berhubungan dengan Shalat Orang Sakit

Diantara hukum-hukum shalat bagi orang yang sakit adalah sebagai berikut:

 Orang yang sakit tetap wajib mengerjakan shalat pada waktunya dan melaksanakannya
menurut kemampuannya, sebagaimana diperintahkan Allah subhanahu wa ta’ala dalam
firman-Nya,

‫وا‬7ُ‫ق‬7‫اتا‬
‫ ْم‬7ُ‫ماا س ْ عت‬
‫ الال ط‬7‫تا‬
“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (QS. At-Taghobun: 16)

Dan sabda Nabi shollallahu’alaihi wa sallam dalam hadits Imron bin Husain:“Pernah penyakit
wasir menimpaku, lalu aku bertanya kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tentang cara
shalatnya. Maka beliau shollallahu’alaihi wa sallam menjawab: Shalatlahdengan berdiri, apabila
tidak mampu, maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka berbaringlah.” (HR. Bukhori
no.1117)

 Apabila melakukan shalat pada waktunya terasa berat baginya, maka diperbolehkan
menjama’ (menggabung) shalat, shalat Dzuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya’ baik dengan
jama’ taqdim atau takhir, dengan cara memilih yang termudah baginya. Sedangkan shalat
Shubuh maka tidak boleh dijama’ karena waktunya terpisah dari shalat sebelum dan
sesudahnya. Diantara dasar kebolehan ini adalah hadits Ibnu Abbas radliyallahu’anhu yang
berbunyi:

“Rasulullah shollallahu’alaihi wa sallam telah menjama’ antara Dzuhur dan Ashar, Maghrib dan
Isya’ di kota Madinah tanpa sebab takut dan hujan. Abu Kuraib rahimahullah berkata: “Aku
bertanya kepada Ibnu Abbas radliyallahu’anhu: “Mengapa beliau berbuat demikian?” Beliau
radliyallahu’anhu menjawab: “Agar tidak menyusahkan umatnya. (HR. Muslim no. 705)

 Dalam hadits diatas jelas Rasulullah shollallahu’alaihi wa sallam membolehkan kita


menjama’ shalat karena adanya rasa berat yang menyusahkan (masyaqqah) dan sakit adalah
masyaqqah. Ini juga dikuatkan dengan menganalogikan orang sakit dengan orang yang
terkena istihadhoh yang diperintahkan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam untuk
mengakhirkan shalat Dzuhur dan mempercepat Ashar dan mengakhirkan Maghrib serta
mempercepat Isya’.

Orang yang sakit tidak boleh meninggalkan shalat wajib dalam segala kondisi apapun selama
akalnya masih baik

 Orang sakit yang berat shalat jama’ah di masjid atau ia khawatir akan menambah dan atau
memperlambat kesembuhannya jka shalat di masjid, maka dibolehkan tidak shalat
berjama’ah. Imam ibnu al-Mundzir rahimahullah menyatakan: Tidak ada perbedaan
pendapat diantara ulama bahwa orang sakit dibolehkan tidak shalat berjama’ah karena
sakitnya. Hal itu kerena nabi shallallahu’alaihi wa sallam ketika sakit tidak hadir di masjid
dan berkata:

“Perintahkan Abu Bakar radliyallahu’anhu agar mengimami shalat. (Muttafaqun ‘alaihi)

TATA CARA SHALAT BAGI ORANG YANG SAKIT

Tata Cara Shalat Bagi Orang Sakit Adalah Sebagai Berikut

1. Diwajibkan bagi orang yang sakit untuk shalat dengan berdiri apabila mampu dan tidak
khawatir sakitnya bertambah parah, karena berdiri dalam shalat wajib merupakan rukun
shalat. Allah azza wa jalla berfirman:

‫و ُموا‬7ُ‫ وق‬7¸‫قا ¸نت¸ي ان لل‬.…‫ا‬

”Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’ ”(QS. Al-Baqarah: 238)

Diwajibkan juga bagi orang yang mampu berdiri walaupun dengan menggunakan tongkat,
bersandar ke tembok atau berpegangan tiang, berdasarkan hadits Ummu Qais radliyallahu’anha
yang berbunyi:

”Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika berusia lanjut dan lemah, beliau
memasang tiang di tempat shalatnya sebagai sandaran.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan al-
Albani dalam Silsilah ash-Shahihah 319)

Demikian juga orang bungkuk diwajibkan berdiri walaupun keadaannya seperti orang rukuk.

