Anda di halaman 1dari 13

HADITS TARBAWI 2

MENJAGA KESEMPURNAAN AMAL


“Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Mahasiswa Pada Mata
Kuliah Hadits Tarbawi 2”

Dosen Pengampu: Didih Syakir Munandar, M.Pd.I

Disusun Oleh:
Risa Salsabila 18.03.3493

Sifama Lutfia Afifah 18.03.3500

Wildan Zailani 18.03.3518

Program Studi Pendidikan Agama Islam


Fakultas Tarbiyah
Institut Agama Islam Darussalam
Ciamis – Jawa Barat
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penyusun
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas terstruktur dari mata
kuliah Hadits Tarbawi 2 dengan judul “Menjaga Kesempurnaan Amal”
Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penyusun mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Ciamis, 10 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan.................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Amal................................................................................... 2
B. Hadits tentang Menjaga Kesempurnaan Amal..................................... 2
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 10
B. Saran..................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Betapa banyak orang yang beramal shalih namun amalnya
membuat ia lupa dari Allah, dan betapa banyak orang yang bermaksiat,
namun dengan ma’siat itu membuat ia ingat dan kembali kepada Allah.
Banyak pesan Alqur’an yang menyeru kita untuk melaksanakan amal
shalih atau amal baik, kemudian diikuti dengan janji imbalan atau balasan
yang baik pula berupa surga dengan segala isinya. Begitu juga sebaliknya,
Allah melarang kita agar tidak berbuat buruk atau melaksanakan
laranganNya dan diikuti dengan ancaman bagi yang menerjang larangan
ini akan dibalas dengan neraka.
Berita yang dibawa oleh Alqur’an dan didukung oleh hadits-
hadits Nabi tentang berita gembira dan ancaman Allah tersebut, kita akan
termotivasi untuk selalu berusaha beramal shalih dan meninggalkan
amalan yang dilarangNya. Oleh karena itu, bagi yang belum
melaksanakan amal shalih, maka perbanyaklah. Sedangkan bagi siapa
yang sudah melaksanakannya, maka jagalah amal tersebut agar amal
shalih itu bisa sampai di sisi Allah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Amal ?
2. Bagaimana hadits tentang Menjaga Kesempurnaan Amal ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Amal.
2. Untuk mengetahui hadits tentang Menjaga Kesempurnaan Amal.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amal
Bersumber dari Wikipedia, Amal (dari bahasa Arab: ‫ ) َع َم َل‬berarti
mengamalkan, berbuat, bekerja. Kata ini sering dipertukarkan dengan
sedekah. Menurut KBBI, Amal mempunyai beberapa arti, yaitu :
1. Perbuatan (baik atau buruk)
2. Perbuatan baik yang mendatangkan pahala (menurut ajaran agama
Islam) Yang dilakukan dengan tujuan untuk berbuat kebaikan terhadap
masyarakat atau sesama manusia (memberi derma, mengumpulkan
dana untuk membantu korban bencana alam, penyandang cacat, orang
jompo, anak yatim piatu, dan sebagainya).
Mengutip buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti oleh
Tatik Pudjiani dan Bagus Mustakim (2019: 237), amal saleh adalah
perbuatan yang sungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah atau
menunaikan kewajiban agama. Di dalam amal saleh terdapat amal ibadah
dan amal jariyah yang meliputi habluminallah dan habluminannas.
Amal ibadah adalah perbuatan yang merupakan pengabdian kepada
Allah SWT yang merupakan hubungan manusia dengan Allah. Hubungan
inilah yang disebut dengan istilah habluminallah.
Sedangkan, amal jariyah merupakan perbuatan baik untuk
kepentingan masyarakat (umum) yang dilakukan tanpa pamrih. Hubungan
yang disebut dengan habluminannas ini merupakan hubungan sesama
manusia atau sesama makhluk Allah SWT.
B. Hadits tentang Menjaga Kesempurnaan Amal
1. Hadits Riwayat Bukhori Nomor 6464
a) Hadits dan Terjemahan

2
Artinya : Abdul Azis bin Abdulloh menyampaikan kepada kami dari Sulaiman,
dari Musa bin Uqbah, dari Abu Salamah bin Abdurrohman, dari Aisyah bahwa
Rosululloh SAW bersabda, “perbaikilah (niatmu), dan jangan berlebih-lebihan.
Ketahuilah bahwa amal seseorang dari kalian tidak akan memasukan dia ke dalam
surga. Amalan yang paling disukai Allah SWT adalah yang dilakukan terus-
menerus walaupun sedikit”. (Idris dan Ghazali, 2016 : 630)

