Anda di halaman 1dari 12

TATA CARA IBADAH DALAM KONDISI SAKIT

Dosen Pengampu : Eko Saputra, M.A

Kelompok 3:
STIKES PAYUNG NEGERI

TA 2022/202

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan izin-Nya kami diberikan kemudahan dan kelancaran sehingga dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Tata cara Sholat Bagi Orang Yang Sakit".

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman, terutama kepada dosen mata
kuliah "Pendidikan Agama Islam" Eko Saputra, M.A yang telah memberikan pengarahan kepada
kami dalam membuat makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat kepada para
pembacanya.

Namun demikian, kami sangat menyadari bahwa dalam penyajian makalah ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami menerima setiap kritik dan saran dari pembaca
dengan tangan terbuka. Terima kasih.

Pekanbaru, 28 november 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................1

DAFTAR ISI......................................................................................................................2

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................3

A. Latar belakang.......................................................................................................3
B. Rumusan masalah..................................................................................................3
C. Tujuan ....................................................................................................................3

BAB 11 PEMBAHASAN...................................................................................................4

2.1 Tata Cara Shalat Bagi Orang Sakit...............................................................4

2.2 Tata Cara Bersuci dan Berwudhu Bagi Orang Yang Sakit........................7

2.3 Tata Cara Berpuasa bagi Orang Sakit..........................................................7

2.4 Tata Cara Beribadah Haji bagi Orang Sakit................................................8

BAB 111 PENUTUP..........................................................................................................10

A. KESIMPULAN......................................................................................................10

B. SARAN...................................................................................................................11
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sakit dalam kalimat bahasa Arab berarti maridh (‫)مرضی‬- jamaknya marda menurut
bahasa berasal dari kalimat Artinya ‫ السقم نقيض الصحة يكون لالنسان والحيوان‬yang berarti (‫)مرضی‬
marada sakit-kebalikan dari sehat-bisa terjadi baik terjadi pada manusia maupun pada
binatang. Atau bisa juga maknanya berarti: ‫ما يخرج به االنسان عن حد الصحة‬.

"Sesuatu yang keluar dari manusia, yaitu dari batasan kesehatannya"? ‫حالة خارجة عن الطبع‬.

"Keadaan yang keluar dari kebiasaan"!

Ibadah dapat dilakukan dengan dengan hati, lisan dan anggota badan, bukti keimanan dari
seorang muslim adalah mampu untuk menjaga ibadahnya dalam setiap kondisi hidup, tak
peduli berapapun sulitnya. Keadaan tak goyah dan ketetapan untuk selalumenjalankan
perintah Allah dan menjauhi larangannya disebut sebagai konsistensi akan ketakwaan
terhadap Allah SWT.

B. RUMUS MASALAH

1. Bagaimana tata cara ibadah dalam kondisi sakit?


2. Bagaimana Tata cara bersuci dan berwudhu bagi orang yang sakit?
3. Bagaimana Tata cara beribadah puasa kondisi sakit?
4. Bagaimana Tata cara ibadah haji dalam kondisi sakit?

C. TUJUAN

1. Mengetahui tata cara ibadah dalam kondisi sakit


2. Mengetahui cara bersuci dan berwudhu bagi orang yang sakit
3. Mengetahui cara beribadah puasa saat sakit
4. Mengetahui tata cara beribada haji dalam kondisi sakit
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tata Cara Shalat Bagi Orang Sakit

Setiap manusia pasti pernah mengalami sakit . Meskipun begitu Allah Swt. tetap
mewajibkan manusia untukberibadah kepada-Nya. Adapun tata cara ibadah bagi orang-orang
sakit telah diatur jelas dalam al-Quran dan sunnah. Sehingga, tidak ada alasan bagi manusia
untuk meninggalkan ibadah yang telah diwajibkan atas dirinya secara syariah. Tentang hal
ini, Allah Swt. berfirman: “…Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Dan, hendaklah kamu mencukupkan bilangannya, dan
hendaklah kamu mengaqungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya
kamu bersyukur." (OS. al-Bagarah (2]: 185). 1

