Anda di halaman 1dari 17

RANCANGAN TUGAS 3

MAKALAH
TATA CARA BERIBADAH DALAM KONDISI SAKIT
Dosen Pengampu: Eko Saputra, M.A

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3


NAMA-NAMA KELOMPOK:

1. ADINDA DWI PUTRI DELFIA


2. DIVA NATASYAH
3. EGITA MEIDILIANI
4. FUJA ARISKA
5. MELANI DIA PUTRI
6. NOVIOLA REZKY MUTIARA
7. RAMADHANI ISYA PUTRI
8. YUNI MARSELA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES PAYUNG NEGERI PEKANBARU
2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. atas berkah dan inayah-Nya penulisan makalah
“Tata Cara Beribadah Dalam Kondisi Sakit”. dapat kami selesaikan dengan
sebaik-baiknya. Shalawat dan salam kita ucapkan kepada junjungan alam Nabi
besar Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari zaman kebodohan sampai
kepada zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan
saat ini.

Penulisan dari makalah “Tata Cara Beribadah Dalam Kondisi Sakit” ini
merupakan tugas kelompok yang harus diselesaikan. Diharapkan dengan
selesainya makalah ini dapat mendorong dan membantu para murid dalam proses
belajar.

Kami menyadari masih banyak kesalahan dalam penulisan makalah ini,


sehingga kami berharap adanya kritik dan saran yang akan membangun dari
pembaca demi adanya peningkatan dalam makalah kami selanjutnya.

Pekanbaru, 27 November 2022

Penulis
i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................

A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................

A. Shalat Orang Yang Sakit..............................................................................3


B. Hukum-Hukum Yang Berhubungan Dengan Shalat Orang Sakit................4
C. Tata Cara Shalat Bagi Orang Yang Sakit.....................................................5
D. Peran Perawat Dalam Membimbing Praktek Ibadah Pasien......................10
BAB III PENUTUP .................................................................................................

A. Kesimpulan................................................................................................12
B. Saran...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai penganut agama islam tentunya kita sudah banyak
mengetahui tentang beribadah yang telah disyariatkan dalam islam sendiri.
Namun dari kita banyak tidak mengetahui hakikat beribadah. Kita hanya
menjalankan apa yang telah disyariatkan islam tanpa berpikir lebih radikal
atau berpikir secara lebih dalam lagi hakikat beribadah. Sehingga kita mampu
memahami hikmahhikmah dalam beribadah.
Dalam hal ini sesungguhnya Allah memberi amanah kepada kita
sebagai manusia yang diciptakan di muka bumi ini yaitu sebagai khalifah atau
pemimpin di muka bumi ini dan amanah itu merupakan sebuah kewajiban.
Maka sebagai khalifah di muka bumi kita harus menunaikan kewajiban yang
Allah berikan kepada kita yaitu kewajiban beribadah kepadaNya.
Macammacam ibadah khusus adalah salat. Shalat merupakan salah satu
kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah mukallaf dan harus dikerjakan
baik bagi mukimin maupun dalam perjalanan. Shalat merupakan rukun Islam
kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya
adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat ,maka ia mendirikan
agama (Islam), dan barang siapa meninggalkan shalat, maka ia meruntuhkan
agama (Islam).
Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali,
berjumlah 17 rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus
dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf baik sedang sehat maupun
sakit.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan shalat orang yang Sakit?
2. Apa saja hukum-hukum yang berhubungan dengan shalat orang sakit?
3. Bagaimana Tata Cara Shalat Bagi Orang Yang Sakit?
4. Bagaimana Peran Perawat Dalam Membimbing Praktek Ibadah Pasien?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui shalat orang yang Sakit.
2. Untuk mengetahui hukum-hukum yang berhubungan dengan shalat orang
sakit.
3. Untuk mengetahui Tata Cara Shalat Bagi Orang Yang Sakit.
4. Untuk Peran Perawat Dalam Membimbing Praktek Ibadah Pasien.