Syaikh ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, ”Diwajibkan berdiri bagi seorang dalam segala
caranya, walaupun menyerupai orang ruku’ atau bersandar kepada tongkat, tembok, tiang,
ataupun manusia.”

2. Orang yang mampu berdiri namun tidak mampu ruku’ atau sujud, ia tetap wajib berdiri.
Ia harus shalat dengan berdiri dan melakukan ruku’ dengan menundukkan badannya.
Bila ia tidak mampu membungkukkan punggungnya sama sekali, maka cukup dengan
menundukkan lehernya, kemudian duduk, lalu menundukkan badan untuk sujud dalam
keadaan duduk dengan mendekatkan wajahnya ke tanah sebisa mungkin.
3. Orang sakit yang tidak mampu berdiri, maka ia melakukan shalatnya dengan duduk,
berdasarkan hadits ’Imron bin Hushain dan ijma’ para ulama. Ibnu Qudamah
rahimahullah menyatakan, ”Para ulama terlah berijma’ bahwa orang yang tidak mampu
shalat berdiri maka dibolehkan shalat dengan duduk”.
4. Orang yang sakit yang khawatir akan bertambah parah sakitnya atau memperlambat
kesembuhannya atau sangat susah berdiri, diperbolehkan shalat dengan duduk. Syaikh
Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: ”Yang benar adalah, kesulitan (masyaqqah)
membolehkan seseorang mengerjakan shalat dengan duduk. Apabila seorang merasa
susah mengerjakan shalat berdiri, maka ia boleh mengerjakan shalat dengan duduk
berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:

Bila tetap tidak mampu, ia melakukan sujud dengan meletakkan kedua telapak tangannya ke
tanah dan menunduk untuk sujud. Bila tidak mampu, hendaknya ia meletakkan tangannya di
lututnya dan menundukkan kepalanya lebih rendah dari pada ketika ruku’.

5. Orang sakit yang tidak mampu melakukan shalat berdiri dan duduk, cara melakukannya
adalah dengan cara berbaring, boleh dengan miring ke kanan atau ke kiri, dengan
menghadapkan wajahnya ke arah kiblat. Ini berdasarkan sabda Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam dalam hadits ’Imran bin al-Husain radliyallahu’anhu:

”Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka
berbaringlah.” (HR. Al-Bukhori no.1117)

Dalam hadits ini Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tidak menjelaskan pada sisi mana seseorang
harus berbaring, ke kanan atau ke kiri, sehingga yang utama adalah yang termudah bagi
keduanya. Apabila miring ke kanan lebih mudah, itu yang lebih utama baginya dan apabila
miring ke kiri itu yang termudah maka itu yang lebih utama. Namun bila kedua-duanya sama
mudahnya, maka miring ke kanan lebih utama dengan dasar keumuman hadits ’Aisyah
radliyallahu’anha yang berbunyi:

”Dahulu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menyukai mendahulukan sebelah kanan dalam


seluruh urusannya, dalam memakai sandal, menyisir dan bersucinya.” (HR. Muslim no.396).
Melakukan ruku’ dan sujud dengan isyarat merendahkan kepala ke dada, ketentuannya, sujud
lebih rendah daripada ruku’. Apabila tidak mampu menggerakkan kepalanya, maka para ulama
berbeda pendapat dalam tiga pendapat:

a) Melakukannya dengan mata. Apabila ruku’, ia memejamkan matanya sedikit kemudian


mengucapkan kata ”sami’allahu liman hamidah” lalu membuka matanya. Apabila sujud maka
memejamkan matanya lebih dalam.

b) Gugur semua gerakan namun masih melakukan shalat dengan perkataan.