Dari ’Aisyah, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam


ditanya mengenai amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah. Rasul
shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab,
‫َأ ْد َو ُمهُ وَِإ ْن قَ َّل‬
”Amalan yang rutin (kontinu), walaupun sedikit.”
’Alqomah pernah bertanya pada Ummul Mukminin ’Aisyah, ”Wahai Ummul
Mukminin, bagaimanakah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam beramal?
Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal?” ’Aisyah
menjawab,
‫ يَ ْستَ ِطي ُع‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ َكانَ َع َملُهُ ِدي َمةً َوَأيُّ ُك ْم يَ ْستَ ِطي ُع َما َكانَ َرسُو ُل هَّللا‬.َ‫ال‬
”Tidak. Amalan beliau adalah amalan yang kontinu (rutin dilakukan). Siapa saja
di antara kalian pasti mampu melakukan yang beliau shallallahu ’alaihi wa
sallam lakukan.”
Di antaranya lagi Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam contohkan dalam amalan
shalat malam. Pada amalan yang satu ini, beliau menganjurkan agar mencoba
untuk merutinkannya. Dari ’Aisyah, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
ِ ‫ا د‬gg‫ا ِل ِإلَى هَّللا ِ َم‬gg‫لُّ َحتَّى تَ َملُّوا وَِإ َّن َأ َحبَّ اَأل ْع َم‬gg‫ِإ َّن هَّللا َ الَ يَ َم‬gَ‫ونَ ف‬ggُ‫ا تُ ِطيق‬gg‫ا ِل َم‬gg‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ َعلَ ْي ُك ْم ِمنَ اَأل ْع َم‬
‫ُوو َم‬
‫َعلَ ْي ِه َوِإ ْن قَ َّل‬
”Wahai sekalian manusia, lakukanlah amalan sesuai dengan kemampuan kalian.
Karena Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. (Ketahuilah bahwa)

3
amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu (ajeg)
walaupun sedikit.”

b) Keterangan Ulama Mengenai Amalan yang Kontinu


Mengenai hadits-hadits yang kami kemukakan di atas telah dijelaskan
maksudnya oleh ahli ilmu sebagai berikut :
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, ”Yang dimaksud dengan hadits tersebut
adalah agar kita bisa pertengahan dalam melakukan amalan dan berusaha
melakukan suatu amalan sesuai dengan kemampuan. Karena amalan yang paling
dicintai oleh Allah adalah amalan yang rutin dilakukan walaupun itu sedikit.”
Beliau pun menjelaskan, ”Amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam adalah amalan yang terus menerus dilakukan (kontinu). Beliau
pun melarang memutuskan amalan dan meninggalkannya begitu saja.
Sebagaimana beliau pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat ’Abdullah
bin ’Umar.”[9] Yaitu Ibnu ’Umar dicela karena meninggalkan amalan shalat
malam.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku,
‫ َكانَ يَقُو ُم اللَّ ْي َل فَتَ َركَ قِيَا َم اللَّ ْي ِل‬، ‫ الَ تَ ُك ْن ِم ْث َل فُالَ ٍن‬، ِ ‫يَا َع ْب َد هَّللا‬
“Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa
mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.”
Para salaf pun mencontohkan dalam beramal agar bisa dikontinukan.
Al Qosim bin Muhammad mengatakan bahwa ’Aisyah ketika melakukan suatu
amalan, beliau selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya.
Al Hasan Al Bashri mengatakan, ”Wahai kaum muslimin, rutinlah dalam
beramal, rutinlah dalam beramal. Ingatlah! Allah tidaklah menjadikan akhir dari
seseorang beramal selain kematiannya.”
Beliau rahimahullah juga mengatakan, ”Jika syaithon melihatmu kontinu
dalam melakukan amalan ketaatan, dia pun akan menjauhimu. Namun jika
syaithon melihatmu beramal kemudian engkau meninggalkannya setelah itu,
malah melakukannya sesekali saja, maka syaithon pun akan semakin tamak untuk
menggodamu.”

4
Maka dari penjelasan ini menunjukkan dianjurkannya merutinkan amalan yang
biasa dilakukan, jangan sampai ditinggalkan begitu saja dan menunjukkan pula
dilarangnya memutuskan suatu amalan meskipun itu amalan yang hukumnya
sunnah.