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Shalat Orang Yang Sakit


Seorang hamba terkadang diuji oleh Allah dengan sakit yang
menimpanya, sakit tersebut bisa berupa sakit yang ringan tetapi tidak sedikit
pula seorang hamba yang diuji oleh Allah dengan diberi sakit yang
menyebabkan hamba tersebut harus dirawat dirumah sakit sehingga
menghabiskan hari-harinya dengan beristirahat diatas dipan. Dalam keadaan
demikian, kaum muslimin dibagi menjadi dua golongan yang berkenaan
tentang kewajiban shalat yang harus dilakukannya sebagai seorang muslim,
pertama enggan melaksanakan shalat karena alasan sakitnya -baik sakit ringan
atau berat- dan kedua memaksakan diri shalat layaknya ketika masih sehat
sehingga sakitnya tambah parah atau tidak kunjung sembuh.
Syariat Islam dibangun di atas dasar ilmu dan kemampuan orang yang
dibebani. Tak ada satu pun beban syariat yang diwajibkan kepada seseorang di
luar kemampuannya. Allah azza wa jalla sendiri menjelaskan hal ini dalam
firman-Nya:
‫ف ال َُل نا ْفسًا إاَل ُوسْ اع اها‬
َُ ِّ‫ي اك ل‬
ُ ‫اَل‬
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya” (QS.al-Baqoroh: 286)

hallAَuhanahbusَawَala’atَagujَmemerintahkan kaum muslimin untuk agar


bertaqwa sesuai dengan kemampuan mereka. Allah berfirman,

‫فااتاقُوا اال َل امااسْتا اطعْت َُْم‬

“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (QS.


AtTaghobun: 16)
Orang yang sakit tidak sama dengan orang yang sehat. Masing-masing
harus berusaha melaksanakan kewajibannya menurut kemampuannya. Dari
sini, nampak lah keindahan dan kemudahan syariat Islam. Diantara kewajiban
agung yang wajib dilakukan orang yang sakit adalah shalat. Banyak sekali

3
kaum muslimin yang terkadang meninggalkan shalat dengan dalih sakit atau
memaksakan diri melakukan shalat dengan tata cara yang biasa dilakukan
orang sehat. Akhirnya, mereka pun merasa berat dan merasa terbebani dengan
ibadah shalat. Untuk itu, solusinya adalah mengetahui hukum-hukum dan tata
cara shalat bagi orang yang sakit sesuai petunjuk Rasulullah ’uhallallahsَalaihi
wa sallam dan penjelasan para ulama.
B. Hukum-Hukum Berhubungan dengan Shalat Orang Sakit
Diantara hukum-hukum shalat bagi orang yang sakit adalah sebagai berikut:
1. Orang yang sakit tetap wajib mengerjakan shalat pada waktunya dan
melaksanakannya menurut kemampuannya, sebagaimana diperintahkan
hallAَuhanahbusَawَala’atَmaladَfirman-Nya,
‫فااتاقُوا اال َل اماا َْستا اطعْت َُْم‬

“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (QS. At-


Taghobun: 16)
naDَadbasَibaNَihiala’uhallallohsَawَmallasَmaladَstidahَnormIَnibَ
Husain:“Pernah penyakit wasir menimpaku, lalu aku bertanya kepada Nabi
ihiala’uhallallahs َaw َmallas َgnatnet َarac َ.ayntalahs َakaM َuailebَ
ihiala’uhallallohsَawَmallasَbawajnem:َnagnedhaltalahSَ,iridreb َalibapaَ tidak
mampu, maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka
berb”.halgniraَ.RH(َirohkuBَno.1117)
2. Apabila melakukan shalat pada waktunya terasa berat baginya, maka
nakhelobrepidَ’amajnemَ(gnubaggnem)َ,talahsَtalahsَruhuzDَnadَ,rahsAَ
birhgaM َnad َ’aysI َkiab َnagned َ’amaj َmidqat َuata َ,rihkat َnagned َaracَ
memilih yang termudah baginya. Sedangkan shalat Shubuh maka tidak
helob َ’amajid َanerak َaynutkaw َhasipret َirad َtalahs َmulebes َnadَ
sesudahnya. Diantara dasar kebolehan ini adalah hadits Ibnu Abbas
uhna’uhallayildarَgnayَberbunyi:
hallulusaR“ َihiala’uhallallohs َaw َmallas َhalet َm’amajne َaratnaَ
ruhuzDَnadَ,rahsAَbirhgaMَnadَ’aysIَidَatokَhanidaMَapnatَbabesَtukatَ
nadَ.najuhَubAَbiaruKَhalluhamiharَatakreb:َukA“َaynatrebَadapekَunbIَ sabbA