Islam tidak bermaksud memberatkan umatnya dengan beribadah. Untuk itu, Allah Swt.
memberikan keringanan (rukhshah) ketika melaksanakan ibadah bagi si sakit. Tentu saja,
keringanan ini sesuai dengan kondisi yang sedang dialaminya, tapa ada sedikit pun paksaan
baginya untuk melakukan yang lebih dari itu. Sebab, Allah Swt. tidak akan membebani
hamba-Nya di luar batas kemampuannya. Orang yang sakit tentunya memiliki keadaan yang
beragam dan bervariasi, sehingga tidak memungkinkan kami merinci tata cara shalat untuk
semua keadaan yang mungkin terjadi pada orang sakit.

Namun prinsip dasar dalam memahami tata cara orang sakit adalah hendaknya orang
sakit berusaha sebisa mungkin menepati tata cara shalat dalam keadaan sempurna, jika tidak
mungkin maka mendekati sempurna. Allah Ta’ala berfirman:

‫فَاتَّقُوا هَّللا َ َما ا ْستَطَ ْعتُ ْم‬

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah semaksimal kemampuanmu” (QS. At Taghabun:


16).2

Nabi Shallallahu’alahi Wasallam bersabda:

‫وقاربوا‬
ِ ‫سدِّدوا‬

1
(OS. al-Bagarah (2]: 185).
2
(QS. At Taghabun: 16).
“Berbuat luruslah, (atau jika tidak mampu maka) mendekati lurus” (HR. Bukhari no. 6467).3
Kaidah fikih yang disepakati ulama:

‫ما ال يدرك كله ال يترك كله‬

“Sesuatu yang tidak bisa digapai semuanya, maka tidak ditinggalkan semuanya”

Syaikh Sa’ad bin Turki Al-Khatslan[4] dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
[5]:4

1. Tata cara shalat orang yang tidak mampu berdiri

Orang yang tidak mampu berdiri, maka shalatnya sambil duduk. Dengan ketentuan
sebagai berikut:

Yang paling utama adalah dengan cara duduk bersila. Namun jika tidak memungkinkan,
maka dengan cara duduk apapun yang mudah untuk dilakukan. Duduk menghadap ke kiblat.
Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat maka tidak mengapa. Cara bertakbir dan
bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam keadaan berdiri. Yaitu tangan di angkat
hingga sejajar dengan telinga dan setelah itu tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri. Cara
rukuknya dengan membungkukkan badan sedikit, ini merupakan bentuk imaa` sebagaimana
dalam hadits Jabir. Kedua telapak tangan di lutut. Cara sujudnya sama sebagaimana sujud
biasa jika memungkinkan. Jika tidak memungkinkan maka, dengan membungkukkan
badannya lebih banyak dari ketika rukuk. Cara tasyahud dengan meletakkan tangan di lutut
dan melakukan tasyahud seperti biasa.

2. Tata cara shalat orang yang tidak mampu duduk

Orang yang tidak mampu berdiri dan tidak mampu duduk, maka shalatnya sambil
berbaring. Shalat sambil berbaring ada dua macam;

a. ‘ala janbin (berbaring menyamping)

Tata caranya: Berbaring menyamping ke kanan dan ke arah kiblat jika memungkinkan.
Jika tidak bisa menyamping ke kanan maka menyamping ke kiri namun tetap ke arah kiblat.
Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat maka tidak mengapa.

3
(HR. Bukhari no. 6467).
4
Syaikh Sa’ad bin Turki Al-Khatslan[4] dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin [5]
 Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam keadaan
berdiri. Yaitu tangan di angkat hingga sejajar dengan telinga dan setelah itu tangan
kanan diletakkan di atas tangan kiri.

 Cara rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit, ini merupakan bentuk imaa`
sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.
 Cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika rukuk. Kedua
tangan diluruskan ke arah lutut. Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah
lutut namun jari telunjuk tetap berisyarat ke arah kiblat.

b. mustalqiyan (telentang)

Tata caranya:
Berbaring telentang dengan kaki menghadap kiblat. Yang utama, kepala diangkat sedikit
dengan ganjalan seperti bantal atau semisalnya sehingga wajah menghadap kiblat. Jika tidak
memungkinkan untuk menghadap kiblat maka tidak mengapa.

 Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam keadaan
berdiri. Yaitu tangan diangkat hingga sejajar dengan telinga dan setelah itu tangan
kanan diletakkan di atas tangan kiri.

 Cara rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit, ini merupakan bentuk imaa`
sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.

 Cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika rukuk. Kedua
tangan diluruskan ke arah lutut.

 Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut namun jari telunjuk tetap
berisyarat ke arah kiblat.

5. Tata cara shalat orang yang tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya
(lumpuh total)

Jika tidak mampu menggerakan anggota tubuhnya namun bisa menggerakkan mata,
maka shalatnya dengan gerakan mata. Karena ini masih termasuk makna al-imaa`. Ia
kedipkan matanya sedikit ketika takbir dan rukuk, dan ia kedipkan banyak untuk sujud.
Disertai dengan gerakan lisan ketika membaca bacaan-bacaan shalat. Jika lisan tidak mampu
digerakkan, maka bacaan-bacaan shalat pun dibaca dalam hati. Jika tidak mampu
menggerakan anggota tubuhnya sama sekali namun masih sadar, maka shalatnya dengan
hatinya. Yaitu ia membayangkan dalam hatinya gerakan-gerakan shalat yang ia kerjakan
disertai dengan gerakan lisan ketika membaca bacaan-bacaan shalat. Jika lisan tidak mampu
digerakkan, maka bacaan-bacaan shalat pun dibaca dalam hati.

2.2 Tata Cara Bersuci dan Berwudhu Bagi Orang Yang Sakit

1. Orang yang sakit wajib bersuci menggunakan air, baik ketika berwudhu' atau bersuci
dari hadats kecil, serta mandi dari hadats besar. Apabila tidak mampu bersuci dengan air
(tidak sanggup atau takut penyakitnya bertambah parah dan membuat kesembuhan
penyakitnya semakin lama) maka dianjurkan untuk bertayamum.

2. Cara bertayamum adalah dengan memukulkan kedua telapak tanga ke permukaan tanah
yang suci(bersih) satu kali, lalu diusapkan ke wajah, kemudian ke kedua tanga sampai
pergelangan, dengan mengusapkan satu dengan yang lain. Jika tidak sanggup untuk
bertayamum sendiri maka orang lain bias membantunya bertayamum. Caranya, orang
yang membantunya tersebut memukulkan kedua telapak tangannya ke permukaan tanah
yang suci (bersih), lalu diusapkan ke wajah si sakit dan ke kedua tangannya sampai
pergelangan.

3. Tayamum boleh dengan mengusapkan telapak tangan ke dinding atau sesuatu yang ada
debunya. Apabila dining itu dicat minyak, artinya bukan sejenis dining dari tanah, maka
tidak boleh digunakan untuk bertayamum, kecuali ada debunya.

4. Jika tidak ada dinding atau apa pun yang ada debunya maka diperbolehkan
menqqunakan tanah (pasir) diatas kain atau bejana, kemudian bertayamum.

5. Jika ingin melakukan shalatyang berikutnya, sedangkan kesuciannya masih ada (karena
tidak ada sesuatu yang membatalkan), maka tidak perlu melakukan tayamum lagi.
Tayamum cukup dilakukan sekali saja.5

2.3 Tata Cara Berpuasa bagi Orang Sakit

Jika seseorang ditimpa penyakit yang sulit disembuhkan maka ia boleh menggantinya
dengan memberi makan setiap hari kepada orang miskin. Bagaimana cara memberinya? Cukup
dengan membagikan beras kepada mereka sesuai ketentuan, dan lebih baik jika diikuti dengan
lauk-pauknya, atau menqundanq orang-orang miskin untuk makan sing atau malam. Begitulah
cara orang sakit yang suit disembuhkan dalam mengganti puasanya. Bagi orang yang terjangkit
penyakit stroke, ia harus memberikan makanan kepada orang miskin setiap hari sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
5
Tentang hal ini, Allah Swt. berfirman: "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk
bagimanusia, serta penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak
dan yang batil). Karena itu, baranq siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di
bulan itu maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan, barang siapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baqinya berpuasa) sebanyak hari hendaknya
memberi makanan tiap hari kepada satu orang miskin."