c) Gugur kewajiban shalatnya. Inilah adalah pendapat yang dirajihkan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah merajihkan pendapat kedua dengan menyatakan,
”Yang rajih dari tiga pendapat tersebut adalah gugurnya perbuatan saja, karena ini saja yang
tidak mampu dilakukan. Sedangkan perkataan, tetap tidak gugur, karena ia mampu
melakukannya dan Allah berfirman”:

‫وا‬7ُ‫ق‬7‫اتا‬
‫ ْم‬7ُ‫ماا س ْ عت‬
‫ الال ط‬7‫تا‬

“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (QS. At-Taghobun: 16)

6. Orang yang tidak mampu berbaring, boleh melakukan shalat dengan terlentang dan
menghadapkan kakinya ke arah kiblat, karena hal ini lebih dekat kepada cara berdiri.
Misalnya bila kiblatnya arah barat maka letak kepalanya di sebelah timur dan kakinya di
arah barat.
7. Apabila tidak mampu menghadap kiblat dan tidak ada yang mengarahkan atau
membantu mengarahkannya, maka hendaklah ia shalat sesuai keadaannya tersebut,
berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:

‫ف‬
‫ا‬
‫ ك لا‬7ُ‫وسعا اها ْ ُلال ي‬
‫¸لِّ سا‬ ‫ف‬
‫لا‬

”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al-Baqarah/
2:286).
8. Orang sakit yang tidak mampu shalat dengan terlentang maka shalatnya sesuai
keadaannya dengan dasar firman Allah subhanahu wa ta’ala:

‫وا‬7ُ‫ق‬7‫اتا‬
‫ ْم‬7ُ‫ماا س ْ عت‬
‫ الال ط‬7‫تا‬

“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (QS. At-Taghobun: 16)

9. Orang yang sakit dan tidak mampu melakukan shalat dengan semua gerakan di atas (ia
tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya dan tidak mampu juga dengan matanya),
hendaknya dia melakukan shalat dengan hatinya. Shalat tetap diwajibkan selama akal
seorang masih sehat.
10. Apabila shalat orang yang sakit mampu melakukan perbuatan yang sebelumnya tidak
mampu, baik keadaan berdiri, ruku’ atau sujud, maka ia wajib melaksanakan shalatnya
dengan kemampuan yang ada dan menyempurnakan yang tersisa. Ia tidak perlu
mengulang yang telah lalu, karena yang telah lalu dari shalat tersebut telah sah.
11. Apabila orang yang sakit tidak mampu melakukan sujud di atas tanah, hendaknya ia
cukup menundukkan kepalanya dan tidak mengambil sesuatu sebagai alas sujud. Hal ini
didasarkan hadits Jabir radliyallahu’anhu yang berbunyi:

”Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menjenguk orang sakit, beliau melihatnya sedang


mengerjakan shalat di atas (bertelekan) bantal, beliau pun mengambil dan melemparnya.
Kemudian ia mengambil kayu untuk dijadikan alas shalatnya, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam
pun mengambilnya dan melemparnya. Beliau shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: ”Shalatlah
di atas tanah apabila engkau mampu dan bila tidak maka dengan isyarat dengan menunduk (al-
Imaa’) dan jadikan sujudmu lebih rendah dari ruku’mu.”

Inilah sebagian hukum yang menjelaskan tata cara shalat bagi orang sakit, mudah-mudahan
dapat memberikan bimbingan kepada mereka. Dengan harapan, setelah ini mereka tidak
meninggalkan shalat hanya karena sakit yang dideritanya.

Peran Perawat Dalam Membimbing Praktek Ibadah Pasien

Peranan perawat tidak sebatas memberikan pengobatan secara fisik melainkan juga pengobatan
psikis (kejiwaan) pasien. Diyakini, dengan dibantu oleh terapi secara psikis akan lebih
membantu kesembuhan pasien karena kondisi kejiwaannya lebih tenang.
Menurut Dra. Suharyati Samba, kedudukan perawat amat penting, karena satu-satunya tenaga
kesehatan yang secara 24 jam dituntut untuk selalu di samping pasien. Kebutuhan dasar manusia
dalam pandangan keperawatan meliputi biologi, psikis, sosial, dan spiritual hingga fungsi
perawat untuk membantu pasien. Dalam menjalankan tugas, seorang perawat harus melandasi
kepada pikiran dan perasaan cinta, afeksi, dan komitmen mendalam kepada pasiennya yang
dapat dilakukan dengan cara:

1. Perawat juga bisa membimbing ritual keagamaan sesuai dengan keyakinan klien, seperti
cara bertayamum, salat sambil tiduran, atau berzikir dan berdoa. “Bila perlu perawat dapat
mendatangkan guru agama pasien untuk dapat memberikan bimbingan rohani hingga merasa
tenang dan damai. Dalam kondisi sakaratul maut perawat berkewajiban mengantarkan klien agar
wafat dengan damai dan bermartabat.

2. Tugas seorang perawat, menekankan pasien agar tidak berputus asa apalagi menyatakan
kepada pasiennya tidak memiliki harapan hidup lagi. “Pernyataan tidak memiliki harapan hidup
untuk seorang muslim tidak dapat dibenarkan. Meski secara medis tidak lagi bisa menanganinya,
tapi kalau Allah bisa saja menyembuhkannya dengan mengabaikan hukum sebab akibat,
katanya”.

3. Perawat juga memandu pasiennya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT hingga
kondisinya semakin shaleh yang bisa mendatangkan ”manjurnya” doa. Sedangkan Isep Zainal
Arifin menekankan, perawat bisa memberikan bimbingan langsung seperti tukar pikiran, berdoa
bersama, dan bimbingan ibadah. “Bimbingan tak langsung bisa berupa ceramah, percikan kata
hikmah, buletin, doa tertulis, maupun tuntunan ibadah secara tertulis. Dengan bimbingan itu
diharapkan dapat membantu proses kesembuhan pasien,” timpalnya.

Peran perawat dalam membimbing pasien praktek ibadah antara lain :

1. Membimbing pasien untuk berwudhu atau bertayamum (thaharah)

2. Membimbing pasien sholat apabila telah tiba waktunya

Adapun ketentuan perawat dalam membimbing praktek shalat bagi pasien :


a. wajib bagi orang yang sakit mengerjakan shalat fardhu dalam keadaan berdiri, walaupun tidak
bisa berdiri tegak (berdiri miring), atau bersandar pada dinding atau tongkat.

b. jika tidak mampu shalat sambil berdiri, dia diperbolehkan shalat sambil duduk. Ketika shalat
sambil duduk, yang paling utama jika ingin melakukan gerakan berdiri (qiyam) dan ruku’ adalah
dengan duduk mutarobi’an (duduk dengan kaki bersilang di bawah paha.

c. jika tidak mampu mengerjakan shalat sambil duduk, boleh shalat sambil tidur menyamping
(yang paling utama tidur menyamping pada sisi kanan) dan badan mengarah ke arah kiblat. Jika
tidak mampu diarahkan ke kiblat, boleh shalat ke arah mana saja.

d. jika tidak mampu mengerjakan shalat sambil tidur menyamping, maka dibolehkan tidur
terlentang. Caranya adalah: kaki dihadapkan ke arah kiblat dan sangat bagus jika kepala agak
sedikit diangkat supaya terlihat menghadap ke kiblat. Jika kakinya tadi tidak mampu dihadapkan
ke kiblat, boleh shalat dalam keadaan bagaimanapun. Jika memang terpaksa seperti ini, shalatnya
tidak perlu diulangi.

e. wajib bagi orang yang sakit melakukan gerakan ruku’ dan sujud. Jika tidak mampu, boleh
dengan memberi isyarat pada dua gerakan tadi dengan kepala. Dan sujud diusahakan lebih
rendah daripada ruku’. Jika mampu ruku’, namun tidak mampu sujud, maka dia melakukan ruku’
sebagaimana ruku’ yang biasa dilakukan dan sujud dilakukan dengan isyarat. Jika dia mampu
sujud, namun tidak mampu ruku’, maka dia melakukan sujud sebagaimana yang biasa dilakukan
dan ruku’ dilakukan dengan isyarat.