4
َuhna’uhallayildar: َapagneM“ َuaileb َtaubreb َ”?naikimed َuaileBَ
uhna’uhallayildar َbawajnem: َragA“ َtidak menyusahkan umatnya. (HR.
Muslim no. 705)
3. Dalam stidah َsataid َsalej َhallulusaR َihiala’uhallallohs َaw َmallasَ
membolehkan kita menjamak’ َtalahs َanerak َaynada َasar َtareb َgnay
menyusahkan (masyaqqah) dan sakit adalah masyaqqah. Ini juga dikuatkan
dengan menganalogikan orang sakit dengan orang yang terkena istihadhoh
gnayَnakhatnirepidَibaNَihiala’uhallallahsَawَmallasَkutnuَnakrihkagnemَ
shalat Dzuhur dan mempercepat Ashar dan mengakhirkan Maghrib serta
tapecrepmem َIsya’. Orang yang sakit tidak boleh meninggalkan shalat
wajib dalam segala kondisi apapun selama akalnya masih baik.
4. gnarO َtikas َgnay َtareb َtalahs َha’amaj َid َdijsam َuata َai َritawahk َnaka
menambah dan atau memperlambat kesembuhannya jka shalat di masjid,
akam َnakhelobid َkadit َtalahs َ.ha’amajreb َmamI َunbi َal-Mundzir
rahimahullah menyatakan: Tidak ada perbedaan pendapat diantara ulama
awhabَgnaroَtikasَnakhelobidَkaditَtalahsَha’amajrebَanerakَ.ayntikasَlaHَ itu
kerena nabi shollallahu’alaihi wa sallam ketika sakit tidak hadir di masjid
dan berkata:
“Perintahkan Abu Bakar radliyallahu’anhu agar mengimami shalat.
(Muttafaqun ‘alaihi).
C. Tata Cara Shalat Bagi Orang Yang Sakit
Para ulama sepakat bahwa barang siapa yang tidak mampu melakukan
shalat dengan berdiri hendaknya shalat sambil duduk, dan jika tidak mampu
dengan duduk, maka shalat sambil berbaring dengan posisi tubuh miring dan
menghadapkan muka ke kiblat. Disunnatkan miring dengan posisi tubuh
miring di atas tubuh bagian kanan. Dan jika tidak mampu melaksanakan shalat
dengan berbaring miring, maka orang tersebut boleh shalat dengan berbaring
telentang. Tata cara shalat bagi orang sakit adalah sebagai berikut:

5
1. Diwajibkan bagi orang yang sakit untuk shalat dengan berdiri apabila
mampu dan tidak khawatir sakitnya bertambah parah, karena berdiri dalam
shalat wajib merupakan rukun shalat. Allah azza wa jalla berfirman:
‫… اوقُو ُموا ل َل قاا ن تي ان‬.
”Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’ ”(QS.
AlBaqarah: 238)
Diwajibkan juga bagi orang yang mampu berdiri walaupun dengan
menggunakan tongkat, bersandar ke tembok atau berpegangan tiang,
nakrasadrebَstidahَummUَsiaQَahna’uhallayildarَgnayَberbunyi:
”Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika berusia
lanjut dan lemah, beliau memasang tiang di tempat shalatnya sebagai
sandaran.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan al-Albani dalam Silsilah
ash-Shahihah 319)
Demikian juga orang bungkuk diwajibkan berdiri walaupun keadaannya
seperti orang rukuk. Syaikh ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,
nakbijawiD” َiridreb َigab َgnaroes َmalad َalages َ,aynarac َnupualawَ
iapureynem َgnaro َ’ukur َuata َradnasreb َadapek َ,takgnot َ,kobmet َ,gnaitَ
nupuataَmanusia.”
2. Orang gnayَupmamَiridrebَnumanَkaditَupmamَ’ukurَuataَ,dujusَaiَpatet
bijawَ.iridrebَaIَsurahَtalahsَnagnedَiridrebَnadَnakukalemَ’ukurَnagnedَ
menundukkan badannya. Bila ia tidak mampu membungkukkan
punggungnya sama sekali, maka cukup dengan menundukkan lehernya,
kemudian duduk, lalu menundukkan badan untuk sujud dalam keadaan
duduk dengan mendekatkan wajahnya ke tanah sebisa mungkin.
3. Orang sakit yang tidak mampu berdiri, maka ia melakukan shalatnya
dengan
,kududَnakrasadrebَstidahَnormI’َnibَniahsuHَnadَ’amjiَarapَ.amaluَunbIَ
hamaduQَhalluhamiharَ,nakataynemَaraP”َamaluَhalretَ’amjirebَawhabَ orang
yang tidak mampu shalat berdiri maka dibolehkan shalat dengan duduk”.

6
4. Orang yang sakit yang khawatir akan bertambah parah sakitnya atau
memperlambat kesembuhannya atau sangat susah berdiri, diperbolehkan
talahsَnagnedَ.kududَhkiaySَunbIَnimiastUَhalluhamiharَatakreb:َgnaY”َ benar
adalah, kesulitan (masyaqqah) membolehkan seseorang mengerjakan
shalat dengan duduk. Apabila seorang merasa susah mengerjakan shalat
berdiri, maka ia boleh mengerjakan shalat dengan duduk berdasarkan
namrifَhallAَuhanahbusَawَta’ala:
…….‫ي ري َُد بك َُُم ْالعُسْ ا َر‬
ُ ‫ي ري َُد ال َُل بك َُُم ْاليُسْا َر ا َواَل‬
ُ …..
”Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu” (QS. Al-Baqarah:185)
Sebagaimana orang yang berat berpuasa bagi orang yang sakit, walaupun
masih mampu puasa, diperbolehkan baginya berbuka dan tidak berpuasa,
demikian juga shalat, apabila berat untuk berdiri maka boleh mengerjakan
talahsَnagnedَ.”kududَgnarOَgnayَtikasَalibapaَnakajregnemَtalahsَnagnedَ
duduk sebaiknya duduk bersila pada posisi berdirinya, berdasarkan hadits
haysiA’َradliyallahu’anha yang berbunyi:
ukA”َtahilemَibaNَihiala’uhallallahsَawَmallasَtalahsَnagnedَbersila”.
,aguJَanerakَkududَalisrebَaracesَmumuَhibelَhadumَnadَhibelَhanin’amutَ
(tenang) daripada duduk iftirasy. Apabila rukuk, maka lakukanlah dengan
bersila dengan membungkukkan punggung dan meletakkan tangan di
lutut, anerakَ’ukurَnakukalidَnagnedَberdiri. Dalam keadaan demikian,
masih diwajibkan sujud diatas tanah dengan dasar keumumam hadits Ibnu
Abbas uhna’uhallayildarَgnayَberbunyi:
aynhuggnuseS َhallulusaR َshallallahu’aihial َaw َmallas َadbasreb: َukA”َ
diperintahkan untuk bersujud dengan tujuh tulang; dahi –beliau
mengisyaratkan dengan tangannya ke hidung-, kedua telapak tangan, dua
ikakَnadَgnujuَaudekَkapaletَ”.ikakَnuqqafattuM(َa’alaihi).
Bila tetap tidak mampu, ia melakukan sujud dengan meletakkan kedua
telapak tangannya ke tanah dan menunduk untuk sujud. Bila tidak mampu,
hendaknya ia meletakkan tangannya di lututnya dan menundukkan