c) Hikmah Mengapa Mesti Merutinkan Amalan


Pertama, melakukan amalan yang sedikit namun kontinu akan membuat amalan
tersebut langgeng, artinya akan terus tetap ada.
An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit
namun rutin dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma
sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan
melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan
keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh
Sang Kholiq Subhanahu wa Ta’ala. Amalan sedikit yang rutin dilakukan akan
memberikan ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang
sedikit namun sesekali saja dilakukan.”
Kedua, amalan yang kontinu akan terus mendapat pahala. Berbeda dengan
amalan yang dilakukan sesekali saja –meskipun jumlahnya banyak-, maka
ganjarannya akan terhenti pada waktu dia beramal. Bayangkan jika amalan
tersebut dilakukan terus menerus, maka pahalanya akan terus ada walaupun
amalan yang dilakukan sedikit.
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, ”Sesungguhnya seorang hamba hanyalah
akan diberi balasan sesuai amalan yang ia lakukan. Barangsiapa meninggalkan
suatu amalan -bukan karena udzur syar’i seperti sakit, bersafar, atau dalam
keadaan lemah di usia senja-, maka akan terputus darinya pahala dan ganjaran jika
ia meninggalkan amalan tersebut.” Namun perlu diketahui bahwa apabila
seseorang meninggalkan amalan sholih yang biasa dia rutinkan karena alasan
sakit, sudah tidak mampu lagi melakukannya, dalam keadaan bersafar atau udzur
syar’i lainnya, maka dia akan tetap memperoleh ganjarannya. Hal ini berdasarkan
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
َ ‫ب لَهُ ِم ْث ُل َما َكانَ يَ ْع َم ُل ُمقِي ًما‬
‫ص ِحيحًا‬ َ ِ‫ ُكت‬، ‫ض ْال َع ْب ُد َأوْ َسافَ َر‬
َ ‫ِإ َذا َم ِر‬

5
“Jika seseorang sakit atau melakukan safar, maka dia akan dicatat melakukan
amalan sebagaimana amalan rutin yang dia lakukan ketika mukim (tidak
bepergian) dan dalam keadaan sehat.”
Ketiga, amalan yang sedikit tetapi kontinu akan mencegah masuknya virus
”futur” (jenuh untuk beramal). Jika seseorang beramal sesekali namun banyak,
kadang akan muncul rasa malas dan jenuh. Sebaliknya jika seseorang beramal
sedikit namun ajeg (terus menerus), maka rasa malas pun akan hilang dan rasa
semangat untuk beramal akan selalu ada. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk
beramal yang penting kontinu walaupun jumlahnya sedikit. Kadang kita memang
mengalami masa semangat dan kadang pula futur (malas) beramal. Sehingga agar
amalan kita terus menerus ada pada masa-masa tersebut, maka dianjurkanlah kita
beramal yang rutin walaupun itu sedikit.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
َ ِ‫ر َذل‬g
‫ ْد‬gَ‫ فَق‬، ‫ك‬ ِ g‫ك ِإلَى َغ ْي‬ ُّ ‫ فَ َم ْن يَ ُك ْن فَ ْت َرتُهُ ِإلَى‬، ٌ‫ َولِ ُك ِّل ِش َّر ٍة فَ ْت َرة‬، ٌ‫َولِ ُك ِّل َع ِم ٍل ِش َّرة‬
ُ gَ‫ َو َم ْن ي‬، ‫دَى‬gَ‫ ِد ا ْهت‬gَ‫ فَق‬، ‫نَّ ِة‬g‫الس‬
‫ض َّل‬
َ
”Setiap amal itu pasti ada masa semangatnya. Dan setiap masa semangat itu
pasti ada masa futur (malasnya). Barangsiapa yang kemalasannya masih dalam
sunnah (petunjuk) Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, maka dia berada dalam
petunjuk. Namun barangsiapa yang keluar dari petunjuk tersebut, sungguh dia
telah menyimpang.”
Apabila seorang hamba berhenti dari amalan rutinnya, malaikat pun akan berhenti
membangunkan baginya bangunan di surga disebabkan amalan yang cuma sesaat.
Al Hasan Al Bashri mengatakan, ”Sesungguhnya bangunan di surga dibangun
oleh para Malaikat disebabkan amalan dzikir yang terus dilakukan. Apabila
seorang hamba mengalami rasa jenuh untuk berdzikir, maka malaikat pun akan
berhenti dari pekerjaannya tadi. Lantas malaikat pun mengatakan, ”Apa yang
terjadi padamu, wahai fulan?” Sebab malaikat bisa menghentikan pekerjaan
mereka karena orang yang berdzikir tadi mengalami kefuturan (kemalasan) dalam
beramal.”
Oleh karena itu, ingatlah perkataan Ibnu Rajab Al Hambali, ”Sesungguhnya Allah
lebih mencintai amalan yang dilakukan secara kontinu (terus menerus). Allah

6
akan memberi ganjaran pada amalan yang dilakukan secara kontinu berbeda
halnya dengan orang yang melakukan amalan sesekali saja.”