f. jika tidak mampu berisyarat dengan kepala ketika ruku’ dan sujud, boleh berisyarat dengan
kedipan mata. Jika ruku’, mata dikedipkan sedikit. Namun ketika sujud, mata lebih dikedipkan
lagi. Adapun isyarat dengan jari sebagaimana yang biasa dilakukan oleh sebagian orang yang
sakit, maka ini tidaklah benar. Aku sendiri tidak mengetahui kalau perbuatan semacam ini
memiliki landasan dari Al Kitab dan As Sunnah atau perkataan ulama.

g. jika tidak mampu berisyarat dengan kepala atau kedipan mata, maka dibolehkan shalat dalam
hati. Dia tetap bertakbir dan membaca surat, lalu berniat melakukan ruku’, sujud, berdiri dan
duduk dengan dibayangkan dalam hati. Karena setiap orang akan memperoleh yang dia niatkan.
h. wajib bagi setiap orang yang sakit untuk mengerjakan shalat di waktunya (tidak boleh sampai
keluar waktu), dia mengerjakan sesuai dengan kemampuannya sebagaimana yang telah
dijelaskan dan tidak boleh mengakhirkan satu shalat dari waktunya.

3. Membimbing tadarus Al-Qur’an

‫ُ ما ات‬
‫ لا ك أو‬7‫ ْن صال ان صال ¸م ا ْل م‬7‫ا‬7 7‫ُم ْن اك ¸ ¸ن ت‬ ‫ ْك َ ولا‬7‫و ان ما ْعلا أا‬7ُ‫صناع‬7‫تا‬
‫ُل‬
‫ ان ْي ¸حي‬7‫ا وأا‬7‫ ¸ك تا‬7‫ ال إ ةا‬7‫ُم و اب ُر ل ¸ذ ْك ¸ر ا ْل افح وا ء اهى ال ع ةا‬
‫¸ق ب‬ ‫ْل شا‬ ‫ُر‬ ‫َلالُ ل‬
‫ا‬
¸

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah salat.
Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah
yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. ( Al Ankabuut (29) : 45)

Membimbing agar selalu berdoa kepada Allah

Pasien dalam keadaan sakit apapun tetap harus memohon petolongan kepada Allah SWT, karena
hakekatnya Allahlah yang memberikan kesembuhan bagi yang sedang sakit. Seorang perawat
harus mampu membimbing berdoa pasiennya agar lekas diberikan kesembuhan oleh Allah SWT.

Allah SWT berfirman :

“Dan Tuhanmu berfirman:”Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu.


Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahannam dalam keadaan hina dina”. (QS. 40:60)

4. Membimbing pasien agar selalu berdzikir kepada Allah

Keadaan batin pasien tidak stabil, selalu berprasangka buruk dengan apa yang Allah ujikan
kepadanya. Sebagai perawat yang profesional kita harus mampu membimbing pasien agar selalu
mengingat Allah (dzikir) agar batin pasien menjadi lebih tenang dan tidak berprasangka buruk
terhadap apa yang pasien hadapi.

Allah berfirman dalam surat Ar-Ra’d : 28 yang artinya :

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
HIKMAH MERAWAT ORANG SAKIT

BERSYUKURLAH jika kamu dipilih oleh Allah SWT untuk merawat orang sakit. Ini
adalah anugerah dan nikmat yang cukup besar. Dalam salah satu hadits diriwayatkan bahwa para
malaikat mendoakan orang yang menjenguk orang sakit, apalagi merawat orang sakit, pasti akan
dikaruniai pahala dan pahala yang luar biasa Tentu saja merawat orang sakit merupakan
tantangan yang sulit. Anda harus menghadapi pasien yang terkadang cemas dan sedih, terkadang
marah, mengeluh dan depresi. Dalam banyak situasi, Anda membutuhkan kesabaran tingkat
tinggi dan semangat kuat untuk mengelolanya.