7
aynalapekَhibelَhadnerَiradَadapَakitekَruku’.
5. Orang sakit yang tidak mampu melakukan shalat berdiri dan duduk, cara
melakukannya adalah dengan cara berbaring, boleh dengan miring ke
kanan atau ke kiri, dengan menghadapkan wajahnya ke arah kiblat. Ini
berdasarkan
adbasَhallulusaRَihiala’uhallallahsَawَmallasَmaladَstidahَnarmI’َnibَalHusain
radliyallahu’anhu:
”Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka duduklah dan bila
tidak mampu juga maka berbaringlah.” (HR. Al-Bukhori no.1117)
malaDَstidahَiniَibaNَihiala’uhallallahsَawَmallasَkaditَnaksalejnemَadapَ sisi
mana seseorang harus berbaring, ke kanan atau ke kiri, sehingga yang
utama adalah yang termudah bagi keduanya. Apabila miring ke kanan
lebih mudah, itu yang lebih utama baginya dan apabila miring ke kiri itu
yang termudah maka itu yang lebih utama. Namun bila kedua-duanya
sama mudahnya, maka miring ke kanan lebih utama dengan dasar
keumuman stidahَhaysiA’َahna’uhallayildarَgnayَberbunyi:
”Dahulu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menyukai
mendahulukan sebelah kanan dalam seluruh urusannya, dalam memakai
sandal, menyisir dan bersucinya.” (HR. Muslim no.396).
nakukaleMَ’ukurَnadَdujusَnagnedَtaraysiَnakhadneremَalapekَekَ,adadَ ,aynna
utnetek َdujus َhibel َhadner َadapirad َ.’ukur َalibapA َkadit َupmamَ
menggerakkan kepalanya, maka para ulama berbeda pendapat dalam tiga
pendapat:
▪ aynnakukaleMَnagnedَ.atamَalibapAَ,’ukurَaiَnakmajememَaynatamَ
tikidesَnaidumekَnakpacugnemَatakَuhalla’imas”َnamilَ”hadimahَulalَ
membuka matanya. Apabila sujud maka memejamkan matanya lebih
dalam.
▪ Gugur semua gerakan namun masih melakukan shalat dengan
perkataan.

8
▪ Gugur kewajiban shalatnya. Inilah adalah pendapat yang dirajihkan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah
nakhijaremَtapadnepَaudekَnagnedَ,nakataynemَgnaY”َhijarَiradَagitَ
pendapat tersebut adalah gugurnya perbuatan saja, karena ini saja yang
tidak mampu dilakukan. Sedangkan perkataan, tetap tidak gugur,
karena aiَupmamَaynnakukalemَnadَhallAَberfirman”:
‫فااتاقُوا اال َل امااسْتا اطعْت َُْم‬

“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (QS.


At-
Taghobun: 16)
6. Orang yang tidak mampu berbaring, boleh melakukan shalat dengan
terlentang dan menghadapkan kakinya ke arah kiblat, karena hal ini lebih
dekat kepada cara berdiri. Misalnya bila kiblatnya arah barat maka letak
kepalanya di sebelah timur dan kakinya di arah barat.
7. Apabila tidak mampu menghadap kiblat dan tidak ada yang mengarahkan
atau membantu mengarahkannya, maka hendaklah ia shalat sesuai
keadaannya tersebut, berdasarkan firman Allah subhanahuَawَta’ala:
‫ف ال َُل نا ْفسًا إاَل ُوسْ اع اها‬
َُ ِّ‫ي اك ل‬
ُ ‫اَل‬
”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya” (QS. Al-Baqarah/ 2:286).
8. Orang sakit yang tidak mampu shalat dengan terlentang maka shalatnya
iausesَaynnaadaekَnagnedَrasadَnamrifَhallAَuhanahbusَawَta’ala:
‫فااتاقُوا اال َل امااسْتا اطعْت َُْم‬

“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (QS.