2. Hadits Riwayat Bukhori Nomor 1152


a) Hadits dan terjemahan

Artinya : Telah menceritakan kepada kami 'Abbas bin Al Husain telah


menceritakan kepada kami Mubasysyir bin Isma'il dari Al Awza'iy dan
diriwayatkan telah menceritakan kepada saya Muhammad bin Muqatil Abu Al
Hasan berkata, telah mengabarkan kepada kami 'Abdullah telah mengabarkan
kepada kami Al Awza'iy berkata, telah menceritakan kepada saya Yahya bin Abu
Katsir berkata, telah menceritakan kepada saya Abu Salamah bin 'Abdurrahman
berkata, telah menceritakan kepada saya 'Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash
radliallahu 'anhuma berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah
bersabda kepadaku: " Wahai 'Abdullah, janganlah kamu seperti fulan, yang dia
biasa mendirikan shalat malam namun kemudian meninggalkan shalat malam".
Dan berkata, Hisyam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Al 'Isyrin telah
menceritakan kepada kami Al Awza'iy berkata, telah menceritakan kepada saya
Yahya dari 'Umar bin Al Hakam bin Tsauban telah menceritakan kepada saya
Abu Salamah seperti ini juga. Dan diikuti pula oleh 'Amru bin Abu Salamah dari
Al Awza'iy.

b) Penjelasan Hadits

7
Ibnu Hajar Al Asqolani berkata, “Hadits dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash di
atas menunjukkan akan disunnahkan merutinkan suatu ibadah yang baik tanpa
menganggap remeh. Juga dapat dijadikan dalil akan makruhnya memutus suatu
ibadah walaupun amalan tersebut bukanlah amalan yang wajib.” (Fathul Bari, 3:
38).
Ibnu Hajar juga berkata, “Kesimpulannya, hadits di atas memotivasi seseorang
agar semangat untuk rutin dalam melakukan suatu ibadah, juga bersikap
sederhana dalam ibadah -yaitu tidak berlebih-lebihan dan tidak memandang
remeh-. Adapun bersikap berlebih-lebihan (terlalu memaksakan diri dalam
ibadah) akan membuat seseorang meninggalkan suatu ibadah.” (Idem).
Hal ini bermakna bahwa jika seseorang mampu melakukan kebaikan secara
konsisten dan kontinu berarti nilai kebaikan tidak pernah lepas darinya. Hal ini
jugalah yang pernah diingatkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
kepada Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma agar selalu menjaga secara
konsisten dan shalat tahajudnya karena itu yang lebih baik.
subhanahuPuncak dalam melakukan amal shaleh, adalah dengan terus menerus
melakukannya (mujahadah dan istiqamah) baik yang kecil atau besar, fardhu atau
nawafil dengan hanya mengharap Rahmat dan Ridha Allah wata’ala (ikhlas).
Rahmat dan Ridha-Nya itulah yang ingin senantiasa diraih oleh setiap mukmin
karena hanya dengan Rahmat dan ridha-Nya itulah kita akan selamat, sukses, dan
berhasil dalam kehidupan dunia ini, dan dengan Rahmat dan Ridha-Nya itu
jugalah kita akan selamat di akhirat kelak dan dimasukkan ke dalam surga-Nya
dan terhindar dari azab neraka-Nya.
Pada hakikatnya tidak ada seorangpun yang selamat karena amal atau apa yang ia
lakukan. Keselamatan yang didapatkan hanyalah atas Rahmat Allah subhanahu
wata’ala itu.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Amal saleh adalah perbuatan yang sungguh-sungguh dalam menjalankan


ibadah atau menunaikan kewajiban agama. Di dalam amal saleh terdapat amal
ibadah dan amal jariyah yang meliputi habluminallah dan habluminannas.

Adapun hikmah melakukan amalan dengan rutin ialah sebagai berikut:

1. Melakukan amalan yang sedikit namun kontinu akan membuat amalan


tersebut langgeng, artinya akan terus tetap ada.
2. Melakukan amalan yang kontinu akan terus mendapat pahala. Berbeda.
3. Melakukan amalan yang sedikit tetapi kontinu akan mencegah masuknya
virus ”futur” (jenuh untuk beramal).

B. Saran

Demikianlah makalah yang bisa kami susun, semoga bisa bermanfaat bagi
kita semua. Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya, baik
dari segi susunan maupun isinya, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca sebagai bahan pertimbangan kamidalam menyusun makalah
kami mendatang

9
DAFTAR PUSTAKA

https://rumaysho.com/550-di-balik-amalan-yang-sedikit-namun-kontinu.html
diakses Senin, 8 November 2021 pukul 13.00 WIB.
Idris, Subhan Abdullah dan Imam Ghazali. 2016. Ensiklopedia Hadits 2 Shahih
Al-Bukhori 2. Jakarta. Al-mahira.

https://rumaysho.com/8480-dulu-dia-rajin-shalat-malam-sekarang.html diakses
pada Selasa, 9 November 2021 pukul 10.29 WIB.

Hardisman. 2019. Riyadhah Jiwa Menyehatkan Raga. Padang. Andalas University


Press.

10

Anda mungkin juga menyukai