Berkahnya merawat orang sakit

Apabila seseorang menjenguk saudaranya yang muslim (yang sedang sakit), maka
(seakan-akan) dia berjalan sambil memetik buah-buahan Surga sehingga dia duduk, apabila
sudah duduk maka diturunkan kepadanya rahmat dengan deras. Apabila menjenguknya di pagi
hari maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar mendapat rahmat hingga waktu sore
tiba. Apabila menjenguknya di sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar
diberi rahmat hingga waktu pagi tiba.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad).

Contoh terdekat adalah ketika ibumu sakit. Sebagai seorang anak, Anda harus bergiliran
merawatnya. Ketika kita masih kecil, ibu rela melakukan apa saja jika kamu sakit. Dia rela
begadang semalaman agar Anda tetap sehat. Saat ibumu sakit, inilah saatnya untuk membalas
semua jasa dan kebaikan yang telah dicurahkan. Katakanlah ibumu memiliki lima anak dan
masing-masing sibuk dengan pekerjaan dan kehidupannya. Jadi kita harus membuat jadwal agar
semua orang bisa mengurus ibu.

Begitu besar nikmat Allah SWT merawat ibu dan ayah yang sedang sakit. Beruntunglah
jika kita yang terpilih. Anda bisa memandikan, mengambil wudhu untuk sholatnya, memberikan
kata-kata penyemangat dan penyemangat kepada ibu agar tidak putus asa dan berpikir baik
tentang ujian Allah.
Terapi spiritual

Orang sakit membutuhkan terapi spiritual. Agar berhasil merawat dan mengelola orang
sakit, Anda juga perlu memiliki nilai kasih sayang yang tinggi dalam diri Anda agar dapat
menempatkan pada posisi orang yang sakit.

Orang sakit umumnya sensitif. Perlu sopan santun, dan lemah membut terhadap nya.

Jika Anda orang yang dekat dengan pasien, Anda perlu berperan agar ia tidak merasa terbebani,
atau tertekan. Ini karena emosi orang yang sakit mudah tersulit. Perlu bicara dengan nada
tenang.

Jangan pernah memarahi atau bersikap keras terhadapnya. Sesungguhnya dosa-dosa orang sakit
yang sabar akan diampuni oleh Allah SWT asal sabardan dengan damai dapat membantu mereka
tenang dengan ujian-Nya
KESIMPULAN

Shalat merupakan penyerahan diri secara talalitas untuk menghadap Tuhan, dengan
perkataan dan perbuatan menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara.

 Sholat bagi orang yang sakit tidak sama dengan yang sehat. Semua harus berusaha
melaksanakan kewajibannya menurut kemampuan masing-masing.Banyak sekali kaum
muslimin yang kadang meninggalkan sholat dengan dalih sakit atau memaksakan diri
sholat dengan tata-tata cara yang biasa dilakukan orang sehat. Akhirnya merasakan
beratnya sholat bahkan merasakan hal itu sebagai beban yang menyusahkannya.
 Dalam salah satu hadits diriwayatkan bahwa para malaikat mendoakan orang yang
menjenguk orang sakit, apalagi merawat orang sakit, pasti akan dikaruniai pahala dan
pahala yang luar biasa.
 Tentu saja merawat orang sakit merupakan tantangan yang sulit. Anda harus
menghadapi pasien yang terkadang cemas dan sedih, terkadang marah, mengeluh dan
depresi. Dalam banyak situasi, Anda membutuhkan kesabaran tingkat tinggi dan
semangat kuat untuk mengelolanya.
 Kewajiban mengenal hukum-hukum dan tata cara sholat orang yang sakit sesuai
petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan penjelasan para ulama.
 Di antara hukum-hukum yang berhubungan dengan orang sakit dalam ibadah sholatnya
adalah:
1. Orang yang sakit tetap wajib sholat diwaktunya dan melaksanakannya menurut
kemampuannya
2. Orang yang sakit tidak boleh meninggalkan sholat wajib dalam segala kondisinya
selama akalnya masih baik .
3. Orang sakit yang berat untuk mendatangi masjid berjama’ah atau akan menambah
dan atau memperlambat kesembuhannya bila sholat berjamaah di masjid maka
dibolehkan tidak sholat berjama’ah

Anda mungkin juga menyukai