AtTaghobun: 16)
9. Orang yang sakit dan tidak mampu melakukan shalat dengan semua
gerakan di atas (ia tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya dan
tidak mampu juga dengan matanya), hendaknya dia melakukan shalat
dengan hatinya. Shalat tetap diwajibkan selama akal seorang masih sehat.

9
10. Apabila shalat orang yang sakit mampu melakukan perbuatan yang
aynmulebesَkaditَ,upmamَkiabَnaadaekَ,iridrebَ’ukurَuataَ,dujusَakamَaiَ wajib
melaksanakan shalatnya dengan kemampuan yang ada dan
menyempurnakan yang tersisa. Ia tidak perlu mengulang yang telah lalu,
karena yang telah lalu dari shalat tersebut telah sah.
11. Apabila orang yang sakit tidak mampu melakukan sujud di atas tanah,
hendaknya ia cukup menundukkan kepalanya dan tidak mengambil sesuatu
sebagai alas sujud. Hal ini didasarkan hadits Jabir radluhna’uhallayiَgnayَ
berbunyi:
”Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menjenguk orang sakit, beliau
melihatnya sedang mengerjakan shalat di atas (bertelekan) bantal, beliau
pun mengambil dan melemparnya. Kemudian ia mengambil kayu untuk
dijadikan alas shalatnya, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pun
mengambilnya dan melemparnya. Beliau shallallahu’alaihi wa sallam
bersabda: ”Shalatlah di atas tanah apabila engkau mampu dan bila tidak
maka dengan isyarat dengan menunduk (al-Imaa’) dan jadikan sujudmu
lebih rendah dari ruku’mu.”
Inilah sebagian hukum yang menjelaskan tata cara shalat bagi
orang sakit, mudah-mudahan dapat memberikan bimbingan kepada
mereka. Dengan harapan, setelah ini mereka tidak meninggalkan shalat
hanya karena sakit yang dideritanya.
D. Peran Perawat Dalam Membimbing Praktek Ibadah Pasien
Peranan perawat tidak sebatas memberikan pengobatan secara fisik
melainkan juga pengobatan psikis (kejiwaan) pasien. Diyakini, dengan dibantu
oleh terapi secara psikis akan lebih membantu kesembuhan pasien karena
kondisi kejiwaannya lebih tenang. Menurut Dra. Suharyati Samba, kedudukan
perawat amat penting, karena satu-satunya tenaga kesehatan yang secara 24
jam dituntut untuk selalu di samping pasien. Kebutuhan dasar manusia dalam
pandangan keperawatan meliputi biologi, psikis, sosial, dan spiritual hingga
fungsi perawat untuk membantu pasien. Dalam menjalankan tugas, seorang

10
perawat harus melandasi kepada pikiran dan perasaan cinta, afeksi, dan
komitmen mendalam kepada pasiennya yang dapat dilakukan dengan cara:
a. Perawat juga bisa membimbing ritual keagamaan sesuai dengan keyakinan
klien, seperti cara bertayamum, salat sambil tiduran, atau berzikir
dan .aodrebَaliB“َulrepَtawarepَtapadَnakgnatadnemَurugَamagaَneisapَkutnuَ
dapat memberikan bimbingan rohani hingga merasa tenang dan damai.
Dalam kondisi sakaratul maut perawat berkewajiban mengantarkan klien
agar wafat dengan damai dan bermartabat.
b. Tugas seorang perawat, menekankan pasien agar tidak berputus asa apalagi
menyatakan kepada pasiennya tidak memiliki harapan hidup lagi.
naataynreP“ َkadit َikilimem َnaparah َpudih َkutnu َgnaroes َmilsum َkaditَ
dapat dibenarkan. Meski secara medis tidak lagi bisa menanganinya, tapi
kalau Allah bisa saja menyembuhkannya dengan mengabaikan hukum