2.4 Tata Cara Beribadah Haji bagi Orang Sakit

Melaksanakan ibadah haji ke Rumah Allah merupakan salah satu rukun Islam
berdasarkan firman Allah Swt. berikut: Padanya, terdapat tanda-tanda yang nyata, (diantaranya)
magam Ibrahim. Barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah. Barang siapamengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Ali Imran [3]: 97). 6

Rasulullah Saw. juga bersabda: "Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa
tidak ada Than yang berhak disembah kecuali Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah,
mendirikan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan, dan melaksanakan haji bagi yang
mampu." (HR. Muttafaqun 'Alaihi).7

Menunaikan ibadah haji hukumnya wajib atas setiap muslim yang mampu sekali seumur
hidup. Adapun yang dimaksudkan dengan kemampuan di sini yaitu seorang muslim sehat
badannya, memiliki ongkos perjalanannya sampai Makkah sesuai keadaannya, memiliki bekal
yang cukup untuk pulang-pergi melebihi nafkahnya untuk orang-orang yang berada di bawah
tanggungannya, serta disyaratkan memiliki mahram khusus wanita. Bagi orang-orang yang tidak
bisa melaksanakan ibadah haji, misalnya mereka yang sedang sakit atau telah usia lanjut (tidak
mampu melakukan perjalanan, akan tetapi mampu secara materi), maka mereka boleh mencari
orang untuk mengganti ritual haji.

Sebagian ulama mengatakan bahwa ketika seseorang berangkat haji dalam keadaan sehat, dan
sesampainya di sana pada pertengahan pelaksanaan ia jatuh sakit, maka ia harus menunggu
sampai sakitnya berangsur-angsur membaik, dan tidak boleh diwakilkan kepada orang lain. Akan
tetapi, apabila sakitnya permanen atau parah, sehingga ia tidak mampu melaksanakan sisa ibadah
hajinya, maka ia diperbolehkan untuk berhenti melaksanakan sisa ibadahnya. Akan tetapi, ia
memiliki kewajiban untuk membayar kafarat (tebusan) atau dam (denda). Tantang hal ini,

6
. (QS. Ali Imran [3]: 97).

7
(HR. Muttafaqun 'Alaihi).
Rasulullah Saw. bersabda: "Apabila aku perintahkan kalian dengan suatu perintah maka
laksanakanlah perintah tersebut semampu kalian." (HR. Bukhari dan Muslim). 8

BAB III

PENUTUP

8
(HR. Bukhari dan Muslim).
A. KESIMPULAN

Setiap manusia memiliki kewajiban dalam beribadah, mesti begitu dalam keadaan atau
kondisi yang tidak sehat, karena Allah SWT sudah memberi keringanan dalam melakukan
ibadah. Saat dalam keadaan sakit pun kita masih tetap bisa beribadah kepada Allah SWT. Jadi
kita sebagai umatnya tidak memiliki alasan untuk meninggalkan ibada yang telat di wajibkan
kepada kita. Seorang perawat pun tidak akan lepas dari ibadah, demi keselamatan dunia akhirat
dan pekerjaan nya sebagai seorang perawat.

B. SARAN

Kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus melakukan segala perintah yang sudah di
berikan, beribadah kepada Allah SWT tidak lah rugi, melainkan keuntungan bagi kita untuk di
dunia dan akhirat.

DAFTAR PUSTAKA
Hamdi, atiqah. 2015 “MERAIH PAHALA DAN KEMULIAAN SAAT SAKIT DAN DISAKITI”
Jakarta Selatan, penerbit Safirah, Sampangan Gg. Perkutut No 325 B jl. Wonosari, Baturetno
Banguntapan Yogyakarta.

Purnama, yulian, S.kom. 2022 “TATA CARA SHOLAT ORANG YANG SAKIT” Yogyakarta,
penerbit Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA). Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412

Anda mungkin juga menyukai