babesَ,tabikaَkatanya”.
c. Perawat juga memandu pasiennya untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT hingga kondisinya semakin shaleh yang bisa mendatangkan
”aynrujnam”َ.aodَnakgnadeSَpesIَlaniaZَnifirAَ,naknakenemَtawarepَasibَ
memberikan bimbingan langsung seperti tukar pikiran, berdoa bersama,
dan nagnibmibَ.hadabiَnagnibmiB“َkatَgnusgnalَasibَapurebَ,hamarecَnakicrepَ
kata hikmah, buletin, doa tertulis, maupun tuntunan ibadah secara tertulis.
Dengan bimbingan itu diharapkan dapat membantu proses kesembuhan
”,neisapَtimpalnya.

11
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai penganut agama islam tentunya kita sudah banyak mengetahui


tentang beribadah yang telah disyariatkan dalam islam sendiri. Namun dari
kita banyak tidak mengetahui hakikat beribadah. Kita hanya menjalankan apa
yang telah disyariatkan islam tanpa berpikir lebih radikal atau berpikir secara
lebih dalam lagi hakikat beribadah. Sehingga kita mampu memahami
hikmahhikmah dalam beribadah. Dalam hal ini sesungguhnya Allah memberi
amanah kepada kita sebagai manusia yang diciptakan di muka bumi ini yaitu
sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi ini dan amanah itu merupakan
sebuah kewajiban. Maka sebagai khalifah di muka bumi kita harus
menunaikan kewajiban yang Allah berikan kepada kita yaitu kewajiban
beribadah kepadaNya. Macam-macam ibadah khusus adalah salat.
Shalat merupakan penyerahan diri secara talalitas untuk menghadap
Tuhan, dengan perkataan dan perbuatan menurut syarat dan rukun yang telah
ditentukan syara. Sholat bagi orang yang sakit tidak sama dengan yang sehat.
Semua harus berusaha melaksanakan kewajibannya menurut kemampuan
masing-masing.Banyak sekali kaum muslimin yang kadang meninggalkan
sholat dengan dalih sakit atau memaksakan diri sholat dengan tata-tata cara

12
yang biasa dilakukan orang sehat. Akhirnya merasakan beratnya sholat bahkan
merasakan hal itu sebagai beban yang menyusahkannya.
B. Saran
Kami berharap dengan adanya makalah ini mahasiswa dapat mengetahui
lebih banyak lagi tentang “Tata Cara Beribadah Dalam Kondisi Sakit”.
Semoga makalah ini bermanfaat dan memudahkan kita dalam pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Ath-Thayyar, Abdullah, Prof, DR. (2007). Ensiklopedia shalat.


Penerjemah, AM. Halim, Jakarta: Maghfirah pustaka
Azis, S.A (2009). Hukum bersuci dan sholat bagi orang sakit. Ebook dari
www.ibnumajjah.wordpress.com
Abdullah. (2017). Sholat (definisi, anjuran dan ancaman). Penerjemah.
Syafiq Fauzi Bawazier.
Jaafar, H., & Aris, S. (2016). Knowledge, Attitude and Practice towards
Religious Obligations among Healthcare Workers in Hospital.
(April 2019).
Wardah, Rizka Febtrina, E. D. (2017). PENGARUH PENGETAHUAN
PERAWAT TERHADAP PEMENUHAN PERAWATAN
SPIRITUAL PASIEN DI RUANG INTENSIF. Jurnal Endurance,
2(October), 436–443.
Muhammad, S. (2009). Hukum orang yang meninggalkan shalat.
Terjemahan Harun, Y.Ebook dari www.ibnumajjah.wordpress

13
14

Anda mungkin juga menyukai